Upload
hoangdan
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
CAMPUR KODE DALAM TUTURAN BAHASA JAWA
KALANGAN PEMUDA DI KECAMATAN KARANGANYAR
KABUPATEN KARANGANYAR
(SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
DEWI KARTIKA SARI C0108024
JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Dewi Kartika Sari
NIM : C0108024
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Campur Kode dalam
Tuturan Bahasa Jawa Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar (Suatu Kajian Sosiolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri,
bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya
saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar
pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh
dari skripsi tersebut.
Surakarta, Juli 2012
Yang membuat pernyataan,
Dewi Kartika Sari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
1. Kemenangan hari ini bukanlah berarti kemenangan esok hari, kegagalan hari
ini bukanlah berarti kegagalan esok hari. (Ahmad Dani)
2. Hidup adalah perjuangan tak ada yang jatuh dari langit dengan cuma-cuma,
semua adalah usaha dan doa. (Ahmad Dani)
3. Keberanian adalah mengakui apa yang ada dan melakukan apa yang bisa.
(Penulis)
4. Jangan melakukan segala sesuatu dengan tergesa-gesa, karena hasil yang
didapat tidak akan memuaskan. (Penulis)
5. Syukurilah atas apa yang telah engkau miliki, maka engkau akan merasankan
kenikmatannya. (Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan untuk:
1. Bapak dan ibu tercinta, yang selalu memberi kasih sayang dan doa untukku.
2. Kakak dan keponakanku yang telah memberikan dukungan dan doanya
untukku.
3. Sahabat-sahabatku.
4. Almamaterku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah mencurahkan segala rahmat, taufik, hidayah-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
Skripsi yang berjudul Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa
Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar (Suatu
Kajian Sosiolinguistik), merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sastra di Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Proses penyusunan skripsi ini tidak dapat terselesaikan jika tidak ada
bantuan dari berbagai pihak. Maka, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Riyadi Santosa, M. Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan
kesempatan untuk menyusun skripsi.
2. Drs. Supardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah yang telah
memberikan kesempatan untuk menyusun skripsi.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra Daerah
yang telah memberikan kesempatan untuk memberikan ilmunya selama
perkuliahan, dan selaku pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis selama studi di Jurusan Sastra Daerah.
4. Drs. Y. Suwanto, M. Hum., selaku pembimbing pertama yang telah berkenan
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Drs. Sri Supiyarno, M.A., selaku pembimbing kedua yang dengan sabar
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Daerah yang telah berkenan memberikan
ilmunya kepada penulis.
7. Kepala dan Staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa maupun
Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang banyak
membantu penulis memberikan kemudahan dalam pelayanan pada
penyelesaian skripsi.
8. Kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar selaku
informan yang telah membantu penulis dalam pencarian data.
9. Kedua orang tuaku, Mas Siyo, Mbak Ika, dan keponakanku Kenesya yang
telah memberikan doa dan dorongan, baik moril maupun materiil selama
penulis melakukan perkuliahan hingga skripsi ini disusun.
10. Mas Wahyu yang selalu setia menemaniku dan telah membangkitkan
semangatku untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Rekan-rekan angakatan 2008 yang telah memberi dukungan dan semangat
yang begitu berharga bagi penulis, serta semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu per satu, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis menjadikan
pahala dan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis skripsi ini masih banyak
kekurangan dalam berbagai hal, maka diharapkan kritik dan saran guna
menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
diri penulis dan orang lain.
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
PERSETUJUAN ............................................................................................. ii
PENGESAHAN .............................................................................................. iii
PERNYATAAN ............................................................................................. iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR SINGKATAN, TANDA DAN LAMBANG ................................. xii
ABSTRAK ..................................................................................................... xiv
SARI PATHI ................................................................................................... xvi
ABSTRACT ......................................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9
E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .............................. 11
A. Sosiolinguistik ..................................................................................... 11
B. Masyarakat Bahasa ............................................................................. 13
C. Bilingualisme ....................................................................................... 14
D. Diglosia ............................................................................................... 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
E. Kode .................................................................................................... 16
F. Campur Kode ...................................................................................... 17
G. Komponen Tutur ................................................................................. 21
H. Pengertian Pemuda ............................................................................. 24
I. Kecamatan Karanganyar ..................................................................... 26
J. Kerangka Pikir .................................................................................... 28
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 30
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 30
B. Lokasi Penelitian ................................................................................ 30
C. Data dan Sumber Data ........................................................................ 32
D. Alat Penelitian .................................................................................... 33
E. Populasi dan Sampel ........................................................................... 34
F. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 34
G. Metode Analisis Data .......................................................................... 35
H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ................................................ 39
BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ......................... 40
A. Bentuk Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa Kalangan Pemuda
di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar ........................ 40
a. Campur Kode Kata ............................................................................. 40
1) Campur Kode Kata Bahasa Indonesia .......................................... 41
2) Campur Kode Kata Bahasa Inggris ............................................... 57
b. Campur Kode Kata Jadian ................................................................... 64
c. Campur Kode Perulangan Kata .......................................................... 70
d. Campur Kode Frasa ............................................................................ 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
e. Campur Kode Klausa ......................................................................... 80
f. Campur Kode Ungkapan ................................................................... 83
g. Campur Kode Baster .......................................................................... 85
B. Fungsi Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa Kalangan Pemuda
di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar ......................... 87
a. Lebih Mudah Diucapkan .................................................................... 87
b. Lebih Nyaman Digunakan dan Mudah Dimengerti ............................ 89
c. Lebih Mudah Diingat .......................................................................... 96
d. Lebih Komunikatif .............................................................................. 99
e. Lebih Singkat ...................................................................................... 108
f. Lebih Prestise ...................................................................................... 109
g. Lebih Tepat atau Lebih Pas Digunakan .............................................. 123
C. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode dalam Tuturan
Bahasa Jawa Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar ..................................................................... 124
a. Situasi Informal ................................................................................... 124
b. Kebiasaan ............................................................................................ 127
c. Kebahasaan ......................................................................................... 130
d. Keinginan Penutur .............................................................................. 134
e. Kesantaian Penutur ............................................................................. 136
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 139
A. Simpulan ............................................................................................. 139
B. Saran ................................................................................................... 140
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 141
LAMPIRAN ................................................................................................... 143
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR SINGKATAN, TANDA DAN LAMBANG
DAFTAR SINGKATAN
BJ : Bahasa Jawa
BUL : Bagi Unsur Langsung
HBS : Hubung Banding Mempersamakan
(KB/D21/03/03/12) : Kelurahan Bejen, data ke dua puluh satu, tanggal 3 bulan 3
(Maret) tahun 2012
(KC/D1/10/12/11) : Kelurahan Cangakan, data pertama, tanggal 10 bulan 12
(Desember) tahun 2011
(KJ/D19/26/02/12) : Kelurahan Jungke, data ke sembilan belas, tanggal 26
bulan 2 (Februari) tahun 2012
(KK/D5/03/01/12) : Kelurahan Karanganyar, data kelima, tanggal 3 bulan 1
(Januari) tahun 2012
(KL/D12/23/01/12) : Kelurahan Lalung, data ke dua belas, tanggal 23 bulan 1
(Januari) tahun 2012
km2 : Kilometer Persegi
(KT/D3/20/12/11) : Kelurahan Tegalgede, data ketiga, tanggal 20 bulan 12
(Desember) tahun 2011
O1 : Orang Pertama (penutur)
O2 : Orang Kedua (mitra tutur)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
O3 : Orang Ketiga (mitra tutur atau orang yang terlibat dalam
percakapan)
PUP : Pilah Unsur Penentu
SBLC : Simak Bebas Libat Cakap
SLC : Simak Libat Cakap
TANDA
(.....) : pengapit penjelasan atau keterangan
[.....] : pengapit satuan fonetis
/...../ : pengapit satuan fonemis
„.....‟ : pengapit terjemahan
“....” : pengapit kutipan langsung
....... : ada bagian dialog yang dihilangkan
LAMBANG
O : melambangkan bunyi vokal /a/ semi terbuka dan bulat
| : melambangkan bunyi vokal /e/ pepet
U : melambangkan bunyi vokal /u/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
Dewi Kartika Sari. C0108024. 2012. Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa
Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar (Suatu
Kajian Sosiolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimanakah bentuk
campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar? (2) bagaimanakah fungsi campur kode dalam tuturan bahasa
Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar? (3) apa
faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda
di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar? Tujuan penelitian ini adalah untuk
(1) mendeskripsikan bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar (2) menjelaskan fungsi campur kode
dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar (3) menjelaskan faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar, dengan memilih titik pengamatan yang dipilih berdasarkan tujuan
penelitian. Sumber data penelitian ini berasal dari informan. Data dalam penelitian ini
adalah data lisan yang berupa tuturan bahasa Jawa yang diperoleh dari informan. Populasi
dalam penelitian ini berupa keseluruhan tuturan BJ dengan segala aspeknya yang
digunakan oleh penutur BJ di daerah titik pengamatan. Sedangkan sampel dalam
penelitian ini berupa tuturan BJ yang mengandung campur kode yang mewakili populasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Metode simak menggunakan teknik
dasar sadap dengan teknik lanjutannya berupa teknik simak bebas libat cakap, teknik
simak libat cakap, rekam, dan catat. Metode analisis data yang digunakan adalah metode
distribusional dan metode padan. Adapun metode penyajian hasil data yang digunakan
pada penelitian ini adalah formal dan informal.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ada tiga hal yang ditemukan dalam
penelitian ini. Pertama, terdapat bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan
pemuda di Kecamatan Karanganyar, kabupaten Karanganyar. Campur kode yang
ditemukan berupa: (1) campur kode kata yang terbagi menjadi dua yaitu (a) campur
kode kata bahasa Indonesia dan (b) campur kode kata bahasa Inggris, (2) campur kode
kata jadian, (3) campur kode perulangan kata, (4) campur kode frasa, (5) campur kode
klausa, (6) campur kode ungkapan, dan (7) campur kode baster. Kedua, terjadinya
campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar mempunyai fungsi tertentu, yaitu: (1) lebih mudah diucapkan,
(2) lebih nyaman digunakan dan mudah dimengerti, (3) lebih mudah diingat, (4) lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
komunikatif, (5) lebih singkat, (6) lebih prestis, dan (7) lebih tepat atau lebih pas untuk
digunakan. Ketiga, faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dapat ditemukan
dengan 8 komponen tutur di antaranya Setting and Scene, Participant, Ends, Act
sequences, Key, Instrumentalities, Norms of Interaction and Interpretation, dan Genre.
Faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda
di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar yang ditemukan antara lain (1)
kesantaian penutur, (2) situasi informal, (3) kebiasaan, (4) keinginan penutur, dan (5)
kebahasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
SARI PATHI
Dewi Kartika Sari. C0108024. 2012. Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa
Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar (Suatu Kajian
Sosiolinguistik). Skripsi: Jurusan Sastra Daérah Fakultas Sastra lan Sêni Rupa Pawiyatan
Luhur Sêbêlas Marêt Surakarta Hadiningrat.
Prakawis ingkang dipuntiti salêbêting panalitèn, inggih punika: (1) kados pundi
wujudipun campur kode ing salêbêting wawan rêmbag basa Jawi kalangan kanèman
wontên ing Kêcamatan Karanganyar Kabupatèn Karanganyar? (2) kados pundi
pigunanipun campur kode ing salêbèting wawan rêmbag bahasa Jawi kalangan kanèman
wontên ing Kêcamatan Karanganyar Kabupatèn Karanganyar? (3) prakawis mênapa
kemawon ingkang anjalari campur kode ing salêbêting wawan rêmbag basa Jawi
kalangan kanèman wontên ing Kêcamatan Karanganyar Kabupatèn Karanganyar?
Ancasing panalitèn inggih punika: (1) ngandharakên wujudipun campur kode ing
salêbêting wawan rêmbag basa Jawi kalangan kanèman wontên ing Kêcamatan
Karanganyar Kabupatèn Karanganyar (2) ngandharakên pigunanipun campur kode ing
salêbêting wawan rêmbag basa Jawi kalangan kanèman wontên ing Kêcamatan
Karanganyar Kabupatèn Karanganyar (3) ngandharakên prakawis ingkang anjalari
campur kode ing salêbêting wawan rêmbag basa Jawi kalangan kanèman wontên ing
Kêcamatan Karanganyar Kabupatèn Karanganyar.
Metode ingkang dipun-ginakakên wontên ing panalitèn mênika metode deskriptif
kualitatif. Panalitèn mênika dipunlaksanakakên wontên ing wêwêngkon Kêcamatan
Karanganyar Kabupatèn Karanganyar, kanthi milah titik panalitèn ingkang dipunpilih
miturut ancasing panalitèn . Sumbêr dhata ing panalitèn mênika saking informan. Dhata
ing panalitèn mênika awujud dhata lisan ingkang awujud wawan rêmbag basa Jawi
ingkang pikantuk saking informan. Populasi ing panalitèn mênika awujud sêdaya wawan
rêmbag BJ kanthi sêdaya aspèkipun ingkang dipun-ginakaken dathêng paginêm BJ
wontên ing daérah titik panalitèn. Wondéné sampel ing panalitèn mênika awujud wawan
rêmbag BJ ingkang angandhut campur kode ingkang sêsulih saking populasi.
Pangêmpalaning dhata dipuntindakakên ngginakakên metode simak. Metode simak kanthi
teknik dasar sadap kalajêngakên teknik simak bebas libat cakap, teknik simak libat cakap,
rekam, sarta catat. Metode analisis data ingkang dipun-ginakakên inggih mênika metode
distribusional sarta metode padan. Wondéné metode penyajian hasil data ingkang dipun-
ginakakên ing panalitèn mênika inggih formal sarta informal.
Miturut hasil analisis sarta pembahasan wontên tigang prakawis ingkang
pinanggih ing panalitèn mênika. Kapisan, wontên awujud campur kode ing salêbêting
wawan rêmbag basa Jawi kalangan kanèman wontên ing Kêcamatan Karanganyar,
Kabupatèn Karanganyar. Campur kode ingkang pinanggih awujud: (1) campur kode
têmbung ingkang kapilah dados kalih inggih punika: (a) campur kode tembung basa
Indonésia sarta (b) campur kode tembung basa Inggris, (2) campur kode kata jadian, (3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
campur kode têmbung rangkêp, (4) campur kode frasa, (5) campur kode klausa, (6)
campur kode ungkapan, sarta (7) campur kode baster. Kaping kalih, wontênipun campur
kode ing wawan rêmbag basa Jawi kalangan kanèman wontên ing Kêcamatan
Karanganyar Kabupatèn Karanganyar kagungan piguna inggih mênika: (1) langkung
gampil dipun-gunêm, (2) langkung nyaman dipun-ginakakên sarta gampil dipun-
mangêrtosi, (3) langkung gampil dipun-éling, (4) langkung komunikatif, (5) langkung
cêkak, (6) langkung prestis, sarta (7) langkung leres utawi langkung pas kanggé dipun-
ginakakên. Kaping tiga, prakawis ingkang anjalari campur kode ing salêbêting wawan
rêmbag basa Jawi kalangan kanèman wontên ing Kêcamatan Karanganyar Kabupatèn
Karanganyar sagêd pinanggih kanthi 8 komponen tutur inggih mênika Setting and Scene,
Participant, Ends, Act sequences, Key, Instrumentalities, Norms of Interaction and
Interpretation, sarta Genre. Prakawis ingkang anjalari campur kode ing salêbêting wawan
rêmbag basa Jawi kalangan kanèman wontên ing Kêcamatan Karanganyar Kabupatèn
Karanganyar ingkang pinanggih inggih mênika (1) kesantaian paginêm, (2) kahanan
ingkang informal, (3) pakulinan, (4) kêpénginipun paginem, sarta (5) kebahasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
ABSTRACT
Dewi Kartika Sari. C0108024. 2012. Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa
Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar (A study
of Sociolinguistics). Mini Thesis: Javenese Literature Program, Faculty of Letters and
Fine Arts, Sebelas Maret University.
Problems discussed in this study, namely (1) how is mixed code in the Javanese
speech among the youth in Karanganyar District? (2) how is the function of mixed code
in Javanese speech among youth in Karanganyar District? (3) What factors underlying the
mixed code in Javanese speech among youths in Karanganyar District? The purpose of
this study was to (1) describes the mixed code form of Javanese speech among the youth
in Karanganyar District (2) describes the function of mixed code in Javanese speech
among youth in Karanganyar District (3) explain the factors underlying the mixed code of
Javanese speech among the youth in Karanganyar District.
The method used in this study is a qualitative descriptive method. This study took
place in Karanganyar district, by choosing the observation points that are selected based
on objective research. Source of research data is derived from the informant. The data in
this study is data in the form of Javanese oral narrative obtained from informants.
Population in the study is the entire Javanese speech with all its aspects that are used by
speakers of Javanese in the observation point. While the sample in this study is Javanese
speech containing mixed code that represents the population. The data was collected refer
to the gather method. Gather methods was done by using the basic technique of tapping
with a subsequent technique free listen and involved conversation technique, record and
note. Data analysis methods used are the distributional method and the method of
matching. The method of data presentation used in this study is the formal and informal.
Based on the analysis and discussion, there are three terms found in this study.
First, there is a mixed code forms in Javanese speech among the youth in Karanganyar
district. Mixed code found in the form of: (1) word mixed code is divided into two: (a)
Indonesian word mixed code and (b) English words mixed code (2) derivative mixed
code, (3) word looping mixed code , (4) phrase mixed code (5) clause mixed code, (6)
phrase mixed code, and (7) baster mixed code. Second, there are two certain functions of
mixed code in Javanese speech among the youth in Karanganyar district, they are : (1)
easier to be said, (2) more enjoyable to used and easier to be understood, (3) easier to be
remembered, (4) more communicative, (5) shorter, (6) has more prestige, and (7) more
accurate or more appropriate to be used. Third, factors underlying mixed code in Javanese
among youth in Karanganyar district can be found by 8 speech components, namely :
Setting and Scene, Participant, Ends, Act sequences, Key, Instrumentalities, Norms of
Interaction and Interpretation, dan Genre. Factors underlying mixed code in Javanese
speech among youth in Karanganyar district are : (1) relaxation of the speaker (2)
informal situation, (3) habits, (4) the desire of speaker, and (5) linguistic.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
CAMPUR KODE DALAM TUTURAN BAHASA JAWA
KALANGAN PEMUDA DI KECAMATAN KARANGANYAR
KABUPATEN KARANGANYAR
(SUATU KAJIAN SOSIOLINGUISTIK)
Dewi Kartika Sari1
Drs. Y. Suwanto, M.Hum2 Drs. Sri Supiyarno, M.A
3
ABSTRAK
2012. Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1)
bagaimanakah bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar? (2) bagaimanakah fungsi campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar? (3) apa faktor yang melatarbelakangi
campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar? Tujuan
penelitian ini adalah untuk (1) mendeskripsikan bentuk campur
kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Karanganyar (2) menjelaskan fungsi
campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar (3) menjelaskan
faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan bahasa
Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, dengan memilih
titik pengamatan yang dipilih berdasarkan tujuan penelitian.
Sumber data penelitian ini berasal dari informan. Data dalam
1 Mahasiswa Jurusan Sastra Daerah Dengan NIM C0108024.
2 Dosen Pembimbing I
3 Dosen Pembimbing II
penelitian ini adalah data lisan yang berupa tuturan bahasa Jawa
yang diperoleh dari informan. Populasi dalam penelitian ini berupa
keseluruhan tuturan BJ dengan segala aspeknya yang digunakan
oleh penutur BJ di daerah titik pengamatan. Sedangkan sampel
dalam penelitian ini berupa tuturan BJ yang mengandung campur
kode yang mewakili populasi. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode simak. Metode simak menggunakan teknik dasar sadap
dengan teknik lanjutannya berupa teknik simak bebas libat cakap,
teknik simak libat cakap, rekam, dan catat. Metode analisis data
yang digunakan adalah metode distribusional dan metode padan.
Adapun metode penyajian hasil data yang digunakan pada
penelitian ini adalah formal dan informal.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan ada tiga hal yang
ditemukan dalam penelitian ini. Pertama, terdapat bentuk campur
kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan
Karanganyar, kabupaten Karanganyar. Campur kode yang
ditemukan berupa: (1) campur kode kata yang terbagi menjadi
dua yaitu (a) campur kode kata bahasa Indonesia dan (b) campur
kode kata bahasa Inggris, (2) campur kode kata jadian, (3) campur
kode perulangan kata, (4) campur kode frasa, (5) campur kode
klausa, (6) campur kode ungkapan, dan (7) campur kode baster.
Kedua, terjadinya campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar mempunyai fungsi tertentu, yaitu: (1) lebih mudah
diucapkan, (2) lebih nyaman digunakan dan mudah dimengerti, (3)
lebih mudah diingat, (4) lebih komunikatif, (5) lebih singkat, (6)
lebih prestis, dan (7) lebih tepat atau lebih pas untuk digunakan.
Ketiga, faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar dapat ditemukan dengan 8 komponen
tutur di antaranya Setting and Scene, Participant, Ends, Act
sequences, Key, Instrumentalities, Norms of Interaction and
Interpretation, dan Genre. Faktor yang melatarbelakangi campur
kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Karanganyar yang ditemukan antara lain
(1) kesantaian penutur, (2) situasi informal, (3) kebiasaan, (4)
keinginan penutur, dan (5) kebahasaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Harimurti Kridalaksana, 2008: 24).
Bahasa pada dasarnya digunakan untuk menyampaikan ide dan gagasan dari
penutur. Artinya, bahasa merupakan sarana komunikasi utama, karena dengan
adanya bahasa, penutur dan mitra tutur dapat mengetahui apa nama benda-benda
yang ada disekitarnya, dan dengan bahasa pula manusia dapat bertukar pendapat
serta dapat mengetahui norma kesantunan dengan siapa kita bertutur dan
bagaimana tuturan yang baik. Ilmu yang mempelajari tentang bahasa adalah
linguistik. Edi Subroto (1996: 1) berpendapat bahwa linguistik itu ilmu empiris
yang mempunyai objek penelitian atau sasaran kajian yang bersifat tertentu, yaitu
berupa bahasa.
Sebagai alat komunikasi dan alat interaksi, bahasa dapat dikaji secara
internal dan eksternal. Kajian secara internal, artinya pengkajian bahasa itu hanya
dilakukan terhadap struktur intern bahasa itu saja, seperti struktur fonologi,
struktur morfologi, dan struktur sintaksis. Kajian secara internal, berarti kajian
bahasa dilakukan terhadap hal-hal atau faktor-faktor yang berada di luar
kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan (Abdul Chaer dan Leoni Agustina,
2010: 1). Kajian secara internal akan menghasilkan perian-perian bahasa tanpa
ada kaitannya dengan masalah lain di luar bahasa. Kajian bahasa secara internal
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dilakukan dengan menggunakan teori-teori dan prosedur-prosedur yang ada dalam
disiplin linguistik. Sedangkan pengkajian bahasa secara eksternal akan
menghasilkan rumusan-rumusan atau kaidah-kaidah yang berkenaan dengan
kegunaan dan penggunaan bahasa tersebut dalam segala kegiatan di masyarakat.
Pengkajian secara eksternal ini tidak hanya menggunakan teori dan prosedur
linguistik saja, tetapi juga menggunakan teori dan prosedur disiplin lain yang
berkaitan dengan penggunaan bahasa, misalnya disiplin sosiologi, psikologi, dan
antropologi.
Sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang bersifat interdisipliner
dengan sosiologi, dengan objek penelitian hubungan antara bahasa dengan faktor-
faktor sosial di dalam suatu masyarakat tutur (Abdul Chaer dan Leoni Agustina,
2010: 4). Bahasa dalam ranah sosiolinguistik tidak dipandang sebagai suatu gejala
individu melainkan merupakan suatu gejala sosial. Sebagai gejala sosial, bahasa
dan pemakaiannya tidak bisa ditentukan oleh faktor linguistik saja tetapi juga oleh
faktor non-linguistik. Menurut Suwito (1983: 3) faktor-faktor non-linguistik
terdiri dari faktor sosial dan dan faktor situasional. Faktor sosial tersebut antara
lain status sosial, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, umur, jenis kelamin, dan
sebagainya. Adapun faktor situasional tersebut adalah siapa yang berbicara,
kepada siapa, kapan, di mana, dan mengenai masalah apa.
Masyarakat Indonesia menggunakan lebih dari satu bahasa, yaitu bahasa
ibu mereka dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dengan demikian,
masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang bilingual atau dwibahasawan.
Kedwibahasaan sebagai wujud dalam peristiwa kontak bahasa merupakan istilah
yang pengertiannya bersifat nisbi/relatif (Suwito dalam Aslinda, 2010: 24).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Menurut Mackey (dalam Aslinda, 2010: 24) dalam membicarakan kedwibahasaan
tercakup beberapa pengertian salah satunya adalah percampuran/campur kode.
Campur kode terjadi bilamana seseorang mencampurkan dua/lebih bahasa atau
ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi
berbahasa yang menuntut percampuran bahasa (Nababan dalam Aslinda, 2010:
24).
Kedwibahasaan dalam bahasa Jawa sering kita temukan dalam bahasa
yang digunakan kaum remaja atau pemuda. Kaum remaja atau pemuda merupakan
kaum yang paling kreatif dan kebanyakan mudah jenuh dengan kemapanan. Pada
penelitian ini akan membicarakan lebih lanjut mengenai penggunaan campur kode
dalam tuturan bahasa Jawa di kalangan pemuda Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar. Berikut contoh penggunaan campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa di kalangan pemuda Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar.
(Data 1)
O1: Ayo ndang dicoba meneh!
‘Mari segera dicoba lagi!’
O2: Kosik, ora kuwat aku. Istirahat sik!
‘Nanti dulu, tidak kuat saya. Istirahat dulu!’
.............................................................................
Pada contoh di atas terdapat campur kode berupa kata yang berasal dari
bahasa Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa yaitu kata ‘istirahat’ yang diucapkan
mitra tutur kepada penutur. Tuturan pada data di atas menggunakan bahasa Jawa
yang merupakan bahasa ibu penutur dan mitra tutur. Fungsi penggunaan campur
kode pada tuturan di atas adalah lebih mudah diucapkan dan sebagai wujud
kebiasaan serta kesantaian peserta tutur dalam berkomunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Alasan penulis meneliti campur kode dalam tuturan bahasa Jawa di
kalangan pemuda adalah karena pemuda selalu menginginkan adanya penyegaran
suasana dan kebanyakan menginginkan suasana yang intim dan akrab dalam
berbicara dengan sesamanya. Kalangan pemuda akan lebih kreatif membentuk
serta mancampur-campurkan bahasa atau bermain kata-kata. Pemuda di
Kecamatan Karanganyar sebagian besar pernah tinggal di luar kota sehingga
mempengaruhi penggunaan bahasa yang digunakan. Selain itu kalangan pemuda
di Kecamatan Karanganyar juga mendapat pengaruh dari perkembangan zaman
dan pergaulan mereka sehingga bahasa Jawa yang digunakan oleh para pemuda di
Kecamatan Karanganyar tidak lagi bahasa Jawa yang baku namun menggunakan
bahasa Jawa dengan sesuka hati mereka sehingga banyak terjadi perubahan dalam
bahasa yang mereka gunakan. Saat berkomunikasi mereka menggunakan kode
bahasa. Menggunakan satu kode dalam berkomunikasi terkadang sulit dilakukan
sehingga bahasa Jawa yang digunakan pemuda di Kecamatan Karanganyar
memiliki banyak tuturan yang menggunakan campur kode. Penggunaan campur
kode tersebut dalam tuturan memiliki latar belakang yang berbeda-beda antara
pemuda yang satu dengan pemuda yang lainnya. Hal ini sangatlah unik dan
menarik dijadikan bahan penelitian bagi penulis untuk mengetahui bentuk campur
kode apa sajakah yang digunakan oleh kalangan pemuda tersebut.
Pemilihan lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar karena terdapat pemuda dari berbagai kalangan di Kecamatan
Karanganyar, dan memiliki latar belakang sosial yang berbeda-beda. Pemuda di
Kecamatan Karanganyar sering menggunakan campur kode. Selain itu terdapat
banyak organisasi atau perkumpulan remaja dan pemuda di Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Karanganyar sehingga remaja dan pemuda lebih mudah untuk ditemukan.
Kecamatan Karanganyar merupakan tempat yang strategis serta menjadi pusat
kota Kabupaten Karanganyar yang merupakan wilayah atau tempat pariwisata.
Adapun penelitian berupa skripsi yang pernah dilakukan berkaitan dengan
penggunaan bahasa antara lain adalah sebagai berikut.
1. Alih Kode dan Campur Kode dalam Cerbung Dolanan Geni Karya
Suwardi Endraswara (2010), oleh Etik Yuliati yang mengkaji bentuk alih kode
dan campur kode serta fungsi alih kode dan campur kode dalam Cerbung Dolanan
Geni Karya Suwardi Endraswara. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan yaitu
bentuk alih kode yang ditemukan dalam cerbung Dolanan Geni karya Suwardi
Endaswara adalah alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, alih kode dari
bahasa Jawa ragam ngoko ke bahasa Jawa ragam karma, alih kode dari bahasa
Indonesia ke bahasa Jawa, dan alih kode dari bahasa Jawa ragam karma ke bahasa
Jawa ragam ngoko. Bentuk campur kode yang ditemukan adalah campur kode
berwujud kata, campur kode berwujud frasa, campur kode berwujud baster,
campur kode berwujud perulangan kata/reduplikasi, campur kode berwujud
ungkapan/idiom, dan campur kode berwujud klausa. Fungsi alih kode yang
terdapat dalam cerbung Dolanan Geni adalah membangkitkan rasa humor,
menghormati mitra tutur, pada saat berganti suasana atau dalam suasana berbeda
dari awal tuturan berlangsung, untuk bergengsi, dan untuk menyeimbangkan
bahasa dengan mitra tutur. Fungsi campur kode dalam cerbung Dolanan Geni
adalah untuk menghormati mitra tutur atau objek yang dibicarakan, memudahkan
jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur jika kesulitan mencari
padanan dalam bahasa Jawa, menunjukkan keakraban antara penutur dan mitra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
tutur, untuk bercanda, meluapkan perasaan gembira, menunjukkan rasa syukur,
mempermudah menyampaikan maksud penutur kepada mitra tutur, menunjukkan
bahwa penutur adalah kalangan intelek, memperhalus tuturan, menunjukkan
kemesraan, faktor kebiasaan, dan faktor spontanitas.
2. Alih Kode dan Campur Kode Bahasa Jawa dalam Rapat Ibu-Ibu
PKK di Kepatihan Kulon Surakarta (2011), oleh Mundianita Rosita Vinansis
yang mengkaji bentuk alih kode dan campur kode bahasa Jawa yang terjadi dalam
Rapat Ibu-Ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta, fungsi penggunaan alih kode
dan campur kode serta faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dan
campur kode. Adapun bentuk alih kode yang ditemukan dalam penelitian ini
adalah alih kode dari bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Indonesia, alih
kode dari bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Indonesia, alih kode dari
bahasa Jawa ragam krama ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko, dan alih kode dari
bahasa Jawa ragam ngoko ke dalam bahasa Jawa ragam krama. Campur kode
yang ditemukan dibagi menjadi 4 bentuk yaitu campur kode berwujud penyisipan
kata dasar, campur kode berwujud penyisipan kata jadian, campur kode berwujud
penyisipan perulangan kata, dan campur kode berwujud penyisipan frasa. Fungsi
alih kode yang ditemukan adalah lebih persuasif mengajak mitra tutur, lebih
argumentatif meyakinkan mitra tutur, lebih komunikatif untuk meminta tolong,
lebih komunikatif untuk menjelaskan, lebih prestis, dan membangkitkan rasa
simpatik. Fungsi campur kode yang ditemukan adalah lebih argumentatif dalam
meyakinkan mitra tutur, lebih persuasif membujuk atau menyuruh mitra tutur,
lebih komunikatif menyampaikan informasi, lebih singkat dan mudah dipahami.
