28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Clubfoot merupakan kelainan kongenital berupa kompleks deformitas 3 dimensi yang ditandai dengan equinus dari hindfoot, adduksi midfoot dan forefoot, varus pada subtalar, serta cavus pada midfoot. 3 Clubfoot dikatakan oleh para ahli sebagai deformitas yang mudah untuk didiagnosis, namun sulit untuk dikoreksi dengan hasil yang sempurna, meskipun di tangan seorang ahli bedah orthopedi yang berpengalaman. 2 Gambar 1 . Gambaran klinis clubfoot Syndromic clubfoot adalah clubfoot yang berkaitan dengan kelainan neuromuskuler dan sindroma sehingga harus selalu dicurigai adanya kelainan neuromuskuler utama dan sindroma lain yang menyertainya. Ada beberapa kelainan dan sindroma neuromuskuler yang seringkali menyertai, diantaranya adalah : 1,4,18 Arthrogryposis multiplex congenital, Diastropic dysplasia, Streeter’s dysplasia (constriction band syndrome), Freeman-Sheldon syndome, Mobius syndrome,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Clubfoot merupakan kelainan kongenital berupa kompleks deformitas 3

dimensi yang ditandai dengan equinus dari hindfoot, adduksi midfoot dan forefoot,

varus pada subtalar, serta cavus pada midfoot.3 Clubfoot dikatakan oleh para ahli

sebagai deformitas yang mudah untuk didiagnosis, namun sulit untuk dikoreksi

dengan hasil yang sempurna, meskipun di tangan seorang ahli bedah orthopedi yang

berpengalaman. 2

Gambar 1 . Gambaran klinis clubfoot

Syndromic clubfoot adalah clubfoot yang berkaitan dengan kelainan

neuromuskuler dan sindroma sehingga harus selalu dicurigai adanya kelainan

neuromuskuler utama dan sindroma lain yang menyertainya. Ada beberapa kelainan

dan sindroma neuromuskuler yang seringkali menyertai, diantaranya adalah : 1,4,18

Arthrogryposis multiplex congenital, Diastropic dysplasia, Streeter’s dysplasia

(constriction band syndrome), Freeman-Sheldon syndome, Mobius syndrome,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Cerebral palsy, Spina bifida/Myelomeningocele, Prune belly, Larsen syndrome,

Tibial hemimelia, Opitz syndrome, Pierre Robin syndrome, Down syndrome, dll

Gambar 2 . Syndromic clubfoot dengan AMC

2.2.Insidensi

Insidensi dari clubfoot secara keseluruhan berkisar 1-2 dalam 1000 kelahiran

hidup. 1,2,20,21 Insidensi secara spesifik di beberapa wilayah dilaporkan di populasi

Asia adalah rata-rata 0,6 per 1000 kelahiran 3, dimana di China sebesar 0,39 per 1000

kelahiran22 dan di Jepang sebesar 0,5 per 1000 kelahiran. 1,4 Di Australia Barat

sebesar 0,9 per 1000 kelahiran3, Amerika Serikat sebesar 2,29 per 1000 kelahiran,

Caucasia sebesar 1,2 per 1000 kelahiran, dan angka kejadian yang tinggi sebesar 6,8

per 1000 kelahiran hidup di Hawaii, Polynesia dan Maori.3,22,23 Angka kejadian

bilateral terjadi sebanyak 50% kasus.3,20 Anak laki-laki terkena lebih besar daripada

anak perempuan, dengan perbandingan 2:1 sampai 4:1.3 Insidensi syndromic clubfoot

sendiri berdasarkan kelainan neuromuskuler yang mendasarinya tidak didapatkan

data yang dilaporkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

2.3.Etiologi

Banyak teori seputar etiologi dari clubfoot yang diajukan, namun sampai saat

ini belum ada teori yang memuaskan untuk menjelaskan penyebab clubfoot. Banyak

teori yang telah dipublikasikan: 1

1. Teori embrionik (primary germ plasma defect)

Dikatakan bahwa kelainan terjadi pada fertilized germ cell, yaitu sel kelamin

yang sudah mengalami pembuahan (fertilisasi). Defek terjadi pada saat periode

embrionik (mulai konsepsi 12 minggu). Pengamatan menunjukkan pada semua

clubfoot didapatkan collum talus yang pendek, menyimpang ke medial dan plantar.

Secara teoritis, kondisi ini disebabkan oleh adanya defek selama pertumbuhan embrio

talus. Hal yang melemahkan teori ini adalah kelainan talus tidak selalu primer tetapi

dapat disebabkan oleh gaya yang tidak simetris selama pertumbuhan, ataupun adanya

clubfoot yang unilateral.

2. Teori kromosom (herediter)

Teori ini mengatakan bahwa kelainan (defek) sudah ada pada unfertilized

germ cell yaitu sel-sel kelamin yang belum mengalami pembuahan. Teori ini didasari

atas pengamatan adanya peningkatan insiden clubfoot lebih sering pada keluarga-

keluarga yang menderita clubfoot.24,25 Kemungkinan clubfoot diturunkan secara

polygenic multifactorial di kelompok ras tertentu, seperti yang didapatkan pada suku

bangsa Polynesia di New Zealand yang insidensinya tinggi. Teori ini juga dibuktikan

dengan adanya hubungan insiden dengan jenis kelamin, dimana laki-laki lebih sering

dibandingkan dengan wanita.21

3. Teori otogenik ( arrest of development)

Terhentinya pertumbuhan bisa secara permanen, temporer atau perlambatan.

Pertumbuhan yang terhenti secara permanen (permanent arrest) bisa menyebabkan

malformasi kongenital. Dari teori ini yang dapat menyebabkan clubfoot adalah

temporary arrest. Jika temporary arrest ini terjadi pada minggu ke 6-8 dari

pertumbuhan embrio maka akan terjadi clubfoot tipe berat dan jika terjadi setelah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

minggu ke 9 dari pertumbuhan embrio maka tipe clubfoot-nya ringan. Teori ini

diperkirakan ada hubungannya dengan perubahan faktor genetik yang disebut cronon

yaitu faktor yang menentukan saat yang tepat terjadinya modifikasi yang progresif

yang berlangsung saat pertumbuhan. Jadi clubfoot disebabkan oleh faktor perusak

(lokal atau general) yang menyebabkan perubahan didalam cronon. Perubahan-

perubahan struktur tulang selanjutnya terhenti, sedangkan pertumbuhan berjalan terus

di bawah impuls–impuls yang diterima cronon setelah mengalami kerusakan. Jadi

kaki tumbuh di bawah suatu pengontrol yang bisa mengalami keadaan patologis dan

menyebabkan pertumbuhan yang abnormal. Pada akhir fase growth arrest sekitar

minggu ke 12-14 , pertumbuhan mulai normal kembali. 1,4

4. Teori fetal (faktor mekanis di uterus)

Teori yang diajukan oleh Hippocrates ini mengatakan bahwa clubfoot ini

disebabkan oleh tekanan ekstrinsik pada janin dalam uterus. Berbagai hal yang

menyebabkan ukuran atau volume uterus mengecil (oligohidramnion, bayi kembar,

primipara, atau adanya tumor intra uteri) maka ada tekanan mekanis yang

menyebabkan kaki janin dalam pada posisi equinovarus. Konsekuensinya didapati

pertumbuhan tulang kaki terutama talus akan terganggu, demikian juga otot- otot

sekitar kaki akan memendek sesuai postur intrauteri.

