25
Salian Art 2015 A SOLO EXHIBITION BY 01 21 AUG AUG

01 21 - indoartnow.com filekenal saat ini. Akal bekerja dengan menyerap berbagai informasi, ilmu, pengetahuan untuk kemudian diakumulasikan menjadi sebuah data dalam

  • Upload
    buihanh

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Salian

Art2015

A S O L O E X H I B I T I O N B Y

01 21AUG AUG

BE

AT

SC

AP

E

3

+

Curator

Essay Contributor

Photographs Rifandy PriatnaGraphic Design Ranny Bocil

SALIAN2015

[email protected]+62 22 8888 0277

Jl. Sersan Bajuri no.86. KM 3,8BandungAll artworks are copyright of the artist unless otherwise state.

All information is correct at the time of publication.

All right reserved. Apart from any fair dealing for purpose of private study, research, criticsm,

or review, no part of this publication may be any means, electronic, mechanical, photocopying,

recording, or otherwise, without orior consent from the Publisher.

Rifandy Priatna

Riksa AviatyIng Landjanun

Sejak lahir manusia telah dianugerahi oleh kemampuan yang tidak dimiliki

oleh mahluk lainnya di dunia, yaitu akal atau kemampuan berpikir untuk

memahami segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Akal memungkinkan

manusia memiliki kemampuan untuk menciptakan solusi atas segala

persoalan yang muncul.

Kemampuan yang mengantarkan peradaban manusia seperti yang kita

kenal saat ini. Akal bekerja dengan menyerap berbagai informasi, ilmu,

pengetahuan untuk kemudian diakumulasikan menjadi sebuah data dalam

bentuk memori yang tersimpan pikiran sadar manusia untuk sewaktu-waktu

dipergunakan kembali bila diperlukan.

Pikiran sadar kemudian berfungsi untuk memerintah dan mengendalikan

pikiran bawah sadar. Apabila pikiran sadar manusia terdiri dari berbagai data

yang didasarkan pada perhitungan analisa serta logika maka pikiran bawah

sadar manusia berfungsi sebagai pusat data dari berbagai kebiasaan, rasa,

emosi, intuisi, cita rasa dari seorang manusia yang direkam tanpa disadari

oleh manusia tersebut. Pikiran sadar memungkinkan manusia untuk

mencapai akurasi dan tingkat ketepatan yang tinggi dalam menyelesaikan

persoalan. Sedangkan pikiran bawah sadar manusia menuntun manusia

untuk memiliki kemampuan intuisi hingga refleks dan spontanitas dalam

pengambilan keputusan. Hal tersebut dimungkinkan karena pikiran bawah

sadar akan selalu memperbaharui seluruh koleksi datanya tanpa disadari.

Pada kehidupan sehari-hari pikiran sadar akan menentukan respon kita akan

berbagai hal dengan menggunakan perhitungan yang terukur, sehingga kita

dapat mengetahui landasan dari setiap perbuatan.

beat

-scape

-scape

nouna main accent or rhythmic

unit in music or poetry.

combining formsuffix:

denoting a specified type of scene.

Rifandy Priatna

BE

AT

SC

AP

EBE

AT

SC

AP

E

54

++

Sedangkan pikiran bawah sadar akan bekerja tanpa kita sadari dan ketahui

dengan landasan yang terkadang tidak kita sadari atau ketahui. Dorongan

bertindak yang didasari oleh pikiran bawah sadar lebih dikenal dengan istilah

intuisi. Intuisi memiliki peranan besar dalam perkembangan peradaban

manusia, banyak penemuan besar dan penciptaan mahakarya diawali oleh

intuisi dari penemu dan penciptanya karena intuisi adalah kemampuan

untuk menyerap pengetahuan tanpa gangguan ataupun kebutuhan akan

“fungsi irasional”, berlawanan langsung dengan sensasi dan sedikit

berlawanan dengan “fungsi rasional” seperti berpikir dan merasakan. Jung

mendefinisikan intuisi sebagai “persepsi melalui alam bawah sadar”. Intuisi

menggunakan sensasi-persepsi sebagai titik awal, untuk memunculkan ide,

gambaran dan kemungkinan akan jalan keluar dalam situasi yang buntu,

melalui proses yang sebagian besar bekerja di alam bawah sadar .

Penjelasan mengenai pikiran bawah sadar dan intuisi diatas dimaksudkan

sebagai pengantar untuk memudahkan pembacaan terhadap karya dan

pemikiran dari Adi Dharma atau yang lebih dikenal dengan nama Stereoflow.