Sedangkan faktor yang melatarbelakangi alih kode dan campur kode bahasa Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
dalam rapat Ibu-Ibu PKK di Kepatihan Kulon Surakarta adalah: (1) Setting and
Scene, (2) Participants, (3) Ends, (4) Act sequences, (5) Key, (6)
Instrumentalities, (7) Norms of interaction and interpretation, (8) Genre.
3. Penggunaan Bahasa Jawa Etnis Cina di Pasar Gede Surakarta
dalam Ranah Jual Beli (2009), oleh Ayu Margawati P. Berdasarkan hasil
analisis data penggunaan bahasa Jawa etnis Cina di Pasar Gede Surakarta dalam
ranah jual beli dapat ditemukan bentuk alih kode, campur kode, dan interferensi.
Alih kode yang ditemukan berupa alih kode bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Jawa dan alih kode bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang
ditemukan berupa campur kode kata, campur kode reduplikasi, dan campur kode
frasa. Terdapat interferensi leksikal bahasa Cina dan interferensi morfologi dalam
penggunaan bahasa Jawa etnis Cina di Pasar Gede Surakarta. Fungsi alih kode
yaitu untuk menyesuaikan atau mensejajarkan bahasa penutur dengan lawan tutur.
Fungsi campur kode yaitu untuk mempertegas maksud, karena pengaruh topik
pembicaraan, dan untuk kemudahan komunikasi penutur dan mitra tutur.
Sedangkan fungsi interferensi yaitu untuk menunjukkan status sosial atau identitas
diri, mencari padanan kata, dan kata-kata yang digunakan lebih dikenal
dikalangan etnis Cina. Penggunaan bahasa Jawa etnis Cina dipengaruhi oleh
situasi pasar yang nonformal dan etnis Cina tidak hanya berkomunikasi dengan
etnis Cina saja tetapi juga dengan etnis Jawa.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, menunjukkan bahwa penelitian
tentang campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Karanganyar belum pernah dilakukan. Adapun penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
ini diberi judul “Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa Kalangan
Pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar?
2. Bagaimanakah fungsi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar?
3. Apakah faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
2. Menjelaskan fungsi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan
pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
3. Menjelaskan faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat yaitu manfaat teoretis dan praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah hasil penelitian
dengan penerapan teori linguistik terutama tentang fenomena
kebahasaan khususnya campur kode dalam tuturan bahasa Jawa.
2. Manfaat praktis
a. Dapat memberikan sumbangan materi pelajaran bahasa Jawa bagi
guru atau pengajar bahasa Jawa terutama mengenai sosiolinguistik
bahasa Jawa.
b. Dapat digunakan sebagai dokumen dan dipakai sebagai acuan bagi
penelitian selanjutnya.
c. Dapat memberikan informasi tentang campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini meliputi lima bab yaitu sebagai
berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II Kajian Pustaka dan Kerangka Pikir, meliputi teori sosiolinguistik,
masyarakat bahasa, bilingualisme, diglosia, kode, campur kode, komponen tutur,
pengertian pemuda, Kecamatan Karanganyar, serta kerangka pikir.
Bab III Metode penelitian, meliputi jenis penelitian, lokasi penelitian, data
dan sumber data, alat penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data,
metode analisis data, dan metode penyajian data.
Bab IV Hasil analisis dan pembahasan, meliputi deskripsi bentuk campur
kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar, fungsi terjadinya campur kode dalam tuturan bahasa
Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, serta
faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
Bab V Penutup, berisi simpulan dan saran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Sosiolinguistik
Istilah sosiolinguistik terdiri dari dua unsur yaitu sosio dan linguistik.
Linguistik yaitu ilmu yang mempelajari atau membicarakan tentang bahasa,
khususnya unsur-unsur bahasa (morfem, fonem, kata, kalimat) dan hubungan
antara unsur-unsur itu (struktur), termasuk hakekat dan pembentukan unsur-unsur
itu. Unsur sosio sama halnya dengan sosial yaitu yang berhubungan dengan
masyarakat, kelompok-kelompok masyarakat, dan fungsi-fungsi kemasyarakatan.
Sosiolinguistik adalah studi atau pembahasan dari bahasa sehubungan dengan
penutur bahasa itu sebagai anggota masyarakat. (Nababan, 1993: 2). Menurut
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, sosiolonguistik adalah cabang ilmu linguistik
yang bersifat interdisiplener dengan ilmu sosiologi, dengan objek penelitian
hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial di dalam suatu masyarakat
tutur (2010: 4). Berdasarkan pengertian ini, yang menjadi kajian sosiolinguistik
lebih di titik-beratkan pada hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor sosial
dalam suatu masyarakat.
Sosiolinguistik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan
kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakai bahasa di dalam
masyarakat, karena dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai
individu, akan tetapi sebagai masyarakat sosial. Oleh karena itu, segala sesuatu
yang dilakukan oleh manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh situasi
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
dan kondisi sekitarnya. Bahasa dan pemakainya tidak diamati secara individual,
tetapi dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang
secara sosial.
Menurut pandangan sosiolinguistik, bahasa mengandung berbagai macam
variasi sosial. Berbagai jenis variasi bahasa yang berlatar belakang konteks sosial
dan hubungan struktur kemasyarakatan dengan wujud bahasa dapat dijelaskan
oleh sosiolinguistik. Menurut konsepsi sosiolinguistik struktur masyarakat yang
selalu bersifat heterogen (tidak pernah homogen) mempengaruhi struktur bahasa.
Adapun struktur masyarakat di sini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti siapa
yang berbicara (who speaks), dengan siapa (with whom), di mana (where), kapan
(when), dan untuk apa (to what end). Tujuh dimensi masalah sosiolinguistik
menurut Dittmar (dalam Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2010: 128) adalah:
(1) identitas sosial penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam
komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis
sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang
berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi
dan ragam linguistik, (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik.
Kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan sangat banyak, sebab bahasa
sebagai alat komunikasi verbal manusia, tentunya mempunyai aturan-aturan
tertentu. Dalam penggunaannya sosiolinguistik memberikan pengetahuan
bagaimana cara menggunakan bahasa. Sosiolinguistik menjelaskan bagaimana
menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial tertentu. Pengetahuan
sosiolinguistik dapat kita manfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi.
Sosiolinguistik akan memberikan pedoman kepada kita dalam berkomunikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya bahasa apa yang harus kita
gunakan jika kita berbicara dengan orang tertentu. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sosiolinguistik merupakan perpaduan dua ilmu antar disiplin
yang mempelajari penggunaan bahasa dalam masyarakat tuturnya. Sosiolinguistik
dapat memberikan pengetahuan tentang bahasa yang mengandung berbagai
variasi bahasa yang digunakan masyarakat tutur serta faktor yang
melatarbelakangi penggunaan variasi bahasa tersebut.
B. Masyarakat Bahasa
Masyarakat bahasa adalah masyarakat yang anggota-anggotanya bersama-
sama menganut aturan-aturan fungsional yang sama (Fishman dalam Suwito,
1983: 20). Sedang menurut Bloomfield (dalam Aslinda, 2010: 8) masyarakat
bahasa adalah sekumpulan manusia yang menggunakan system isyarat bahasa
yang sama. Corder (dalam Alwasilah 1985: 41) mengatakan bahwa masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang satu sama lain bisa saling mengerti
sewaktu mereka berbicara. Apabila dilihat dari ketiga konsep ahli tersebut dapat
dikatakan, bahwa masyarakat bahasa itu dapat terjadi dalam sekelompok orang
yang menggunakan bahasa yang sama dan sekelompok orang yang menggunakan
bahasa yang berbeda dengan syarat di antara mereka terjadi saling pengertian.
Masyarakat tutur adalah suatu kelompok orang atau suatu masyarakat
yang mempunyai verbal repertoire yang relative sama serta mereka mempunyai
penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di
dalam masyarakat itu (Chaer, 2010: 36). Jadi masyarakat tutur bukanlah hanya
sekelompok orang yang menggunakan bahasa yang sama, melainkan kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
orang yang mempunyai norma yang sama dalam menggunakan bentuk-bentuk
bahasa. Masyarakat tutur yang besar dan beragam memperoleh verbal
repertoirnya dari pengalaman atau dari adanya interaksi verbal langsung di dalam
kegiatan tertentu.
C. Bilingualisme
Bilingualisme disebut juga dengan kedwibahasaan. Bilingualisme yaitu
penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik secara
umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang
penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Suwito, 1983:
39). Bloomfield (dalam Suwito, 1983: 40) mengatakan bahwa bilingualisme
adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa yang sama
baiknya. Dengan demikan, bilingualisme atau kedwibahasaan adalah kemampuan
atau kebiasaan yang dimiliki oleh penutur dalam menggunakan dua bahasa.
Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan tentang masalah
kebahasaan pun turut berkembang, pengertian kedwibahasaan atau bilingualisme
sebagai salah satu gejala kebahasaan turut pula berkembang. Kedwibahasaan
sebagai wujud dalam peristiwa kontak bahasa merupakan istilah yang
pengertiannya bersifat nisbi/relatif (Suwito, 1983: 40). Hal ini disebabkan
pengertian kedwibahasaan berubah-ubah dari masa ke masa. Perubahan tersebut
dikarenakan sudut pandang atau dasar pengertian bahasa itu sendiri yang berbeda-
beda.
Banyak aspek yang berhubungan dengan kajian kedwibahasaan, antara
lain aspek sosial, individu, dan psikologi. Untuk dapat menggunakan dua bahasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
tentunya seorang penutur harus mengusai kedua bahasa yang digunakan. Pertama,
bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya, dan yang kedua adalah bahasa lain
yang menjadi bahasa keduanya. Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu
disebut orang yang bilingual atau dwibahasawan. Sedangkan kemampuan untuk
menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas atau kedwibahasaan.
Multilingualisme yakni keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh
seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.
Tingkat pengusaan bahasa dwibahasawan yang satu berbeda dengan
dwibahasawan yang lain, bergantung pada setiap individu yang
mempergunakannya dan dwibahasawan dapat dikatakan mampu berperan dalam
perubahan bahasa. Di sisi lain, kedwibahasaan mengandung dua konsep, yaitu
kemampuan mempergunakan dua bahasa atau bilingualitas dan kebiasaan
memakai dua bahasa atau bilingualisme. Dalam bilingualitas, dibicarakan tingkat
pengusaan bahasa dan jenis keterampilan yang dikuasai, sedangkan dalam
bilingualisme dibicarakan pola-pola penggunaan kedua bahasa yang
bersangkutan, seringnya dipergunakan setiap bahasa, dan dalam lingkungan
bahasa yang bagaimana bahasa-bahasa itu dipergunakan.
Perubahan bahasa sebagai hasil dari kontak bahasa. Di samping kontak
bahasa, akan terjadi ambil-mengambil ataupun saling memindahkan pemakaian
unsur-unsur bahasa. Seorang dwibahasawan telah mempergunakan identitas
bahasanya pada bahasa kedua atau sebaliknya. Seorang dwibahasawan
mempergunakan unsur-unsur bahasa kedua dalam penggunaan bahasanya sendiri.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara kontak bahasa dan dwibahasawan
sangat erat hubungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
D. Diglosia
Ferguson (dalam Suwito, 1983: 45) menggunakan istilah diglosia untuk
menyatakan keadaan suatu masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu
bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan
tertentu. Diglosia adalah suatu situasi kebahasaan yang relative stabil, dimana
selain terdapat sejumlah dialek-dialek atau ragam-ragam utama, terdapat juga
sebuah ragam lain. Dengan demikian dapat disimpulkan, diglosia merupakan
pemakaian bahasa secara berganti-ganti dari bahasa pertama ke bahasa kedua atau
sebaliknya.
Pengertian diglosia boleh dikatakan sama dengan kedwibahasaan, tetapi
istilah diglosia lebih cenderung dipakai untuk menunjukkan keadaan masyarakat
tutur, di mana terjadinya alokasi fungsi dari dua bahasa atau ragam. Disisi lain,
istilah kedwibahasaan lebih ditekankan pada keadaan pemakaian bahasa itu.
Fishman (dalam Sumarsono dan Partana, 2002: 195) mengatakan, perbedaan
antara kedwibahasaan dan diglosia, yaitu kedwibahasaan mengacu pada
penguasaan atas ragam bahasa pertama dan ragam bahasa kedua yang ada dalam
masyarakat, sedangkan diglosia mengacu pada persebaran (distribusi) fungsi
ragam bahasa pertama dan ragam bahasa kedua dalam ranah-ranah tertentu.
E. Kode
Kode menurut Suwito (1983: 67) adalah untuk menyebutkan salah satu
varian didalam hierarki kebahasaan, misalnya varian regional, kelas sosial, raga,
gaya, kegunaan dan sebagianya. Pada suatu aktivitas bicara yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari seseorang melakukan pembicaraan sebenarnya mengirim-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kan kode-kode pada lawan bicaranya. Pengkodean itu melalui proses yang terjadi
kepada pembicara maupun mitra bicara. Kode-kode yang dihasilkan oleh tuturan
tersebut harus dimengerti oleh kedua belah pihak. Kode adalah suatu system tutur
yang penerapannya serta unsur kebahasaannya mempunyai ciri khas sesuai
dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan tuturnya situasi tutur
yang ada (Poedjosoedarmo dalam Kunjana Rahardi, 2001: 20). Dapat disimpulkan
bahwa kode merupakan bentuk varian kebahasaan dalam tuturan yang memiliki
ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur.
Kode tutur bukanlah merupakan suatu unsur kebahasaan seperti fonem,
morfologi, kata, frasa, atau kalimat melainkan variasi bahasa yang secara nyata
digunakan dalam komunikasi masyarakat pendukungnya. Di dalam proses
pengkodean jika mitra bicara atau pendengar memahami apa yang dikodekan oleh
lawan bicara, maka ia pasti akan mengambil keputusan dan bertindak sesuai
dengan apa yang disarankan oleh penutur. Tindakan itu misalnya dapat berupa
pemutusan pembicaraan atau pengulangan pernyataan.
F. Campur Kode
Campur kode ialah fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih
kode. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang
digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu
bahasa yang tertentu. Yang dimaksud serpihan di sini dapat berbentuk kata, frasa
atau unit bahasa yang lebih besar. Campur kode merupakan penggunaan satuan
bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam
bahasa. Pemilihan atau penggunaan bahasa dan ragam bahasa hanya ditentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
oleh kebiasaan atau enaknya perasaan atau mudahnya pengungkapan seorang
pengguna bahasa.
Kundharu (dalam Etik Yuliati, 2010: 16) berpendapat bahwa campur kode
terjadi akibat pemakaian satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain. Untuk itu
campur kode mempunyai ciri-ciri, yaitu (1) adanya aspek saling ketergantungan
yang ditandai dengan adanya timbal balik antara peran dan fungsi bahasa. Peran
adalah siapa yang menggunakan bahasa itu dan fungsi merupakan tujuan apa yang
hendak dicapai oleh penutur, (2) unsur-unsur bahasa atau variasi-variasi yang
menyisip dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi sendiri, melainkan
menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan mendukung satu
fungsi, (3) wujud dari komponen tutur kode tidak pernah berwujud kalimat,
melainkan hanya berwujud kata, frasa, idiom, bentuk baster, perulangan kata,
klausa, (4) pemakaian bentuk campur kode tertentu kadang-kadang bermaksud
untuk menunjukkan status sosial dan identitas penuturnya di dalam masyarakat
dan (5) campur kode dalam kondisi yang maksimal merupakan konvergensi
kebahasaan yang unsur-unsurnya bersasal dari beberapa bahasa yang masing-
masing telah menanggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang
disisipinya.
Menurut Suwito (1983: 76) jika di dalam suatu tuturan terjadi peralihan
dari klausa bahasa yang satu ke klausa bahasa yang lain dan masing-masing
klausa masih mendukung fungsi tersendiri, maka terjadilah peristiwa alih kode.
Tetapi apabila suatu tuturan baik klausa maupun frasa-frasanya terdiri dari klausa
dan frasa baster, dan masing-masing klausa maupun frasanya tidak lagi
mendukung fungsinya tersendiri, maka akan terjadi peristiwa campur kode.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Seperti halnya alih kode, campur kode juga memiliki dua sifat yaitu positif dan
negative. Bersifat positif apabila tidak mengganggu komunikasi dan mengarah ke
integrasi. Bersifat negatif apabila mengganggu komunikasi dan mengarah ke
interferensi.
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur
bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristik penutur,
seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri
menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena
keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya,
sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya
mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan
(linguistic convergence). Campur kode terjadi apabila seorang penutur bahasa,
misalnya bahasa Indonesia memasukkan unsur-unsur bahasa daerahnya ke dalam
pembicaraan bahasa Indonesia, begitu juga sebaliknya.
Campur kode memiliki ciri-ciri yaitu:
1. tidak ditentukan oleh pilihan kode, tetapi berlangsung tanpa hal yang menjadi
tuntutan seseorang untuk mencampurkan unsur suatu varian bahasa ke dalam
bahasa lain
2. campur kode berlaku pada bahasa yang berbeda
3. terjadi pada situasi yang informal, dalam situasi formal terjadi hanya kalau
tidak tersedia kata atau ungkapan dalam bahasa yang sedang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Ciri yang menonjol dalam campur kode ini ialah kesantaian atau situasi
informal. Dalam situasi berbahasa formal, jarang terjadi campur kode, kalau
terdapat campur kode dalam keadaan itu karena tidak ada kata atau ungkapan
yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai sehingga perlu
memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing (Nababan,
1991: 32)
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing): Campur kode yang bersumber dari
bahasa asli dengan segala variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): Campur kode yang berasal dari
bahasa asing.
Latar belakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1. sikap (attitudinal type) latar belakang sikap penutur
2. kebahasaan(linguistik type) latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada
alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk
menjelaskan atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal
balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Menurut Suwito
(1983: 78) selain tipe-tipe campur kode juga memiliki wujud yang ditentukan
oleh wujud bahasa tercampur yaitu seberapa besar unsur bahasa tercampur
menyusup kedalam bahasa utama. Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang
terlibat didalamnya, campur kode dapat dibedakan menjadi beberapa macam
antara lain ialah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1. penyisipan kata,
2. penyisipan frasa,
3. penyisipan klausa,
4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
Proses terjadinya campur kode melalui beberapa tahapan, yaitu:
1. Memasukkan materi tertentu (kata-kata maupun frasa-frasa) dari suatu bahasa
ke struktur bahasa lain.
2. Struktur yang bergantian antara bahasa-bahasa.
3. Penyerapan kata dari kosakata bahasa yang berbeda menjadi satu struktur tata
bahasa yang sama.
Faktor penyebab terjadinya campur kode yaitu (1) kesantaian penutur, (2)
situasi formal, (3) kebiasaan, (4) tidak ada ungkapan yang tepat dalam
bahasa yang sedang dipakai.
G. Komponen Tutur
Dalam setiap komunikasi interaksi linguistik, manusia saling
menyampaikan informasi, baik berupa gagasan, maksud, pikiran, perasaan,
maupun emosi secara langsung. Hubungannya dengan peristiwa tutur adalah
berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih
yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan mitra tutur dengan satu pokok
tuturan dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 1995: 61).
Jadi, terjadinya interaksi linguistik untuk saling menyampaikan informasi antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dua belah pihak tentang satu topik atau pokok pikiran, waktu, tempat, dalam
situasi itulah yang disebut peristiwa tutur.
Menurut seorang sosiolinguis terkenal Hymes (dalam Aslinda, 2010: 38),
bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen tutur yang
diakronimkan menjadi SPEAKING. Kedelapan komponen tersebut adalah Setting
and Scene, Participant, Ends, Act sequences, Key, Instrumentalities, Norms of
Interaction and Interpretation, dan Genres.
1. Setting and Scene
Setting berhubungan dengan waktu dan tempat pertuturan berlangsung,
sementara scene mengacu pada situasi, tempat, dan waktu terjadinya pertuturan.
Waktu, tempat, dan situasi yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi
bahasa yang berbeda. Percakapan yang dilakukan di pasar dengan situasi yang
ramai, tentu akan berbeda dengan percakapan yang dilakukan di masjid atau
tempat peribadatan lain pada waktu banyak orang yang sedang berdoa dalam
situasi yang sunyi.
2. Participants
Participants adalah peserta tutur, atau pihak-pihak yang terlibat dalam
pertuturan, yakni adanya penutur dan mitra tutur. Status sosial partisipan
menentukan ragam bahasa yang digunakan, misalnya seorang kepala desa saat
memimpin rapat akan berbeda ragam bahasa yang digunakan ketika berbicara
dengan anak-anaknya dirumah.
3. Ends
Ends mengacu pada maksud dan tujuan pertuturan, yaitu harapan dari
penutur terhadap mitra tuturnya. Dalam ruang kelas misalnya, guru berusaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
menjelaskan materi pembelajaran, sementara pendengar (murid-murid) sebagai
mitra tutur berusaha mempertanyakan materi yang belum dimengerti yang
disampaikan penutur.
4. Act Sequences
Act sequences berkenaan dengan bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk
berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, sementara isi berkaitan dengan topik
pembicaraan. Misalnya bentuk kata yang digunakan dalam bidang politik akan
berbeda dengan bentuk kata yang digunakan dalam bidang perekonomian.
5. Key
Key berhubungan dengan nada suara (tone), penjiwaan (spirit), sikap atau
cara (manner) saat sebuah tuturan diujarkan, misalnya dengan gembira, lemah
lembut, santai, humor, marah, dan serius.
6. Instrumentalities
Instrumentalities berkenaan dengan saluran (chanel) meliputi pilihan alat
yang digunakan dalam bertutur dan bentuk bahasa (the form of speech) yang
digunakan dalam pertuturan. Saluran dapat berupa oral, tulisan, isyarat, baik
berhadap-hadapan maupun melalui telepon untuk saluran oral, tulisan bisa juga
dalam telegraf.
7. Norms of Interaction and Interpretation
Norms of interaction and interpretation adalah norma-norma atau aturan
yang harus dipahami dalam beriteraksi. Norma interaksi meliputi norma
interpretasi dan norma interaksi antara penutur dan mitra tutur yang dipengaruhi
oleh unsur budaya dalam masyarakat. Norma interaksi dicerminkan oleh tingkat
oral atau hubungan sosial dalam sebuah masyarakat bahasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
8. Genre
Genre yaitu jenis tuturan yang digunakan. Genre mengacu pada bentuk
penyampaian, seperti puisi, pepatah, doa, dan sebagainya (Chaer dan Agustin).
Namun, Arini (dalam Aslinda, 2010: 33) menafsirkan bahwa genre berkaitan
dengan tipe-tipe tuturan yang berhubungan untuk berkomunikasi. Berdasarkan
hasil penelitian Arini dalam penelitian basa-basinya, bahwa aplikasi dari genre
adalah aktivitas basa-basi paling tidak dimediai oleh tiga genre, yaitu percakapan
di dalam gedung (indoor conversation), percakapan di luar gedung (outdoor
conversation), dan percakapan melalui media. Percakapan di dalam gedung
terdapat pada berbagai situasi, misalnya bertamu di rumah, ceramah dan
percakapan di luar gedung, misalnya berpapasan di halaman kampus, kampanye
di lapangan, dan lain-lain, sementara percakapan melalui media, misalnya kontak
pendengar di radio dan kontak pemirsa di televisi.
H. Pengertian Pemuda
Secara hukum pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki
periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16-30 tahun (Sri
Sedyoko). Pemuda adalah manusia yang berusia 16-30 tahun yang belum menikah
dan secara biologis yaitu manusia yang sudah mulai menunjukkan tanda-tanda
kedewasaan seperti adanya perubahan fisik. Secara agama pemuda adalah
manusia yang sudah memasuki fase aqil baligh yang ditandai dengan mimpi basah
bagi pria biasanya pada usia 12-16 tahun dan keluarnya darah haid bagi wanita
biasanya saat usia 11-15 tahun. Menurut Elizabeth (1980: 206), awal masa remaja
biasanya disebut sebagai “usia belasan”, kadang-kadang bahkan disebut “usia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
belasan yang tidak menyenangkan”. Meskipun remaja yang lebih tua sebenarnya
masih tergolong “anak belasan tahun”, sampai ia mencapai usia dua puluh satu
tahun, namun istilah belasan tahun yang secara populer dihubungkan dengan pola
perilaku khas remaja muda jarang dikenakan pada remaja yang lebih tua.
Biasanya disebut “pemuda” atau “pemudi”, atau malahan disebut “kawula
mudha”, yang menunjukkan bahwa masyarakat belum melihat adanya perilaku
yang matang selama awal masa remaja. Menurut Angelsaksis (dalam Siti Rahayu,
2001: 262) maka istilah “pemuda” memperoleh arti yang baru yaitu suatu masa
peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa.
Dalam berkomunikasi sehari-hari, terutama dengan sesama sebayanya,
pemuda atau remaja khususnya di Kecamatan Karanganyar seringkali
menggunakan kode bahasa yang bermacam-macam. Mereka juga lebih sering
menggunakan ragam yang tidak baku. Perkembangan bahasa remaja atau pemuda
di Kecamatan Karanganyar mengalami perkembangan seiring dengan
bertambahnya pengalaman yang mereka dapatkan atau mereka miliki. Pemuda
mulai peka dengan kata-kata yang memiliki makna ganda. Mereka mulai bermain
dengan kata-kata untuk mengekspresikan pendapat mereka. Hal yang dominan
terjadi pada pemuda dalam penggunaan bahasa adalah pencarian dan
pembentukan identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri
dengan kelompok masih tetap penting. Lambat laun mereka mulai mendambakan
identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam
segala hal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
I. Kecamatan Karanganyar
Secara geografis Kecamatan Karangangayar adalah sebuah kecamatan di
Kabupaten Karanganyar yang terletak di sebelah timur Kota Surakarta. Adapun
batas-batas Kecamatan Karanganyar sebagai berikut.
Sebelah Utara : Kecamatan Tasikmadu dan Kecamatan Mojogedang
Sebelah Timur : Kecamatan Karangpandan dan Kecamatan Matesih
Sebelah Selatan : Kecamatan Jumantono dan Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Barat : Kecamatan Jaten
Kecamatan Karanganyar memiliki duabelas Desa/Kelurahan, yaitu Bejen,
Bolong, Cangakan, Delingan, Gayamdompo, Gedong, Jantiharjo, Jungke,
Karanganyar, Lalung, Popongan, dan Tegalgede. Secara monografi, luas
Kecamatan Karanganyar menurut data monografis tahun 2011 adalah 43,03 km².
Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 85.575 dengan kepadatan 1.551 per
km². Data kependudukan Kecamatan Karanganyar menurut data monografis tahun
2011 adalah sebagai berikut.
1. Jumlah Kepala Keluarga : 29.287
2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
2.1 Jumlah Laki-laki : 42.599 orang
2.2 Jumlah Perempuan : 42.976 orang
3. Penduduk Menurut Agama
3.1 Islam : 70.415 orang
3.2 Khatolik : 2.730 orang
3.3 Protestan : 3.140 orang
3.4 Hindu : 90 orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
3.5 Budha : 8 orang
4. Penduduk Menurut Usia
0 – 6 tahun : 10.826 orang
7 – 12 tahun : 6.878 orang
13 – 18 tahun : 10.544 orang
19 – 24 tahun : 10.689 orang
25 – 55 tahun : 34.313 orang
56 – 79 tahun : 10.205 orang
80 tahun ke atas : 2.120 orang
Kecamatan Karanganyar merupakan tempat dilakukannya
penandatanganan Perjanjian Giyanti, perjanjian yang memisahkan wilayah
Kesultanan Mataram menjadi dua dan memformalkan ordinasi VOC atas kedua
wilayah itu. Kecamatan Karanganyar memiliki beberapa tempat pariwisata
diantaranya hutan wisata Gunung Bromo, Waduk Delingan, dan Situs Purbakala
Giyanti.
Kecamatan Karanganyar sebagai pusat kota Karanganyar memiliki daerah
yang strategis sehingga menjadi pusat pemerintahan. Sebagai pusat kota
Karanganyar, Kecamatan Karanganyar tidak pernah sepi karena memiliki banyak
tempat atau pusat keramaian seperti taman, alun-alun, pasar, terminal, dan pusat
perbelanjaan. Pemuda di Kecamatan Karanganyar sering berkumpul untuk
sekedar menghabiskan waktu luang dan bersantai. Tempat-tempat yang sering
digunakan untuk berkumpul antara lain perempatan jalan desa, lapangan, terminal,
taman, alun-alun, hik (warung makan), dan studio musik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
J. Kerangka Pikir
Struktur dalam penelitian ini dapat disusun dengan kerangka pikir yang
menjelaskan mengenai masalah dan hasil analisis campur kode dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar. Masalah pertama yang muncul adalah adanya kegiatan interaksi dan
komunikasi antarpemuda. Pada saat berkomunikasi kalangan pemuda
menggunakan kode bahasa. Mereka memiliki kemampuan memakai dan
menguasai kode bahasa lebih dari satu, yaitu bahasa Jawa, bahasa Indonesia, dan
bahasa Inggris. Dengan dilakukannya pilihan kode tersebut maka terjadi peristiwa
campur kode. Dapat diketahui bentuk campur kode menurut unsur-unsur
kebahasaan yaitu kata dasar, kata jadian, perulangan kata, frasa, ungkapan, dan
baster. Setelah diketahui bentuk maka akan terdapat fungsi campur kode yaitu
lebih mudah diucapkan, lebih nyaman digunakan dan mudah dimengerti, lebih
mudah diingat, lebih komunikatif, lebih singkat, lebih prestise, dan lebih tepat dan
lebih pas digunakan. Campur kode yang digunakan dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar
dilatarbelakangi oleh faktor diluar bahasa yaitu SPEAKING yang terdiri dari
Setting and Scene, Participant, Ends, Act sequences, Key, Instrumentalities,
Norms of Interaction and Interpretation, dan Genre. Skema kerangka pikir
disusun sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Kegiatan Interaksi – Komunikasi
Antarpemuda
Pilihan Kode (Bahasa)
Bentuk Campur Kode
menurut unsur-unsur
kebahasaan:
a. Kata dasar
b. Kata jadian
c. Perulangan kata
d. Frasa
e. Ungkapan
f. Baster
Fungsi Campur Kode:
a. Lebih mudah
diucapkan
b. Lebih nyaman
digunakan dan
mudah
dimengerti
c. Lebih mudah
diingat
d. Lebih
komunikatif
e. Lebih singkat
f. Lebih prestise
g. Lebih tepat/pas
digunakan
Faktor yang
melatarbelakangi
terjadinya Campur
Kode:
a. Setting and Scene
b. Participants
c. Ends
d. Act Sequences
e. Key
f. Instrumentalities
g. Norms of
Interaction and
Interpretation
h. Genre
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Jenis penelitian ini
deskriptif kualitatif. Pemilihan jenis penelitian deskriptif kualitatif supaya dapat
mengungkapkan berbagai fenomena kebahasaan dengan pendeskripsian yang
menggambarkan keadaan, gejala, dan fenomena yang terjadi. Deskriptif dalam arti
penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada
atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya,
sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang biasa
dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti nyatanya (Sudaryanto, 1993: 62).
