Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MANUSKRIP
PERBEDAAN KUALITAS HIDUP LANSIA BERDASARKAN KARAKTERISTIK
SOSIODEMOGRAFI DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DI KABUPATEN SLEMAN
Disusun:
Elva Zakiyatul Fikria
17/419100/PSP/06152
PASCASARJANA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
A. Pendahuluan
Indonesia sebagai negara berkembang dihadapkan pada persoalan lansia terutama
pemeliharaan kesejahteraan lansia. Indonesia telah membuat suatu kebijakan dalam
mensejahterakan lanjut usia agar para lanjut usia tidak menjadi beban di dalam lingkungan
masyarakat dan menjadi lansia yang produktif. Pemerintah Indonesia memiliki kebijakan
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, yang antara lain meliput (Depkes, 2013: 05):
1. Pelayanan keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah
dengan pelayanan aksesibilitas bagi lanjut usia.
2. Pelayanan kesehatan melalui peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas
pada bidang pelayanan geriatrik atau gerontologik.
3. Pelayanan untuk prasarana umum yaitu mendapatkan kemudahan dalam penggunaan
fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan dalam melakukan perjalanan,
penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus.
4. Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum seperti pelayanan administrasi
pemerintah (Kartu Tanda Penduduk Seumur Hidup), pelayanan kesehatan pada sarana
kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk pembelian tiket
perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket rekreasi, penyediaan
tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan kartu wisata khusus, dan
mendahulukan para lanjut usia.
Namun, pelayanan-pelayanan yang telah disebutkan tidak semua disediakan oleh
pemerintah. Penyediaan fasilitas seperti sarana rekreasi untuk lanjut usia masih minim
ditemui di tempat-tempat rekreasi, penyediaan loket khusus untuk lanjut usia di berbagai
pelayanan publik tidak ditemui sehingga para lanjut usia mengantri layaknya yang dilakukan
oleh orang-orang yang belum menginjak usia lanjut, dan lain-lain.
Lansia sering kali dianggap sebagai beban keluarga karena mengingat usia yang
sudah tidak lagi produktif. Produktivitas lansia adalah persoalan lain yang perlu dipahami
dalam menjawab tantangan demografi masa datang. Penting bagi pemangku kebijakan untuk
meletakkan lansia sebagai kelompok usia yang memiliki kesempatan dalam memainkan
peran-peran sosial ekonomi, agar tidak menjadi beban negara masa datang. BPS memprediksi
akan terjadi lonjakan besar jumlah populasi lansia yang meranjak naik dari tahun ke tahun.
Diperkirakan tidak kurang dari 15,8% dari total penduduk pada tahun 2035 adalah lansia.
Melonjaknya Umur Harapan Hidup (UHH) lanjut usia dapat mengakibatkan
melonjaknya populasi lanjut usia di Indonesia. Menurut Depkes (Depkes, 2013: 05) pada
tahun 2045-2050 diperkirakan Umur Harapan Hidup (UHH) menjadi 77,6 tahun (dengan
presentase populasi lanjut usia tahun 2045 adalah 28,68%).
Sementara itu, Propinsi di Indonesia yang memiliki Umur Harapan Hidup (UHH)
lanjut usia tertinggi yaitu di Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta). Melonjaknya
populasi lansia dan Umur Harapan Hidup (UHH) tersebut diiringi dengan masalah-masalah
yang dihadapi oleh lansia yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia seperti kesehatan
fisik dan mental lansia. Baik atau buruknya kualitas kesehatan fisik dan mental lansia dapat
dilihat berdasarkan sosiodemografi (jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan,
dan penghasilan) dan kemandirian lansia.
Dalam hal ini, Jenis kelamin merupakan salah satu dari determinan kualitas hidup
yang bersifat spesifik pada individual. Sementara itu pendidikan juga dapat menjadi
determinan dari kualitas hidup lansia. Berdasarkan penelitian dari Afnesta, Sabrian dan
Novayelinda (2015) bahwa semakin tinggi pendidikan lansia maka semakin baik kualitas
hidup lansia. Semakin tinggi pendidikan tidak hanya mempengaruhi seseorang untuk
menerima ide dan teknologi atau informasi baru, namun dapat mempengaruhi pekerjaan dan
penghasilan seseorang.
Hal inilah yang menjadikan penulis tertarik dalam mengkaji tentang kualitas hidup
lansia yaitu dilihat dari kualitas hidup yang baik atau buruk. Masalah-masalah yang dihadapi
lansia dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Sleman karena daerah tersebut memiliki Umur Harapan Hidup (UHH). Menurut data BPS
(Badan Pusat Statistik) DIY bahwa DIY pada tahun 2017 memiliki Umur Harapan Hidup
(UHH) hingga 74,74 tahun dan merupakan tertinggi di antara 34 propinsi di Indonesia (BPS,
2017). Penelitian ini menggunakan data primer dari HDSS (Health and Demographic
Surveilance System) Sleman yang ada di bawah naungan Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada.
Terdapat beberapa studi (Yuliati dkk, 2014; Kurniasari dkk. 2013; Ika dkk, 2012;
Putu dkk. 2014), yang telah membahas terkait dengan kualitas hidup lansia. Mayoritas Studi
tersebut berkesimpulan bahwa kualitas hidup lansia dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
tempat tinggal, kondisi sosial, kondisi ekonomi, kondisi psikologi, dan status pernikahan.
B. Rumusan Masalah
Seberapa jauh perbedaan kualitas hidup lansia di Kabupaten Sleman berdasarkan
karakteristik sosiodemografi dan tingkat kemandirian?
