36
THAHARAH DARI HADATS Wudhu, Tayamum, Mandi, Syarat, Rukun, Hal Yang Disunahkan, Dan Hal Yang Membatalkannya MAKALAH Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Ibadah Semester II Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Dosen Ahmad wahidi Oleh KELOMPOK 1 Ali nahrowi : 13220214 Heri sutrisno : 13220212 Ahmad muzakki : 13220223

alinahrowi4.files.wordpress.com  · Web viewPenulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai

Embed Size (px)

Citation preview

THAHARAH DARI HADATSWudhu, Tayamum, Mandi,

Syarat, Rukun, Hal Yang Disunahkan, Dan Hal Yang Membatalkannya

MAKALAH

Dibuat dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Ibadah

Semester II Tahun Akademik 2014-2015 Jurusan Hukum Bisnis Syariah

Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Dosen

Ahmad wahidi

Oleh

KELOMPOK 1

Ali nahrowi : 13220214

Heri sutrisno : 13220212

Ahmad muzakki : 13220223

Eka fatkhul khasanah : 132202

Latifatus saadah yasin : 132202

MALANG

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis,sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “toharoh dari hadats” ini dengan

lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas

yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah fiqih ibadah bapak ahmad

wahidi.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang

penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan fiqih ibadah, serta

infomasi dari media massa yang berhubungan dengan konsep toharoh dari

berbagai hadats dalam pandangan berbagai mazhab, tak lupa penyusun

ucapkan terima kasih kepada dosen matakuliah fiqih ibadah atas bimbingan

dan arahan dalam penulisan makalah ini. dan kepada rekan-rekan

mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah

ini.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi

manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita

mengenai Pancasila yang ditinjau dari aspek ibadah khususnya dalam

lingkup toharoh, terutama bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh

dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca

demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Malang, 12 maret 2014

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................1

A. THAHARAH...................................................................................................1

B. Wudhu.........................................................................................................1

1. Definisi wudhu.........................................................................................1

2. Syarat – Syarat Wudhu.............................................................................1

3. Rukun Wudhu..........................................................................................1

4. Mengusap kepala.....................................................................................1

4. Sunah-Sunah Wudhu................................................................................1

5. Perkara yang membatalkan wuhu............................................................1

C. Mandi...........................................................................................................1

1. Definisi Mandi..........................................................................................1

2. Hal hal yang Mewajibkan Mandi..............................................................1

3. Syarat-Syarat mandi.................................................................................1

ii

4. Rukun Mandi............................................................................................1

5. Sunah-Sunah Mandi.................................................................................1

D. Tayamum.....................................................................................................1

1.Pengertian tayamum.....................................................................................1

2.Syarat-syarat Tayamum................................................................................1

3.Rukun-rukun Tayamum.................................................................................1

3.Sunah-sunah Tayamum.................................................................................1

4.perkara yang membatalkan tayamum..........................................................1

BAB III PENUTUP......................................................................................................1

A. Simpulan......................................................................................................1

DAFTAR RUJUKAN....................................................................................................1

iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan

dimuliakan, seperti tertera dalam surat At-Tien ayat 4 yang artinya

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik- baiknya.” Karena manusia diciptakan oleh Allah bukan

sekedar untuk hidup didunia ini kemudian meninggal tanpa pertanggung

jawab,tetapi manusia diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk beribadah.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supayamereka menyembahKu” (Q.S Adz-Dzaariyaat ayat 56). “Padahal

mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan

keta‟atan kepada - Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (Q.S Al -

Bayyinah ayat 5).

Karena Allah Maha Mengetahui tentang kejadian manusia, maka

agar manusia terjaga hidupnya, taqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya

manusia diwajibkan beribadah, agar manusia mencapai taqwa. Seiring

dengan perkembangan zaman dan perbedaan tempat yang dijadikan untuk

mengajarkan keilmuan dalam hal ibadah tersebut. Dengan berbagai macam

perbedaan tersebut maka dalam penerapan hukum beribadah pun terdapat

perbedaan-perbedaan yang semua itu bukan berarti menimbulkan

perpecahan dalam agama islam, namun dngan adanya perbedaan tersebut

menambah hazanah keilmuan dan sebagai perbandingan dalam beribadah

sehingga dapat mencapai derajat orang yang ahli ibadah dan bertaqwa.