Kualitatif merupakan penelitian yang metode pengkajian atau metode penelitian
terhadap suatu masalah yang tidak didesain atau dirancang menggunakan
prosedur-prosedur statistik (Edi Subroto, 1992: 5). Jadi penelitian ini
mendeskripsikan fenomena bahasa yang sesuai fakta bahasa di masyarakat
penutur Jawa dengan menggunakan kata-kata bukan angka-angka atau statistik.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar, karena tempat tersebut mempunyai latar belakang sebagai pusat
kota Kabupaten Karanganyar, serta terdapat campur kode dalam tuturan bahasa
Jawa yang digunakan oleh kalangan pemuda. Di Kecamatan Karanganyar terdapat
banyak campur kode dalam tuturan bahasa Jawa yang digunakan oleh para
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
pemuda dengan berbagai latar belakang pendidikan maupun profesi. Kecamatan
Karanganyar dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan sebagai berikut : (1)
Terdapat banyak pemuda dari berbagai kalangan di Kecamatan Karanganyar, (2)
Bahasa Jawa yang digunakan oleh para pemuda di Kecamatan Karanganyar
memiliki banyak variasi kebahasaan karena dipengaruhi juga letak geografisnya,
(3) Kecamatan Karanganyar merupakan pusat kota Kabupaten Karanganyar,
sehingga dimungkinkan terjadi kontak bahasa. Lokasi penelitian ini di wilayah
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Kecamatan tersebut memiliki
dua belas desa yaitu:
1. Bejen 7. Jantiharjo
2. Bolong 8. Jungke
3. Cangakan 9. Karanganyar
4. Delingan 10. Lalung
5. Gayamdompo 11. Popongan
6. Gedong 12. Tegalgede
Dari dua belas Desa di atas, dalam penelitian ini mengambil enam desa
sebagai sampel yaitu Desa Karanganyar, Desa Tegalgede, Desa Lalung, Desa
Cangakan, Desa Bejen, dan Desa Jungke. Pemilihan titik pengamatan tersebut
berdasarkan, 1) Lokasi desa berdekatan dengan pusat kota, 2) Terdapat banyak
tempat sebagai pusat berkumpulnya remaja atau pemuda, 3) Jarak antara desa satu
dengan desa yang lain saling berdekatan dan merupakan perwakilan dari bagian
timur (Desa Tegalgede dan Bejen), selatan (Desa Lalung), barat (Desa Jungke),
utara (Desa Cangakan), dan tengah (Desa Karanganyar) Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
C. Data dan Sumber Data
Data adalah bahan penelitian ; dan bahan yang dimaksud bukan bahan
mentah melainkan bahan jadi (Sudaryanto, 1990: 9). Dalam penelitian ini data
yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data
yang dikumpulkan dari sumber pertama. Data primer dalam penelitian ini berupa
data lisan. Data lisan yaitu tuturan bahasa Jawa yang digunakan oleh kalangan
pemuda di Kecamatan Karanganyar yang memiliki berbagai campur kode dalam
tuturan bahasa Jawa sesuai dengan tujuan penelitian ini. Tuturan yang diambil
adalah tuturan yang alami atau wajar. Maksudnya bahwa data yang diambil adalah
penggunaan bahasa atau peristiwa bahasa yang berlangsung secara wajar di dalam
komunikasi berbahasa sehari-hari secara lisan, berupa tuturan yang mencakup
kata, frasa, atau kalimat. Sedangkan data sekunder merupakan data tertulis berupa
buku, daftar pertanyaan, dan kamus.
Sumber data lisan dalam penelitian ini berasal dari informan yang terpilih,
yaitu berupa tuturan bahasa Jawa yang mengandung campur kode. Kriteria
informan yang terpilih yaitu:
(1) Pemuda penutur asli Bahasa Jawa
Informan yang dipilih adalah pemuda yang menguasai bahasa pertamanya
yaitu bahasa Jawa. Hal ini dimaksudkan agar dalam penelitian ini didapatkan
data bahasa Jawa yang sesuai dengan kebutuhan peneliti.
(2) Sehat jasmani
Informan yang dipilih harus sehat jasmani yang artinya tidak memiliki cacat
fisik, terutama alat ucapnya, agar peneliti dapat memperoleh data yang jelas
karena data peneliti berupa bahasa dan alat ucap merupakan faktor utama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
(3) Usia antara 16-30 tahun dan belum menikah
Informan berumur antara 16 sampai 30 tahun. Adapun pemilihan umur ini
berdasarkan pada batas umur remaja atau pemuda pada umumnya. Informan
yang dipilih adalah informan yang belum menikah karena informan yang
berumur 16 sampai 30 tahun tetapi sudah menikah maka tidak lagi disebut
sebagai remaja atau pemuda yang dibutuhkan peneliti.
(4) Menguasai lebih dari satu bahasa
Informan menguasai lebih dari satu bahasa misalnya bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia sehingga bahasa yang digunakan mengandung campur kode sesuai
dengan kebutuhan peneliti.
(5) Mengetahui Bahasa Jawa dan Budaya Jawa.
Objek penelitian ini adalah bahasa Jawa, maka informan dalam
berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa dan mengetahui budaya Jawa yang
ada di daerahnya, sehingga dipastikan informan menguasai bahasa Jawa.
D. Alat Penelitian
Alat penelitian meliputi alat utama dan alat bantu. Disebut alat utama
karena alat tersebut yang paling dominan dalam penelitian, sedangkan alat bantu
berguma memperlancar jalannya penelitian. Alat utama dalam penelitian ini
adalah peneliti sendiri yang langsung melihat keadaan sosial dan kebahasaan yang
digunakan oleh pemuda di Kecamatan Karanganyar yang dibantu dengan
beberapa informan. Alat bantu penelitian ini adalah alat tulis manual seperti
bolpoint, penghapus, dan buku catatan. Alat bantu elektronik yang digunakan
yaitu tape recorder untuk merekam, kamera, dan komputer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
E. Populasi dan Sampel
Populasi adalah objek penelitian. Populasi pada umumnya ialah
keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1992: 32).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda
di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar yang terdapat pada sumber
data. Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian yang
mewakili atau dianggap mewakili populasi secara keseluruhan (Edi Subroto,
1992: 32). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian tuturan dalam bahasa
Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar yang
mengandung campur kode yang mewakili populasi. Dalam penelitian ini sampel
diambil dari beberapa ranah berlangsungnya komunikasi di enam kelurahan yaitu
Kelurahan Karanganyar, Kelurahan Tegalgede, Kelurahan Lalung, Kelurahan
Cangakan, Kelurahan Bejen, dan Kelurahan Jungke. Teknik pengambilan sampel
penelitian ini menggunakan teknik proposive sampling, pengambilan sampel
secara selektif disesuaikan dengan kebutuhan dalam sifat-sifat populasi yang
sudah diketahui sebelumnya. Data diambil pada waktu yang telah ditentukan yaitu
mulai dari bulan Desember 2011 sampai bulan Maret 2012.
F. Metode Pengumpulan Data
Metode merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis gejala yang
ada (Harimurti Kridalaksana, 1984: 123). Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode simak (pengamatan/observasi). Metode simak adalah
metode pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto,
1993: 133). Teknik dasar yang digunakan yaitu teknik sadap. Penelitian ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
dilakukan dengan penyimakan yang dilanjutkan dengan menyadap pemakaian
bahasa dari informan. Sedangkan teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat
cakap (SBLC), teknik simak libat cakap (SLC), rekam, dan catat.
Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) adalah teknik yang digunakan
untuk memperoleh data dengan hanya berperan sebagai pengamat penggunaan
bahasa informan. Peneliti tidak ikut campur dalam pembicaraan baik sebagai
pembicara maupun lawan bicara, baik secara bergantian maupun tidak. Peneliti
hanya menyimak pembicaraan dari informan yang dipilih.
Teknik Simak Libat Cakap (SLC) adalah teknik yang dipakai untuk
memperoleh data dengan cara peneliti melakukan penyadapan dengan cara
berpartisipasi dalam pembicaraan sambil menyimak pembicaraan informan.
Peneliti terlibat langsung dalam pembicaraan dan ikut menentukan pembentukan
dan pemunculan data.
Teknik rekam dilakukan bersamaan dengan teknik SBLC dan SLC yang
digunkan untuk mengabadikan data. Teknik rekam ini dilakukan dengan cara
merekam data tanpa sepengetahuan penutur, sehingga tidak menggangu kewajaran
dari peristiwa tutur yang terjadi. Dilakukan dengan teknik catat untuk mencatat
hal-hal yang penting untuk mendukung data. Rekaman data yang sudah terkumpul
kemudian ditranskripsikan dalam bentuk tulis dan diklasifikasikan sesuai
masalahnya untuk dianalisis.
G. Metode Analisis Data
Pada analisis ini merupakan tahap sebagai upaya sang peneliti menangani
langsung masalah yang terkandung pada data (Sudaryanto, 1993: 6). Metode yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
digunakan dalam menganalisis data adalah metode distribusional dan metode
padan.
1. Metode distribusional
Metode Distribusional yaitu metode analisis data yang alat penentunya
unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15). Metode
distribusional ini digunakan untuk menganalisis bentuk campur kode dalam
tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar. Teknik dasar
yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL). Teknik ini digunakan
untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur. Teknik ini digunakan
untuk menganalisis bentuk pemakaian bahasa Jawa. Teknik lanjutan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik ganti. Teknik ganti dilakukan
dengan cara menggantikan satuan lingual dengan satuan lingual lain. Teknik ini
memiliki kegunaan kadar kesamaan kelas kata atau kategori unsur yang terganti
dengan mengganti (Sudaryanto, 1993: 41). Penerapan teknik ini dapat dijelaskan
pada tuturan berikut.
(Data 2)
O1 : Piye, wis ana pengumuman urung?
‘Bagaimana, sudah ada pengumuman belum?’
O2 : Pengumuman apa?
‘Pengumuman apa?’
..................................................................................
Tuturan “Piye, wis ana pengumuman urung?”, ‘Bagaimana, sudah ada
pengumuman belum?’, memiliki unsur langsung kalimat yaitu piye ‘gimana’ dan
wis ana pengumuman urung ‘sudah ada pengumuman belum’. Terdapat jeda di
antara kedua unsur langsung tersebut. Sedangkan tuturan “Pengumuman apa?”,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
‘Pengumuman apa?’, memiliki unsur langsung kalimat langsung Pengumuman
‘pengumuman’ dan apa ‘apa’.
Tahapan selanjutnya menentukan unsur langsung dari konstruksi wis ana
pengumuman urung ‘sudah ada pengumuman belum’. Unsur langsung kalimat
tersebut adalah wis ana ‘sudah ada’, pengumuman ‘pengumuman’, dan urung
‘belum’. Tuturan tersebut mengandung campur kode bahasa Indonesia
‘pengumuman’. Hal ini bisa dibuktikan ketika kata pengumuman diganti dengan
kata ‘wara-wara’, maka tidak terjadi peristiwa campur kode dalam tuturan pada
data (2).
2. Metode Padan
Metode padan yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data yang
alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue)
yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 13). Metode padan ini digunakan untuk
menganalisis fungsi dan faktor yang mempengaruhi campur kode, dalam tuturan
bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik Pilah Unsur Penentu
(PUP). Teknik lanjutan yang digunakan ialah teknik hubung banding
mempersamakan (HBS). Teknik ini digunakan untuk membandingkan dan
memperjelas persamaan bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa dengan
fungsi dan faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode. Teknik HBS
menggunakan alat komponen tutur yang disingkat dengan SPEAKING. Penerapan
dari metode tersebut dalam menganalisis data adalah sebagai berikut.
(Data 3)
O1 : Gung, hari ini jatah muter nyandi?”
‘Gung (nama orang), hari ini bagian keliling ke mana?’
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
O2 : Jumapolo Mas, ayo melu wae!
‘Jumapolo Mas, mari ikut saja!’
O1 : Aku mengko emang arep rana karo Jatno.
‘Saya nanti memang mau kesana dengan Jatno.’
O2 : Lha, Jatno nang endi Mas?
‘Jatno di mana Mas?’
O1 : Masih nang kantor, tapi aku wis ngomong tak tunggu nang warung
soto.
‘Masih di kantor, tetapi saya sudah bilang saya tunggu di warung soto.’
O2 : Engko mangkat bareng wae Mas, sekitar jam sepuluh wae.
‘Nanti berangkat bersama saja Mas, sekitar jam sepuluh saja.’
O1 : Emang iki jam pira?
‘Memangnya ini jam berapa?’
O2 : Iki lagi jam sanga Mas.
‘Ini baru jam sembilan Mas.’
Pada peristiwa tutur tersebut terdapat dua partisipan yaitu O1 sebagai
penutur dan O2 sebagai mitra tutur. O1 adalah seorang pemuda yang bernama
Dwi, memiliki usia lebih tua dari mitra tutur (O2), sedangkan O2 adalah teman
dari O1 yang bernama Agung. Mereka bekerja di tempat yang sama atau dalam
satu perusahaan. Tuturan tersebut terjadi di sebuah warung soto di desa Dimoro,
Kecamatan Karanganyar. Keduanya saling berkomunikasi secara bergantian.
Tujuan dari peristiwa itu adalah O1 menanyakan kepada O2 tentang jadwal
keliling O2 pada hari itu kemudian O2 mengajak O1 untuk keliling bersama karena
mereka memiliki tujuan yang sama yaitu berkeliling di daerah Jumapolo, sehingga
terjadi komunikasi antara keduanya.
Bentuk ujaran yang digunakan adalah bahasa Jawa dan penggunaannya
secara lisan bertutur secara bergantian. Hubungan antara tuturan dengan topik
pembicaraan adalah sinkron atau saling berhubungan dan tidak keluar topik.
Tuturan yang disampaikan dengan nada sedang. Hal ini dikarenakan antara
kedua pemuda itu memiliki hubungan yang akrab sebagai teman. Cara
penyampaiannya tidak terburu-buru karena terjadi pada situasi santai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Jalur yang digunakan pada peristiwa tutur tersebut menggunakan jalur
lisan dan saling bertatap muka antara penutur dengan mitra tutur.
Penyampaian pada peristiwa tutur di atas berupa dialog atau percakapan
yang dilakukan partisipan yang saling bergantian antara penutur dengan mitra
tutur.
H. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Hasil dari analisis data disajikan dalam bentuk kaidah-kaidah yang
berkaitan dengan campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar yang saling berinteraksi yang berupa kalimat-kalimat
yang kemudian dilengkapi dengan pemerian yang lebih rinci. Teknik yang
digunakan dalam penyajian data ini menggunakan teknik informal dan formal.
Teknik informal adalah perumusan dengan kata-kata, biasanya walaupun dengan
terminologi yang teknis sifatnya. Sedangkan teknik formal adalah rumusan
dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993: 145). Hasil analisis data
akan berupa tuturan-tuturan kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar saat
berinteraksi yang berupa bahasa Jawa didasarkan pada campur kode, fungsi dan
faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB IV
HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam Bab IV ini membahas mengenai tiga hal, yaitu (1) bentuk campur
kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar, (2) fungsi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar, (3) faktor
yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda
di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
A. Bentuk Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa Kalangan Pemuda
di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar
Pemuda atau remaja di Kecamatan Karanganyar adalah masyarakat
dwibahasawan, karena selain menguasai bahasa Jawa sebagai bahasa daerahnya
juga menguasai bahasa Indonesia. Selain itu mereka juga mengetahui atau
mengerti bahasa lain seperti bahasa Inggris. Dengan kemampuan berbahasa yang
lebih dari satu, dimungkinkan terjadinya campur kode karena situasi dan kondisi
tertentu yang mengakibatkan bahasa mereka bercampur antara bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia bahkan bahasa Inggris
a. Campur Kode Kata
Kebiasaan penggunaan bahasa yang lebih dari satu, menyebabkan
terjadinya campur kode. Kata merupakan satuan bahasa yang memiliki satu
pengertian, atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mempunyai arti sendiri. Adapun contoh campur kode kata dalam tuturan pemuda
sebagai berikut.
1). Campur Kode Kata Bahasa Indonesia
Campur kode kata bahasa Indonesia ditemukan dalam tuturan pemuda di
Kecamatan Karanganyar karena pemuda di Kecamatan Karanganyar memiliki
kebiasaan mencampur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa yang
mereka gunakan. Bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang mereka kuasai
selain bahasa inti yaitu bahasa Jawa. Berikut ini beberapa contoh campur kode
bahasa Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa.
(Data 1)
O1 : Ayo ndang dicoba meneh!
„Mari segera dicoba lagi!‟
O2 : Kosik, ora kuwat aku. Istirahat sik!
„Nanti dulu, tidak kuat saya. Istirahat dulu!‟
………………………….
(KC/D1/10/12/11)
Pada data (1) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode kata ke dalam yang
berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa
ngoko. Terdapat campur kode kata berupa kata kerja atau verba yang menyatakan
perbuatan yaitu kata istirahat „istirahat‟ yang merupakan campur kode dari kata
bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi leren „istirahat‟.
Campur kode pada data di atas termasuk campur kode intern. Campur kode pada
data (1) merupakan campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(Data 2)
………………….
O1 : Nggonmu barang.
„Tempatmu juga.‟
O2 : Sak polok patunge kae lho, patung kecamatan, kaki patunge kae lho,
ha..ha..ha..”
„Setinggi mata kaki patung itu, patung kecamatan, kaki patungnya itu,
ha..ha..ha..‟
O3 : Edan yake, dhuwur banget ya bener kok.
„Gila apa, tinggi sekali ya benar saja.‟
(KK/D5/03/01/12)
Pada data (2) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Indonesia kaki „kaki‟ ke dalam tuturan bahasa Jawa
ngoko. Kata kaki „kaki‟ merupakan bentuk campur kode kata benda atau nomina.
Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi sikil „kaki‟. Campur kode kata
tersebut termasuk campur kode intern yang bersifat positif.
(Data 3)
O1 : Wadhuk Wonogiri ndhek wingi umpama iki urung terang ngono
embuh, jebol ambyar kabeh.
„Waduk Wonogiri, jika sampai sekarang belum reda begitu barangkali,
jebol rusak semuanya.‟
O2 : Iki sik banjir ngendi ta Mas, omonge nganti pitung dina?
„Ini yang banjir sebelah mana Mas, katanya sampai tujuh hari?‟
O3 : Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan iku lho.
„Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan itu.‟
(KK/D6/03/01/12)
Pada data (3) dapat dilihat bahwa O1, O2, dan O3 berkomunikasi
menggunakan bahasa Jawa ngoko, akan tetapi bahasa Jawa ngoko yang digunakan
oleh O3 bercampur dengan bahasa Indonesia. Campur kode kata pada tuturan di
atas berupa penyisipan kata benda atau nomina tempat dan arah yaitu kata selatan
„selatan‟ yang bersifat intern. Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi kidul
„selatan‟.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(Data 4)
………………………
O1 : Kowe mau ya keliling?
„Kamu tadi juga keliling?‟
O2 : Iya, mau jadwale nglebokne deposit. Lha kowe mau mubeng nyandi?
„Iya, tadi jadwal memasukan deposit. Kamu tadi keliling ke mana?‟
O1 : Aku mau jatah keliling nang Jumapolo.
„Aku tadi bagian keliling di Jumapolo.‟
(KK/D7/10/01/12)
Dalam tuturan di atas terdapat campur kode kata intern dengan penyisipan
kata bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ngoko. Campur kode kata yang
terdapat pada data (4) berupa kata kerja atau verba yang menyatakan perbuatan
yaitu kata keliling „keliling‟. Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
mubeng „keliling‟. Campur kode tersebut bersifat positif karena tidak
mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 5)
O1 : Gung, hari ini jatah muter nyandi?”
„Gung (nama orang), hari ini bagian keliling ke mana?‟
O2 : Jumapolo Mas, ayo melu wae!
„Jumapolo Mas, mari ikut saja!‟
O1 : Aku mengko emang arep rana karo Jatno.
„Saya nanti memang ingin kesana dengan Jatno.‟
O2 : Lha, Jatno nang endi Mas?
„Jatno di mana Mas?‟
O1 : Masih nang kantor, tapi aku wis ngomong tak tunggu nang warung
soto.
„Masih di kantor, tetapi saya sudah bilang saya tunggu di warung soto.‟
O2 : Engko mangkat bareng wae Mas, sekitar jam sepuluh wae.
„Nanti berangkat bersama saja Mas, sekitar jam sepuluh saja.‟
O1 : Emang iki jam pira?
„Memangnya ini jam berapa?‟
O2 : Iki lagi jam sanga Mas.
„Ini baru jam sembilan Mas.‟
(KK/D8/17/01/12)
Pada data (5), penutur (O1) dan mitra tutur (O2) berbicara menggunakan
bahasa Jawa ngoko, kemudian mitra tutur (O2) menyisipkan kata bahasa Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
ke dalam tuturannya. Terdapat empat bentuk campur kode kata, yaitu kata emang
„memang‟ yang termasuk dalam kelas kata adverbia, kata masih „masih‟ yang
termasuk dalam kelas kata keterangan atau adverbia, kata tapi „tetapi‟ yang
termasuk dalam kelas kata sambung atau konjungsi yang menyatakan hubungan
perlawanan atau pertentangan, dan kata sekitar „sekitar‟ yang termasuk dalam
kelas kata benda atau nomina. Keempat kata tersebut apabila diganti dengan
bahasa Jawa menjadi pancen ‟memang‟, ijik „masih, nanging „tetapi‟, dan kira-
kira „sekitar‟. Campur kode tersebut merupakan campur kode kata intern atau ke
dalam dan bersifat positif karena tidak mengganggu komunikasi antara penutur
dan mitra tutur.
(Data 6)
...................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi toko
sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. Lha aku kan serbu
dadi aku mbi kowe, kowe salese aku sopire ta ditarget gampangane
telung sasi ta angger targete entuk bonusane metu.
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, nah yang serbu itu sembarang tetapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. Saya serbu jadi saya dengan kamu, kamu
salesnya saya sopirnya ditarget mudahnya tiga bulan setiap targetnya
dapat bonusannya keluar.
.....................................
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (6) terjadi campur kode kata ke dalam atau intern yang ditandai
dengan penyisipan unsur kata yang berasal dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan
bahasa Jawa ragam ngoko. Kosakata yang berasal dari bahasa Indonesia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
disisipkan ke dalam bahasa Jawa yaitu kata serbu „serbu‟ yang termasuk dalam
kelas kata kerja atau verba, dan sembarang „sembarang‟ yang termasuk dalam
kelas kata sifat atau adjektiva. Kedua kata tersebut apabila diganti dengan bahasa
Jawa menjadi serang „serbu‟, dan sak-sake „sembarang‟.
(Data 7)
O1 : Kipli ki ora wani omongan mbi wong wedok, aku ngerti no.
„Kipli ini tidak berani bicara dengan perempuan, saya tahu.‟
O2 : Fitnah, wong kok fitnah.
„Fitnah, orang kok fitnah.‟
O1 : Ndang omongan mbi wong wedok ndang! Kowe engko yen enek wong
wedok lewat jaken omongan!
„Coba kamu bicara dengan perempuan sekarang! Kamu nanti kalau ada
perempuan lewat coba ajak bicara!‟
.............................
(KK/D11/20/01/12)
Pada data (7) tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode kata yang
ditandai dengan masuknya unsur kata bahasa indonesia ke dalam bahasa Jawa
ngoko. Campur kode kata ini terdapat pada kata fitnah „fitnah‟ yang termasuk
dalam kelas kata nomina dan apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi pitenah
„fitnah‟. Campur kode kata ini merupakan campur kode kata intern atau ke dalam
yang bersifat positif.
(Data 8)
…………………
O2 : Lha yen masak wong tuwa ora dijawabi dosa.
„Kalau orang tua tidak dijawab itu dosa.‟
O3 : Lha pa ngejak omongan mbok jawabi? Masak wong meneng wae
dijawab.
„Apa mengajak bicara kamu jawab itu? Masak orang diam saja
dijawab.‟
O1 : Kae enek wong wedok jaken omongan!
„Itu ada perempuan coba ajak bicara!‟
(KK/D11/20/01/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Dalam tuturan data (8) di atas terdapat peristiwa campur kode intern.
Campur kode kata ke dalam atau intern yang terjadi pada penyisipan kata
berbahasa Indonesia yaitu kata dosa [dosa] „dosa‟ ke dalam bahasa Jawa ragam
ngoko. Kata dosa „dosa‟ termasuk dalam kelas kata benda atau nomina tak
terbilang, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi dosa [dosO]. Campur kode
tersebut merupakan campur kode kata yang bersifat positif.
(Data 9)
.................
O1 : Sak-sake penting aku isa ngrecord.
„Terserah yang penting saya bisa ngrecord (merekam).‟
O2 : Penak nang SMP, leluasa.
„Nyaman di SMP, leluasa.‟
.................
(KL/D12/23/01/12)
Pada data (9) terdapat campur kode kata ke dalam yang berasal dari bahasa
Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat
campur kode kata berupa kata bahasa Indonesia yaitu kata leluasa „leluasa‟ yang
termasuk dalam kelas kata keadaan atau adjektiva, apabila diganti dengan bahasa
Jawa menjadi sakpenake „leluasa‟. Campur kode tersebut merupakan campur
kode positif.
(Data 10)
O1 : Warnet telu kuwi lho, gumunku sesasi kok oleh sakyuta limangatus.
Setorane olehe dibagi wong telu.
„Warnet tiga itu, saya heran satu bulan dapat satu juta lima ratus.
Pendapatannya dibagi tiga orang.‟
O2 : Dadi sak wong sakyuta limangatus? Warnete brarti ya laris tenan.
„Jadi satu orang satu juta lima ratus? Warnetnya berarti ya laku benar.‟
O3 : Saiki ketoke tutup.
„Sekarang kelihatannya tutup.‟
O1 : Ora, kan kon bukak warnet, pertama ki duwe warnet sak omah, bukak
meneh dadi loro. Loro thok, loro ki sing duwe wong telu. Biasane setiap
bulan gajian di dum wong telu. Lha olehe ki biasane sakyuta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
limangatus mung oleh sakyuta, ora trima padahal sepi tenan. Olehe
oleh sepi ngono lho.
„Tidak, disuruh buka warnet, pertama itu punya warnet satu rumah,
buka lagi jadi dua. Dua saja, dua itu yang punya tiga orang. Biasanya
setiap bulan gajian dibagi tiga orang. Pendapatannya biasanya satu juta
lima ratus hanya dapat satu juta, tidak terima padahal sepi benar. Hanya
dapat sepi begitu.‟
(KT/D14/04/02/12)
Pada data (10) terjadi campur kode kata ke dalam atau intern yang
ditandai dengan penyisipan unsur kata yang berasal dari bahasa Indonesia ke
dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Kosakata yang berasal dari bahasa
Indonesia yang disisipkan ke dalam bahasa Jawa yaitu kata pertama „pertama‟
yang termasuk dalam kelas kata bilangan atau numeralia, dan padahal „padahal‟
yang termasuk dalam kelas kata hubung atau konjungsi. Kedua kata tersebut
apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi kapisan „pertama‟ dan kamangka
„padahal‟.
Data (11)
O1 : Nunggal lak bose Gondez ta?”
„Nunggal bosnya Gondez?‟
O2 : He‟em, marai balane akeh kok. Kuwi kosong, paling sing berat ki
Kebakkramat. Duwe anak buah nang Kebakkramat isine Gondez thok.
Kuwi kan perbatasan ta, Palur, Kebakkramat.
„Ya, sebab temannya banyak. Itu kosong, paling yang berat itu
Kebakkramat. Punya anak buah di Kebakkramat isinya Gondez semua.
Itu perbatasan, Palur, Kebakkramat.‟
……………
(KT/D15/04/02/12)
Berdasarkan data (11) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam data di atas terdapat
dua campur kode kata yaitu pada kata kosong „kosong‟ yang termasuk dalam
kelas kata keadaan adjektiva dan pada kata berat „berat‟ yang termasuk dalam
kelas kata keadaan atau adjektiva. Kedua kata tersebut apabila diganti dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
bahasa Jawa menjadi kopong „kosong‟ dan abot „berat‟. Campur kode tersebut
merupakan campur kode intern dan bersifat positif.
(Data 12)
O1 : Kuwi ndhisik ngene lho, pertama wong Cakruk dendam karo kene ki
ngapa? Ndhisik wong Cakruk sing jenenge Kiki apa sapa ngono, kuwi
pernah diculik wong kene ngono lho. Nganti meh sesasi ora diulihne,
pokoke diculik. Mas Bandung kuwi ya melu ngamplengi kok, gayeng
banget. Padahal Mas Bandung nang kono dhewe. Polisine ning sithik,
wonge kalahan ta, “piye iki piye.” Akhire Mas John, sik dhewe
ngamplengi arep ngamplengi sijine ta, “rasah macem-macem”.
„Itu dahulu begini, pertama orang Cakruk dendam dengan orang sini itu
kenapa? Dahulu orang Cakruk yang namanya Kiki atau siapa begitu, itu
pernah diculik orang sini begitu. Sampai hampir satu bulan tidak
dipulangkan, pokoknya diculik. Mas Bandung itu juga ikut memukuli,
menyenangkan sekali. Padahal Mas Bandung di sana sendiri. Tetapi
polisinya sedikit, orangnya kalahan, “bagaimana ini bagaimana.”
Akhirnya Mas John, awalnya memukuli mau memukuli satunya lagi,
“tidak usah macam-macam”.‟
O2 : Marai polisi kabeh ya?
„Sebabnya polisi semua ya?‟
.................
(KT/D17/04/02/12)
Pada data (12) tuturan di atas terjadi peristiwa campur kode kata pada kata
yang bercetak tebal yaitu kata pertama „pertama‟ yang termasuk dalam kelas kata
bilangan atau numeralia, dendam „dendam‟ yang termasuk dalam kelas kata
keadaan atau ajektiva, pernah „pernah‟ yang termasuk dalam kelas kata
keterangan atau adverbia, dan padahal „padahal‟ yang termasuk dalm kelas kata
hubung atau konjungsi. Keempat kata tersebut merupakan kata yang berasal dari
bahasa Indonesia yang masuk ke dalam tuturan bahasa Jawa ngoko sebagai tanda
adanya peristiwa campur kode berupa campur kode kata. Keempat kata tersebut
apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi kapisan „pertama‟, sedangkan kata
dendam „dendam‟ tidak ada padanan kata dalam bahasa Jawa, tau „pernah‟, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
kamangka „padahal‟. Campur kode ini termasuk campur kode intern atau ke
dalam yang bersifat positif.
(Data 13)
..............................................................................
O1 : Kan pas parkir ta, anune ilang ngono lho, nomere ilang. Sik dhewe
Pethak ora mudheng apa-apa ngono lho, teka-teka malah melu-melu
ngono kae, “ora isa, ilangi kudu ngijoli.”