5. Teori neurologi (neurologic defect)

Dalam teori ini dijelaskan bahwa kelainan primernya terjadi pada saraf. Jika

saraf yang menginervasi otot kaki terganggu, maka terjadi gaya yang abnormal pada

talus , sehingga talus tumbuh tidak normal menjadi equinovarus. Sama seperti

anomali skeletal yang ditunjukkan pada clubfoot yang disebabkan kelainan saraf,

dimana anomali kemungkinan besar berkaitan dengan ketidakseimbangan

neuromuskuler. 4 Telah banyak diketahui berkaitan dengan clubfoot yang dikarenakan

kelainan saraf, bahwa clubfoot dengan jenis yang paling parah berkaitan dengan

kelainan paralitik seperti arthrogryposis dan spina bifida. 1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

6. Teori retractive fibrotic response

Teori ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan abnormalitas ligamen

dan restrain fascial di jaringan lunak yang deformitasnya sifatnya sulit di koreksi.

Penemuan histopatologis ini membantu menjelaskan menetapnya deformitas clubfoot

dan sulitnya koreksi. Trasforming Growth Factor-β dan platelet-derived growth

factor muncul dengan kadar yang lebih tinggi pada jaringan yang mengkerut

(contracted). Kaitan clubfoot dengan sindroma yang sifatnya ligamentous laxity

(Down, Larsen) mengacaukan hipotesis bahwa jaringan sebagai etiologi primer. 1

2.4.Patologi Clubfoot menurut Ponseti

1. Biologi dan anatomi

Deskripsi patologi anatomi dari clubfoot telah ditemukan sejak jaman dahulu

sampai saat ini, dimana Anthony Scarpa pada tahun 1803 melaporkan adanya

pergeseran ke medial dan plantar dari navicular, cuboid dan calcaneus terhadap talus.

Pergeseran navicular dan calcaneus menyebabkan inversi atau varus dari hindfoot dan

secara keseluruhan menyebabkan equinus.1 Selanjutnya Ponseti melakukan penelitian

dengan melakukan diseksi pada fetus yang meninggal dalam kandungan untuk

mengetahui biologi dan kinematik clubfoot serta untuk mengetahui hubungan antar

tulang pada pasien dengan clubfoot.1

Clubfoot sendiri bukan merupakan malformasi embrionik tetapi merupakan

deformasi pertumbuhan seperti yang terlihat pada developmental dysplasia of the hip

dan idiophatic scoliosis. Secara normal, perkembangan kaki bergeser ke clubfoot

selama trimester kedua kehamilan dan clubfoot jarang dapat dideteksi dengan

ultrasonografi sebelum janin berumur 16 minggu.7

Ligamentum tibionavicularis pada fotomikrografi menunjukkan serat kolagen

yang tersusun bergelombang (wavy) dan padat. Selnya sangat berlimpah, dan ada

banyak inti sel bulat.7 Pada potongan frontal yang melalui malleolus dari clubfoot

menunjukkan ligamentum deltoid, tibionavicularis dan tendo tibialis posterior

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

menjadi sangat tebal dan menjadi satu dengan ligamentum calcaneonavicularis

plantaris brevis. Ligamentum talocalcaneal interosseous normal.4,7

Otot gastrocnemius dan tibialis posterior juga terjadi perubahan, dimana

secara anatomi lebih kecil dan pendek dibanding otot pada kaki normal. Pada

pemeriksaan serat otot dengan mikroskop cahaya, didapatkan peningkatan

intercellular connective tissue dimana proporsi serat otot dengan jaringan ikat paling

rendah pada otot gastrocnemius, tibialis posterior, dan fleksor digitorum comunis.7

Perubahan relatif terjadi antara bentuk sendi tarsal dan posisi tulang tarsal

sendiri yang telah berubah. Forefoot yang mengalami pronasi menyebabkan arcus

plantaris menjadi lebih konkaf (cavus). Didapatkan juga peningkatan fleksi pada

tulang metatarsal pada arah lateromedial. 7

Meskipun talus dalam posisi equinus berat, masih terletak ankle mortise.

Distorsi terbesar terletak pada navicular, dimana bergeser hebat ke medial, inversi,

dan berartikulasi dengan bagian medial dari caput talus. Inversi navicular disebabkan

karena retraksi ligamentum deltoid dan spring ligament, dan tarikan tendon tibialis

posterior. Posisi navicular berubah dari posisi horizontal pada kaki normal, menjadi

hampir vertikal pada clubfoot berat. Tuberositas navicular hampir kontak dengan tip

maleolus medial. Semua ligamentum tarsal medial dan tendon tibialis posterior

beserta tendon sheath-nya mengalami penebalan (hipertrofi) dan membesar.

Calcaneus adduksi dibawah talus, sehingga ruang kosong (gap) yang ada diisi oleh

jaringan fibrous pada sisi lateral sendi subtalar. Inversi dan adduksi dari calcaneus

menyebabkan deformitas varus heel. Varus heel, adduksi, dan inversi dari navicular

dan cuboid menyebabkan supinasi metatarsal I lebih besar dibanding metartarsal

lateral yang lain, sehingga membentuk cavus. Ligamentum plantar pedis sedikit yang

mengalami hipertrofi.4,7

Kondisi pada clubfoot ini akan menarik kuat m.tibialis posterior yang

menyatu dengan gastrosoleus dan fleksor hallucis longus. Ukuran otot ini lebih kecil

dan pendek dibandingkan kaki normal. Di ujung distal gastrosoleus terdapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

peningkatan jaringan konektif yang kaya akan kolagen, yang cenderung untuk

menyebar ke dalam tendo Achilles dan fascia profunda.7

Ligamen di sisi posterior dan medial ankle dan sendi tarsal sangat tebal dan

tegang, yang akan menahan kaki dengan kuat pada posisi equinus dan navicularis dan

calcaneus dalam posisi adduksi dan inversi. Ukuran otot-otot betis berkorelasi

terbalik dengan derajat keparahan deformitasnya. Gastrosoleus tampak sebagai otot

kecil di sepertiga atas betis pada clubfoot yang sangat parah. Sintesis kolagen yang