Tentunya xangatlah banyak sekali ibadah-ibadah yang ada dalam

agama islam, namun dalam pembahasan kali ini akan penulis jelaskan dalam

hal taharah, karna sempurnanya suatu ibadah atau bisa dianggap atau

tidaknya suatu ibadah shalat misalnya tentulah membutuhkan keilmuan

tertentu tentang taharah atau dalam hal kesucian sebelum dan dalam

manusia beribadah.

4

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian wudhu, syarat, rukun, hal yang disunahkan, dan hal

yang membatalkan ?

2. Apa pengertian mandi, syarat, rukun, hal yang disunahkan, dan hal

yang membatalkan ?

3. Apa pengertian tayamum, syarat, rukun, hal yang disunahkan, dan

hal yang membatalkan ?

5

BAB II

PEMBAHASAN

A. THAHARAH

Ath-Thaharah,menurut bahasa, artinya kebersihan atau bersih

dari berbagai kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis

berupaair seni dan yang selainnya, maupun yang bersifat maknawiyah,

seperti aib dan perbuatan maksiat. At-Tathir bermakna tanzhif 

(membersihkan), yaitu pembersihan pada tempat yang terkotori.

 Menurut pengertian syariat (terminologi), thaharah berarti tindakan

menghilangkan hadats dengan air atau debu yang bias menyucikan. Juga

berarti upaya meglenyapkan najis dan kotoran. Berarti,thaharah

menghilangkan sesuatu yang ada di tubuh yang menjadi penghalang bagi

pelaksanaan shalat dan ibadah semisalnya.

 Ulama Fiqh menyatakan bahwa thaharah adalah membersihkan diri

dari segala hal baik hadas maupun najis yang menghalangi seseorang untuk

melakukan sholat, dengan menggunakan air atau tanah. Menurut Al-

Hanafiah thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Pengertian

thaharah pun dikemukakan oleh Al-Malikiyah yakni suatu sifat yang

menurut pandangan syara membolehkan orang yang mempunyai sifat itu

mengerjakan sholat dengan pakaian yang dikenakananya di tempat yang

diagunakan untuk mengerjakan sholat, sedangkan menurut Asy-Syafi‟iah

adalah suatu perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan sholat

seperti whudu, mandi dan menghilangkan najis serta hilangnya hadast,najis

atau semisalnya seperti tayamum dan mandi sunah1.

Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki

ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya

tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak

sah.

1 Lesiani merlinda,diakses pada 12 maret 2014 pukul 20.00, http://www.academia.edu/4901243/MAKALAH_THAHARAH, 2014.

6

Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap

muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah

melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga

thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.

B. Wudhu

1. Definisi wudhu

Wudhu menurut bahasa berarti: baik dan bersih. Menurut istilah

syara’, wudhu ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku,

mengusap sebagan kepala, dan membasuh kaki didahului dengan niat dan

dilakukan dengan tertib.

Wudhu dilakukan bagi orang yang akan melakukan ibadah sholat,

sebab merupakan salah satu dari syarat sahnya sholat yang terdapat dalam

firman Allah QS. Al Maidah: 6

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan

shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan

sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan

jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit2 atau dalam perjalanan

atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh3 perempuan,

2 Maksudnya: sakit yang tidak boleh kena air.3 Artinya: menyentuh. menurut jumhur Ialah: menyentuh sedang sebagian mufassirin Ialah: menyetubuhi.

7

lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang

baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak

hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan

menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.

Dan dalam suatu hadits Rasulullah Saw bersabda :

“Allah tidak akan menerima shalat seseorang jika berhadas, Hingga ia

berwudhu”(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Syarat – Syarat Wudhu

Ada beberapa syarat – syarat yang harus dipenuhi dalam berwudhu,

diantaranya:

a. Air yang digunakan untuk berwudhu harus air yang mutlaq / suci.

b. Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian)

c. Suci anggota wudhu dari najis

d. Melaksanakan wudhu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang

lain

e. Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudhu.

f. Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang

panjang dalam membasuh anggota wudhu yang satu dengan yang

lain, sebelum kering. Kecuali airnya kering karena terkena sinar

matahari, ataupun panas badan.

