Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
(JITUPASNA)
MODUL PENGKAJIAN
KEBUTUHAN PASCABENCANA (JITUPASNA)
BPBA 2019BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH
MO
DU
L P
EN
GK
AJIA
N K
EB
UT
UH
AN
BE
NC
AN
A (J
ITUPASNA)
BPB
A 2019
Penyusunan modul ini ditujukan untuk standarisasi materi
pembelajaran dalam pengkajian kebutuhan paska bencana sehingga lebih
terpola dalam sosialisasi terhadap tehnis yang biasa disingkat Jitupasna.
Rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai bagian dari penyelenggaraan
penanggulangan bencana memerlukan proses penilaian atas kerusakan
dan kerugian serta kebutuhan yang bersifat komprehensif baik aspek fisik
maupun aspek kemanusiaan. Kesemuanya dilakukan dengan prinsip dasar
membangun yang lebih baik (build back better) dan pengurangan risiko
bencana (disaster risk reduction) dan diujudkan dalam bentuk Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Rangkaian proses penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan
dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pascabencana atau Post Disaster
Need Assessment (PDNA) yang akan mengkaji akibat bencana, dampak
bencana dan kebutuhan pemulihan pascabencana. Pengkajian Kebutuhan
Pascabencana merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku
kepentingan dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para
pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi.
Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana ini adalah
gabungan kajian dari metode yang selama ini dikenal sebagai Damage and
Loss Assesment (DaLA) dengan metode Human Recovery Need Assesment
(HRNA). Isi pedoman mencakup latar belakang, tujuan, landasan hukum,
pengertian, konsep dasar, ruang lingkup dan kebijakan serta langkah-
langkah yang perlu dilakukan oleh Badan Penangulangan Bencana Daerah
(BPBD) dan atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB) serta
pemangku kepentingan penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk
melakukan rangkaian kegiatan atau aktivitas dari proses penilaian
kerusakan dan kerugian sampai dengan penyusuan kebutuhan rehabilitasi
dan rekonstruksi pascabencana melalui pendekatan partisipatif yang secara
metodologis dapat dipertanggungjawabkan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,dan inayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Modul Pengkajian Kebutuhan Bencana (Jitu Pasna) tepat pada waktunya.
Penyusunan modul ini ditujukan untuk standarisasi materi pembelajaran dalam pengkajian kebutuhan paska bencana sehingga lebih terpola dalam sosialisasi terhadap tehnis yang biasa disingkat Jitupasna.
Rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai bagian dari penyelenggaraan penanggulangan bencana memerlukan proses penilaian atas kerusakan dan kerugian serta kebutuhan yang bersifat komprehensif baik aspek fisik maupun aspek kemanusiaan. Kesemuanya dilakukan dengan prinsip dasar membangun yang lebih baik (build back better) dan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction) dan diujudkan dalam bentuk Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi pascabencana.
Rangkaian proses penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pascabencana atau Post Disaster Need Assessment (PDNA) yang akan mengkaji akibat bencana, dampak bencana dan kebutuhan pemulihan pascabencana. Pengkajian Kebutuhan Pascabencana merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku kepentingan dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi.
Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana ini adalah gabungan kajian dari metode yang selama ini dikenal sebagai Damage and Loss Assesment (DaLA) dengan metode Human Recovery Need Assesment (HRNA). Isi pedoman mencakup latar belakang, tujuan, landasan hukum, pengertian, konsep dasar, ruang lingkup dan kebijakan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) dan atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB) serta pemangku kepentingan penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk melakukan rangkaian kegiatan atau aktivitas dari proses penilaian kerusakan dan kerugian sampai dengan penyusuan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana melalui pendekatan partisipatif yang secara metodologis dapat dipertanggungjawabkan.
Akhirnya penyusunan sangat mengharapkan semoga dari MODUL sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) i
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada modul – modul selanjut nya.
Banda Aceh, Maret 2019Badan Penanggulangan Bencana AcehKepala Pelaksana
H. T. AHMAD DADEK, SHNip. 19681129 199403 1 004
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)ii
pembaca untuk mengangkat permasalahan lain yang relevan pada modul – modul selanjut nya.
Banda Aceh, Maret 2019Badan Penanggulangan Bencana AcehKepala Pelaksana
H. T. AHMAD DADEK, SHNip. 19681129 199403 1 004
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)ii
DAFTAR ISIPENGANTAR ............................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................ 1
C. Landasan Hukum ................................................................ 2
D. Pengertian dan Batasan Hukum .......................................... 2
BAB II KONSEP DASAR, PRINSIP DAN RUANG LINGKUP ............ 5
A. Konsep Dasar ...................................................................... 5
1. Pengkajian Akibat Bencana ............................................. 6
2. Pengkajian Dampak Bencana .......................................... 7
3. Pengkajian Kebutuhan Pascabencana ............................. 9
BAB III PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA ................. 16
A. Tahap Pengaktifan ............................................................... 18
1. Pengaktifan PDNA ........................................................... 18
2. Penyusunan Kerangka Acuan ......................................... 18
B. Tahap Persiapan .................................................................. 18
1. Pembentukan Tim Kerja PDNA ........................................ 18
2. Persiapan Tim Pengumpul Data ...................................... 26
3. Pengumpulan Data ......................................................... 26
4. Penilaian Kerusakan ....................................................... 27
C. Tahap Analisis Data ............................................................ 28
1. Pengkajian Akibat Bencana ............................................. 28
D. Tahap Pelaporan .................................................................. 32
TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA ....................................................................... 34
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 34
1.1. Latar Belakang ................................................................ 34 Maksud dan Tujuan ......................................................... 35
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) iii
1.2. Ruang Lingkup ................................................................ 35
1.3. Mekanisme Penyusunan .................................................. 36
1.4. Sistematika Penulisan ...................................................... 36
BAB II KONDISI UMUM WILAYAH .............................................. 38
2.1. Gambaran Umum` ............................................................. 38
2.1.1. Kondisi Geografis .................................................... 38
2.1.2. Kependudukan ...................................................... 38
2.1.3. Kondisi Permukiman, Sarana Prasarana Publik ...... 38
2.1.4. Pendidikan ............................................................. 38
2.1.5. Kesehatan .............................................................. 38
2.1.6. Keagamaan ............................................................. 38
2.1.6.1 Fasilitas Keagamaan ................................... 39
2.1.6.2 Pendidikan Dayah ...................................... 39
2.1.7. Sosial Budaya ......................................................... 40
2.1.8. Kondisi Ekonomi .................................................... 40
2.2. Kawasan Rawan Bencana .................................................. 41
BAB III PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN WILAYAH
PASCABENCANA ....................................................................... 42
3.1. Kajian Akibat Bencana ..................................................... 45
3.1.1. Kronologi Kejadian Bencana ................................... 45
3.1.2. Upaya Penanganan Darurat dan Pemulihan Awal ... 46
3.2. Penilaian Akibat Dampak Bencana .................................. 47
3.2.1. Sektor Permukiman ................................................ 47
3.2.1.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ............ 47
3.2.1.2. Gangguan Akses, Gangguan Fungsi ........... 48
3.2.1.3. Kajian Dampak Bencana............................ 48
3.2.2. Sektor Infrastruktur ............................................... 49
3.2.2.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ............ 49
3.2.2.2. Gangguan Akses, Gangguan Fungsi,
dan Meningkatnya Resiko .......................... 49
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)iv
1.2. Ruang Lingkup ................................................................ 35
1.3. Mekanisme Penyusunan .................................................. 36
1.4. Sistematika Penulisan ...................................................... 36
BAB II KONDISI UMUM WILAYAH .............................................. 38
2.1. Gambaran Umum` ............................................................. 38
2.1.1. Kondisi Geografis .................................................... 38
2.1.2. Kependudukan ...................................................... 38
2.1.3. Kondisi Permukiman, Sarana Prasarana Publik ...... 38
2.1.4. Pendidikan ............................................................. 38
2.1.5. Kesehatan .............................................................. 38
2.1.6. Keagamaan ............................................................. 38
2.1.6.1 Fasilitas Keagamaan ................................... 39
2.1.6.2 Pendidikan Dayah ...................................... 39
2.1.7. Sosial Budaya ......................................................... 40
2.1.8. Kondisi Ekonomi .................................................... 40
2.2. Kawasan Rawan Bencana .................................................. 41
BAB III PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN WILAYAH
PASCABENCANA ....................................................................... 42
3.1. Kajian Akibat Bencana ..................................................... 45
3.1.1. Kronologi Kejadian Bencana ................................... 45
3.1.2. Upaya Penanganan Darurat dan Pemulihan Awal ... 46
3.2. Penilaian Akibat Dampak Bencana .................................. 47
3.2.1. Sektor Permukiman ................................................ 47
3.2.1.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ............ 47
3.2.1.2. Gangguan Akses, Gangguan Fungsi ........... 48
3.2.1.3. Kajian Dampak Bencana............................ 48
3.2.2. Sektor Infrastruktur ............................................... 49
3.2.2.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ............ 49
3.2.2.2. Gangguan Akses, Gangguan Fungsi,
dan Meningkatnya Resiko .......................... 49
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)iv
3.2.3. Sektor Ekonomi Produktif ....................................... 50
3.2.3.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ............ 50
3.2.3.2. Gangguan Akses, Gangguan Fungsi
dan Meningkatnya Resiko .......................... 50
3.2.3.3. Kajian Dampak Bencana............................ 52
3.2.4. Sektor Sosial .......................................................... 52
3.2.4.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ............ 52
3.2.4.2. Gangguan Akses, Gangguan Fungsi
dan Meningkatnya Resiko .......................... 53
3.2.4.3. Kajian Dampak Bencana............................ 54
3.2.5. Lintas Sektor .......................................................... 54
3.2.5.1. Penilaian Kerusakan dan Kerugian ............ 54
3.2.5.2. Gangguan Akses, Gangguan Fungsi
dan Meningkatnya Resiko .......................... 55
3.2.5.3. Kajian Dampak Bencana............................ 55
3.3. Kajian Kebutuhan Pasca Becana ...................................... 55
3.3.1. Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman ....... 56
3.3.2. Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur ...... 56
3.3.3. Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi
Produktif ................................................................ 56
3.3.4. Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial ................. 56
3.3.5. Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor ................. 57
BAB IV PRINSIP, KEBIJAKAN DAN STRATEGI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA ..................................... 59
4.1. Kerangka Kerja ................................................................ 59
4.2. Prinsip Dasar dan Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana .................................................................. 61
4.3. Ruang Lingkup Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi ................................................................... 62
4.4. Strategi Rehabilitasi dan Rekonstruksi ............................. 63
4.5. Skema Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ............ 66
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) v
4.6. Tahapan dan Kesinambungan Proses Pemulihan ............. 67
4.7. Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ......... 68
BAB V PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA ....................................................................... 70
1.1. Perencanaan dan Pendanaan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ................................................................... 70
1.2. Kelembagaan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi ... 72
1.3. Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ..................... 73
1.3.1. Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi ................................................... 73
1.4. Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pascabencana ............................................. 74
1.5. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi ............................................................ 75
1.6. Kesinambungan Pemulihan Pascabencana Berbasis
Pengurangan Risiko Bencana ........................................... 77
BAB VI PENUTUP ...................................................................... 78
1.1. Aspek Legal Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi ........ 78
1.2. Jangka Waktu Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi ................................................................... 79
1.3. Aspek Akuntabilitas Pelaksanaan Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi ......................................... 79
1.4. Aspek Pengakhiran Masa Pelaksanaan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi ............................................................ 80
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)vi
4.6. Tahapan dan Kesinambungan Proses Pemulihan ............. 67
4.7. Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ......... 68
BAB V PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA ....................................................................... 70
1.1. Perencanaan dan Pendanaan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ................................................................... 70
1.2. Kelembagaan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi ... 72
1.3. Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ..................... 73
1.3.1. Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi ................................................... 73
1.4. Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Pascabencana ............................................. 74
1.5. Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi ............................................................ 75
1.6. Kesinambungan Pemulihan Pascabencana Berbasis
Pengurangan Risiko Bencana ........................................... 77
BAB VI PENUTUP ...................................................................... 78
1.1. Aspek Legal Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi ........ 78
1.2. Jangka Waktu Rencana Rehabilitasi dan
Rekonstruksi ................................................................... 79
1.3. Aspek Akuntabilitas Pelaksanaan Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi ......................................... 79
1.4. Aspek Pengakhiran Masa Pelaksanaan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi ............................................................ 80
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)vi MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 1
PENDAHULUANBAB I
A. Latar BelakangUndang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
mendefinisikan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kehilangan harta benda, berdampak pada psikologis, serta kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau non alam maupun oleh ulah manusia yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan manusia. Bencana timbul akibat adanya bahaya pada komunitas rentan, dimana masyarakat tidak dapat mengatasi keadaan bahaya tersebut. Manajemen bencana dibutuhkan sebagai upaya untuk menghindarkan serta mengurangi kemungkinan munculnya bahaya pada masyarakat.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana yang tertulis dalam UU No. 24/2007 disebutkan sebagai serangkaian upaya yang dilakukan dalam tahapan pra bencana, saat terjadi bencana, serta pasca bencana.Secara umum upaya - upaya tersebut meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, serta pemulihan (Rehabilitas dan Rekonstruksi).
