8
1 WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013 Buletin Tiga Bulanan Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013 PENINGKATAN PERAN PASIEN DALAM LAYANAN TB RESISTAN OBAT “EXPERT PATIENT TRAININGDaftar Isi: B Resistan Obat adalah TB yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah mengalami kekebalan terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-TB) atau TB MDR adalah TB resistan Obat terhadap minimal 2 (dua) OAT yang paling poten yaitu INH dan Rifampicin secara bersama sama atau disertai resisten terhadap OAT lini pertama lainnya seperti ethambutol, streptomycin dan pirazinamide. Menurut Global report 2011 angka TB MDR di Indonesia adalah 1,9 % dari kasus TB baru dan 12% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Indonesia menduduki rangking ke 9 dari 27 negara-negara yang mempunyai beban tinggi dan prioritas kegiatan untuk TB MDR. Beban TB MDR di 27 negara ini menyumbang 85% dari beban TB MDR global. Laporan WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2011 kasus TB MDR diantara kasus TB baru yang ternotifikasi di Indonesia sebesar 5700, dan TB MDR di antara kasus TB yang pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya sebesar 920. Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap OAT adalah faktor perilaku dan ulah manusia, baik penyedia layanan, pasien maupun program/sistem layanan kesehatan yang berakibat terhadap tatalaksana pengobatan TB yang tidak sesuai dengan standar dan mutu yang ditetapkan. Manajemen program TB resisten obat (PMDT) merupakan program yang sistematis, komprehensif, dan terpadu sesuai dengan kerangka strategi DOTS dalam pengobatan, perawatan dan pengendalian perkembangan TB MDR agar tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pengobatan dan perawatan pada pasien TB MDR meliputi perawatan di rumah sakit, Puskesmas maupun perawatan di rumah yang melibatkan pasien dan keluarga dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih 2 (dua) tahun. Lamanya waktu pengobatan TB MDR menuntut adanya perawatan komprehensif yang efektif agar dapat mendukung dan meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan tersebut. Pelatihan komunikasi pada petugas kesehatan merupakan bagian dari program PMDT. Pelatihan ini bertujuan untuk menyiapkan petugas kesehatan (dokter dan perawat) dalam memberikan edukasi, dukungan psikososial, dan persiapan kepatuhan pada pasien karena komunikasi merupakan alat dan proses untuk menyampaikan pesan- pesan tersebut. Terciptanya komunikasi yang efektif dan empati diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan sekaligus kualitas hidup pasien TB MDR dan keluarganya. Sebagai bagian dari pelatihan komunikasi petugas, dilakukan pula Expert Patient Trainers (pelatihan EPT). Dengan pesertanya adalah mantan pasien TB-MDR yang sudah terlatih dan mempunyai pengalaman serta ketrampilan berdasarkan apa yang telah dialami dan dilakukan langsung T Peningkatan Peran Pasien dalam Layanan TB Resistan Obat “Expert Patient Training” KICK OFF FORUM STOP TB PARTNERSHIP INDONESIA PENCANANGAN PERTAMA MOBILISASI SOSIAL PROGRAM PENGENDALIAN TB DI LINGKUNGAN KEMHAN-TNI MANADO-SULAWESI UTARA 25 MEI 2013 Hasil Riset Operasional Tuberkulosis Tahun 2012/2013 PERTEMUAN SOSIALISASI TB DOTS DI DESA PEKRAMAN KABUPATEN GIANYAR PENCANANGAN GEBYAR PRAMUKA BIDANG PP DAN PL PADA PERKEMAHAN SAKA BHAKTI HUSADA KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT, 27-30 JUNI 2013 PERJALANAN DINAS TEAM PROGRAM TB NASIONAL KE BEBERAPA NEGARA Expert Patient Training, Surabaya, Jawa Timur, 30 April-2 Mei 2013 Expert Patient Training, Sulawesi Selatan, 9-14 Juni 2013 oleh mantan pasien selama pengobatan TB MDR. Sebagai mitra diskusi dan komunikasi, EPT sangat diperlukan dalam pelatihan komunikasi petugas untuk dapat berkonstribusi secara maksimal berdasarkan pengalaman dan riwayat kasus yang dihadapi setiap individu. Pelatihan EPT telah dilaksanakan sebanyak 3 kali, yaitu pada 25-28 Pebruari 2013 di Bogor, Jawa Barat, 30 April-2 Mei 2013 di Surabaya, Jawa Timur dan 9 – 14 Juni 2013 di Sulawesi Selatan. Adapun tujuan dari pelatihan ini adalah menyiapkan EPT sebagai mitra diskusi dan praktek konseling sesuai dengan setting pengalaman dan kasus TB-MDR yang dialamai bagi peserta pelatihan, memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan EPT dalam memberikan umpan balik kepada peserta pelatihan konseling TB- MDR serta menyiapkan setting peran dan bahan diskusi yang akan dilakukan dalam pelatihan konseling TB-MDR. Untuk itu pelatihan EPT pada pelatihan komunikasi petugas kesehatan TB- MDR ini diharapkan dapat memberikan tambahan bekal pengetahuan dan ketrampilan baik dalam memberikan umpan balik, bermain peran maupun mitra berdiskusi peserta dalam masalah TB-MDR. Pada pelatihan EPT ini peserta diberikan materi tentang Tuberkulosis dan komunikasi efektif. Peserta diberikan banyak kesempatan untuk bermain peran dalam memberikan umpan balik kepada petugas kesehatan. Dari semua pelatihan EPT yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa peserta EPT yang semula sungkan untuk memberikan umpan balik pada petugas kesehatan menjadi lebih aktif memberikan umpan balik setelah dilakukan pelatihan EPT tersebut. Hal menarik yang di dapat dari pelatihan EPT ini adalah, karakter EPT di masing- masing daerah ternyata berbeda-beda. Pada pelatihan EPT di Jawa Barat, dimana pesertanya sebagian besar dari Ibukota Jakarta tampak lebih hidup dalam memberikan umpan balik kepada petugas, demikian pula dengan pelatihan EPT di Sulawesi Selatan. Berbeda dengan pelatihan EPT di Jawa Timur dimana para peserta

0) *+$+('#)10'()2 3!*()!'($#()(*'$#$# TB/wti_2013_ed24.pdf · Rate"(CDR)dan85%untuk SuccesRate"(SR)serta ketercapaian universal acces. ... penemu suspek dan mengarahkan ke Fasilitas

Embed Size (px)

Citation preview

1WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013

Buletin Tiga Bulanan Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013

PENINGKATAN PERAN PASIEN DALAM LAYANAN TB RESISTAN OBAT “EXPERT PATIENT TRAINING”

Daftar Isi:

B   Resistan   Obat   adalah   TB  yang   disebabkan   oleh   kuman  Mycobacterium   tuberculosis  yang  telah  mengalami  kekebalan  

terhadap  Obat  Anti  Tuberkulosis  (OAT).  Multi   Drug   Resistant   Tuberculosis  (MDR-TB)   atau   TB   MDR   adalah   TB  resistan   Obat   terhadap   minimal   2  (dua)  OAT  yang  paling  poten  yaitu  INH  dan   Rifampicin   secara   bersama   sama  atau  disertai  resisten  terhadap  OAT  lini  pertama   lainnya   seperti   ethambutol,  streptomycin   dan   pirazinamide.  Menurut   Global   report   2011   angka   TB  MDR   di   Indonesia   adalah   1,9   %   dari  kasus  TB  baru  dan  12%  dari  kasus  TB  dengan   pengobatan   ulang.   Indonesia  menduduki   rangking   ke   9   dari   27  negara-negara  yang  mempunyai  beban  tinggi   dan   prioritas   kegiatan   untuk   TB  MDR.  Beban  TB  MDR  di  27  negara   ini  

menyumbang  85%  dari  beban  TB  MDR  global.   Laporan   WHO   memperkirakan  bahwa   pada   tahun   2011   kasus   TB  MDR   diantara   kasus   TB   baru   yang  ternotifikasi  di  Indonesia  sebesar  5700,  dan  TB  MDR  di  antara  kasus  TB  yang  pernah   mendapatkan   pengobatan  sebelumnya  sebesar  920.

  Faktor   utama   penyebab   terjadinya  resistensi  kuman  terhadap  OAT  adalah  faktor   perilaku  dan  ulah  manusia,   baik  penyedia   layanan,   pasien   maupun  program/sistem   layanan   kesehatan  yang   berakibat   terhadap   tatalaksana  pengobatan  TB  yang  tidak  sesuai  dengan  standar   dan   mutu   yang   ditetapkan.  Manajemen   program   TB   resisten   obat  (PMDT)   merupakan   program   yang  

sistematis,   komprehensif,   dan   terpadu  sesuai   dengan   kerangka   strategi  DOTS   dalam   pengobatan,   perawatan  dan   pengendalian   perkembangan   TB  MDR   agar   tidak   menjadi   masalah  kesehatan   masyarakat.   Pengobatan  dan   perawatan   pada   pasien   TB   MDR  meliputi   perawatan   di   rumah   sakit,    Puskesmas   maupun   perawatan   di  rumah   yang   melibatkan   pasien   dan  keluarga  dalam  waktu  yang  cukup  lama,  kurang   lebih   2   (dua)   tahun.   Lamanya  waktu   pengobatan   TB   MDR   menuntut  adanya   perawatan   komprehensif   yang  efektif   agar   dapat   mendukung   dan  meningkatkan  kepatuhan  pasien  dalam  menjalani  pengobatan  tersebut.