berlebihan pada ligamen, tendon dan otot bisa menetap sampai anak berumur 3-4

tahun dan bisa menyebabkan kekambuhan (relaps). 4,7

Dengan pemeriksaan mikroskop, berkas serabut kolagen tampak gambaran

bergelombang (wavy) yang diketahui sebagai kerutan (crimp). Crimp ini memberikan

kemungkinan ligamen untuk diregangkan. Dengan demikian tidak akan

membahayakan bayi jika dilakukan peregangan ligamen secara gentle. Crimp muncul

lagi beberapa hari selanjutnya, memungkinkankan peregangan selanjutnya. Oleh

karena inilah mengapa koreksi manual deformitas ini diterima.7

2. Kinematik

Melakukan koreksi pergeseran yang parah dari tulang tarsal pada clubfoot

memerlukan pemahaman yang baik dari anatomi fungsional tarsus. Hal ini

dikarenakan deformitas pada clubfoot terjadi paling sering di tarsus . Dimana tulang

tarsal yang paling banyak terbuat dari kartilago, berada pada posisi ekstrem pada

fleksi, adduksi, dan inversi saat lahir. Talus berada dalam posisi plantar fleksi yang

hebat, collumnya membelok ke medial dan plantar, dan kaputnya berbentuk baji.

Navicularis bergeser ke medial secara hebat, menutupi maleolus medialis, dan

berartikulasi dengan permukaan medial caput talus . Calcaneus teradduksi dan

terinversi dibawah talus.7

Banyak ahli orthopedi bekerja mengobati clubfoot dengan asumsi yang salah

bahwa sendi subtalar dan Chopart mempunyai sumbu rotasi yang tetap yang berjalan

secara oblique dari anteromedial superior ke posterolateral inferior, melalui sinus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

tarsi. Mereka percaya jika mempronasikan kaki pada aksisnya, calcanues varus dan

supinasi kaki dapat dikoreksi. Pada bayi, navicularis bergeser ke medial dan

berartikulasi hanya dengan sisi medial caput talus . Cuneiforme tampak berada di sisi

kanan navicularis, dan cuboid berada dibawahnya. Sendi calcaneocuboid terarah ke

sisi posteromedial. Duapertiga anterior calcaneus tampak dibawah talus. Tendon

tibialis anterior, ekstensor digitorum longus dan ekstensor hallucis longus bergeser ke

sisi medial.4,7

Tidak ada gerakan aksis tunggal (seperti mitered hinge) yang ada untuk

merotasikan talus. Pergerakan tiap tulang tarsal melibatkan pergeseran yang simultan

di tulang sekitarnya. Sendi tarsal secara fungsional saling tergantung. Pergerakan

sendi ditentukan oleh kelengkungan permukaan sendi dan oleh orientasi dan struktur

ligamen yang mengikat. Masing-masing sendi mempunyai pola pergerakan khusus.

Oleh karenanya, koreksi pada pergeseran yang ekstrem medial dan inversi dari tulang

tarsal pada clubfoot mengharuskan pergeseran lateral yang gradual simultan pada

navicularis, cuboid, dan calcaneus sebelum mereka dapat di eversi ke posisi netral.

Pergeseran ini dapat diterima karena tegangnya ligamentum tarsal dapat diregangkan

secara gradual.7

Mempronasikan clubfoot pada aksis imajiner tetap menggeser forefoot ke

pronasi selanjutnya, dengan demikian meningkatnya cavus dan penekanan calcaneus

adduktus melawan talus. Hasilnya adalah terhenti di hindfoot, membiarkan heel varus

tidak terkoreksi. Pada clubfoot, anterior calcaneus berada dibawah caput talus. Posisi

ini menyebabkan deformitas varus dan equinus pada tumit. Abduksi navicularis

terhadap hubungan normalnya dengan talus akan mengkoreksi deformitas calcaneus

varus pada`clubfoot. Usaha untuk menekan calcaneus ke eversi tanpa

mengabduksikannya akan menekan calcaneus melawan talus dan tidak akan

mengkoreksi calcaneus varus. 4,7

Clubfoot dikoreksi dengan jalan mengabduksikan kaki pada posisi supinasi

ketika dilakukan penekanan pada aspek lateral caput talus untuk mencegah rotasi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

talus di ankle. Gips yang dimoulding dengan baik menjaga kaki dalam posisi yang

baik. Ligamen jangan sampai diregangkan sebelum memberikan ukuran

sesungguhnya. Ligamentum dapat diregangkan lagi setelah 5 hari untuk

meningkatkan derajat koreksi deformitas selanjutnya. 7

Remodel tulang dan sendi dengan setiap gips berubah karena sifatnya yang

melekat pada jaringan konektif, kartilago dan tulang muda, yang berespon terhadap

perubahan arah stimulus mekanik. Hal ini ditunjukkan sangat baik oleh Pirani,

membandingkan klinik dan gambaran MRI sebelum, selama dan akhir dari

pengegipan. Tampak perubahan pada sendi talonavicular dan calcaneocuboid.

Sebelum penanganan, navicular bergeser ke sisi medial caput talus. Perhatikan

bagaimana hubungan tersebut menjadi normal selama penanganan gips. Dengan cara

yang sama, cuboid menjadi lurus dengan calcaneus selama penanganan gips.7

Sebelum melakukan gips terakhir, tendo Achiles bisa dipanjangkan secara

perkutaneus untuk mendapatkan koreksi sempurna dari equinus. Tendo Achiles, tidak

seperti ligamentum tarsal yang bisa diregangkan, ia dibuat tidak bisa diregangkan,

tebal, berkas kolagen yang kencang dengan sedikit sel. Gips terakhir diteruskan

selama 3 minggu ketika heel cord tendon benar-benar beregenerasi dengan panjang

yang sesungguhnya dengan parut yang minimal. Pada titik ini, sendi tarsal mengalami

remodelling pada posisi yang terkoreksi.7

Dapat disimpulkan, banyak kasus clubfoot terkoreksi setelah 5 sampai 6 kali

gips dan pada beberapa kasus, harus dilakukan tenotomy tendo Achilles. Tehnik ini

menghasilkan kaki yang kuat, fleksibel, dan plantigrade. Menjaga fungsi tanpa nyeri

ditunjukkan di penelitian lanjutan selama 35 tahun. 7

2.5.Diagnosa

Neonatus atau bayi baru lahir banyak yang tampak mempunyai clubfoot,

disebabkan posisi intra uteri yang akan terkoreksi pasif secara spontan dalam

beberapa hari atau minggu. Kaki dapat didorsofleksikan dan dieversikan sampai ibu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

jari kaki menyentuh crista tibia pada bayi yang normal, sedangkan pada clubfoot

tidak dapat seperti demikian. 1,2,19

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan posisi anak tengkurap untuk menilai sisi

plantar dan supinasi untuk evaluasi internal rotasi dan varus. Perhatikan secara nyata