C. Landasan Teori
• Lanjut Usia
Di Indonesia batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas, usia tersebut
sebagai batasan seorang lansia untuk tidak wajib bekerja, dan memenuhi kebutuhan
hidupnya. Oleh karena itu, lansia butuh perlindungan dari anak, cucu, saudara terdekat dan
keluarga besarnya, meskipun masih banyak lansia yang tetap bekerja karena tidak ingin
merepotkan orang lain. Namun lansia rentan terhadap penyakit sehingga dibutuhkan
perhatian khusus dari keluarganya.
Menurut Laslett, menjadi tua (aging) merupakan proses perubahan biologis secara
terus-menerus yang dialami manusia pada semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia
lanjut (old age) adalah istilah untuk tahap akhir dalam proses penuaan tersebut (Partini, 2011:
1).
• Kualitas Hidup
Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL), kualitas hidup
adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi kesehatan fisik yaitu aktivitas sehari-hari,
ketergantungan pada bantuan medis, kebutuhan istirahat, kegelisahan tidur, penyakit yang
diderita, energi dan kelelahan. Semua aspek tersebut sangat mempengaruhi kesehatan lansia
sehingga dibutuhkan pemeriksaan secara berkala untuk mengetahui kondisi kesehatan
fungsional lansia. Mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas pekerjaan, juga turut
mempengaruhi kondisi fungsionalnya sedangkan, kesehatan psikologis yaitu perasaan positif,
seperti penampilan dan gambaran jasmani, kondisi ini diharapkan terus stabil karena jasmani
yang kuat akan mengelola perasaan positif lansia dan perasaan negatif (Yuliati dkk, 2014).
• Sosiodemografi
Sosial adalah salah satu komponen variabel non demografi seperti pendidikan,
pekerjaan, penghasilan dan lain-lain. Sedangkan demografi adalah suatu ilmu yang
mempelajari penduduk di suatu wilayah terutama mengenai jumlah, struktur (usia, jenis
kelamin, agama dan lain-lain), dan proses perubahannya (kelahiran, kematian, perkawinan,
dan lain-lain) (Scorgie dkk, 2012: 920-933).
Sosiodemografi adalah suatu ilmu yang mempelajari struktur dan proses penduduk di
suatu wilayah dengan perubahan struktur penduduknya dipengaruhi oleh proses-proses sosial
dan perubahan sosial masyarakat di dalamnya, dimana masyarakat mengalami perubahan
secara dinamis (Scorgie dkk, 2012: 920-933). Dalam penelitian ini, sosiodemografi terdiri
dari:
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu determinan kualitas hidup yang bersifat spesifik
pada individual, perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi fungsi fisiologis dari individu
sehingga akan berdampak pada kualitas hidup dari individu tersebut. Carr juga menyebutkan
bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi cara untuk mengukur kualitas hidup dari seseorang,
sebagaimana umur dan budaya dari populasi mempengaruhi cara mengukur kualitas hidup
(Carr, 2003). Individu dengan jenis kelamin tertentu akan memiliki fungsi reproduksi tertentu
yang mempengaruhi fungsi fisik dan fungsi psikologis dari individu tersebut sehingga
membedakan individu dalam mencapai kualitas hidup.
2. Status Pernikahan
Pola kehidupan keluarga akan mengalami perubahan seiring dengan bertambahnya
usia seseorang. Pada pria, biasanya perubahan terjadi saat mereka mengalami pensiun yang
berarti berkurangnya pendapatan keluarga. Sedangkan pada wanita, perubahan umumnya
terjadi pada saat anak-anak mulai tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah kemudian merasa
kesepian. Setiap perubahan yang terjadi menuntut adanya penyesuaian. Penyesuaian tersebut
tentunya membutuhkan berbagai dukungan seperti dukungan sosial, ekonomi, psikologi dan
lain-lain. selain itu, Sumber utama dukungan untuk lansia tidak terlepas dari peran keluarga
terutama dari peran pasangan masing-masing.
3. Pendidikan
Pendidikan pada dasarnya adalah (Meichati, 1980: 6) yaitu Proses sosial dimana
seseorang dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin misalnya sekolah sehingga
dapat mencapai kesadaran sosial serta dapat mengembangkan pribadinya. Berdasarkan dari
pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa pendidikan itu merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas manusia ditinjau dari tumbuhnya rasa percaya diri serta memiliki
sikap yang inovatif dan kreatif untuk mengembangkan dan membangun daerahnya. Dan
semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang memungkinkan seseorang tersebut mencapai
tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
4. Pekerjaan
Pekerjaan yang mapan dan penghasilan yang cukup dapat membantu seseorang
mempersiapkan diri sebelum memasuki usia lanjut. Mempersiapkan keuangan dengan
menabung dan memiliki investasi, diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang
saat masuk pada usia senja. Kebutuhan tersebut meliputi makanan bergizi, pengecekan
kesehatan secara rutin, dan berobat saat sakit. Dengan terpenuhnya kebutuhan tersebut,
kualitas hidup lansia menjadi baik dan Umur Harapan Hidup (UHH) dapat meningkat).
5. Penghasilan
Macam-macam sumber penghasilan lansia berasal dari:
a) Sumber pendapatan resmi misalnya pendapatan dari dana pensiun atau mungkin ada
sumber tambahan pendapatan yang lain bagi lansia yang masih aktif dalam bekerja.
b) Sumber pendapatan keluarga misalnya bantuan keuangan atau pendapatan yang
diperoleh dari anak, keluarga dan anggota keluarga yang masih tergantung padanya.
