Upload
fazrims
View
279
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
“Pengertian Norma Dan Konflik Sosial Di Indonesia ”
( Tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi dan
melengkapi nilai Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Komputer )
Disusun oleh :
FAZRI MUHAMMAD SIDIK
11051319
TEKNIK GEOLOGI TERAPAN (A)
POLITEKNIK GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN
(PGP)
BANDUNG
2013 – 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatan kan kepada Allah SWT, dan kepada teman – teman yang
telah mendukung dan membantu pembuatan makalah yang berjudul : ( Pengertian Norma
Dan Konflik Social Di Indonesia) tidak lupa atas dukungan moral dari kedua orang tua
saya dan keluarga saya, saya mengucapkan banyak terima kasih atas dorongan semangat
yang kalian berikan selama pembuatan makalah ini berlangsung sampai selesai.
Saya menyadari betul bahwa makalah saya ini jauh dari kata kata sempurna oleh karna itu
saya meminta dari saudara/i yang membaca makalah ini agar mengkritik dan member saran
yang membangun demi penyempurnaan makalah ini.
Bandung, 10 November 2014
Fazri Muhammad Sidik
Norma Menurut Soerjono Soekanto
Norma adalah suatu perangkat agar hubungan di dalam suatu masyarakat terlaksana
sebagaimana yang diharapkan. Norma-norma mengalami proses pelembagaan atau
melewati suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu
lembaga masyarakat sehingga norma tersebut dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian
ditaati dalam kehidupansehari-hari.
Norma – norma yang ada di Indonesia antara lain :
1. Norma sosial
adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat
dan batasan wilayah tertentu. Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-
kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma
menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya.
Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar
bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun
agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana
yang diharapkan.
Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman.
Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang
mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.
Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini
dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk
secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar
perilaku yang pantas atau wajar.
Tingkatan norma sosial
Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu
masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.
Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama
yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan
benar.
Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau
kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta. kesopanan dalam berperilaku /
berpenampilan sopan
Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari
sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh
sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur
memaksa atau melarang suatu perbuatan.
Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
Adat istiadat (custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena
bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.
Norma agama adalah petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan melalui
utusan-Nya yang berisi perintah, larangan dan anjuran-anjuran.
Contoh-contoh norma agama ialah:
Rajin beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan, berdoa sebelum makan,
sebelum tidur, sebelum perjalanan, sebelum belajar, sebelum memasuki tempat
ibadah, dll.
Mencegah dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama.
Mengimani adanya Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Pelanggar norma agama mendapatkan sanksi secara tidak langsung, artinya pelanggarnya
baru akan menerima sanksinya nanti di akhirat berupa siksaan di neraka.
2. Norma Agama
Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama. Norma ini bersifat
mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya. Apabila seseorang tidak memiliki
iman dan keyakinan yang kuat, orang tersebut cenderung melanggar norma-norma agama.
Beberapa tujuan agama yaitu :
Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa
(tahuit).
Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik,
sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L
Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi
umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya – bahkan
sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin) dalam kehidupan
kemanusiaan.
Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi.
Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan
sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas
yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.
Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis),
banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi (baca,
mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama ini
pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara
sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi
proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga
mabuk ekspansi keyakinan.
Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi jauh lebih lihai
dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil (seolah-
olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah (misi
agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi
agama.
Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke
jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya
bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau
bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat,
dan tuduhan jahat lainnya.
Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya
diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam
MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang
harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.
Penjelasan dan fungsi agama
Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita
internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang
hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan
bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak,
rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan kata
lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan
kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di
kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta
bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan
sebagai hablun minallah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan
kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi.
Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan
Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama.
Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK
bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama
rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu
berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks
interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim,
kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling
kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan
sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang
agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak
sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal
mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain,
mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan
persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil
tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di
antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai.
3. Norma Kesusilaan
Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan pelecehan seksual
adalah salah satu dari pelanggaran dari norma kesusilan.