Dan adapun syarat sah wudhu antara lain:

a. Islam, orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan

wudhu

b. Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan

c. Tidak berhadats besar

d. Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak).

8

e. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota

wudhu, misalnya getah, cat dan sebagainya.

f. Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air

yang suci lagi mensucikan.

3. Rukun Wudhu

Para ulama berrbeda pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu.

Ada yang menyebutkan 4 saja sebagaimana yang tercantum dalam ayat

Quran, namun ada juga yang menambahinya dengan berdasarkan dalil dari

Sunnah.

4 (empat) rukun menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun

wudhu itu hanya ada 4 sebagaimana yang disebutkan dalam nash

Quran

7 (tujuh) rukun menurut Al-Malikiyah menambahkan dengan

keharusan niat, ad-dalk yaitu menggosok anggota wudhu`. Sebab

menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu` dengan air

masih belum bermakna mencuci atau membasuh. Juga beliau

menambahkan kewajiban muwalat.

6 (enam) rukun menurut As-Syafi`iyah menambahinya dengan niat

dan tertib yaitu kewajiban untuk melakukannya pembasuhan dan

usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik. Istilah yang beliau

gunakan adalah harus tertib

7 (tujuh) rukun menurut Al-Hanabilah mengatakan bahwa harus niat,

tertib dan muwalat, yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh

terjadi jeda antara satu anggota dengan anggota yang lain yang

sampai membuatnya kering dari basahnya air bekas wudhu`.

1. Niat

Niat wudhu` adalah ketetapan di dalam hati seseorang untuk

melakukan serangkaian ritual yang bernama wudhu

9

2. Membasuh Wajah

Para ulama menetapkan bahwa batasan wajah seseorang itu adalah

tempat tumbuhnya rambut (manabit asy-sya`ri) hingga ke dagu dan

dari batas telinga kanan hingga batas telinga kiri.

3. Membasuh kedua tangan hingga siku

Secara jelas disebutkan tentang keharusan membasuh tangan hingga

ke siku. Dan para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud adalah

bahwa siku harus ikut dibasahi

4. Mengusap kepala

Yang dimaksud dengan mengusap adalah meraba atau menjalankan

tangan ke bagian yang diusap dengan membasahi tangan

sebelumnya dengan air.

Al-Hanafiyah mengatakan bahwa yang wajib untuk diusap tidak

semua bagian kepala, melainkan sekadar dari kepala. Yaitu mulai

ubun-ubun dan di atas telinga.

Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa yang diwajib

diusap pada bagian kepala adalah seluruh bagian kepala. Bahkan Al-

Hanabilah mewajibkan untuk membasuh juga kedua telinga baik

belakang maupun depannya.

Asy-syafi`iyyah mengatakan bahwa yang wajib diusap dengan air

hanyalah sebagian dari kepala, meskipun hanya satu rambut saja.

Dalil yang digunakan beliau adalah hadits Al-Mughirah : Bahwa

Rasulullah SAW ketika berwudhu` mengusap ubun-ubunnya dan

imamahnya (sorban yang melingkari kepala).

5. Mencuci kaki hingga mata kaki.

Menurut jumhur ulama, yang dimaksud dengan hingga mata kaki

adalah membasahi mata kakinya itu juga.

6. Tartib

10

Yang dimaksud dengan tartib adalah mensucikan anggota wudhu

secara berurutan dari yang awal hingga yang akhir.

Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah tidak merupakan bagian dari fardhu

wudhu`, melainkan hanya sunnah muakkadah. Akan halnya urutan

yang disebutan di dalam Al-Quran, bagi mereka tidaklah

mengisyaratkan kewajiban urut-urutan.

bersikeras mengatakan bahwa tertib urutan anggota yang dibasuh

merupakan bagian dari fardhu dalamwudhu`. Sebab demikianlah

selalu datangnya perintah dan contoh praktek wudhu`nya Rasulullah

SAW. Tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau berwudhu` dengan

terbalik-balik urutannya. Dan membasuh anggota dengan cara

sekaligus semua dibasahi tidak dianggap syah.