Pemulihan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengembalikan kondisi masyarakat serta lingkungan yang terdampak bencana menjadi seperti semula dan bahkan lebih baik.Upaya yang dilakukan berupa rekonstruksi atau pembangunan kembali maupun rehabilitasi atau perbaikan dan pemulihan semua aspek yang terdampak bencana.
Sebagai bagian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, Rehabilitasi dan rekonstruksi membutuhkan proses penilaian atas kerusakan dan kerugian serta kebutuhan yang bersifat komprehensif baik aspek fisik maupun kemanusiaan. Keseluruhan kegiatan dilakukan dengan berkonsep pada membangun kembali yang lebih baik (Build Back Better) serta Pengurangan Risiko Bencana (Disaster Risk Reduction) yang diwujudkan pembentukan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
Proses penilaian kerusakan, kerugian, dan kebutuhan dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pasca Bencana (Post Disaster Need Assesment/PDNA) yang didalamnya mengkaji akibat bencana, dampak bencana, dan kebutuhan pemulihan pasca bencana. PDNA merupakan instrumen yang akan dipakai oleh Pemerintah untuk menyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi berdasarkan pada informasi akurat dari pihak terdampak bencana, berupa dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
B. Tujuan1. Memberikan panduan bagi pemerintah dalam melaksanakan pengkajian
akibat, dampak dan kebutuhan pasca bencana.2. Memberikan informasi yang berdasarkan bukti yang akurat dalam
penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)2
3. Memberikan dukungan bagi program pengurangan resiko bencana pada tahap paska bencana.
C. Landasan Hukum1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan Bencana2. Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008
Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2008
Tentang Peran Serta Lembaga Internasional Dan Lembaga Asing Non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana
5. Peraturan BNPB Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
6. Peraturan BNPB Nomor 06 Tahun 2017 Tentang penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
D. Pengertian Dan Batasan Umum1. Bencana Adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik factor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibat kan timbul nya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
Bencana yang di sebabkan oleh alam meliputi- Secara Geologis, Bersumber dari Gunung Meletus, Gempa Bumi, dan
Tsunami- Secara Klimatologis, Bencana Alam yang berupa faktor Angin Kencang
dan Hujan, Contoh: Hujan, Badai, Angin Puting Beliung- Secara hiposenter dan hiposentrum, dimana Pusat Gempa itu terjadi- Tsunami yang disebabkan Gempa Bumi yang berasal dari bawah laut
(Tektonik)Bencana yang disebabkan oleh Non Alam meliputi:- Kecelakaan Transportasi- Kecelakaan Industri- Kejadian Luar Biasa (KLB)- KonflikBencana yang disebabkan oleh manusia meliputi :- Banjir, Banjir Bandang- Kebakaran Hutan
2. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadaipada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.• Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
- Perbaikan lingkungan daerah bencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)2
3. Memberikan dukungan bagi program pengurangan resiko bencana pada tahap paska bencana.
C. Landasan Hukum1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan Bencana2. Peraturan Pemerintah Republic Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008
Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2008
Tentang Peran Serta Lembaga Internasional Dan Lembaga Asing Non Pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana
5. Peraturan BNPB Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
6. Peraturan BNPB Nomor 06 Tahun 2017 Tentang penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
D. Pengertian Dan Batasan Umum1. Bencana Adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik factor alam dan faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibat kan timbul nya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
Bencana yang di sebabkan oleh alam meliputi- Secara Geologis, Bersumber dari Gunung Meletus, Gempa Bumi, dan
Tsunami- Secara Klimatologis, Bencana Alam yang berupa faktor Angin Kencang
dan Hujan, Contoh: Hujan, Badai, Angin Puting Beliung- Secara hiposenter dan hiposentrum, dimana Pusat Gempa itu terjadi- Tsunami yang disebabkan Gempa Bumi yang berasal dari bawah laut
(Tektonik)Bencana yang disebabkan oleh Non Alam meliputi:- Kecelakaan Transportasi- Kecelakaan Industri- Kejadian Luar Biasa (KLB)- KonflikBencana yang disebabkan oleh manusia meliputi :- Banjir, Banjir Bandang- Kebakaran Hutan
2. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadaipada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.• Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan:
- Perbaikan lingkungan daerah bencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 3
- Perbaikan prasarana dan sarana umum.- Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.- Pemulihan sosial psikologis- Pelayanan kesehatan.- Rekonsiliasi dan resolusi konflik- Pemulihan sosial ekonomibudaya.- Pemulihan keamanan dan ketertiban.- Pemulihanfungsi pemerintahan.- Pemulihan fungsi pelayanan publik.
• Kegiatan rehabilitasi harus memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi
• Perbaikan lingkungan daerah bencana merupakan kegiatan fisik perbaikan lingkungan untuk memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta ekosistem suatu kawasan.
• Kegiatan perbaikan fisik lingkungan sebagaimana dimaksud mencakup lingkungan kawasan permukiman, kawasan industri, kawasan usaha, dan kawasan bangunan gedung.
• Perbaikan prasarana dan sarana umum merupakan kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum untuk memenuhi kebutuhan transportasi, kelancaran kegiatan ekonomi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat
• Kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum mencakup :- Perbaikan infrastuktur - Fasilitas sosial dan fasilitas umum
• Kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum memenuhi ketentuan mengenai:- Persyaratan keselamatan;- Persyaratansistem sanitasi;- Persyaratan penggunaan bahan bangunan;- Persyaratan standar teknis konstruksi jalan, jembatan, bangunan
gedung dan bangunan air.• Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat merupakanbantuan
Pemerintah sebagai stimulant untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya yang mengalami kerusakan akibat bencana untuk dapat dihuni kembali.
• Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud dapat berupa bahan material, komponen rumah atau uang yang besarnya ditetapkan berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi tingkat kerusakan rumah yang dialami.
1. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, Kelmbagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembang nya kegiatan Perekonomian,Sosial dan Budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat.
2. Pengkajian kebutuhan Pasca Bencana / Post Disaster Need Assessment (PDNA) adalah Suatu rangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak dan perkiraan kebutuhan, yang menjadi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)4
dasar bagi penyusunan Rehabilitasi dan Rekonstruksi3. Pengurangan risiko bencana adalah kerangka konseptual dan
rangkaian kegiatan untuk mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa Kematian, Luka, Sakit, Jiwa terancam, Hilang nya rasa aman, Mengungsi, Kerusakan atau Kehilangan harta dan Gangguan Kegiatan Masyarakat.
4. Mitigasi adalah upaya mengurangi risiko bencana yang pengaturannya seperti telah diamanatkan dalam ketentuan peraturanperundang-undangan.
5. Membangun menjadi lebih baik adalah sebuah prinsip dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi manakala pada saat pembangunan kembali baik aspek kerusakan dan kerugian akibat bencana, wajib dilakukan agar menjadi lebih baik serta berpedoman pada usaha/upaya mengurangi risiko atau dampak bencana dimasa yang akan datang.
6. Perencanaan adalah proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
7. Perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah penentuan tindakan masa depan yang sejalan dengan perencanaan pembangunan dengan mendasarkan pada pengkajian kebutuhan paska bencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)4
dasar bagi penyusunan Rehabilitasi dan Rekonstruksi3. Pengurangan risiko bencana adalah kerangka konseptual dan
rangkaian kegiatan untuk mengurangi potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa Kematian, Luka, Sakit, Jiwa terancam, Hilang nya rasa aman, Mengungsi, Kerusakan atau Kehilangan harta dan Gangguan Kegiatan Masyarakat.