Adi Dharma adalah seorang seniman yang banyak bekerja dengan

menggunakan intuisi sebagai dorongan utamanya. Karena itulah Adi secara

konsisten berkarya dengan cat semprot, cat akrilik, xerografi dan wheatpaste

dengan tembok kota dan kanvas sebagai media utama berkaryanya. Mimpi,

imajinasi dan identitas adalah tema yang sering kali terdapat pada karya-

karya Adi dengan balutan visual yang membawa ingatan akan langgam

kubisme era seni rupa modern dari barat dengan warna-warna terang,

dan pola yang berulang pada keseluruhan bidangnya. Ciri dan karakter

visual yang memberikan penekanan dorongan dari wilayah intuitif dari

pembuatnya. Selain aktif berkarya di skena street art di Indonesia Adi juga

merupakan seorang pembuat musik hip-hop dan penggemar musik funk

yang pada proses kreasinya juga menekankan pada aspek intuitif dari para

pembuatnya. Hal tersebut menjadi menarik karena street art dan musik

hip-hop memiliki kesamaan proses kreasi. Sejarah perkembangan dan

penyebaran street art dan musik hip-hop selalu beriringan dan tidak dapat

dilepaskan antara satu dengan yang lainnya.

Warna, garis, bentuk dan komposisi visual dari berbagai bentuk media

karya street art selalu beririsan dan mendampingi perkembangan ritme dan

lirik yang terdapat dalam musik hip-hop ataupun funk. Hal tersebut terwujud

melalui serangkaian karya pada pameran tunggalnya kali ini. Layaknya

seorang musisi yang memiliki kemampuan untuk melihat suara untuk

kemudian menyusunnya kedalam sebuah gubahan harmoni dari nada dan

ritme. Melalui bentuk yang mengalun, pola yang bertentangan serta warna

yang berani hadir sebuah visual yang terbentuk seakan pembuatnya mampu

mendengar bunyi dari setiap bentuk, warna dan garis untuk kemudian

digubah menjadi komposisi yang harmonis dalam versinya sendiri.

Atas dasar pemikiran tersebut pameran tunggal perdana Adi Dharma

mengusung “Beatscape” sebagai tajuk pameran. Penggunaan tajuk

tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan serangkaian karya yang

merupakan hasil eksperimentasi visual dengan musik hip-hop serta funk

yang terelaborasi dengan baik melalui intuisi yang dimilikinya. Melalui

instalasi, objek dan lukisan Adi mencoba untuk menerjemahkan ingatan,

pengalaman, mimpi serta visi akan skena spesifik yang telah ia selami

selama ini musik hip-hop, funk dan street art.

1

1. Carl Jung. 1921. Psychological Types.

BE

AT

SC

AP

E

BE

AT

SC

AP

E

9

+

BE

AT

SC

AP

E

Superfly100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

BE

AT

SC

AP

EBE

AT

SC

AP

E

1110

++

Under A Groove100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

It’s The Joint100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

BE

AT

SC

AP

EBE

AT

SC

AP

E

1312

++

Future Shock100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

Seeing Sounds100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

BE

AT

SC

AP

EBE

AT

SC

AP

E

1514

++

Snap100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

Soul Power100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

BE

AT

SC

AP

E

16

+

Blame It On The Boogie100 x 100 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

BE

AT

SC

AP

E

17

BE

AT

SC

AP

E

BE

AT

SC

AP

EBE

AT

SC

AP

E

2120

Beatscape #1250 x 150 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

Beatscape #2250 x 150 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

BE

AT

SC

AP

E

23

+

BE

AT

SC

AP

E

22

Beatscape #3250 x 150 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

Beatscape #4250 x 150 cm

Acrylic, Spray Paint on Canvas

BE

AT

SC

AP

E

25

wood work by Ramdhan Muhammad ‘Classic’

Tommy Feel GoodSpray paint on reclaimed wood

BE

AT

SC

AP

EBE

AT

SC

AP

E

2726

Son of a Beat

Spray paint on reclaimed wood

wood work by Ramdhan Muhammad ‘Classic’

2928

++

Agak sulit membicarakan tentang sejarah perkembangan graffiti modern di Indonesia

–khususnya Bandung– tanpa menyebut nama Tag Team.

Sebelum semuanya, tersebutlah Shakeyacan dan Spydee, duo rapper dan

beatmaker yang pada akhir 90-an menghantam skena hip-hop Bandung dengan

ketukan-ketukan konstannya.