7. Al-Muwalat / Tidak Terputus

Maksudnya adalah tidak adanya jeda yang lama ketika berpindah

dari membasuh satu anggota wudhu` ke anggota wudhu` yang

lainnya. Ukurannya menurut para ulama adalah selama belum

sampai mengering air wudhu`nya itu.

8. Ad-Dalk

Yang dimaksud dengan ad-dalk adalah mengosokkan tangan ke atas

anggota wudhu setelah dibasahi dengan air dan sebelum sempat

kering. Hal ini tidak menjadi kewajiban menurut jumhur ulama,

namun khusus Al-Malikiyah mewajibkannya. Sebab sekedar

menguyurkan air ke atas anggota tubuh tidak bisa dikatakan

membasuh seperti yang dimaksud dalam Al-Quran.

4. Sunah-Sunah Wudhu4

Adapun hal-hal yang menjadi kesunahan dalam berwudhu adalah

sebagai berikut :

4 Abdul qadir arrahbawi, salat empat mazhab, bogor: lentera nusantara,2008,hlm.63.

11

a. Memulai dengan membaca Bismillah.

b. Bersiwak atau mnggosok gigi.

c. Membasuh kedua belah telapak tangan hingga ke pergelangan.

d. Berkumur-kumur.

e. Memasukkan air ke dalam hidung dan keluarkannya semula.

f. Menyela-nyelai jenggot.

g. Menggosok celah-celah jari kaki dan tangan.

h. Mengulang 3 kali setiap perbuatan.

i. Mendahulukan yang kanan.

j. Melewatkan tangan pada anggota wudhu bersama air dan

sesudahnya.

k. Menyapu kedua-dua belah telinga.

l. Berdoa setelah berwudhu.

m. Menyapu keseluruhan kepala.

n. Berturut-turut antara satu dengan yang lain.

5. Perkara yang membatalkan wuhu

Ada beberapa macam perkara yang membatalkan wudhu dalam

berbagai perspektif mazhab yakni ada 6 yang akan penulis sampaikan yakni

sebagai berikut :

NOHAL-HAL YANG MEMBATALKAN WUDHU`

Al-Hanafiyah

Al-Malikiyah

As-Syafi`i

Al-hanabalah

1Keluarnya sesuatu lewat dua lubang qubul atau dubur

Batal

Batal jika kelua sesuatu yang lazim juga dari lubang yang lazim

Batal Batal

2Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun

Batal Batal jika pulas Batal

Batal walaupun dalam posisi tamakkun

3Hilang Akal Karena Mabuk, Tidur Atau Sakit

Batal Batal Batal Batal

12

4Menyentuh Kemaluan dengan telalapak tangan

Tidak batal Batal Batal Batal

5Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram

Tidak Batal Batal jika merasa lezat Batal Batal dengan

syahwat

6 Keluarnya Sesuatu dari badan Batal Tidak Batal Tidak

Batal Tidak Batal

1. Keluarnya sesuatu lewat dua lubang qubul atau dubur. Menurut al-Malikiyah keluar sesuatu yang tidak lazim seperti

batu, darah atau nanah tidak membatalkan wudhu’ jika sesuatu

tersebut terbentuk didalam usus (bukan karena menelan batu)

2. Tidur yang bukan dalam posisi tamakkun di atas bumi (tidak memungkinkan keluar sesuatu dari dubur).

a. Menurut al-Hanabalah tidur membatalkan wudhu’ secara mutlaq.

b. Menurut al-Malikiyah tidur pulas dapat membatalkan wudhu’ baik

tamakkun aatau tidak, sementara tidur tidur ringan tidak

membatalkan wudu’

3. Hilang Akal Karena Mabuk, Tidur Atau Sakit4. Menyentuh Kemaluan dengan telalapak tangan.

Menurut Madzhab Hanafi menyentuh kemaluan dengan tangan

tidak batal wudu’.

5. Menyentuh kulit lawan jenis yang bukan mahram

Menurut as-Syafi’i membatalkan wudu’ tampa lapis selain rambut, kuku dan gigi.