  Pelatihan  komunikasi  pada  petugas  kesehatan   merupakan   bagian   dari  program  PMDT.  Pelatihan  ini  bertujuanuntuk   menyiapkan   petugas   kesehatan  

(dokter  dan  perawat)  dalam  memberikan  edukasi,   dukungan   psikososial,   dan  persiapan   kepatuhan   pada   pasien  karena  komunikasi  merupakan  alat  dan  proses   untuk   menyampaikan   pesan-pesan  tersebut.  Terciptanya  komunikasi  yang   efektif   dan   empati   diharapkan  dapat   meningkatkan   kepatuhan  pengobatan   sekaligus   kualitas   hidup  pasien   TB   MDR   dan   keluarganya.  Sebagai   bagian   dari   pelatihan  komunikasi   petugas,   dilakukan   pula  Expert Patient Trainers   (pelatihan  EPT).   Dengan   pesertanya   adalah  mantan   pasien   TB-MDR   yang   sudah  terlatih   dan   mempunyai   pengalaman  serta  ketrampilan  berdasarkan  apa  yang  telah   dialami   dan   dilakukan   langsung  

TPeningkatan Peran Pasien dalam Layanan TB Resistan Obat“Expert Patient Training” KICK OFF FORUM STOP TB PARTNERSHIP INDONESIA

PENCANANGAN PERTAMA MOBILISASI SOSIAL PROGRAM PENGENDALIAN TB DI LINGKUNGAN KEMHAN-TNIMANADO-SULAWESI UTARA25 MEI 2013

Hasil Riset Operasional TuberkulosisTahun 2012/2013

PERTEMUAN SOSIALISASI TB DOTS DI DESA PEKRAMAN KABUPATEN GIANYAR

PENCANANGAN GEBYAR PRAMUKA BIDANG PP DAN PL PADA PERKEMAHAN SAKA BHAKTI HUSADAKABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT, 27-30 JUNI 2013

PERJALANAN DINAS TEAM PROGRAMTB NASIONAL KE BEBERAPA NEGARA

Expert Patient Training, Surabaya, Jawa Timur, 30 April-2 Mei 2013

Expert Patient Training, Sulawesi Selatan, 9-14 Juni 2013

oleh  mantan  pasien  selama  pengobatan  TB   MDR.   Sebagai   mitra   diskusi   dan  komunikasi,   EPT   sangat   diperlukan  dalam   pelatihan   komunikasi   petugas  untuk   dapat   berkonstribusi   secara  maksimal   berdasarkan   pengalaman  dan  riwayat  kasus  yang  dihadapi  setiap  individu.    

  Pelatihan   EPT   telah   dilaksanakan  sebanyak   3   kali,   yaitu   pada   25-28  Pebruari   2013   di   Bogor,   Jawa   Barat,  30  April-2  Mei  2013  di  Surabaya,  Jawa  Timur  dan  9  –  14  Juni  2013  di  Sulawesi  Selatan.   Adapun   tujuan   dari   pelatihan  ini   adalah   menyiapkan   EPT   sebagai  mitra   diskusi   dan   praktek   konseling  sesuai   dengan   setting   pengalaman  dan   kasus   TB-MDR   yang   dialamai  bagi   peserta   pelatihan,   memberikan  bekal   pengetahuan   dan   ketrampilan  EPT   dalam   memberikan   umpan   balik  kepada  peserta  pelatihan  konseling  TB-MDR   serta   menyiapkan   setting   peran  dan  bahan  diskusi  yang  akan  dilakukan  dalam   pelatihan   konseling   TB-MDR.  Untuk   itu  pelatihan  EPT  pada  pelatihan  komunikasi   petugas   kesehatan   TB-MDR  ini  diharapkan  dapat  memberikan  tambahan   bekal   pengetahuan   dan  ketrampilan   baik   dalam   memberikan  umpan   balik,   bermain   peran   maupun  mitra  berdiskusi  peserta  dalam  masalah  TB-MDR.

  Pada   pelatihan   EPT   ini   peserta  diberikan   materi   tentang   Tuberkulosis  dan   komunikasi   efektif.   Peserta  diberikan   banyak   kesempatan   untuk  bermain   peran   dalam   memberikan  umpan  balik  kepada  petugas  kesehatan.  

Dari  semua  pelatihan  EPT  yang  sudah  dilakukan   dapat   disimpulkan   bahwa  peserta   EPT   yang   semula   sungkan  untuk   memberikan   umpan   balik   pada  petugas   kesehatan  menjadi   lebih   aktif  memberikan   umpan   balik   setelah  dilakukan   pelatihan   EPT   tersebut.   Hal  menarik   yang   di   dapat   dari   pelatihan  EPT  ini  adalah,  karakter  EPT  di  masing-masing  daerah  ternyata  berbeda-beda.  Pada   pelatihan   EPT   di   Jawa   Barat,  dimana   pesertanya   sebagian   besar  dari   Ibukota   Jakarta   tampak   lebih  hidup  dalam  memberikan  umpan  balik  kepada  petugas,  demikian  pula  dengan  pelatihan  EPT  di  Sulawesi  Selatan.       Berbeda   dengan   pelatihan   EPT  di   Jawa   Timur   dimana   para   peserta  

WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013 2

terlihat   lebih   pasrah   dan   menerima   dengan   rela  apapun  yang  diterimanya  dari  petugas  kesehatan.  Hal  lain   yang  menggugah   nurani   adalah   semangat   para  EPT  dalam  mencapai  kesembuhan  dari  penyakitnya.  Meskipun  mereka  mengalami   banyak   kejadian   pahit  dan  penderitaan  dari  keluarga  dan  lingkungan  sekitar  mereka   tidak   pernah  mengeluh   dan   tetap   semangat  dalam   melanjutkan   pengobatan   TB   MDR   yang  notabene  harus  dijalani  minimal  2  (dua)  tahun.

  Pelatihan   EPT   merupakan   wujud   nyata  keterlibatan   pasien   dalam   mendukung   keberhasilan  program  dan  pengobatan  TB  MDR  serta  keberpihakan  kepada   pasien.   Keberpihakan   pada   pasien   adalah  

KICK OFF FORUM STOP TB PARTNERSHIP INDONESIAaat  ini  penyakit  TB    masih  menjadi  masalah  kesehatan   di   Indonesia.   Setiap   hari,   178  atau   65.000   orang   setiap   tahun  meninggal  karena  TB.  Setiap  hari  ditemukan   lebih  dari  

1.230   atau   450.000   kasus   baru   setiap   tahun.  Sebagian   besar   pasien   TB   adalah   usia   produktif  (15-55   tahun).   Ironis   sekali,   karena   penyakit   ini  dapat  dicegah  dan  disembuhkan  dengan  teknologi  pengobatan  TB  yang  sudah  berkembang  pesat.  Hal  itu  disampaikan  Arifin  Panigoro,  Ketua  Forum  Stop  TB   Partnership   Indonesia   dalam   acara   “Kick   Off”  yang  dihadiri  Wakil  Menteri  (Wamen)  Kesehatan  RI  Prof.  Dr.  Ali  Ghufron  Mukti,  M.Sc.,  Ph.D  di  Gedung  Energy  Jakarta  pada  30  Mei  2013.  Mengingat  hal  itu,   sejak   hari   ini   mari   singsingkan   lengan   baju  sesuai   dengan   ruang   lingkup   dan   kemampuan  masing-masing   untuk   “berjuang”   tercapainya  Indonesia   bebas   TB   sebelum   2050.   Bebas  TB   atau   TB   Free   artinya   jumlah   kasus   baru   TB  adalah  1  kasus  per  sejuta  penduduk,   imbuh  Arifin  Panigoro.  Dukungan  dan  peran  seluruh  komponen  bangsa   gerakan   memerangi   TB,   harus   menjadi  komitmen  semua  pihak.  Karena  itu  Forum  Stop  TB  Partnership  Indonesia  (FSTPI)  lahir  untuk  bersama  dengan   pemerintah   bekerja   keras   mempercepat  penanggulangan  TB.

  Saat   ini   ada   65   anggota   FSTPI   terdiri   dari   8  kelompok,   yaitu   pemerintah,organisasi   berbasis  masyarakat,   akademis,   ikatan   profesi,   sektor  swasta,   institusi   pelayanan   kesehatan,   mitra  internasional   dan   perorangan.   Diharapkan   dalam  waktu   dekat   keanggotaan   Forum  bertambah   yaitu  kaum   kawula   muda   sebagai   penerus   bangsa.  Sebelum   “Kick   Off”   dibuka   Wamen,   dibacakan  deklarasi   FSTPI   oleh   Dr.   Adi   Mawardi,   Ketua  Lembaga  Kesehatan  Cuma-Cuma  Dompet  Dhuafa  didampingi   8   kelompok   anggota   FSTPI.   Deklarasi  FSTPI  terdiri  dari  7  hal  penting  yang  mendasari  dan  11  langkah-langkah  nyata  sebagai  berikut:

1.   TB  dapat  dicegah  dan  disembuhkan2.   TB  adalah  masalah  kesehatan  masyarakat3.   Beban   TB   bertambah   akibat   kebal   obat,   TB-

HIV,  TB  Diabetes  Mellitus  dan  Merokok4.   Komitmen  politik  masih  rendah5.   Anggaran   pengendalian   TB   dari   Pemerintah  

Pusat  dan  Daerah  sangat  terbatas6.   Fasilitas  layanan  TB  belum  memadai7.   Pemahaman   dan   peran   aktif   masyarakat  

tentang  TB  masih  rendah.

Untuk  mengatasi  hal  itu,  FSTPI  akan  melaksanakan  langkah-langkah  nyata  sebagai  berikut  :

1.   Bekerja  sama  dan  berperan  aktif  mengendalikan  TB  sesuai  potensi  masing-masing.

2.   Mendesak   Pemerintah   Pusat   dan   Daerah  segera  menambahkan  anggaran  pengendalian  TB

3.   Mendorong   Pemerintah   Pusat   dan   Daerah  segera  menyusun  kebijakan  yang  mendukung  upaya   pengendalian   TB   dan   menjamin  pelaksanaanya  dengan  tepat.

4.   Mendorong   dan   memfasilitasi   terlaksananya  pelayanan   TB   standar   di   semua   fasilitas  kesehatan  pemerintah  dan  swasta.

5.   Meningkatkan   penanggulangan   TB   di  lingkungan   khusus,   seperti   tempat   kerja,  lembaga   pemasyarakatan,   dan   wilayah  kumuh-miskin  serta  kelompok  rentan  TB.

6.   Menyebarluaskan  informasi  tentang  TB  kepada  masyarakat  dan  stakeholder

7.   Menghimbau   berbagai   pihak   untuk   menjadi  anggota   kontribusi   dana,   sarana,   prasarana,  sumber  daya  manusia  dan  pemikiran/ide  untuk  peningkatan  pengendalian  TB.