Norma kesusilaan adalah norma yang bersumber dari hati nurani (batin) manusia agar
manusia selalu berbuat kebaikan dan tidak melakukan perbuatan yang tercela. Pada
dasarnya setiap manusia memiliki hati nurani yang sama dan selalu mengajak pada
kebaikan dan kebenaran. Karenanya, ketika melakukan pelanggaran terhadap teguran hati
nurani, akan timbul penyesalan dan rasa kecewa yang mendalam. Inilah sanksi yang
diterima saat melanggar norma kesusilaan. Contoh norma kesusilaan antara lain berkata dan
berbuat jujur, berbuat baik pada sesama manusia, menghindari rasa iri dan dengki serta
tidak menyombongkan diri. Pengertian Norma Kesusilaan) – Norma kesusilaan yang juga
disebut dengan norma moral adalah norma yang biasa terdapat dalam masyarakat dan
dianggap sebagai peraturan maupun dijadikan suatu pedoman dalam bertingkah laku
(berbudi pekerti / berakhlak).
Pada umumnya pelanggaran dalam norma kesusilaan adalah adanya perasaan menyesal,
tekanan batin dan perasaan malu. Adapun tujuan dari norma kesusilaan adalah hampir sama
dengan norma agama, yakni membentuk karakter manusia menjadi lebih baik.
Contoh norma kesusilaan adalah seorang anak yang biasa melakukan penciuman tangan
terhadap orang tua atau gurunya ketika bersalaman sebagai tanda hormat.
Sedangkan untuk pelanggaran norma kesusilaan adalah berbohong, tidak adil, pilih kasih
dan berbagai perilaku tidak baik yang tak diketahui oleh orang lain.
Oleh sebab itu, setelah kita mengetahui dari peran penting norma kesusilaan ini sebaiknya
kita hindari hal-hal yang dapat melanggar norma kesusilaan / norma moral ini supaya kita
bisa menjadi orang yang lebih baik lagi.
4. Norma Kesopanan
Adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyrakat. Cara
berpakaian dan bersikap adalah beberapa contoh dari norma kesopanan.
Norma sopan santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok
itu. Norma kesopanan bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan
berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu.
Contoh-contoh norma sopan santun ialah:
Menghormati orang yang lebih tua.
1. Menerima sesuatu selalu dengan tangan kanan.
2. Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur.
3. Tidak meludah di sembarang tempat.
4. tidak menyela pembicaraan.
Norma sopan santun sangat penting untuk diterapkan, terutama dalam bermasyarakat,
karena norma ini sangat erat kaitannya terhadap masyarakat. Sekali saja ada pelanggaran
terhadap norma kesopanan, pelanggar akan mendapat sanksi dari masyarakat, semisal
cemoohan. kesopanan merupakan tuntutan dalam hidup bersama. Ada norma yang harus
dipenuhi supaya diterima secara sosial.
Sanksi bagi pelanggar norma kesopanan adalah tidak tegas, tetapi dapat diberikan oleh
masyarakat, yang berupa cemoohan, celaan, hinaan, atau dikucilkan dan diasingkan dari
pergaulan serta di permalukan.
5. Norma Kebiasaan (Habit)
Norma ini merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang yang tidak melakukan norma
ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang lain. Kegiatan melakukan acara
selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau pulang kampung adalah contoh dari norma ini.
6. Norma Hukum
Adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib
dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa.
Melanggar rambu-rambu lalulintas adalah salah satu contoh dari norma hukum. Norma
Hukum : Ialah peraturan-peraturan yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara.
Isinya mengikat setiap orang dan pelaksanaanya dapat dipertahankan dengan segala
paksaan oleh alat-alat negara, sumbernya bisa berupa peraturan perundangundangan,
yurisprudensi, kebiasaan, doktrin, dan agama.
Keistimewaan norma hukum terletak pada sifatnya yang memaksa, sanksinya berupa
ancaman hukuman. Penataan dan sanksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan hukum
bersifat heteronom, artinya dapat dipaksakan oleh kekuasaan dari luar, yaitu kekuasaan
negara.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
a) “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa/nyawa orang lain, dihukum karena
membunuh dengan hukuman setingi-tingginya 15 tahun”.
b) “Orang yang ingkar janji suatu perikatan yang telah diadakan, diwajibkan mengganti
kerugian”,misalnya jual beli.
c) “Dilarang mengganggu ketertiban umum”.
