14

PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan
Page 2: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL PERPUSTAKAAN 2019TATA KELOLA PERPUSTAKAAN

DI ERA INDUSTRI 4.0Bogor, 17 September 2019

Kementerian PertanianPusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian

2020

Penyunting:

Bambang Winarko

Riko Bintari Pertamasari

Etty Andriaty

Heryati Suryantini

Juznia Andriani

Bambang S. Sankarto

Penny Ismiati Iskak

Vivit Wardah Rufaidah

Ira Dwi Rahmani

Eka Kusmayadi

Page 3: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERPUSTAKAAN 2019”Tata Kelola Perpustakaan di Era Industri 4.0”

PUSAT PERPUSTAKAAN DAN PENYEBARAN TEKNOLOGI PERTANIAN

Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 "Tata Kelola Perpustakaan

di Era Industri 4.0"/Penyunting, Bambang Winarko ... [et al.].--Bogor,

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian, 2020.

x, 111 hlm. : ills.; 30 cm.

ISBN 978-602-322-046-5

1. Tata kelola perpustakaan 2. Industri Era 4.0

I. Judul.

021.1

Redaksi Pelaksana : Listina SetyariniHidayat Raharja

Diterbitkan oleh:

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi PertanianJalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122Telepon : (0251) 8321746

Faksimile : (0251) 8326561

E-mail : [email protected]

Website : http://pustaka.setjen.pertanian.go.id

Isi Prosiding dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya

Cetakan 2020

Hak cipta dilindungi undang-undangc Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian Kementerian Pertanian 2020

Katalog dalam terbitan (KDT)

Page 4: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERPUSTAKAAN 2019”Tata Kelola Perpustakaan di Era Industri 4.0”

Reviewer:

Bambang Winarko

Riko Bintari Pertamasari

Etty Andriaty

Juznia Andriani

Bambang S. Sankarto

Penny Ismiati Iskak

Vivit Wardah Rufaidah

Ira Dwi Rahmani

Eka Kusmayadi

Editor:

Endang Setyorini

Slamet Sutriswanto

Dhira Anindya Nirmala

Redaksi Pelaksana :Listina SetyariniHidayat Raharja

Diterbitkan oleh:

Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi PertanianJalan Ir. H. Juanda No. 20, Bogor 16122

Telepon : (0251) 8321746

Faksimile : (0251) 8326561

E-mail : [email protected]

Website : http://pustaka.setjen.pertanian.go.id

Isi Prosiding dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang.Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengancara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

Page 5: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

Daftar Isi

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

SAMBUTAN i

Redefinisi Pustakawan 4.0 dalam Pengelolaan Perpustakaan BerbasisArtificial Intellegence

Endang Fatmawati 27

vii

PROSIDING SEMINAR NASIONALPERPUSTAKAAN 2019

x

MATERI KEYNOTE SPEAKER: Perpustakaan Digital di Era Industri 4.0

MAKALAH SEMINAR

Page 6: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 27

Redefinisi pustakawan 4.0 dalam pengelolaan ..... (Endang Fatmawati)J. Perpus. Pert. Vol. 23 No. 1 April 2014: ...-...

REDEFINISI PUSTAKAWAN 4.0 DALAM PENGELOLAAN PERPUSTAKAANBERBASIS ARTIFICIAL INTELLIGENCE

Endang Fatmawati

Universitas Diponegoro, SemarangJalan Prof. Soedarto No.13, Tembalang, Kec. Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275

Telp. (024) 7460024; Faks. (024) 7460027E-mail: [email protected]

Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 Tata Kelola Perpustakaan di Era Industri 4.0

ABSTRAK

Kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang merupakan ranahdalam bidang ilmu komputer telah berkembang pesat, tak terkecualiterkait dengan pengelolaan perpustakaan 4.0. Artikel ini memberikanpemahaman konsep dasar revolusi industri 4.0, redefinisi pustakawan4.0, kemudian bagaimana prinsip teknologi berbasis kecerdasan buatanbekerja dalam pengelolaan perpustakaan. Perpustakaan dalam ranah4.0 harus berevolusi dengan menitikberatkan pada nilai tambah bagipemustaka dan memproduksi pengalaman baru. Dalam era revolusiindustri 4.0 digunakan teknologi terkini melalui integrasi antar alatelektronis menggunakan internet of things, teknologi cloud, danpemanfaatan big data. Redefinisi peran pustakawan dalam era 4.0menjadi langkah awal agar pustakawan tergerak dan senantiasaberkomitmen untuk meningkatkan kompetensi digital.

Kata kunci: Pustakawan 4.0, revolusi industri 4.0, kecerdasan buatan,artificial intelligence.

PENDAHULUAN

Pesatnya perkembangan Teknologi Informasi danKomunikasi (TIK) telah menggeser peran pustakawankonvensional. Pustakawan harus menyadari bahwa kinitelah memasuki tsunami konten digital. Informasi dalambentuk digital silih berganti dan berkelindan melalui gawaikita. Seiring dengan kondisi yang demikian, pemerintahmaupun swasta juga telah menggunakan yang namanyadata untuk melakukan revolusi industri (data-basedindustrial revolution). Kondisi inilah yang dikenaldengan istilah industri 4.0.