apakah tidak ada kontraktur yang signifikan dan lekukan kulit (skin crease) yang

dalam. Pada postural clubfoot tidak didapatkan adanya atrofi dan rigiditas. 1,2

Untuk membedakan derajat keparahannya, penting untuk mencari anomali

terkait dan kondisi neuromuskuler yang menentukan apakah ini deformitas

nonidiophatik. Jika anak dapat berdiri, ditentukan apakah kaki plantigrade, tumit

weight bearing, dan apakah varus, valgus, atau netral. Prognosis syndromic clubfoot

secara umum lebih jelek dibandingkan idiophatic clubfoot, meskipun didapatkan

beberapa pengecualian, seperti Down syndrome atau Larsen syndrome , dimana

didapatkan kondisi penyerta ligamentous laxity sehingga koreksi lebih mudah

dicapai. Di sisi lain, pasien dengan Arthrogryposis, Diastrophic Dysplasia, Mobius

syndrome atau Freeman Sheldon syndrome, Spina Bifida dan Spinal dysraphism

terkenal dengan sulitnya koreksi dan cenderung untuk kambuh (rekuren). 1,2 Pada

arthrogryposis, tujuan dari penanganannya adalah untuk merubah deformed rigid foot

menjadi kaki yang rigid plantigrade. 15

2.6.Metode Ponseti

Ponseti memperkenalkan beberapa garis besar treatment :

1. Semua komponen deformitas pada clubfoot harus dikoreksi secara simultan

dengan pengecualian pada equinus, yang dikoreksi terakhir.

2. Cavus merupakan kelainan akibat forefoot lebih pronasi dibandingkan dengan

midfoot, sehingga koreksinya adalah dengan cara melakukan supinasi dari

forefoot sehingga sejajar dengan midfoot.

3. Setelah semua kaki dalam keadaan supinasi dan fleksi, selanjutnya dapat

dengan gentle dan gradual dilakukan abduksi pada talus sebagai pusatnya,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

dengan melakukan penekanan pada aspek lateral dari head talus untuk

menghindari rotasi pada ankle mortise.

4. Heel varus dan supinasi akan terkoreksi bila seluruh kaki sudah dapat

dilakukan abduksi maksimal pada eksternal rotasi pada subtalar. Kaki tidak

boleh dieversikan.

5. Setelah semua prosedur dilalui, equinus dapat dikoreksi dengan melakukan

dorsofleksi pada kaki. Tendo achiles seringkali memerlukan tenotomi

subkutaneus untuk memfasilitasi koreksi.7

Langkah-langkah metode Ponseti7

a. Persiapan

Anak ditenangkan dengan minum susu botol atau menyusui ibunya.

Kadang-kadang diperlukan batuan dari orang tua pasien. Asisten memegang

kaki pasien ketika manipulator melakukan koreksi.

b. Manipulasi dan Pengegipan

Mulailah sebisa mungkin segera setelah anak lahir. Buatlah pasien dan

keluarga senyaman mungkin. Selama manipulasi dan proses pemasangan

gips, biarkan anak minum.

c. Tentukan Letak Caput Talus Secara Tepat

Raba kedua malleolus dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan yang

satu, sementara ibu jari dan metatarsal yang sakit dipegang dengan tangan

yang lainnya. Selanjutnya geserlah ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang

satu ke depan supaya dapat meraba caput talus di depan pergelangan kaki.

Karena os navicularis bergeser ke medial dan tuberositasnya hampir

bersentuhan dengan malleolus medialis, teraba penonjolan bagian lateral dari

caput talus yang hanya tertutup kulit di depan malleolus lateralis. Anterior

calcaneus teraba dibawah caput talus.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Gambar 3 . Identifikasi caput talus

d. Manipulasi

Manipulasi meliputi abduksi dari kaki dibawah caput talus yang telah

distabilkan. Tentukan letak talus. Seluruh komponen deformitas clubfoot,

terkoreksi secara bersamaan kecuali equinus ankle. Supaya bisa mengoreksi

kelainan ini, kita harus menentukan letak dari caput talus , yang menjadi

fulcrum (titik tumpu) dari koreksi ini.

e. Mengkoreksi Cavus

Ini adalah elemen pertama dalam manajemen metode Ponseti dengan

memposisikan forefoot dalam satu kesegarisan yang tepat dengan hindfoot.

Cavus yang berada di midfoot akibat dari pronasi dari forefoot terhadap

hindfoot. Cavus ini hampir selalu supel pada bayi baru lahir dan hanya

memerlukan elevasi dari jari dan metatarsal pertama dari forefoot untuk

mendapatkan arcus longitudinal kaki yang normal. Forefoot disupinasikan

sampai kita dapat melihat permukaan plantar pedis yang normal. Penting

menjaga kesegarisan dari forefoot dengan hindfoot untuk mendapatkan arcus

kaki yang normal supaya abduksi yang dilakukan untuk mengkoreksi

adductus dan varus dapat berjalan efektif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Gambar 4. Mengkoreksi Cavus

f. Langkah Dalam Pemasangan Gips

Ponseti merekomendasikan penggunaan bahan gips karena lebih murah dan

lebih mudah dilakukan moulding yang tepat dibanding dengan fiberglass. 7

# Manipulasi Awal

Manipulasi kaki sebelum pengegipan, tumit (heel) jangan dipegang

supaya calcaneus bisa abduksi.

# Memasang Bantalan (Padding)

Pasang bantalan gips yang tipis saja, pertahankan kaki dalam posisi

koreksi yang maksimal selama pemasangan gips.

# Pemasangan Gips.

Pasang gips sampai dibawah lutut dulu dan kemudian lanjutkan gips

sampai paha atas.

# Moulding gips

Berikan tekanan yang ringan. Jangan menekan secara konstan kaput talus

menggunakan ibu jari, moulding gips di atas kaput talus ketika

mempertahankan kaki dalam posisi terkoreksi, lalu moulding di arcus

plantaris, tumit dan maleolus juga. Proses moulding merupakan proses

dinamik dan dilanjutkan sampai gips mengeras.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Gambar 5 .Pemasangan Gip Sampai Bawah Lutut

# Teruskan gips sampai paha.

Gambar 6. Pemasangan Gip Sampai Paha

# Potong gips

Tinggalkan gips pada sisi plantar pedis untuk menahan jari-jari dan

potong gips di sisi dorsal sampai sendi metatarsophalangeal.

Tanda abduksi yang adekuat 3,7

Pastikan bahwa kaki dalam keadaan abduksi yang adekuat saat mendorsifleksikan

kaki 0° sampai 5° secara aman sebelum melakukan tenotomi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Ø Tanda terbaik dari abduksi yang adekuat adalah dapat terabanya

processus anterior calcaneus yang terabduksi keluar dari bawah talus .

Ø Kaki tercapai abduksi sekitar 60° terhadap bidang frontal tibia.

Ø Tercapainya calcaneus dalam posisi netral atau sedikit valgus. Kondisi ini

ditentukan dengan meraba bagian posterior dari calcaneus.