Dalam hal ini, setiap lansia pasti memerlukan biaya yang lebih tinggi, sementara
pendapatan lansia semakin menurun. Status ekonomi yang sangat terancam menjadi alasan
untuk melakukan berbagai perubahan dalam kehidupan, menentukan kondisi hidup dengan
perubahan status ekonomi dan kondisi fisik.
• Kemandirian
Kemandirian adalah kebebasan untuk bertindak, tidak tergantung pada orang lain dan
bebas mengatur diri sendiri atau aktivitas seseorang baik individu maupun kelompok dari
berbagai kesehatan atau penyakit (Wulandari, 2014: 144). Lansia yang mandiri dapat
melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain seperti bangun dari kondisi berbaring, memakai
pakaian, makan, pergi ke toilet dan menggunakan toilet.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian survei menggunakan jenis penelitian deskripsi
dengan menggunakan data primer dari HDSS (Health and Demographic Surveilance System)
Sleman. HDSS (Health and Demographic Surveilance System) Sleman merupakan sistem
surveilans yang mengumpulkan data transisi kependudukan, status kesehatan secara periodik
dalam kurun waktu tertentu di Kabupaten Sleman.
Pemilihan Kabupaten Sleman sebagai lokasi penelitian karena kabupaten ini
mempunyai Usia Harapan Hidup (UHH) tertinggi di Indonesia dan memiliki populasi lansia
yang cukup besar. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2018.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini nonprobabilitas
(nonprobability sampling design), penarikan sampel tidak penuh dilakukan dengan
menggunakan hukum probabilitas, artinya bahwa tidak semua unit populasi memiliki
kesempatan untuk dijadikan sampel penelitian (Bungin, 2011: 119).
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman dengan mengambil populasi dari 17
Kecamatan dan memiliki total sebanyak 577 populasi. Data Populasi didapatkan dari populasi
yang terdata di HDSS (Health and Demographic Surveilance System) Kabupaten Sleman
dengan karakteristik responden yang berusia lanjut di atas umur 60 tahun. Dari 577 lansia
yang terdata di HDSS (Health and Demographic Surveilance System) Kabupaten Sleman,
peneliti mengambil 20% sampel secara random dari setiap kecamatan yang ada di Kabupaten
Sleman dan menghasilkan 111 sampel dari seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten
Sleman. Berikut ini hasil perhitungan jumlah sampel dari setiap kecamatan yang ada di
Kabupaten Sleman.
Tabel 1. Jumlah Sampel di Setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman
No. Nama
Kecamatan
Jumlah
Populasi
Jumlah
Sampel
1. Berbah 25 5
2. Cangkringan 32 6
3. Depok 68 14
4. Gamping 49 10
5. Godean 49 10
6. Kalasan 39 8
7. Minggir 28 6
8. Mlati 49 10
9. Moyudan 14 3
10. Ngaglik 72 14
11. Ngemplak 18 4
12. Pakem 12 2
13. Prambanan 28 6
14. Sayengan 16 3
15. Sleman 22 4
16. Tempel 37 2
17. Turi 19 4
Total 577 111
Instrumen Penelitian yang akan digunakan yaitu:
1. SF-12
Short-Form 12 atau disingkat dengan SF-12 merupakan pengembangan dari alat ukur
SF-36. Dibandingkan dengan SF-36, SF-12 memiliki item pertanyaan yang sedikit. SF-12
hanya menggunakan SF-12 pertanyaan untuk mengukur kesehatan dan kesejahteraan
fungsional dari sudut pandang pasien. Untuk mengetahui kualitas hidup, terdapat dua
komponen penilaian dalam SF-12 yaitu kesehatan fisik lansia atau PCS (Physical Component
Summary) dan kesehatan mental lansia atau MCS (Mental Component Summary). Kedua
komponen tersebut digunakan untuk menentukan ukuran baik atau buruk kualitas kesehatan
fisik dan mental dengan memberikan skor antara 0 hingga 100. Semakin tinggi skor yang
didapat, semakin baik kualitas hidup lansia. Skoring dilakukan dengan menggunakan
software yaitu Pro CoRE milik perusahaan OptumInsight Life Sciences,Inc.
2. Activities of Daily Living (ADL)
ADL (Activities of Daily Living) merupakan alat ukur untuk mengetahui kemandirian
lanjut usia dalam melakukan aktivitas pribadi seperti mandi, berpakaian, makan, berpindah
dari kursi ke tempat tidur dan dari tempat tidur ke kursi, keluar masuk WC, melepas dan
memakai celana. Pada Kuesioner ADL terdapat 5 pertanyaan yang berkaitan tentang hal-hal
tersebut. Setiap pertanyaan diberikan nilai 1 hingga 5 untuk menilai jawaban yang diberikan
oleh responden.
3. Instrumen Activity Daily Living (IADL)
IADL (Instrumen Activity Daily Living) merupakan alat ukur untuk mengetahui
kemandirian lanjut usia dalam melakukan aktivitas di lingkungan sekitar seperti melakukan
pekerjaan rumah tangga sehari-hari, mengikuti kegiatan kemasyarakatan, kemandirian
(mengalami kesulitan atau tidak) dalam bepergian menggunakan transportasi pribadi atau
umum, dan kesulitan saat berjalan atau tidak. Kuesioner IADL ini memiliki persamaan dalam
pemberikan nilai dengan ADL namun perbedaannya, IADL adalah kuesioner untuk
mengetahui aktivitas responden di lingkungan sekitarnya dan dalam kuesioner IADL hanya
memiliki 4 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuesioner IADL berkaitan tentang
hal-hal tesebut.