„Waktu parkir, nomornya hilang begitu. Awalnya Pethak (nama orang)
tidak mengerti apa-apa begitu, datang-datang malah ikut-ikutan seperti
itu, “tidak bisa, hilang itu harus mengganti”.‟
O2 : Cah-cah posisi mendem kok ya.
„Anak-anak dalam keadaan mabuk ya.‟
...............................................................................
(KT/D17/04/02/12)
Pada data (13) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia yaitu kata posisi „dalam keadaan‟ ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Kata tersebut termasuk dalam kelas kata benda
atau nomina, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi kahanan „posisi/dalam
keadaan‟. Campur kode kata tersebut termasuk campur kode intern yang bersifat
positif.
(Data 14)
..............................
O1 : Iya.
„Iya.‟
O2 : Aku sesuk ya prei.
„Saya besok juga libur.‟
O3 : SMA ya prei ta?
„SMA juga libur ya?‟
O2 : SMA siji thok. Sesuk gurune embuh, sosialisasi ujian nasional kuwi kok.
„SMA satu saja. Besok gurunya tidak tahu, sosialisasi ujian nasional
itu.‟
(KJ/D19/26/02/12)
Pada data (14) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Indonesia sosialisasi „sosialisasi‟ ke dalam tuturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
bahasa Jawa ngoko. Kata sosialisasi „sosialisasi‟ termasuk dalam kelas campur
kode kata benda atau nomina dan tidak ada padanan kata dalam bahasa Jawa.
Campur kode kata tersebut termasuk campur kode intern yang bersifat positif.
(Data 15)
O1 : Kelingan jaman Wiryo klothekan iki, klothekan cagak ting kae,
klothekan nang kene bolame jiglok nang kene, ha..ha..ha... Saiki dikeki
kawat kok bolame.
„Teringat zaman Wiryo memukul-mukul ini, memukul-mukul tiang
listrik itu, memukul-mukul di sini lampunya jatuh di sebelah sini,
ha..ha..ha..Sekarang lampunya sudah diberi kawat.‟
O2 : Antisipasi.
„Antisipasi‟
O1 : Antisipasi.
„Antisipasi‟
(KJ/D20/26/02/12)
Pada data (15) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Indonesia antisipasi „antisipasi‟ ke dalam tuturan
bahasa Jawa ngoko. Kata antisipasi „antisipasi‟ merupakan bentuk campur kode
kata benda atau nomina. Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi jaga-jaga
„antisipasi‟. Campur kode kata tersebut termasuk campur kode intern yang
bersifat positif.
(Data 16)
..............................................................................
O1 : Tapi kuwi total saka Sampurna Mild kabeh?
„Tetapi itu total dari Sampurna Mild semua?‟
O2 : Sampurna Mild, Monday apa gelem? Ngetokne alat saka garasi wae
peng-pengan kok, gelem metu diudan-udanke ya..
„Sampurna Mild, Monday (studio musik) apa mau? Mengeluarkan alat
dari garasi saja sudah luar biasa, mau keluar dihujan-hujankan ya..‟
O1 : Mbok sembah ngalor ngidul.
„Kamu sembah utara selatan (ke mana-mana).‟
(KB/D21/03/03/12)
Berdasarkan data (16) terdapat peristiwa campur kode kata berupa
penyisipan unsur kata bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
ngoko. Campur kode kata terdapat pada kata tapi „tetapi‟ yang termasuk dalam
kelas kata konjungsi atau kata sambung, dan alat „alat‟ yang termasuk dalam
kelas kata benda atau nomina. Campur kode kata ini termasuk campur kode intern
atau ke dalam yaitu adanya unsur kata bahasa Indonesia yang masuk ke dalam
tuturan bahasa Jawa. Kedua kata tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi ning „tapi‟, dan prabot „alat‟. Campur kode kata ini bersifat positif.
(Data 17)
………………………………….
O1 : Duwe ki, karo Gembul ijikan?
„Punya ini, masih dengan Gembul (nama orang)?‟
O2 : Lha sik nomermu iki, sik iki nomere sapa?
„Yang nomormu ini, yang ini nomor siapa?‟
O1 : Kuwi sik dienggo transaksi pulsa.
„Itu yang dipakai transaksi pulsa.‟
O2 : Kowe dodolan pulsa ta?
„Kamu jualan pulsa?‟
(KB/D22/03/03/12)
Pada data (17) terjadi campur kode yang berwujud kata. Campur kode kata
ini merupakan campur kode kata intern atau ke dalam yang ditandai dengan
adanya penyisipan unsur kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa
ragam ngoko. Campur kode ini terjadi pada kata transaksi „transaksi‟ yang
termasuk dalam kelas kata benda atau nomina. Kata transaksi „transaksi‟ tidak
ada padanan kata dalam bahasa Jawa.
Data (18)
......................................
O1 : Telung sasi pisan? Kuwi dietung bonusan apa?
„Tiga bulan sekali? Apakah itu dihitung bonus?‟
O2 : Target, targete.
„Target, targetnya.‟
.......................................
(KB/D25/03/03/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Pada data (18) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia yaitu kata target „target‟ ke dalam tuturan
bahasa Jawa ragam ngoko. Kata tersebut termasuk dalam kelas kata benda atau
nomina. Kata target „target‟ tidak ada padanan kata dalam bahasa Jawa. Campur
kode kata tersebut termasuk campur kode intern yang bersifat positif.
(Data 19)
O1 : Tesku akutansi kabeh lin. Tak kira tes komputer barang, ora ta. Teori
karo kasus-kasus ki, mampus akutansi kabeh.
„Tes saya akutansi semua. Saya kira tes komputer segala, ternyata tidak.
Teori dan kasus-kasus itu, mampus akutansi semua.‟
O2 : Terus?
„Terus?‟
O1 : Ya wis, isa aku.
„Ya sudah, bisa saya.‟
.................................................
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (19) di atas terjadi campur kode kata ke dalam yang ditandai
dengan penyisipan unsur kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa
ragam ngoko. Campur kode kata ini terjadi pada kata mampus „mati‟ yang
termasuk dalam kelas kata kerja atau verba. Kata mampus merupakan bentuk
kasar dari kata mati, apabila diganti dengan bahasa Indonesia menjadi
modar/mati „mati‟.
(Data 20)
O1 : Ya nunggu hasilnya dulu. Aku kan ora ngaku nang lembaran kon ngisi
formulir neh ngana kae ta, apa jenenge pernah ndhek ben asal-usule
nyambut gawe nyambi-nyambi enggak. “Aku pernah itu gini aku masih
kerja Bu,” aku ya ngono. Terus ngisi gaji ta kan tak okoli wae ta,
antara siji setengah nyampek dua. “Mbak ini kalau misalkan enggak
segini itu gimana? Ini paling di bawahnya tu Mbak?”
„Ya menunggu hasilnya dulu. Saya tidak mengaku di lembaran disuruh
mengisi formulir lagi seperti itu, apa namanya pernah dulu asal-usulnya
bekerja ada sampingan tidak? “Saya pernah itu begini saya masih kerja
Bu,” saya juga begitu. “Mbak ini kalau misalnya tidak sekian itu
bagaimana? Ini paling di bawahnya itu Mbak?”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
O2 : Terus?
„Terus?‟
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (20) tuturan di atas terjadi peristiwa campur kode kata pada kata
yang bercetak tebal yaitu kata formulir „formulir‟ yang termasuk dalam kelas kata
benda atau nomina, pernah „pernah‟ yang termasuk dalam kelas kata keterangan
atau adverbia, enggak „tidak‟ yang termasuk dalam kelas kata keterangan atau
adverbia, antara „antara‟ yang termasuk dalam kelas kata benda atau nomina dan
dua „dua‟ yang termasuk dalam kelas kata bilangan atau numeralia. Kelima kata
tersebut merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia yang masuk ke dalam
tuturan bahasa Jawa ngoko sebagai tanda adanya peristiwa campur kode berupa
campur kode kata. Kelima kata tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi blangko „formulir‟, tau „pernah‟, ora „tidak‟, kira-kira „antara‟ dan loro
„dua‟. Campur kode ini termasuk campur kode intern atau ke dalam yang bersifat
positif.
(Data 21)
..............................
O2 : Terus?
„Terus?‟
O1 : “Sekitar Bu?”, aku ngono. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Embuh satunane ki pira aku ya ora
mudheng, lha kan aku begitu takok mendetail kan aku urung ngerti
hasile piye ta aku. Ya mung wonge biasa kok. Ya mung ngomong ngene
sih anu, “Kamu dapat info dari mana? Dari tetangga.” Aku ya ngono-
ngono thok, aku lali ora tekok kowe la aku ora gagasan saumpama
enek ngono-ngono kuwi ta. Tak kira ki tese psikotes, kok tese kaya
ngono. Aku santai bianget lho, mampus deh aku.
„“Sekitar Bu?”, saya begitu. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Tidak tahu satunannya itu berapa saya juga
tidak mengerti, saya begitu tanya mendetail saya belum mengerti
hasilnya bagaimana. Ya hanya orangnya biasa. Ya hanya bilang seperti
ini, “Kamu dapat info dari mana? Dari tetangga.” Saya juga begitu-
begitu saja, saya lupa tidak tanya kamu saya tidak mempunyai gagasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
seumpama ada seperti itu. Saya kira itu tesnya psikotes, ternyata tesnya
seperti itu. Saya santai sekali, mampus saya.‟
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (21) tuturan di atas terjadi peristiwa campur kode kata pada kata
yang bercetak tebal yaitu kata begitu „begitu‟ yang merupakan bentuk kategori
fatis, psikotes „psikotes‟ yang termasuk dalam kelas kata benda atau nomina,
santai „santai‟ yang termasuk dalam kelas kata sifat atau ajektiva, dan mampus
„mati‟ yang termasuk dalam kelas kata kerja atau verba. Keempat kata tersebut
merupakan kata yang berasal dari bahasa Indonesia yang masuk ke dalam tuturan
bahasa Jawa ngoko sebagai tanda adanya peristiwa campur kode berupa campur
kode kata. Keempat kata tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
sakwise „begitu‟, untuk kata psikotes „psikotes‟ tidak ada padanan kata dalam
bahasa Jawa, sante „santai‟, dan modar/mati „mati‟. Campur kode ini termasuk
campur kode intern atau ke dalam yang bersifat positif.
(Data 22)
O1 : Mau ya ngomong ngene ki, iya kan dha ngomong-ngomongke apa sing
lapangan kae kan dosbox ngene-ngene aku kan ya mudeng tak iyani
thok. “Nanti itu Mbak misalkan,” anu intine kan bayar sik lagi jikuk
barang ngene-ngene ngono ta. Pokoke kudu konsekuen ya mesakne-
mesakne tapi kudu apa jenenge teges, ngono-ngono kuwi.
„Tadi juga bicara begini, iya semua membicarakan apa yang lapangan
itu dosbox begini-begini saya ya mengerti saya jawab iya saja. “Nanti
itu Mbak misalkan,” intinya bayar dulu baru ambil barang begini-begini
begitu. Pokoknya harus konsekuen ya kasihan-kasihan tetapi harus apa
namanya tahu, begitu-begitu itu.‟
O2 : Mbak Kesi wonge teges.
„Mbak Kesi orangnya tahu.‟
(KC/D28/08/03/12)
Pada data (22) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia yaitu kata konsekuen „konsekuen‟ ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Kata tersebut termasuk dalam kelas kata sifat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
atau ajektiva. Kata konsekuen „konsekuen‟ tidak ada padanan kata dalam bahasa
Jawa. Campur kode kata tersebut termasuk campur kode intern yang bersifat
positif.
(Data 23)
O1 : Kene ki sing Solo sing mendhing mung Mbak Kesi kuwi thok ki.
„Sini ini yang Solo yang mending hanya Mbak Kesi itu saja.‟
O2 : Kuwi ganas lho, tapi wonge penak. Mbak Kesi wonge tegas.
„Itu ganas, tetapi orangnya enak. Mbak Kesi orangnya tegas.‟
..................................................
(KC/D29/08/03/12)
Berdasarkan data (23) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam data di atas terdapat
campur kode kata yaitu pada kata ganas „ganas‟ yang termasuk dalam kelas kata
sifat atau ajektiva. Kata tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
galak „ganas‟. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern dan bersifat
positif.
(Data 24)
...............................
O2 : Briefing, aku malah urung tau munggah.
„Pengarahan, saya malah belum pernah ke atas.‟
O1 : Lantai telu kok.
„Lantai tiga.‟
(KC/D29/08/03/12)
Pada data (24) terdapat campur kode kata ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko.
Terdapat campur kode kata berupa kata bahasa Indonesia yaitu kata lantai „lantai‟
termasuk dalam kelas kata benda atau nomina, apabila diganti dengan bahasa
Jawa menjadi jobin „lantai‟. Campur kode tersebut merupakan campur kode
positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
(Data 25)
.............................................
O1 : Inventory ngono kuwi ki.
„Inventaris seperti itu.‟
O2 : Inventory brarti sik ngurusi perdana, umpamane sik ngurusi perdana
ngono kuwi lho. Enek alokasi kowe sik bagikne alokasi, sik nyatheti
ngene-ngene.
„Inventaris berarti yang mengurusi perdana, seumpama yang mengurusi
perdana seperti itu. Ada alokasi kamu yang membagikan alokasi, yang
mencatat seperti ini.
................................................
(KC/D30/08/03/12)
Berdasarkan data (25) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam data di atas terdapat
dua campur kode kata yaitu pada kata perdana „perdana‟ yang termasuk dalam
kelas kata benda atau nomina dan pada kata alokasi „alokasi‟ yang termasuk
dalam kelas kata benda atau nomina. Kedua kata tersebut tidak ada padanan kata
apabila diganti dengan bahasa Jawa. Campur kode tersebut merupakan campur
kode intern dan bersifat positif.
(Data 26)
...........................
O1 : Ha‟a.
„Ya.‟
O2 : Kuwi kasus kuwi ndhek ben. Aku ngomong ndhek ben kasus-kasus kuwi
lho.”
„Itu kasus itu dulu. Saya bicara dulu kasus-kasus itu.‟
..........................
(KC/D30/08/03/12)
Pada data (26) tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode kata yang
ditandai dengan masuknya unsur kata bahasa indonesia ke dalam bahasa Jawa
ngoko. Campur kode kata ini terdapat pada kata kasus „kasus‟ yang termasuk
dalam kelas kata nomina dan apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
perkara „kasus‟. Campur kode kata ini merupakan campur kode kata intern atau
ke dalam yang bersifat positif.
2). Campur Kode Kata Bahasa Inggris
Campur kode kata bahasa Inggris ditemukan dalam tuturan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Bahasa Inggris adalah salah
satu bahasa yang mereka mengerti selain bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
Berikut ini beberapa contoh campur kode bahasa Inggris dalam tuturan bahasa
Jawa.
(Data 27)
.....................................................
O1 : Ha..ha…mulakna ayo dicoba meneh ben terbiasa!
„Ha..ha… maka mari dicoba lagi biar terbiasa!‟
O2 : Ya, tapi aku diajari sik standing ya!
„Ya, tetapi saya diajarin yang berdiri ya!‟
O1 : Ya, kowe nganggo pit kuwi wae!
„Ya, kamu pakai sepeda itu saja!‟
(KC/D1/10/12/11)
Pada data (27) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke luar yang berasal
dari bahasa Inggris. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko.
Terdapat campur kode kata berupa kata kerja atau verba yaitu kata standing
„berdiri‟ yang merupakan campur kode dari kata bahasa Inggris, apabila diganti
dengan bahasa Jawa menjadi ngadeg „berdiri‟. Campur kode pada data diatas
termasuk campur kode kata ekstern. Campur kode pada data (27) merupakan
campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan
mitra tutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
(Data 28)
.......................................................................
O1 : Dicet apa meneh? Wernane apa? Pink?
„Dicat apa lagi? Warnanya apa? Merah muda?‟
O2 : Ireng, tapi ya ana wernane pink sithik. Ben dadi romantic, kalem, tapi
sangar. Campur-campur pokoke, ha..ha..ha..
„Hitam, tetapi ya ada warna merah muda sedikit. Biar jadi romantis,
kalem, tetapi sangar. Campur-campur pokoknya, ha..ha..ha..‟
................................................................................
(KC/D2/10/12/11)
Berdasarkan data (28) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam data di atas terdapat dua
campur kode kata yaitu pada kata pink „merah muda‟ yang termasuk dalam kelas
kata benda atau nomina dan pada kata romantic „romantis‟ yang termasuk dalam
kelas kata benda atau nomina. Kedua kata tersebut apabila diganti dengan bahasa
Jawa menjadi jambon „merah muda‟ dan untuk kata romantic „romantis‟ tidak
ada padanan kata dalam bahasa Jawa. Campur kode tersebut merupakan campur
kode ekstern dan bersifat positif.
(Data 29)
. ........................................
O1 : Lha, kon closing kapan?
„Disuruh menutup kapan?‟
O2 : Jano kon closing sesuk, tapi yen durung payu ya ora tak closing sik.”
„Sebenarnya disuruh menutup besuk, tetapi kalau belum laku ya tidak
saya tutup dulu.‟
..................................................
(KK/D7/10/01/12)
Pada data (29) terdapat campur kode kata ke luar yang berasal dari bahasa
Inggris. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat
campur kode kata berupa kata bahasa Ingris yaitu kata closing „menutup‟
termasuk dalam kelas kata kerja atau verba, apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi nutup „menutup‟. Campur kode tersebut merupakan campur kode positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
(Data 30)
..................................................
O1 : Kowe mau ya keliling?
„Kamu tadi juga keliling?‟
O2 : Iya, mau jadwale nglebokne deposit. Lha kowe mau mubeng nyandi?
„Iya, tadi jadwal memasukan deposit. Kamu tadi keliling ke mana?‟
O1 : Aku mau jatah keliling nang Jumapolo.
„Aku tadi bagian keliling di Jumapolo.‟
(KK/D7/10/01/12)
Pada data (30) di atas terjadi campur kode kata ke luar yang ditandai
penyisipan unsur kata bahasa asing ke dalam tuturan bahasa Jawa. Kata deposit
„deposit‟ termasuk dalam kelas kata benda atau nomina dalam bidang ekonomi
yang berasal dari kosakata bahasa Inggris. Kata ini tidak memiliki padanan kata
dalam bahasa Jawa. Dapat disimpulkan bahwa kata ini merupakan campur kode
kata ke luar karena menyisipkan kosakata dari bahasa Inggris ke dalam tuturan
bahasa Jawa ragam ngoko.
(Data 31)
O1 : Nggone Mas Boy tak tulisi kok, warning.
„Punya Mas Boy saya tulisi, peringatan.‟
O2 : Warning artine apa?
„Peringatan artinya apa?‟
O1 : Nggon bukune kae lho, tilikana sesuk.
„Di bukunya itu, jenguklah besok.‟
O3 : Lara yake ditiliki.
„Tampaknya sakit, dibesuk.‟
(KK/D9/20/01/12)
Pada data (31) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Inggris warning „peringatan‟ ke dalam tuturan
bahasa Jawa ngoko. Kata warning „peringatan‟ merupakan bentuk campur kode
kata benda atau nomina. Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi pepenget
„peringatan‟. Campur kode kata tersebut termasuk campur kode ekstern yang
bersifat positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
(Data 32)
O1 : SMA apa prei?
„SMA apa libur?‟
O2 : Kelas siji loro.
„Kelas satu dua.‟
O1 : SMA apa ujian?
„SMA apa ujian?‟
O2 : Tryout.
„Tryout (uji coba).‟
(KL/D13/25/01/12)
Dalam tuturan di atas terdapat campur kode kata ekstern dengan
penyisipan kata bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ngoko. Campur kode kata
yang terdapat pada data (32) berupa kata benda atau nomina yaitu kata tryout
„percobaan‟. Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi pacoban „percobaan‟.
Campur kode tersebut bersifat positif karena tidak mengganggu komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
(Data 33)
.......................................................
O1 : Terus?
„Terus?‟
O2 : Jane, terus apa ki Sampurna Mild kon gawe event nang kono ta, dikeki
dana tapi ki kon aja enek sponsor Sampurna Mild. Dadi aja nganti
ngerti yen kuwi sik nyeponsori Sampurna Mild ngono lho. Ya wis,
paling kan pengin ngerti evene kaya ngono dadine kaya ngapa.
„Sebenarnya, lalu apa itu Sampurna Mild disuruh buat acara di situ,
diberi dana tetapi itu disuruh jangan ada iklan Sampurna Mild. Jadi
jangan sampai tahu kalau itu yang mensponsori Sampurna Mild
begitu.Ya sudah, paling ingin tahu acaranya seperti itu jadinya seperti
apa.‟
O1 : Pengin survey sik.
„Ingin memeriksa dulu.‟
O2 : Pengin nyurvei sik.
„Ingin memeriksa dulu.‟
...............................................................
(KB/D21/03/03/12)
Berdasarkan data (33) terdapat peristiwa campur kode kata berupa
penyisipan unsur kata bahasa Inggris ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Campur kode kata terdapat pada kata event „acara‟ yang termasuk dalam kelas
kata benda atau nomina, dan survey „survei/memeriksa‟ yang termasuk dalam
kelas kata benda atau nomina. Campur kode kata ini termasuk campur kode
ekstern atau ke luar yaitu adanya unsur kata bahasa Inggris yang masuk ke dalam
tuturan bahasa Jawa. Kedua kata tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi acara „acara‟, dan titi „memerika‟. Campur kode kata ini bersifat positif.
(Data 34)
O1 : Wah, bar shoping iki mesthi. Bar shoping, Ndhuk?
„Wah, habis belanja ini pasti. Habis belanja, Nak?‟
O2 : Ora ki Mas.
„Tidak itu Mas.‟
(KB/D24/03/03/12)
Pada data (34) terjadi campur kode yang berwujud kata. Campur kode kata
ini merupakan campur kode kata ekstern atau ke dalam yang ditandai dengan
adanya penyisipan unsur kata dari bahasa Inggris ke dalam tuturan bahasa Jawa
ragam ngoko. Campur kode ini terjadi pada kata shopping „belanja‟ yang
merupakan bentuk kata benda atau nomina. Kata shopping „belanja‟ apabila
diganti dengan bahasa Jawa menjadi blanja „belanja‟.
(Data 35)
................................................................................
O1 : Masak sopire ya ditarget?
„Masak sopirnya juga ditarget?‟
O2 : Ya ora, kan bentuke team ngono lho. Kowe salese, aku sopire ta...
„Ya tidak, bentuknya regu begitu. Kamu salesnya, saya sopirnya...‟
.........................................................................................
(KB/D25/03/03/12)
Berdasarkan data (35) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam data di atas terdapat
campur kode kata yaitu pada kata team „regu‟ yang termasuk dalam kelas kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
benda atau nomina. Kata tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
kelompok „regu‟. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern dan
bersifat positif.
(Data 36)
.....................................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi toko
sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. [………….]
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, nah yang serbu itu sembarang tapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. [……………..]
O1 : Padha aku, meeting esuk jam sepuluh mulih. Nongkrong thok mulih
ngono jam telu bali neh.
„Sama dengan saya, rapat pagi jam sepuluh pulang. Hanya
menongkrong pulang begitu jam tiga kembali lagi.‟
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (36) tuturan di atas terjadi peristiwa campur kode kata pada kata
yang bercetak tebal yaitu kata regular „tetap‟ yang termasuk dalam kelas kata
sifat atau ajektiva, dan meeting „rapat‟ yang termasuk dalam kelas kata benda atau
nomina. Kedua kata tersebut merupakan kata yang berasal dari bahasa Inggris
yang masuk ke dalam tuturan bahasa Jawa ngoko sebagai tanda adanya peristiwa
campur kode berupa campur kode kata. Kedua kata tersebut apabila diganti
dengan bahasa Jawa menjadi tetep „tetap‟ dan rapat „rapat‟. Campur kode ini
termasuk campur kode ekstern atau ke dalam yang bersifat positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
(Data 37)
.........................................................................
O1 : Ya kuwi mau, aku teka kan aku ngisi formulir sik nang ngarepan ta,
wah isine wong lanang-lanang thok aku wis batin ta. Bar briefing
muni-muni ngana kae lho kaya kowe ngana kae, bar briefing ngono
urusan dosbox-dosbox kuwi embuh ora mudheng. Terus aku “Mbak
udah. Ya udah Mbak naik ke atas.”
„Ya itu tadi, saya sampai saya mengisi formulir dulu di depan, wah
isinya anak laki-laki semua saya sudah mengira. Selesai pengarahan
marah-marah begitu itu seperti kamu itu, selesai pengarahan begitu
urusan dosbox-dosbox itu tidak tahu tidak mengerti. Lalu saya “Mbak
sudah. Ya sudah Mbak naik ke atas.”
O2 : Briefing, aku malah urung tau munggah.
„Pengarahan, saya malah belum pernah ke atas.‟
...............................................................................
(KC/D29/08/03/12)
Dalam tuturan di atas terdapat campur kode kata ekstern dengan
penyisipan kata bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ngoko. Campur kode kata
yang terdapat pada data (37) berupa kata benda atau nomina yaitu kata briefing
„pengarahan‟. Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi pangarah
„pengarahan‟. Campur kode tersebut bersifat positif karena tidak mengganggu
komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 38)
...............................................
O1 : Inventory ngono kuwi ki.
„Inventaris seperti itu.‟
O2 : Inventory brarti sik ngurusi perdana, umpamane sik ngurusi perdana
ngono kuwi lho. Enek alokasi kowe sik bagikne alokasi, sik nyatheti
ngene-ngene.
„Inventaris berarti yang mengurusi perdana, seumpama yang mengurusi
perdana seperti itu. Ada alokasi kamu yang membagikan alokasi, yang
mencatat seperti ini.
.......................................................
(KC/D30/08/03/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Pada data (38) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Inggris yaitu kata inventory „inventaris‟ ke dalam tuturan
bahasa Jawa ragam ngoko. Kata tersebut termasuk dalam kelas kata benda atau
nomina. Kata ini tidak memiliki padanan kata dalam bahasa Jawa. Campur kode
kata tersebut termasuk campur kode ekstern yang bersifat positif.
b. Campur Kode Kata Jadian
Kata jadian adalah kata yang terbentuk sebagai hasil proses afiksasi,
reduplikasi, atau penggabungan. Campur kode kata jadian ditemukan dalam
tuturan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Berikut ini
beberapa contoh campur kode kata jadian dalam tuturan bahasa Jawa.
(Data 39)
...............................
O2 : Lha kowe wis kulina dadi ya oke-oke wae!
„Kamu sudah terbiasa jadi ya oke-oke saja!‟
O1 : Ha..ha…mulakna ayo dicoba meneh ben terbiasa!
„Ha..ha… maka mari dicoba lagi biar terbiasa!‟
...............................
(KC/D1/10/12/11)
Pada data (39) terjadi peristiwa tutur antara O1 dan O2. Berdasarkan
tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode kata jadian yang merupakan bentuk
campur kode intern atau ke dalam. Campur kode kata jadian terjadi dengan
penyisipan kata jadian dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam ngoko
sebagai bahasa inti. Kata jadian terbiasa „terbiasa‟ yang termasuk dalam kelas
kata kerja atau verba, berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar
„biasa‟, kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (ter-) berarti sudah biasa. Kata
terbiasa „terbiasa‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi kulina „terbiasa‟.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Campur kode ini bersifat positif karena tidak mengganggu komunikasi antara
penutur dan mitra tutur.
(Data 40)
O1 : Piye, wis ana pengumuman urung?
„Bagaimana, sudah ada pengumuman belum?‟
O2 : Pengumuman apa?
„Pengumuman apa?‟
............................................
(KT/D3/20/12/11)
Pada data (40) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian. Campur
kode kata ini merupakan campur kode kata intern atau ke dalam yang ditandai
dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode ini terjadi pada kata
pengumuman „pengumuman‟ yang termasuk dalam kelas kata benda atau
nomina. Kata pengumuman „pengumuman‟ berasal dari bahasa Indonesia yang
terjadi dari kata dasar „umum‟, kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (peng-)
dan akhiran (-an) berarti sesuatu yang diumumkan. Kata pengumuman
„pengumuman‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi wara-wara
„pengumuman‟. Campur kode ini bersifat positif karena tidak mengganggu
komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 41)
O1 : Kowe mau kon ngedol aktifan ora?
„Kamu tadi disuruh jual aktifan tidak?‟
O2 : Iya, aku mau wis jikuk aktifan tapi durung payu.
„Iya, saya tadi sudah mengambil aktifan tetapi belum laku.‟
..........................................................
(KK/D7/10/01/12)
Pada data (41) terdapat campur kode kata jadian intern atau ke dalam yang
berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
ngoko. Terdapat campur kode kata berupa kata bahasa Indonesia yaitu kata
aktifan „aktifan‟ termasuk dalam kelas kata benda atau nomina. Kata aktifan
„aktifan‟ berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar „aktif‟,
kemudian terjadi afiksasi dengan akhiran (-an) berarti sesuatu yang sudah aktif.
Kata aktifan „aktifan‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi aktipan
„aktifan‟. Campur kode ini bersifat positif karena tidak mengganggu komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
(Data 42)
...................................................................
O1 : Ki durung sungkem kok, ki durung direstui.
„Belum sungkem, belum direstui.‟
O2 : Sungkem, bakda wae durung kok sungkem.
„Sungkem, lebaran saja belum kok sungkem.‟
.....................................................................
(KK/D10/20/01/12)
Dalam tuturan data (42) di atas terdapat peristiwa campur kode kata
jadian intern. Campur kode kata jadian ke dalam atau intern yang terjadi pada
penyisipan kata berbahasa Indonesia yaitu kata direstui „direstui‟ ke dalam bahasa
Jawa ragam ngoko. Kata direstui „direstui‟ termasuk dalam kelas kata kerja atau
verba, berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar „restu‟, kemudian
terjadi afiksasi dengan awalan (di-) dan akhiran (-i) berarti sudah diberi restu.
Kata direstui „direstui‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi dipangestoni
„direstui‟. Campur kode ini bersifat positif karena tidak mengganggu komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
(Data 43)
O1 : Nunggal lak bose Gondez ta?”
„Nunggal bosnya Gondez?‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
O2 : He‟em, marai balane akeh kok. Kuwi kosong, paling sing berat ki
Kebakkramat. Duwe anak buah nang Kebakkramat isine Gondez thok.
Kuwi kan perbatasan ta, Palur, Kebakkramat.
„Ya, sebab temannya banyak. Itu kosong, paling yang berat itu
Kebakkramat. Punya anak buah di Kebakkramat isinya Gondez semua.
Itu perbatasan, Palur, Kebakkramat.‟
....................................................................
(KT/D15/04/02/12)
Pada data (43) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian. Campur
kode kata ini merupakan campur kode kata intern atau ke dalam yang ditandai
dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode ini terjadi pada kata perbatasan
„perbatasan‟ yang termasuk dalam kelas kata benda atau nomina. Kata perbatasan
„perbatasan‟ berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar „batas‟,
kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (per-) dan akhiran (-an) berarti daerah
dekat batas. Kata perbatasan „perbatasan‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi wates „perbatasan‟. Campur kode ini bersifat positif karena tidak
mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 44)
................................................................
O1 : Lha iya, premanisme kabeh no, wedi aku. Aku ora lho, tenan aku.
„Ya, premanisme semua, takut saya. Saya tidak, sungguh saya.‟
O2 : Dadi ki omahe ora dibacutke bayar listrik, banyu kuwi kat seprene
kejadian kuwi urung dibayar.