Ø Perlu diketahui bahwa ini merupakan kelainan deformitas tiga dimensi

dan harus dikoreksi bersama-sama. Koreksi diperoleh dengan

mengabduksi kaki di bawah caput talus . Jangan pernah mempronasikan

kaki.

Hasil akhir

Setelah proses pengegipan selesai, kaki tampak over-koreksi dalam posisi

abduksi dibandingkan kaki normal saat berjalan. Kondisi ini bukan suatu over

koreksi. Namun merupakan koreksi penuh kaki dalam posisi abduksi maksimal

normal. Lakukan koreksi kaki sampai selesai, normal dan abduksi maksimal yang

akan membantu mencegah rekurensi dan tidak mebuat kaki over koreksi atau

terpronasi. 3,7

Gambar 7. Proses Pengegipan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Komplikasi

Apabila dilakukan pengegipan yang hati-hati, jarang sekali didapatkan

komplikasi. Komplikasi yang mungkin timbul adalah rocker bottom deformity,

crowded toes, flat heel pad, lecet superfisial, lecet tekan maupun lecet dalam.

Melepas gips

Gips dilepas dengan pisau atau direndam.

Tenotomy

Tenotomy diindikasikan untuk mengkoreksi equinus ketika cavus, adductus,

dan varus terkoreksi secara komplit tetapi dorsofleksi ankle masih kurang dari 10°.

Pastikan abduksi adekuat untuk dilakukan tenotomy yaitu abduksi sebesar 60° dan

kita dapat meraba prosesus anterior calcaneus . 7

a. Persiapan

· Penjelasan keluarga.

· Persiapkan semua alat yang dibutuhkan, pilih pisau tenotomy no 11 atau 15

· Desinfeksi kulit.

· Anestesi.

b.Persiapkan tenotomy. Asisten memegang kaki dalam dorsofleksi maksimal,

kurang lebih 1,5 cm diatas calcaneus. Infiltrasikan anestesi lokal sedikit medial

tendon pada tempat akan dilakukan tenotomy. Ingatlah anatomi, neurovaskular

bundle berada di anteromedial tendo Achilles.

c.Tenotomy percutaneus. Ujung pisau ditusukkan dari sisi medial, sedikit anterior

dari tendon. Sisi datar pisau dijaga tetap paralel dengan tendon. Tempat tusukan

awal ini menimbulkan sayatan kecil longitudinal. Sarung tendon (sheath) tidak

diiris dan dibiarkan utuh. Selanjutnya pisau diputar, sehingga sisi tajam pisau

mengarah ke posterior dan menghadap tendon. Kemudian pisau digerakkan

sedikit ke posterior. Rasakan sebagai “pop” saat pisau memotong tendon. Tendon

belum dianggap terpotong seluruhnya sampai sensasi ”pop” dirasakan.

Didapatkan tambahan 15°-20° dorsofleksi setelah tenotomy.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Gambar 8. Perkutaneus Tenotomy

d.Pemanjangan tendon Achilles terbuka (open ATL)

Open ATL diindikasikan pada pasien diatas 1 tahun. Pasien dibawah pengaruh

anestesi umum, incisi di aspek medial tendon Achilles kurang lebih sepanjang 2,5

cm, di sebelah proksimal insersi tendon Achilles. Batas medial tendon Achilles

diiris dengan tajam dan tendon sheath dibuka secara longitudinal. Tendon di split

di bidang frontal sepanjang kurang lebih 4-5 cm, dan dipotong kearah posterior di

bagian proksimal dan anterior di bagian distal. Kaki kemudian di dorsofleksikan

sehingga kedua bagian tendon Achilles yang sudah di potong sliding, kemudian di

jahit pada posisi ankle 50 dorsofleksi.

e.Gips paska tenotomy. Setelah equinus terkoreksi dengan tenotomi, pasang gips

terakhir dengan kaki abduksi 60°-70° dan dorsofleksi15°. Kaki tampak

overkoreksi. Gips ini dipertahan-kan selama 3 minggu setelah koreksi komplet. 3,7

f.Pelepasan gips. Setelah 3 minggu, gips dapat dilepas. Sekarang ankle dapat

didorsifleksikan 20°. Tendon sudah sembuh, parut operasi minimal. Kaki siap untuk

dipasang brace. Pedis tampak overkoreksi pada abduksi. Keadaan tersebut bukan

dikatakan overkoreksi, hanya abduksi penuh. 3,7

g.Bracing. Saat pengegipan terakhir, kaki di abduksikan sekitar 60°-70°. Gips

terakhir dipertahankan selama 3 minggu setelah tenotomy. Protokol Ponseti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

dilanjutkan dengan bracing untuk mempertahankan kaki dalam posisi abduksi dan

dorsofleksi. Diperlukan sudut dalam kaki abduksi untuk mempertahankan abduksi

dari calcaneus dan forefoot dan mencegah relaps. Jaringan lunak di sisi medial

tetap terregang hanya jika bracing dilakukan setelah pengegipan.7

Gambar 9. Gambar Foot Abduction Brace

Bracing ini di set dalam posisi eksternal rotasi sebesar 60°-70° di sisi yang

terkena dan 30°-40° disisi yang normal. Bar dilengkungkan sebesar 5°-10°. Brace

harus dipakai seharian penuh (full time) selama 3 bulan pertama setelah gips terakhir

dilepas. Setelah itu anak memakai brace selama 12 jam saat malam dan 2-4 jam saat

siang. Sehingga total pemakaian 14-16 jam dalam sehari sampai anak berumur 3-4

tahun.7 Jadwalkan kunjungan berikutnya dalam 10-14 hari untuk memonitor

penggunaan dari brace. Jika bracing berjalan baik maka kontrol dapat dilakukan

dalam 3 bulan lagi dimana pada saat itu brace dihentikan dari pemakaian sehari

penuh, tetapi brace dipakai saat tidur siang dan malam hari.

Problema Terapi Syndromic Clubfoot

Telah diketahui bahwa metode Ponseti memberikan hasil yang sangat

memuaskan untuk menangani idiophatic clubfoot. Sedangkan penanganan dengan

metode Ponseti pada syndromic clubfoot berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

di senter lain juga memberikan hasil yang baik. Permasalahan yang didapati pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

penanganan syndromic clubfoot adalah sifatnya yang lebih rigid dikarenakan kelainan

neuromuskulernya bukan kelainan lokal di pedis tetapi merupakan kelainan sistemik,

spastisitas pada penderita Cerebral Palsy, anestesi atau hipoestesi pada pedis spina

bifida/meningomyelocele sehingga mudah terjadi dekubitus (pressure sore), ataupun

kontraktur ekstensi lutut pada AMC sehingga pemasangan gips tidak bisa dilakukan

dengan lutut fleksi 90° seperti pada umumnya metode Ponseti.