Revolusi industri 4.0 dipublikasikan pertama kali diDavos tahun 2016. Lompatan inovasi teknologi dankemajuan industri 4.0 dipicu oleh berbagai bidang. Hal inimisalnya: artificial intelligence, internet of things, bigdata, robotics, autonomous vehicles, cloud computing,dan lain sebagainya. Bagaimana pustakawan berkiprahnyata dalam revolusi industri 4.0 menjadi persoalandasar yang harus dipikirkan. Kecerdasan buatan

(artificial intellegence) untuk selanjutnya saya sebutdengan AI dalam pengelolaan perpustakaan menjaditantangan tersendiri bagi pustakawan 4.0. Selain AI yangawalnya digunakan dalam industri manufaktur, ada jugaInternet of Things (IoT). Secara konsep, IoT merupakansistem kendali mutual (timbal balik) antar (berbagai)produk maupun barang (things) dengan melakukanpertukaran “informasi” diantara mereka melalui internet.Melalui IoT memungkinkan semua mesin berkomunikasidan saling terhubung, sehingga tak heran muncul label“smart” pada berbagai sektor, misalnya: smartphone,smart office, smart city, smart transportation, smartserve, smart return, dan sebagainya. Pendapat dariGrewal, Motyka, & Levy (2018) bahwa hadirnya AI, BigData, IoT, cloud computing, maupun penggunaan smartdevices akan menyebabkan perubahan dalam duniapendidikan.

IoT menjadi alat yang terhubung dengan internetdan saling terintegrasi. Fungsinya sebagai data mineryang bekerja mencari dan mengumpulkan berbagai datapengguna sehingga dapat diolah menjadi data yangbermanfaat dan bernilai strategis. Hal ini dimaksudkanagar dapat memperluas manfaat dari konektivitas internetyang tersambung secara berkelanjutan. Dalam praktiknyaIoT akan menghasilkan banyak data sesuai denganintensitas komunikasi yang dilakukan. Sementara itu, AIakan untuk memanfaatkan data yang cukup besar untukmemahani lebih dalam terhadap kejadian-kejadian nyatayang terekam dalam data secara implisit. Jadi pemahaman(insights) tersebut digunakan dalam hal pengambilankeputusan berbasis fakta mulai tingkat operasional,manajerial, sampai eksekutif dalam rangka meningkatkanproduktivitas dan keuntungan.

Adanya definisi pustakawan yang sudah baku,sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang RepublikInonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan

Page 7: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012

Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019

maupun peraturan lainnya yang mendukung, maka perlusekiranya penjabaran lebih lanjut yang disesuaikandengan perkembangan teknologi kekinian. Dari latarbelakang yang sudah dikemukakan, rumusan masalahyang diangkat adalah “Bagaimana redefinisipustakawan 4.0 dalam pengelolaan perpustakaanberbasis AI ?.

PEMBAHASAN

Revolusi Industri 4.0

Fakta yang ada bahwa teknologi bertumbuh berkali lipatdalam setiap tahun, sehingga di era disrupsi 4.0menyebabkan dunia cepat sekali berubah. PermasalahanAI, IoT, maupun big data dalam pengelolaanperpustakaan, menjadi topik pembicaraan yang sedangtren. Oleh karena itu, pengelolaan data dilakukan untukmeningkatkan kualitas data, menghilangkan duplikasidata, serta memperkuat peran pusat data (misalnya:Pusdatin).

Kini betapa banyak aplikasi yang digunakan untukberagam automasi dalam berbagai platform. Pustakawan4.0 memiliki tantangan besar dalam memahami bagaimanaAI bekerja. Kita mengenal ada e-machine, robotika,sistem sensor, peramalan menggunakan jaringan saraftiruan, dan lain sebagainya. Semua itu telah menjadikansuatu tingkah laku mesin yang cerdas seperti halnyamanusia. Kemampuan untuk mengelola perpustakaanberbasis AI tersebut menjadi tantangan bagipustakawan 4.0.

Industri 4.0 merupakan revolusi industri yang salahsatunya dimotori oleh berkembangnya IoT. Oleh karenaitu, kesigapan dibutuhkan ketika pustakawan berada diera revolusi industri 4.0 seperti saat ini. Sekalipunterobosan inovasi ada yang sifatnya destruktif namun disisi lain ada juga inovasi yang sifatnya memperkuatuntuk menyempurnakan inovasi sebelumnya.

Penetrasi pengguna internet di Indonesia tahun2018 mengalami peningkatan dari tahun 2017 sebesar10,12 %. Hasil survey APJII tahun 2018, menunjukkanbahwa penetrasi pengguna internet di Indonesia telahmencapai 64,8% (171,17 juta jiwa) dari total populasipenduduk Indonesia sebesar 264,16 juta orang.Sementara itu, pada tahun 2017 sebesar 54,68% atausebanyak 143,26 juta jiwa dari total populasi 262 jutaorang. Data ini menunjukkan semakin besarnya animomasyarakat Indonesia dalam menggunakan internet.

