34

Materi 3

Embed Size (px)

Citation preview

Halaman 2

Pembahasan Pancasila secara Ilmiah Pambahasan Pancasila termasuk filsafat

Pancasila, sebagai suatu kajian ilmiah, harus memiliki syarat ilmiah sebagai dikemukakan oleh I.R. Poedjowijatno dalam bukunya ‘Tahu dan Pengetahuan’ yang merinci syarat-syarat ilmiah sebagai berikut:

Berobjek Bermetode Bersistem Bersifat Universal

Halaman 3

BerobjekSyarat pertama bagi suatu pengetahuan yang memenuhi syarat ilmiah adalah bahwa semua ilmu pengetahuan itu harus memiliki objek. Oleh karena itu pembahasan Pancasila secara ilmiah harus memiliki objek, yang didalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam yaitu ‘objek forma’ dan ‘objek materia’.

Halaman 4

Objek forma Pancasial adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila, atau dari pandang apa Pancasila itu dibahas. Pada hakekatnya Pancasila dapat dibahas dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ‘moral’ maka terdapat bidang pembahasan ‘moral Pancasila’, dari sudut pandang ‘ekonomi’ maka terdapat bidang pembahasan ‘ekonomi Pancasila’, dari sudut pandang ‘pers’ maka terdapat ‘pers Pancasila’ dsb

Halaman 5

‘Objek materia’ Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik bersifat emperis maupun non-emperis. Pancasila adalah merupakan hasil budaya bangsa Indonesia, bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila, atau sebagai asal mula nilai-nilai Pancasila.

Halaman 6

Oleh karena itu objek material pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek kebudayaanya, dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Halaman 7Objek meteria pembahasan Pancasila dapat berupa hasil budaya bangsa Indonesia yang berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah, benda-benda budaya, lembaran Negara, lembaran hukum maupun naskah-naskah kenegraan lainnya, maupun adat istiadat bangsa Indonesia sendiri.

Halaman 8

Adapun objek yang besifat non-emperis antara lain meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, serta nilai-nilai relegius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Halaman 9

Bermetode Setiap pengetahuan ilmiah harus

memiliki metode yaitu seperangkat cara atau system pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk mendapat-kan suatu kebenaran yang bersifat objektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik objek forma maupun objek material.

Halaman 10

Salah satu metode dalam pembahasan Pancasila adalah metode ‘analitico syntetik’ yaitu perpaduan metode analisis dan sistesis. Oleh karena objek Pancasila banyak berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan objek sejarah, maka lazim digunakan metode ‘hermeneutika’ ,metode ‘koherensi historis, serta metode ‘pemaha-man’, penafsiran dan interpretasi, dan metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

Halaman 11

BersistemSuatu pengetahuan ilmiah harus

merupakan suatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah itu harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian itu saling berhubungan, baik berupa hubungan interelasi (saling hubungan), maupun interdependensi (saling ketergantu-ngan).

Halaman 12

Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan bahkan Pancasila itu sendiri dalam dirinya sendiri merupakan suatu kesatuan dan keutuhan ‘majemuk tunggal’ yaitu kelima sila itu baik rumusannya, inti dan isi dari sila-sila Pancasila itu merupakan suatu kesatuan dan kebulatan.

Halaman 13

Bersifat Universal Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus

bersifat universal, artinya kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, ruang, keadaan, situasi, kondisi, maupun jumlah tertentu. Dalam kaitannya dengan kajian Pancasila hakikat ontologis nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal, atau dengan kata lain intisari, essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya adalah bersifat universal

Halaman 14

Dalam kaitannya dengan kajian Pancasila hakikat ontologis nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal, atau dengan kata lain intisari, essensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya adalah bersifat universal

Halaman 15

Tingkatan Pengetahuan Ilmiah Untuk mengetahui lingkup kajian

Pancasila serta kompetensi pengetahuan dalam membahas Pancasila secara ilmiah, maka perlu diketahui tingkatan pengetahuan ilmiah sebagaimana halnya pada pengkajian pengetahuan-pengetahuan lainnya.

Halaman 16

Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah tersebut sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai berikut:

Halaman 17

Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah tersebut sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sebagai berikut:

Halaman 18

Pengetahuan Deskriptif pertanyaan “Bagaimana” Pengetahuan Kausal pertanyaan “Mengapa” Pengetahuan Normative pertanyaan “Kemana” Pengetahuan Essensial pertanyaan “apa”

Halaman 19

1. Pengetahuan DeskriptifDengan menjawab suatu pertanyaan

ilmiah ‘bagaimana’ maka akan diperoleh suatu pengetahuan olmiah yang bersifat deskriptif. Pengatehuan macam ini adalah suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan, penjelasan secara objektif, tanpa adanya unsur subjektivitas.

Halaman 20

Dalam mengkaji Pancasila secara objektif kita harus menerangkan, menjelaskan, serta menguraikan Pancasila secara objektif sesuai dengan kenyataan Pancasila itu sendiri sebagai hasil budaya bangsa Indonesia.