Hukum biasanya dituangkan dalam bentuk peraturan yang tertulis, atau disebut juga
perundang-undangan. Perundang-undangan baik yang sifatnya nasional maupun peraturan
daerah dibuat oleh lembaga formal yang diberi kewenangan untuk membuatnya.Oleh
karena itu,norma hukum sangat mengikat bagi warga Negara dan beberapa contoh tindakan
norma hukum dan sanksi yang di berikan :
Korupsi
Korupsi merupakan pelanggaran hukum yang biasa terjadi di Indonesia. Orang yang
melakukan korupsi disebut koruptor. Contoh perilaku dari korupsi yaitu menggunakan
fasilitas kantor atau lembaga yang dipimpinnya untuk keperluan pribadi dan memperkaya
diri sendiri atau melebihkan itu dapat dikantongi sendiri.
Contoh hukum/sanksi dari korupsi :
Pelanggaran ini termasuk hukum pidana. Sanksi yang diberikan berupa hukuman denda
berupa ganti rugi atau penyitaan barang serta hukuman penjara.
Narkoba
Narkoba (singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya)
adalah bahan/zat yang jika dimasukkan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum,
dihirup, maupun disuntikkan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan
perilaku seseorang. Contoh perilaku yang biasa dilakukan yaitu penyalahgunaan narkoba.
Pernyalahgunaan narkoba disebabkan karena zat-zat tersebut menjajikan sesuatu dapat
memberikan rasa kenikmatan, kenyamanan, kesenangan, dan ketenangan, walaupun hal itu
sebenarnya hanya dirasakan secara semu.
Contoh hukum/sanksi dari narkoba :
Untuk pengedar sanksinya dipenjara selama 10 tahun dan didenda sebanyak 500 juta
rupiah. Tetapi apabila pengedar itu berstatus sebagai bandar atau bosnya maka dia
dipenjara selama 20 tahun sampai dengan seumur hidup bahkan dihukum mati dan didenda
1 milyar rupiah. Untuk penyimpang atau pembuat narkoba sanksinya dipenjara selama 7
tahun dan didenda sebanyak 10 juta rupiah.
Pembayaran Pajak (Perdata)
Contoh pelanggaran dalam pembayaran pajak yaitu tidak membayar pajak PBB dan PBB
yang tertunggak dengan jumlah yang sudak besar. Wajib pajak yang tidak melaksanakan
kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan
pajak. Tindakan ini dilakukan apabila wajib pajak tidak membayar pajak terutang sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam Surat Tagihan Pajak (STP), proses
penagihan dimulai dengan Surat Teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa.
Contoh hukum/sanksi dari pelanggaran perpajakan.
Ada 2 macam sanksi perpajakan yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana. Sanksi
Administrasi terdiri dari Sanksi Administrasi berupa denda, berupa bungan dan berupa
kenaikan. Sedangkan Sanksi Pidana yaitu pemerintah masih memberikan keringanan dalam
pemberlakuan Sanksi Pidana dalam pajak, yaitu bg=agi wajib pajak yang baru pertama kali
melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai Sanksi Pidana, tetapi dikenai Sanksi
Administrasi.
Pelanggaran Rambu Lalu Lintas (Pidana)
Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalu lintas.
Tidak memakai helm, menerobos lampu merah. Bentuk pelanggaran rambu lalu lintas
seperti mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan Surat Izin
Mengemudi (SIM), STNK yang sah atau tanda bukti lainnya sesuai peraturan yang berlaku
atau dapat memeprlihatkan tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa.
Akibat/konsekuensi dari pelanggaran rambu lalu lintas yaitu pemicu terjadinya kecelakaan,
tingginya angka kecelakaan lalu lintas baik pada persimpangan lampu lalu lintas maupun
pada jalan raya, keselamatan para pengendara dan para pejalan kaki memjadi terancam,
kebiasaan melanggar peraturan lalu lintas yang biasa kemudian menjadi budaya melanggar
peraturan.
Contoh hukum/sanksi dari pelanggaran rambu lalu lintas yaitu misalnya pada pengendara
sepeda motor, setiap pengendara sepeda motor yang tidak dilengkapi kelayakan kendaraan
seperti spion, lampu utama, lampu rem, klakson, pengukur kecepatan, dan knalpot akan
dipidanan dengan pidana dengan kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak
Rp. 250.000.