8.   Meningkatan   penelitian   dan   pemanfaatan  hasil   untuk   mendukung   kemajuan   program  pengendalian  TB

9.   Forum   Stop   TB   Partnership   Indonesia   segera  mengembangkan   dan   membentuk   forum  serupa  di  setiap  provinsi  sebelum  2016.

10.   Saling   memberikan   bantuan   teknis   untuk  meningkatkan  kemampuan  anggota  forum.

11.   Berperan   aktif   dalam   jejaring   nasional   dan  kerjasama   global   untuk   mewujudkan   “Zero  TB   Death,   Zero   New   TB   Infection,   Zero   TB  Suffering  and  Stigma”

  Forum  Stop  TB  Partnership   Indonesia  (FSTPI)  diharapkan   dapat   menjadi   advocator,   baik   bagi  masyarakat  terdampak  TB  maupun  bagi  masyarakat  pada  umumnya  serta  turut  mengkonfirmasi  apakah  kebijakan  yang  dihasilkan  Pemerintah  benar-benar  tepat   dan  memungkinkan  masyarakat  mengakses  pencegahan   dan   pengendalian   TB   di   Indonesia.  Target   menuju   Indonesia   bebas   TB   pada   2050  masih  panjang,  karena  itu  tidak  mungkin  pemerintah  berlari   sendiri   tanpa   adanya   mitra   yang   tangguh.  Dengan   adanya   forum   ini,   didukung   keberadaan  mitra   yang   kuat,     diharapkan   akan   terjadi   sinergi  untuk   menutup   kekurangan   dan   keterbatasan  pemerintah   dalam   melaksanakan   amanah   untuk  melayani   masyarakat   dalam   pengendalian   TB.  (Devi)

Peserta Pertemuan “Kick Off”

S

salah   satu   prinsip   penting   dalam   Stop   TB   Strategy.  Mengadopsi   keberpihakan   pada   pasien   menjadi  penting  jika  kita  ingin  mencapai  target  lebih  dari  yang  ditetapkan   oleh   global   yaitu   70%   Case   Detection  Rate   (CDR)  dan  85%  untuk  Succes  Rate   (SR)  serta  ketercapaian   universal   acces.   Keberpihakan   pada  pasien   memungkinkan   terjadinya   kemitraan   antara  pasien  dengan  penyedia  layanan  kesehatan  yang  akan  menghasilkan  kualitas  pelayanan  terbaik  berdasarkan  kebutuhan   dan   pengalaman   individu,   yang   akhirnya  akan   meningkatkan   kepatuhan   dan   kesembuhan.  Ketika  pasien  terberdayakan,  mereka  menjadi  bagian  penting   dalam   mendukung   strategi   pengendalian  

TB,   termasuk   dalam   penemuan   kasus,   dukungan  sosial   dan   advokasi.   Pasien   pun   menjadi   mitra                                          yang  setara  dalam  pengendalian  TB  secara  global.  Di  waktu  yang  sama,  penyedia   layanan  kesehatan   juga  terberdayakan  dan  dapat  berhubungan  dengan  pasien  sebagai  mitra  yang  ahli  dan  setara  sehingga  kualitas  layanan  yang  mereka  berikan  juga  meningkat  secara  signifikan.   Keberpihakan   terhadap   pasien   sangat  penting   dalam   pengendalian   TB   karena   hal   tersebut  adalah  titik  dimana  pendekatan  tradisional  (top  down)  bertemu  dengan  pendekatan  bottom  up.(Nenden)  

3WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013

PENCANANGAN PERTAMA MOBILISASI SOSIAL PROGRAM PENGENDALIAN TB

DI LINGKUNGAN KEMHAN-TNI MANADO-SULAWESI UTARA25 MEI 2013

alam   penyelenggaraan   upaya   kesehatan  masyarakat   masih   belum   menyentuh  masyarakat   yang   tinggal   di   daerah  terpencil,   tertinggal,   kepulauan   dan  

perbatasan.   Untuk   itu   dibutuhkan   adanya   upaya  kesehatan  melalui  pemberdayaan  masyarakat,  agar  kesehatan   masyarakat   tercapai,   terjangkau   dan  berkualitas.  Pemberdayaan  masyarakat  merupakan  upaya   fasilitasi,   agar   masyarakat   tahu,   mau   dan  mampu  untuk  hidup  sehat,  berdasar  potensi  yang  dimilikinya.  

 

  Salah   satu   potensi   yang   dikembangkan  Kementerian   Kesehatan     (Sub   Direktorat  TB,   Direktur   Pengendalian   Penyakit   Menular  Langsung,  Direktur  Jendral  Pengendalian  Penyakit  dan   Penyehatan   Lingkungan/Subdit   TB,   Dit.  PPML,   Ditjen   PP   dan   PL)   bekerjasama   dengan  Kementerian   Pertahanan   (Direktorat   Kesehatan,  Direktorat   Jenderal     Kekuatan   Pertahanan/Dirkes-Ditjen  Kuathan)  adalah  Mobilisasi  Sosial  (Mobsos)  melalui    pemberdayaan  Kader  Mobsos  TNI  seperti  Bapinsar   di   daerah   teritorial   khususnya   Daerah  Tertinggal   Perbatasan   dan   Kepulauan   (DTPK)  sebagai   penyuluh   tentang   TB   dan   pencegahan  dalam   even-even   yang   ada   dalam   masyarakat,  penemu   suspek   dan   mengarahkan   ke   Fasilitas  Pelayanan   Kesehatan   (Fasyankes   seperti  puskesmas),  pengawasan  pengobatan  pasien  TB,  sebagai   motivator   PMO   dan   pasien   TB   terutama  yang  mangkir.  

Persiapan Mobsos   Persiapan   Mobsos   dimulai   sejak  ditandatanganinya  Naskah  “Sub  Grant  Agreement”    Nomor   :   HK.06.01/III.1/1812/2011;   Nomor   :  PKS/01/IX/2011   pada   16   September   2011   tentang  penunjukkan  Dirkes  Ditjenkuathan  Kemhan  selaku  Sub   Recipient   GF   ATM   dan   ini   merupakan   salah  satu   wujud   Kerjasama   di   Bidang   Kesehatan  antara   Kemhan   dan   Kemenkes   melalui     nota  kesepakatan   bersama   Nomor:   276/Menkes/SKB/II/2010;   Nomor:   MOU.01/   M/II/2010   tanggal   12  Februari  2010.  Disamping  itu  Perintah  Pelaksanaan  DOTS    di  Fasyankes  TNI  telah  dikeluarkan  melalui  Peraturan   Panglima     berdasarkan   dokumen:  “Perpang/92/XII/2010   tentang   Juklak   pada   17  Desember  2010  dan  Perpang/93/XII/  2010  tentang  Juknis   pada   17   Desember   2010”.Oleh   karena   itu  Fasyankes  TNI  yang  tersebar  di  seluruh  kepulauan  Indonesia  termasuk  di  wilayah  DTPK  sudah  harus  masuk  dalam  jejaring  program  TB.  Fasyankes  TNI  khususnya  di  DTPK  dalam  hal  ini    sebagai  rujukan  kasus   TB   oleh   Kader   Mobsos   TNI,   sudah   harus  terlatih   dan   bagi   yang   belum   harus   siap   dilatih  tenaganya   oleh   Tim   Pelatih   Provinsi   (TPP)   yang  terkait.  

  Adapun  tahap-tahap  persiapan  mobsos  dimulai  dengan   assessment   ke   provinsi   yang   ditunjuk  (Sulawesi  Utara,  Kalimantan  Timur,  Kepulauan  Riau  dan   Papua)   untuk  menetapkan   DTPK   terpilih   dan  pengumpulkan  data    kader  mobsos  TNI  (AD,  AL  dan  AU)  dan  tenaga  kesehatan  dari  fasyankes  TNI  yang  ditunjuk   sebagai   jejaring   program   dalam   kegiatan  mobsos  yang  berkelanjutan  untuk  dilatih,  kelompok  masyarakat  yang  diundang  (Tokoh  Agama,  TokohMasyarakat,  Organisasi  Wanita,  Lembaga  SwadayaMasyarakat)    untuk  mendapatkan  sosialisasi  tentang

TB   dan   pencegahaannya   yang   diharapkan   dapat  meneruskan  pesan-pesan  yang  disampaikan  Kader  Mobsos   TNI   kepada   keluarga   dan   masyarakat  lainnya.   Para   pemangku   kebijakan   mulai   dari  lingkungan   TNI,   pejabat   di   Dinas   Kesehatan  dan   Pemerintah   Daerah   turut     di   advokasi   untuk  meminta   dukungan   pelaksanaan   mobsos   agar  dapat  dikembangkan  menjadi  suatu  even  daerah.

Semaraknya Pencanangan Mobsos Kemhan-TNI Minahasa Utara-Sulawesi Utara   Sebelum   hari   Pencanangan   Mobsos,   TVRI  dan  media   setempat  menggelar   talkshow   dengan  Dirjen   Kuathan,   Laksamana   Muda   TNI   Agus  Purwoto   dan     Kepala   Sub   Direktorat   TB,     drg.  Dyah   Erti   Mustikawati,   MPH.   Pada   25   Mei   2013  diselenggarakan   Pencanangan   Mobsos   Program  Pengendalian   TB   dilingkungan   Kemhan   dan   TNI  dengan   tema   ”Melalui   Peran   Serta   Kemhan   dan  TNI   Pengendalian   TB   dengan   Strategi   DOTS   kita  wujudkan  Indonesia  bebas  TB”.

  Pada   hari   Pencanangan   dipertunjukan   Tari  Cakalile   sebagai   ucapan   selamat   datang   kepada  tamu   kehormatan   dan   undangan.   Sebelum   acara  dibuka   oleh   Dirjen   Kuathan,   didahului   sambutan  Selamat  Datang  oleh  Bupati  Minahasa  Utara  (Minut)  Bapak  Sompi  S.F  Singal  dan  apresiasinya  kepada  kegiatan   mobsos   TNI   sebagai   pemberdayaan  

D masyarakat   untuk   menjangkau   masyarakat  di   daerah   terpencil   dikepulauan   dalam   upaya  menurunkan   kesakitan   dan   kematian   karena   TB.  Pembangunan   kesehatan   merupakan   salah   satu  dari   8  perioritas  pembangunan  daerah  Kabupaten  Minut.    