Menurut al-Hanafiyah tidak batal wudu’ samasekali. Menurut al-Malikiyah membatalkan wudhu’ apabila dengan

kelezatan atau bermaksud kelezatan walaupun dengan lapis tipis, baik kulit, rambut. Juga Menyentuh amrod aljamil hukumnya sama.

Menurut al-Hanabalah membatalkan wudhu’ dengan syahwat, Ajnabi atau Muhrim. Tidak batal wudu’ bagi yang di sentuh.

6. Keluarnya Sesuatu dari badan, seperti darah, nanah dan semacamnya, akibat luka atau lainnya.

Catatan :

13

Mereka sepakat bahwa Murtad juga menyebabkan batalnya wudu’ kecuali al Hanafiyah.

Namun al Hanafiyah berpendapat Ketawa dalam solat juga menyebabkan batal wudu’.

makan daging kambing atau unta menurut al-Hanabalah termasuk yang membatalkan wudu’, dan juga memandikan jenazah.

Ragu terhadap hadats membatalkan wudu’ menurut al-Malikiyah5.

C. Mandi

1. Definisi Mandi

Secara etimologi mandi (al-ghusl) adalah mengalirnya air pada

sesuatu (perbuatanya), apabila kita mengatakan al-ghisl maka yang di

maksud adalah istilah (nama) dari sesuatu yang digunakan untuk mencuci,

adapun al-ghasl yaitu istilah yang digunakan untuk air. Sedangkan menurut

tertimologi mandi yaitu mengalirnya air pada seluruh tubuh6.

Yang dimaksud dengan mandi ialah meratakan air yang suci pada

seluruh badan di sertai niat, hal ini berasarkan dalam firman Allah surat Al-

Maidah ayat 6.

Jika kalian dalam keadaan junub, maka mandilah.

Penjabaran lebih lanjut di ungkapkan pada hadits berikut :

“sesungguhnya fatwa-fatwa yang menetapkan mandi itu kalau

(bersetubuh) mengeluarkan mani adalah rukhshah dari rosululloh Saw.

Pada bermulaan Islam. Kemudian beliau memerintahkan kami mandi

sesudahnya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)

2. Hal hal yang Mewajibkan Mandi

yaitu keluarnya sperma, bertemunya dua kelamin, haid dan nifas,

meninggal dunia, dan orang kafir yang memeluk agama islam. Dan disini

5 Abdul qadir arrahbawi, salat empat mazhab, bogor: lentera nusantara,2008,hlm.806 Ibid hlm.101

14

kita akan memaparkan satu persatu tentang hal hal yang mewajibkan mandi

dari pengikut 5 madzhab yaitu Hambaliah, Syafi’iyah, Hanafiah, Malikiyah,

dan Imamiyah.

a. Keluar mani

Dalill bahwa keluarnya mani mewajibkan untuk mandi adalah

firman Allah Ta’ala,

فاطهروا جنبا كنتم �ن وإ“Dan jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)

جنبا وال تقولون ما تعلموا ى حت سكارى وأنتم الصالة تقربوا ال آمنوا ذ�ين ال ها أي يالوا تغتس� ى حت �يل سب �ر�ي عاب �ال إ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (QS. An Nisa’: 43)           

Keluarnya air mani seseorang dibagi dua:

1)Air mani itu keluar kektika dalam keadaan bangun.

Adapun air mani yang keluar ketika dalam kaedaan bangun selain

yang di sebabkan karena jimak, adakalanya keluar dengan merasakan

nikmat dan adakalanya keluar karena  di sebabkan penyakit. Air mani yang

keluar dengan merasakan kenikmatan maka wajib mandi. Sedangkan

apabila keluarnya itu karena suatu penyakit atau terlalu keras memukul

tulang sulbi dan sebagainy, maka hal itu tidak mewajibkan mandi. Akan

tetapi masing masing hukum ini terdapat perincian dari berbagai madzhab.

Imamiah dan Syiafi’iyah : kalau mani itu keluar maka ia wajib

mandi, baik keluarnya karena syahwat maupun tidak, yang mana air mani 

tersebut disyaratkan betul betul berwujud mani setelah keluarya.