Pengguna internet yang dimaksud adalah individuyang tersambung internet baik dari dalam rumah maupundari tempat lainnya, dari perangkat apa saja baik itu dariperangkat komputer, perangkat mobile, ataupunperangkat lainnya, maupun milik sendiri atau tidak.Dengan demikian, sungguh menjadi tantangan bagipustakawan 4.0 agar bertransformasi sehingga mampumengelola perpustakaan yang idealnya harus sudah bisadiakses pemustaka melalui internet.

Dengan demikian, hadirnya evolusi teknologiinformasi mendorong kualitas pengelolaan perpustakaanagar menjadi lebih baik. Konsekuensi logisnya adalahpara pustakawan harus belajar lagi, karena denganbelajar berarti mampu menjadikan yang semula tidakdiketahui menjadi tahu. Praktiknya harus mampumempelajari, memahami, mengikuti, dan menyelaraskandengan kemampuan yang dimiliki agar bisa adaptasidengan perubahan dalam kerangka pustakawan 4.0.

Selanjutnya dalam era disrupsi 4.0 ini kita mengenaladanya “virtual reality”, sehingga memungkinkanpengguna dapat berinteraksi dengan lingkungan duniamaya yang disimulasikan oleh komputer. Dalam kondisiseperti ini dengan bantuan teknologi canggih makadapat disituasikan seolah-olah pengguna merasa beradadalam lingkungan tersebut. Guan dan Liang (2015: 254)menyebut virtual reality sebagai teknologi integrasiyang komprehensif, yang terlibat dengan grafikkomputer, teknologi sensor, teknik interaksi manusia-komputer, kecerdasan buatan, dan bidang lainnya.

Perpustakaan harus bisa menjadi media sosial agartetap menarik pemustaka untuk membaca bahanperpustakaan yang disediakan oleh perpustakaan. Bahanperpustakaan yang dimaksud meliputi semua hasil karyatulis, karya cetak, dan/atau karya rekam. Hal inilah yangdisebut bahwa pustakawan harus mampu menjadi“citizen journalism”. Artinya pustakawan tersebutmampu menyaring informasi melalui akun media sosialyang dimiliki sehingga mampu mencegah adanya sampahdigital. Jika pustakawan mampu seperti ini maka dapatmeminimalisir informasi hoax maupun fake news.

Salah satu parameter bagi pustakawan 4.0 adalahwajib memiliki kompetensi literasi digital. Hal ini dimulaidari kompetensi dasar yaitu bagaimana pustakawanmahir dalam mengoperasikan komputer dan peralatanTIK, memahami payung hukum dan peraturan lainnyaterkait informasi digital, memahami aspek legalitastentang pemanfaatan informasi digital, mampumenyaring dan mendiseminasikan informasi melalui

Page 8: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 29

Redefinisi pustakawan 4.0 dalam pengelolaan ..... (Endang Fatmawati)

media digital, serta selalu memiliki daya inovasi kreatifdalam pemanfaatan teknologi digital.

Lebih lanjut Cribb (2018) menyinggung aktivitas danteknologi perpustakaan, antara lain: perpustakaan kinitidak membangun koleksi cetak; perpustakaan memilikikemampuan untuk berkolaborasi dengan komunitastertentu; pustakawan seharusnya bersikap defensiftentang perubahan peran dan tanggung jawabnya; sertaperpustakaan membutuhkan keahlian, sumber daya,layanan dan ruang baik fisik maupun digital.

Redefinisi Pustakawan 4.0

Definisi pustakawan secara normatif sebagaimanadijelaskan dalam Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun2007, bahwa “Pustakawan adalah seseorang yang memilikikompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/ataupelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dantanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan danpelayanan perpustakaan”. Menurut Peraturan MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasiRI Nomor 9 tahun 2014 dan Peraturan Bersama KepalaPerpustakaan Nasional RI dan Kepala BadanKepegawaian Negara RI Nomor 8 Tahun 2014 Nomor 32Tahun 2014, bahwa “Pustakawan adalah Pegawai NegeriSipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab,wewenang, dan hak untuk melaksanakan kegiatankepustakawanan”.

Selanjutnya jika mencermati peraturan lainnya,seperti halnya dalam Peraturan Kepala PerpustakaanNasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015,dijelaskan bahwa “Jabatan Fungsional Pustakawanadalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas,tanggung jawab, wewenang, dan hak untukmelaksanakan kegiatan kepustakawanan”.

Dari definisi tersebut memiliki makna yang sangatmendalam. Terlebih jika diksesuaikan dengan erarevolusi industri 4.0 yang menyadarkan pustakawanuntuk meningkatkan kompetensi di bidang teknologidigital, yang salah satunya adalah AI. Era disrupsiteknologi merupakan kombinasi dari aspek fisik, digital,dan domain biologi. Hal ini seperti yang dijelaskan olehSchwab (2016: 12) bahwa “Technologies and theirinteraction across the physical, digital and biologicaldomains that make the fourth industrial revolutionfundamentally different from previous revolutions”.