Menguraikan macam-macam sanksi hukum yang berlaku
Sanksi Pidana
1. Hukuman Pokok, terbagi menjadi :
a. Hukuman mati
b. Hukuman penjara
c. Hukuman kurungan
d. Hukuman denda
e. Hukuman sementara
2. Hukuman-Hukuman Tambahan :
a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu
b. Perampasan barang yang tertentu
c. Pengumuman keputusan hakim
Sanksi Perdata
Dalam Hukum Perdata, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:
a. Putusan Condemnatoir
b. Putusan Declaration
c. Putusan Constitutif
Dalam Hukum Perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa :
1. Kewajiban untuk memenuhi prestasi (kewajiban)
2. Hilangnya suatu keadaan hukum, yang di ikuti dengan terciptanya suatu keadaan
hukum baru.
Sanksi Administrasi :
1. Denda
2. Pembekuan hingga pencabutan sertifikat/izin
3. Penghentian sementara pelayanan administrasi pengurangan jatuh produksi
4. Tindakan administrative
I. Pengertian Konflik Sosial
Karl Marx melihat masyarakat sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi
konflik melalui konflik.
Konflik dapat kita artikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Karl Marks mengantisipasi bahwa kedamaian dan harmoni akan menjadi hasil akhir sejarah
perang dan revolusi kekerasan. Dengan kekecualian masa-masa yang paling awal dari
masyarakat sebelum munculnya hak milik pribadi, karena ciri utama hubungan – hubungan
sosial adalah perjuangan kelas.
Namun bentrokan kepentingan – kepentingan ekonomis ini akan berakhir di dalam sebuah
masyarakat yang tanpa kelas, bebas konflik dan kreatif yang disebut komunisme.akan tetapi
perhatian Marx tidak terpusat pada ciri – ciri hubungan – hubungan sosial yang kooperatif
dari utopia komunis yang dijanjikan.
Tulisan – tulisan teoritisnya banyak menangani penjelasan mengenai kenyataan –
kenyataan sosial yang ada, dan sumbangan pokoknya bagi pemahaman kita tentang
masyarakat terletak dalam analisanya mengenai sebab – sebab ekonomis dari konflik sosial
dan cara – cara konflik itu dibendung dan ditekan oleh kelas yang berkuasa di dalam setiap
masyarakat sebelum meledak menjadi bentuk – bentuk kehidupan sosial yang baru.
Tekanan Marx pada peranan konflik dalam hubungan – hubungan sosial mengingatkan
pada Hobbes, tetapi Marx melihat konflik sosial lebih terjadi di antara individu – individu
dan meskipun ada kesamaan dalam pandangan mengenai topik yang disebut Marx
kesadaran palsu, Marx mempunyai sebuah kepercayaan yang optimistis akan mungkinnya
kehidupan komunitas yang secara manusiawi memuaskan yang lebih khas pada Aristoteles
daripada Hobbes.
Sedangkan White & Bednar (1991) mendefinisikan konflik sebagai suatu interaksi antara
orang-orang atau kelompok yang saling bergantung merasakan adanya tujuan yang saling
bertentangan dan saling mengganggu satu sama lain dalam mencapai tujuan itu.
II. Factor-Factor Penyebab Terjadinya Konflik Social
Faktor – penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial antara lain sebagai berikut :
a. Adanya perbedaan antar kelompok sosial, baik secara fisik maupun mental, atau
perbedaan kemampuan, pendirian, dan perasaan sehingga menimbulkan pertikaian
atau bentrokan di antara mereka.
b. Perbedaan pola kebudayaan seperti prbedaan adat istiadat, suku bangsa, agama,
paham politik, pandangan hidup, dan budaya darah sehingga mendorong timbulnya
persaingan dan pertentangan, bahkan bentrokan di antara anggota kelompok sosial
tersebut.
c. Perbedaan mayoritas dan minoritas yang dapat menimbulkan kesenjangan sosian di
antara kelompok sosial tersebut. Misalnya antara etnis Cina (minoritas) dan etnis
pribumi (mayoritas).
d. Perbedaan kepentingan antar kelompok sosial, seperti perbedaan kepentingan
politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, dan sejenisnya merupakan faktor penyebab
timbulnya konflik.
e. Perbedaan individu
Perbedaan kepribadian antar individu bisa menjadi faktor penyebab terjadinya
konflik, biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah
perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik,
artinya setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan
yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani
hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya,
ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap
warganya akan berbedabeda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada
pula yang merasa terhibur.
f. Perbedaan latar belakang kebudayaan
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang
berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran
dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada
akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat menghasilkan konflik.
g. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan,
pendirian maupun latar belakang kebudayaan.
h. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu
berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya
konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai
masyarakat industri.