2.7. Berbagai Jenis Syndromic Clubfoot

Arthrogryposis Multiplex Congenita

Arthrogryposis merupakan istilah untuk berbagai kondisi yang umumnya

ditandai dengan berkurangnya pergerakan dengan kekakuan sendi kongenital dan

berbagai derajat kelemahan otot. Tipe yang paling umum dari arthrogryposis adalah

amyoplasia atau arthrogryposis klasik. Distal arthrogryposis ditandai dengan

berkurangnya gerakan sendi distal tangan dan kaki, kadang-kadang lutut.1,20

Arthrogryposis merupakan akibat dari fetal akinesia – fibrosis sendi dan

kurangnya lekukan sendi, ekstremitas yang kecil dan atrofik dan akumulasi lemak

disekitar sendi. Berkurangnya pergerakan sendi paling sering diakibatkan kegagalan

perkembangan otot, yang bisa diakibatkan abnormalitas sel kornu anterior atau sistem

saraf yang lebih proksimal atau lebih distal. Amyoplasia mungkin disebabkan karena

defek pada gen pengatur miogenik. Matriks otot turunan dari mesoderm lateral

terbentuk, tetapi miosit yang merupakan turunan dari mesoderm somitik tidak

terbentuk dan diganti dengan jaringan adiposa.1

Gambaran klinis arthrogryposis klasik adalah didapatkan kontraktur

ekstremitas, dengan postur yang paling sering berupa elbow ekstensi, wrist fleksi dan

deviasi ulnar, lutut ekstensi atau fleksi, deformitas equinovarus pada kaki. Lengan

dan betis tampak kecil dan atrofik, dan menghilangnya lekukan sendi. Akumulasi

lemak di ekstremitas memberikan gambaran seperti sosis. Range of motion (ROM)

aktif dan pasif biasanya sangat terbatas, tetapi sendi yang terkena masih menyisakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

paling tidak gerakan ”jog”. Gerakan kepala dan leher biasanya normal, ROM sendi

bahu biasanya terbatas dengan sedikit gerakan fleksi. Pada siku terdapat perbedaan

pada gerakan aktif dan pasif, dimana gerakan fleksi pasif masih didapatkan sampai 90

derajat. Gerakan wrist dan jari-jari biasanya berkurang secara nyata, dan jari-jari

menunjukkan deviasi ulnar dan kontraktur fleksi. Postur khasnya adalah ”waiter’s

tip” dimana bahu adduksi dan internal rotasi, elbow ekstensi, lengan bawah pronasi

dan wrist fleksi. Pada ekstremitas bawah biasanya gerakan pinggul terselamatkan.

Lutut bisa kaku dalam fleksi atau ekstensi, kaki juga terdapat kekakuan. Pada distal

arthrogryposis hanya mengenai sendi yang lebih perifer. Pada ekstremitas bawah

biasanya ditemukan talipes equinovarus dan vertical talus.1,3,20

Penanganan arthrogryposis harus berdasarkan pemahaman kelainan yang khas

ini. Pada kebanyakan pasien, ada dua tujuan utama penanganannya yaitu ambulasi

yang mandiri dan fungsi ekstremitas atas untuk aktifitas sehari-hari yang mandiri.

Tujuan penanganan clubfoot pada arthrogryposis adalah merubah rigid deformed foot

menjadi rigid plantigrade foot.26 Menjadikan kaki yang normal merupakan hal yang

tidak masuk akal pada penanganan ini. 20

Manipulasi dan serial casting pada arthrogrypotic clubfoot bisa memberikan

beberapa koreksi, tetapi pembedahan akhirnya diperlukan pada banyak kasus.18

Tachdjian menyebutkan bahwa rigiditas yang ekstrem pada kasus khusus

menghalangi koreksi dengan peregangan pasif atau pengegipan. Prosedur

pembedahan awal yang direkomendasikan adalah posteromedial release (PMR).

Setelah soft tissue release, jika masih didapatkan deformitas sisa, dilakukan bony

procedure.1,18

Prosedur ini biasanya dapat menghasilkan kaki yang plantigrade tetapi

pergerakan sendinya jelek. Sayangnya sering terjadi rekurensi pada deformitasnya.

Pembedahan ulangan memerlukan bony wedge resection, triple arthrodesis atau fusi

ankle bahkan bisa dilakukan talektomi. Koreksi berulang bisa memberikan resiko

pada neurovaskuler, jaringan parut yang lebih kaku dan kontraktur. 1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

Pada akhir-akhir ini, beberapa peneliti merekomendasikan penanganan

arthrogrypotic clubfoot dengan metode tanpa pembedahan dengan metode Ponseti 6,17

ataupun modified Ponseti16. Hasil penelitian tersebut memberikan hasil yang bagus

tanpa takut adanya komplikasi-komplikasi dari tindakan extensive soft tissue release.

Sedangkan pada distal arthrogryposis memberikan hasil yang lebih baik bila

dibandingkan dengan arthrogryposis klasik (amioplastik) karena distal arthrogryposis

bersifat kurang rigid daripada klasik arthrogryposis.27

Pada arthrogryposis, mulai dengan standar pengegipan Ponseti. Sering

diperlukan 9-15 kali gips. Jika koreksi tidak tercapai, mungkin diperlukan

pembedahan. Besarnya pembedahan akan lebih ringan sebagai akibat pengegipan

Ponseti. Sudah cukup dengan melakukan prosedur yang kurang ekstensif seperti

percutaneus release dari tendon tibialis posterior, tendo Achilles dan tendo fleksor

hallucis longus. Bracing postkoreksi sangat penting dan bisa dilanjutkan sampai

pertengahan masa anak-anak atau lebih.7

Protokol penanganan syndromic clubfoot dengan AMC di RSO Pof. Dr. R

Soeharso adalah semua pasien langsung dilakukan manipulasi dan gips serial dengan

metode Ponseti sampai didapatkan abduksi 60º dan ankle dalam dorsifleksi 0º

(plantigrade), setelah itu dilakukan tindakan ATL. Apabila didapatkan kontraktur

ekstensi lutut sehingga lutut tidak bisa fleksi 90º, maka pengegipan dilakukan dengan

posisi lutut difleksikan semaksimalnya yang bisa dilakukan sambil dilakukan

manipulasi setiap minggunya bersamaan dengan clubfoot sampai didapatkan fleksi

lutut minimal 90º. Jika belum didapatkan posisi ankle plantigrade, dilakukan

manipulasi sampai 11-13 kali dan setelah itu baru dilakukan tindakan. Bila fleksi

lutut juga belum mencapai 90º di akhir manipulasi, maka dilakukan release dari

kontraktur lutut bersamaan dengan tindakan pada clubfootnya sampai tercapai fleksi