„Jadi sekarang rumahnya tidak dilanjutkan bayar listrik, air semenjak
sampai sekarang kejadian itu belum dibayar.‟
(KT/D16/04/02/12)
Pada data (44) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian. Campur
kode kata ini merupakan campur kode kata intern atau ke dalam yang ditandai
dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode ini terjadi pada kata kejadian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
„kejadian‟ yang termasuk dalam kelas kata benda atau nomina. Kata kejadian
„kejadian‟ berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar „jadi‟,
kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (ke-) dan akhiran (-an) berarti sesuatu
yang terjadi. Kata kejadian „kejadian‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi kedadeyan „kejadian‟. Campur kode ini bersifat positif karena tidak
mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 45)
O2 : Terus?
„Terus?‟
O1 : “Sekitar Bu?”, aku ngono. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Embuh satunane ki pira aku ya ora
mudheng, lha kan aku begitu takok mendetail kan aku urung ngerti
hasile piye ta aku. Ya mung wonge biasa kok. [………]
„“Sekitar Bu?”, saya begitu. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Tidak tahu satunannya itu berapa saya juga
tidak mengerti, saya begitu tanya mendetail saya belum mengerti
hasilnya bagaimana. Ya hanya orangnya biasa. [………]
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (45) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian. Campur
kode kata ini merupakan campur kode kata intern atau ke dalam yang ditandai
dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode ini terjadi pada kata mendetail
„mendetail‟ yang termasuk dalam kelas kata kerja atau verba. Kata mendetail
„mendetail‟ berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar „detail‟,
kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (men-) berarti menguraikan secara
sangat terperinci. Kata mendetail „mendetail‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi princi „mendetail‟. Campur kode ini bersifat positif karena tidak
mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
(Data 46)
O1 : Solo ya ora seragaman ya ternyata ya.
„Solo juga tidak berseragam ya ternyata ya.‟
O2 : Bebas.
„Bebas.‟
...........................
(KC/D30/08/03/12)
Dalam tuturan data (46) di atas terdapat peristiwa campur kode kata
jadian intern. Campur kode kata jadian ke dalam atau intern yang terjadi pada
penyisipan kata berbahasa Indonesia yaitu kata ternyata „ternyata‟ ke dalam
bahasa Jawa ragam ngoko. Kata ternyata „ternyata‟ termasuk dalam kelas kata
kerja atau verba, berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata „nyata‟,
kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (ter-) berarti sudah nyata. Kata ternyata
„ternyata‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi jebule „ternyata‟. Campur
kode ini bersifat positif karena tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan
mitra tutur.
(Data 47)
......................................................
O1 : Wonge lemu enek, elik kuwi ta? Mulane mbake ki kok ora ayu-ayu, ora
meyakinkan. Aku ya ora nganu ngono lho.
„Orangnya gemuk ada, jelek itu kan? Makanya kakak-kakanya juga
tidak cantik-cantik, tidak meyakinkan. Saya juga tidak peduli begitu.‟
O2 : Kuwi Mbak Kesi tujokna ijik mesakne lho, ndhek ben nang kana
diunek-unekne Mbak Kesi lho. Kuwi nganti sepuluh juta lho dhuwite
diubengke.
„Itu Mbak Kesi untungnya masih kasihan, dulu di sana dimarah-marahi
Mbak Kesi. Itu sampai sepuluh juta uangnya diputar.‟
........................................................
(KC/D30/08/03/12)
Pada data (47) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian. Campur
kode kata ini merupakan campur kode kata intern atau ke dalam yang ditandai
dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Campur kode ini terjadi pada kata meyakinkan
„meyakinkan‟ yang termasuk dalam kelas kata kerja atau verba. Kata meyakinkan
„meyakinkan‟ berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar „yakin‟,
kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (me-) dan akhiran (-kan) berarti dapat
dipercaya atau pasti. Kata meyakinkan „meyakinkan‟ apabila diganti dengan
bahasa Jawa menjadi yakinke „meyakinkan‟. Campur kode ini bersifat positif
karena tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 48)
...............................................
O1 : Lha sing dimutasi apa ya kuwi? Sing dimutasi nang Solo?
„Yang dimutasi apa ya itu? Yang dimutasi ke Solo?‟
O2 : Ha‟a.
„Ya.‟
(KC/D30/08/03/12)
Dalam tuturan data (48) di atas terdapat peristiwa campur kode kata jadian
intern. Campur kode kata jadian ke dalam atau intern yang terjadi pada penyisipan
kata berbahasa Indonesia yaitu kata dimutasi „dimutasi‟ ke dalam bahasa Jawa
ragam ngoko. Kata dimutasi „dimutasi‟ termasuk dalam kelas kata kerja atau
verba, berasal dari bahasa Indonesia yang terjadi dari kata dasar „mutasi‟,
kemudian terjadi afiksasi dengan awalan (di-) berarti yang sudah diganti atau
dipindah. Kata dimutasi „dimutasi‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
dipindah „dimutasi‟. Campur kode ini bersifat positif karena tidak mengganggu
komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
c. Campur Kode Perulangan Kata
Perulangan kata atau reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan
satuan bahasa sebagai alat fonologis atau gramatikal. Campur kode perulangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
kata ditemukan dalam tuturan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar. Campur kode perulangan kata yeng ditemukan adalah campur kode
perulangan kata bahasa Indonesia dan campur kode perulangan kata bahasa
Inggris. Berikut ini contoh campur kode perulangan kata dalam tuturan bahasa
Jawa.
(Data 49)
.....................................................
O1 : Halah, lagi ngono wae wis kesel. Piye ta Mas Bro?
„Halah, baru begitu saja sudah capek. Bagaimana Mas Bro?‟
O2 : Lha kowe wis kulina dadi ya oke-oke wae!
„Kamu sudah terbiasa jadi ya oke-oke saja!‟
.....................................................
(KC/D1/10/12/11)
Pada data (49) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode perulangan kata yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke
dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan
bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode perulangan kata berupa bentuk ragam
cakapan yaitu kata oke-oke „oke-oke‟ yang merupakan campur kode dari kata
bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi iya-iya „oke-oke‟.
Campur kode pada data (49) merupakan campur kode positif, artinya tidak
mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 50)
………………………
O2 : Lha wonge nangendi?
„Orangnya di mana?‟
O3 : Jalan-jalan karo Dila.
„Jalan-jalan dengan Dila.‟
O1 : Wah,, gagal total iki.
„Wah,, gagal total ini.‟
(KT/D4/31/12/11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Pada data (50) terjadi peristiwa campur kode perulangan kata atau
reduplikasi. Campur kode perulangan kata yang terjadi pada dialog tersebut
berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut
disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode perulangan kata
berupa kata kerja atau verba. yaitu kata jalan-jalan „jalan-jalan‟ yang merupakan
campur kode dari kata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi mlaku-mlaku „jalan-jalan‟. Campur kode pada data diatas termasuk
campur kode intern. Campur kode pada data (50) merupakan campur kode positif,
artinya tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 51)
............................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi
toko sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. [……………]
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, nah yang serbu itu sembarang tapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. [……………]
……………………………………………..
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (51) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode perulangan kata yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke
luar yang berasal dari bahasa Inggris. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa
Jawa ngoko. Terdapat campur kode perulangan kata berupa kata benda atau
nomina yaitu kata minimarket-minimarket „pasar swalayan kecil‟ yang
merupakan campur kode dari kata bahasa Inggris dan tidak memiliki padanan kata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
dalam bahasa Jawa. Campur kode pada data (51) merupakan campur kode positif,
artinya tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 52)
O1 : Tesku akutansi kabeh lin. Tak kira tes komputer barang, ora ta. Teori
karo kasus-kasus ki, mampus akutansi kabeh.
„Tes saya akutansi semua. Saya kira tes komputer segala, ternyata tidak.
Teori dan kasus-kasus itu, mampus akutansi semua.‟
O2 : Terus?
„Terus?‟
..........................................
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (52) terjadi peristiwa campur kode perulangan kata atau
reduplikasi. Campur kode perulangan kata yang terjadi pada dialog tersebut
berupa campur kode ke dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut
disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode perulangan kata
berupa kata benda atau nomina yaitu kata kasus-kasus „kasus-kasus‟ yang
merupakan campur kode dari kata bahasa Indonesia, apabila diganti dengan
bahasa Jawa menjadi perkara-perkara „kasus-kasus. Campur kode pada data
diatas termasuk campur kode intern. Campur kode pada data (52) merupakan
campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan
mitra tutur.
(Data 53)
...................................................
O1 : Ya kuwi mau, aku teka kan aku ngisi formulir sik nang ngarepan ta,
wah isine wong lanang-lanang thok aku wis batin ta. Bar briefing
muni-muni ngana kae lho kaya kowe ngana kae, bar briefing ngono
urusan dosbox-dosbox kuwi embuh ora mudheng. Terus aku “Mbak
udah. Ya udah Mbak naik ke atas.”
„Ya itu tadi, saya sampai lalu saya mengisi formulir dulu di depan, wah
isinya anak laki-laki semua saya sudah mengira. Selesai pengarahan
marah-marah begitu itu seperti kamu itu, selesai pengarahan begitu
urusan dosbox-dosbox itu tidak tahu tidak mengerti. Lalu saya “Mbak
sudah. Ya sudah Mbak naik ke atas.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
O2 : Briefing, aku malah urung tau munggah.
„Pengarahan, saya malah belum pernah ke atas.‟
(KC/D29/08/03/12)
Pada data (53) terjadi peristiwa campur kode perulangan kata atau
reduplikasi. Campur kode perulangan kata yang terjadi pada dialog tersebut
berupa campur kode perulangan kata bentuk baster. Dialog tersebut disampaikan
dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode perulangan kata berupa kata
benda atau nomina yaitu kata dosbox-dosbox „kotak kardus – kotak kardus‟ yang
merupakan campur kode bentuk baster, apabila diganti dengan bahasa Jawa
menjadi kothak kerdus „kotak kardus – kotak kardus‟. Campur kode pada data
(53) merupakan campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
d. Campur Kode Frasa
Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif,
gabungan itu dapat rapat, dapat renggang. Campur kode frasa ditemukan dalam
tuturan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Campur
kode frasa yang ditemukan adalah campur kode frasa bahasa Indonesia. Berikut
ini contoh campur kode frasa dalam tuturan bahasa Jawa.
(Data 54)
O1 : Pitmu nyandi kok ora ditokne ki?
„Sepedamu kemana tidak dikeluarkan?‟
O2 : Pitku sedang dalam proses kok, dadi urung isa metu.
„Sepedaku sedang dalam proses, jadi belum bisa keluar.‟
......................................................
(KC/D2/10/12/11)
Pada data (54) tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode frasa yang
ditandai dengan masuknya unsur frasa bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
ngoko. Campur kode frasa ini terdapat pada frasa sedang dalam proses „sedang
dalam proses‟ apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi lagi diproses „sedang
dalam proses‟. Campur kode frasa ini merupakan campur kode kata intern atau ke
dalam yang bersifat positif.
(Data 55)
O1 : Wadhuk Wonogiri ndhek wingi umpama iki urung terang ngono
embuh, jebol ambyar kabeh.
„Waduk Wonogiri, jika sampai sekarang belum reda begitu barangkali
jebol rusak semuanya.‟
O2 : Iki sik banjir ngendi ta Mas, omonge nganti pitung dina?
„Ini yang banjir sebelah mana Mas, katanya sampai tujuh hari?‟
O3 : Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan iku lho.
„Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan itu.‟
(KK/D6/03/01/12)
Pada data (55) dapat dilihat bahwa O1, O2, dan O3 berkomunikasi
menggunakan bahasa Jawa ngoko, akan tetapi bahasa Jawa ngoko yang digunakan
oleh O3 bercampur dengan bahasa Indonesia. Campur kode frasa pada tuturan di
atas berupa penyisipan frasa yaitu frasa sebelah selatan „sebelah selatan‟ yang
bersifat intern. Apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi sisih kidul „sebelah
selatan‟.
(Data 56)
O1 : Piye? Sida tahun baru ora iki?
„Bagaimana? Jadi tahun baru tidak ini?‟
O2 : La Ceret nyandi?
„La Ceret (nama orang) ke mana?‟
O3 : Mau tak tilpun jare ora sida ki?
„Tadi saya telefon katanya tidak jadi itu?‟
.......................................................
(KT/D4/31/12/11)
Pada data (56) terdapat peristiwa campur kode frasa yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia yaitu frasa tahun baru „tahun baru‟ ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Frasa tahun baru „tahun baru‟ apabila diganti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
dengan bahasa Jawa menjadi taun anyar „tahun baru‟. Campur kode frasa ini
merupakan campur kode kata intern atau ke dalam yang bersifat positif.
(Data 57)
O1 : Gung, hari ini jatah muter nyandi?”
„Gung (nama orang), hari ini bagian keliling ke mana?‟
O2 : Jumapolo Mas, ayo melu wae!
„Jumapolo Mas, mari ikut saja!‟
...................................................
(KK/D8/17/01/12)
Berdasarkan data (57) terdapat peristiwa campur kode frasa berupa
penyisipan unsur frasa bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam
ngoko. Campur kode frasa terdapat pada frasa hari ini „hari ini‟. Campur kode
kata ini termasuk campur kode intern atau ke dalam yaitu adanya unsur frasa
bahasa Indonesia yang masuk ke dalam tuturan bahasa Jawa. Frasa tersebut
apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi dina iki „hari ini‟. Campur kode frasa
ini bersifat positif.
(Data 58)
...........................................
O1 : Ya sekitar jam sepuluhan.
„Ya sekitar jam sepuluh.‟
O2 : Bar kuwi ta nek wis kowe arep rampung tugase, ya rung rampung ya
lagi tahap awal. Yen aku wis mulih wae aku nang omahe Eka.
„Setelah itu kalau kamu sudah mau selesai tugasnya, ya belum selesai
ya baru tahap awal. Kalau saya sudah pulang saja nanti saya ke rumah
Eka.‟
..........................................
(KL/D12/23/01/12)
Berdasarkan data (58) terdapat campur kode kata berupa frasa bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam data di atas terdapat
dua campur kode frasa yaitu pada frasa tahap awal „tahap awal‟. Frasa tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi anyakan „tahap awal‟. Campur kode
tersebut merupakan campur kode intern dan bersifat positif.
(Data 59)
..............................................
O1 : Ya, sesuk sisan facebookan.
„Ya, besok sekalian facebookan.‟
O2 : Kowe kuwi gaweanmu mung facebookan wae.
„Kamu itu kerjaannya hanya facebookan saja.‟
O1 : Ya ben ta, emangnya loe enggak?”
„Ya biar saja, memangnya kamu tidak?‟
(KL/D12/23/01/12)
Berdasarkan data (59) terdapat peristiwa campur kode frasa berupa
penyisipan unsur frasa bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam
ngoko. Campur kode frasa terdapat pada frasa emangnya loe enggak
„memangnya kamu tidak‟. Campur kode frasa ini termasuk campur kode intern
atau ke dalam yaitu adanya unsur frasa bahasa Indonesia yang masuk ke dalam
tuturan bahasa Jawa. Frasa tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
la apa kowe ora „memangnya kamu tidak‟. Campur kode frasa ini bersifat positif.
(Data 60)
……………………………………..
O2 : Dadi sak wong sakyuta limangatus? Warnete brarti ya laris tenan.
„Jadi satu orang satu juta lima ratus? Warnetnya berarti ya laku benar.‟
O3 : Saiki ketoke tutup.
„Sekarang kelihatannya tutup.‟
O1 : Ora, kan kon bukak warnet, pertama ki duwe warnet sak omah, bukak
meneh dadi loro. Loro thok, loro ki sing duwe wong telu. Biasane setiap
bulan gajian di dum wong telu. Lha olehe ki biasane sakyuta
limangatus mung oleh sakyuta, ora trima padahal sepi tenan. Olehe
oleh sepi ngono lho.
„Tidak, disuruh buka warnet, pertama itu punya warnet satu rumah,
buka lagi jadi dua. Dua saja, dua itu yang punya tiga orang. Biasanya
setiap bulan gajian dibagi tiga orang. Pendapatannya biasanya satu juta
lima ratus hanya dapat satu juta, tidak terima padahal sepi benar. Hanya
dapat sepi begitu.‟
(KT/D14/04/02/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Pada data (60) terdapat peristiwa campur kode frasa yang ditandai dengan
masuknya frasa bahasa Indonesia yaitu frasa setiap bulan gajian „setiap bulan
gajian‟ ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Apabila diganti dengan
bahasa Jawa menjadi saben sasi gajian „setiap bulan gajian‟. Campur kode frasa
tersebut termasuk campur kode intern yang bersifat positif.
(Data 61)
...............................................
O2 : Ning ya Bebeh ki apik lho. Saiki mbok Cendhol apa sapa nyeluk
mbokku “tante”, ha..ha..ha..”Tante soto tante”, dadi la wong sing
ponak-ponakane dhewe ora enek sing nyeluk ngono kok malah wong
liya nyeluk tante.
„Tapi ya Bebeh itu baik. Sekarang baik Cendol (nama orang) apa siapa
memanggil ibu saya “tante”, ha..ha..ha.. “Tante soto tante”, jadi orang
yang keponakan-keponakannya sendiri tidak ada yang memanggil
begitu malah orang lain memanggil tante.‟
O1 : Bebeh ki ndhisik ora anake dhuwuran ngono kukut kuwi nang empat
tiga belas.
„Bebeh itu dulu bukan anak atasan sudah diciduk itu di empat tiga
belas.‟
(KT/D18/04/02/12)
Berdasarkan data (61) terdapat campur kode frasa berupa frasa bahasa
Indonesia dan frasa bahasa Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko.
Dalam data di atas terdapat campur kode frasa yaitu pada frasa empat tiga belas
„empat tiga belas‟ yang berasal dari bahasa Indonesia. Frasa tersebut apabila
diganti dengan bahasa Jawa papat telulas „empat tiga belas‟.
(Data 62)
.................................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi toko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. [……………]
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, nah yang serbu itu sembarang tapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. [……………]
……………………………………………..
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (62) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode frasa yang berasal dari
bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko.
Terdapat campur kode berupa frasa yaitu frasa menengah ke bawah „menengah
ke bawah‟ yang merupakan campur kode dari frasa bahasa Indonesia dan tidak
memiliki padanan kata dalam bahasa Jawa. Campur kode pada data diatas
termasuk campur kode intern. Campur kode pada data (65) merupakan campur
kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 63)
.........................................................................
O1 : Ha‟a ngono-ngono kuwi jare. Bedane apa?
„Ya begitu-begitu itu katanya. Bedanya apa?‟
O2 : Kowe nek wong pinter ta, kaya Rina ndhek ben dhuwite diubengne
pirang juta sepuluh juta.
„Kamu kalau orang pandai, seperti Rina dulu uangnya diputar berapa
juta sepuluh juta.‟
.................................................................
(KC/D30/08/03/12)
Pada data (63) terjadi peristiwa campur kode yang berwujud frasa ke
dalam. Campur kode frasa ini terjadi pada kata sepuluh juta [s|puluh juta]
„sepuluh juta‟ yang merupakan bentuk frasa numeralia. Frasa ini merupakan frasa
yang berasal dari bahasa indonesia yang disisipkan ke dalam kalimat bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Frasa ini apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi sepuluh yuta [s|pulUh
yutO] „sepuluh juta‟. Campur kode frasa ini bersifat positif.
e. Campur Kode Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-
kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi
kalimat. Campur kode klausa ditemukan dalam tuturan pemuda di Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Campur kode klausa yang ditemukan
adalah campur kode klausa bahasa Indonesia dan campur kode klausa bahasa
Inggris. Berikut ini contoh campur kode klausa dalam tuturan bahasa Jawa.
(Data 64)
O1 : Omahe Dendi ya kebanjiran.
„Rumahnya Dendi juga kebanjiran.‟
O2 : Solo ya, pathokane Manahan. Kalau Manahan segini aja, Solo semua
kelelep.
„Solo ya, ukurannya Manahan. Kalau Manahan segini saja, Solo semua
terendam.‟
.....................................................
(KK/D5/03/01/12)
Pada data (64) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode klausa yang berasal
dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko.
Terdapat campur kode klausa yaitu klausa Kalau Manahan segini aja, Solo
semua „Kalau Manahan segini aja, Solo semua‟ yang merupakan campur kode
dari klausa bahasa Indonesia, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi yen
Manahan semene wae, Solo kabeh „kalau Manahan segini aja, Solo semua‟.
Campur kode pada data diatas termasuk campur kode intern. Campur kode pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
data (64) merupakan campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
(Data 65)
O1 : Aku ndhisik ki anyeli ngerti DMC, dandang manci ceret, ha..ha..ha..
Bebeh kok bose ndhek ben. I love you Bebeh, ha..ha..ha..
„Saya dulu itu sebal lihat DMC, dandang panci teko, ha..ha..ha.. Bebeh
(nama orang) bosnya dulu. Aku cinta kamu Bebeh, ha..ha..ha..‟
.............................................
(KT/D18/04/02/12)
Berdasarkan data (65) terdapat campur kode klausa berupa klausa bahasa
Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Dalam data di atas terdapat
campur kode klausa yaitu pada klausa I love you „I love you‟ yang merupakan
bentuk klausa yang berasal dari bahasa Inggris. Klausa tersebut apabila diganti
dengan bahasa Jawa menjadi aku tresna kowe „aku cinta kamu‟.
(Data 66)
O1 : Pitik ki nganyeli tenan kok, ngising sak-sake wae. Arep tak gambari
pitik diping ngono.
„Ayam itu menyebalkan benar, buang kotoran sembarangan saja. Mau
saya beri gambar ayam disilang begitu.‟
O2 : Kene lho nggon cagak kene lho, ayam dilarang masuk ngono. Ora
mbok tulisi kok.
„Sini di tiang sini, ayam dilarang masuk begitu. Tidak kamu beri
tulisan.‟
.........................................................
(KB/D23/03/03/12)
Pada data (66) terdapat peristiwa campur kode klausa yang ditandai
dengan masuknya klausa bahasa Indonesia yaitu klausa ayam dilarang masuk
„ayam dilarang masuk‟‟ ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Klausa
tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi pitik ora oleh mlebu „ayam
dilarang masuk‟. Campur kode klausa tersebut termasuk campur kode intern yang
bersifat positif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
(Data 67)
..............................................
O1 : Genah baline kok.
„Pasti kembalinya.‟
O2 : Bali, ora sudi. Kaya gawe event kuwi semudah yang kita bayangkan.
Soale wis tau ngalami mumete wong gawe event, apa sithik kleru
diunyeng-unyeng ngana kae.
„Kembali, tidak mau. Seperti buat acara itu semudah yang kita
bayangkan. Soalnya sudah pernah mengalami pusingnya orang
membuat acara, apa sedikit salah dimarah-marahi seperti itu.‟
(KB/D26/03/03/12)
Pada data (63) terdapat campur kode klausa ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko.
Terdapat campur kode klausa berupa klausa bahasa Indonesia yaitu klausa
semudah yang kita bayangkan „semudah yang kita bayangkan‟ apabila diganti
dengan bahasa Jawa menjadi gampang kaya sing dibayangke „semudah yang kita
bayangkan‟. Campur kode tersebut merupakan campur kode positif.
(Data 68)
.............................................
O1 : Ya nunggu hasilnya dulu. Aku kan ora ngaku nang lembaran kon ngisi
formulir neh ngana kae ta, apa jenenge pernah ndhek ben asal-usule
nyambut gawe nyambi-nyambi enggak. “Aku pernah itu gini aku masih
kerja Bu,” aku ya ngono. Terus ngisi gaji ta kan tak okoli wae ta,
antara siji setengah nyampek dua. “Mbak ini kalau misalkan enggak
segini itu gimana? Ini paling di bawahnya tu Mbak?”
„Ya menunggu hasilnya dulu. Saya tidak mengaku di lembaran disuruh
mengisi formulir lagi seperti itu, apa namanya pernah dulu asal-usulnya
bekerja ada sampingan tidak? “Saya pernah itu begini saya masih kerja
Bu,” saya juga begitu. “Mbak ini kalau misalnya tidak sekian itu
bagaimana? Ini paling di bawahnya itu Mbak?”
O2 : Terus?
„Terus?‟
.................................................
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (68) terjadi peristiwa campur kode klausa. Campur kode klausa
yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko.
Terdapat campur kode klausa yaitu klausa nunggu hasilnya dulu „nunggu
hasilnya dulu‟ yang merupakan campur kode dari klausa bahasa Indonesia,
apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi ngenteni hasile sik „nunggu hasilnya
dulu‟. Campur kode pada data diatas termasuk campur kode intern. Campur kode
pada data (68) merupakan campur kode positif, artinya tidak mengganggu
komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
f. Campur Kode Ungkapan
Ungkapan atau idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling
memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya karena
bersama yang lain atau konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan
makna anggota-anggotanya. Campur kode ungkapan atau idom ditemukan dalam
tuturan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar. Berikut ini
beberapa contoh campur kode ungkapan atau idiom dalam tuturan bahasa Jawa.
(Data 69)
.....................................................
O1 : Ki durung sungkem kok, ki durung direstui.
„Belum sungkem, belum direstui.‟
O2 : Sungkem, bakda wae durung kok sungkem.
„Sungkem, lebaran saja belum kok sungkem.‟
O3 : Salah, kowe kuwi sik salah. Silaturahmi sebenere, sungkem ki apa?
Menenga wae, nasibmu kaya Kipli kondisi tak berkutik.
„Salah, kamu itu yang salah. Persaudaraan sebenarnya, sungkem itu
apa? Lebih baik diam saja, nasibmu seperti Kipli kondisi tak berkutik.‟
..........................................................
(KK/D10/20/01/12)
Pada data (69) tuturan di atas terjadi peristiwa campur kode ungkapan atau
idiom yaitu ungkapan kondisi tak berkutik „kondisi tak berkutik‟ yang berarti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
dalam kondisi yang tidak bergerak. Ungkapan tersebut merupakan ungkapan yang
berasal dari bahasa Indonesia yang masuk ke dalam tuturan bahasa Jawa ngoko
sebagai tanda adanya peristiwa campur kode berupa campur kode ungkapan.
Ungkapan tersebut apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi ora bisa ngapa-
ngapa „kondisi tak berkutik‟. Campur kode ini termasuk campur kode intern atau
ke dalam yang bersifat positif.
(Data 70)
.........................................................
O1 : Ya naknu kowe rasah sida dolan wae, dolano suk nek prei wae.
„Ya kalau begitu kamu tidak usah main saja, main kalau sudah liburan
saja.‟
O2 : Lha ning ya aku perkewuh karo kancaku, soale wis janji, janji adalah
hutang, ha..ha..ha..
„Tetapi saya juga sungkan dengan teman saya, soalnya sudah janji, janji
adalah utang, ha..ha..ha..‟
..........................................................
(KL/D12/23/01/12)
Pada data (70) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ungkapan yang berasal
dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko.
Terdapat campur kode ungkapan yaitu janji adalah hutang „janji adalah hutang‟
yang merupakan campur kode dari ungkapan bahasa Indonesia, apabila diganti
dengan bahasa Jawa menjadi janji kuwi hutang „janji adalah hutang‟. Campur
kode pada data diatas termasuk campur kode intern. Campur kode pada data (70)
merupakan campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi antara
penutur dan mitra tutur.
(Data 71)
O1 : Nunggal lak bose Gondez ta?”
„Nunggal bosnya Gondez?‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
O2 : He‟em, marai balane akeh kok. Kuwi kosong, paling sing berat ki
Kebakkramat. Duwe anak buah nang Kebakkramat isine Gondez thok.
Kuwi kan perbatasan ta, Palur, Kebakkramat.
„Ya, sebab temannya banyak. Itu kosong, paling yang berat itu
Kebakkramat. Punya anak buah di Kebakkramat isinya Gondez semua.
Itu perbatasan, Palur, Kebakkramat.‟
...................................................................
(KT/D15/04/02/12)
Pada data (71) terjadi peristiwa campur kode idiom atau ungkapan.
Campur kode idiom yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke
dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Dialog tersebut disampaikan dengan
bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode idiom yaitu idiom anak buah „anak
buah‟ yang merupakan campur kode dari idiom bahasa Indonesia, apabila diganti
dengan bahasa Jawa menjadi andhahan „anak buah‟. Campur kode pada data
diatas termasuk campur kode intern. Campur kode pada data (71) merupakan
campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan
mitra tutur.
g. Campur Kode Baster
Baster adalah gabungan pembentukan kata asli dan kata asing. Campur
kode baster ditemukan dalam tuturan pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar. Berikut ini beberapa contoh campur kode baster dalam
tuturan bahasa Jawa.
(Data 72)
...............................................
O1 : Turnamen Footsal kae lho?
„Turnamen Footsal itu?‟
O2 : O..Allah, uwis ndhek mau esuk. Tibake nggo cah SMA.
„Ya..Allah, sudah tadi pagi. Ternyata untuk anak SMA.‟
...............................................
(KT/D3/20/12/11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Pada data (72) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode baster yang terbentuk
dari gabungan kata yang berasal dari bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Dialog
tersebut disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode baster
turnamen footsal „turnamen footsal‟, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi
tetandhingan footsal „turnamen footsal‟. Campur kode pada data (72) merupakan
campur kode positif, artinya tidak mengganggu komunikasi antara penutur dan
mitra tutur.
(Data 73)
O1 : Kok masalah premanisme kabeh ta? Wedi aku.
„Kok masalah premanisme semua? Takut saya.‟
O2 : Nyritakne Nunggal kuwi lho.
„Menceritakan Nunggal itu.‟
O1 : Lha iya, premanisme kabeh no, wedi aku. Aku ora lho, tenan aku.
„Ya, premanisme semua, takut saya. Saya tidak, sungguh saya.‟
………………………………………….
(KT/D16/04/02/12)
Pada data (73) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode baster. Dialog tersebut
disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode baster yaitu
premanisme „premanisme‟ yang merupakan campur kode baster yang berarti
segala sesuatu yang berhubungan dengan preman. Bentuk baster tersebut tidak
memiliki padanan dalam bahasa Jawa.
(Data 74)
O1 : Mau ya ngomong ngene ki, iya kan dha ngomong-ngomongke apa sing
lapangan kae kan dosbox ngene-ngene aku kan ya mudeng tak iyani
thok. “Nanti itu Mbak misalkan,” anu intine kan bayar sik lagi jikuk
barang ngene-ngene ngono ta. Pokoke kudu konsekuen ya mesakne-
mesakne tapi kudu apa jenenge teges, ngono-ngono kuwi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
„Tadi juga bicara begini, iya semua membicarakan apa yang lapangan
itu dosbox begini-begini saya ya mengerti saya jawab iya saja. “Nanti
itu Mbak misalkan,” intinya bayar dulu baru ambil barang begini-begini
begitu. Pokoknya harus konsekuen ya kasihan-kasihan tetapi harus apa
namanya tahu, begitu-begitu itu.‟
O2 : Mbak Kesi wonge teges.
„Mbak Kesi orangnya tahu.‟
(KC/D28/08/03/12)
Pada data (74) terdapat campur kode baster. Dialog tersebut disampaikan
dengan bahasa Jawa ngoko. Terdapat campur kode baster yaitu dosbox „dosbox‟
merupakan bentuk baster gabungan antara kata yang berasal dari bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris, apabila diganti dengan bahasa Jawa menjadi kothak kerdus
„dosbox‟. Campur kode tersebut merupakan campur kode positif.