Hambaliah : mereka berpendapat, wajibnya  mandi itu tidak di

syaratkan keluarnya mani secara betul betul, akan tetapi syaratnya adalah

orang  tersebut merasa melepaskan (mengeluarkan air maninya) baik dari

tulang sulbinya (laki laki), ataupun dari tulang dadanya (perempuan),

walaupun air mani itu tidak sampai keluar dari kubulnya. Kesimpulannya

15

bahwa Hambaliah mensyaratkan adanya rasa nikmat, tidak mensyaratkan

keluar dari kubul, akan tetapi syaratnya yaitu, terlepasnya air mani dari

tempat asalnya

Hanafiyah : merekaa mewajibkan mandi apabila air mani itu keluar

dari tempat asalnya, dan keluar dari dzakarnya dengan merasakan nikmat.

Malikiyah :  wajib mandi apabila air mani itu keluar setelah

hilangnya rasa nikmat yang biasa tanpa nikmat.

2) Air mani itu keluar ketika dalam keadaan tidur.

          Keluarnya air mani dari kelaminya (kubulnya) ketika dalam keadaan

tidur, atau biasa disebut ikhtilam (mimpi), maka ia wajib mandi.

Syafi’iyah : apabila ada sebuah keraguan, yang keluar itu berupa air Mani

atau air Mazdi, maka tidak harus mandi,

Hambaliah : apabila ada sebuah keraguan, yang keluar itu berupa air Mani

atau air Mazdi, maka jika sebelum tidurnya itu terdapat sebab yang dapat

menimbulkan rasa nikmat, maka ia tidak wajib mandi, dan akan tetapi jika

sebelum tidurnya itu tidak ada suatu sebab yang dapat menimbulkan rasa

nikmat, maka ia wajib mandi

b. bertemunya dua kelamin

Bertemunya dua kemaluan (bersetubuh), yaitu memasukkan kepala

zakar atau sebagian dari hasyafah (kepala zakar) ke dalam faraj (kemaluan)

atau anus, maka semua ulama mazhab sepakat dengan mewajibkan mandi,

sekalipun belum keluar mani. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الغسل وجب فقد ، جهدها ثم األربع� �ها شعب بين جلس �ذا إ

“Jika seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” (HR. Bukhari no. 291 dan Muslim no. 348)

Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan:

ينز�ل لم �ن وإ

16

“Walaupun tidak keluar mani.”

Hanafi: Wajibnya mandi itu dengan beberapa syarat; yaitu:

Pertama, baligh.  Kalau yang baligh itu hanya yang disetubuhi,

sedangkan yang menyetubuhi tidak, atau sebaliknya, maka yang mandi itu

hanya yang baligh saja, dan kalau keduanya sama-sama kecil, maka

keduanya tidak wajibkan mandi.

Kedua, harus tidak ada batas (aling-aling) yang dapat mencegah

timbulnya kehangatan.

Ketiga, orang yang disetubuhi adalah orang yang masih hidup. Maka

kalau memasukkan zakarnya kepada binatang atau kepada orang yang telah

meninggal, maka ia tidak diwajibkan mandi.

Imamiyah dan Syafi’yahi: Sekalipun kepala zakar itu tidak masuk

atau sebagiannya saja juga belum masuk, maka ia sudah cukup

diwajibkannya mandi, tak ada bedanya baik baligh maupun tidak, yang

menyetubuhi maupun yang disetubuhi ada batas (aling-aling) maupun tidak,

baik terpaksa maupun karena suka, baik yang disetubuhi itu masih hidup

maupun sudah meninggal, baik pada binatang maupun pada manusia.

Hambali dan Maliki: Bagi yang menyetubuhi maupun yang

disetubuhi itu wajib mandi, kalau tidak ada batas (aling-aling) yang dapat

mencegah kenikmatan, tak ada bedanya baik pada binatang maupun pada

manusia, baik yang disetubuhi itu masih hidup maupun yang sudah

meniggal. Kalau yang telah baligh, Maliki: Bagi yang menyetubuhi itu

wajib mandi kalau ia telah mukallaf dan juga orang yang disetubuhi. Bagi

orang yang disetubuhi wajib mandi, kalau yang menyetubuhi. Bagi orang

yang disetubuhi wajib mandi, kalau yang menyetubuhinya sudah baligh, tapi

kalau belum baligh atau masih kecil, maka ia tidak diwajibkan mandi kalau

belum sampai keluar mani.  Hambali: Mensyaratkan bahwa lelaki yang

menyetubuhi itu umurnya tidak kurang dari sepuluh tahun, bagi wanita yang

disetubuhi itu tidak kurang dari sembilan tahun

17

c. karena darah haidz atau nifas

1). Pengertian Darah Haid (kotoran)