  Kata  sambutan  Gubernur  Sulawesi  Utara  (Sulut)  disampaikan   oleh   direktur   RSUD   Provinsi   Sulut.  Diantara   pesan   yang   disampaikan   bahwa   orang  yang   tidak   sehat   akan   menjadi   beban   keluarga,  masyarakat   dan   negara   serta   mengingatkan  bahwa   penyakit   TB   tidak   boleh   diacuhkan,   Dirjen  PPPL   yang   disampaikan   oleh   Direktur   PPML  diantaranya   menyampaikan   bahwa   saat   ini   yang  menjadi  tantangan  adalah  belum  seluruh  fasyankes  melaksanakan  strategi  DOTS  dan  kuman  TB  yang  kebal   dengan   obat   (MDR)   serta   rendahnya   akses  pelayanan  pada  kelompok  rentan  seperti  kelompok  anak,   penghuni   lapas   dan   penduduk   terpencil.  Menurut  Dirjenkuahan  dipilihnya  Kabupaten  Minut  karena  memiliki  4  pulau   terluar  dan   jalur  strategis  kepulauan  dalam  negeri  sebagai  pencitraan  Negara  Kesesatuan  serta  berbatasan  dengan  negara  luar.

  Acara   pembukaan   ditandai   pemukulan   “Teng  Teng  Koreng”  yang  dipimpin  oleh  Bupati  Kabupaten  Minut  bersama  Dirjen  Kuathan  Kemhan  diikuti  wakil  Gubernur   Sulut   dan   Direktur   PPML.   Dalam   acara  ini  dilakukan  penyematan  pin  “STOP  TB”  oleh  para  pejabat  yang  hadir  termasuk  Kapolda  Sulut  kepada  Kader  Mobsos   TNI   dan   penyerahan   sertifikat   dari  pelatihan  kader  yang  telah  mereka  ikuti.  Kemudian  Penyerahan   Buku Peraturan Panglima TNI Nomor: 92 dan 93 tentang pelaksanaan Pengendalian TB di Lingkungan Fasyankes TNI  dari  Dirjen  Kuathan  Kemhan  kepada  “Danrem  131/  Santiago”,  “Danlantamal  VIII”,  “Danlanud  Sam  Ratulangi”.  

  Acara   yang   cukup   menarik   juga   adalah  Penyuluhan   Kesehatan   dan   Testimoni   oleh   Kader  Mobsos  TNI  untuk  berbagi    pengalaman  dikaitkan  dengan   tugas   Bapinsar.   Terakhir   penyerahan  Kapal  KUR  dari  TNI  untuk  mengakses  kepualauan  yang   diserahkan   oleh   Dirjen   Kuathan   kepada  Pemerintahan   Sangihe.   Acara   ditutup   oleh  Dirjenkuathan   Kemhan   dan     peninjauan   langsung  bersama-sama   para   undangan   ke   stand   yang  digelar,  sbb:

+  Umum)  

RS  TNI  Samratulangi.

Pencanangan Mobilisasi Sosial TNI

Penyematan PIN STOP TB Pencanangan tonggak STOP TB

WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013 4

  Pada  kunjungan  ke  stand  bazar  pasar  murah,  Dirjenkuathan   Kemhan   dan   Bupati   Kabupaten  Minut   diwawancarai   oleh   TVRI   setempat.   Dalam  wawancara   Dirjenkuathan   Kemhan   mengatakan  bahwa   kewajiban   Kemhan-TNI   mensejahterakan  masyarakat   dan   keluarga   dengan   keterampilan  menjaga  kesehatan.  Saat  ini  yang  ditugaskan  tidak  dari  komun  itas  medis  tapi  oleh  para  kader  TNI  yang  bertugas  di  perbatasan,  pulau   terpencil  dan  pulau  terluar.  Menurut   Bupati  masyarakat  Minut   banyak  yang   menderita   TB.   Harapan   agar   kepedulian  Kemhan-TNI  dan  Kemenkes   ini   tidak  hanya  untuk  saat   ini   tapi   juga   untuk   seterusnya   sehingga  masyarakat  sehat  dan  sejahtera.  Kegiatan  ini  tentu  saja  diharapkan  tidak  hanya  berlanjut  tapi  juga  terus  dapat  ditingkatkan  ke  daerah  DTPK  lain  di  provinsi  Sulut  dalam  pendanaan  daerah  (exit  strategi)  baik  pelatihan   Kader   Mobsos   TNI   oleh   TPP,   maupun  dukungan   bagi   kader   dalam   pelacakan   suspek/pasien   TB.   Acara   dilengkapi   ramah   tamah   dan  hiburan     kesenian  daerah  Minut  dari  group  Musik  Kolintang.  Pada  gambar   terlihat  Bupati  Kabupaten  Minut  ikut  bernyanyi  memeriahkan  acara  kesenian.  Diakhir  ramah  tamah  toss  bersama  atas  kerjasama  antara  Kemhan-TNI  dan  Kemenkes  yang  di  dukung  Pemda  Kabupaten  Minut  dan  Provinsi  Sulut.

Kesibukan di depan Kantor Danramil Kabupaten Minut Sulut     Salah   satu   rangkaian   kegiatan   Mobsos   TNI  adalah   penemuan     suspek   TB   sebanyak   250  orang   yang   dilakukan   oleh   para   kader   mobsos  TNI.  Semua  suspek  dikumpulkan  di  depan  Kantor  Danramil  untuk  pengambilan  sputum  pemeriksaan  mikroskopik  TB  yang  kemudian  sputumnya  di  rujuk  ke   Puskesmas   Kecamatan   Wori   yang   terletak   di  depan  kantor  Danramil  tersebut.

staf  Dinkes  serta  Dinkesyah  Provinsi  Sulut.  Gerak  jalan   tersebut  dimulai   dari  Kantor  Dinkes  Provinsi  Sulut   dan   berakhir   di   Kantor   Dinkesyah   (TNI),  kemudian   diteruskan   senam   bersama   dan   foto  bersama  panitia  dengan  menyerukan  yel-yel.

  Untuk  menosialisasikan  TB  kepada  masyarakat  Manado-Sulut,   para   relawan   membagikan   bunga  mawar   kuning   yang   berisikan   pesan   kepada  masyarakat   tentang   “TB Bisa Sembuh dengan berobat secara teratur…Ayo!!! Ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat tersedia obat TB gratis…!!!”   Kegiatan   ini   cukup   praktis  dalam   penyampaian   pesan   dan   sangat   dinamis.    (Munziarti, Eka Sulistiany)

  Di   depan   Kantor   Danramil   Kecamatan   Wori  Kabupaten  Minut  berdiri  tonggak  “Stop  TB”  sebagai  lambang   telah   dicanangnya   mobilisasi   TNI   yang    digerakkan  oleh  Kader  Mobsos  TNI.  Tonggak  Stop  TB  juga  dipasang  pada  kantor  Danramil   lainnya  di  Kabupaten  Minut.  Pemasangan  di  kantor  Danramil  Kecamatan  Wori  dilakukan  langsung    oleh  Direktur  PPML  bersama  Letnan  Kolonel  drg.  Iria  Rizal  (PMU  SR-GF  Kemhan-TNI).  Pada  gambar  terlihat  antusias  masyarakat  yang  menunggu  giliran  untuk  diperiksa  sputumnya.

Pesan Dalam Sekuntum Mawar Kuning di Hari TB-Manado.   Pencanangan   mobsos   di   Provinsi   Sulut  diselenggarakan    dalam  rangka  merayakan  TB  Day.  Sehari  setelah  pencanangan  Mobsos  TNI,  26  Mei  2013  dilakukan  gerak  jalan  oleh  para  TNI,  PPNI  dan  

Panitia Mobsos

HASIL RISET OPERASIONAL TUBERKULOSIS

TAHUN 2012/2013alah   satu   upaya   yang   dipercaya   dapat  meningkatkan   capaian   program   TB,   adalah  dengan   peningkatan   kapasitas   sumber  daya  dan  keterlibatan  universitas  di  daerah,  bersama-sama   mengendalikan   masalah  

TB   melalui   riset   operasional.     Diharapkan   setiap  provinsi   pada   akhirnya   secara   independen  dapat   mengevaluasi   dan   memberikan   masukan  kepada   pengembangan   program,   mengenai  langkah   optimasi   yang   sesuai   dengan   daerah  masing-masing.

  Pentingnya   riset   operasional   dalam   upaya  pengendalian   penyakit   telah   diakui   oleh   para   ahli.  Banyak   provinsi   sebenarnya   memiliki   sumber  daya  yang  cukup  untuk  dapat  melaksanakan   riset  operasional   dan   mendukung   program   agar   lebih  intensif.     Potensi   ini   dapat   ditingkatkan   melalui  kerjasama   antara   perguruan   tinggi   dan   petugas  pelaksana   program.     Masukan   dari   perguruan  tinggi   akan   dapat   memperkaya   program   dengan  ide   dan   terobosan   baru,   sementara   keterlibatan  pelaksana   program   akan  mempertajam   pemilihan  prioritas   masalah   dan   juga   meningkatkan  komitmen   pelaksana   program   dalam  menerapkan  rekomendasi  hasil  riset  operasional.

  Dalam   memberikan   kapasitas   menyusun  laporan   hasil   penelitian     kepada   staf   provinsi/kabupaten/kota,  serta  peningkatan  kepedulian  dan  pemahaman  masalah  dalam  program  pengendalian  TB   oleh   tenaga   peneliti   di   universitas   setempat,  dilaksanakan  workshop   penyusunan   laporan   riset  operasional  TB

  Peserta  workshop  berjumlah  20  orang,   terdiri  dari  staf  program  TB  Dinas  Kesehatan  Provinsi  DKI  Jakarta,  Jawa  Barat,  Jawa  Tengah;  dan  staf  peneliti  dari   Fakultas   Kedokteran   Universitas   Indonesia,  Fakultas  Kedokteran  Universitas  Pajajaran,  Fakultas  Kesehatan  Masyarakat  Universitas  Diponegoro.