B. Fungsi Campur Kode dalam Tuturan Bahasa Jawa Kalangan Pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar
Campur kode yang terdapat dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar memiliki fungsi tertentu dan
berbeda-beda. Berikut adalah fungsi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar
a. Lebih Mudah Diucapkan
(Data 75)
O1 : Ayo ndang dicoba meneh!
„Mari segera dicoba lagi!‟
O2 : Kosik, ora kuwat aku. Istirahat sik!
„Nanti dulu, tidak kuat saya. Istirahat dulu!‟
…………………………………………………….
(KC/D1/10/12/11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Dari data (75) terjadi peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi dari
campur kode kata tersebut adalah lebih mudah diucapkan sebagai wujud
kebiasaan serta kesantaian peserta tindak tutur dalam berkomunikasi dengan
memasukkan unsur bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Mitra tutur (O2)
secara tidak sengaja menggunakan kata bahasa Indonesia untuk menjelaskan atau
menegaskan kepada penutur (O1) bahwa dia ingin beristirahat sejenak.
(Data 76)
O1 : Gung, hari ini jatah muter nyandi?”
„Gung (nama orang), hari ini bagian keliling ke mana?‟
O2 : Jumapolo Mas, ayo melu wae!
„Jumapolo Mas, mari ikut saja!‟
O1 : Aku mengko emang arep rana karo Jatno.
„Saya nanti memang mau kesana dengan Jatno.‟
O2 : Lha, Jatno nang endi Mas?
„Jatno di mana Mas?‟
O1 : Masih nang kantor, tapi aku wis ngomong tak tunggu nang warung
soto.
„Masih di kantor, tetapi saya sudah bilang saya tunggu di warung soto.‟
O2 : Engko mangkat bareng wae Mas, sekitar jam sepuluh wae.
„Nanti berangkat bersama saja Mas, sekitar jam sepuluh saja.‟
O1 : Emang iki jam pira?
„Memangnya ini jam berapa?‟
O2 : Iki lagi jam sanga Mas.
„Ini baru jam sembilan Mas.‟
(KK/D8/17/01/12)
Dari data (76) terjadi peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi dari
campur kode tersebut adalah lebih mudah diucapkan karena kebiasaan dan untuk
memberikan kemudahan dalam berkomunikasi.
(Data 77)
O1 : Kipli ki ora wani omongan mbi wong wedok, aku ngerti no.
„Kipli ini tidak berani bicara dengan perempuan, saya tahu.‟
O2 : Fitnah, wong kok fitnah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
„Fitnah, orang kok fitnah.‟
O1 : Ndang omongan mbi wong wedok ndang! Kowe engko yen enek wong
wedok lewat jaken omongan.
„Coba kamu bicara dengan perempuan sekarang! Kamu nanti kalau ada
perempuan lewat coba ajak bicara.‟
.............................................................................
(KK/D11/20/01/12)
Pada data (77) tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode kata yang
ditandai dengan masuknya unsur kata bahasa indonesia ke dalam bahasa Jawa
ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih mudah diucapkan. Campur
kode kata tersebut digunakan oleh mitra tutur (O2) karena mitra tutur ingin
menegaskan bahwa apa yang dikatakan oleh penutur (O1) tidak benar atau tanpa
dasar kebenaran.
(Data 78)
................................................................................
O1 : Masak sopire ya ditarget?
„Masak sopirnya juga ditarget?‟
O2 : Ya ora, kan bentuke team ngono lho. Kowe salese, aku sopire ta...
„Ya tidak, bentuknya tim begitu. Kamu salesnya, saya sopirnya...‟
.........................................................................................
(KB/D25/03/03/12)
Berdasarkan data (78) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata
tersebut adalah lebih mudah diucapkan dan memberikan kemudahan dalam
berkomunikasi.
b. Lebih Nyaman Digunakan dan Mudah Dimengerti
(Data 79)
……………………………………
O1 : Nggonmu barang.
„Tempatmu juga.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
O2 : Sak polok patunge kae lho, patung kecamatan, kaki patunge kae lho,
ha..ha..ha..”
„Setinggi mata kaki patung itu, patung kecamatan, kaki patungnya itu,
ha..ha..ha..‟
O3 : Edan yake, dhuwur banget ya bener kok.
„Gila apa, tinggi sekali ya benar saja.‟
(KK/D5/03/01/12)
Pada data (79) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Indonesia kaki „kaki‟ ke dalam tuturan bahasa Jawa
ngoko. Fungsi dari campur kode tersebut adalah lebih nyaman digunakan dan
mudah dimengerti untuk menyampaikan maksud mitra tutur (O2) yaitu untuk
membangkitkan rasa humor dengan menunjukkan bahwa batasan air sampai
setinggi kaki patung bukan kaki manusia.
(Data 80)
………………………………....
O1 : Kowe mau ya keliling?
„Kamu tadi juga keliling?‟
O2 : Iya, mau jadwale nglebokne deposit. Lha kowe mau mubeng nyandi?
„Iya, tadi jadwal memasukan deposit. Kamu tadi keliling ke mana?‟
O1 : Aku mau jatah keliling nang Jumapolo.
„Aku tadi bagian keliling di Jumapolo.‟
(KK/D7/10/01/12)
Dalam tuturan di atas terdapat campur kode kata intern dengan penyisipan
kata bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ngoko. Fungsi dari campur kode
bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa adalah lebih nyaman digunakan
dan mudah dimengerti sehingga mempermudah penutur (O1) dalam
berkomunikasi agar maksud dari penutur dapat tersampaikan dengan mudah
kepada mitra tutur (O2). Campur kode kata yang digunakan penutur (O1) secara
tidak langsung dapat menunjukkan bahwa penutur dan mitra tutur memiliki
pekerjaan yang sama atau bekerja di bidang yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
(Data 81)
............................................
O1 : Sak-sake penting aku isa ngrecord.
„Terserah yang penting saya bisa ngrecord (merekam).‟
O2 : Penak nang SMP, leluasa.
„Nyaman di SMP, leluasa.‟
...........................................
(KL/D12/23/01/12)
Pada data (81) terdapat campur kode kata ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih nyaman
digunakan dan mudah dimengerti sehingga memperlancar jalannya komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
(Data 82)
..............................................................................
O1 : Tapi kuwi total saka Sampurna Mild kabeh?
„Tetapi itu total dari Sampurna Mild semua?‟
O2 : Sampurna Mild, Monday apa gelem? Ngetokne alat saka garasi wae
peng-pengan kok, gelem metu diudan-udanke ya..
„Sampurna Mild, Monday (studio musik) apa mau? Mengeluarkan alat
dari garasi saja sudah luar biasa, mau keluar dihujan-hujankan ya..‟
O1 : Mbok sembah ngalor ngidul.
„Kamu sembah utara selatan (ke mana-mana).‟
(KB/D21/03/03/12)
Berdasarkan data (82) terdapat peristiwa campur kode kata berupa
penyisipan unsur kata bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam
ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih nyaman digunakan dan
mudah dimengerti daripada menggunakan bahasa inti dan karena pengaruh materi
pembicaraan yang membuatnya mencari kemudahan dalam berkomunikasi antara
penutur dan mitra tutur dengan memasukkan unsur bahasa Indonesia ke dalam
bahasa Jawa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
(Data 83)
..............................
O2 : Terus?
„Terus?‟
O1 : “Sekitar Bu?”, aku ngono. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Embuh satunane ki pira aku ya ora
mudheng, lha kan aku begitu takok mendetail kan aku urung ngerti
hasile piye ta aku. Ya mung wonge biasa kok. Ya mung ngomong ngene
sih anu, “Kamu dapat info dari mana? Dari tetangga.” Aku ya ngono-
ngono thok, aku lali ora tekok kowe la aku ora gagasan saumpama
enek ngono-ngono kuwi ta. Tak kira ki tese psikotes, kok tese kaya
ngono. Aku santai bianget lho, mampus deh aku.
„“Sekitar Bu?”, saya begitu. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Tidak tahu satunannya itu berapa saya juga
tidak mengerti, saya begitu tanya mendetail saya belum mengerti
hasilnya bagaimana. Ya hanya orangnya biasa. Ya hanya bilang seperti
ini, “Kamu dapat info dari mana? Dari tetangga.” Saya juga begitu-
begitu saja, saya lupa tidak tanya kamu saya tidak mempunyai gagasan
seumpama ada seperti itu. Saya kira itu tesnya psikotes, ternyata tesnya
seperti itu. Saya santai sekali, mampus saya.‟
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (83) terdapat campur kode kata ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih nyaman
digunakan dan mudah dimengerti sehingga memperlancar jalannya komunikasi
antara penutur dan mitra tutur.
(Data 84)
.......................................................
O1 : Terus?
„Terus?‟
O2 : Jane, terus apa ki Sampurna Mild kon gawe event nang kono ta, dikeki
dana tapi ki kon aja enek sponsor Sampurna Mild. Dadi aja nganti
ngerti yen kuwi sik nyeponsori Sampurna Mild ngono lho. Ya wis,
paling kan pengen ngerti evene kaya ngono dadine kaya ngapa.
„Sebenarnya, lalu apa itu Sampurna Mild disuruh buat acara di situ kan,
diberi dana tetapi itu disuruh jangan ada iklan Sampurna Mild. Jadi
jangan sampai tahu kalau itu yang mensponsori Sampurna Mild
begitu.Ya sudah, paling kan ingin tahu acaranya seperti itu jadinya
seperti apa.‟
O1 : Pengen survey sik.
„Ingin memeriksa dulu.‟
O2 : Pengen nyurvei sik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
„Ingin memeriksa dulu.‟
...............................................................
(KB/D21/03/03/12)
Berdasarkan data (84) terdapat peristiwa campur kode kata berupa
penyisipan unsur kata bahasa Inggris ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko.
Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih nyaman digunakan dan mudah
dimengerti sehingga memperlancar jalannya komunikasi antara penutur dan mitra
tutur.
(Data 85)
......................................................
O2 : Lha kowe wis kulina dadi ya oke-oke wae!
„Kamu sudah terbiasa jadi ya oke-oke saja!‟
O1 : Ha..ha…mulakna ayo dicoba meneh ben terbiasa!
„Ha..ha… maka mari dicoba lagi biar terbiasa!‟
........................................................
(KC/D1/10/12/11)
Berdasarkan tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode kata jadian
dengan penyisipan kata jadian dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa ragam
ngoko sebagai bahasa inti. Fungsi campur kode kata jadian tersebut adalah lebih
nyaman digunakan dan mudah dimengerti bahwa penutur (O1) ingin membujuk
mitra tutur (O2) agar mau terus berlatih bermain sepeda.
(Data 86)
O1 : Kowe mau kon ngedol aktifan ora?
„Kamu tadi disuruh jual aktifan tidak?‟
O2 : Iya, aku mau wis jikuk aktifan tapi durung payu.
„Iya, saya tadi sudah mengambil aktifan tetapi belum laku.‟
..........................................................
(KK/D7/10/01/12)
Pada data (86) terdapat campur kode kata jadian intern atau ke dalam yang
berasal dari bahasa Indonesia. Fungsi campur kode kata jadian tersebut adalah
lebih nyaman digunakan dan mudah dimengerti karena pengaruh materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
pembicaraan yang membuatnya mencari kemudahan dalam berkomunikasi antara
penutur (O1) dan mitra tutur (O2) dengan memasukkan unsur bahasa Indonesia ke
dalam bahasa Jawa.
(Data 87)
......................................................
O1 : Wonge lemu enek, elik kuwi ta? Mulane mbake ki kok ora ayu-ayu, ora
meyakinkan. Aku ya ora nganu ngono lho.
„Orangnya gemuk ada, jelek itu kan? Makanya kakak-kakaknya juga
tidak cantik-cantik, tidak meyakinkan. Saya juga tidak peduli begitu.‟
O2 : Kuwi Mbak Kesi tujokna ijik mesakne lho, ndhek ben nang kana
diunek-unekne Mbak Kesi lho. Kuwi nganti sepuluh juta lho dhuwite
diubengke.
„Itu Mbak Kesi untungnya masih kasihan, dulu di sana dimarah-marahi
Mbak Kesi. Itu sampai sepuluh juta uangnya diputar.‟
........................................................
(KC/D30/08/03/12)
Pada data (87) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian yang
ditandai dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke
dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata jadian tersebut
adalah lebih nyaman digunakan dan mudah dimengerti sehingga memperlancar
jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 88)
...............................................
O1 : Lha sing dimutasi apa ya kuwi? Sing dimutasi nang Solo?
„Yang dimutasi apa ya itu? Yang dimutasi ke Solo?‟
O2 : Ha‟a.
„Ya.‟
(KC/D30/08/03/12)
Dalam tuturan data (88) di atas terdapat peristiwa campur kode kata jadian
intern. Fungsi campur kode kata jadian tersebut adalah lebih nyaman digunakan
dan lebih mudah dimengerti karena pengaruh materi pembicaraan sehingga perlu
memakai kata dari bahasa Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
(Data 89)
………………………
O2 : Lha wonge nangendi?
„Orangnya di mana?‟
O3 : Jalan-jalan karo Dila.
„Jalan-jalan dengan Dila.‟
O1 : Wah,, gagal total iki.
„Wah,, gagal total ini.‟
(KT/D4/31/12/11)
Pada data (89) terjadi peristiwa campur kode perulangan kata atau
reduplikasi. Fungsi campur kode perulangan kata tersebut adalah lebih nyaman
digunakan dan mudah dimengerti sehingga maksud mitra tutur (O3) dapat
tersampaikan dan tidak mengganggu jalannya komunikasi.
(Data 90)
O1 : Pitmu nyandi kok ora ditokne ki?
„Sepedamu kemana tidak dikeluarkan?‟
O2 : Pitku sedang dalam proses kok, dadi urung isa metu.
„Sepedaku sedang dalam proses, jadi belum bisa keluar.‟
......................................................
(KC/D2/10/12/11)
Pada data (89) tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode frasa yang
ditandai dengan masuknya unsur frasa bahasa Indonesia ke dalam bahasa Jawa
ngoko. Fungsi campur kode frasa tersebut adalah lebih nyaman digunakan dam
mudah dimengerti yaitu untuk menekankan atau menegaskan maksud dari mitra
tutur (O2) sehingga ia mencampurkan unsur bahasa Indonesia ke dalam bahasa
Jawa.
(Data 91)
O1 : Wadhuk Wonogiri ndhek wingi umpama iki urung terang ngono
embuh, jebol ambyar kabeh.
„Waduk Wonogiri, jika sampai sekarang belum reda begitu barangkali
jebol rusak semuanya.‟
O2 : Iki sik banjir ngendi ta Mas, omonge nganti pitung dina?
„Ini yang banjir sebelah mana Mas, katanya sampai tujuh hari?‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
O3 : Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan iku lho.
„Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan itu.‟
(KK/D6/03/01/12)
Pada data (91) terjadi campur kode yang berwujud frasa yang ditandai
dengan adanya penyisipan frasa dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa
Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode frasa tersebut adalah lebih nyaman
digunakan dan mudah dimengerti dan menunjukkan bahwa mitra tutur (O3) bisa
menguasai dan terbiasa menggunakan bahasa Indonesia didukung latar belakang
mitra tutur (O3) tersebut.
(Data 92)
...........................................
O1 : Ya sekitar jam sepuluhan.
„Ya sekitar jam sepuluh.‟
O2 : Bar kuwi ta nek wis kowe arep rampung tugase, ya rung rampung ya
lagi tahap awal. Yen aku wis mulih wae aku nang omahe Eka.
„Setelah itu kalau kamu sudah mau selesai tugasnya, ya belum selesai
ya baru tahap awal. Kalau saya sudah pulang saja nanti saya ke rumah
Eka.‟
..........................................
(KL/D12/23/01/12)
Berdasarkan data (92) terdapat campur kode kata berupa frasa bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode frasa
tersebut adalah lebih nyaman digunakan dan mudah dimengerti sehingga
memperlancar jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
c. Lebih Mudah Diingat
Data (93)
..............................................................................
O1 : Kan pas parkir ta, anune ilang ngono lho, nomere ilang. Sik dhewe
Pethak ora mudheng apa-apa ngono lho, teka-teka malah melu-melu
ngono kae, “ora isa, ilangi kudu ngijoli.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
„Waktu parkir, nomornya hilang. Awalnya Pethak (nama orang) tidak
mengerti apa-apa begitu, datang-datang malah ikut-ikutan seperti itu,
“tidak bisa, hilang itu harus mengganti”.‟
O2 : Cah-cah posisi mendem kok ya.
„Anak-anak dalam keadaan mabuk ya.‟
...............................................................................
(KT/D17/04/02/12)
Pada data (93) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi campur
kode kata tersebut adalah lebih mudah diingat sehingga mempermudah jalannya
komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
(Data 94)
...........................
O1 : Ha‟a.
„Ya.‟
O2 : Kuwi kasus kuwi ndhek ben. Aku ngomong ndhek ben kasus-kasus kuwi
lho.”
„Itu kasus itu dulu. Saya bicara dulu kasus-kasus itu.‟
..........................
(KC/D30/08/03/12)
Pada data (94) tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode kata yang
ditandai dengan masuknya unsur kata bahasa indonesia ke dalam bahasa Jawa
ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih mudah diingat sehingga
tidak mengganggu jalannya komunikasi yaitu keinginan mitra tutur untuk
meyakinkan penutur tentang sebuah kasus yang telah terjadi dan mitra tutur ingin
menjelaskan tentang kasus tersebut atau apa yang telah terjadi.
(Data 95)
...................................................................
O1 : Ki durung sungkem kok, ki durung direstui.
„Belum sungkem, belum direstui.‟
O2 : Sungkem, bakda wae durung kok sungkem.
„Sungkem, lebaran saja belum kok sungkem.‟
.....................................................................
(KK/D10/20/01/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Dalam tuturan data (95) di atas terdapat peristiwa campur kode kata jadian
intern. Fungsi campur kode kata jadian tersebut adalah lebih mudah diingat
sehingga mempermudah jalannya komunikasi antara penutur (O1) dengan mitra
tutur (O2).
(Data 96)
O1 : Nunggal lak bose Gondez ta?”
„Nunggal bosnya Gondez?‟
O2 : He‟em, marai balane akeh kok. Kuwi kosong, paling sing berat ki
Kebakkramat. Duwe anak buah nang Kebakkramat isine Gondez thok.
Kuwi kan perbatasan ta, Palur, Kebakkramat.
„Ya, sebab temannya banyak. Itu kosong, paling yang berat itu
Kebakkramat. Punya anak buah di Kebakkramat isinya Gondez semua.
Itu perbatasan, Palur, Kebakkramat.‟
....................................................................
(KT/D15/04/02/12)
Pada data (96) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian yang
ditandai dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke
dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata jadian tersebut
adalah lebih mudah diingat sehingga tidak mengganggu jalannya komunikasi.
(Data 97)
................................................................
O1 : Lha iya, premanisme kabeh no, wedi aku. Aku ora lho, tenan aku.
„Ya, premanisme semua, takut saya. Saya tidak, sungguh saya.‟
O2 : Dadi ki omahe ora dibacutke bayar listrik, banyu kuwi kat seprene
kejadian kuwi urung dibayar.
„Jadi sekarang rumahnya tidak dilanjutkan bayar listrik, air semenjak
sampai sekarang kejadian itu belum dibayar.‟
(KT/D16/04/02/12)
Pada data (97) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian yang
ditandai dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke
dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata jadian tersebut
adalah lebih mudah diingat sehingga memperlancar jalannya komunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
(Data 98)
O2 : Terus?
„Terus?‟
O1 : “Sekitar Bu?”, aku ngono. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Embuh satunane ki pira aku ya ora
mudheng, lha kan aku begitu takok mendetail kan aku urung ngerti
hasile piye ta aku. Ya mung wonge biasa kok. Ya mung ngomong ngene
sih anu, “Kamu dapat info dari mana? Dari tetangga.” Aku ya ngono-
ngono thok, aku lali ora tekok kowe la aku ora gagasan saumpama
enek ngono-ngono kuwi ta. [..........]
„“Sekitar Bu?”, saya begitu. “Ya minimal sembilan ratus, ya antara
sembilan sampai satunan.” Tidak tahu satunannya itu berapa saya juga
tidak mengerti, saya begitu tanya mendetail saya belum mengerti
hasilnya bagaimana. Ya hanya orangnya biasa. Ya hanya bilang seperti
ini, “Kamu dapat info dari mana? Dari tetangga.” Saya juga begitu-
begitu saja, saya lupa tidak tanya kamu saya tidak mempunyai gagasan
seumpama ada seperti itu. [.......]
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (98) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian yang
ditandai dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke
dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata jadian tersebut
adalah lebih mudah diingat sehingga komunikasi antara penutur (O1) dengan mitra
tutur (O2) dapat berjalan dengan baik.
d. Lebih Komunikatif
(Data 99)
O1 : Wadhuk Wonogiri ndhek wingi umpama iki urung terang ngono
embuh, jebol ambyar kabeh.
„Waduk Wonogiri, jika sampai sekarang belum reda begitu barangkali
jebol rusak semuanya.‟
O2 : Iki sik banjir ngendi ta Mas, omonge nganti pitung dina?
„Ini yang banjir sebelah mana Mas, katanya sampai tujuh hari?‟
O3 : Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan iku lho.
„Joyotakan sebelah selatan, Gading selatan itu.‟
(KK/D6/03/01/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Pada data (99) dapat dilihat bahwa O1, O2, dan O3 berkomunikasi
menggunakan bahasa Jawa ngoko, akan tetapi bahasa Jawa ngoko yang digunakan
oleh O3 bercampur dengan bahasa Indonesia. Fungsi dari campur kode tersebut
adalah lebih komunikatif untuk menjelaskan letak sebuah tempat yaitu Gading
selatan sehingga lebih mudah untuk dipahami.
Data (100)
.......................................
O2 : Dadi sak wong sakyuta limangatus? Warnete brarti ya laris tenan.
„Jadi satu orang satu juta lima ratus? Warnetnya berarti ya laku benar.‟
O3 : Saiki ketoke tutup.
„Sekarang kelihatannya tutup.‟
O1 : Ora, kan kon bukak warnet, pertama ki duwe warnet sak omah, bukak
meneh dadi loro. Loro thok, loro ki sing duwe wong telu. Biasane setiap
bulan gajian di dum wong telu. Lha olehe ki biasane sakyuta
limangatus mung oleh sakyuta, ora trima padahal sepi tenan. Olehe
oleh sepi ngono lho.
„Tidak, disuruh buka warnet, pertama itu punya warnet satu rumah,
buka lagi jadi dua. Dua saja, dua itu yang punya tiga orang. Biasanya
setiap bulan gajian dibagi tiga orang. Pendapatannya biasanya satu juta
lima ratus hanya dapat satu juta, tidak terima padahal sepi benar. Hanya
dapat sepi begitu.‟
(KT/D14/04/02/12)
Pada data (100) terdapat tiga campur kode kata ke dalam atau intern yang
ditandai dengan penyisipan unsur kata yang berasal dari bahasa Indonesia ke
dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut
adalah lebih komunikatif untuk menyampaikan informasi tentang warnet yang
mereka bicarakan sehingga lebih mudah untuk menyampaikan maksud dari
penutur serta komunikasi antara penutur dan mitra tutur dapat berjalan lancar.
Data (101)
O1 : Nunggal lak bose Gondez ta?”
„Nunggal bosnya Gondez?‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
O2 : He‟em, marai balane akeh kok. Kuwi kosong, paling sing berat ki
Kebakkramat. Duwe anak buah nang Kebakkramat isine Gondez thok.
Kuwi kan perbatasan ta, Palur, Kebakkramat.
„Ya, sebab temannya banyak. Itu kosong, paling yang berat itu
Kebakkramat. Punya anak buah di Kebakkramat isinya Gondez semua.
Itu perbatasan, Palur, Kebakkramat.‟
…………………………………………………………
(KT/D15/04/02/12)
Berdasarkan data (101) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata
tersebut adalah lebih komunikatif dalam menyampaikan maksud dari mitra tutur
(O2) kepada penutur (O1) sehingga mudah dipahami daripada dengan bahasa Jawa
atau bahasa inti.
(Data 102)
O1 : Kuwi ndhisik ngene lho, pertama wong Cakruk dendam karo kene ki
ngapa? Ndhisik wong Cakruk sing jenenge Kiki apa sapa ngono, kuwi
pernah diculik wong kene ngono lho. Nganti meh sesasi ora diulihne,
pokoke diculik. Mas Bandung kuwi ya melu ngamplengi kok, gayeng
banget. Padahal Mas Bandung nang kono dhewe. Polisine ning sithik,
wonge kalahan ta, “piye iki piye.” Akhire Mas John, sik dhewe
ngamplengi arep ngamplengi sijine ta, “rasah macem-macem”.
„Itu dahulu begini, pertama orang Cakruk dendam dengan orang sini itu
kenapa? Dahulu orang Cakruk yang namanya Kiki atau siapa begitu, itu
pernah diculik orang sini begitu. Sampai hampir satu bulan tidak
dipulangkan, pokoknya diculik. Mas Bandung itu juga ikut memukuli,
menyenangkan sekali. Padahal Mas Bandung di sana sendiri. Tetapi
polisinya sedikit, orangnya kalahan kan, “bagaimana ini bagaimana.”
Akhirnya Mas John, awalnya memukuli mau memukuli satunya lagi,
“tidak usah macam-macam”.‟
O2 : Marai polisi kabeh ya?
„Sebabnya polisi semua ya?‟
....................................................................
(KT/D17/04/02/12)
Pada data (102) tuturan di atas terdapat peristiwa campur kode kata bahasa
Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi campur kode kata tersebut adalah
lebih komunikatif dan memberikan kemudahan dalam menyampaikan tentang apa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
yang ia tahu mengenai hal yang sedang mereka bicarakan sehingga komunikasi
antara penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan lancar.
Data (103)
O1 : Ya nunggu hasilnya dulu. Aku kan ora ngaku nang lembaran kon ngisi
formulir neh ngana kae ta, apa jenenge pernah ndhek ben asal-usule
nyambut gawe nyambi-nyambi enggak. “Aku pernah itu gini aku masih
kerja Bu,” aku ya ngono. Terus ngisi gaji ta kan tak okoli wae ta,
antara siji setengah nyampek dua. “Mbak ini kalau misalkan enggak
segini itu gimana? Ini paling di bawahnya tu Mbak?”
„Ya menunggu hasilnya dulu. Saya tidak mengaku di lembaran disuruh
mengisi formulir lagi seperti itu, apa namanya pernah dulu asal-usulnya
bekerja ada sampingan tidak? “Saya pernah itu begini saya masih kerja
Bu,” saya juga begitu. “Mbak ini kalau misalnya tidak sekian itu
bagaimana? Ini paling di bawahnya itu Mbak?”
O2 : Terus?
„Terus?‟
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (103) tuturan di atas terjadi peristiwa campur kode kata bahasa
Indonesia ke dalam bahasa Jawa. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih
komunikatif untuk mencari kemudahan agar maksud dari penutur dapat
tersampaikan kepada mitra tutur.
(Data 104)
O1 : Kene ki sing Solo sing mendhing mung Mbak Kesi kuwi thok ki.
„Sini ini yang Solo yang mending hanya Mbak Kesi itu saja.‟
O2 : Kuwi ganas lho, tapi wonge penak. Mbak Kesi wonge tegas.
„Itu ganas, tetapi orangnya enak. Mbak Kesi orangnya tegas.‟
..................................................
(KC/D29/08/03/12)
Berdasarkan data (104) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata
tersebut adalah lebih komunikatif sehingga maksud dari mitra tutur dapat
tersampaikan dengan mudah kepada penutur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
(Data 105)
.........................................
O1 : Lha, kon closing kapan?
„Disuruh menutup kapan?‟
O2 : Jano kon closing sesuk, tapi yen durung payu ya ora tak closing sik.”
„Sebenarnya disuruh menutup besuk, tetapi kalau belum laku ya tidak
saya tutup dulu.‟
..................................................
(KK/D7/10/01/12)
Pada data (105) terdapat campur kode kata ke luar yang berasal dari
bahasa Inggris yang masuk ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi campur kode
kata tersebut adalah lebih komunikatif sehingga mudah dipahami karena pengaruh
materi pembicaraan yaitu berkaitan dengan pekerjaan penutur (O1) dan mitra tutur
(O2) yang menyebabkan mereka menggunakan kata tersebut dan untuk
menghindari padanan kata dalam bahasa Jawa yang jarang digunakan dalam hal
tersebut sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik.
(Data 106)
.....................................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi toko
sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. [………….]
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, yang serbu itu sembarang tapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. [……………..]
O1 : Padha aku, meeting esuk jam sepuluh mulih. Nongkrong thok mulih
ngono jam telu bali neh.
„Sama dengan saya, rapat pagi jam sepuluh pulang. Hanya
menongkrong pulang begitu jam tiga kembali lagi.‟
(KB/D25/03/03/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Pada data (106) tuturan di atas terjadi peristiwa campur kode kata berupa
kata bahasa Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode
kata tersebut adalah lebih komunikatif untuk menyampaikan maksud penutur dan
secara tidak langsung menunjukkan bahwa penutur bekerja di kantor sebuah
perusahaan.
(Data 107)
.........................................................................
O1 : Ya kuwi mau, aku teka kan aku ngisi formulir sik nang ngarepan ta,
wah isine wong lanang-lanang thok aku wis batin ta. Bar briefing
muni-muni ngana kae lho kaya kowe ngana kae, bar briefing ngono
urusan dosbox-dosbox kuwi embuh ora mudeng. Terus aku “Mbak
udah. Ya udah mbak naik ke atas.”
„Ya itu tadi, saya sampai kan saya mengisi formulir dulu di depan kan,
wah isinya anak laki-laki semua saya sudah membatin kan. Selesai
pengarahan marah-marah begitu itu seperti kamu itu, selesai
pengarahan begitu urusan dosbox-dosbox itu tidak tahu tidak mengerti.
Lalu saya “Mbak sudah. Ya sudah mbak naik ke atas.”
O2 : Briefing, aku malah urung tau munggah.
„Pengarahan, saya malah belum pernah ke atas.‟
...............................................................................
(KC/D29/08/03/12)
Dalam tuturan di atas terdapat campur kode kata ekstern dengan
penyisipan kata bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ngoko. Fungsi campur kode
kata tersebut adalah lebih komunikatif karena pengaruh materi pembicaraan yang
membuatnya mencari kemudahan dalam berkomunikasi antara penutur (O1) dan
mitra tutur (O2) dengan memasukkan unsur bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa.
(Data 108)
O1 : Piye, wis ana pengumuman urung?
„Bagaimana, sudah ada pengumuman belum?‟
O2 : Pengumuman apa?
„Pengumuman apa?‟
............................................
(KT/D3/20/12/11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Pada data (108) terjadi campur kode yang berwujud kata jadian yang
ditandai dengan adanya penyisipan unsur kata jadian dari bahasa Indonesia ke
dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata jadian tersebut
adalah lebih komunikatif karena penutur (O1) dan mitra tutur (O2) menghindari
pemakaian kata atau istilah yang jarang dipakai oleh orang lain.
(Data 109)
O1 : Solo ya ora seragaman ya ternyata ya.
„Solo juga tidak berseragam ya ternyata ya.‟
O2 : Bebas.