Yaitu darah yang keluar dari rahim perempuan, yang telah sampai

umur (baligh), dan di sepakati oleh semua madzhab, jika wanita  melihat

bahwa pada dirinya terdapat darah haid, maka ia wajib mandi setelah darah

itu habis.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,

ل�ي فاغس� أدبرت �ذا وإ الصالة فدع�ي الحيضة أقبلت� �ذا فإوصلي

“Jika telah tiba masa haidhmu maka tinggalkan shalat, dan bila selesai masa haidmu maka mandilah kemudian shalatlah.” (HR. Bukhari)

b). Pengertian darah Nifas

Yaitu darah yang keluar dari rahim perempun sesudah ia melahirkan

anak, dan menurut semua madzhab, maka wajib mandi.

Hanabilah : Jika ada orang  yang melahirkan  tanpa mengelurkan

darah maka ia tidak wajib mandi.

d. Meninggal dunia

Meninggalnya seorang muslim wajib dimandikan, kecuali kalau Ia

meninggal dalam keadaan syahid. Dan orang yang wajib memandikan orang

yang mati adalah orang yang masih hidup. Jumhur ulama (mayoritas)

menyatakan bahwa memandikan orang mati di sini hukumnya fardhu

kifayah, artinya jika sebagian orang sudah melakukannya, maka yang lain

gugur kewajibannya.

Dalil mengenai wajibnya memandikan si mayit diantaranya adalah

perintah Nabi  SAW  kepada Ummu ‘Athiyah dan kepada para wanita  yang

melayat untuk memandikan anaknya,

در وس� �ماء ب �ك ذل رأيتن �ن إ �ك ذل من أكثر أو خمسا أو ثالثا لنها اغس�

18

“Mandikanlah dengan mengguyurkan air yang dicampur dengan

daun bidara tiga kali, lima kali atau lebih dari itu jika kalian anggap perlu

dan jadikanlah yang terakhirnya dengan kafur barus (wewangian).” (HR.

Bukhari no. 1253 dan Muslim no. 939).

Hanafiah : mereka berpendapat bahwa, dalam memandikan mayat

seorang muslim itu disyaratkan hendaknya orang tersebut tidak durhaka.

e. Orang kafir yang memeluk agama islam

Mengenai wajibnya hal ini terdapat dalam hadits dari Qois bin

‘Ashim radhiyallahu ‘anhu,

در وس� �ماء ب ل يغتس� أن م وسل عليه� ه الل صلى �ي ب الن فأمره أسلم ه أن“Beliau masuk Islam, lantas Nabi SAW  memerintahkannya untuk mandi

dengan air dan daun sidr (daun bidara).” (HR. An Nasai no. 188, At

Tirmidzi no. 605, Ahmad 5/61. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits

ini shahih).

Ulama yang mewajibkan mandi ketika seseorang masuk Islam

adalah Imam Ahmad bin Hambal dan pengikutnya dari ulama Hambaliah,

Imam Malik, Ibnu Hazm, Ibnul Mundzir dan Al Khottobi

Hambaliah : mereka berpendapat bahwa apabila seorang kafir masuk islam,

maka ia  wajib mandi, baik orang itu dalam keadaan junub ataupun tidak.

3. Syarat-Syarat mandi

Adapun syarat-syarat dalam mandi ada beberapa macam yakni

sebagai berikut :

a. Beragama islam

b. Sudah tammyiz

c. Bersih dari haid dan nifas

d. Bersih dari sesuatu yang menghalangi sampainya air pada

seluruh anggota tubuh seperti cat, lilin dan sebagainya.