Untuk merealisasikan dengan apa yang disebutdengan pustakawan 4.0, asumsi saya bahwa sangat

memungkinkan untuk mengkonsepkan kembali definisiperan pustakawan. Apalagi munculnya istilah disrupsiawalnya menjadi sesuatu yang mengusik dan membuatresah para pustakawan. Muncul kegalauan bahwahadirnya teknologi digital akan membuat pustakawankehilangan pekerjaan, menjadi tersingkir, dan layananpemustaka tidak membutuhkannya lagi. Hal inisebagaimana disinggung oleh Kasali (2017: 34) bahwadisrupsi menggantikan teknologi lama yang serba fisikdengan teknologi digital yang menghasilkan sesuatuyang benar-benar baru dan lebih efisien dan lebihbermanfaat.

Saya berpendapat bahwa redefinisi dibutuhkanuntuk memaknai hakikat kesiapan dan kesigapanmengelola perpustakaan yang berbasis AI. Artinya perlupeninjauan ulang dan pendeskripsian yang lebihmenggigit lagi, karena pustakawan memiliki peran vitaldari hadirnya revolusi industri 4.0. Apalagi saat ini sudahmuncul lagi istilah society 5.0. Perkembangan pesatteknologi 5.0 yang super canggih sebagai pembaharuandari society 4.0 lambat laun pasti akan terjadi. Semua itunantinya akan membawa perubahan sosial yangdramatis. Salgues (2018) menjelaskan dalam bukunyauntuk melawan kesalahpahaman masyarakat terkaitdengan masyarakat 5.0 dengn menyajikan ide-ide danfocus terbesar menuju pada teknologi masyarakat,misalya: AI, robotika, platform digital, dan pencetakan3D.

Konsep masyarakat 5.0 nantinya menjadi era bahwasemua teknologi adalah bagian dari manusia itu sendiri.Saat ini, lampu nyala secara otomatis jika kita menutuppintu kamar mandi dan mati sendiri jika kita membukapintu, sudah biasa diterapkan. Selanjutnya pada konteksyang lebih makro, dengan teknologi sensor gerak, makapintu bisa buka tutup sendiri. Dalam perkembangan kedepan takheran jika nanti dengan teknologi yang lebihcanggih, contoh jika mau membuka pintu, tinggalmengatakan “open the door” saja, maka pintu otomatisterbuka. Artinya dapat memungkinkan kita meng-gunakan ilmu pengetahuan berbasis teknologi digitalmodern 5.0 dalam melayani kebutuhan manusia. Jadilebih memfokuskan pada konteks manusianya agar lebihnyaman dan dimanjakan dengan teknologi serba digital.

Untuk menggarisbawahi redefinisi yang dimaksud,maka penguasaan kompetensi digital pustakawan dalamera industri 4.0 menjadi prioritas. Mereka harus terusmengasah kompetensi yang dimiliki maupun belumdimiliki agar tetap profesional dan bisa memposisikandiri. Upaya pendefinisian ulang ini untuk memperkokoh

Page 9: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

30 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012

Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019

peran pustakawan sebagai agent of change dimasyarakat. Pustakawan selalu ada, selalu dekat, dandibutuhkan pamustakanya.

Seiring dengan cepatnya konten digital itudiperoleh dan semakin masifnya konten tersebut beredar,maka pustakawan 4.0 wajib memperhatikan keamanankonten digital. Hal ini karena setiap karya cipta yangdihasilkan dilindungi oleh payung hukum. DalamUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun2014 tentang Hak Cipta, pada Bab I Pasal 1 tertulisbahwa:

“Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbulsecara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelahsuatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpamengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan”.

Contoh kasus seperti halnya pada penerbit. Terkaitkasus ini aspek yang perlu diperhatikan agar tidak terjadipembajakan ketika penerbit memberikan lisensi berupafile digital, maka pustakawan harus memperhatikanaspek perjanjian (obligation) yang menjelaskan apasaja yang diperjanjikan antara pemilik konten digitaldengan penggunanya. Selain itu, pustakawan jugamemperhatikan yang namanya aspek pembatasan(restriction) yaitu terkait dengan apa saja yangdisepakati dalam perjanjian dengan pembatasan untukmengakses konten digital tersebut.

Pustakawan harus memiliki tradisi keilmuan yangbaik. Pustakawan memiliki peran penting dalammenyelesaikan persoalan 5 W + 1 H. Contoh dalamkonteks informasi adalah apa informasinya, siapa yangmenyampaikan, dari mana sumbernya, kapan terjadinya,serta mengapa informasi harus dipahami. Terkaitpersoalan bagaimana, bisa dielaborasi secara lebih luas.Hal ini seperti: mengedukasi cara mengakses informasiyang tepat dan cepat, strategi cerdas menggunakan alatpenelusuran, berinternet sehat, memahami informasi,menyaring informasi, menggunakan informasi,mengevaluasi informasi, dan mengkritisi informasi yangdiperoleh. Jangan sampai pustakawan menjadi pelakupenyebaran berita palsu, karena jika terjadi maka hal initerasa paradoksal sekali. Kunci utama harus bisabersikap arif dengan cerdas memilah dan memilih informasiserta mana yang layak dan tak layak disebarkan.