Analisis data dilakukan dengan cara:
• Analisis Univariat
Merupakan analisis dengan menampilkan data deskriptif. Data ini meliputi data jenis
kelamin, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan tingkat kemandirian
lansia.
• Analisis Bivariat
Data-data yang diperoleh akan dianalisis secara probabilitas dengan menggunakan uji
analisis statistik chi square dan pengelolahan data menggunakan bantuan SPSS versi 20
dengan resiko kesalahan dari nilai taraf signifikansi α = 5%. Sehingga dapat mengetahui
perbedaan variabel terikat (dependen) berdasarkan variabel bebas (independen). Berikut ini
langkah mencari nilai chi kuadrat:
1. Menghitung nilai chi kuadrat (𝑋2)
Rumus: 𝑋2 = ∑(𝑓𝑜−𝑓𝑒)2
𝑓𝑒
2. Nilai dari 𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 dapat dilihat dari tabel chi
𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙2 = 𝑋(𝑑𝑘,∝)
2
dk = (k-1) (b-1)
dimana: k = kolom, b = baris, α = derajat bebas (taraf signifikan).
3. Membandingkan antara 𝑋ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔2 dan 𝑋𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
2
4. Menentukan hipotesis.
E. Pembahasan
1. Analisis Univariat
Karakteristik subyek penelitian meliputi jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan per bulan. Jumlah lansia perempuan lebih banyak dari pada
jumlah lansia laki-laki. Proporsi jumlah lansia perempuan sebesar 61,3% dan jumlah lansia
laki-laki sebesar 38,7%.
Kemudian untuk status pernikahan didapatkan 65,8% lansia yang masih mempunyai
pasangan, 31,5% responden lansia berstatus sudah tidak mempunyai pasangan dan terdapat
2,7% lansia berstatus belum menikah. Dari jenis pekerjaan lansia yang sudah dikategorikan
memiliki pekerjaan dan tidak memiliki pekerjaan, terdapat 55,9% lansia yang memiliki
pekerjaan, 43,2% tidak memiliki pekerjaan dan 9% tidak diketahui pekerjaannya.
Berdasarkan jenis pendidikan, sebagian besar lansia di Kabupaten Sleman memiliki
pendidikan rendah yaitu 62,2% lansia, 35,1% lansia memiliki pendidikan menengah dan
2,7% lansia memiliki pendidikan tinggi.
Kemudian untuk tingkat penghasilan, terdapat 22,5% berpenghasilan lebih dari
Rp.1.600.000 atau di atas UMR Kabupaten Sleman, 53,2% memiliki penghasilan di bawah
Rp.1.600.000 atau di bawah UMR Kabupaten Sleman dan terdapat 24,3% responden tidak
diketahui penghasilannya selama sebulan. Karakteristik lebih lengkapnya dapat dilihat pada
lampiran (distribusi frekuensi karakteristik lansia).
Sementara itu, tingkat kemandirian lansia dalam penelitian ini, dilihat dari jawaban
lansia dalam menjawab dua kuesioner yang diajukan. Dua kuesioner tersebut yaitu ADL
(Activities of Daily Living) dan IADL (Instrumen Activity Daily Living). Pada ADL
(Activities of Daily Living) hasil didapatkan bahwa terdapat 87,4% masih dapat melakukan
aktivitas pribadinya, lalu terdapat 10,8% memiliki ketergantungan ringan yaitu dapat
melakukan aktivitas pribadinya namun terdapat sedikit kendala dalam melakukan aktivitas
pribadinya dan terdapat 1,8% tidak dapat melakukan aktivitas pribadinya sendiri
(ketergantungan total). Selengkapnya dapat diliat pada lampiran deskripsi frekuensi dari
ADL (Activities of Daily Living).
Kemudian, untuk IADL (Instrumen Activity Daily Living) hasil didapatkan bahwa
58,6% masih dapat melakukan aktivitas pribadinya sendiri di lingkungan sekitar (mandiri),
terdapat 22,5% memiliki ketergantungan ringan, terdapat 10,8% memiliki ketergantungan
sedang, lalu terdapat 5,4% memiliki ketergantungan berat, dan terdapat 2,7% ketergantungan
total. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran tentang deskripsi frekuensi dari IADL
(Instrumen Activity Daily Living).
2. Analisis Bivariat
Analisa perbedaan kualitas hidup lansia berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan kemandirian lansia menggunakan uji statistik chi-
square. Untuk melihat kualitas hidup lansia, terdapat dua komponen yang masing-masing
yaitu kesehatan fisik lansia atau PCS (Physical Component Summary) dan kesehatan mental
lansia atau MCS (Mental Component Summary). Kemudian, perlu dilihat sejauh manakah
perbedaan masing-masing kedua komponen tersebut berdasarkan jenis kelamin lansia, status
pernikahan, pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan kemandirian. Berikut tabel hasil olah
data perbedaan kesehatan fisik lansia atau PCS (Physical Component Summary) dan
kesehatan mental lansia atau MCS (Mental Component Summary) berdasarkan jenis kelamin
lansia:
• PCS (Physical Component Summary)
a) Jenis Kelamin
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 0,605 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 3,841 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan fisik lansia berdasarkan jenis kelamin.
Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kualitas kesehatan fisik lansia laki-laki dengan lansia perempuan. Selain itu, jumlah
responden lansia perempuan yang memiliki kualitas kesehatan fisik yang baik hampir sama
dengan responden lansia yang memiliki kualitas kesehatan fisik yang buruk. Kemudian,
terlihat dalam tabel tabulasi silang bahwa kualitas kesehatan fisik kedua jenis kelamin yang
baik lebih banyak dari pada jumlah responden lansia yang memiliki kualitas kesehatan fisik
yang buruk (terdapat di lampiran).
b) Status Pernikahan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 5.541 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan fisik lansia berdasarkan status pernikahan.
Sementara itu, berdasarkan tabel tabulasi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan
antara kualitas kesehatan fisik lansia yang berstatus menikah dengan lansia yang berstatus
belum menikah dan lansia yang berstatus duda atau janda (terdapat di lampiran).
c) Pendidikan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 2.836 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan fisik lansia berdasarkan pendidikan.
Sementara itu, tabulasi data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kualitas kesehatan fisik lansia yang berpendidikan rendah dengan lansia yang berpendidikan
tinggi dan lansia yang berpendidikan menengah (terdapat di lampiran).
d) Pendidikan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 6.772 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih kecil dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan fisik lansia berdasarkan pekerjaan. Hasil
tabulasi data menunjukkan terdapat perbedaan signifikan bahwa lansia yang bekerja memiliki
kategori kualitas kesehatan fisik yang baik (37%) lebih tinggi dibandingkan dengan lansia
yang tidak memiliki pekerjaan (18,9%) (terdapat di lampiran).
e) Penghasilan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 2.401 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan fisik lansia berdasarkan penghasilan. Data
menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara lansia yang memiliki penghasilan
setiap bulan di atas Rp.1.600.000 dengan lansia yang memiliki penghasilan setiap bulannya
di bawah Rp.1.600.000 (terdapat di lampiran).
f) Kemandirian
Kemandirian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu kemandirian lansia dalam
melakukan aktivitas pribadinya atau ADL (Activities of Daily Living) dan kemandirian lansia
dalam melaukan aktivitas di lingkungan sekitarnya atau IADL (Instrumen Activity Daily
Living). Berikut hasilnya:
1) ADL (Activities of Daily Living)
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 2,836 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan fisik lansia berdasarkan ADL (Activities of
Daily Living).
Data tabulasi menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara lansia yang
mandiri dalam melakukan aktivitas pribadinya dengan lansia yang ketergantungan ringan dan
ketergantungan total kepada seseorang dalam membantunya melakukan aktivitas pribadinya.
Sehingga, tidak ada pengaruh kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas pribadinya
terhadap kualitas kesehatan fisik lansia (terdapat di lampiran).
2) IADL (Instrumen Activity Daily Living
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 14,862 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 9,488 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih kecil dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan fisik lansia berdasarkan IADL (Instrumen
Activity Daily Living).
Data tabulasi menunjukkan bahwa lansia yang di Kabupaten Sleman mayoritas dapat
melakukan aktivitas di lingkungan sekitarnya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Selain
itu, rata-rata lansia yang dapat melakukan aktivitas di lingkungan sekitarnya secara mandiri
memiliki kualitas kesehatan fisik yang baik. Namun, beberapa lansia yang dapat melakukan
aktivitas di lingkungannya sekitar memiliki kualitas kesehatan fisik yang buruk (terdapat di
lampiran).
• MCS (Mental Component Summary)
a) Jenis Kelamin
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 1,065 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 3,841 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia berdasarkan jenis kelamin.
Sementara itu, hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa jumlah lansia perempuan
lebih banyak dari pada lansia laki-laki. Namun, data menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kualitas kesehatan mental lansia laki-laki dengan lansia
perempuan (terdapat di lampiran).
b) Status Pernikahan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 1.735 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia berdasarkan status
pernikahan.
Data tabulasi silang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kualitas kesehatan mental lansia yang berstatus menikah dengan lansia yang berstatus belum
menikah dan lansia yang berstatus duda atau janda. Lansia tidak akan merasakan kesepian
jika ada interaksi yang baik dengan keluarga dan lingkungan sekitar. Kesehatan mental lansia
juga dipengaruhi oleh penerimaan diri lansia dengan berpikiran positif dan mendapat
dukungan sosial dari keluarga. Selain itu, lansia tidak akan kesepian jika dapat bergaul
dengan teman-teman sebayanya karena dengan berkumpul dengan teman-teman sebayanya,
lansia dapat saling bertukar cerita (terdapat di lampiran).
c) Pendidikan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 4,674 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia berdasarkan pendidikan.
Sementara itu, data tabulasi menunjukkan bahwa lansia yang memiliki pendidikan dengan
kategori rendah, rata-rata memiliki kualitas kesehatan mental lebih baik dari pada lansia yang
memiliki pendidikan dengan kategori tinggi dan menengah (terdapat di lampiran).
d) Pekerjaan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 0,412 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia berdasarkan pekerjaan.
Data menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara lansia yang berkerja dengan
lansia yang tidak bekerja. Lansia yang bekerja dan tidak bekerja, rata-rata mereka memiliki
kualitas kesehatan mental yang baik dan jumlah responden lansia yang memiliki kualitas
kesehatan mental yang buruk, keduanya memiliki jumlah responden lansia yang sama
(terdapat di lampiran).
e) Penghasilan
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 0,157 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia berdasarkan penghasilan.