  Sebagai   fasilitator   dari   anggota   Pokja   Riset  Operasional  TB  (Tuberculosis  Operational  Research  Group/  TORG).    Sedangkan  nara  sumber  yang  hadir  dalam  workshop  ini  dari  perwakilan  WHO,  FHI,  dan  NTP  (National  TB  Program).

  Modul   yang   digunakan   dalam   workshop   ini  adalah   “Designing   and   conducting   health   system  research   projects,   volume   2,   Data   analysis   and  report   writing”,   Corlien   M.   Varkevisser,   Indra  Pathmanathan,   Ann   Brownlee,   KIT   Publishers  International  Development  Research  Centre

Riset operasional TB hasil workshop, sebagai berikut:

Implementasi Kolaborasi TB-HIV di RS dr.Hasan Sadikin Bandung: Persepsi dan Hambatan

  dr.Yovita   Hartantri,   SpPD;   dr.Bony   Wiem  Lestari,   MSc.;   dr.   Intan   Meilana;   dr.   Dedi  Suyanto,  dr.  Basti  Andriyoko,  SpPK;  Ibu  Annyk,  dr.  Rudi  Wisaksana,  SpPD-KPTI,  PhD;  Fakultas  Kedokteran  UNPAD-RS  Hasan  Sardikin,  Dinas  Kesehatan  Provinsi  Jawa  Barat  

  Selama   ini   pencapaian   indikator  program  TB-HIV   masih   di   bawah   standar,   sehingga   tim  mengkaji   lebih   lanjut   mengenai   hambatan-hambatan   yang   dijumpai   dalam   upaya  implementasi   kolaborasi   TB-HIV   di   Rumah  Sakit  Hasan  Sadikin  Bandung.  

  Berdasarkan  analisis  data  dari  para  pemegang  kebijakan,   belum   adanya   tujuan   yang  dirumuskan   bersama   antara   tim   TB   dan   tim  HIV;   pengaturan   wewenang   terapi;   rapat  koordinasi;   serta   sistem   monitoring   dan  evaluasi   yang   belum   berjalan   merupakan  hambatan  yang  dirasakan  dalam  kolaborasi  ini.  Sementara  dari  tenaga  kesehatan,  pembekalan  tentang   TB-HIV;   supervisi   pada   kegiatan   ini  dan   pengakuan   serta   penghargaan   sebagai  konselor   untuk   para   perawat   khususnya  dinilai   sebagai   hambatan   bagi   kolaborasi   ini  di   lapangan.   Selain   itu,   keterbatasan   SDM  dan   infrastruktur   serta   belum   terintegrasinya  sistem   pencatatan   dan   pelaporan   untuk   TB-HIV  merupakan  hambatan  yang  dihadapi  oleh  sistem  pelayanan  kesehatan  di  RS.

  Sebagai   tindak   lanjut,   tim   peneliti   sudah  melakukan  sosialisasi  kepada  seluruh  tim  yang  terlibat   dalam   kolaborasi   TB-HIV   ini   di   bulan  Maret  yang   lalu.  Serangkaian  pertemuan   juga  sudah  dilakukan  oleh  tim  peneliti  dengan  para  pemegang   kebijakan   di   unit   TB   dan   unit   HIV.  Saat   ini,   sejumlah   tim   kecil   sedang   bekerja  untuk  memperbaiki  SOP  dan  alur  layanan  untuk  meningkatkan  kolaborasi  ini.    

S

5WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013

Implementasi Sistem Skoring TB Anak Indonesia di Puskesmas DKI Jakarta, 2012-2013

  dr.   Nastiti   Kaswandani,   SpA(K),   dr.   Wahyuni  Indawati,  SpA,  Ida  Kurniawati,  SKM,  dr.  Hanif  Sri  Utami;  Divisi  Respirologi  Departemen  Ilmu  Kesehatan  Anak  FKUI/RSCM

  Tujuan   umum   penelitian   ini:   1)  Meningkatkan  implementasi   sistem   skoring   TB   anak   di  Puskesmas     dengan   mengadakan   pelatihan  bagi   dokter   umum   di   Puskesmas;   2)  Meningkatkan  akurasi  sistem  skoring  TB  anak  dengan   memberikan   umpan   balik   mengenai  implementasi   sistem   skoring   hasil   penelitian  kepada  Program  TB  Nasional.

  Tujuan   khusus:   1)   Mendeskripsikan  karakteristik   tenaga  kesehatan  di  Puskesmas;  2)   Mengetahui   pengetahuan   dan   perilaku  dokter   umum   mengenai   sistem   skoring   TB  anak;   3)   Menentukan   akurasi   sistem   skoring  TB  anak  oleh  dokter  umum  Puskesmas  di  DKI  Jakarta  setelah  diberikan  pelatihan  khusus  dan  panduan  teknis.

  Hasil/  Kesimpulan  dan  Saran:  23  dokter  umum  dari  12  Puskesmas  di  DKI  Jakarta  yang  terlibat  dalam   penelitian   ini   berusia   27-57   tahun  (median   38.5).   Pengetahuan   dan   perilaku  dokter   umum   dinilai   suboptimal.   Setelah  diberikan  pelatihan  selama  2  hari  pengetahuan  dokter  umum  mengalami  peningkatan.  Pasien  TB   anak   dalam   penelitian   ini   sebanyak   64  pasien,   terdiri   atas   35   (54.7%)   laki-laki   dan  29   (45.3%)  perempuan,   dengan   rentang  usia  6   bulan   hingga   13   tahun   (median   3   tahun   11  bulan).   Akurasi   diagnosis   TB   oleh   dokter  umum   dibandingkan   dengan   dokter   spesialis  anak   adalah   75%,   dengan   sensitivitas   88.9%  dan   spesifisitas   64.9%.   Kesesuaian   yang  

paling   rendah   antara   lain   poin   mengenai  batuk   kronik,   limfadenopati,   demam,   dan  rontgen   toraks.   Kami   menyarankan   untuk  meningkatkan   implementasi   sistem   skoring  melalui   pemberian   pelatihan   dan   panduan  teknis,   dengan   fokus   utama   pada   poin-poin  sistem  skoring  dengan  akurasi  terendah.

  Rencana  tindak  lanjut:  Jumlah  subjek  penelitian  saat   ini   belum   memenuhi   target   sampel,  yaitu   105   pasien.   Oleh   karena   itu,   proses  pengambilan  sampel  masih  terus  dilanjutkan.

untuk Meningkatkan Pengetahuan dan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB

Jawa Tengah   Dyah  Anantalia  Widyastari1,  Kusyogo  Cahyo2,  

Sri   Winarni2,   Siswandi3,   Heri   Purnomo4,  M.Noor  Farid5,  Bagoes  Widjanarko2,  Chatarina  Umbul  Wahyuni6

  1.   Magister   Promosi   Kesehatan   Universitas  Diponegoro  Semarang

  2.   Fakultas  Kesehatan  Masyarakat  Universitas  Diponegoro  Semarang

  3.   Dinas  Kesehatan  Kabupaten  Klaten   4.   Dinas  Kesehatan  Provinsi  Jawa  Tengah   5.   Universitas  Indonesia   6.   Universitas  Airlangga

  Tujuan   penelitian:   Evaluasi   hasil   pengobatan  TB  di  provinsi  Jawa  Tengah  telah  menunjukkan  hasil  yang  optimal  sejak  diterapkannya  strategi  DOTS,   meskipun   angka   kesembuhan   dan  success   rate   yang   tinggi   tersebut   sebagian  besar   merupakan   kontribusi   puskesmas.  Tingginya   angka   “drop   out”   pada   pasien   TB  yang   dirawat   di   rumah   sakit   salah   satunya  

disebabkan  olehpanjangnya  rantai  komunikasi  antara   petugas   TB   di   rumah   sakit   dengan  pasien  yang  menunjukkan  indikasi  tidak  patuh.  SMS  merupakan  teknologi  informasi  yang  telah  dibuktikan   efektifitasnya   dalam   perubahan  perilaku,   termasuk   meningkatkan   kepatuhan  minum   obat.Penelitian   ini   bertujuan   untuk  meningkatkan   pengetahuan   dan   kepatuhan  minum   obat   dengan   memberikan   pendidikan  kesehatan   yang   disampaikan   melalui   SMS  kepada  PMO.  

  Hasil:   Penelitian   ini   membuktikan   bahwa  SMS   dapat   meningkatkan   pengetahuan    dasar   dan   komprehensif     pasien   TB.   Dengan  SMS,   pasien   pada   kelompok   intervensi  mempunyai   kemungkinan   11   kali   lebih   besar  untuk   mengalami   peningkatan   pengetahuan  komprehensif   dan   2   kali   lebih   besar   untuk  peningkatan   pengetahuan   dasar.   PMO   laki-laki   mempunyai   kemungkinan   4   kali   lebih  besar   untuk   meningkatkan   pengetahuan  komprehensif   pasien   dibandingkan   PMO  perempuan.   Setelah   dilakukan   penyesuaian  berdasarkan   grup,   jenis   kelamin,   umur,  dan   tingkat   pendidikan,   pasien   dengan  pengetahuan   komprehensif   mempunyai  kemungkinan     2   kali   lebih   besar   untuk   patuh  minum  obat  dibandingkan  dengan  pasien  yang  tidak  mempunyai  pengetahuan  komprehensif.