90º.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Streeter’s Disease

Streeter’s syndrome merupakan sindroma konstriksi sirkumferensial

kongenital. Hipocrates menulis tentang anak-anak dengan amputasi dan konstriksi

berkaitan dengan amniotic bands. Etiologi yang dipercayai adalah amniotic theory

(ekstrinsik) dimana terjadi strangulasi atau belitan dari amnion. Sedangkan Steeter

mengemukakan teori instrinsik dimana etiologinya dikarenakan defek pada

subcutaneous germ plasm yang menyebabkan nekrosis jaringan lunak dan

penyembuhannya akan membentuk constriction band. Keterkaitannya dengan

clubfoot tidak bisa dijelaskan. Seringnya kaki mengalami deformitas, deep fascia

mungkin terkena, dan biasanya pembuluh limfe dan sirkulasi superfisial mengalami

obstruksi parsial. Distal dari jeratan mengalami pitting udema yang persisten.1,3,20

Patologinya adalah bagian amnion dan material lainnya ditemukan pada

beberapa lekukan (cleft) pada bagian dalam, mengelilingi dan menjerat digiti. Setelah

trauma inisial, defek menyembuh dan menghasilkan lekukan yang superfisial,

melibatkan hanya kulit dan bagian dari jaringan subkutaneus atau bisa terdiri dari

vena, saraf dan arteri.1,20

Penanganannya adalah dilakukan pembebasan band-nya. Pada constriction

band yang superfisial dan asimptomatik tidak memerlukan penanganan. Eksisi band

dan penutupannya menggunakan multiple Z plasty yang diindikasikan pada: band

yang meluas sampai jaringan subkutan dalam atau fascia, ada udema distal dari band,

ada vascular insufisiensi atau defisit neurologis, dan band yang bertambah

keparahannya. Pada beberapa kasus diperlukan release surgery darurat pada neonatus

untuk menyelamatkan anggota geraknya. Pada awalnya pembedahan dilakukan

pembebasan pada separuh band-nya dengan jarak 6-12 minggu dengan tujuan jika

dibebaskan dalam 1 tahap akan merusak aliran sistem vena atau limfe dan mungkin

bisa terjadi nekrosis kulit. Tetapi saat ini lebih disukai 1 tahap operasi dengan

pembebasan secara melingkar. Semua jaringan fibrotik yang meluas mulai kulit,

jaringan subkutan, fascia dan otot harus di eksisi secara komplit sampai 1-2 mm dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

jaringan sehat. Untuk mencegah kompresi neurovaskuler, neurovaskuler harus di

ekspos proksimal dan distal dari band dan penutupan kulitnya menggunakan Z plasty

dengan sudut flap 60 derajat serta dapat juga dilakukan subcutaneus fat advancement

flap. 1,3,20

Hubungan antara congenital constriction band dengan clubfoot telah

dilaporkan dan prevalensinya clubfoot dengan congenital constriction band berkisar

antara 12-56%. Kaki ini seringnya bersifat rigid dan lebih sulit untuk ditangani

daripada idiophatik clubfoot. Sekitar 30-50% dari clubfoot diklasifikasikan sebagai

paralitik. Band pada clubfoot yang bentuknya paralitik dipikirkan akan menyebabkan

kompresi neuropati, cidera otot langsung atau sindroma kompartemen. Pada clubfoot

yang ipsilateral dengan constriction band dapat ditangani dengan manipulasi dan gips

serial jika tidak didapatkan udema kaki atau ancaman neurovaskuler. Pada tipe

paralitik, penanganan nonoperatif jarang yang berhasil dan memberikan hasil yang

jelek. Pembedahan constriction band umumnya dilakukan sebelum tindakan

pembedahan deformitas kakinya untuk mencegah pembengkakan dan ancaman

neurovaskuler. Tetapi pada eksisi band yang dilakukan pada distal tibia yang

berkaitan dengan clubfoot, dapat dilakukan tindakan open ATL dan posterior release (

sendi tibiotalar dan subtalar) melalui insisi yang sama. 3,7,20

Pada Streeter’s syndrome, lebih dahulu dilakukan release dari constriction

band satu tahap, setelah lukanya mengering baru dilakukan manipulasi dan

pengegipan. Ponseti mengatakan bahwa metode Ponseti tetap merupakan standar

penanganan pada Streeter’s syndrome. Dilakukan manipulasi dan pengegipan Ponseti

sebanyak 6-7 kali.7 Protokol penanganan syndromic clubfoot dengan Streeter’s

syndrome di RSO Prof. Dr. R Soeharso adalah langsung dilakukan manipulasi dan

gips serial dengan metode Ponseti 6-7x, setelah itu baru dilakukan release dari

constriction band dan open ATL melalui insisi yang sama apabila constriction band

berada pada cruris yang sama dengan clubfootnya. Kecuali apabila didapatkan

kegawatan pada constriction bandnya, maka dilakukan release terlebih dahulu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Cerebral Palsy

Cerebral palsy merupakan kelainan yang diakibatkan adanya lesi otak yang

bersifat tetap dan nonprogresif. Abnormalitas pada otak mengakibatkan gangguan

motoris. Etiologinya dibagi pada periode prenatal yang meliputi infeksi ibu

(TORCHES), terpapar toksin(obat, alkohol, narkotika) maupun kelainan pada ibu

yang menyebabkan gangguan perkembangan otak janin. Etiologi perinatal meliputi

anoksia atau hipoksia pada bayi, kelahiran prematur maupun sepsis. Etiologi

postnatal meliputi infeksi seperti meningitis maupun episode hipoksia yang

menyebabkan kerusakan otak. 1,3,20

Klasifikasi dibagi dalam 2 besar, yaitu berdasarkan fisiologinya ( kelainan

gerakan motorisnya) berupa spastik, athetoid, ataksik, campuran dan hipotonia. Yang

kedua berdasarkan geografinya (anatominya) yaitu monoplegia, hemiplegia,

paraplegia, diplegia, triplegia, quadriplegia, double hemiplegia dan total body

involvement.1,3,20

Gambaran klinis yang ditemukan sangat bergantung pada area di otak yang

terkena. Pada pemeriksaan klinis harus ditentukan tonus otot, refleks-refleks,

keseimbangan, duduk dan berjalannya. 1,3,20

Deformitas equinovarus pada cerebral palsy akibat dari ketidakseimbangan

otot-otot. Di Tachdjian dikatakan bahwa penanganan nonoperatif ditoleransi sangat

jelek. Jika deformitasnya supel bisa dilakukan bracing, tetapi jika ototnya sangat

spastik, orthoses dapat mengeksaserbasi bula atau callus di kaki. Pembedahan

diindikasikan untuk memperbaiki kontak kaki, mengurangi nyeri dan perubahan kulit.