19

e. Pada anggota tubuh harus tidak ada sesuatu yang bisa

merubah sifat air untuk mandi seperti minyak wangi dan

lainnya

f. Harus mengerti bahwa mandi besar hukumnya fardhu (wajib)

g. Salah satu dari rukun-rukun mandi tidak boleh di I’tikadkan

sunah

h. Air yang digunakan harus suci dan mensucikan

4. Rukun Mandi

Rukun mandi ada 2 antara lain :

a. Niat (bersamaan dengan membasuh permulaan anggota tubuh).

b. Membasuh air dengan tata keseluruhan tubuh, yakni dari ujung

rambut sampai ujung kaki.

5. Sunah-Sunah Mandi

Disunahkan bagi yang mandi memperhatikan perbuatan rosulullah

SAW ketika mandi itu, hingga ia mengerjakan sebagai berikut :

a. Mulai dari mencuci kedua tangan hingga dua kali

b. Kemudian membasuh kemaluan

c. Lalu berwudhu secara sempurna seperti halnya wudhu buat

sholat. Dan ia boleh menangguhkan membasuh kedua kaki

sampai selesai mandi.     

d. Kemudian menuangkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali

sambil menyela-nyela rambut agar air sampai membasahi urat-

uratnya.

e. Lalu mengalirkan air keseluruh badan memulai sebelah kanan lalu

sebelah kiri tanpa mengabaikan dua ketiak, bagian dalam telinga,

pusar dan jari-jari kaki serta mengasah anggota tubuh yang dapat

digosok.

20

D. Tayamum

1.Pengertian tayamum

Apabila seseorang junub atau seseorang akan mengerjakan

sembahyang, orang tadi tidak mendapattkan air, untuk mandi atau untuk

wudhu, maka sebagai ganti untuk manghilangkan hadas besar atau kecil tadi

dengan melakukan tayamum. Tayamum menurut bahasa artinya menuju

seangkan menurut pengertian sara’, tayamum ialah bersuci dengan tanah

dengan cara menyapu muka dan kedua tangan dengan tanah yang suci dan

disertai niat7. Adapun dasar disyariatkanya tayamum ialah qur’an surat an-

nisa’ ayat 43.

2.Syarat-syarat Tayamum

adapun hal-hal yang menjadi syarat dalam bertayamum adalah

sebagai berikut :

a. Telah masuk waktu sholat

b. Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran (harus

suci)

c. Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayammum

d. Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu

e. Tidak haid maupun nifas bagi wanita (perempuan)

f. Menghilangkan najis yang melekat pada tubuh.

3.Rukun-rukun Tayamum

Adapun yang merupakan hal yang menjadi rukun dalam melakukan

tayamum :

a. Diawali dengan niat

b. Meletakan kedua tangan di atas tanah atau tempat yang mengandung

debu

c. Menyapu muka dan kedua tangan

7 Abdul qadir arrahbawi, salat empat mazhab, bogor: lentera nusantara,2008,hlm.132

21

3.Sunah-sunah Tayamum

Adapun hal-hal yang menjadi sunah dalam bertayamum adalah

sebagai berikut :

a. Membaca basmalah

b. Menghadap kiblat

c. Menghembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang di atas

tangan itu menjadi tipis

d. Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri

e. Membaca kedua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum.

4.perkara yang membatalkan tayamum

Adapun hal yang menjadi perkara yang membatalkan tayamum

adalah sebagai berikut :

a. semua perkara yang membatalkan wudhu

b. murtad.

22

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

23

DAFTAR RUJUKAN

Mughaniyah,,muhammad jawad.2013. Fiqih lima mazhab.jakarta: penerbit

lentera.

Ar-rahbawi, abdul qodir.2008. salat empat mazhab. Bogor:lentera antar

nusantara.

Hamid,abdul dan saebani, beni ahmad.2010.fiqih ibadah refleksi

ketundukan hamba Allah kepada al-khaliq perspektif al-quran dan as-

sunnah. bandung: pustaka setia.

Sarawat, ahmad.2008. fiqih taharah. Slongor: du center.

Mustapa daib al-bagha.

Lesiani merlinda,diakses pada 12 maret 2014 pukul 20.00,

http://www.academia.edu/4901243/MAKALAH_THAHARAH, 2014.

24