  Rekomendasi:   SMS   dapat   dipergunakan  sebagai  salah  satu  sarana  untuk  meningkatkan  kepatuhan  minum  obat  dengan  terlebih  dahulu  mengintervensi   aspek   pengetahuan   pasien.  Untuk  intervensi  pendidikan  kesehatan  dengan  menggunakan   teknologi   informasi,   laki-laki  dapat  diprioritaskan  sebagai  Pengawas  Minum  Obat  (PMO). (Retno Budiati)  

PERTEMUAN SOSIALISASI TB DOTS DI DESA PEKRAMAN KABUPATEN GIANYAR

uberkulosis   (TB)   merupakan   penyakit  menular   yang   saat   ini   masih   menjadi  masalah   kesehatan   di   Indonesia   termasuk  di   Bali.   TB     adalah   penyakit   menular  langsung  yang  disebabkan  oleh  kuman  TB  

(Mycobacterium   tuberculosis).   Sebagian   besar  kuman   TB   menyerang   paru,   tetapi   dapat   juga  mengenai   organ   tubuh   lainnya   sehingga   disebut  sebagai   kasus   TB   Ekstra   Paru,   misalnya   pada    kelenjar,  tulang,  mata,  kulit  dan  otak.  Berdasarkan  hasil  survei  Pengetahuan,  Sikap  dan  Perilaku  (PSP)  yang   dilaksanakan   oleh   Badan   Litbangkes   2004,  antara  lain    dalam  pola  pencarian  pelayanan  40%-56%  masyarakat  pergi  ke  dokter  umum  dan  rumah  sakit   yang   sebagian   belum   melaksanakan   DOTS  (Directly   Observed   Treatments   =   pengawasan  langsung   kepatuhan   pasien   menelan   obat   oleh  seorang   Pengawas   Menelan   Obat),   sehingga  kemungkinan   putus   pengobatan   tinggi;   13%  masyarakat  masih  merahasiakan  TB  yang  diderita;  19,1%   masyarakat   yang   tahu   tentang   obat   TB  gratis.   Hal   ini   disampaikan   dalam   pertemuan  sosilalisasi   TB   DOTS   melalui   Desa   Pekraman  Tingkat  Kabupaten/Kota  yang  di  buka  oleh  Kepala  Dinas  Kesehatan   (Dinkes)  Kabupaten  Gianyar,  dr.  Pande  Putu  Wirbuana,  M.Kes.  di  Ruang  Pertemuan  Dinkes  Kabupaten  Gianyar  pada  Senin,  3  Juni  2013.

  Pertemuan   ini  menghadirkan   Tim  dari  Dinkes  Propinsi   Bali   dan   Perkumpulan   Pemberantasan  

T

Pertemuan sosilalisasi TB DOTS melalui Desa Pekraman Tingkat Kabupaten/Kota di Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, Minggu 3 Juni 2013.

Tuberkulosis   Indonesia   (PPTI)   Wilayah   Bali    dengan   peserta   dari   Dinkes   Kabupaten   Gianyar,  Majelis  Madya  Desa  Pekraman  (MMDP)  Kabupaten  Gianyar,   PPTI   Cabang   Gianyar,   Puskesmas   di  wilayah  Kecamatan  Gianyar  dan  Sukawati.  Menurut  dr.   I   Ketut   Subrata,   M.Kes.     sebagai   Ketua   Tim  Dinkes  Propinsi  Bali,  memaparkan  bahwa  dengan  keterbatasan   pemerintah   dan   besarnya   tantangan  

TB  saat  ini  diperlukan  peran  aktif  dengan  semangat  kemitraan   dari   berbagai   insitusi   dan   semua   pihak  yang  terkait,  salah  satu  organisasi  kemasyarakatan  yang  menjadi  bagian  dari  kehidupan  adat,  budaya  dan  agama  yaitu    Desa  Pakraman  sangat  potensial  untuk   menjadi   pengerak   dan   motivator   bagi  anggotanya  termasuk  dalam  penanggulangan  TB.

WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013 6

Pemaparan dr. I Ketut Subrata, M.Kes. dan dr. I Made Suarnawa, Tim Dinas Kesehatan Propinsi Bali Pertemuan sosialisasi TB DOT melalui desa pekraman Tingkat Kecamatan di Gedung PPTI Cabang Gianyar Jumat, 7 Juni 2013.

Pemaparan dr. I Ketut Subrata, M.Kes. dan dr. I Made Suarnawa, Tim Dinas Kesehatan Propinsi Bali Pertemuan sosialisasi TB DOT melalui desa pekraman Tingkat Kecamatan di Gedung PPTI Cabang Gianyar Jumat, 7 Juni 2013.

Pelatihan TB DOTS Bagi Kader Desa Pakraman Kabupaten Gianyar, Restaurant Padi Saba Blahbatuh Gianyar, 17-20 Juni 2013

Diskusi Kelompok pada Pelatihan TB DOTS Bagi Kader Desa Pakraman Kabupaten Gianyar, Restaurant Padi Saba Blahbatuh Gianyar, 17-20 Juni 2013

Permasalahan  yang  ada  saat  ini  diperkirakan  sekitar  sepertiga   penduduk   dunia   telah     terinfeksi     oleh  Mycobacterium   tuberculosis,   terjadi  pada  negara-negara   berkembang.   Pasien   TB   diperkirakan   75%  adalah  kelompok  usia  yang  paling  produktif  secara  ekonomis   (15-50   tahun).   Seorang   pasien   TB  dewasa,  akan  kehilangan  rata-rata  waktu  kerjanya  3   sampai   4   bulan.   Hal   tersebut   berakibat   pada  kehilangan  pendapatan   tahunan   rumah   tangganya  sekitar   20-30%.     Jika   ia   meninggal   akibat   TB,  maka   akan   kehilangan   pendapatannya   sekitar   15  tahun.  Selain  merugikan  secara  ekonomis,  TB  juga  memberikan   dampak   buruk   lainnya   secara   sosial  stigma   bahkan   dikucilkan   oleh  masyarakat.   Fakta  menunjukkan  bahwa  TB  masih  merupakan  masalah  utama   kesehatan   masyarakat   di   Indonesia.   TB  merupakan  penyebab  kematian  nomor  tiga    setelah  penyakit   kardiovaskuler   dan   penyakit   saluran  

pernafasan  pada  semua  kelompok  usia,  dan  nomor  satu  dari  golongan  penyakit  infeksi.  

  Selanjutnya   telah   dilaksanakan   kegiatan  Pertemuan   Sosialisasi   Tingkat   Kecamatan   pada  Jumat,  7  Juni  2013  di  Gedung  PPTI  Cabang  Gianyar  dan  akan  dilaksanakan  Pelatihan  kader  di  masing-masing   kecamatan   terpilih   yaitu   Kecamatan  Gianyar   dan   Kecamatan   Sukawati   sebanyak   30  Kader   yang     direncanakan   selama   4   hari   pada  17   –   20   Juni   2013.   Hasil   pelatihan   Kader   TB   ini  akan   dilanjukan   dengan   kegiatan   Implementasi  TB  DOTS  melalui   Desa  Pekraman,   dengan   tujuan  setiap  kader  TB  Desa  Pekraman  dapat  membantu  melakukan   penyuluhan   kepada   masyarakat  tentang  TB,  membantu  penjaringan  suspek  TB  dan  membantu   melacak   suspek/pasien   TB   mangkir  serta    monitoring  dan  evaluasi   kegiatan.   (Penulis : Tim TB Kabupaten Ginyar, Provinsi Bali)

aat   ini   pemerintah   melakukan   akselerasi  pencapaian   Program   Pengendalian   TB  dengan   melakukan   ekspansi   strategi  DOTS   pada   semua   Fasilitas   Pelayanan  dengan   melibatkan   semua   sektor   terkait  

dalam   suatu   bentuk   kemitraan.   Ini   sangat  penting   mengingat   pemahaman   di   masyarakat  masih   belum   sesuai     harapan   karena   rendahnya  pengetahuan   masyarakat   tentang   TB,   bagaimana  penularannya,   kriteria   pasien   tersangka   TB   serta  upaya  pencegahan.  

  Pendampingan   aktif   kepada   pasien   selama  pengobatan   TB   membutuhkan   waktu   yang   lama,  terkadang  merupakan  salah  satu  faktor  penghambat  yang   memungkinkan   terjadinya   ketidakpatuhan  pasien   dalam  pengobatan.    Disamping   itu,  masih  adanya   stigma/cap   buruk   tentang   TB,   serta  terbatasnya   informasi,   bagaimana   pelayanan   dan  pengobatan   TB   di   masyarakat   mempengaruhi  motivasi  pasien  untuk  sembuh.  Untuk  itu  dibutuhkan  peran   masyarakat   sebagai   Kader   Kesehatan     di  Sarana   Pelayanan   Kesehatan   menjadi   tenaga  penyuluh  dan  melacak  serta  mendampingi  pasien  serta   keluarganya.   Hal   ini   disampaikan   dalam  Pelatihan   TB   DOTS   Bagi   Kader   Desa   Pakraman  Kabupaten   Gianyar   yang   diselenggarakan   pada  17-20   Juni   2013   dan   di   buka   oleh  Kepala  Dinkes  Kabupaten  Gianyar,  dr.  Pande  Putu  Wirbuana,  SH,  M.Kes.  di  Restaurant  Padi  Saba  Blahbatuh  Gianyar.    Pelatihan   ini   diikuti   oleh   30   orang   kader   TB   yang  berasal   dari   Kecamatan   Gianyar   dan   Sukawati  dengan  narasumber  dari  Dinas  Kesehatan    Propinsi  Bali.