„Bebas.‟
...........................
(KC/D30/08/03/12)
Dalam tuturan data (109) di atas terdapat peristiwa campur kode kata
jadian intern. Campur kode kata jadian ke dalam atau intern yang terjadi pada
penyisipan kata berbahasa Indonesia. Fungsi campur kode kata jadian tersebut
adalah lebih komunikatif sehingga maksud dari penutur dapat tersampaikan
dengan mudah kepada mitra tutur.
(Data 110)
O1 : Piye? Sida tahun baru ora iki?
„Bagaimana? Jadi tahun baru tidak ini?‟
O2 : La Ceret nyandi?
„La Ceret (nama orang) ke mana?‟
O3 : Mau tak tilpun jare ora sida ki?
„Tadi saya telefon katanya tidak jadi itu?‟
.......................................................
(KT/D4/31/12/11)
Pada data (110) terdapat peristiwa campur kode frasa yang ditandai
dengan masuknya unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi
campur kode frasa tersebut adalah lebih komunikatif karena penutur menghindari
kata atau istilah yang jarang digunakan atau didengar oleh orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
(Data 111)
O2 : Dadi sak wong sakyuta limangatus? Warnete brarti ya laris tenan.
„Jadi satu orang satu juta lima ratus? Warnetnya berarti ya laku benar.‟
O3 : Saiki ketoke tutup.
„Sekarang kelihatannya tutup.‟
O1 : Ora, kan kon bukak warnet, pertama ki duwe warnet sak omah, bukak
meneh dadi loro. Loro thok, loro ki sing duwe wong telu. Biasane setiap
bulan gajian di dum wong telu. Lha olehe ki biasane sakyuta
limangatus mung oleh sakyuta, ora trima padahal sepi tenan. Olehe
oleh sepi ngono lho.
„Tidak, disuruh buka warnet, pertama itu punya warnet satu rumah,
buka lagi jadi dua. Dua saja, dua itu yang punya tiga orang. Biasanya
setiap bulan gajian dibagi tiga orang. Pendapatannya biasanya satu juta
lima ratus hanya dapat satu juta, tidak terima padahal sepi benar. Hanya
dapat sepi begitu.‟
.......................................................
(KT/D14/04/02/12)
Pada data (111) terdapat peristiwa campur kode frasa yang ditandai
dengan masuknya frasa bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi
campur kode frasa tersebut adalah lebih komunikatif sehingga mempermudah
jalannya komunikasi karena pengaruh dari bahasa lain yang dikuasainya secara
tidak sadar penutur (O1) mencampurkan unsur bahasa lain ke dalam bahasa Jawa.
(Data 112)
O1 : Omahe Dendi ya kebanjiran.
„Rumahnya Dendi juga kebanjiran.‟
O2 : Solo ya, pathokane Manahan. Kalau Manahan segini aja, Solo semua
kelelep.
„Solo ya, ukurannya Manahan. Kalau Manahan segini saja, Solo semua
terendam.‟
.....................................................
(KK/D5/03/01/12)
Pada data (112) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode klausa yang berasal
dari bahasa Indonesia. Fungsi campur kode klausa tersebut adalah lebih
komunikatif untuk meyakinkan penutur tentang apa yang diceritakan oleh mitra
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
tutur yaitu mengenai batas ukuran air yang membuat wilayah Solo terendam
banjir.
(Data 113)
..............................................
O1 : Genah baline kok.
„Pasti kembalinya.‟
O2 : Bali, ora sudi. Kaya gawe event kuwi semudah yang kita bayangkan.
Soale wis tau ngalami mumete wong gawe event, apa sithik kleru
diunyeng-unyeng ngana kae.
„Kembali, tidak mau. Seperti buat acara itu semudah yang kita
bayangkan. Soalnya sudah pernah mengalami pusingnya orang
membuat acara, apa sedikit salah dimarah-marahi seperti itu.‟
(KB/D26/03/03/12)
Pada data (113) terdapat campur kode frasa ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Fungsi campur kode frasa tersebut adalah lebih komunikatif
untuk menegaskan maksud mitra tutur (O2) sehingga mempermudah jalannya
komunikasi.
(Data 114)
.............................................
O1 : Ya nunggu hasilnya dulu. Aku kan ora ngaku nang lembaran kon ngisi
formulir neh ngana kae ta, apa jenenge pernah ndhek ben asal-usule
nyambut gawe nyambi-nyambi enggak. “Aku pernah itu gini aku masih
kerja Bu,” aku ya ngono. Terus ngisi gaji ta kan tak okoli wae ta,
antara siji setengah nyampek dua. “Mbak ini kalau misalkan enggak
segini itu gimana? Ini paling di bawahnya tu Mbak?”
„Ya menunggu hasilnya dulu. Saya tidak mengaku di lembaran disuruh
mengisi formulir lagi seperti itu, apa namanya pernah dulu asal-usulnya
bekerja ada sampingan tidak? “Saya pernah itu begini saya masih kerja
Bu,” saya juga begitu. “Mbak ini kalau misalnya tidak sekian itu
bagaimana? Ini paling di bawahnya itu Mbak?”
O2 : Terus?
„Terus?‟
.................................................
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (114) terjadi peristiwa campur kode klausa. Campur kode klausa
yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Fungsi campur kode klausa tersebut adalah lebih komunikatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
bagi penutur untuk menjelaskan atau menginformasikan kepada mitra tutur
tentang hasil tes yang telah dilakukan oleh penutur.
(Data 115)
O1 : Nunggal lak bose Gondez ta?”
„Nunggal bosnya Gondez?‟
O2 : He‟em, marai balane akeh kok. Kuwi kosong, paling sing berat ki
Kebakkramat. Duwe anak buah nang Kebakkramat isine Gondez thok.
Kuwi kan perbatasan ta, Palur, Kebakkramat.
„Ya, sebab temannya banyak. Itu kosong, paling yang berat itu
Kebakkramat. Punya anak buah di Kebakkramat isinya Gondez semua.
Itu perbatasan, Palur, Kebakkramat.‟
...................................................................
(KT/D15/04/02/12)
Pada data (115) terjadi peristiwa campur kode idiom atau ungkapan.
Campur kode idiom yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke
dalam yang berasal dari bahasa Indonesia. Fungsi campur kode ungkapan tersebut
adalah lebih komunikatif sehingga mempermudah jalannya komunikasi.
e. Lebih Singkat
(Data 116)
O1 : Tesku akutansi kabeh lin. Tak kira tes komputer barang, ora ta. Teori
karo kasus-kasus ki, mampus akutansi kabeh.
„Tes saya akutansi semua. Saya kira tes komputer segala, ternyata tidak.
Teori dan kasus-kasus itu, mampus akutansi semua.‟
O2 : Terus?
„Terus?‟
..........................................
(KC/D27/08/03/12)
Pada data (116) terjadi peristiwa campur kode perulangan kata atau
reduplikasi. Fungsi campur kode perulangan kata tersebut adalah lebih singkat
digunakan sehingga memperlancar jalannya komunikasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
(Data 117)
...................................................
O1 : Ya kuwi mau, aku teka kan aku ngisi formulir sik nang ngarepan ta,
wah isine wong lanang-lanang thok aku wis batin ta. Bar briefing
muni-muni ngana kae lho kaya kowe ngana kae, bar briefing ngono
urusan dosbox-dosbox kuwi embuh ora mudheng. Terus aku “Mbak
udah. Ya udah Mbak naik ke atas.”
„Ya itu tadi, saya sampai saya mengisi formulir dulu di depan, wah
isinya anak laki-laki semua saya sudah mengira. Selesai pengarahan
marah-marah begitu itu seperti kamu itu, selesai pengarahan begitu
urusan dosbox-dosbox itu tidak tahu tidak mengerti. Lalu saya “Mbak
sudah. Ya sudah Mbak naik ke atas.”
O2 : Briefing, aku malah urung tau munggah.
„Pengarahan, saya malah belum pernah ke atas.‟
(KC/D29/08/03/12)
Pada data (117) terjadi peristiwa campur kode perulangan kata atau
reduplikasi. Fungsi campur kode perulangan kata tersebut adalah lebih singkat
digunakan memperlancar jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur.
f. Lebih Prestise
(Data 118)
…………………………………..
O1 : Piye!
„Bagaimana!‟
O2 : Lha yen masak wong tuwa ora dijawabi dosa.
„Kalau orang tua tidak dijawab itu dosa.‟
O3 : Lha pa ngejak omongan mbok jawabi? Masak wong meneng wae
dijawab.
„Apa mengajak bicara kamu jawab itu? Masak orang diam saja
dijawab.‟
O1 : Kae enek wong wedok jaken omongan!
„Itu ada perempuan coba ajak bicara!‟
(KK/D11/20/01/12)
Dalam tuturan data (118) di atas terdapat peristiwa campur kode intern.
Campur kode kata ke dalam atau intern yang terjadi pada penyisipan kata
berbahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi campur kode tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
adalah lebih prestise dan hanya sekedar bergaya karena mitra tutur ingin
menunjukkan bahwa ia bisa mengusai bahasa lainnya yaitu bahasa Indonesia.
Campur kode kata yang digunakan oleh mitra tutur juga memberi kesan bahwa
hubungan antara penutur dan mitra tutur memiliki jalinan keakraban.
(Data 119)
O1 : Kelingan jaman Wiryo klothekan iki, klothekan cagak ting kae,
klothekan nang kene bolame jiglok nang kene, ha..ha..ha... Saiki dikeki
kawat kok bolame.
„Teringat zaman Wiryo memukul-mukul ini, memukul-mukul tiang
listrik itu, memukul-mukul di sini lampunya jatuh di sebelah sini,
ha..ha..ha..Sekarang lampunya sudah diberi kawat.‟
O2 : Antisipasi.
„Antisipasi‟
O1 : Antisipasi.
„Antisipasi‟
(KJ/D20/26/02/12)
Pada data (119) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Indonesia antisipasi „antisipasi‟ ke dalam tuturan
bahasa Jawa ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih prestise untuk
menunjukkan bahwa mitra tutur dan penutur dapat menguasai bahasa lain yaitu
bahasa Indonesia dan untuk menghindari padanan kata dalam bahasa Jawa yang
dianggap kurang pas.
(Data 120)
O1 : Tesku akutansi kabeh lin. Tak kira tes komputer barang, ora ta. Teori
karo kasus-kasus ki, mampus akutansi kabeh.
„Tes saya akutansi semua. Saya kira tes komputer segala, ternyata tidak.
Teori dan kasus-kasus itu, mampus akutansi semua.‟
O2 : Terus?
„Terus?‟
O1 : Ya wis, isa aku.
„Ya sudah, bisa saya.‟
.................................................
(KC/D27/08/03/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Pada data (120) di atas terjadi campur kode kata ke dalam yang ditandai
dengan penyisipan unsur kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa
ragam ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih prestise atau penutur
hanya ingin sekedar bergengsi atau bergaya dengan menggunakan kata tersebut
dan penutur ingin meyakinkan mitra tutur bahwa tes yang is hadapi benar-benar
membuatnya bingung.
(Data 121)
.......................................................................
O1 : Dicet apa meneh? Wernane apa? Pink?
„Dicat apa lagi? Warnanya apa? Merah muda?‟
O2 : Ireng, tapi ya ana wernane pink sithik. Ben dadi romantic, kalem, tapi
sangar. Campur-campur pokoke, ha..ha..ha..
„Hitam, tetapi ya ada warna merah muda sedikit. Biar jadi romantis,
kalem, tetapi sangar. Campur-campur pokoknya, ha..ha..ha..‟
................................................................................
(KC/D2/10/12/11)
Berdasarkan data (121) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata
tersebut adalah lebih prestise dan hanya sekedar bergengsi karena untuk
menekankan maksud penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur kode kata
tersebut juga untuk bercanda agar terkesan bahwa penutur dan mitra tutur
memiliki jalinan keakraban.
(Data 122)
O1 : Nggone Mas Boy tak tulisi kok, warning.
„Punya Mas Boy saya tulisi, peringatan.‟
O2 : Warning artine apa?
„Peringatan artinya apa?‟
O1 : Nggon bukune kae lho, tilikana sesuk.
„Di bukunya itu, jenguklah besok.‟
O3 : Lara yake ditiliki.
„Tampaknya sakit, dibesuk.‟
(KK/D9/20/01/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Pada data (122) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Inggris ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi
campur kode kata tersebut adalah lebih prestise untuk menunjukkan bahwa
penutur (O1) mengerti atau menguasai bahasa Inggris.
(Data 123)
O1 : Wah, bar shoping iki mesthi. Bar shoping, Ndhuk?
„Wah, habis belanja ini pasti. Habis belanja, Nak?‟
O2 : Ora ki Mas.
„Tidak itu Mas.‟
(KB/D24/03/03/12)
Pada data (123) terjadi campur kode yang berwujud kata yang ditandai
dengan adanya penyisipan unsur kata dari bahasa Inggris ke dalam tuturan bahasa
Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih prestise atau
hanya sekedar bergaya dan agar terkesan bahwa penutur (O1) dan mitra tutur (O2)
memiliki jalinan keakraban.
(Data 124)
.....................................................
O1 : Halah, lagi ngono wae wis kesel. Piye ta Mas Bro?
„Halah, baru begitu saja sudah capek. Bagaimana Mas Bro?‟
O2 : Lha kowe wis kulina dadi ya oke-oke wae!
„Kamu sudah terbiasa jadi ya oke-oke saja!‟
.....................................................
(KC/D1/10/12/11)
Pada data (124) terjadi peristiwa campur kode perulangan kata atau
reduplikasi. Fungsi campur kode perulangan kata tersebut adalah lebih prestise
digunakan dan tidak mengganggu jalannya komunikasi.
(Data 125)
..............................................
O1 : Ya, sesuk sisan facebookan.
„Ya, besok sekalian facebookan.‟
O2 : Kowe kuwi gaweanmu mung facebookan wae.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
„Kamu itu kerjaannya hanya facebookan saja.‟
O1 : Ya ben ta, emangnya loe enggak?”
„Ya biar saja, memangnya kamu tidak?‟
(KL/D12/23/01/12)
Berdasarkan data (125) terdapat peristiwa campur kode frasa berupa
penyisipan unsur frasa bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam
ngoko. Fungsi campur kode frasa tersebut adalah lebih prestise untuk bergaya dan
untuk bercanda sehingga menunjukkan bahwa antara penutur (O1) dan mitra tutur
(O2) memiliki jalinan keakraban.
(Data 126)
.........................................................................
O1 : Ha‟a ngono-ngono kuwi jare. Bedane apa?
„Ya begitu-begitu itu katanya. Bedanya apa?‟
O2 : Kowe nek wong pinter ta, kaya Rina ndhek ben dhuwite diubengne
pirang juta sepuluh juta.
„Kamu kalau orang pandai, seperti Rina dulu uangnya diputar berapa
juta sepuluh juta.‟
.................................................................
(KC/D30/08/03/12)
Pada data (126) terjadi peristiwa campur kode frasa yang ditandai dengan
masuknya frasa bahasa Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko.
Fungsi campur kode frasa tersebut adalah lebih prestise untuk menekankan jumlah
uang yang dimaksud oleh mitra tutur (O2) karena pengaruh dari bahasa Indonesia
yang dikuasainya sehingga ia mencampurkan unsur bahasa Indonesia ke dalam
bahasa Jawa.
(Data 127)
O1 : Aku ndhisik ki anyeli ngerti DMC, dandang manci ceret, ha..ha..ha..
Bebeh kok bose ndhek ben. I love you Bebeh, ha..ha..ha..
„Saya dulu itu sebal lihat DMC, dandang panci teko, ha..ha..ha.. Bebeh
(nama orang) bosnya dulu. Aku cinta kamu Bebeh, ha..ha..ha..‟
O2 : Ning ya Bebeh ki apik lho. Saiki mbok Cendhol apa sapa nyeluk
mbokku “tante”, ha..ha..ha..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
„Tapi ya Bebeh itu baik. Sekarang baik Cendol (nama orang) apa siapa
memanggil ibu saya “tante”, ha..ha..ha..
.............................................
(KT/D18/04/02/12)
Berdasarkan data (127) terdapat campur kode klausa berupa klausa bahasa
Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode klausa
tersebut adalah lebih prestise untuk membangkitkan rasa humor atau untuk
sekedar bercanda sehingga menunjukkan bahwa penutur tidak bersungguh-
sungguh.
(Data 128)
O1 : Pitik ki nganyeli tenan kok, ngising sak-sake wae. Arep tak gambari
pitik diping ngono.
„Ayam itu menyebalkan benar, buang kotoran sembarangan saja. Mau
saya beri gambar ayam disilang begitu.‟
O2 : Kene lho nggon cagak kene lho, ayam dilarang masuk ngono. Ora
mbok tulisi kok.
„Sini di tiang sini, ayam dilarang masuk begitu. Tidak kamu beri
tulisan.‟
.........................................................
(KB/D23/03/03/12)
Pada data (128) terdapat peristiwa campur kode klausa yang ditandai
dengan masuknya klausa bahasa Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam
ngoko. Fungsi campur kode klausa tersebut adalah lebih prestise untuk
membangkitkan rasa humor atau untuk sekedar bercanda sehingga menunjukkan
bahwa antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2) memiliki jalinan keakraban.
(Data 129)
.........................................................
O1 : Ya naknu kowe rasah sida dolan wae, dolano suk nek prei wae.
„Ya kalau begitu kamu tidak usah main saja, main kalau sudah liburan
saja.‟
O2 : Lha ning ya aku perkewuh karo kancaku, soale wis janji, janji adalah
hutang, ha..ha..ha..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
„Tetapi saya juga sungkan dengan teman saya, soalnya sudah janji, janji
adalah hutang, ha..ha..ha..‟
..........................................................
(KL/D12/23/01/12)
Pada data (129) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ungkapan yang
berasal dari bahasa Indonesia. Fungsi campur kode ungkapan tersebut adalah
lebih prestise atau hanya sekedar bergengsi dan mitra tutur (O2) ingin
menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh dengan janji yang telah ia buat.
g. Lebih Tepat atau Lebih Pas untuk Digunakan
(Data 130)
..............................
O1 : Iya.
„Iya.‟
O2 : Aku sesuk ya prei.
„Saya besok juga libur.‟
O3 : SMA ya prei ta?
„SMA juga libur ya?‟
O2 : SMA siji thok. Sesuk gurune embuh, sosialisasi ujian nasional kuwi kok.
„SMA satu saja. Besok gurunya tidak tahu, sosialisasi ujian nasional
itu.‟
(KJ/D19/26/02/12)
Pada data (130) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur kata bahasa Indonesia sosialisasi „sosialisasi‟ ke dalam tuturan
bahasa Jawa ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih
pas digunakan untuk menyampaikan maksud yaitu tentang sosialisasi atau
pengenalan ujian sosial penutur karena penutur kesulitan mencari padanan kata
yang pas dalam bahasa Jawa.
(Data 131)
………………………………….
O1 : Duwe ki, karo Gembul ijikan?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
„Punya ini, masih dengan Gembul (nama orang)?‟
O2 : Lha sik nomermu iki, sik iki nomere sapa?
„Yang nomormu ini, yang ini nomor siapa?‟
O1 : Kuwi sik dienggo transaksi pulsa.
„Itu yang dipakai transaksi pulsa.‟
O2 : Kowe dodolan pulsa ta?
„Kamu jualan pulsa?‟
(KB/D22/03/03/12)
Pada data (131) terjadi campur kode kata yang ditandai dengan adanya
penyisipan unsur kata dari bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa ragam
ngoko. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas
digunakan untuk menyampaikan maksud penutur karena penutur kesulitan
mencari padanan kata yang pas dalam bahasa Jawa.
Data (132)
......................................
O1 : Telung sasi pisan? Kuwi dietung bonusan apa?
„Tiga bulan sekali? Apakah itu dihitung bonus?‟
O2 : Target, targete.
„Target, targetnya.‟
.......................................
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (132) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi campur
kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan sehingga
memudahkan jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur, jika
menggunakan padanan kata dalam bahasa Jawa akan kurang pas.
(Data 133)
.............................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi toko
sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. Lha aku kan serbu
dadi aku mbi kowe, kowe salese aku sopire ta ditarget gampangane
telung sasi ta angger targete entuk bonusane metu.
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, nah yang serbu itu sembarang tetapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. Saya serbu jadi saya dengan kamu, kamu
salesnya saya sopirnya ditarget mudahnya tiga bulan setiap targetnya
dapat bonusannya keluar.
...................................................
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (133) terdapat campur kode kata ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih
pas digunakan agar maksud dari mitra tutur (O2) kepada penutur (O1) dapat
tersampaikan dengan baik karena jika menggunakan padanan dalam bahasa Jawa
akan kurang pas
(Data 134)
O1 : Mau ya ngomong ngene ki, iya kan dha ngomong-ngomongke apa sing
lapangan kae kan dosbox ngene-ngene aku kan ya mudeng tak iyani
thok. “Nanti itu Mbak misalkan,” anu intine kan bayar sik lagi jikuk
barang ngene-ngene ngono ta. Pokoke kudu konsekuen ya mesakne-
mesakne tapi kudu apa jenenge teges, ngono-ngono kuwi.
„Tadi juga bicara begini, iya semua membicarakan apa yang lapangan
itu kan dosbox begini-begini saya ya mengerti saya jawab iya saja.
“Nanti itu Mbak misalkan,” intinya bayar dulu baru ambil barang
begini-begini begitu. Pokoknya harus konsekuen ya kasihan-kasihan
tetapi harus apa namanya tahu, begitu-begitu itu.‟
O2 : Mbak Kesi wonge teges.
„Mbak Kesi orangnya tahu.‟
(KC/D28/08/03/12)
Pada data (134) terdapat peristiwa campur kode kata yang ditandai dengan
masuknya unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi campur
kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan sehingga
mempermudah jalannya komunikasi antara penutur dan mitra tutur karena penutur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
kesulitan mencari padanan dalam bahasa Jawa sehingga perlu memakai kata dari
bahasa Indonesia.
(Data 135)
...............................
O2 : Briefing, aku malah urung tau munggah.
„Pengarahan, saya malah belum pernah ke atas.‟
O1 : Lantai telu kok.
„Lantai tiga.‟
(KC/D29/08/03/12)
Pada data (135) terdapat campur kode kata ke dalam yang berasal dari
bahasa Indonesia. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih
pas digunakan karena apabila menggunakan padanan dalam bahasa Jawa akan
kurang pas.
(Data 136)
.............................................
O1 : Inventory ngono kuwi ki.
„Inventaris seperti itu.‟
O2 : Inventory brarti sik ngurusi perdana, umpamane sik ngurusi perdana
ngono kuwi lho. Enek alokasi kowe sik bagikne alokasi, sik nyatheti
ngene-ngene.
„Inventaris berarti yang mengurusi perdana, seumpama yang mengurusi
perdana seperti itu. Ada alokasi kamu yang membagikan alokasi, yang
mencatat seperti ini.
................................................
(KC/D30/08/03/12)
Berdasarkan data (136) terdapat campur kode kata berupa kata bahasa
Indonesia dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata
tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan karena tidak ada padanan kata
dalam bahasa Jawa sehingga memudahkan jalannya komunikasi antara penutur
dan mitra tutur. Campur kode yang digunakan oleh mitra tutur adalah karena
adanya keinginan mitra tutur untuk menafsirkan atau menjelaskan tentang tugas
seorang inventory dalam sebuah perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
(Data 137)
.....................................................
O1 : Ha..ha…mulakna ayo dicoba meneh ben terbiasa!
„Ha..ha… maka mari dicoba lagi biar terbiasa!‟
O2 : Ya, tapi aku diajari sik standing ya!
„Ya, tetapi saya diajarin yang standing ya!‟
O1 : Ya, kowe nganggo pit kuwi wae!
„Ya, kamu pakai sepeda itu saja!‟
........................................................
(KC/D1/10/12/11)
Pada data (137) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode ke luar yang berasal
dari bahasa Inggris. Fungsi campur kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih
pas digunakan agar maksud dari mitra tutur (O2) kepada penutur (O1) dapat
tersampaikan dengan baik karena jika menggunakan padanan dalam bahasa Jawa
akan kurang pas sebab kata tersebut merupakan salah satu bentuk gaya dalam
bersepeda sehingga perlu memakai kata dari bahasa Inggris.
(Data 138)
..................................................
O1 : Kowe mau ya keliling?
„Kamu tadi juga keliling?‟
O2 : Iya, mau jadwale nglebokne deposit. Lha kowe mau mubeng nyandi?
„Iya, tadi jadwal memasukan deposit. Kamu tadi keliling ke mana?‟
O1 : Aku mau jatah keliling nang Jumapolo.
„Aku tadi bagian keliling di Jumapolo.‟
(KK/D7/10/01/12)
Pada data (138) di atas terjadi campur kode kata ke luar yang ditandai
penyisipan unsur kata bahasa asing ke dalam tuturan bahasa Jawa. Fungsi campur
kode kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan karena
ketidakmampuan mitra tutur (O2) di dalam mencari ungkapan yang tepat dalam
bahasa Jawa sehingga perlu memakai kata dari bahasa Inggris.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
(Data 139)
O1 : SMA apa prei?
„SMA apa libur?‟
O2 : Kelas siji loro.
„Kelas satu dua.‟
O1 : SMA apa ujian?
„SMA apa ujian?‟
O2 : Tryout.
„Tryout (uji coba).‟
(KL/D13/25/01/12)
Dalam tuturan di atas terdapat campur kode kata ekstern dengan
penyisipan kata bahasa Inggris ke dalam bahasa Jawa ngoko. Fungsi campur kode
kata tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan sehingga mudah untuk
dimengerti karena jika menggunakan padanan dalam bahasa Jawa akan kurang
pas dan untuk menghindari penggunaan kata yang jarang digunakan sehingga
perlu memakai kata dari bahasa Inggris agar komunikasi dapat berjalan dengan
baik.
(Data 140)
...............................................
O1 : Inventory ngono kuwi ki.
„Inventaris seperti itu.‟
O2 : Inventory brarti sik ngurusi perdana, umpamane sik ngurusi perdana
ngono kuwi lho. Enek alokasi kowe sik bagikne alokasi, sik nyatheti
ngene-ngene.
„Inventaris berarti yang mengurusi perdana, seumpama yang mengurusi
perdana seperti itu. Ada alokasi kamu yang membagikan alokasi, yang
mencatat seperti ini.
.......................................................
(KC/D30/08/03/12)
Pada data (140) terdapat peristiwa campur kode kata berupa kata bahasa
Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode kata
tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan karena tidak ada istilah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
pas dalam bahasa Jawa sehingga maksud penutur dapat tersampaikan dengan
baik.
(Data 141)
............................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi
toko sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. [……………]
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, nah yang serbu itu sembarang tapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. [……………]
……………………………………………..
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (141) terdapat campur kode perulangan kata yang ditandai
dengan adanya penyisipan unsur perulangan kata dari bahasa Inggris ke dalam
tuturan bahasa Jawa ragam ngoko. Fungsi campur kode perulangan kata tersebut
adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan karena jika menggunakan padanan
dalam bahasa Jawa akan kurang pas.
(Data 142)
...............................................
O2 : Ning ya Bebeh ki apik lho. Saiki mbok Cendhol apa sapa nyeluk
mbokku “tante”, ha..ha..ha..”Tante soto tante”, dadi la wong sing
ponak-ponakane dhewe ora enek sing nyeluk ngono kok malah wong
liya nyeluk tante.
„Tapi ya Bebeh itu baik. Sekarang baik Cendol (nama orang) apa siapa
memanggil ibu saya “tante”, ha..ha..ha.. “Tante soto tante”, jadi orang
ang keponakan-keponakannya sendiri tidak ada yang memanggil begitu
malah orang lain memanggil tante.‟
O1 : Bebeh ki ndhisik ora anake dhuwuran ngono kukut kuwi nang empat
tiga belas.
„Bebeh itu dulu bukan anak atasan sudah diciduk itu di empat tiga
belas.‟
(KT/D18/04/02/12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Berdasarkan data (142) terdapat campur kode frasa berupa frasa bahasa
Indonesia dan frasa bahasa Inggris dalam tuturan bahasa Jawa ragam ngoko.
Fungsi campur kode frasa tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan
karena jika menggunakan padanan dalam bahasa Jawa akan kurang pas.
(Data 143)
.................................................
O1 : Dadi timmu karo salese.
„Jadi timmu dengan salesnya.
O2 : Karo salesku, kan enek telu ta. Sing siji nyuplai sik kaya nggone
Hartono ngono sing gedhe-gedhe ngono kuwi lho, toko sing gedhe-
gedhe kaya minimarket-minimarket ngono kuwi. Sing regular kuwi toko
sing jikukane apik-apik, nah sing serbu kuwi sembarang tapi sing
kelase ya menengah ke bawah ngono lho, eceran. [……………]
„Dengan salesku, ada tiga. Yang satu menyuplai seperti tempat Hartono
begitu yang besar-besar seperti itu, toko yang besar-besar seperti
minimarket-minimarket itu. Yang tetap itu toko yang mengambil bagus-
bagus, nah yang serbu itu sembarang tapi yang kelasnya menengah ke
bawah begitu, eceran. [……………]
……………………………………………..
(KB/D25/03/03/12)
Pada data (143) terdapat peristiwa campur kode frasa yang berasal dari
bahasa Indonesia. Fungsi campur kode frasa tersebut adalah lebih tepat dan lebih
pas digunakan karena ketidakmampuan mitra tutur (O2) dalam mencari istilah
yang tepat dalam bahasa Jawa.
(Data 144)
...............................................
O1 : Turnamen Footsal kae lho?
„Turnamen Footsal itu?‟
O2 : O..Allah, uwis ndhek mau esuk. Tibake nggo cah SMA.
„Ya..Allah, sudah tadi pagi. Ternyata untuk anak SMA.‟
...............................................
(KT/D3/20/12/11)
Pada data (144) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode baster yang terbentuk
dari gabungan kata yang berasal dari bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
campur kode baster tersebut adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan karena
ketidakmampuan penutur di dalam mencari ungkapan yang tepat dalam bahasa
Jawa sehingga perlu memakai kata dari bahasa lain.
(Data 145)
O1 : Kok masalah premanisme kabeh ta? Wedi aku.
„Kok masalah premanisme semua? Takut saya.‟
O2 : Nyritakne Nunggal kuwi lho.
„Menceritakan Nunggal itu.‟
O1 : Lha iya, premanisme kabeh no, wedi aku. Aku ora lho, tenan aku.
„Ya, premanisme semua, takut saya. Saya tidak, sungguh saya.‟
………………………………
(KT/D16/04/02/12)
Pada data (145) dialog antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2). Campur
kode yang terjadi pada dialog tersebut berupa campur kode baster. Dialog tersebut
disampaikan dengan bahasa Jawa ngoko. Fungsi campur kode baster tersebut
adalah lebih tepat dan lebih pas digunakan agar maksud penutur bisa
tersampaikan kepada mitra tutur (O2) karena jika menggunakan padanan istilah
dalam bahasa Jawa akan kurang pas.
(Data 146)
O1 : Mau ya ngomong ngene ki, iya kan dha ngomong-ngomongke apa sing
lapangan kae kan dosbox ngene-ngene aku kan ya mudeng tak iyani
thok. [......]
„Tadi juga bicara begini, iya semua membicarakan apa yang lapangan
itu dosbox begini-begini saya ya mengerti saya jawab iya saja. [........]