Halaman 21

Kajian Pancasila secara deskriptif ini antara lain berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila, serta kajian tentang kedudukan dan fungsi Pancasila, misalnya Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai kepribadian bangsa, Pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia, Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia dan lain sebagainya.

Halaman 22

2. Pengetahuan Kausal Dalam suatu ilmu pengetahuan upaya untuk

memberikan suatu jawaban dari pertanyaan ilmiah .mengapa’ maka akan diperoleh suatu jenis pengetahuan ‘kausal’ yaitu suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab dan akibat. Dalam kaitannya dengan kajian Pancasila maka tingkatan pengetahuan sebab-akibat berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi empat kausa yaitu:

Halaman 23

Dalam kaitannya dengan kajian Pancasila maka tingkatan pengetahuan sebab-akibat berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi empat kausa yaitu:

Halaman 24

kausa materialis, kausa formalis, kausa effisien dan kausa finalis. Selain itu juga keterkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma dalam Negara, sehingga konsekwewinsinya dalam segala realisasi dan penjabarannya senantiasa berkaitan dengan hukum kausalitas.

Halaman 25

Pengetahuan tentang sebab musabab atau pengetahuan kausal ini menurut Aristoteles seorang ahli pikir Yunani (384 – 322 SM) membedakan atas empat macam sebab atau kausa.

Halaman 16

1. Kausa Materialis.Kausa materialis ialah asal-mula

berupa bahan, dari apa hal sesuatu itu diadakan. Misal, sebab terwujudnya suatu bangunan, harus ada bahan-bahan untuk mewujudkan bangunan itu, bangunan gedung misalnya harus ada semen, besi tulang, batu-bata, kayu dan sebagainya, yang akan diolah sesuai dengan kebutuhannya.

Halaman 27

2. Kausa Finalis. Kausa Finalis ialah asal mula berupa

tujuan, untuk apa hal sesuatu itu diadakan, contoh di atas, tentang bangunan gedung, untuk apa gedung yang akan dibangun itu, untuk sekolah ?, hotel ?, toko ?, atau untuk tujuan yang lain. Untuk tujuan yang berbeda-beda mempengaruhi bentuk banguanan yang berbeda pula, sebagai sebab ketiganya.

Halaman 27

3. Kausa Formalis.Kausa formalis ialah asal mula berupa

bentuk, bangaimana wujud dan bangun sesuatu hal itu diadakan. Dimisalkan sesuatu itu bangunan gedung, maka sebelum dibuat gedung secara nyata, harus ada gambaran tentang bentuknya, atau sudah terbayang dalam akal pikiran bagaimana bentuk gedung yang akan dibangun itu, hal ini disesuaikan dengan tujuan yang yang sebagai sebab kedua.

Halaman 29

4. Kausa Efisien. Kausa efisien ialah asal mula berupa

karya, yaitu suatu proses untuk mewujudkan hal sesuatu itu menjadi ada. Setelah ada bahan, ada tujuan, ada bentuk, maka untuk mewujudkan secara nyata sesuatu yang dimaksudkan itu harus ada proses pembuatan, tanpa ada proses ini tidak akan ada hal sesuatu itu terwujud secara nyata.

Halaman 30

3. Pengetahuan Normatif Tingkatan pengetahuan

‘normatif’ adalah sebagai hasil dari pertanyaan ilmiah ‘kemana’. Pengetahuan normatif senantiasa berkaitan dengan suatu ukuran, parameter, serta norma-norma.

Halaman 31

Dalam membahas Pancasila tidak cukup hanya berupa hasil deskripsi atau hasil kausalitas belaka, melainkan perlu untuk dikaji norma-normanya, karena Pancasila itu untuk diamalkan, direalisasikan serta dikonkritkan. Untuk itu harus memiliki norma norma yang jelas, terutama dalam kaitannya dengan norma hukumkenegaraan serta norma-norma moral.

Halaman 32

Dengan kajian normatif ini maka kita dapat membedakan secara normative realisasi atau pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan atau ‘das sollen’ dari Pancasil, dan realisasi Pancasila dalam kenyataan faktualnya atau ‘das sein’ dari Pancasila yang senantiasa berkaitan dengan dinamika kehidupan serta perkembangan zaman.

Halaman 33

4. Pengetahuan Essensial Dalam ilmu pengetahuan upaya untuk

memberikan suatu jawaban atas pertanyaan ‘apa’ maka akan diperoleh suatu tingkatan pengetahuan yang ‘essensial’. Pengetahuan essensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang terdalam yaitu suatu pertanyaan tentang hakekat segala sesuatu, dan hal ini dikaji dalam bidang ilmu filsafat.

Halaman 34

Oleh karena itu kajian Pancasila secara essensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang inti sari atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila, atau secara ilmiah filosofis untuk mengkaji hakekat sila-sila Pancasila.