Data menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara lansia yang memiliki
penghasilan setiap bulan di atas Rp.1.600.000 dengan lansia yang memiliki penghasilan
setiap bulannya di bawah Rp.1.600.000. Untuk reponden dengan penghasilan di atas
Rp.1.600.000, responden lansia yang memiliki kualitas kesehatan mental baik lebih banyak
dari pada responden yang memiliki kualitas kesehatan mental buruk. Begitu juga dengan
lansia yang memiliki pendapatan di bawah Rp.1.600.000 perbulan (terdapat di lampiran).
f) Kemandirian
Kemandirian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu kemandirian lansia dalam
melakukan aktivitas pribadinya atau ADL (Activities of Daily Living) dan kemandirian lansia
dalam melaukan aktivitas di lingkungan sekitarnya atau IADL (Instrumen Activity Daily
Living). Berikut hasilnya:
1) ADL (Activities of Daily Living)
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 4,674 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 5,991 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia berdasarkan ADL (Activities
of Daily Living).
Data tabulasi menunjukkan bahwa lansia yang di Kabupaten Sleman mayoritas dapat
melakukan aktivitas pribadinya secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Selain itu, rata-rata
lansia yang dapat melakukan aktivitas pribadinya secara mandiri memiliki kualitas kesehatan
mental yang baik. Hanya beberapa lansia saja yang memiliki kualitas kesehatan mentalnya
buruk (terdapat di lampiran).
2) IADL (Instrumen Activity Daily Living)
Hasil tabel uji statistik chi-square menunjukkan bahwa terdapat nilai 𝑋2 (Nilai chi-
square) yaitu 1,925 (terdapat di lampiran). Kemudian, berdasarkan nilai df (derajat bebas)
dan dengan menggunakan resiko kesalahan α = 5%, pada tabel chi-kuadrat ditemukan nilai
signifikasinya yaitu 9,488 (terdapat di lampiran). Berdasarkan uji chi-square bahwa nilai
signifikasi lebih besar dari nilai 𝑋2 (Nilai chi-square). Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia berdasarkan IADL
(Instrumen Activity Daily Living).
Tabulasi data juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara lansia
yang mandiri dalam melakukan aktivitas di lingkungan sekitarnya dengan lansia yang
ketergantungan ringan dan ketergantungan total kepada seseorang dalam membantunya
melakukan aktivitas di lingkungan sekitarnya. Sehingga, tidak ada pengaruh kemandirian
lansia dalam melakukan aktivitas di lingkungan sekitarnya terhadap kualitas kesehatan
mental lansia (terdapat di lampiran).
Kesimpulan
Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas kesehatan fisik dan
mental yang baik atau buruk berdasarkan jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan,
penghasilan dan kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas pribadinya. Kemudian,
terdapat perbedaan signifikan kualitas kesehatan fisik berdasarkan pekerjaan dan kemandirian
lansia dalam melakukan aktifitas di lingkungannya. Namun tidak terdapat perbedaan
signifikan pada kualitas kesehatan mental lansia.
Lansia yang tinggal di Sleman, masih banyak yang bekerja diusianya. Selain itu,
masih terdapat lansia yang memiliki kualitas kesehatan fisik dan mental yang buruk.
Sehingga, diiharapkan keluarga dapat memberikan perhatian, dukungan pada lansia seperti
memenuhi sumber keuangan, berbagi tugas rumah tangga, mendukung lansia untuk
melakukan kegiatan di luar rumah seperti pengajian, memberi perhatian, bersikap lebih sabar
dan dapat membagi waktu bersama hingga terjalin kedekatan antar anggota keluarga.
Daftar Pustaka
Afnesta Yuzefo, Mira., Sabrian, Febriana dan Novayelinda, Riri. 2015. Hubungan Status
Spiritual dengan Kualitas Hidup pada Lansia. (Online) Jurnal Online Mahasiswa. Vol
2 No 2. (http://jom.unri.ac.id diakses 2 Maret 2019).
Bahruddin. 2010. Pengarusutamaan Lansia dalam Pelayanan Sosial. (Online). Jurnal Sosial
Politik UGM. Yogyakarta. Vol 13, No 3. (https://jurnal.ugm.ac.id/jsp diakses 28 Juni
2018).
Bungin, S.Sos. M.Si, Prof. Dr. H. M. Burhan. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Carr, A.J., Higgingson, I.J., dan Robinson, P.G. 2003. Quality of Life. London: BMJ Books.
Croog, SH & Levine, S. 1989. Quality of Life and Health Care Intervention. Handbokk of
Medical Sociology.
Depkes. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Diakses 05 Maret 2018 dari
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
lansia.pdf.
Ika Nur Rohmah, Anis., Purwaningsih., Bariyah, Khoridatul. 2012. Kualitas Hidup Lanjut
Usia. (Oline). Jurnal Keperawatan Vol. 03 No. 02 (http://ejournal.umm.ac.id diakses
27 September 2018).
Kurniasari, Kharisma dan Leonardi, M. Psi, Tino. 2013. Kualitas Perempuan Lanjut Usia
yang Melajang. (Online). Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol. 02
No. 03 (http://journal.unair.ac.id diakses 24 Februari 2018).
Ma’rifatul Azizah, Lilik. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Meichati, Siti. 1989. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yokyakarta : FKIP Yokyakarta.
Partini Suardiman, Siti. 2011. Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Pradono J dkk. 2009. Kualitas Hidup Penduduk Indonesia Menurut International
Classification Of Functioning, Disability And Health (Ic F) Dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya (Analisis Lanjut Data RISKESDAS 2007). (Online).
https://media.neliti.com/media/publications/67481-ID-kualitas-hidup-penduduk-
indonesia-menuru.pdf diakses 01 November 2018.
Purnama, Akhmad. 2009. Kepuasan Hidup dan Dukungan Sosial Lanjut Usia. Yogyakarta:
B2P3KS Press.