4. Mitigasi adalah upaya mengurangi risiko bencana yang pengaturannya seperti telah diamanatkan dalam ketentuan peraturanperundang-undangan.
5. Membangun menjadi lebih baik adalah sebuah prinsip dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi manakala pada saat pembangunan kembali baik aspek kerusakan dan kerugian akibat bencana, wajib dilakukan agar menjadi lebih baik serta berpedoman pada usaha/upaya mengurangi risiko atau dampak bencana dimasa yang akan datang.
6. Perencanaan adalah proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
7. Perencanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi adalah penentuan tindakan masa depan yang sejalan dengan perencanaan pembangunan dengan mendasarkan pada pengkajian kebutuhan paska bencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 5
KONSEP DASAR, PRINSIP DAN RUANG LINGKUPBAB I
A. Konsep Dasar
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana/Post Disaster Need Assesment (PDNA) adalah serangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan yang dibutuhkan dalam penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.
Prosesnya meliputi identifikasi dan perhitungan kerusakan dan kerugian fisik serta non fisik pada aspek pembangunan manusia, Perumahan atau pemukiman, infrastruktur, ekonomi, Sosial dan lintas sektor.
Komponen pada PDNA meliputi 1. pengkajian akibat bencana, 2. Pengkajian dampak bencana, dan 3. pengkajian kebutuhan pascabencana. Ketiga komponen ini memiliki keterhubungan dalam proses penyusunan rencana
rehabilitasi dan rekonstruksi maupun dalam upaya pemulihan pascabencana.Komponen-komponen dalam PDNA diatas memiliki kesaling-terhubungan
dalam rangkamemandu proses penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi maupun untuk melakukan upaya pemulihan pascabencana. Hubungan antar komponen-komponen dalam PDNA tampak pada diagram dibawah ini:
7
BAB II KONSEP DASAR, PRINSIP DAN RUANG LINGKUP
A. Konsep Dasar
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana/Post Disaster Need Assesment (PDNA) adalah serangkaian kegiatan pengkajian dan penilaian akibat, analisis dampak, dan perkiraan kebutuhan yang dibutuhkan dalam penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi.
Prosesnya meliputi identifikasi dan perhitungan kerusakan dan kerugian fisik serta non fisik pada aspek pembangunan manusia, Perumahan atau pemukiman, infrastruktur, ekonomi, Sosial dan lintas sektor.
Komponen pada PDNA meliputi 1. pengkajian akibat bencana, 2. Pengkajian dampak bencana, dan 3. pengkajiankebutuhan pascabencana. Ketiga komponen ini memiliki keterhubungan dalam proses
penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi maupun dalam upaya pemulihan pascabencana.
Komponen-komponen dalam PDNA diatas memiliki kesaling-terhubungan dalam rangkamemandu proses penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi maupun untukmelakukan upaya pemulihan pascabencana. Hubungan antar komponen-komponen dalamPDNA tampak pada diagram dibawah ini:
BENCANA PENGKAJIAN AKIBAT
RENCANA
1. Kerusakan 2. Kerugian 3. Kehilangan/Ganggu
an Akses 4. Gangguan Fungsi 5. Naiknya Resiko
NPENGKAJIAN DAMPAK RENCANA
1. Ekonomi & Fisikal 2. Sosial, Budaya
&politik 3. PembangunanManu
sia 4. Lingkungan
PENGKAJIANKEBUTUHAN PEMULIHAN
1. Pembangunan 2. Penggantian 3. Peyediaan Bantuan
Akses 4. Pemulihan Fungsi 5. PenguranganResiko
PENYUSUNAN RENCANA AKSI REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
PENYUSUNAN RENCANA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)6
1. Pengkajian Akibat BencanaPada komponen ini dilakukan pengkajian atas akibat langsung dan tidak
langsung kejadian bencana pada seluruh aspek penghidupan manusia. Pengkajian yang dilakukan meliputi kerusakan, kerugian, gangguan akses, gangguan fungsi, serta peningkatan risiko.
8
1. Pengkajian Akibat Bencana
Pada komponen ini dilakukan pengkajian atas akibat langsung dan
tidak langsung kejadian bencana pada seluruh aspek penghidupan
manusia. Pengkajian yang dilakukan meliputi kerusakan, kerugian,
gangguanakses, gangguan fungsi, serta peningkatan risiko.
Tabel 1.1. Komponen Akibat Bencana
Komponen Keterangan
Kerusakan
Perubahan bentuk pada aset fisik dan infrastruktur milik pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha sehingga terganggu fungsinya secara parsial atau total sebagai akibat langsung dari suatu bencana. Misalnya, kerusakan rumah, sekolah, pusat kesehatan, pabrik, tempat usaha, tempat ibadah dan lain-lain dalam kategori tingkat kerusakan ringan, sedang dan berat.
Kerugian
Meningkatnya biaya kesempatan atau hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan ekonomi karena kerusakan aset milik pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha sebagai akibat tidak langsung dari suatu bencana. Misalnya, potensi pendapatan yang berkurang, engeluaran yang bertambah selama periode waktu hingga asset dipulihkan.
Gangguan
Akses
Hilang atau terganggunya akses individu, keluarga dan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasarnya akibat suatu bencana. Misalnya, rumah yang rusak atau hancur karena bencana mengakibatkan orang kehilangan akses terhadap naungan sebagai kebutuhan dasar. Rusaknya rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan mengakibatkan orang kehilangan akses terhadappelayanan kesehatan sebagai kebutuhan dasar. Kerusakan sarana produksi pertanian membuat hilangnya akses keluarga petani terhadap hak atas pekerjaan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)6
1. Pengkajian Akibat BencanaPada komponen ini dilakukan pengkajian atas akibat langsung dan tidak
langsung kejadian bencana pada seluruh aspek penghidupan manusia. Pengkajian yang dilakukan meliputi kerusakan, kerugian, gangguan akses, gangguan fungsi, serta peningkatan risiko.
8
1. Pengkajian Akibat Bencana
Pada komponen ini dilakukan pengkajian atas akibat langsung dan
tidak langsung kejadian bencana pada seluruh aspek penghidupan
manusia. Pengkajian yang dilakukan meliputi kerusakan, kerugian,
gangguanakses, gangguan fungsi, serta peningkatan risiko.
Tabel 1.1. Komponen Akibat Bencana
Komponen Keterangan
Kerusakan
Perubahan bentuk pada aset fisik dan infrastruktur milik pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha sehingga terganggu fungsinya secara parsial atau total sebagai akibat langsung dari suatu bencana. Misalnya, kerusakan rumah, sekolah, pusat kesehatan, pabrik, tempat usaha, tempat ibadah dan lain-lain dalam kategori tingkat kerusakan ringan, sedang dan berat.
Kerugian
Meningkatnya biaya kesempatan atau hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan ekonomi karena kerusakan aset milik pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha sebagai akibat tidak langsung dari suatu bencana. Misalnya, potensi pendapatan yang berkurang, engeluaran yang bertambah selama periode waktu hingga asset dipulihkan.
Gangguan
Akses
Hilang atau terganggunya akses individu, keluarga dan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasarnya akibat suatu bencana. Misalnya, rumah yang rusak atau hancur karena bencana mengakibatkan orang kehilangan akses terhadap naungan sebagai kebutuhan dasar. Rusaknya rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan mengakibatkan orang kehilangan akses terhadappelayanan kesehatan sebagai kebutuhan dasar. Kerusakan sarana produksi pertanian membuat hilangnya akses keluarga petani terhadap hak atas pekerjaan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 7
2. Pengkajian Dampak Bencana Pengkajian dampak bencana merupakan pengkajian yang bersifat jangka menengah dan jangka panjang. Komponen ini bertugas sebagai pemandu agar PDNA memiliki orientasi strategis dalam jangka menengah hingga jangka panjang.Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian ekonomi - fiskal, Sosial, Budaya dan Politik, Pembangunan manusia dan lingkungan.
9
Gangguan
Fungsi
Hilang atau terganggunya fungsi kemasyarakatan dan pemerintahan akibat suatu bencana. Misalnya, rusaknya suatu gedung pemerintahan mengakibatkan terhentinya fungsi-fungsi administrasi umum, penyediaan keamanan, ketertiban hukum dan pelayanan-pelayanan dasar. Demikian juga bila proses-proses kemasyarakatan dasar terganggu, seperti proses musyawarah, pengambilan keputusan masyarakat, proses perlindungan masyarakat, proses-proses social dan budaya.
2. Pengkajian Dampak Bencana
Pengkajian dampak bencana merupakan pengkajian yang bersifat jangka
menengah dan jangka panjang. Komponen ini bertugas sebagai pemandu
agar PDNA memiliki orientasi strategis dalam jangka menengah hingga
jangka panjang.Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian ekonomi -
fiskal, Sosial, Budaya dan Politik, Pembangunan manusia dan
lingkungan. Tabel 1.2. Komponen Dampak Bencana
Komponen Keterangan
Ekonomi
dan Fiskal
Dampak ekonomi adalah penurunan kapasitas ekonomi masyarakat di tingkat Kabupaten /Kota setelah terjadi bencana yang berimplikasi terhadap produksi domestik regional bruto. Kapasitas ekonomi Masyarakat tersebut mengikuti tingkat imflasi,tingkat konsumsi Masyarakat, Tingkat Kesenjangan pendapatan, Tingkat Pengangguran, angka Kemiskinan dan lain-Lain. Penurunan terhadap Investasi, Impor serta Exspor juga dapat di identifikasi sebagai dampak bencana terhadap perekonomian. Dampak fiskal adalah penurunan terhadap kapsitas keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai dampak bencana dalam jangka pendek hingga menengah. Kapasitas keuangan pemerintah meliputi kapasitas pendapatan yang bersumber dari 9
Gangguan
Fungsi
Hilang atau terganggunya fungsi kemasyarakatan dan pemerintahan akibat suatu bencana. Misalnya, rusaknya suatu gedung pemerintahan mengakibatkan terhentinya fungsi-fungsi administrasi umum, penyediaan keamanan, ketertiban hukum dan pelayanan-pelayanan dasar. Demikian juga bila proses-proses kemasyarakatan dasar terganggu, seperti proses musyawarah, pengambilan keputusan masyarakat, proses perlindungan masyarakat, proses-proses social dan budaya.