Pustakawan harus yakin karena lambat lain pastiakan terjadi bahwa pada beberapa tahun yang akandatang, semakin banyak perangkat yang terhubung keinternet dan berbasis digital. Apalagi pesatnya laju

penambahan jumlah data yang dihasilkan oleh perangkatdigital dalam beragam format, beragam ukuran, danberagam sumber. Dalam konteks ini, teknologi yangberbasis AI menjadi kebutuhan. Intinya teknologidigunakan dalam mengumpulkan, menyimpan,mengolah, sampai dengan diseminasi informasi. Selainperangkat teknologi, perlu juga ada mekanisme yangmengatur dalam pelaksanaannya. Hal ini termasukperaturan normatif dan kebijakan lebih lanjut terkaitrevolusi industri 4.0.

Prinsip ketersediaan data yang mutakhir dan akuratmenjadi prinsip dasar. Oleh karena itu, adanya kebijakanpengembangan perpustakaan digital, bahwa: satustandar data, satu metadata, interopabilitas, kemudianpengelolaan data induk yang akurat menjadi hal yangkrusial. Mengapa demikian ?. Hal ini karena dapatdipertanggungjawabkan sebagai dasar untukperencanaan, pelaksanaan, evaluasi, sampai denganpengendalian.

Untuk memahami lebih dalam dalam praktiknya,kemudian membangkitkan motivasi diri bagi pustakawandalam berbenah, dan akhirnya yang bersangkutanmampu mendefinisikan kembali perannya, makadiperlukan elemen kompetensi sebagai pendukung.Elemen kompetensi yang menjadi fondasi konsepredefinisi pustakawan 4.0, dapat saya gambarkan sebagaiberikut:

Dasar dari redefinisi peran pustakawan 4.0 adalahadanya komitmen untuk senantiasa meningkatkankompetensi digital. Namun demikian, satu hal yangmasih menjadi ganjalan persoalan adalah bagaimana caramenyadarkan pustakawan akan tantangan yang luarbiasa di era industri 4.0 ini. Kesiapan dan kesigapanmenjadi hal yang mutlak dilakukan. Panggilan hatimaupun panggilan jiwa menekuni profesi pustakawanharuslah diimbangi dengan adaptasi terhadapperubahan ke arah digital. Hakikat era industri 4.0 dengansegala konsekuensinya harus dipahami secarakomprehensif dan holistik oleh para pustakawan.

Melalui semangat birokrasi dan prinsip yangmenjunjung integritas, maka dijamin tidak akan ada yangnamanya indisipliner bahkan gratifikasi, korupsi, kolusi,dan nepotisme sekalipun. Terkait redefinisi, makapustakawan yang melanggar disiplin pegawai, wajibdiberikan sanksi tegas. Hal ini penting untukmemberikan efek jera dan mengerdilkan nyali bagi paracalon pelanggar disiplin. Perpustakaan membutuhkanSDM pustakawan yang tangguh dan kompeten.

Page 10: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 31

Redefinisi pustakawan 4.0 dalam pengelolaan ..... (Endang Fatmawati)

Pustakawan juga jangan tersinggungan dan baperan(moody), tetapi harus tangguh dan gigih mentalnya.

Pustakawan harus mampu menjadi mentor,fasilitator, motivator, evaluator, dan juga inspiratordalam menjalankan profesinya. Jadi pemberdayaanpustakawan berbasis konsep AI juga perlu menjadiperhatian pihak manajemen perpustakaan. Pimpinanperpustakaan harus mampu menstimulus dan menjadidriving force stafnya. Pustakawan yang ada bisadiberdayakan dalam konteks untuk mampu memberikanedukasi kepada pemustaka, bimbingan pembaca, mitrapeneliti, maupun keterlibatan dalam kegiatan komunikasiilmiah (scholarly communication). Untuk mendukungupaya tersebut, aspek infrastruktur digital perludipersiapkan dan dikonsepkan dengan perencanaanyang matang. Jadi perubahan harus menjadi tantangandan peluang pustakawan untuk maju dan berkembang.

Kuncinya jangan hanya tenang dan merasa puasdengan kondisi yang saat ini cenderung di zona nyaman.Ungkapan “sudahlah gini saja ya dapat gaji kok perlurepot-repot memahami kecerdasan buatan segala...”akan menjadi bumerang bagi dirinya. Konsekuensilogisnya jelas bahwa jika seorang pustakawan menolakperubahan khususnya ke arah digital, maka yangbersangkutan akan tertinggal jauh di belakang.Pengembangan SDM profesional yang berdaya saingmenjadi hal yang penting. Artinya bahwa jikapustakawan tidak mau melakukan peningkatan(upgrading) kompetensi digital, baik kapabilitas terkaitteknologi digital maupun pengembangan diri, dipastikanakan tertatih-tatih dalam melayani kebutuhan pemustakagenerasi milenial.

Apalagi faktor gencarnya penggunaan perangkatdigital di lingkungan sekitar anak berpengaruh besarterhadap keinginan anak untuk terbawa arus untuk ikutmengkonsumsi. Bukan hal yang aneh jika saat ini bagigenerasi milenial, jika mau makan yang dibutuhkanbukannya kompor namun smartphone dan jaringanonline. Anak generasi milenial, bangun tidur yang dicaribukan Ibunya tapi Hpnya. Sebentar-sebentar selalu bukaHP, selalu ingin melihat notifikasi di aplikasi medsos,tergoda untuk ngecek WA di berbagai grup,multitasking, dan otak-atik perangkat digital lainnya.