Rusmala Dewi Kartika, Ni Putu dan Sudibia, I Ketut. 2014. Pengaruh Variabel Sosial
Demografi dan Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Kerja Penduduk Lanjut Usia.
(Online). E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana Vol. 3 No. 6.
(https://media.neliti.com diakses 4 Maret 2019).
Scorgie, F., Chersich, M. F., Ntaganira, I., Gerbase, A., Lule, F. &Lo, Y. R. 2012.
Sociodemographic characteristics and behavioral riks factors of female sex workers in
sub-saharan Africa: a systematics review. AIDS and Behavior Vol. 16 No. 4.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Wulandari, Ratna. 2014. Gambaran Tingkat Kemandirian Lansia dalam Pemenuhan ADL
(Activity Daily Living). Online. Jurnal Ners dan Kebidanan. Vol. 1 No. 2.
(https://media.neliti.com diakses 17 September 2018).
Yuliati, A., Baroya, N., Ririyanty, M. 2014. Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal
di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia. (Online). Jurnal Pustaka
Kesehatan. Vol.2 No.1. (https://jurnal.unej.ac.id/ diakses 06 Maret 2018).
Lampiran
• Distribusi Frekuensi Karakteristik Lansia
Karaktersitik Frekuensi (Fe) Presentase (%)
Jenis Kelamin
• Laki-laki
• Perempuan
43
68
38,7
61,3
Status Pernikahan
• Belum Menikah
• Menikah
• Janda/Duda
3
73
35
2,7
65,8
31,5
Pendidikan
• Rendah (tidak sekolah dan SD)
• Menengah (SMP dan SMA)
• Tinggi (D3, S1, S2 dan S3)
69
39
3
62,2
35,1
2,7
Pekerjaan
• Tidak memiliki pekerjaan
• Memiliki Pekerjaan
• Tidak Tahu
48
62
1
43,2
55,9
0,9
Penghasilan
• < Rp.1.600.000
• > Rp.1.600.000
• Tidak tahu
25
59
27
22,5
53,2
24,3
Sumber: Hasil Olah Data Penulis 2019
• Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian dengan Menggunakan Alat Ukur
ADL (Activities of Daily Living)
Kategori Frekuensi (Fe) Presentase (%)
Mandiri 97 87,4
Ketergantungan Ringan 12 10,8
Ketergantungan Sedang 0 0
Ketergantungan Berat 0 0
Ketergantungan Total 2 1,8
Total 111 100%
Sumber: Hasil Olah Data Penulis 2019
• Distribusi Frekuensi Tingkat Kemandirian dengan Menggunakan Alat Ukur
IADL (Instrumen Activity Daily Living)
Kategori Frekuensi (Fe) Presentase )%)
Mandiri 65 58,6
Ketergantungan Ringan 25 22,5
Ketergantungan Sedang 12 10,8
Ketergantungan Berat 6 5,4
Ketergantungan Total 3 2,7
Total 111 100%
Sumber: Hasil Olah Data Penulis 2019
• Hasil Tabulasi Silang PCS (Physical Component Summary)
Kategori Baik Buruk Total
Jenis Kelamin
• Laki-laki
• Perempuan
26 (23,4%)
36 (32,5%)
17 (15,3%)
32 (28,8%)
43 (38,7%)
68 (61,3%)
Status Pernikahan
• Belum Menikah
• Menikah
• Janda/Duda
0 (0%)
45 (40,6%)
17 (15,3%)
3 (2,7%)
28 (25,2%)
18 (16,2%)
3 (2,7%)
73 (65,8%)
35 (31,5%)
Pendidikan
• Rendah (tidak sekolah dan SD)
• Menengah (SMP dan SMA)
• Tinggi (D3, S1, S2 dan S3)
56 (50,5%)
6 (5,4%)
0 (0%)
41 (36,9%)
6 (5,4%)
2 (1,8%)
97 (87,4%)
12 (10,8%)
2 (1,8%)
Pekerjaan
• Tidak memiliki pekerjaan
• Memiliki Pekerjaan
• Tidak Tahu
21 (18,9%)
41 (37%)
0 (0%)
27 (24,3%)
21 (18,9%)
1 (0,9%)
48 (43,2%)
62 (55,9%)
1 (0,9%)
Penghasilan
• < Rp.1.600.000
• > Rp.1.600.000
• Tidak tahu
12 (10,8%)
37 (33,4%)
13 (11,7%)
13 (11,7%)
22 (19,8%)
14 (12,6%)
25 (22,5%)
59 (53,2%)
27 (24,3%)
ADL (Activities of Daily Living)
• Mandiri
• Ketergantungan Ringan
• Ketergantungan Sedang
• Ketergantungan Berat
• Ketergantungan Total
56 (50,5%)
6 (5,4%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
41 (36,9%)
6 (5,4%)
0 (0%)
0 (0%)
2 (1,8%)
97 (87,4%)
12 (10,8%)
0 (0%)
0 (0%)
2 (1,8%)
IADL (Instrumen Activity Daily Living)
• Mandiri
• Ketergantungan Ringan
• Ketergantungan Sedang
• Ketergantungan Berat
• Ketergantungan Total
42 (37,9%)
16 (14,4%)
3 (2,7%)
1 (0,9%)
0 (0%)
23 (20,7%)
9 (8,1%)
9 (8,1%)
5 (4,5%)
3 (2,7%)
65 (58,6%)
25 (22,5%)
12 (10,8%)
6 (5,4%)
3 (2,7%)
Sumber: Hasil Olah Data Penulis 2019
• Hasil Tabulasi Silang MCS (Mental Component Summary)
Kategori Baik Buruk Total
Jenis Kelamin
• Laki-laki
• Perempuan
39 (35,1%)
57 (51,4%)
4 (3,6%)
11 (9,9%)
43 (38,7%)
68 (61,3%)
Status Pernikahan
• Belum Menikah
• Menikah
• Janda/Duda
3 (2,7%)
61 (55%)
32 (28,8%)
0 (0%)
12 (10,8%)
3 (2,7%)
3 (2,7%)
73 (65,8%)
35 (31,5%)
Pendidikan
• Rendah (tidak sekolah dan SD)
• Menengah (SMP dan SMA)
87 (78,4%)
9 (8,1%)
10 (9,0%)
3 (2,7%)
97 (87,4%)
12 (10,8%)
Kategori Baik Buruk Total
• Tinggi (D3, S1, S2 dan S3) 1 (0,9%) 1 (0,9%) 2 (1,8%)