2. Pengkajian Dampak Bencana
Pengkajian dampak bencana merupakan pengkajian yang bersifat jangka
menengah dan jangka panjang. Komponen ini bertugas sebagai pemandu
agar PDNA memiliki orientasi strategis dalam jangka menengah hingga
jangka panjang.Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian ekonomi -
fiskal, Sosial, Budaya dan Politik, Pembangunan manusia dan
lingkungan. Tabel 1.2. Komponen Dampak Bencana
Komponen Keterangan
Ekonomi
dan Fiskal
Dampak ekonomi adalah penurunan kapasitas ekonomi masyarakat di tingkat Kabupaten /Kota setelah terjadi bencana yang berimplikasi terhadap produksi domestik regional bruto. Kapasitas ekonomi Masyarakat tersebut mengikuti tingkat imflasi,tingkat konsumsi Masyarakat, Tingkat Kesenjangan pendapatan, Tingkat Pengangguran, angka Kemiskinan dan lain-Lain. Penurunan terhadap Investasi, Impor serta Exspor juga dapat di identifikasi sebagai dampak bencana terhadap perekonomian. Dampak fiskal adalah penurunan terhadap kapsitas keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai dampak bencana dalam jangka pendek hingga menengah. Kapasitas keuangan pemerintah meliputi kapasitas pendapatan yang bersumber dari
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)810
pajak, retribusi dan pendapatan bagi hasil atas kekayaan Negara yang dipisahkan. Penurunan kapasitas ini berimplikasi pada menurunnya kemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasinya.
Sosial
Budaya dan
Politik
Dampak budaya adalah perubahan sistem nilai, etika dan norma dalam masyarakat setelah bencana. Contoh dampak terhadap budaya adalah menurunnya kegiatan – kegiatan kebudayaan, berubahnya standar nilai dalam masyarakat dan lain- lain. Dampak budaya berimplikasi pada perubahan struktur sosial dalam jangka menegah dan panjang. Perubahan ini mencakup perubahan cara dan perilaku kehidupan sosial di masyarakat setelah bencana. Meningkatnya masalah – masalah social setelah bencana dapat menjadi tolak ukur adanya dampak social akibat bencana. Misalnya meningkatnya komflik sosial, menigkatnya kekerasan berbasis Gender, meningkatnya jumlah pekerja anak dan meningkatnya perceraian. Dampak politik adalah perubahan struktur kuasa dan perilaku politik dalam jangka menengah dan panjang stelah terjadi bencana. Contoh dampak politik adalah bencana berimplikasi pada peningkatan konflik berbasis politik karena perebutan sumber daya setelah bencana atau menurunnya kepercayaan publik terhadap pemimpin yang dipilih secara demokratis karena salah kelola dalam penanganan bencana.
Pembangun
an Manusia
Dampak pembangunan manusia adalah dampak bencana terhadap kualitas kehidupan manusia dalam jangka menengah dan jangka panjang yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Ketimpangan Gender dan Indeks Kemiskinan Multidimensional.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)810
pajak, retribusi dan pendapatan bagi hasil atas kekayaan Negara yang dipisahkan. Penurunan kapasitas ini berimplikasi pada menurunnya kemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasinya.
Sosial
Budaya dan
Politik
Dampak budaya adalah perubahan sistem nilai, etika dan norma dalam masyarakat setelah bencana. Contoh dampak terhadap budaya adalah menurunnya kegiatan – kegiatan kebudayaan, berubahnya standar nilai dalam masyarakat dan lain- lain. Dampak budaya berimplikasi pada perubahan struktur sosial dalam jangka menegah dan panjang. Perubahan ini mencakup perubahan cara dan perilaku kehidupan sosial di masyarakat setelah bencana. Meningkatnya masalah – masalah social setelah bencana dapat menjadi tolak ukur adanya dampak social akibat bencana. Misalnya meningkatnya komflik sosial, menigkatnya kekerasan berbasis Gender, meningkatnya jumlah pekerja anak dan meningkatnya perceraian. Dampak politik adalah perubahan struktur kuasa dan perilaku politik dalam jangka menengah dan panjang stelah terjadi bencana. Contoh dampak politik adalah bencana berimplikasi pada peningkatan konflik berbasis politik karena perebutan sumber daya setelah bencana atau menurunnya kepercayaan publik terhadap pemimpin yang dipilih secara demokratis karena salah kelola dalam penanganan bencana.
Pembangun
an Manusia
Dampak pembangunan manusia adalah dampak bencana terhadap kualitas kehidupan manusia dalam jangka menengah dan jangka panjang yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Ketimpangan Gender dan Indeks Kemiskinan Multidimensional.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 9
3. Pengkajian Kebutuhan PascabencanaPerkiraan kebutuhan pemulihan pada pengkajian ini berorientasi pada
pemetaan kebutuhan dalam pemulihan awal dan rehabilitasi dan rekonstruksi.a. Kebutuhan pemulihan awal adalah rangkaian kegiatan mendesak yang
harus dilakukan saat berakhirnya masa tanggap darurat dalam bentuk pemulihkan fungsi-fungsi dasar kehidupan bermasyarakat menuju tahap rehabilitasi danrekonstruksi. Kebutuhan pemulihan awal ini dapat berupa kebutuhan fisik maupun non fisik. Pemenuhan kebutuhan pemulihan awal harus berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan ini misalnya penyediaan kebutuhan pangan, penyediaan sekolah sementara, pemulihan layanan pengobatan di PUSKESMAS dengan melibatkan dokter dan paramedik di PUSKESMAS tersebut sehingga pemulihannya bisa lebih cepat termasuk penyediaan layanan psiko-sosial.
b. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secarawajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
c. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat.
11
Kualitas pembangunan manusia diatas dapat diprediksi dari indikator-indikator jumlah anak yang bisa bersekolah, jumlah perempuan dan laki-laki yang bisa bekerja, jumlah keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih serta tingkat akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, kependudukan dan lain-lain.
Lingkungan
Dampak terhadap lingkungan adalah penurunan kualitas lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia dan membutuhkan pemulihan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Penurunan ini misalnya penurunan ketersediaan sumber air bersih, kerusakan hutan dan kerusakan daerah aliran sungai serta kepunahan spesies- spesies langka setelah bencana.
3. Pengkajian Kebutuhan Pascabencana
Perkiraan kebutuhan pemulihan pada pengkajian ini berorientasi
pada pemetaan kebutuhan dalam pemulihan awal dan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
a. Kebutuhan pemulihan awal adalah rangkaian kegiatan mendesak
yang harus dilakukan saat berakhirnya masa tanggap darurat dalam
bentuk pemulihkan fungsi-fungsi dasar kehidupan bermasyarakat
menuju tahap rehabilitasi danrekonstruksi. Kebutuhan pemulihan
awal ini dapat berupa kebutuhan fisik maupun non fisik. Pemenuhan
kebutuhan pemulihan awal harus berorientasi pada pembangunan
yang berkelanjutan. Pemenuhan kebutuhan ini misalnya penyediaan
kebutuhan pangan, penyediaan sekolah sementara, pemulihan
layanan pengobatan di PUSKESMAS dengan melibatkan dokter dan
paramedik di PUSKESMAS tersebut sehingga pemulihannya bisa
lebih cepat termasuk penyediaan layanan psiko-sosial.
b. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secarawajar semua aspek pemerintahan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)10
Tabel 1.3. Komponen Perkiraan Kebutuhan
12
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
c. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan
kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat.
Tabel 1.3. Komponen Perkiraan Kebutuhan
Komponen Keterangan
Pembangunan Kebutuhan pembangunan bertujuan untuk memulihkan aset milik pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha setelah terjadi bencana. Pembangunan kembali ini harus mengutamakan prinsip pembangunan kembali yang lebih tahan bencana sehingga pengurangan risiko bencana wajib menjadi pertimbangan dalam memperkirakan kebutuhan pascabencana.
Penggantian Kebutuhan penggantian bertujuan untuk mengganti kerugian ekonomi yang dialami oleh pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha sebagai akibat dari bencana. Penggantian juga harus berorientasi pada pemulihan kapasitas ekonomi dalam jangka panjang sehingga harus efektif, efisien dan berkelanjutan.
Penyediaan
Bantuan
Akses
Kebutuhan penyediaan bantuan yang bertujuan untuk membantu memulihkan akses individu, keluarga dan masyarakat terhadap hak - hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, jaminan sosial, perumahan, budaya, pekerjaan, kependudukan dan lain-lain. Penyediaan ini harus dilakukan dalam rangka pemulihan sistem pelayanan dasar yangada.
Pemulihan Kebutuhan pemulihan fungsi merupakan kebutuhan yang bertujuan untuk menjalankan
13
B. Prinsip-Prinsip Dasar
PDNA merupakan bagian dari tahap penyelenggaraan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana dan khususnya pada saat penyusunan
rencana aksi rehabiltasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana maka prinsip-prinsip
rehabilitasi dan rekonstruksi yang baik juga menjadi panduan dalam
proses PDNA ini. 1. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
a. Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Pusat;
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu
dengan konsep
c. pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
Fungsi kembali fungsi atau proses pemerintahan dan kemasyarakatan. Fungsi pemerintahan misalnya memulihkan fungsi pemerintahan desa yang terganggu akibat bencana atau memulihkan fungsi PUSKESMAS dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Pemulihan proses kemasyarakatan misalnya pemulihan organisasi RT dan RW, kelompok posyandu, kelompok tani dan organisasi berbasis masyarakat lainnya.
Pengurangan
Resiko
Kebutuhan pengurangan risiko meliputi kebutuhan mencegah dan melemahkan ancaman, kebutuhan mengurangi kerentanan terhadap bencana dan kebutuhan meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi kemungkinan bencana di masa datang. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan pemulihan awal dan kebutuhan pemulihan jangka panjang untuk merespon peningkatan risiko akibatbencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)10
Tabel 1.3. Komponen Perkiraan Kebutuhan
12
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
c. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan
kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peran serta masyarakat.
Tabel 1.3. Komponen Perkiraan Kebutuhan
Komponen Keterangan
Pembangunan Kebutuhan pembangunan bertujuan untuk memulihkan aset milik pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha setelah terjadi bencana. Pembangunan kembali ini harus mengutamakan prinsip pembangunan kembali yang lebih tahan bencana sehingga pengurangan risiko bencana wajib menjadi pertimbangan dalam memperkirakan kebutuhan pascabencana.