Kecerdasan Buatan

Dalam Renjen (2018: 2) disinggung berbagai konsep dalamera disrupsi, baik mulai otomasi AI, IoT, mesin

pembelajaran, sampai pada teknologi canggih sekalipun.Selanjutnya definisi AI menurut Russell and Norvig (2010:2) dibagi menjadi 4 (empat) kategori, yaitu: thinkinghumanly vs thinking rationally dan acting humanly vsacting rationally. Dalam definisi tersebut rasionalitasberada pada ukuran yang tepat terhadap ukuran kerjayang ideal.

Era 4.0 ini menampakkan adanya beberapa jenismodel bisnis dan pekerjaan di Indonesia telah terkenadampak arus era digitalisasi. Dari yang semulakonvensional menjadi semua serba digital. Lajupertumbuhan startup di Indonesia sejak tahun 2009terus mengalami peningkatan yang signifikan. Lajupertumbuhan dalam rentang tahun 2012 hingga 2019didominasi oleh sektor e-commerce. Untuk startupunicorn di Indonesia misalnya: gojek, tokopedia,traveloka, bukalapak, grab, dan lain sebagainya.

Teknologi mobile aplikasi yang dikembangkan telahmenciptakan kemudahan dan kenyamanan dari programyang ditawarkan. Strategi jitu juga pasti digunakan olehperusahaan tersebut, misalnya dengan transaksimemakai Go Pay maka menjadi lebih murah, lebih praktis,mendapat cash back, dan keuntungan lainnya bagipengguna. Dalam kondisi seperti ini, makaketergantungan terhadap smartphone menjadi potretkehidupan masyarakat di era digital.

Lalu bagaimana AI dalam pengelolaan perpustakaan?. Jika dikaji lebih dalam betapa aktivitas yang dulunyadilakukan secara analog dan membutuhkan sentuhanmanusia, namun saat ini telah direduksi denganditerapkannya terobosan kecerdasan buatan untukberagam sistem di perpustakaan. Dahulu layanansirkulasi dilayani petugas, namun kini bisa dengan selfservice. Teknologi menggunakan barcode kini sudahbanyak beralih ke RFID. Kelebihannya antara lain bahwajika pada sistem barcode maka barcode reader masihharus membaca satu-satu barcode pada buku, namunjika sistem RFID maka RFID reader pada KiosKlangsung bisa membaca tumpukan buku-buku secarasekaligus.

Suatu contoh misalnya bagi perpustakaan yangmemanfaatkan teknologi RFID, maka pada layananpeminjaman dan pengembalian buku sudah tidak lagimelalui bantuan petugas perpustakaan. Dalam konteksini sudah digantikan dengan mesin. Fasilitas anjunganpeminjaman mandiri seperti mesin ATM akanmemudahkan pemustaka. Peminjaman mandiri dilakukandengan meletakkan buku yang dipinjam pada mesin

Page 11: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

32 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012

Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019

KiosK, kemudian men-scan ID pemustaka. Jika prosesberhasil maka struk bukti peminjaman akan keluar darimesin KiosK tersebut.

Selanjutnya pada layanan pengembalian mandiridengan mesin book drop yang diletakkan di luar gedungperpustakaan, maka pemustaka bisa kapan sajamengembalikan buku, sehingga tidak harus terpancangpada jam buka layanan perpustakaan. Begitu juga padasistem pengembalian, maka sistem akan mendeteksisendiri baik ID peminjam maupun buku yangdikembalikan. Struk bukti pengembalian akan keluar darimesin sebagai bukti jika transaksi pengembalian bukutelah berhasil dilakukan.

Begitu pula melalui layanan sistem informasi onlineyang dikembangkan di perpustakaan, maka pemustakadalam melakukan transaksi bisa dari manapun, artinyatidak harus datang secara fisik ke perpustakaan. Merekabisa mengakses, seperti: cek buku yang dipinjam, cekdenda keterlambatan pengembalian buku, cek statuskeanggotaan, cek batas akhir pinjaman, update data diripemustaka, dan lain sebagainya. Namun bukan berartijika melalui online maka permasalahan beres. Adabeberapa kendala yang sering terjadi di lapngan,misalnya kompetensi pemustaka yang masih kurangsehingga tidak bisa melakukan akses via online, dayalistrik mati, maupun error pada sistem yang disebabkankarena gangguan pada jaringan.

Sebagai pengganti orang (satpam) yang bertugasmengecek, mengontrol, dan menjaga keamanan sirkulasibuku yang diambil secara ilegal, maka pada pintu masuk/keluar perpustakaan bisa dipasang RFID Gate. Hal iniberfungsi sebagai mesin anti pencurian (electronisarticle surveillance), sehingga alarm pendeteksi akanberbunyi sebagai penanda jika terjadi transaksi prosespeminjaman yang tidak sesuai prosedur yang sah.Selanjutnya pembayaran denda keterlambatanpengembalian buku bisa dikembangkan berbasis digitalyaitu menggunakan fasilitas kartu elektronik (e-machine), sehingga tidak ada lagi transaksi pembayarandengan uang tunai.