Pekerjaan
• Tidak memiliki pekerjaan
• Memiliki Pekerjaan
• Tidak Tahu
41 (36,9%)
55 (49,6%)
1 (0,9%)
7 (6,3%)
7 (6,3%)
0 (0%)
48 (43,2%)
62 (55,9%)
1 (0,9%)
Penghasilan
• < Rp.1.600.000
• > Rp.1.600.000
• Tidak tahu
22 (19,8%)
52 (46,9%)
23 (20,7%)
3 (2,7%)
7 (6,3%)
4 (3,6%)
25 (22,5%)
59 (53,2%)
27 (24,3%)
ADL (Activities of Daily Living)
• Mandiri
• Ketergantungan Ringan
• Ketergantungan Sedang
• Ketergantungan Berat
• Ketergantungan Total
87 (78,4%)
9 (8,1%)
0 (0%)
0 (0%)
1 (0,9%)
10 (9,0%)
3 (2,7%)
0 (0%)
0 (0%)
1 (0,9%)
97 (87,4%)
12 (10,8%)
0 (0%)
0 (0%)
2 (1,8%)
IADL (Instrumen Activity Daily Living)
• Mandiri
• Ketergantungan Ringan
• Ketergantungan Sedang
• Ketergantungan Berat
• Ketergantungan Total
57 (51,4%)
23 (20,7%)
10 (9,0%)
5 (4,5%)
2 (1,8%)
8 (7,2%)
2 (1,8%)
2 (1,8%)
1 (0,9%)
1 (0,9%)
65 (58,6%)
25 (22,5%)
12 (10,8%)
6 (5,4%)
3 (2,7%)
Sumber: Hasil Olah Data Penulis 2019
• Hasil Uji Statistik Perbedaan PCS (Physical Component Summary) Berdasarkan
Jenis Kelamin, Status Pernikahan, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan dan
Kemandirian (ADL dan IADL)
a) Jenis Kelamin
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .605a 1 .437
Continuity Correctionb .338 1 .561
Likelihood Ratio .607 1 .436
Fisher's Exact Test .556 .281
Linear-by-Linear
Association .599 1 .439
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
b) Status Pernikahan
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 5.541a 2 .063
Likelihood Ratio 6.657 2 .036
Linear-by-Linear
Association .107 1 .744
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
c) Pendidikan
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 2.836a 2 .242
Likelihood Ratio 3.575 2 .167
Linear-by-Linear
Association 2.660 1 .103
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
d) Pekerjaan
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 6.772a 2 .034
Likelihood Ratio 7.181 2 .028
Linear-by-Linear
Association .994 1 .319
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
e) Penghasilan
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 2.401a 2 .301
Likelihood Ratio 2.407 2 .300
Linear-by-Linear
Association .830 1 .362
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
f) ADL (Activities of Daily Living)
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 2.836a 2 .242
Likelihood Ratio 3.575 2 .167
Linear-by-Linear
Association 2.660 1 .103
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
g) IADL (Instrumen Activity Daily Living)
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 14.862a 4 .005
Likelihood Ratio 16.306 4 .003
Linear-by-Linear
Association 12.378 1 .000
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
• Hasil Uji Statistik Perbedaan MCS (Mental Component Summary) Berdasarkan
Jenis Kelamin Status Pernikahan, Pendidikan, Pekerjaan, Penghasilan dan
Kemandirian (ADL dan IADL)
a) Jenis Kelamin
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 1.065a 1 .302
Continuity Correctionb .558 1 .455
Likelihood Ratio 1.113 1 .291
Fisher's Exact Test .398 .230
Linear-by-Linear
Association 1.055 1 .304
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
b) Status Pernikahan
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 1.735a 2 .420
Likelihood Ratio 2.201 2 .333
Linear-by-Linear
Association .517 1 .472
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
c) Pendidikan
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 4.674a 2 .097
Likelihood Ratio 3.485 2 .175
Linear-by-Linear
Association 4.462 1 .035
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
d) Pekerjaan
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square .412a 2 .814
Likelihood Ratio .533 2 .766
Linear-by-Linear
Association .166 1 .684
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
e) Penghasilan
Value Df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square .157a 2 .924
Likelihood Ratio .152 2 .927
Linear-by-Linear
Association .155 1 .693
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS
f) ADL (Activities of Daily Living)
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Pearson Chi-Square 4.674a 2 .097
Likelihood Ratio 3.485 2 .175
Linear-by-Linear
Association 4.462 1 .035
N of Valid Cases 111
Sumber: Olah data uji statistik Chi-Square menggunakan SPSS