O2 : Mbak Kesi wonge teges.
„Mbak Kesi orangnya tahu.‟
(KC/D28/08/03/12)
Pada data (146) terdapat campur kode baster. Dialog tersebut disampaikan
dengan bahasa Jawa ngoko. Fungsi campur kode baster tersebut adalah lebih tepat
dan lebih pas digunakan sehingga mudah dipahami karena jika menggunakan
padanan kata dalam bahasa Jawa akan kurang pas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
C. Faktor yang Melatarbelakangi Campur Kode dalam Tuturan
Bahasa Jawa Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar
Kabupaten Karanganyar
Campur kode yang terjadi dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dilatarbelakangi oleh faktor-
faktor tertentu. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam
tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar yang dapat dipahami dengan delapan komponen tutur SPEAKING
sebagai berikut.
a. Situasi Informal
(Data 147)
O1 : Ayo ndang dicoba meneh!
„Mari segera dicoba lagi!‟
O2 : Kosik, ora kuwat aku. Istirahat sik!
„Nanti dulu, tidak kuat saya. Istirahat dulu!‟
O1 : Halah, lagi ngono wae wis kesel. Piye ta Mas Bro?
„Halah, baru begitu saja sudah capek. Bagaimana Mas Bro?‟
O2 : Lha kowe wis kulina dadi ya oke-oke wae!
„Kamu sudah terbiasa jadi ya oke-oke saja!‟
O1 : Ha..ha…mulakna ayo dicoba meneh ben terbiasa!
„Ha..ha… maka mari dicoba lagi biar terbiasa!‟
O2 : Ya, tapi aku diajari sik standing ya!
„Ya, tetapi saya diajari yang berdiri ya!‟
O1 : Ya, kowe nganggo pit kuwi wae!
„Ya, kamu pakai sepeda itu saja!‟
(KC/D1/10/12/11)
Setting dan Scene berhubungan dengan latar tempat peristiwa tutur terjadi.
Latar tempat peristiwa tutur berkaitan dengan tempat (Where), waktu (When)
bicara, dan suasana bicara. Tuturan pada data (147) di atas dilakukan di alun-alun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Karanganyar pada sore hari. Suasana dalam tuturan di atas santai tetapi agak
ramai dan tempatnya luas.
Participants melingkupi penutur, mitra tutur, dan pendengar yang terlibat
dalam suatu interaksi. Penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam peristiwa tutur
di atas adalah penutur (O1) bernama Cakendra, seorang laki-laki yang berusia 24
tahun sedangkan mitra tutur (O2) bernama Diki, seorang laki-laki yang berusia 20
tahun dan merupakan teman penutur (O1). Keduanya memiliki hubungan yang
cukup akrab sebagai teman. Penutur memiliki latar belakang pendidikan sebagai
lulusan SMA dan sudah bekerja disebuah perusahaan sedangkan mitra tutur
adalah seorang mahasiswa disebuah universitas di Surakarta.
Komponen tutur E, ends mengacu pada maksud dan tujuan tuturan.
Setelah dilakukan klasifikasi data, peristiwa tutur di atas memiliki maksud dan
tujuan penutur (O1) adalah untuk mengajak mitra tutur untuk mencoba berlatih
sepeda kembali dan membujuk agar mitra tutur tetap mau berlatih sepeda. Maksud
dan tujuan mitra tutur adalah memberi tahu kepada mitra tutur bahwa ia merasa
lelah dan ingin beristirahat tidak seperti penutur yang telah terbiasa berlatih. Mitra
tutur juga mengungkapkan bahwa ia mau berlatih kembali dengan meminta agar
penutur mau mengajari salah satu teknik dalam bermain sepeda yaitu standing.
Act sequences berhubungan dengan bentuk (form) dan isi (content) suatu
tuturan. Peristiwa tutur di atas menggunakan bentuk kata-kata yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa dengan
mencampurkan beberapa kata yang berasal dari bahasa lain yaitu bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris yang memiliki maksud tertentu. Bahasa yang
digunakan penutur dan mitra tutur tidak untuk menyindir ataupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
mengungkapkan perasaan yang sangat dalam yang menggunakan kata-kata kias
atau berbentuk ungkapan agar maknanya lebih menusuk ke dalam sanubari mitra
tuturnya melainkan hanya untuk mengungkapkan isi tuturan yang ingin
disampaikan mengenai berlatih sepeda.
Key berhubungan dengan sikap, cara, nada suara, serta penjiwaan saat
sebuah tuturan diucapkan. Telah diklasifikasikan bahwa hubungan antara penutur
dan mitra tutur dalam peristiwa tutur di atas adalah memiliki hubungan sebagai
teman yang akrab. Maka sikap yang ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tutur
dalam peristiwa tutur di atas adalah dengan sikap yang ramah tetapi sedikit tidak
santun. Nada suaranya naik turun dan sedikit berteriak sedangkan penjiwaan saat
tuturan diucapkan santai, tidak terlalu serius tetapi agak kesal.
Instrumentalities berkaitan dengan saluran dan bentuk bahasa dalam suatu
peristiwa tutur. Adapun saluran bahasa yang digunakan dalam peristiwa tutur di
atas adalah oral atau berhadap-hadapan langsung. Sedangkan bahasa yang
digunakan adalah dialek bahasa Jawa yaitu bahasa ngoko yang menunjukkan
keakraban.
Norms berkaitan dengan norma interaksi dan norma interpretasi. Dalam
peristiwa tutur di atas masih berhubungan pada hubungan sosial diantara penutur.
Hubungan antara teman akrab, maka norma interaksinya lebih akrab dan leluasa
walaupun sedikit tidak sopan.
Genre berkaitan tentang jenis tuturan yang digunakan. Peristiwa tutur di
atas disampaikan dengan dialog secara lisan antara penutur dengan mitra tutur
yang tidak menggunakan basa-basi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Dari data (147) dapat dilihat bahwa terdapat campur kode kata bahasa
Indonesia, campur kode kata bahasa Inggris, campur kode perulangan kata, dan
campur kode frasa dalam tuturan antara penutur (O1) dan mitra tutur (O2) yang
menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor yang melatarbelakangi campur
kode dalam tuturan di atas adalah karena situasi informal sehingga penutur dan
mitra tutur dapat menggunakan campur kode untuk memmperlancar jalannya
komunikasi.
b. Kebiasaan
(Data 148)
O1 : Gung, hari ini jatah muter nyandi?”
„Gung (nama orang), hari ini bagian keliling ke mana?‟
O2 : Jumapolo Mas, ayo melu wae!
„Jumapolo Mas, mari ikut saja!‟
O1 : Aku mengko emang arep rana karo Jatno.
„Saya nanti memang mau kesana dengan Jatno.‟
O2 : Lha, Jatno nang endi Mas?
„Jatno di mana Mas?‟
O1 : Masih nang kantor, tapi aku wis ngomong tak tunggu nang warung
soto.
„Masih di kantor, tetapi saya sudah bilang saya tunggu di warung soto.‟
O2 : Engko mangkat bareng wae Mas, sekitar jam sepuluh wae.
„Nanti berangkat bersama saja Mas, sekitar jam sepuluh saja.‟
O1 : Emang iki jam pira?
„Memangnya ini jam berapa?‟
O2 : Iki lagi jam sanga Mas.
„Ini baru jam sembilan Mas.‟
(KK/D8/17/01/12)
Setting dan Scene pada data (148) di atas terjadi di sebuah warung soto di
desa Dimoro, Kecamatan Karanganyar pada pagi hari yaitu pukul sembilan pagi.
Suasana dalam tuturan di atas santai, tidak terlalu ramai dan tenang.
Participants dalam peristiwa tutur di atas terdapat dua partisipan yaitu O1
sebagai penutur dan O2 sebagai mitra tutur. O1 adalah seorang pemuda yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
bernama Dwi, memiliki usia lebih tua dari mitra tutur (O2), sedangkan O2 adalah
teman dari O1 yang bernama Agung. Mereka bekerja di tempat yang sama atau
dalam satu perusahaan. Keduanya memiliki hubungan yang cukup akrab sebagai
teman dan rekan kerja. Penutur memiliki latar belakang pendidikan sebagai
lulusan SMA dan pernah tinggal selama sepuluh tahun di Jakarta sedangkan mitra
tutur adalah seorang lulusan SMA dan pernah bekerja di Jakarta selama tiga
tahun.
Ends pada peristiwa tutur di atas penutur (O1) memiliki maksud dan tujuan
untuk menanyakan jadwal keliling kepada mitra tutur dan memberi tahu kepada
mitra tutur bahwa ia juga akan berkeliling ditempat yang sama dengan mitra tutur
bersama dengan rekan kerjanya yang bernama Jatno yang masih berada di kantor.
Maksud dan tujuan mitra tutur adalah memberi tahu kepada penutur bahwa ia
akan berkeliling atau berkunjung di daerah Jumapolo, mengajak penutur untuk
ikut berkeliling bersama, menanyakan keberadaan rekan kerjanya yang bernama
Jatno dan mengajak penutur untuk berangkat bersama pada pukul sepuluh.
Act sequences berhubungan dengan bentuk (form) dan isi (content) suatu
tuturan. Peristiwa tutur di atas menggunakan bentuk kata-kata yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa dengan
mencampurkan beberapa kata yang berasal dari bahasa lain yaitu bahasa
Indonesia yang memiliki fungsi tertentu. Bahasa yang digunakan penutur dan
mitra tutur tidak untuk menyindir ataupun mengungkapkan perasaan yang sangat
dalam yang menggunakan kata-kata kias atau berbentuk ungkapan agar maknanya
lebih menusuk ke dalam sanubari mitra tuturnya melainkan hanya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
mengungkapkan isi tuturan yang ingin disampaikan mengenai rencana penutur
dan mitra tutur untuk berkunjung bersama di daerah Jumapolo.
Key berhubungan dengan sikap, cara, nada suara, serta penjiwaan saat
sebuah tuturan diucapkan. Hubungan antara penutur dan mitra tutur dalam
peristiwa tutur di atas adalah memiliki hubungan sebagai teman kerja yang akrab.
Maka sikap yang ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tutur dalam peristiwa
tutur diatas adalah dengan sikap yang ramah, tidak terburu-buru dengan nada
suara netral sedangkan penjiwaan saat tuturan diucapkan santai, tetapi agak serius.
Instrumentalities yang digunakan dalam peristiwa tutur di atas adalah oral
atau berhadap-hadapan langsung. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah
dialek bahasa Jawa yaitu bahasa ngoko yang menunjukkan keakraban.
Norms dalam peristiwa tutur di atas masih berhubungan pada hubungan
sosial diantara penutur. Hubungan antara teman dan rekan kerja yang akrab,
maka norma interaksinya lebih akrab dan leluasa walaupun agak serius.
Genre pada peristiwa tutur di atas disampaikan dengan dialog atau
percakapan yang dilakukan partisipan yang saling bergantian antara penutur
dengan mitra tutur dan tidak menggunakan basa-basi.
Dari data (147) dapat dilihat bahwa terdapat campur kode frasa dan
campur kode kata bahasa Indonesia dalam tuturan antara penutur (O1) dan mitra
tutur (O2) yang menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor yang
melatarbelakangi campur kode dalam tuturan di atas adalah karena kebiasaan
penutur dan mitra tutur menggunakan kata bahasa Indonesia yang didukung oleh
latar belakang penutur dan mitra tutur yang pernah tinggal cukup lama di Jakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
c. Kebahasaan
(Data 149)
O1 : Piye Em? Sesuk kowe nang omah ora?
„Bagaimana Em? Besok kamu di rumah apa tidak?‟
O2 : Lha embuh, lha wong sesuk wae Eros embuh gelem embuh ora kok.
„Belum tahu, soalnya besok Eros mau atau tidak belum tahu.‟
O1 : Lha aku meh nang omahmu, meh ngrecord. Lha nek kowe ora nang
ngomah ya piye kok, masak aku ora garap tugas?
„Saya ingin kerumahmu, mau ngrecord (merekam). Kalau kamu tidak
ada di rumah bagaimana, masak saya tidak mengerjakan tugas?‟
O2 : Kowe nang omahku jam pira?
„Kamu kerumahku jam berapa?‟
O1 : Ya, paling jam sepuluhan.
„Ya, paling jam sepuluh.‟
O2 : Lha nek aku karo kancaku jam sepuluh, lha piye?
„Kalau saya dan teman saya jam sepuluh, bagaimana?‟
O1 : Ya naknu kowe rasah sida dolan wae, dolano suk nek prei wae.
„Ya kalau begitu kamu tidak usah main saja, main kalau sudah liburan
saja.‟
O2 : Lha ning ya aku perkewuh karo kancaku, soale wis janji, janji adalah
hutang, ha..ha..ha..
„Tetapi saya sungkan dengan teman saya, soalnya sudah janji, janji
adalah hutang, ha..ha..ha..‟
O1 : Lha masak kowe ora mesakne aku? Aku ora garap tugas ngono.
„Masak kamu tidak kasihan dengan saya? Saya tidak mengerjakan tugas
begitu.‟
O2 : Ya wis, penake ki nang omahe Eka wae.
„Ya sudah, enaknya di rumah Eka saja.‟
O1 : Ya wis, sesuk aku nang omahmu ya, Ek?
„Ya sudah, besok saya kerumahmu ya, Ek?‟
O3 : Ya, sak-sakmu. Jam pira?
„Ya terserah kamu. Jam berapa?‟
O1 : Ya sekitar jam sepuluhan.
„Ya sekitar jam sepuluh.‟
O2 : Bar kuwi ta nek wis kowe arep rampung tugase, ya rung rampung ya
lagi tahap awal. Yen aku wis mulih wae aku nang omahe Eka.
„Setelah itu kalau kamu sudah mau selesai tugasnya, ya belum selesai
ya baru tahap awal. Kalau saya sudah pulang saja nanti saya ke rumah
Eka.‟
O1 : Ya wis naknu sesuk aku nang omahe Eka garap tugas.
„Ya sudah kalau begitu besok saya kerumah Eka mengerjakan tugas.‟
O3 : Nek arep nang omahku SMS!
„Kalau akan kerumahku SMS!‟
O1 : Ya, engko tak SMS.
„Ya, nanti saya SMS.‟
O2 : Nggo payung, ha..ha..ha..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
„Bawa payung, ha..ha..ha..‟
O3 : Nggo apa payung?
„Bawa payung buat apa?‟
O2 : Lha engko yen udan.”
„Nanti kalau hujan.‟
O1 : Nggo salin sisan wae, lha kan nginep.
„Bawa baju ganti sekalian saja, menginap.‟
O2 : Ya, ya wis sesuk nang omahe Eka.
„Ya, ya sudah besok ke rumah Eka.‟
O3 : Ya, nang SMP apa nang omahku?
„Ya, di SMP apa di rumahku?‟
O1 : Sak-sake penting aku isa ngrecord.
„Terserah yang penting saya bisa ngrecord (merekam).‟
O2 : Penak nang SMP, leluasa.
„Nyaman di SMP, leluasa.‟
O3 : Nang nggonaku?
„Di tempatku?‟
O1 : Penak nang SMP.
„Nyaman di SMP.‟
O3 : Ya, engko isa golek-golek.
„Ya, nanti bisa sambil cari-cari.‟
O1 : Ya, sesuk sisan facebookan.
„Ya, besok sekalian facebookan.‟
O2 : Kowe kuwi gaweanmu mung facebookan wae.
„Kamu itu kerjaannya hanya facebookan saja.‟
O1 : Ya ben ta, emangnya loe enggak?”
„Ya biar saja, memangnya kamu tidak?‟
(KL/D12/23/01/12)
Setting dan Scene pada data (149) di atas terjadi di sebuah rumah di desa
Lalung, Kecamatan Karanganyar pada sore hari yaitu pukul empat sore. Suasana
dalam tuturan di atas santai, tidak terlalu ramai dan tenang.
Participants dalam peristiwa tutur di atas terdapat tiga partisipan yaitu O1
sebagai penutur, O2 dan O3 sebagai mitra tutur. O1 adalah seorang perempuan
yang bernama Umi berusia 18 tahun, O2 adalah seorang perempuan teman dari O1
dan O3 yang bernama Emi berusia 17 tahun dan O3 seorang perempuan bernama
Eka yang berusia 17 tahun. Mereka bertiga adalah siswa di salah satu sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
negeri di Kabupaten Karanganyar. Mereka bertiga merupakan teman sekolah
karena mereka bersekolah di SMA yang sama.
Ends pada peristiwa tutur diatas penutur (O1) memiliki maksud dan tujuan
untuk memberitahukan kepada O2 bahwa ia ingin mengerjakan tugas di rumah O2,
menyuruh O2 agar tidak main, memberitahu kepada O3 bahwa ia akan kerumah O3
untuk mengerjakan tugas, mengajak O2 dan O3 untuk belajar bersama di SMP
karena ia ingin bermain facebook, dan bergurau dengan O2. Maksud dan tujuan
mitra tutur O2 adalah memberi tahu O1 bahwa ia memiliki janji dengan seorang
temannya, mengungkapkan bahwa ia tidak ingin mengingkari atau membatalkan
janji yang telah ia buat, memberikan solusi kepada O1 untuk mengerjakan tugas di
rumah O3, menjelaskan bahwa ia akan ikut belajar bersama setelah ia selesai
dengan janjinya, mengungkapkan pendapatnya bahwa ia lebih memilih
mengerjakan di SMP dan bergurau atau bercanda dengan O1. Maksud dan tujuan
mitra tutur O3 adalah mempersilahkan atau mengijinkan O1 dan O2 untuk dapat
mengerjakan tugas di rumahnya, menyuruh O1 untuk memberi tahu terlebih
dahulu jika ingin kerumahnya, dan menanyakan kepada O1 dan O2 tentang tempat
yang nyaman untuk belajar.
Act sequences, peristiwa tutur di atas menggunakan bentuk kata-kata yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu kata-kata yang berasal dari bahasa
Jawa dengan mencampurkan beberapa kata yang berasal dari bahasa lain yaitu
bahasa Indonesia yang memiliki fungsi tertentu. Bahasa yang digunakan penutur
tidak untuk menyindir ataupun mengungkapkan perasaan yang sangat dalam yang
menggunakan kata-kata kias atau berbentuk ungkapan agar maknanya lebih
menusuk ke dalam sanubari mitra tuturnya melainkan hanya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
mengungkapkan isi tuturan yang ingin disampaikan mengenai rencana penutur
untuk mengerjakan tugas bersama. Sedangkan bahasa yang digunakan mitra tutur
(O2) terdapat satu ungkapan dalam tuturan yang diucapkan untuk mengungkapkan
bahwa ia bersungguh-sungguh.
Key, hubungan antara penutur dan mitra tutur dalam peristiwa tutur di atas
adalah memiliki hubungan sebagai teman sekolah yang akrab. Maka sikap yang
ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tutur dalam peristiwa tutur di atas adalah
dengan sikap yang ramah, tidak terburu-buru dengan nada suara netral sedangkan
penjiwaan saat tuturan diucapkan santai, tetapi agak serius.
Instrumentalities yang digunakan dalam peristiwa tutur di atas adalah oral
atau berhadap-hadapan langsung. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah
dialek bahasa Jawa yaitu bahasa ngoko yang menunjukkan keakraban.
Norms dalam peristiwa tutur di atas masih berhubungan pada hubungan
sosial diantara penutur. Hubungan antara teman sekolah yang akrab, maka norma
interaksinya lebih akrab dan leluasa walaupun agak serius.
Genre pada peristiwa tutur di atas disampaikan dengan dialog atau
percakapan yang dilakukan partisipan yang saling bergantian antara penutur
dengan mitra tutur dan tidak menggunakan basa-basi.
Dari data (149) dapat dilihat bahwa terdapat campur kode ungkapan,
campur kode frasa dan campur kode kata bahasa Indonesia dalam tuturan antara
penutur (O1) dengan mitra tutur O2 dan O3 yang menggunakan bahasa Jawa
ragam ngoko. Faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan di atas
adalah faktor kebahasaan yang digunakan oleh seorang siswa sehingga ia dapat
memilih bentuk kata atau ungkapan yang dirasa lebih pas dengan memasukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
unsur bahasa lain yaitu bahasa Indonesia ke dalam tuturan dan tidak mengganggu
jalannya komunikasi.
d. Keinginan Penutur
(Data 150)
O1 : Kok masalah premanisme kabeh ta? Wedi aku.
„Kok masalah premanisme semua? Takut saya.‟
O2 : Nyritakne Nunggal kuwi lho.
„Menceritakan Nunggal itu.‟
O1 : Lha iya, premanisme kabeh no, wedi aku. Aku ora lho, tenan aku.
„Ya, premanisme semua, takut saya. Saya tidak, sungguh saya.‟
O2 : Dadi ki omahe ora dibacutke bayar listrik, banyu kuwi kat seprene
kejadian kuwi urung dibayar.
„Jadi sekarang rumahnya tidak dilanjutkan bayar listrik, air semenjak
sampai sekarang kejadian itu belum dibayar.‟
(KT/D16/04/02/12)
Setting dan Scene pada data (150) di atas terjadi di perempatan jalan di
desa Jetu, Kelurahan Tegalgede, Kecamatan Karanganyar pada malam hari yaitu
pukul delapan malam. Suasana dalam tuturan di atas santai, tidak terlalu ramai
dan tenang.
Participants dalam peristiwa tutur di atas terdapat dua partisipan yaitu O1
sebagai penutur dan O2 sebagai mitra tutur. O1 adalah seorang pemuda yang
bernama Joko, memiliki usia lebih tua dari mitra tutur (O2), sedangkan O2 adalah
teman dari O1 yang bernama Andika. Keduanya memiliki hubungan yang cukup
akrab sebagai teman dan tetangga. Penutur memiliki latar belakang pendidikan
sebagai lulusan SMA dan pernah tinggal di Jakarta selama lima tahun sedangkan
sedangkan mitra tutur adalah seorang mahasiswa disebuah universitas di
Yogyakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Ends pada peristiwa tutur di atas penutur (O1) memiliki maksud dan tujuan
menanyakan tentang masalah yang dibicarakan mitra tutur (O2) dan untuk sekedar
bergurau atau bercanda dengan mitra tutur (O2). Maksud dan tujuan mitra tutur
(O2) adalah memberi tahu kepada penutur bahwa ia sedang membicarakan
seseorang yang bernama Nunggal dan menceritakan tentang masalah yang
berkaitan dengan Nunggal tersebut.
Act sequences berhubungan dengan bentuk (form) dan isi (content) suatu
tuturan. Peristiwa tutur di atas menggunakan bentuk kata-kata yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa dengan
mencampurkan kata yang berasal dari bahasa lain yang memiliki fungsi tertentu.
Bahasa yang digunakan penutur dan mitra tutur tidak untuk menyindir ataupun
mengungkapkan perasaan yang sangat dalam yang menggunakan kata-kata kias
melainkan hanya untuk mengungkapkan maksud penutur yang ingin sekedar
bercanda tentang masalah yang sedang diceritakan oleh mitra tutur.
Key, hubungan antara penutur dan mitra tutur dalam peristiwa tutur di atas
adalah memiliki hubungan sebagai teman yang akrab. Maka sikap yang
ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tutur dalam peristiwa tutur di atas adalah
dengan sikap yang ramah, tidak terburu-buru dengan nada suara netral sedangkan
penjiwaan saat tuturan diucapkan santai, tidak terlalu serius dan gembira.
Instrumentalities yang digunakan dalam peristiwa tutur di atas adalah oral
atau berhadap-hadapan langsung. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah
dialek bahasa Jawa yaitu bahasa ngoko yang menunjukkan keakraban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Norms dalam peristiwa tutur di atas masih berhubungan pada hubungan
sosial diantara penutur. Hubungan antara teman tetangga yang akrab, maka norma
interaksinya lebih akrab, leluasa dan penuh canda.
Genre pada peristiwa tutur di atas disampaikan dengan dialog atau
percakapan yang dilakukan partisipan yang saling bergantian antara penutur
dengan mitra tutur dan tidak menggunakan basa-basi.
Dari data (149) dapat dilihat bahwa terdapat campur kode baster dan
campur kode kata bahasa Indonesia dalam tuturan antara penutur (O1) dengan
mitra tutur O2 yang menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor yang
melatarbelakangi campur kode dalam tuturan di atas adalah keinginan penutur
untuk bercanda dengan memilih kata yang terkesan bahwa penutur benar-benar
serius karena tidak ada kata yang tepat dalam bahasa yang dipakai.
e. Kesantaian Penutur
(Data 151)
O1 : Pitik ki nganyeli tenan kok, ngising sak-sake wae. Arep tak gambari
pitik diping ngono.
„Ayam itu menyebalkan benar, buang kotoran sembarangan saja. Mau
saya beri gambar ayam disilang begitu.‟
O2 : Kene lho nggon cagak kene lho, ayam dilarang masuk ngono. Ora
mbok tulisi kok.
„Sini di tiang sini, ayam dilarang masuk begitu. Tidak kamu beri
tulisan.‟
O1 : Arep tak gawekne WC wae nang kono kok.
„Mau saya buatkan WC saja di situ.‟
O2 : Ha‟a, digawekne WC wae.
„Ya, dibuatkan WC saja.‟
(KB/D23/03/03/12)
Setting dan Scene pada data (151) di atas terjadi di sebuah studio musik di
Kelurahan Bejen, Kecamatan Karanganyar pada sore hari yaitu pukul empat sore.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Suasana dalam tuturan di atas santai, tidak terlalu ramai dan tenang karena studio
dalam keadaan kosong atau sedang tidak digunakan untuk latihan.
Participants dalam peristiwa tutur di atas terdapat dua partisipan yaitu O1
sebagai penutur dan O2 sebagai mitra tutur. O1 adalah seorang pemuda yang
bernama Dendi, memiliki usia lebih muda dari mitra tutur (O2), sedangkan O2
adalah teman dari O1 yang bernama Wahyu. Keduanya memiliki hubungan yang
cukup akrab sebagai teman bermain. Penutur memiliki latar belakang pendidikan
sebagai lulusan SMA dan bekerja di sebuah perusahaan dan mitra tutur (O2)
memiliki latar belakang pendidikan sebagai lulusan D1 dan bekerja di sebuah
perusahaan yang berbeda.
Ends pada peristiwa tutur di atas penutur (O1) memiliki maksud dan tujuan
mengungkapkan kekesalannya terhadap ayam yang selalu membuang kotoran
disembarang tempat dan bercanda dengan mengatakan bahwa ia ingin membuat
gambar ayam yang diberi tanda silang dan membuatkan WC khusus untuk ayam.
Maksud dan tujuan mitra tutur (O2) adalah untuk bercanda dengan menyuruh
penutur (O1) agar membuat tulisan ayam dilarang masuk.
Act sequences berhubungan dengan bentuk (form) dan isi (content) suatu
tuturan. Peristiwa tutur di atas menggunakan bentuk kata-kata yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari yaitu kata-kata yang berasal dari bahasa Jawa dengan
mencampurkan beberapa kata yang berasal dari bahasa lain yaitu bahasa
Indonesia yang memiliki fungsi tertentu. Bahasa yang digunakan penutur dan
mitra tutur tidak untuk menyindir ataupun mengungkapkan perasaan yang sangat
dalam yang menggunakan kata-kata kias melainkan hanya untuk mengungkapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
maksud penutur yang mengungkapkan kekesalannya terhadap ayam dan ingin
sekedar bercanda dengan mitra tutur.
Key, hubungan antara penutur dan mitra tutur dalam peristiwa tutur di atas
adalah memiliki hubungan sebagai teman yang akrab. Maka sikap yang
ditunjukkan oleh penutur kepada mitra tutur dalam peristiwa tutur di atas adalah
dengan sikap yang ramah, tidak terburu-buru dengan nada suara netral sedangkan
penjiwaan saat tuturan diucapkan santai, tidak terlalu serius dan gembira.
Instrumentalities yang digunakan dalam peristiwa tutur di atas adalah oral
atau berhadap-hadapan langsung. Sedangkan bahasa yang digunakan adalah
dialek bahasa Jawa yaitu bahasa ngoko yang menunjukkan keakraban.
Norms dalam peristiwa tutur di atas masih berhubungan pada hubungan
sosial diantara penutur. Hubungan antara teman tetangga yang akrab, maka norma
interaksinya lebih akrab, leluasa dan penuh canda.
Genre pada peristiwa tutur di atas disampaikan dengan dialog atau
percakapan yang dilakukan partisipan yang saling bergantian antara penutur
dengan mitra tutur dan tidak menggunakan basa-basi.
Dari data (151) dapat dilihat bahwa terdapat campur kode klausa bahasa
Indonesia dalam tuturan antara penutur (O1) dengan mitra tutur O2 yang
menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko. Faktor yang melatarbelakangi campur
kode dalam tuturan di atas adalah kesantaian penutur dan mitra tutur sehingga
penutur dan mitra tutur dapat memasukkan unsur bahasa Indonesia ke dalam
tuturan bahasa Jawa yang digunakan untuk menciptakan suasana yang akrab dan
penuh canda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dalam campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Bentuk campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar menurut unsur-unsur
kebahasaan yang ditemukan adalah ada campur kode kata yang terbagi menjadi
dua yaitu 26 campur kode kata bahasa Indonesia dan 12 campur kode kata
bahasa Inggris, 10 campur kode kata jadian, 5 campur kode perulangan kata,
10 campur kode frasa, 5 campur kode klausa, 3 campur kode ungkapan, dan 3
campur kode baster. Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa bentuk
campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan
Karanganyar Kabupaten Karanganyar lebih dominan pada bentuk campur kode
kata bahasa Indonesia karena bentuk tersebut adalah bentuk yang paling
sederhana dan sering digunakan daripada bentuk campur kode yang lain.
2. Fungsi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di
Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar adalah (1) lebih mudah
diucapkan, (2) lebih nyaman digunakan dan mudah dimengerti, (3) lebih
mudah diingat, (4) lebih komunikatif, (5) lebih singkat, (6) lebih prestis, dan
(7) lebih tepat atau lebih pas untuk digunakan. Fungsi campur kode dalam
tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Karanganyar lebih dominan pada fungsi lebih komunikatif karena fungsi
tersebut adalah untuk mempermudah penyampaian maksud dari penutur
kepada mitra tutur dan mudah untuk dimengerti sehingga komunikasi antara
penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan baik dan lancar.
3. Faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar dapat
ditemukan dengan 8 komponen tutur yaitu Setting and Scene, Participant,
Ends, Act sequences, Key, Instrumentalities, Norms of Interaction and
Interpretation, dan Genre. Faktor yang melatarbelakangi campur kode dalam
tuturan bahasa Jawa kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar yang ditemukan antara lain (1) kesantaian penutur, (2) situasi
informal, (3) kebiasaan, (4) keinginan penutur, dan (5) kebahasaan.
B. Saran
Penelitian ini merupakan penelitian awal mengenai Campur Kode dalam
Tuturan Bahasa Jawa Kalangan Pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten
Karanganyar. Namun, kiranya perlu diadakan penelitian lanjutan karena bahasa
selalu berkembang, sehingga didapatkan hasil penelitian yang lebih komprehensif.
Penelitian ini hanya membahas campur kode dalam tuturan bahasa Jawa
kalangan pemuda di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Karanganyar yang
ditinjau dari segi sosiolinguistik. Oleh karena itu, diharapkan perlu diadakan
penelitian lebih lanjut dengan pendekatan pragmatik, etnolinguistik, maupun dari
struktur bahasanya.
140