Jika di klinik kaki bisa terkoreksi secara pasif dengan manipulasi pada posisi netral,

operasi tendon dapat dilakukan berupa pemanjangan dan split transfer. Jika

deformitasnya kaku dan kaki tidak bisa dimanipulasi sampai plantigrade, bila perlu

dilakukan prosedur bony surgery untuk mengkoreksi deformitas secara penuh. Pada

pasien yang berumur kurang dari 8 tahun dengan diplegik atau quadriplegik, hasil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

jangka panjang setelah pembedahan memberikan hasil yang tidak jelas. Untuk alasan

ini tindakan nonoperatif sebaiknya dihindari. 1,3

Myelomeningocele

Myelomeningocele adalah anomali perkembangan yang berat yang ditandai

tidak hanya eksposnya meningen tetapi juga myelodysplasia dari elemen neural yang

mendasarinya dan malformasi CNS. Displasia dari korda spinalis dan akar saraf

mengakibatkan paralisis saluran cerna, kemih, motoris dan sensoris pada distal dari

malformasi. Myelomeningocele merupakan kelainan multisistem yang memerlukan

koordinasi pendekatan dari berbagai disiplin ilmu untuk memaksimalkan potensi tiap

pasien.1,3,20

Etiologi pasti dari myelomeningocele belum diketahui. Ada faktor genetik

yang berperan dalam kondisi ini. Faktor penting yang telah diidentifikasi adalah

adanya hubungan antara defisiensi asam folat selama kehamilan dengan

meningkatnya resiko defek pada neural tube. 1,3

Clubfoot didapatkan pada 30-50% myelomeningocele. Deformitas ini murni

teratologik, dimana deformitasnya hampir selalu rigid dan kaku, dengan respon yang

sangat rendah terhadap penanganan konservatif, memerlukan koreksi pembedahan

dan seringnya untuk kambuh meskipun telah dilakukan koreksi yag sempurna

dikombinasikan dengan reseksi tendon. Deformitas clubfoot pada myelomeningocele

awalnya ditangani seperti idiophatic clubfoot pada umumnya. Dokter yang merawat

haruslah berpengalaman dan nyaman dengan tehnik manipulasi dan pengegipan,

karena absennya respon nyeri dan sensasi proteksi membuat kesulitan untuk

menghindari pressure sore dan fraktur. Ditambah lagi dengan respon yang kurang

baik terhadap metode ini. Manipulasi dan gips harus dihentikan paling tidak untuk

sementara waktu jika muncul pembengkakan dan nekrosis kulit. 1,3,20

Koreksi pembedahannya juga tidak berbeda dengan idiophatic clubfoot, ahli

bedah merekomendasikan posteromedial release dan lateral release sebagai metode

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

primer koreksi. Angka rekurensi pada clubfoot dengan myelomeningocele lebih

tinggi dan pada mereka yang level paralisisnya lebih tinggi. Rekurensi pada anak

yang lebih besar bisa memerlukan talektomi. Alternatif yang lainnya adalah

osteotomi hindfoot dan midfoot dan triple arthrodesis. 1,3,20. Sedangkan hasil

penelitian yang dilakukan Gerlach dkk tetap merekomendasikan metode Ponseti

sebagai penanganan syndromic clubfoot dengan myelomeningocele. 5

Pada myelodysplasia, metode Ponseti juga merupakan standar penangannya.

Dikarenakan hilangnya sensoris, pengegipan harus hati-hati untuk mencegah skin

ulceration. Berikan bantalan yang lebih banyak dan hindari tekanan yang berlebihan

saat moulding.7

Larsen syndrome

Sindroma yang berkaitan dengan begitu banyak deformitas orthopedi yang

memerlukan penananganan yang diistilahkan tugas Herculean. Gambaran klinisnya

saat lahir begitu dramatis. Ekstremitas inferiornya sering menunjukkan deformitas

hiperekstensi lutut bilateral dan clubfoot yang kurang rigid. Deformitas lututnya

mempunyai spektrum mulai deformitas hiperekstensi kongenital yang simpel sampai

dislokasi anterior lutut yang komplit. Pinggul sering terdislokasi dengan pemendekan

paha yang nyata tetapi dengan mobilitas yang baik, menunjukkan karakteristik

generilized ligamentum laxity. Manifestasi skeletal yang nyata adalah di elbow sering

menunjukkan dislokasi radiohumeral. Pada kasus yang parah , elbow terfiksir dengan

adanya web di ruang antecubital sehingga terjadi kontraktur fleksi. Jari-jari biasanya

panjang dan silinder, dapat terjadi dislokasi sendi metacarpal. Pada spinal sering

didapatkan cervical kyphosis sampai scoliosis. 1

Pada pemeriksaan neurologis sering didapatkan hipotonia, kondisi yang

berkaitan dengan sindroma hiperelastisitas dan sering berimplikasi pada lambatnya

kemampuan motoris seperti kemampuan berjalan. 1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

Deformitas pada kaki biasanya dikerjakan setelah pinggul dan lutut

distabilisasi. Meskipun deformitas equinovarus sering diperlukan tindakan operatif,

bukan hal yang tanpa alasan jika dilakukan koreksi dengan gips atau tehnik

peregangan lain. Equinus pada clubfoot dengan Larsen syndromes seringnya bersifat

resisten sehingga diperlukan ATL dan posterior release untuk mendapatkan kaki

yang plantigrade. Tetapi berkaitan dengan ligamentum laxity secara keseluruhan,

diperlukan kehati-hatian dalam mengkoreksi deformitas clubfoot-nya karena sering

menjadi overkoreksi.1,18 Sekali lagi, metode Ponseti juga tetap merupakan standar

penangan untuk clubfoot yang terkait dengan Larsen syndrome.7

Bagaimanapun, metode Ponseti tetap sesuai digunakan pada anak-anak

dengan arthrogryposis, myelomeningocele, Larsen syndrome, dystrophic dysplasia,

Mobius syndrome, Wiedemann-Beckwith syndrome, Pierre Robin syndrome dan

sebagainya dan lain-lain. Penanganannya lebih sulit sehingga koreksinya memerlukan

waktu yang lebih lama dan harus hati-hati pada bayi dengan masalah sensoris seperti

pada myelodysplasia untuk mencegah pressure sore. Pada syndromic clubfoot,

clubfoot merupakan bagian dari suatu sindroma. Metode Ponseti merupakan standar

penanganan, tetapi memang lebih sulit dan responnya mungkin sulit diprediksi. Hasil

akhirnya tergantung lebih pada kondisi yang mendasarinya, hasil fungsional jangka

lama biasanya tergantung lebih pada sindroma yang mendasarinya daripada clubfoot-

nya. 7

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

2.8.Kerangka Konseptual

KERANGKA KONSEPTUAL

2.9. Hipotesa

1. Terdapat perbedaan antara clinical outcome metode Ponseti untuk

terapi syndromic clubfoot dengan clinical outcome metode Ponseti untuk

terapi idiopathic clubfoot

2. Terdapat perbedaan antara treatment process metode Ponseti untuk

syndromic clubfoot dengan treatment process untuk terapi idiopathic

clubfoot.

Syndromic clubfoot

Outcome

Idiophatic clubfoot

Treatment process dengan metode Ponseti :

- Jumlah pemasangan gips serial

- Lama treatment - Jenis tindakan operasi - Periode bracing

Lebih rigid Kurang rigid