Merekalah Tag Team. Sebelum semuanya, mereka sudah menggoyang panggung-

panggung hip-hop bawah tanah, lalu setelahnya berkeliaran di jalanan membuat

graffiti bergaya liar di tembok-tembok Bandung. Rap dan graffiti. Dua dari empat

elemen hip-hop, mereka kerjakan dalam masa yang bersamaan.

Lalu tembokbomber.com lahir, bertahun-tahun kemudian.

Situs komunitas street art terbesar di Indonesia ini bermula dari sebuah thread diskusi

berjudul STREET ART di sebuah forum desain grafis lokal bernama Godote Forum.

Thread tersebut dimulai oleh Darbotz, yang kini dikenal sebagai salah satu street

artist ternama. Thread yang membahas segala sesuatu tentang street art ini sangat

ramai dan digemari. Mulai dari posting foto-foto graffiti, membahas teknik stensil,

atau sekedar berkomentar.

Pada tahun 2003, atas dasar ketertarikan yang sama terhadap street art, Aram

(Wormo – Toter/FAB Family) berinisiatif mengajak beberapa member Godote Forum

yang sering meramaikan thread Street Art tersebut untuk membuat sebuah mailing

list, khusus untuk membahas lebih mendalam tentang street art.

Ketukan Demi Ketukan Stereoflow.

PERJALANANPANJANG

Ing Landjanun

Orang-orang tersebut adalah Darbotz, Randy, Booi (RangerBastards), Godo (VektorJunkie), Grompol (mantan Art Director di Wadezig!) dan Ing (Creative Director/Co-founder dari Wadezig!). Kelak, mailing list ini bertransformasi menjadi sebuah situs bernama tembokbomber.com.

Bukan, tembokbomber.com mungkin bukan tonggak sejarah berkembangnya seni jalanan lokal. Pun tidak membidani lahirnya street arts & urban arts di Indonesia.

api di situs ini, para seniman jalanan yang tadinya sudah berkeliaran secara individu mencoreti tembok-tembok seluruh penjuru negeri, akhirnya dapat saling bertemu. Artis-artis baru mulai dikenal. Idola baru lahir. Bombers, writers, graffiti artists, urban artists, dan berbagai label lainnya mulai muncul. Senior dan pemula berkumpul. Crews yang kelak menjadi legenda, satu persatu terbentuk.

Salah satunya di Bandung. Sekelompok graffiti artists dari berbagai kalangan, keahlian, gaya, dan jam terbang bergabung melebur menjadi satu. Bukan crew, mereka menyebutnya. Family.

Flagrant Acts of Bombing. FAB Family.

Dan tentunya, ketika berbicara tentang graffiti di Bandung, Tag Team ada di dalamnya. Dan di dalam Tag Team ada Adi Dharma a.k.a Spydee a.k.a Stereoflow.

Dalam masa perkembangan seni jalanan lokal tersebut, Stereoflow sudah dan terus bereksplorasi. Keberadaannya dalam anggota keluarga FAB hanyalah satu di antara sederetan panjang momen-momen di mana eksplorasinya menjadi semakin dalam.

“Garis-garis tegasnya yang selama ini menjadi konstruksi khas graffiti bergaya liarnya, berevolusi menjadi semakin liar. Dengan tetap mempertahankan ciri garis lurus yang selalu menjadi konstruksi dasar karya-karyanya, Stereoflow mulai merambah dimensi baru yang lebih dari sekedar menuliskan nama dengan desain huruf yang sulit terbaca.” Bermodalkan elemen paling mendasar dalam gambar –garis lurus– Stereoflow seperti menantang dirinya sendiri untuk bisa tetap seliar mungkin dengan elemen yang sesederhana mungkin. Liar dalam

bentuk dan warna. Mengalir bebas. Dinamis namun tetap harmonis. Seperti

berirama naik turun. Cepat. Lambat. Namun tetap terjaga di dalam ketukan konstan

yang terukur. Seakan sapuan kuas dan semprotan cat itu merupakan terjemahan

visual dari ketukan-ketukan hip hop ditingkahi harmonisasi alunan funk yang sejak

lama sudah dibuatnya dalam musik-musiknya.

BE

AT

SC

AP

E

3130

+

Atau malah sebaliknya. Mungkin menurutnya musik-musik itu adalah kanvas yang bisa

didengar. Entah.

Yang pasti, menikmati karya-karya Stereoflow adalah menikmati perjalanan panjang

menyusuri titik demi titik, ketukan demi ketukan, ritme demi ritme, yang secara

bergantian memberikan rangsang dengar dan rangsang lihat yang bersatu padu secara

harmonis dalam rasa. Perjalanan panjang yang selalu menjanjikan pengalaman baru

yang menyenangkan.