Penggantian Kebutuhan penggantian bertujuan untuk mengganti kerugian ekonomi yang dialami oleh pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha sebagai akibat dari bencana. Penggantian juga harus berorientasi pada pemulihan kapasitas ekonomi dalam jangka panjang sehingga harus efektif, efisien dan berkelanjutan.
Penyediaan
Bantuan
Akses
Kebutuhan penyediaan bantuan yang bertujuan untuk membantu memulihkan akses individu, keluarga dan masyarakat terhadap hak - hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, jaminan sosial, perumahan, budaya, pekerjaan, kependudukan dan lain-lain. Penyediaan ini harus dilakukan dalam rangka pemulihan sistem pelayanan dasar yangada.
Pemulihan Kebutuhan pemulihan fungsi merupakan kebutuhan yang bertujuan untuk menjalankan
13
B. Prinsip-Prinsip Dasar
PDNA merupakan bagian dari tahap penyelenggaraan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana dan khususnya pada saat penyusunan
rencana aksi rehabiltasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana maka prinsip-prinsip
rehabilitasi dan rekonstruksi yang baik juga menjadi panduan dalam
proses PDNA ini. 1. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
a. Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Pusat;
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu
dengan konsep
c. pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
Fungsi kembali fungsi atau proses pemerintahan dan kemasyarakatan. Fungsi pemerintahan misalnya memulihkan fungsi pemerintahan desa yang terganggu akibat bencana atau memulihkan fungsi PUSKESMAS dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Pemulihan proses kemasyarakatan misalnya pemulihan organisasi RT dan RW, kelompok posyandu, kelompok tani dan organisasi berbasis masyarakat lainnya.
Pengurangan
Resiko
Kebutuhan pengurangan risiko meliputi kebutuhan mencegah dan melemahkan ancaman, kebutuhan mengurangi kerentanan terhadap bencana dan kebutuhan meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi kemungkinan bencana di masa datang. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan pemulihan awal dan kebutuhan pemulihan jangka panjang untuk merespon peningkatan risiko akibatbencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 11
B. Prinsip-Prinsip Dasar PDNA merupakan bagian dari tahap penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dan khususnya pada saat penyusunan rencana rehabiltasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyusunan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana maka prinsip-prinsip rehabilitasi dan rekonstruksi yang baik juga menjadi panduan dalam proses PDNA ini.1. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
a. Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat;b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu
dengan konsepc. pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
minimal 10% daridana rehabilitasi dan rekonstruksi;d. Mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia,
perempuan, anak dan penyandang cacat;e. Mengoptimalkan sumberdaya daerah;f. Mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan
program dan kegiatan serta perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik;
g. Mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.2. Prinsip-prinsip dasar dalam Penilaian Kebutuhan Pascabencana
a. Pendekatan partisipatif dengan melibatkan para pihak berkepentingan dalam prosesnya.
b. Pendekatan berbasis bukti, mengutamakan pengamatan terhadap akibat dan dampak bencana serta kebutuhan pemulihan yang berbasis bukti.
c. Pendekatan pengurangan risiko bencana, menggunakan cara pandang pengurangan risiko bencana dalam analisisnya sehingga PDNA dapat mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi yang dapat membangun
13
B. Prinsip-Prinsip Dasar
PDNA merupakan bagian dari tahap penyelenggaraan rehabilitasi dan
rekonstruksi pascabencana dan khususnya pada saat penyusunan
rencana aksi rehabiltasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor
17 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana maka prinsip-prinsip
rehabilitasi dan rekonstruksi yang baik juga menjadi panduan dalam
proses PDNA ini. 1. Prinsip-Prinsip Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
a. Merupakan tanggungjawab Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Pusat;
b. Membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu
dengan konsep
c. pengurangan risiko bencana dalam bentuk pengalokasian dana
Fungsi kembali fungsi atau proses pemerintahan dan kemasyarakatan. Fungsi pemerintahan misalnya memulihkan fungsi pemerintahan desa yang terganggu akibat bencana atau memulihkan fungsi PUSKESMAS dalam melayani kebutuhan kesehatan masyarakat. Pemulihan proses kemasyarakatan misalnya pemulihan organisasi RT dan RW, kelompok posyandu, kelompok tani dan organisasi berbasis masyarakat lainnya.
Pengurangan
Resiko
Kebutuhan pengurangan risiko meliputi kebutuhan mencegah dan melemahkan ancaman, kebutuhan mengurangi kerentanan terhadap bencana dan kebutuhan meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi kemungkinan bencana di masa datang. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan pemulihan awal dan kebutuhan pemulihan jangka panjang untuk merespon peningkatan risiko akibatbencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)12
dengan lebih baik.d. Pendekatan hak-hak dasar, menggunakan cara pandang berbasis hak-
hak dasar sehingga pengkajian terhadap akibat dan dampak bencana berorientasi pada pemulihan hak-hak dasar tersebut.
e. Menjunjung tinggi akuntabilitas dalam proses maupun pelaporan hasil kajian sebagai bentuk tanggungjawab terhadap masyarakat terdampak bencana.
f. Mendorong proses pendataan, analisa dan hasilnya berbasis digital dalam format sistem Informasi demi akurasi dan media pembelajaran
C. Ruang LingkupMengacu pada Peraturan BNPB No. 06/2017 tentang Penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi, ruang lingkup PDNA mengarahkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam enam aspek, yaitu kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
15
rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam enam aspek, yaitu kemanusiaan,
perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas
sektor.
Tabel 2.4. Substansi PDNA
Aspek Keterangan Kemanusiaan Aspek kemanusiaan antara lain terdiri dari sosial
psikologis, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, keamanan dan ketertiban, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
Perumahan dan Pemukiman
Aspek perumahan dan permukiman, yang terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
Infrastruktur Pembangunan
Aspek infrastruktur pembangunan, yang antara lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik, pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, Peningkatan fungsi pelayanan publik dan Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Ekonomi Aspek ekonomi, yang antara lain terdiri dari pemulihan social ekonomi dan budaya, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri, pariwisata dan perbankan
Sosial Aspek sosial yang antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
Lintas Sektor Aspek lintas sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan yang meliputi tata pemerintahan dan lingkungan hidup
Tabel 2.5.
Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Pengkajian Akibat Bencana
Substansi Pengkajian Akibat
Kerusakan Kerugian Gangguan Akses
Gangguan Fungsi
Peningkatan Resiko
Perumahan dan
Kerusakan rumah dan
Biaya Tambahan
Hilang nya rasa aman
Meningkat nya ancaman
Resiko terkena
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)12
dengan lebih baik.d. Pendekatan hak-hak dasar, menggunakan cara pandang berbasis hak-
hak dasar sehingga pengkajian terhadap akibat dan dampak bencana berorientasi pada pemulihan hak-hak dasar tersebut.
e. Menjunjung tinggi akuntabilitas dalam proses maupun pelaporan hasil kajian sebagai bentuk tanggungjawab terhadap masyarakat terdampak bencana.
f. Mendorong proses pendataan, analisa dan hasilnya berbasis digital dalam format sistem Informasi demi akurasi dan media pembelajaran
C. Ruang LingkupMengacu pada Peraturan BNPB No. 06/2017 tentang Penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi, ruang lingkup PDNA mengarahkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam enam aspek, yaitu kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
15
rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam enam aspek, yaitu kemanusiaan,
perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas
sektor.
Tabel 2.4. Substansi PDNA
Aspek Keterangan Kemanusiaan Aspek kemanusiaan antara lain terdiri dari sosial
psikologis, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, keamanan dan ketertiban, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
Perumahan dan Pemukiman
Aspek perumahan dan permukiman, yang terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
Infrastruktur Pembangunan
Aspek infrastruktur pembangunan, yang antara lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik, pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, Peningkatan fungsi pelayanan publik dan Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Ekonomi Aspek ekonomi, yang antara lain terdiri dari pemulihan social ekonomi dan budaya, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri, pariwisata dan perbankan
Sosial Aspek sosial yang antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
Lintas Sektor Aspek lintas sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan yang meliputi tata pemerintahan dan lingkungan hidup
Tabel 2.5.
Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Pengkajian Akibat Bencana
Substansi Pengkajian Akibat
Kerusakan Kerugian Gangguan Akses
Gangguan Fungsi
Peningkatan Resiko
Perumahan dan
Kerusakan rumah dan
Biaya Tambahan
Hilang nya rasa aman
Meningkat nya ancaman
Resiko terkena
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 13
15
rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam enam aspek, yaitu kemanusiaan,
perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas
sektor.
Tabel 2.4. Substansi PDNA
Aspek Keterangan Kemanusiaan Aspek kemanusiaan antara lain terdiri dari sosial
psikologis, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, keamanan dan ketertiban, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat
Perumahan dan Pemukiman
Aspek perumahan dan permukiman, yang terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
Infrastruktur Pembangunan
Aspek infrastruktur pembangunan, yang antara lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik, pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, Peningkatan fungsi pelayanan publik dan Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Ekonomi Aspek ekonomi, yang antara lain terdiri dari pemulihan social ekonomi dan budaya, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri, pariwisata dan perbankan
Sosial Aspek sosial yang antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
Lintas Sektor Aspek lintas sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan yang meliputi tata pemerintahan dan lingkungan hidup
Tabel 2.5.
Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam Pengkajian Akibat Bencana
Substansi Pengkajian Akibat
Kerusakan Kerugian Gangguan Akses
Gangguan Fungsi
Peningkatan Resiko
Perumahan dan
Kerusakan rumah dan
Biaya Tambahan
Hilang nya rasa aman
Meningkat nya ancaman
Resiko terkena
16
permukiman permukiman untuk hunian sementara
dan perlindungan
kekerasan bagi perempuan dan anak
wabah penyakit meningkat
Infrastruktur pembangunan
Rusak nya infrastruktur publik jalan dan jembatan
Biaya transportasi tambahan
Meningkatnya jarak untuk mendapatkan layanan dasar pendidikan dan kesehatan
Ganggguan fungsi pelayanan pemerintahan dan proses interaksi dan komunikasi antar komunitas
Resiko karena infrastruktur tidak aman
Ekonomi Rusak nya area ekonomi keluarga
Kerugian karena hilang nya kesempatan berusaha
Hilang nya pekerjaan
Tidak berfungsi nya koperasi simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro
Jumlah aset –aset ekonomi yang berisiko meningkat dan meningkat nya biaya produksi
Social dan kemanusian
Rusak nya fasilitas social (pendidikan, kesehatan dan peribadatan)
Biaya penyediaan fasilitas social (pendidikan, kesehatan dan peribadatan sementara)
Tidak ada nya biaya untuk kembali bersekolah atau untuk berobat
Organisasi penyedia layanan social tidak berfungsi
Resiko akibat tempat pelayanan yang tidak aman
Lintas sektor Rusak nya hutan, daerah aliran sungai dan mata air
Biaya tambahan penyediaan air
Air bersih tidak tersedia
Kelompok masyarakat berbasis hutan tidak berfungsi
Resiko berencana banjir atau kekeringan
Tabel 2.6. Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
KOMPONEN KETERANGAN Ekonomi dan Fiskal
Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak pada penurunan besaran – besaran ekonomi seperti produksi regional atau nasional serta pendapatan domestik regional bruto. Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak pada tingkat pengangguran, tingkat inflasi, tingkat konsumsi masyarakat, angka kemiskinan, tingkat kesenjangan pendapatan dan lain – lain. Penurunan terhadap investasi,
16
permukiman permukiman untuk hunian sementara
dan perlindungan
kekerasan bagi perempuan dan anak
wabah penyakit meningkat
Infrastruktur pembangunan
Rusak nya infrastruktur publik jalan dan jembatan
Biaya transportasi tambahan
Meningkatnya jarak untuk mendapatkan layanan dasar pendidikan dan kesehatan
Ganggguan fungsi pelayanan pemerintahan dan proses interaksi dan komunikasi antar komunitas
Resiko karena infrastruktur tidak aman
Ekonomi Rusak nya area ekonomi keluarga
Kerugian karena hilang nya kesempatan berusaha
Hilang nya pekerjaan
Tidak berfungsi nya koperasi simpan pinjam atau lembaga keuangan mikro
Jumlah aset –aset ekonomi yang berisiko meningkat dan meningkat nya biaya produksi
Social dan kemanusian
Rusak nya fasilitas social (pendidikan, kesehatan dan peribadatan)
Biaya penyediaan fasilitas social (pendidikan, kesehatan dan peribadatan sementara)
Tidak ada nya biaya untuk kembali bersekolah atau untuk berobat
Organisasi penyedia layanan social tidak berfungsi
Resiko akibat tempat pelayanan yang tidak aman
Lintas sektor Rusak nya hutan, daerah aliran sungai dan mata air
Biaya tambahan penyediaan air
Air bersih tidak tersedia
Kelompok masyarakat berbasis hutan tidak berfungsi
Resiko berencana banjir atau kekeringan
Tabel 2.6. Pemaduan Substansi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
KOMPONEN KETERANGAN Ekonomi dan Fiskal
Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak pada penurunan besaran – besaran ekonomi seperti produksi regional atau nasional serta pendapatan domestik regional bruto. Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak pada tingkat pengangguran, tingkat inflasi, tingkat konsumsi masyarakat, angka kemiskinan, tingkat kesenjangan pendapatan dan lain – lain. Penurunan terhadap investasi,
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)14
Pengkajian kebutuhan pemulihan pun harus dipadukan dalam keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana juga harus mencakup kebutuhan pemulihan awal, kebutuhan rehabilitasi dan kebutuhan rekonstruksi. Dengan demikian lingkup PDNA dalam pengkajian kebutuhan pemulihan adalah sebagaiberikut:
17
impor serta ekspor juga dapat diidentifikasi sebagai dampak bencana terhadap perekonomian. Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak bagi penurunan terhadap kapasitas fiskal pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kapasitas fiskal pemerintah meliputi pemerintah kapasitas pendapatan yang bersumber dari pajak, retribusi dan pendapatan bagi hasil atas kekayaan Negara yang dipisahkan. Penurunan kapasitas ini berimplikasi pada menurun nya kemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi nya
Social, budaya, dan poltik
Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak bagi perubahan struktur social dan budaya dalam jangka menengah dan panjang setelah terjadi bencana. Perubahan ini mencakup. Perubahan cara dan prilaku kehidupan social di masyarakat setelah bencana. Meningkat nya masalah – masalah social setelah bencana dapat menjadi tolak ukur ada nya dampak social akibat bencana. Misalnya meningkatnya konflik social, meningkatnya kekerasan berbasis gender, meningkat nya jumlah pekerja anak, meningkat nya perrceraian dan menurun nya kegiatan – kegiatan kebudayaan
Pembangunan Manusia
Bagaimana akibat – akibat bencana terhadap keenam substansi berpengaruh terhadap penurunan capaian pembangunan manusia. Capaian pembangunan manusia ini terukur dalam komponen – komponen penyusun indeks pembangunan manusia, indeks ketimpangan gender dan indeks kemiskinan multidimensional. Dengan demikian naik dan turun nya komponen pembangunan manusia diatas dapat di prediksi dari dampak bencana terhadap jumlah anak yang bisa bersekolah, jumlah perempuan dan laki – laki yang bisa bekerja , jumlah keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih serta tingkat akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan penduduk dan lain - lain
Lingkungan Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi diatas berpengaruh bagi penurunan kualitas lingkungan yang membeutuhkan pemulihan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Penurunan ini missalnya penurunan ketersediaan sumber air bersih, kerusakan hutan dan kerusakan daerah aliran sungai serta kepunahan spesies – spesies langka setelah bencana
Pengkajian kebutuhan pemulihan pun harus dipadukan dalam keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana juga harus mencakup kebutuhan pemulihan awal,
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)14
Pengkajian kebutuhan pemulihan pun harus dipadukan dalam keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana juga harus mencakup kebutuhan pemulihan awal, kebutuhan rehabilitasi dan kebutuhan rekonstruksi. Dengan demikian lingkup PDNA dalam pengkajian kebutuhan pemulihan adalah sebagaiberikut:
17
impor serta ekspor juga dapat diidentifikasi sebagai dampak bencana terhadap perekonomian. Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak bagi penurunan terhadap kapasitas fiskal pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kapasitas fiskal pemerintah meliputi pemerintah kapasitas pendapatan yang bersumber dari pajak, retribusi dan pendapatan bagi hasil atas kekayaan Negara yang dipisahkan. Penurunan kapasitas ini berimplikasi pada menurun nya kemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi nya
Social, budaya, dan poltik
Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak bagi perubahan struktur social dan budaya dalam jangka menengah dan panjang setelah terjadi bencana. Perubahan ini mencakup. Perubahan cara dan prilaku kehidupan social di masyarakat setelah bencana. Meningkat nya masalah – masalah social setelah bencana dapat menjadi tolak ukur ada nya dampak social akibat bencana. Misalnya meningkatnya konflik social, meningkatnya kekerasan berbasis gender, meningkat nya jumlah pekerja anak, meningkat nya perrceraian dan menurun nya kegiatan – kegiatan kebudayaan
Pembangunan Manusia
Bagaimana akibat – akibat bencana terhadap keenam substansi berpengaruh terhadap penurunan capaian pembangunan manusia. Capaian pembangunan manusia ini terukur dalam komponen – komponen penyusun indeks pembangunan manusia, indeks ketimpangan gender dan indeks kemiskinan multidimensional. Dengan demikian naik dan turun nya komponen pembangunan manusia diatas dapat di prediksi dari dampak bencana terhadap jumlah anak yang bisa bersekolah, jumlah perempuan dan laki – laki yang bisa bekerja , jumlah keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih serta tingkat akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan penduduk dan lain - lain
Lingkungan Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi diatas berpengaruh bagi penurunan kualitas lingkungan yang membeutuhkan pemulihan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Penurunan ini missalnya penurunan ketersediaan sumber air bersih, kerusakan hutan dan kerusakan daerah aliran sungai serta kepunahan spesies – spesies langka setelah bencana
Pengkajian kebutuhan pemulihan pun harus dipadukan dalam keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana juga harus mencakup kebutuhan pemulihan awal,
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 15
17
impor serta ekspor juga dapat diidentifikasi sebagai dampak bencana terhadap perekonomian. Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak bagi penurunan terhadap kapasitas fiskal pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kapasitas fiskal pemerintah meliputi pemerintah kapasitas pendapatan yang bersumber dari pajak, retribusi dan pendapatan bagi hasil atas kekayaan Negara yang dipisahkan. Penurunan kapasitas ini berimplikasi pada menurun nya kemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi nya
Social, budaya, dan poltik
Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi berdampak bagi perubahan struktur social dan budaya dalam jangka menengah dan panjang setelah terjadi bencana. Perubahan ini mencakup. Perubahan cara dan prilaku kehidupan social di masyarakat setelah bencana. Meningkat nya masalah – masalah social setelah bencana dapat menjadi tolak ukur ada nya dampak social akibat bencana. Misalnya meningkatnya konflik social, meningkatnya kekerasan berbasis gender, meningkat nya jumlah pekerja anak, meningkat nya perrceraian dan menurun nya kegiatan – kegiatan kebudayaan
Pembangunan Manusia
Bagaimana akibat – akibat bencana terhadap keenam substansi berpengaruh terhadap penurunan capaian pembangunan manusia. Capaian pembangunan manusia ini terukur dalam komponen – komponen penyusun indeks pembangunan manusia, indeks ketimpangan gender dan indeks kemiskinan multidimensional. Dengan demikian naik dan turun nya komponen pembangunan manusia diatas dapat di prediksi dari dampak bencana terhadap jumlah anak yang bisa bersekolah, jumlah perempuan dan laki – laki yang bisa bekerja , jumlah keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih serta tingkat akses terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan penduduk dan lain - lain
Lingkungan Bagaimana akibat – akibat bencana pada keenam substansi diatas berpengaruh bagi penurunan kualitas lingkungan yang membeutuhkan pemulihan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Penurunan ini missalnya penurunan ketersediaan sumber air bersih, kerusakan hutan dan kerusakan daerah aliran sungai serta kepunahan spesies – spesies langka setelah bencana
Pengkajian kebutuhan pemulihan pun harus dipadukan dalam keenam substansi rehabilitasi dan rekonstruksi. Identifikasi kebutuhan pascabencana juga harus mencakup kebutuhan pemulihan awal,
18
kebutuhan rehabilitasi dan kebutuhan rekonstruksi. Dengan demikian lingkup PDNA dalam pengkajian kebutuhan pemulihan adalah sebagaiberikut:
Subtansi Pengkajian Kebutuhan Pemulihan Pembangunan penggantian Penyediaan
akses Pemulihan
fungsi Pengurangan
resiko Perumahan dan Pemukiman
Rekonstruksi dan Rehabilitasi Rumah
Penyediaan Hunian Sementara
Bantuan Alat Rumah Tangga, Rembug Warga Untuk Desain Rumah Adil Gender
Pemulihan Aktivitas Pemerintahan Local dan OrganisasiWarga
Peraturan Pembangunan Rumaah Tahan Bencana
Infrastruktur Pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas umum
Penyediaan jalan / jembatan sementara
Bantuan alat transportasi alternatif
Pemulihan supply untuk pemerintah lokal
Rencana tata ruang sensitif pengurangan resiko bencana
Ekonomi Pembangunan tempat usaha
Program kredit berbunga ringan
Bantuan modal untuk koperasi dan kelompok usaha bersama
Pelatihan keterampilan usaha
Rencana kontijensi untuk aset ekonomi berisiko
Social dan kemanusiaan
Pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan
Penyediaan alat belajar mengajar di sekolah dan alat medis
Penyediaan alat belajar untuk siswa, beasiswa dan layanan kesehatan keliling
Penyediaan dan pelatihan guru dan tenaga medis
Peredaman resiko di sekolah dan rumah sakit
Lintas Sektor Penanaman kembali hutan yang rusak
Insentif untuk pemanfaatan hasil hutan non kayu
Pelatihan pola hidup ramah lingkungan
Penguatan organisasi masyarakat pinggir hutan
Penyediaan peta resiko bencana
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)16
BAB III LANGKAH-LANGKAH PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana terbagi menjadi lima tahapan, yaitu tahap pengaktifan PDNA, persiapan, pengumpulan data, analisis data, serta pelaporan. Seluruh tahapan ini berfungsi agar pelaksanaan PDNA menjadi logis dan terstruktur.