Bagaimanapun perkembangan pesat teknologiinformasi mempengaruhi eksistensi generasi pemustakamilenial. Mereka tidak hanya cakap menggunakanteknologi tetapi juga memiliki kecakapan globalberbahasa Inggris, kreatif, inovatif, berkarakter,berkepribadian, serta mampu berpikir kritis. Katakankaum muda intelektual baik dari kalangan pengusaha,praktisi industri, akademisi, tenaga kependidikan, ASN,

termasuk para pustakawan, ternyata sangat lekat denganperangkat digital. Betapa telepon pintar telah lekatdengan kesehariannya. Sejalan dengan tren dan gayahidup masyarakat di era digital, menuntut peranpustakawan yang peka dan peduli terhadap kebutuhanpemustaka kekinian.

Program (software) automasi perpustakaan yanggratis seperti INLISLITE dan SLIMS juga mempermudahpustakawan mulai dari pengolahan sampai denganpelayanan. Untuk menciptakan AI, maka pihak adminbisa mengembangkan dan mengelolanya sesuai dengankebutuhan perpustakaan pada menu-menu yangdisediakan dalam program tersebut.

Contoh lainnya adalah sistem bookless library,bahwa untuk membaca buku bisa diakses dengan gadget(laptop, tablet, dan smartphone) dalam hotspot intranet(tanpa koneksi data internet) via scan Quick Response(QR) ataupun browser. Teknologi ini dapat memberikansolusi smart dan ekonomis dalam membangunperpustakaan digital yang komprehensif dan sesuaikebutuhan pemustaka generasi digital. Sistem booklesslibrary menjadi sistem perpustakaan digital yang bisadiakses dimana saja selama tercakup dalam area wifi.Dengan sistem ini, maka tidak dibutuhkan lagi ruangatau gedung perpustakaan khusus untuk menampungbanyaknya bahan perpustakaan, sehingga akanmenghemat biaya.

Bookles library system memiliki keistimewaandalam aspek go green, go paperless, dan go wireless.Selanjutnya karena berbasis teknologi digital mutakhir,maka juga lebih hemat investasi, meningkatkan nilaitambah, meningkatkan citra perpustakaan, maupunakselerasi pembelajaran pemustaka digital menjadisemakin meningkat. Keuntungan dari sistem bookleslibrary, antara lain:

a. Tanpa buku cetak/konvensional;b. Tak perlu rak buku, karena semua buku dan konten

dalam bentuk digital;c. Tidak perlu gedung khusus;d. Tidak pakai pulsa/data internet;e. Free maintenance, tidak perlu perawatan khusus;f. Spot baca bisa dimana saja;g. Area baca bisa dimana saja;h. Penempatan konten buku fleksibel, bisa di dalam

ruang maupun di luar;i. Search engine selalu ready, memudahkan untuk

mencari literatur dalam berbagai kategori;j. Satu konten buku bisa diakses secara bersamaan

dalam satu waktu;

Page 12: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 33

Redefinisi pustakawan 4.0 dalam pengelolaan ..... (Endang Fatmawati)

k. Fasilitas copy paste tersedia untuk penyuntingan;l. Dapat upload untuk tambah konten/buku pribadi;m. Layanan nonstop dan swalayan, karena memberikan

layanan 24/7.

Bahkan terkait dengan pengelolaan SDMperpustakaan, maka tidak perlu dalam jumlah yangbanyak. Hal ini karena adanya sarana atau mediabookless yang lengkap akan memacu meningkatnyakualitas SDM, yang jelas ada keunggulan SDM dalamkeilmuan dan digital skill. Selanjutnya akan jauh lebihpraktis dan efisien, karena dengan bookless makamenjadi anti kotor, anti hilang, maupun anti rusak darikoleksi perpustakaan. Dengan demikian saya rasa tidakmembutuhkan SDM khusus untuk menjaga koleksiperpustakaan jika sudah digital. Namun ketersediaanSDM yang sedikit dan terbatas, bisa diberdayakansecara maksimal. Jadi tidak perlu SDM khusus yangmenangani seperti halnya layanan koleksi buku cetakmaupun foto kopi.

Massis (2018: 458) menyebutkan bahwa implikasimasa depan untuk AI di perpustakaan dapat dilihatsebagai sesuatu yang menarik. Pendapat Massis senadadengan apa yang dikemukakan oleh Noh (2015) bahwaperpustakaan yang semula berfokus pada koleksipustaka dan layanan, tetapi saat ini telah bergeser padanilai tambah.

Pelayanan yang penuh integritas wajib dipegangteguh oleh pustakawan. Sebagai pegawai maka zonaintegritas sangat perlu untuk memotivasi diri agar mampumemberikan pelayanan yang bersih dalam meningkatkankapasitas dan akuntabilitas. Jangan sampai berbuat yangsekiranya melanggar aturan dan mencederai profesipustakawan. Misalnya uang denda keterlambatanpengembalian buku jangan sampai masuk kantongpribadi, namun disetorkan sesuai prosedur yang ada.

Pekerjaan manusia tergantikan oleh aplikasi danmesin, bahkan robot yang dibuat cerdas. Namunsekalipun memiliki banyak kelebihan, sisi kritisnyabahwa hadirnya teknologi informasi dan komunikasiakan mengurangi relasi antar manusia. Bahkansederhananya adalah meniadakan unsur manusia(dehumanisasi). Oleh karena mengingat tantangan kedepan bahwa bagi generasi milenial jauh lebih kompleksdan lebih berat, maka pustakawan dapat meredefinisiperannya. Misalnya aspek hospitality dan dalammengajarkan nilai etika, sopan santun, budaya, empatisosial, yang semuanya tidak dapat diajarkan olehmesin.