BE

AT

SC

AP

E

BE

AT

SC

AP

E

34

wood work by Ramdhan Muhammad ‘Classic’

Surround SoundMix Media

BE

AT

SC

AP

E

3736

Mister Boogie Room

Spray paint on reclaimed wood

wood work by Ramdhan Muhammad ‘Classic’

4140

++

Saya mendatangi sebuah garasi yang disulap menjadi studio. Di studio itulah Adi, selama sebulan mendekam untuk menyelesaikan karyanya untuk pameran Beatscape.

“Adi Dharma, seniman” adalah kelakar yang dia ucapkan untuk membuka sesi ngobrol sore itu. Tulisan ini awalnya dibuat menjadi semacam wawancara yang mengulik sisi lain Adi saat berkarya. Apakah nantinya ini akan menggambarkan Adi Dharma seutuhnya, rasanya saya tidak bisa menjaminnya. Obrolan kami diiringi oleh playlist dari James Brown, the Founding Father of Funk and the God Father of Soul, yang kemungkinan besar saat itu, Adi sedang mendalami sebuah jiwa dari genre musik tersebut. Entahlah, sampai tulisan ini dibuat saya pun belum membaca isi kuratorialnya, jadi saya hanya bisa menebak makna Beatscape ‘seadanya’ walaupun Adi yang pernah berpameran terakhir dengan saya di LIRspace Jogja dan sejauh saya mengenal Adi, karyanya hampir tidak pernah jauh dari musik, baginya musik adalah pemicu terbesarnya sekaligus inspirasinya dalam berkarya. Dulu ia pernah bekerja sebagai penulis skenario untuk sebuah program di televisi swasta, walau pendapatannya jauh lebih menyenangkan, tapi ketertarikan untuk menekuni seni selalu memanggilnya.

“lu excited ga?” pertanyaan itu saya ajukan ketika melihat sebuah foto yang diunggah di instagram @stereoflow tidak dalam hitungan detik pernyataan “Karena ini Bandung, jadi ada perasaan gimana gitu” langsung tertera di layar telepon seluler saya. Saya mengetahui bahwa dia adalah seseorang yang tumbuh dan berkegiatan di Bandung. Walau pernah berpameran di luar kota, baginya publik Bandung tetap bisa membuatnya ‘salah tingkah’ atau mungkin karena lebih tepatnya ini adalah kali pertamanya dia berpameran tunggal di Bandung, dan menjadi sorotan adalah hal yang bisa membuatnya berpikir bagaimana untuk menarik perhatian publik untuk merespon karyanya. Tantangan lain yang lebih besar, adalah bagaimana dia yang dengan kultur graffiti harus merespon sebuah ruang yang kosong.

Riksa Afiaty

a.k.a StereoflowADI DHARMA “Graffiti dan seni rupa bukan lagi tentang tentang ruang, masa-masa itu kayanya

udah lewat” katanya sambil menghisap rokoknya. Kemudian kami mulai bertukar

pikiran tentang apakah masih relevan untuk mempertanyakan intensi seorang street

artist ketika berpameran di galeri.

“Street artist yang masuk galeri itu harus bisa lebih mengeksplorasi gagasan dan apa

yang sebenarnya mereka lakukan, ngapain pameran di galeri kalau sama dengan

apa yang mereka lakukan di jalan. Ya buat apa? pengennya ada sesuatu yang

ditawarkan lebih, kaya Tutu dia punya pencapaian yang ga mungkin dilakukan di

jalan, misalnya. lebih ngulik lagi”

Proses berkeseniannya untuk pameran ini ia lakukan dengan intens selama

ramadhan, walau diakuinya dia agak menutup diri dan bahkan kadang mesti menolak

beberapa ajakan buka puasa bersama. Ini ia lakukan untuk semata-mata menjaga

moodnya, dan memang diakuinya bekerja dengan tenggat waktu dan lini waktu yag

cukup ketat membutnya harus lebih konsentrasi untuk mengeksekusi konsepnya dan

hanya berkutat pada diri sendiri.

“Lebih egois” komentarnya.

Ada yang karakter mencolok yang hilang ketika saya menyapu pandangan di antara

tumpukan kanvasnya, figur Anna & Tommy yang biasanya lekat dengan image

stereoflow sebagai perupa. Yang menghilang kemungkinan besar ada perubahan

praktek artistik dari waktu ke waktu.