Tujuan dan keluaran dari tiap tahapan dapat dilihat pada tabel berikut:
19
BAB III LANGKAH-LANGKAH
PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana terbagi menjadi lima tahapan,
yaitu tahap pengaktifan PDNA, persiapan, pengumpulan data, analisis
data, serta pelaporan. Seluruh tahapan ini berfungsi agar pelaksanaan
PDNA menjadi logis dan terstruktur.
Tujuan dan keluaran dari tiap tahapan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tahap Tujuan Keluaran Pengaktifan 1. Memandu pihak yang
berwenang untuk mengambil langkah pengaktifan PDNA
2. Memandu pihak yang berwenang dalam menyusun kerangka acuanPDNA
1. Keputusan aktivasi PDNA
2. Kerangka acuan PDNA
Persiapan 1. Memandu pihak yang berwenang untuk mempersiapkan tim kerja PDNA Memandu tim kerja PDNAuntuk mempersiapkan metode dan alat PDNA
1. Tim KerjaPDNA 2. Metode dan alat
PDNA yang sesuai dengan kondisi lapangan
Pengumpulan data
Memandu tim kerja PDNA untuk melaksanakan pengumpulan data akibat, dampak dan kebutuhan pascabencana
Data Lapangan
Analisis data Memandu tim kerja PDNA untuk melakukan pengkajian akibat, pengkajian dampak dan pengkajian kebutuhan pemulihan pascabencana
Hasil Pengkajian Akibat, Dampak dan Kebutuhan
Pelaporan Memandu tim kerja PDNA untuk menyusun laporan PDNA
Laporan PDNA
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)16
BAB III LANGKAH-LANGKAH PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana terbagi menjadi lima tahapan, yaitu tahap pengaktifan PDNA, persiapan, pengumpulan data, analisis data, serta pelaporan. Seluruh tahapan ini berfungsi agar pelaksanaan PDNA menjadi logis dan terstruktur.
Tujuan dan keluaran dari tiap tahapan dapat dilihat pada tabel berikut:
19
BAB III LANGKAH-LANGKAH
PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA
Pengkajian Kebutuhan Pascabencana terbagi menjadi lima tahapan,
yaitu tahap pengaktifan PDNA, persiapan, pengumpulan data, analisis
data, serta pelaporan. Seluruh tahapan ini berfungsi agar pelaksanaan
PDNA menjadi logis dan terstruktur.
Tujuan dan keluaran dari tiap tahapan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tahap Tujuan Keluaran Pengaktifan 1. Memandu pihak yang
berwenang untuk mengambil langkah pengaktifan PDNA
2. Memandu pihak yang berwenang dalam menyusun kerangka acuanPDNA
1. Keputusan aktivasi PDNA
2. Kerangka acuan PDNA
Persiapan 1. Memandu pihak yang berwenang untuk mempersiapkan tim kerja PDNA Memandu tim kerja PDNAuntuk mempersiapkan metode dan alat PDNA
1. Tim KerjaPDNA 2. Metode dan alat
PDNA yang sesuai dengan kondisi lapangan
Pengumpulan data
Memandu tim kerja PDNA untuk melaksanakan pengumpulan data akibat, dampak dan kebutuhan pascabencana
Data Lapangan
Analisis data Memandu tim kerja PDNA untuk melakukan pengkajian akibat, pengkajian dampak dan pengkajian kebutuhan pemulihan pascabencana
Hasil Pengkajian Akibat, Dampak dan Kebutuhan
Pelaporan Memandu tim kerja PDNA untuk menyusun laporan PDNA
Laporan PDNA
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 17
20
Diagram
3.1 Kegiatan
dan Prakiraan
Waktu
Pada Tahap – Tah
ap Pelaksanaan
PDN
A
Tahap Pen
gaktifan
Tahap Persiapan
Tahap Pengu
mpu
lan
Data
Tahap Analisa D
ata Tahap Pelaporan
1 Min
gu
3 Mingu
1 M
inggu
1 Minggu
Pengaktifan PDNA
Penyusunan Kerangka Acuan Kerja
Penulisan Laporan Pengkajian Kebutuhan
Bencana
Pembentukan Tim
Kerja PDNA
Penyusunan Metode
Pengumpulan Data
Persiapan Tim Pengum
pulan Data
Diskusi Publik
Pengaktifan Akibat Bencana
Pengaktifan Dampak Bencana
Pengumpulan Data
Sekunder Dan Primer
Verifikasi Dan Validasi Data
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)18
A. Tahap Pengaktifan1. Pengaktifan PDNA
BNPB mengaktifasi PDNA pada bencana yang penanganannya dilakukan dengan dukungan pemerintah minimal dua minggu sebelum masa tanggap darurat berakhir. BNPB memimpin pelaksanaan PDNA dengan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah dan institusi akademis.BPBD Provinsi dan Kabupaten atau Kota mengaktifasi PDNA pada bencana yang penanganannya dilakukan oleh pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota atau kota atau pada bencana lintas kabupaten/kota minimal satu minggu sebelum masa tanggap darurat berakhir. BPBD memimpin pelaksanaan PDNA dengan melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (OPD) terkait, lembaga non-pemerintah dan institusi akademis.Pelaksanaan koordinasi dan pelibatan kementerian dan lembaga, OPD, Lembaga bantuan internasional, lembaga non-pemerintah dan institusi akademis dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.BNPB atau BPBD mendanai pelaksanaan PDNA. Penggalangan sumber daya dari berbagai pihak untuk pelaksanaan PDNA diatur sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bantuan sumber daya dari komunitas atau lembaga internasional bersifat hibah dan tidak mengikat.
2. Penyusunan Kerangka AcuanKerangka Acuan PDNA menjadi pedoman dalam pelaksanaan PDNA dari mulai proses perencanaan dan persiapan, pengumpulan data, hingga penyusunan laporan. Kerangka Acuan Kerja PDNA setidaknya memuat komponen-komponen dalam table berikut:
B. Tahap Persiapan1. Pembentukan Tim Kerja PDNA
Struktur tim kerja ini meliputi :a. Tim Pengarah
Tim pengarah bertanggung jawab untuk memberikan arahan strategis dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan Jitu-Pasna. Untuk Jitu-Pasna yang dipimpin oleh BPBD, tim pengarah terdiri dari : Kepala BPBD dan/ atau Kepala Pelaksana BPBD, satu orang kepala SKPD yang paling relevan dan satu orang wakil dari forum pengurangan resiko bencana atau forum masyarakat sipil yang relevan. Kepala BPBD menjadi koordinator tim pengarah.
b. Tim PelaksanaTim pelaksana secara umum bertanggung jawab untuk:
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)18
A. Tahap Pengaktifan1. Pengaktifan PDNA
BNPB mengaktifasi PDNA pada bencana yang penanganannya dilakukan dengan dukungan pemerintah minimal dua minggu sebelum masa tanggap darurat berakhir. BNPB memimpin pelaksanaan PDNA dengan melakukan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah dan institusi akademis.BPBD Provinsi dan Kabupaten atau Kota mengaktifasi PDNA pada bencana yang penanganannya dilakukan oleh pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota atau kota atau pada bencana lintas kabupaten/kota minimal satu minggu sebelum masa tanggap darurat berakhir. BPBD memimpin pelaksanaan PDNA dengan melakukan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (OPD) terkait, lembaga non-pemerintah dan institusi akademis.Pelaksanaan koordinasi dan pelibatan kementerian dan lembaga, OPD, Lembaga bantuan internasional, lembaga non-pemerintah dan institusi akademis dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.BNPB atau BPBD mendanai pelaksanaan PDNA. Penggalangan sumber daya dari berbagai pihak untuk pelaksanaan PDNA diatur sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Bantuan sumber daya dari komunitas atau lembaga internasional bersifat hibah dan tidak mengikat.