PENUTUP

Sebagai penutup, dalam konteks yang lebih makromaka perlu mendefinisikan kembali (redefinisi) peranpustakawan dalam era 4.0 dalam pengelolaanperpustakaan berbasis teknologi kecerdasan buatan.Perkembangan perpustakaan ke depan dengan berbasisdigital adalah suatu keniscayaan. Oleh karena industri 4.0ditandai dengan adanya jaringan internet, maka suatu halyang penting adalah bertransformasi sesuai kebutuhanzaman dan meningkatkan kompetensi digital. Artinya jikaingin menjadi pustakawan yang transformasional 4.0,maka secara fundamental setiap pustakawan harusmelakukan pengembangan diri secara terus-menerusterhadap istilah dan konsep baru dalam dunia digital.

Perpustakaan menjadi penggerak disrupsi informasi.Dalam hal ini, transformasi perpustakaan digital perlumenjadi perhatian serius. Bagaimana menyediakankonten digital yang dapat diakses secara mudah olehpemustaka menjadi hal yang penting. Perubahan polapikir yang cerdas dibutuhkan agar pustakawan bisamemaknai (re-interpreting), membentuk kembali (re-shape) profesi pilihan pada bidang yang digeluti, sertamampu menciptakan sesuatu yang baru (create) agarprofesi pustakawan tetap ada dan dibutuhkan sepanjangmasa. Perkembangan teknologi era disruptif 4.0 yangsemakin canggih mempengaruhi perilaku dan karakterpustakawan. Perubahan fundamental bagi kehidupanmasyarakat akan menggeser aktivitas yang awalnyadilakukan di dunia nyata lalu bergerser ke dunia maya.Kehadiran revolusi industri 4.0 seperti halnyamunculnya teknologi AI, telah merubah dalam halpengelolaan perpustakaan. Begitu juga perubahanpustakawan 4.0 pada aspek lainnya, seperti: cara hidup,cara bergaul, cara berpikir, cara berbelanja, cara berteman,cara bekerja, cara belajar, dan aktivitas lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

APJII. 2018. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.Cribb, G. (2018). Great Exaggerations! Death of Libraries. Diakses

dari https://blogs.ifla.org/arl/2018/01/25/great-exaggerations-death-of-libraries/ [22 Agustus 2019].

Guan, C. and Liang, Y. (2015). Application of Virtual RealityTechnology in Library. Dalam International Symposium onSocial Science (ISSS), 254-257. Atlantis Press. Diakses darid o w n l o a d . a t l a n t i s - p r e s s . c o m / p h p / d o w n l o a d _paper.php?id=24069 [2 Mei 2018].

Johnson, B. (2018). Libraries in The Age of Artificial Intelligence.Computer in Libraries. Januari/Februari.

Page 13: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan

34 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012

Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019

Kasali, R. (2017). Disruption. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Massis, B. (2018). Artificial Intelligence Arrives in The Library.

Information and Learning Science. 119 (7/8), 456-459.Noh, Younghee. (2015). Imagining Library 4.0: Creating a Model

For Future Libraries. The Journal of Academic Librarianship,41(6), 786-797.

Perpustakaan Nasional RI. (2015). Peraturan KepalaPerpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun2015 Tentang Petunjuk Teknis Jabatan FungsionalPustakawan dan Angka Kreditnya. Jakarta: PerpustakaanNasional RI.

Perpustakaan Nasional RI. (2015). Peraturan MenteriPendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi BirokrasiRepublik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 Tentang JabatanFungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya dan PeraturanBersama Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesiadan Kepala Badan Kepegawaian Negara Republik IndonesiaNomor 8 Tahun 2014 Nomor 32 Tahun 2014. Jakarta:Perpustakaan Nasional RI.

Renjen, P. (2018). Industry 4.0: Are you ready?. Deloitte Review,22. Diakses dari https://www2.deloitte.com/insights/us/en/deloitte-review/issue-22/industry-4-0-technology-manufacturing-revolution.html [22 Agustus 2019].

Russell, S. and Norvig, P. (2010). Artificial Intelligence: A ModernApproach. Third Edition. New Jersey: Pearson Education.

Salgues, B. (2018). Society 5.0: Industry of the Future, Technologies,Methods and Tools. 1st Edition. London: Wiley - ISTE.

Schwab, K. (2016). The Fourth Industrial Revolution. Switzerland:World Economic Forum.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014Tentang Hak Cipta.

Undang-Undang Republik Inonesia Nomor 43 Tahun 2007 TentangPerpustakaan.

Winston, P.H. (1987). Artificial Intelligence: Foundations &Applications. Reading, Mass: Addison-Wesley.

Page 14: PROSIDINGeprints.undip.ac.id/82920/1/IR-PUSTAKA_Prosiding_Semnas...28 Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 21, Nomor 2, 2012 Prosiding Seminar Nasional Perpustakaan 2019 maupun peraturan