“Saya mulai menjelajahi pattern ketika mendekorasi annatommy, ternyata ekplorasi

ini lebih menarik, annatommy sudah cukup membosankan” ujarnya.

Eksplorasi tanpa sosok ini juga ia andaikan seperti musik instrumental, yang tidak

menyajikan lirik. Tegasnya, ia ingin membebaskan pemirsanya untuk bernarasi seliar

mungkin, sama seperti jika ada lirik berarti si pembuat ingin menyampaikan sebuah

cerita. Baginya pattern lebih menceritakan nuansa (instrumental) dan sosok kadang

membatasi sebuah imajinasi penonton.

4342

++

Saya membaca, Adi adalah pribadi yang selalu mempertimbangkan sebuah ruang

dimanapun karyanya ditempatkan, entah ia sadar atau tidak. Tentang bagaimana

ia menempatkan karya di jalan, galeri, atau ketika ia sedang mengerjakan mural

pesanan. Maklum, bagi saya yang sudah mengenal lama prakteknya, perpindahan

ruang ini bisa menjadi proses artistik yang dinamis, dan jujur sangat sulit

menanggalkan imagenya sebagai seorang street artist, ditambah di benak saya dia

juga seorang musisi --walau tidak terlalu rajin mengunggah lagunya di soundclud,

kedua citraan itu tidak bisa dilepaskan begitu saja.

Pada praktek artistiknya, harus diakui ia juga cerdik membaca sekitar dan

menempatkan diri dan melihat audiensnya. Di jalanan, tak bisa dipungkiri dia salah

satu yang terbaik yang bisa membaca objek, bangunan konkrit dan bagaimana

merelasikan dengan cerita di sekitarnya. Adi mengakui kekurangan menggarap

karya di galeri adalah karena dia tidak biasa melihat ruangan yang terbuka dan

(seharusnya) bisa diisi oleh apa saja, baginya kini fokusnya adalah untuk menggali

kemampuannya, menatang batasan, mencari sebuah asal muasal dari apa yang

dibuat. Baginya hal-hal seperti ini sangat berat waktu pertama kali dilakukan,

namun lambat laun ia mengakui mulai memahami konsepnya siapa dirinya di ruang

manapun, dan tidak menerima sesuatu dengan taken for granted.

2:04 pagi dengan latar belakang musik Ashford & Simpson, yang melantunkan Solid,

batas kesadaran saya sudah menipis. tapi masih ada yang harus saya tuliskan dari

diskusi saya dengan Adi.

Tentang teks, sebagaimana saya mengenalnya dia jarang memasukan unsur tagging

atau membubuhkan tandatangan di karyanya yang terpampang di jalan, ciri khas ini

masih terbawa sampai ke media kanvas, dia secara pribadi kurang menyukai unsur

teks yang dirasa akan menggagalkan sebuah visual. Begitu juga dengan sebuah

nama di graffiti, besar kemungkinan itulah terciptalah annatommy yang menjadi

karakternya yang sering wara-wari di jalanan sebagai pengganti tagging.

“Saat ini masih menyenangkan, mungkin (masalahnya) masih banyak yang saya

ngga ngerti di seni rupa, ini saatnya saya belajar lebih dalam lagi untuk bisa paham”

Itu kalimat penutup diskusi yang masih terngiang, saat saya dengan iseng

menanyakan apa yang dia tidak sukai dari seni rupa. Semoga tulisan ini masih bisa

ikut naik cetak.

Riksa Afiaty

Pejaten, 2015

BE

AT

SC

AP

EBE

AT

SC

AP

E

4544

++

stereof [email protected]. idwww.stereoflow.blogspot.com

12 April 1982

Shifthing Space | Ruang RupaJAKARTA

JAKARTA

JAKARTA

JAKARTA

JAKARTA

BANGKOK

JAKARTA

HONGKONG

LOS ANGELES

MELBOURNE

BANDUNG

BANDUNG

YOGYAKARTA

4th ICAD : Ayatana | Grand Kemang Hotel

New Icon : Pop in Asia | Galeri Salihara

Manifesto Keseharian | Galeri Nasional Indonesia

Graffiti Asia | The Space

ARTE 2014 : Indonesia Art Festival | JCC

Rey Sin Una Corona | Gardu House

Hats Off | Tsim Sha Tsui

Abztract x Rouge Status | Rogue Status

Sweet Street Festival | 1000 Pound Bend

Family Matters | Galeri Kita

Mereka Tidak Sendiri | Barli Museum

Assembly Lines | Lir Space

BE

AT

SC

AP

E

46

+

S U P P O R T E D B Y