  Menurut   Tim   Narasumber   Dinkes   Propinsi  Bali,    tujuan  pelaksanaan  pelatihan  ini  adalah  untuk  

PEMBENTUKAN KADER TB YANG AKTIF DAN TERAMPIL

membentuk  Kader  TB  yang  aktif  dan  terampil    dalam  pendampingan   di   masyarakat   dengan   harapan  akan   meningkatkan   penemuan   dan   kesembuhan  kasus   TB   di   wilayahnya,   menurunkan   angka  pasien   yang   mangkir   dan   putus   berobat   (drop-out),   serta   membantu   menghilangkan   persepsi  dan  sikap  masyarakat  yang  menghambat  program  

S

Pengendalian  TB.  Ditambahkan  juga  bahwa  dalam  pengendalian   TB   membutuhkan   kerjasama   yang  terpadu   dan   berkesinambungan   antara   petugas  kesehatan   dengan   masyarakat   sehingga   tidak  lagi   menjadi   masalah   kesehatan   masyarakat.              (Penulis : Tim TB Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali)

7WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013

erjasama   antara   Kementerian   Kesehatan  (Kemenkes)   dan   Kwartir   Nasional  (Kwarnas)   terealisasi   dengan   dibentuknya  Satuan   Karya   Pramuka   Husada   kemudian  disingkat  menjadi  Saka  Bakti  Husada  (SBH)  

pada  1985.  Berdasarkan  Keputusan  Ketua  Kwarnas  No.   53   tahun   1985   tentang   SBH,   dibentuknya  SBH   bertujuan   untuk   mewujudkan   tenaga   kader  pembangunan  dalam  bidang  kesehatan,  yang  dapat  membantu  melembagakan  norma  hidup  sehat  bagi  semua  anggota  Gerakan  Pramuka  dan  masyarakat  di  lingkungannya.  SBH  lahir  pada  17  Juli  1985  dan  dicanangkan  pada  12  November  1985  oleh  Menteri  Kesehatan  di  Magelang.

PENCANANGAN GEBYAR PRAMUKA BIDANG PP DAN PLPADA PERKEMAHAN SAKA BHAKTI HUSADA

KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT, 27-30 JUNI 2013

Dirjen PPPL beserta team memasuki halaman upacara

Aktivitas Perkemahan Saka Bhakti Husada

K

  Pramuka  merupakan  salah   satu   elemen  yang  potensial   dalam   mendukung   pengendalian   TB.  Dengan   anggota   yang   tersebar   sampai   ke   tingkat  akar   rumput,   berpotensi   untuk   dilibatakan   dalam  mendukung  program  pengendalian  TB.  Diharapkan  pramuka   dapat   terlibat   sebagai   mitra   petugas  kesehatan  dalam  rangka  penyebaran  informasi  TB,  

alam   beberapa   tahun   terakhir,   Indonesia  telah   berhasil   mengembangkan   program  pengendalian   TB.   Pengembangan   kemitraan  yang   kuat   dengan   masyarakat   sipil   dan  organisasi   non-pemerintah   (LSM)   yang  

bekerja   di   tingkat  masyarakat  menjadi   salah   satu   faktor  pendukung   keberhasilan   tersebut.   Salah   satu   bentuk  pengembangan  kemitraan  yang  dilakukan  adalah  dengan  mengirimkan  staf  Program  TB  Nasional  untuk  mengikuti  kegiatan  pelatihan,  pertemuan  dan  konferensi  ke  beberapa  negara   di   dunia.   Selain   itu,   kegiatan   ini   dilakukan   juga  

merujuk  suspek  ke  layanan  TB  serta  pendampingan  pengobatan  pasien  TB  hingga  sembuh.  Tujuan  dari  kegiatan  pencanangan  ini  adalah  menjadikan  kader  pramuka  sebagai  ujung  tombak  dalam  pelaksanaan  kegiatan  peningkatan  program  bidang  PP  dan  PL.  

  Berbagai   kegiatan   telah   disusun   dalam  acara  kemah  bakti  SBH,  diantaranya  upacara  pembukaan,  

sarasehan,   temu   wicara,   pameran,   kunjungan  lokasi  bakti  sosial,  pembekalan  materi  (Krida  PPM,  Krida  Bina  Lingkungan,  Krida  Bina  Gizi,  Krida  Bina  PHBS,  Krida  Balai  Teknis  Kesehatan  Lingkungan),  tabligh  akbar  dan  doa  bersama,  senam  pagi,  bakti  sosial   (penanaman   1000   pohon,   pembangunan  sarana  sanitasi  bersama,  sistem  teknologi  sanitasi,  beach   clean   bersama  TPPPTP,   penyuluhan  TB  di  pemukiman   masyarakat,   pemberantasan   sarang  nyamuk),   pengenalan   SAR,   kunjungan   wisata,  perlombaan   (lomba   cipta   yel-yel,   lomba   puisi,  lomba  mengisi  kuesioner  tentang  HIV/AIDS,  lomba  menggambar  kasus  rabies,  lomba  penyuluhan  TB,  lomba  memasak,  lomba  pentas  seni),  pencanangan  gebyar  pramuka  PP  dan  PL  Nasional,  api  unggun,  hiburan   wayang   golek,   operasi   semut,   cerdas  cermat  olympiade,  upacara  penutupan.

  Untuk   mendukung   kegiatan   ini   Direktorat  Jenderal   PP   dan   PL,   dikordinir   oleh   Subdit  Penyakit   Matra,   mengirimkan   timnya   untuk  berpartisipasi   dalam  kegiatan   tersebut.  Tim   terdiri  dari   Subdit   Matra,   Subdit   TB,   Subdit   AIDS   dan  PMS,   Subdit   PSKD,   Subdit   HSP,   Subdit   Diare,  Subdit  Pengendalian  vektor,  Subdit  Malaria,  Subdit  Arbovirosis,  Subdit  Zoonosis  serta  Subdit  Filariasi  dan  kecacingan.  

  Pembukaan   acara   dilakukan   oleh   Bupati  Sukabumi.   Dalam   pidatonya,   Bupati   Sukabumi  mendukung   kegiatan   pencanangan   gebyar  pramuka   bidang   PP   dan   PL   untuk   meningkatkan  derajat  kesehatan  masyarakat.  Sedangkan  upacara  Pencanangan  Gebyar  Pramuka  PP  dan  PL  dilakukan  oleh  Dirjen  PP  dan  PL  Kementerian  Kesehatan  RI,    Prof.   dr.   Tjandra   Yoga   Aditama.   Dalam   kegiatan  pencanangan   tersebut   dilakukan   penyematan   Pin  TB,  pemberian  Rompi  dan  buku  krida  PP  dan  PL.  (Crysti & Nenden)

PERJALANAN DINAS TEAM PROGRAM TB NASIONALKE BEBERAPA NEGARAdalam   rangka   peningkatan   kapasitas   staf   program   TB  Nasional  dan  belajar  dari  keberhasilan  negara-negara  lain  dalam   kegiatan   pengendalian   TB.   Tahun   ini,   beberapa  kegiatan   pelatihan,   pertemuan   dan   konferensi   dilakukan  di  beberapa  negara  di  dunia  antara  lain  adalah  sbb:  

1. TB Demand Forecast 2014-2016   Kegiatan  ini  dilakukan  di  Geneva,  Switzerland,  pada  

28   Januari   sd   1   Februari   2013   yang   dihadiri   oleh  PMU   Kordinator   GFATM   komponen   TB.   Kegiatan  ini   bertujuan   untuk   Meningkatkan   “current   global  

estimates”   dana   yang   dibutuhkan   untuk   perawatan  TB   dan   kontrol   dari   Global   Fund   selama   periode  2014-2016.   Adapun   hasil     dari   kegiatan   ini   adalah  sbb:

dari   kegiatan   pengendalian   TB     untuk   periode  2014-2016,   dengan   memberikan   perhatian  khusus   pada   target   diagnosis   MDR-TB   dan  pengobatan,  penerapan  rapid  diagnostics  yang  baru   dan   prioritas   lain   untuk   intervensi   yang  

D

WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 24 - Juli 2013 - 24/VII/2013 8

diperlukan   serta   yang   substansial   di   9   negara  dengan  beban  TB  tertinggi

tepat   dari   anggaran   yang   dibutuhkan   pada  tahun  2014,  2015  dan  2016,  dengan  perhatian  khusus  pada  MDR-TB  dan  diagnostik  baru  dan  setiap  intervensi  prioritas  yang  diperlukan,  di  9  negara  dengan  beban  TB  tertinggi

ada   sesuai   dengan   dana   yang   tersedia   dan  kesenjangan   pendanaan   yang   tersisa   pada  tahun  2014,  2015  dan  2016,  dengan  perhatian  khusus   pada   MDR-TB   dan   rapid   diagnostics  baru   dan   setiap   prioritas   intervensi   yang  diperlukan  serta  yang  substansial,  di    9  negara  dengan  beban  TB  tertinggi

2.   Kegiatan  ini  dilakukan  di  Maputo,  Mozambique  pada  

2-8  Maret  2013  yang  dihadiri  oleh  Kasi  Standarisasi  &   TO   HSS   KNCV,  membahas  mengenai   penulisan  laporan  dan  abstrak  tentang    implementasi  kegiatan  PCA  di  masing-masing  Negara  (Indonesia,  Zambia,  Nigeria,  Mozambique,  Cambodia).  Adapun  kegiatan  yang  dilakukan  berupa:

  a)   Hari   1:   penyegaran   dan   brainstorming   konsep  pendekatan   pasien,   presentasi   hasil   awal   dari  masing-masing  negara

  b)   Hari   2:   Identifikasi   topik   pembahasan   (berupa  peran  penyedia  layanan  TB  dalam  memperkuat  pengetahuan   pasien   TB,   penyediaan   layanan  kesehatan  gratis  untuk  pasien  TB,  Stigma  TB  di  masyarakat)

  c)   Hari   3:   Konteks   mekanisme   penulisan  (berupa   bagaimana   program   TB   berlangsung  saat   pelaksanaan   intervensi,   secara   umum  bagaimana   sikap   penyedia   layanan   kesehatan  terhadap   pasien,   apakah   penyedia   layanan  kesehatan   bersedia   bekerja   berpusat   pada  pasien,   apakah   ada   kepemimpinan   dan  komitmen,   bagaimana   gambaran   secara  umum   lingkungan   yang   kondusif,   pendanaan,  kemitraan   dan   stakeholder   dan   pengamatan  mencolok  lainnya)

  d)   Hari  4:  Penulisan  abstrak  (berupa  peningkatan  kualitas   perawatan   pasien   TB   dari   sudut  pandang  pasien)

3. Meeting. “Transforming TB Care & Control”

  Global   Laboratory   Initiative   (GLI)   adalah     mitra  jejaring   laboratorium   TB   international     yang  didedikasikan  untuk  mempercepat  dan  memperluas  akses   pelayanan   laboratorium   TB   yang   bermutu    dalam  diagnostik  TB,  terutama  yang  terkait  HIV  dan  TB   resisten   terhadap   obat.   Untuk   pertemuan   GLI  tahun   ini,   negara-negara   dan   mitra   teknis   datang  untuk   berbagi   pelajaran   dan   tantangan   dalam  implementasi  teknologi  dengan  fokus  pada  evidence  based   dan   menghubungkan   percepatan   diagnosis  dengan     akses   yang   ditingkatkan   dan   diperluas  untuk  peningkatan  pengobatan  pasien.  Kegiatan   ini  dilakukan  di  Annecy,  France  pada  15-18  April  2013  yang  dihadiri  oleh  Focal  Point  PPM  Subdit  TB,  Kasi  Standarisasi  Subdit  Mikrobiologi  dan  Imunologi,  Dit.  BPPM.  