Selain dari tujuh factor penyebab konflik seperti yang di atas, ada juga beberapa factor
penyebab terjadinya konflik antar kelompok social, yang antara lain adalah sebagai
berikut:
III. Faktor – faktor penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial antara lain
adalah sebagai berikut :
a. Konflik antar kelompok sosial
Dalam masyarakat Indonesia, ada beberapa kelompok yang menganut agama yang berbeda
– beda. Ada yang memeluk agama islam, Kristen, Hindu, dan Budha. Adanya perbedaan
agama ini akan membawa perbedaan dalam kehidupan sehari – hari. Misalnya, cara
peribadatan, acara perkawinan, dan penerapan hukum warisan.
Adanya perbedaan- perbedaan tersebut, jika dijadikan masalah akan menimbulkan konflik
antara pemeluk agama yang satudengan yang lain. Konflik yang terjadi dapat dalam skala
kecil, besar, lama, atau hanya sebentar. Konflik tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi masing – masing . Biasanya aspek SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan)
merupakan aspek yang sangat peka dalam kehidupan bermasyarakat. Misalnya, konflikdi
Poso dan Ambon yang melibatkan dua penganut agama yang berbeda.
b. Konflik antar kelompok suku bangsa
Dalam kehidupan masyrakat multikultural seperti indonesia, antara kelompok suku bangsa
yang satu dan suku bangsa yang lain terdapat perbedaan- perbedaan yang khas. Perbedaan –
perbedaan tersebut mencakup hal – hal sebagai berikut :
Perbedaan tata susuanan dan kekerabatan, misalnya patrilineal, matrilineal, dan
parental.
Perbedaan seni bangunan rumah, peralatan kerja, dan pakaian-pakaian adat.
Perbedaan kesenian daerah, misalnya tarian, musik, seni lukis, dan seni pahat.
Perbedaan adat istiadat dalam perkawinan, upacara ritual, dan hukum adat.
Perbedaan bahasa daerah, misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, Bali, Batak, Papua,
Makassar, dan Minangkabau
Perbedaan tersebut di atas, sering kali dapat menjadi pemicu timbulnya konflik antar
kelompok suku bangsa. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain sebagai
berikut :
Hukum adat dan garis kekerabatan yang berbeda.
Adanya sitem kekerabatanmatrilineal, parilineal, dan parental dalam kelompok-
kelompok suku bangsa, memiliki pengaruh yang luas dalam hal tata cara perkawinan,
hak menggunakan marga, hak mengatur ekonomi rumah tangga, dan warisan.
Latar belakang sejarah yang berbeda
Akibat latar belakang sejarah yang berbeda akan menghasilkan keadaan sosial budaya
yang tidak sama. Misal, dalam kelompok masyarakat Bali dengan latar belakang sejarah
kerajaan Hindu yang kuat, sementara kelompok masyarakat Demak, Surakarta, dan
Yogyakarta memiliki latar belakang sejarah Islam yang kuat.
Adanya perbedaan ini berpengaruh pada tata upacara ritual, adat perkawinan, gamelan,
pakaian adat, dan tarian.
c. Kebudayaan geografis yang tidak sama keadaan letak geografis yang strategis akan
mempengaruhi corak ragam penduduk dan kebudayaan yang lebih kopleks jika
dibandingkan dengan kelompok masyarakat yang letaknya tidak strategis. Mislanya,
perbedaan masyarakat kota dengan masyarakat desa.
d. Konflik antar kelompok Ras (Rasial)
Tiap – tiap kelompok ras pasti menyadari perbedaan-perbedaan dalam kelompoknya,
misalnya tabiat, tingkah laku, etika pergaulan, dan ciri – ciri fisik (warna kulit, warna
mata,warna dan bentuk rambut, serta bentuk hidung).
Adanya perbedaan tersebut menyebabkan antara kelompok ras satu dan kelompok ras yang
lainnya terjadi pertenatangan.
Misalnya, ras kulit hitam dengan ras kulit putih yang menimbulkan politik apartheid yang
merendahkan martabat orang kulit hitam.
e. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh
usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok.Untuk mengurangi
perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan
perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam
suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu
melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan
kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain.
Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:
Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda
Terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu
yang relatif lama
Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan
diri
Faktor pendorong
Faktor-faktor umum yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi antara lain:
Toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan
Kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi
Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan kebudayaan yang
dibawanya.
Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat
Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal
Perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya
Mempunyai musuh yang sama dan meyakini kekuatan masing-masing untuk
menghadapi musuh tersebut.
IV. Pengertian Stratifikasi Sosial
Dalam kehidupan masyarakat stratifikasi sangat berpengaruh. Keadaan ini pernah dikatakan
oleh filsuf asal Yunani yaitu Aristoteles, bahwa di dalam tiap negara terdapat 3 unsur
lapisan masyarakat, mereka yang kaya sekali, yang ditengah – tengahnya dan melarat.
Adapun definisi Stratifikasi Sosial menurut Pitirim A. Sorokin dalam bukunya “Social
Stratification” bahwa setiap lapisan dalam masyarakat itu merupakan cirri yang tetap dan
umum dalam setiap masyarakat yang teratur. Perbedaan yang dimaksud dalam adalah
adanya lapisan berkelas atau heirerki.
Sedang menurut Drs. Robert. M. Z Lawang, merupakan orang – orang yang termasuk
dalam suatu sistem sosial tertentu ke dalam lapisan heirarkis menurut dimensi kekuasaan,
privelese, dan prestise.
Dari pengertian diatas jelas bahwa masyarakat itu benar – benar berada dalam perbedaan
atau golongan heirarkis. Salah satu contoh yang ada sampai sekarang adalah di masyarakay
Bali dimana sistem kasta masih digunakan. Akibat adanya sistem ini akan adanya
perbedaan dalam penerimaan hak dan pelaksanaan kewajiban.
Stratifikasi social dapat terjadi dengan sengaja maupun tidak disengaja (terjadi dengan
sendirinya). Sebagai contoh dalam kehidupan masyarakat bali yang masih menganut
system kasta dalam kehidupannya, mereka membagi golongan masyarakat dengan
tingkatan-tingkatan tertentu mulai dari pemuka agama, bangsawan/pegawai pemerintah dan
masyarakat biasa. Dalam penggolongan terdapat beberapa tingkatan :
Upper class
Middle class
Lower class
Dalam masyarakat bali pada zaman sekarang system kasta yang di anut ialah system kasta
terbuka, jadi setiap masyarakat dapat berpindah kedudukan mulai dari lower class sampai
upper class. Sebagai contoh, seorang anak petani yang yang awalnya dari lower class
kemudian bersekolah hingga ke peguruan tinggi kedokteran lalu lulus dengan nilai
sempurna dan ia pun sukses dalam bidangnya dan berubah tingkat menjadi upper class.
Dalam stratifikasi social terdapat perpindahan / mobilitas.
Dapat dilihat dari criteria yang dipakai dalam melihat klasifikasi social dalam kehidupan
masyarakat, diantaranya :
Fakta Sosial" bersifat eksternal, umum (general), dan memaksa (coercion). "Fakta Sosial"
mempengaruhi tindakan-tindakan manusia. Tindakan individu merupakan hasil proses
pendefinisian reslitas "sosial", serta bagaimana orang mendefinisikan situasi. Asumsi yang
mendasari adalah bahwa manusia adalah makhluk yang kreatif dalam membangun dunia
"sosial"nya sendiri.
"Fakta Sosial" inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan "Sosiologi". "Fakta
Sosial" dinyatakan oleh Emile Durkheim sebagai barang sesuatu (Thing) yang berbeda
dengan ide. Barang sesuatu menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia
tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif). Tetapi untuk
memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia.
"Fakta Sosial" menurut Emile Durkheim terdiri atas dua macam:
1. Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, diobservasi.
"Fakta Sosial" yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world),
contohnya arsitektur dan norma hukum.
2. Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang
hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan
opini. Jenis-jenis "Fakta Sosial" non material adalah:
a.
a. Moralitas
Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin
bahwa moralitas adalah "Fakta Sosial", dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara
empiris, karena ia berada di luar individu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan
"Fakta"-"Fakta Sosial" lain. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan
secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris. Kedua,
Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh
kepeduliannya kepada “kesehatan” moral masyarakat modern.
b. Kesadaran Kolektif
Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut; “seluruh kepercayaan dan
perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu
sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran
kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran
partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular”.
Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama, kesadaran kolektif terdapat
dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut “keseluruhan” kepercayaan dan
sentimen bersama. Kedua, Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu
terlepas dari dan mampu menciptakan "Fakta Sosial" yang lain. Kesadaran kolektif bukan
hanya sekedar cerminan dari basis material sebagaimana yang dikemukakan Marx. Ketiga,
kesadaran kolektif baru bisa “terwujud” melalui kesadaran-kesadaran individual.
Kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan
bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim
menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat “primitif” memiliki
kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama , lebih
dari masyarakat modern.
c. Representasi Kolektif
Contoh representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya
mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk
menyesuaikan diri dengan klaim kolektif.
Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu- individu, karena ia muncul
dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena cenderung
berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan
dengan praktik seperti ritual.
d. Arus "Sosial"
Menurut Durkheim, arus "sosial" merupakan "Fakta Sosial" yang tidak menghadirkan diri
dalam bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan dengan “dengan luapan semangat,
amarah, dan rasa kasihan” yang terbentuk dalam kumpulan publik.
e. Pikiran Kelompok
Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan pikiran
individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling bersinggungan dan
tertutup satu sama lain.
Pikiran-pikiran individual terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka
megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami mereka, mereka menyusun dan mengatur
diri mereka sendiri.
Dalam hal ini terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada
bandingannya di dunia biasa.
Durkheim berpendapat bahwa subyek kajian sosiologi harus dipersempit pada sebuah
bidang yang dapat diuraikan guna membedakan sosiologi dengan studi sosial yang lain.
Untuk itu, Durkheim mengusulkan bahwa kita harus membatasi sosiologi pada kajian
analisis tentang fakta sosial. Oleh Durkheim, fakta sosial ini ia jelaskan dalam dua cara.
Pokok persoalan yang harus menjadi pusat perhatian penyelidikan "Sosiologi" menurut
paradigma ini adalah "Fakta"-"Fakta Sosial" . Secara garis besar "Fakta Sosial" terdiri atas
dua tipe, masing-masing adalah struktur "sosial" dan pranata "sosial" .
Secara lebih terperinci "Fakta Sosial" itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat
tertentu, system "sosial" , peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan dan sebagainya.
Menurut Peter Blau ada dua tipe dasar dari "Fakta Sosial" :
1. Nilai-nilai umum ( common values )
2. Norma yang terwujud dalam kebudayaan atau dalam subkultur.
Ada tiga varian teori yang tergabung ke dalam paradigma "Fakta Sosial" ini. Masing-
masing adalah :
1. Teori Fungsionalisme-Struktural, yaitu teori yang menekankan kepada keteraturan
(order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-
konsep utamanya adalah : fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifestasi, dan
keseimbangan.
2. Teori Konflik, yaitu teori yang menentang teori sebelumnya (fungsionalisme-struktural)
dimana masyarakat senantiasa berada dalam proses perubahan yang ditandai oleh
pertentangan yang terus menerus diantar unsure-unsurnya.
3. Teori "Sosiologi" Makro
Dalam melakukan pendekatan terhadap pengamatan "Fakta Sosial" ini dapat dilakukan
dengan berbagai metode yang banyak untuk ditempuh, baik interviw maupun kuisioner
yang terbagi lagi menjadi berbagai cabang dan metode-metode yang semakin berkembang.
Kedua metode itulah yang hingga kini masih tetap dipertahankan oleh penganut paradigma
"Fakta Sosial" sekalipun masih adanya terdapat kelemahan didalam kedua metode tersebut.
KESIMPULAN
Norma adalah suatu perangkat agar hubungan di dalam suatu masyarakat terlaksana
sebagaimana yang diharapkan. Norma-norma mengalami proses pelembagaan atau
melewati suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu
lembaga masyarakat sehingga norma tersebut dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian
ditaati dalam kehidupansehari-hari.
Konflik dapat kita artikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga
kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Stratifikasi Sosial dari pengertian diatas jelas bahwa masyarakat itu benar – benar berada
dalam perbedaan atau golongan heirarkis. Salah satu contoh yang ada sampai sekarang
adalah di masyarakay Bali dimana sistem kasta masih digunakan. Akibat adanya sistem ini
akan adanya perbedaan dalam penerimaan hak dan pelaksanaan kewajiban.