4. TB Modelling Analysis and Consortium. “Impact

diagnostics for TB”   Kegiatan   ini   dilakukan   di   Amsterdam,   Netherland  

pada   22-25   April   2013   yang   dihadiri   oleh   Ketua  TORG   Subdit   TB.   Adapun   hasil   kegiatan   ini  adalah   pengembangan,   penyebaran,   dan   evaluasi  diagnostik  TB  adalah  bidang  yang  terus  berkembang.  Banyak   tes   diagnostik   baru   dikembangkan,  direkomendasikan,   dilaksanakan.   Pada   pengguna  dan   pembuat   kebijakan   harus   memutuskan   mana  yang   harus   digunakan   dan   pengaturan   mana  yang   sesuai.   Pengambil   keputusan   membutuhkan  pemodelan   manfaat   dalam   penggunaannya.  Pemodelan   yang   meliputi   perhitungan   tidak   hanya  akurasi   dan   biaya,   tetapi   juga   dampak   terhadap  

pengobatan  dan  kejadian  akhirnya  lebih  rendah  dan  terjadinya   kasus   baru,   kontribusi   pemodelan   pada  proses   pengambilan   keputusan   sangat   diperlukan.  Oleh  karena  itu  TB  modeling  &  analysis  consortium  melakukan  pertemuan  berfokus  pada  TB  diagnostik  sebagai   topik   utama.   Agenda   yang   dibahas   dalam  pertemuan   TB-MAC   adalah   informasi   mengenai  Xpert   MTB   /   RIF,   pengembangan   dan   pemilihan  profil  produk  target  (TPP)  untuk  tes  TB,  pemahaman  mengenai   role   of   drug   susceptibility   testing   (DST)    dalam   rejimen  obat   TB  yang  ada,  menggambarkan  kebutuhan  empiris  dan  analitis  untuk  model  diagnosa  TB  yang  lebih  akurat

5. ISTC edisi 3 Steering Committee, ATS International Conference

  Kegiatan   ini   dilakukan   di   Philadelphia,   USA   pada  16-22   Mei   2013   yang   dihadiri   oleh   Kasubdit   TB.  Agenda  kegiatan  yang  dilakukan  adalah  penyusunan  Internasional  Standart  Tuberculosis  Care  (ISTC)  edisi  ketiga.   Setelah   mengikuti   pertemuan   penyusunan  ISTC  edisi  3,  seluruh  tim  ekspert  sekaligus  diundang  untuk   mengikuti   Konferensi   American   Thoracic  Society   (ATS).   Konferensi   ini   diselenggarakan  setiap   tahun   secara   bergiliran,   tahun   2010   di   New  Orleans,   tahu   2011   di   Denver,   tahun   2012   di   San  Francisco,   tahun   2013   di   Philadelphia   dan   tahun  2014   direncanakan   diselenggarakan   di   San   Diego  USA.  Adapun  yang  menjadi  agenda  konferensi  ATS  adalah:

(Lisa   Chen,   Philip   Hopewell,   Fran   Du   Melle,  Baby   Djoyonegoro,   Erlina   Burhan   dan   Dyah  Erti),  membahas   tentang   rencana   tindak   lanjut  technical   assistance   ATS   untuk   bisa   segera    mendorong   realisasi   sertifikasi   Dokter   Praktek  Swasta   (DPS)   yang   menjadi   tanggung   jawab  Ikatan   Dokter   Indonesia   (IDI).   Strategy   dan  perencanaan   disusun   termasuk   rencana   untuk  mendorong   membuat   concept   note   ke   Global  Fund   dalam   rangka   pengajuan   reprogramming  pendanaan  yang  ada  di  IDI  

membahas   tentang  pelatihan  advance  MECOR  Indonesia   yang   baru   selesai   dilaksanakan  di   April.   Tim   mengevaluasi   hasilnya   serta  memberikan   masukan-masukan   untuk   dapat  memperbaiki   pelaksanaan   pelatihan   MECOR  tahap  2

6.

Group Green Light Committee (rGLC   Kegiatan   ini   diadakan   di   Thimpu,   Bhutan,   29-30  

April   2013   yang   dihadiri   oleh   Kasubdit   TB.   Tujuan  pertemuan   ini   adalah   memberikan   masukan  kepada   WHO-SEAR   dalam   hal   pengembangan  Programmatic   Management   of   Drug-resistance  TB   (PMDT)   di   regional   SEAR,   Mengkaji   dan  memberi   masukan   terkait   strategi   dan   rencana  aksi   pengembangan   PMDT   di   tingkat   regional,  mengkaji   dan   menganalisis   hasil   laporan   misi  global-GLC   dan   data   surveilans   TB   Resisten   Obat,  memberikan   arahan/pandangan   kepada   donor/agensi,   melalui   sekretariat   g-GLC,   terkait   dengan  permintaan   dukungan   teknis   dan   pendanaan  pengembangan  layanan  PMDT  dari  berbagai  negara  SEAR,   melakukan   pengawasan   dan   mendukung  misi  global  dalam  upaya  pemantauan  dan  asistensi  teknis   terhadap  pelaksanaan  PMDT  yang  dilakukan  di   negara-negara   SEAR,   bekerja   sama   dengan  g-GLC   dan   saling   berbagi   informasi   terkait   dengan  kegiatan  dan  rencana  aksi  pengembangan  PMDT  di  SEAR,  berkonsultasi  dan  meminta  nasihat  ke  g-GLC  bilamana   diperlukan,   serta   menginformasikan   ke  g-GLC  bilamana  ada  isu-isu  teknis  atau  politis  yang  terkait   dengan   pencegahan   dan   pengendalian   TB  atau   TB   resisten  Obat,   bekerjasama   dengan  WHO-SEAR  dan  para  mitra  untuk  melakukan  upaya-upaya  advokasi   dalam   rangka   perluasan/ekspansi   PMDT.    Akses  terhadap  penggunaan  obat  yang  rasional  dan  mengkordinasikan  serta  melaporkan  perkembangan  terkait  pengumpulan  data  kolektif  di  tingkat  regional.

7. s

  Kegiatan  training  dan  workshop  yang  diselenggarakan  oleh  TB  CARE   I  untuk  staf  Monitoring  dan  Evaluasi    dan   staf   TB   Care.   Training   dan   workshop   ini  merupakan   tindak   lanjut   dari   kegiatan   sebelumnya  yang   telah   dilakukan  di  Hague   pada  2011.   Training  dan   workshop   ini   fokus   pada   peningkatan   kualitas  data,   data   analisis   dan   presentasi   serta   pertukaran  informasi  proses  manajemen  data  di  masing-masing  negara.  Kegiatan  ini  diadakan  di  Nairobi,  Kenya  pada  15-21   Juni   2013   dan   dihadiri   oleh   Staf   Monitoring  dan  Evaluasi.

8. Regional Meeting on Combating Drug-Resistant TB

  Pertemuan   ini  membahas  mengenai   kemajuan   dan  tantangan   dalam   penanganan   kasus   TB   M/XDR   di  tingkat  regional  dan  masing-masing  negara.  Adapun  tujuan   khusus   pertemuan   ini   adalah   mereview  status   dan   respon   negara         terhadap   pencegahan  dan  manajemen  TB   resistan  obat   (MDR  dan  XDR),  meningkatkan   kesadaran   tentang   pengendalian   TB  resistan  Obat  dan  pengaruhnya  kepada  masyarakat  dan   sistem   kesehatan,   untuk   mengidentifikasi  administrasi,   mekanisme   keuangan   dan   teknis  untuk  menjamin  akses  universal  terhadap  perawatan  yang  berkualitas   tinggi   untuk   semua  orang   dengan  TB,   untuk   mengidentifikasi   rencana   ke   depan  untuk  masing  -  masing  negara  dan  dukungan  yang  mungkin   dari   mitra   internasional.   Pertemuan   ini  diadakan   di   Bangkok,   Thailand   pada   24-27   Juni  2013  dan  dihadiri  oleh  Kasubdit  TB,  Kasi  Bimbingan  dan   Evaluasi,   Kasubdit   RS   Rujukan,   RSPI   Sulianti  Saroso. (Crysti)

Pelindung:Prof.  dr  Tjandra  Yoga  Aditama(Direktur  Jenderal  PP  dan  PL)

Penasehat:dr.  Slamet,  MHP(Direktur  PPML)

Penanggung Jawab:Drg.  Dyah  Erti  Mustikawati,  MPH

(Ka  Subdit  TB)

Dewan Redaksi:Ketua Redaksi

dr.  Dyah  Armi  Riana,  MARS.

Redaksidr.  Triya  Novita  DinihariDrg.  Siti  Nur  Anisah

Budiarti,  S,  SKM,  M.  KesCrysti  Mei  Manik,  SKMdrg.  Devi  Yuliastanti

Nenden  Siti  Aminah,  SKM

Ketua Kehormatan:Prof.  Dr.  dr.  Sudijanto  Kamso

AdministrasiHarsana,  SE

Alamat Redaksi:Subdit  TB,  Dit  PPML,  Ditjen  PP  dan  PL,

DEPKES  RIGedung  B  Lantai  4

Jl.  Percetakan  Negara  No.  29Jakarta  10560  Indonesia

Telp/Fax:  (62  21)  42804154website:  www.tbindonesia.or.id

Email:  [email protected]

Warta

Wadah Informasi Gerakan Terpadu Nasional TBTUBERKULOSIS INDONESIA