2. Penyusunan Kerangka AcuanKerangka Acuan PDNA menjadi pedoman dalam pelaksanaan PDNA dari mulai proses perencanaan dan persiapan, pengumpulan data, hingga penyusunan laporan. Kerangka Acuan Kerja PDNA setidaknya memuat komponen-komponen dalam table berikut:
B. Tahap Persiapan1. Pembentukan Tim Kerja PDNA
Struktur tim kerja ini meliputi :a. Tim Pengarah
Tim pengarah bertanggung jawab untuk memberikan arahan strategis dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan Jitu-Pasna. Untuk Jitu-Pasna yang dipimpin oleh BPBD, tim pengarah terdiri dari : Kepala BPBD dan/ atau Kepala Pelaksana BPBD, satu orang kepala SKPD yang paling relevan dan satu orang wakil dari forum pengurangan resiko bencana atau forum masyarakat sipil yang relevan. Kepala BPBD menjadi koordinator tim pengarah.
b. Tim PelaksanaTim pelaksana secara umum bertanggung jawab untuk:
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 1922
Tabel 3.2 Struktur kerangka acuan kerja
B. Tahap Persiapan
1. Pembentukan Tim Kerja PDNA Struktur tim kerja ini meliputi :
a. Tim Pengarah
Tim pengarah bertanggung jawab untuk memberikan arahan
strategis dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan
Jitu-Pasna. Untuk Jitu-Pasna yang dipimpin oleh BPBD, tim
NO Struktur Isu 1 Latar Belakang
1. Uraian tentang bencana yang terjadi 2. Uraian luasan akibat dampak bencana 3. Upaya-upaya respon kedaruratan yang sudah
dilakukan oleh pemerintah dan pihak lain 2 Tujuan
Kegiatan
1. Mendorong upaya pemulihan pascabencana yang berbasis pada bukti-bukti akibat, dampak dan kebutuhan pemulihan
2. Memberi masukan komprehensif bagi rencana aksi atau proposal rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan disusun
3 Keluaran Kegiatan
1. Menyajikan informasi tentang akibat bencana 2. Menyajikan informasi tentang dampak bencana;
dan 3. Menyajikan informasi tentang kebutuhan
pemulihan pascabencana serta kesenjangannya 4 Metode
1. Jenis Data 2. Teknik pengumpulan data (inventarisasi dan
survey) 3. Pengambilan sampel 4. Cara analisis data 5. pelaporan
5 Peralatan yang diperlukan
1. Alat transportasi kelapangan 2. Alat komunikasi kelapangan 3. Alat pemandu arah GPS 4. Computer untuk pengolah data
6 Rencana kerja lapangan
Tabel dengan kolom yang memuat waktu pelaksanaan kegiatan, tempat kegiatan dan penanggungjawab kegiatan serta baris yang memuat jenis kegiatan dalam seluruh tahap Jitu-Pasna
7 Tim kerja Susunan tim kerja 8 Anggaran Kebutuhan pembiayaan kegiatan 9 pelaporan Kerangka isi pelaporan 10 Lampiran Formulir – formulir pendataan
- Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Jitu-Pasna; - Memimpin dan mensupervisi proses pengumpulan data; - Melakukan pengolahan dan analisis data; - Menyusun perkiraan kebutuhan pascabencana - Menyusun pelaporanTim pelaksana terdiri dari Ketua Tim, Koordinator Pengumpul Data,
Koordinator Pengolahan, Analisis Data dan Penyusunan Laporan, serta Ahli.
Komposisi tim pelaksana terdiri dari:1) Ketua Tim Pelaksana PDNA
Secara khusus ketua tim inti pelaksana BKPB bertanggung jawab
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)20
untuk mengkoordinasikan dan mensupervisi keseluruhan proses PDNA, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan, analisis data dan penyusunan laporan. Untuk PDNA-PB yang dipimpin oleh BNPB, ketua tim inti pelaksana PDNA adalah satu orang pejabat setingkat kepala sub-direktorat pada kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi di BNPB.
Untuk PDNA-PB yang dipimpin oleh BPBD, ketua tim inti pelaksana PDNA adalah satu orang pejabat setingkat kepala bidang atau kepala bagian di BPBD.2) Koordinator Pengumpulan Data
Secara khusus koordinator pengumpulan data bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan mensupervisi keseluruhan proses pengumpulan data PDNA-PB, baik penilaian kerusakan dan kerugian maupun pengkajian gangguan terhadap akses, proses/fungsi dan kerentanan. Koordinator pengumpulan data berasal dari personel BNPB, BPBD, kementerian/lembaga atau OPD yang memiliki kompetensi dalam hal tersebut.3) Koordinator Pengolahan, Analisis Data Dan Penyusunan
LaporanSecara khusus pengolahan, analisis data dan penyusunan laporan
bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan dan mensupervisi keseluruhan proses pengolahan dan analisa data PDNA, baik data akibat dan dampak bencana serta data kebutuhan pemulihan. Koordinator pengolahan, analisis data dan penyusunan laporan berasal dari personel BNPB, BPBD, kementerian/lembaga atau OPD yang memiliki kompetensi dalam hal tersebut.4) Ahli
Dukungan ahli dibutuhkan untuk melaksanakan dan menyusun laporan PDNA. Ahli-ahli yang dibutuhkan berasal dari pemerintah, universitas dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kompetensi dalam hal tersebut.
c. Tim pengumpulan dataTim pengumpulan data bertanggung jawab kepada Tim Pelaksana dan
bertugas mengumpulkan data sekunder melalui kajian dokumen atau data sekunder, dan data primer melalui pendataan, observasi, wawancara informan kunci, survei, dan diskusi kelompok terfokus. Jumlah tim pengumpulan data bergantung pada luasnya daerah terdampak bencana, sampling wilayah, jumlah responden, sebarannya dan partisipan yang ingin dilibatkan.
Koordinator pengumpulan data memimpin dan mensupervisi tim
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)20
untuk mengkoordinasikan dan mensupervisi keseluruhan proses PDNA, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan, analisis data dan penyusunan laporan. Untuk PDNA-PB yang dipimpin oleh BNPB, ketua tim inti pelaksana PDNA adalah satu orang pejabat setingkat kepala sub-direktorat pada kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi di BNPB.
Untuk PDNA-PB yang dipimpin oleh BPBD, ketua tim inti pelaksana PDNA adalah satu orang pejabat setingkat kepala bidang atau kepala bagian di BPBD.2) Koordinator Pengumpulan Data
Secara khusus koordinator pengumpulan data bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan dan mensupervisi keseluruhan proses pengumpulan data PDNA-PB, baik penilaian kerusakan dan kerugian maupun pengkajian gangguan terhadap akses, proses/fungsi dan kerentanan. Koordinator pengumpulan data berasal dari personel BNPB, BPBD, kementerian/lembaga atau OPD yang memiliki kompetensi dalam hal tersebut.3) Koordinator Pengolahan, Analisis Data Dan Penyusunan
LaporanSecara khusus pengolahan, analisis data dan penyusunan laporan
bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan dan mensupervisi keseluruhan proses pengolahan dan analisa data PDNA, baik data akibat dan dampak bencana serta data kebutuhan pemulihan. Koordinator pengolahan, analisis data dan penyusunan laporan berasal dari personel BNPB, BPBD, kementerian/lembaga atau OPD yang memiliki kompetensi dalam hal tersebut.4) Ahli
Dukungan ahli dibutuhkan untuk melaksanakan dan menyusun laporan PDNA. Ahli-ahli yang dibutuhkan berasal dari pemerintah, universitas dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kompetensi dalam hal tersebut.
c. Tim pengumpulan dataTim pengumpulan data bertanggung jawab kepada Tim Pelaksana dan
bertugas mengumpulkan data sekunder melalui kajian dokumen atau data sekunder, dan data primer melalui pendataan, observasi, wawancara informan kunci, survei, dan diskusi kelompok terfokus. Jumlah tim pengumpulan data bergantung pada luasnya daerah terdampak bencana, sampling wilayah, jumlah responden, sebarannya dan partisipan yang ingin dilibatkan.
Koordinator pengumpulan data memimpin dan mensupervisi tim
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 21
pengumpulan data. Anggota tim pengumpulan data berasal dari personel BNPB dan perwakilan-perwakilan kementerian/lembaga atau OPD terkait dan perwakilan-perwakilan dari organisasi non-pemerintah, organisasi kemasyarakatan, lembaga internasional dan institusi akademis.
Anggota tim sebaiknya berasal dari tempat bencana karena lebih memahami
karakteristik wilayah, sehingga diharapkan dapat menyesuaikan dengan masalah etika dalam melakukan pengkajian, kendala bahasa, maupun aksesibilitas ke lokasi serta ke komunitas/masyarakat terdampak bencana. Informasi yang diberikan oleh tenaga lokal ini juga dapat digunakan sebagai masukan penting dalam analisa data dan penyusunan laporan.
Tim kerja PDNA dibentuk dengan prosedur sebagai berikut:1) BNPB atau BPBD menulis surat resmi permohonan keterlibatan
kepada pihak-pihak terkait, baik Kementerian/Lembaga atau OPD terkait, organisasi non-pemerintah, organisasi masyarakat, institusi akademis dan Lembaga internasional. Formulir surat permohonan sebagaimana terlampir. (Formulir1).
BNPB atau BPBD menerbitkan SK pembentukan tim. SK pembentukan tim menyebutkan struktur tim berikut personel yang telibat. Formulir SK pembentukan tim sebagaimana terlampir (Formulir 2) BNPB atau BPBD melakukan konsolidasi tim melalui rapat konsolidasi. Dalam rapat koordinasi BNPB atau BPBD memberikan penjelasan mengenai proses PDNA mengacu pada kerangka acuan kerja yang telah disusun, berikut penjelasan mengenai tanggung jawab seluruh personel tim.
2) Persiapan metode pengumpulan dataMasing-masing komponen PDNA membutuhkan metode
pengumpulan data yang berbeda-beda. Pelaksanaan metode pengumpulan data harus menggunakan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya secara ilmiah. Berikut ini adalah metode pengumpulan data yang digunakan dalam PDNA:
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)22
27
Tabe
l 3.3
Met
ode
Pen
gum
pula
n D
ata
Kom
pon
en P
DN
A
Jeni
s D
ata
Met
ode
Pen
gum
pula
n D
ata
Info
rmas
i Yan
g D
ihas
ilkan
Pe
ngka
jian
A
kiba
t B
enca
na
Ker
usa
kan
K
uan
tita
tif
Inve
ntar
isas
i Ju
mla
h a
set
mili
k pe
mer
inta
h,
mas
yara
kat,
kel
uar
ga d
an b
adan
usa
ha
yan
g ru
sak
akib
at b
enca
na
berd
asar
kan
ka
tago
ri k
eru
saka
n n
ya
Ker
ugi
an
Ku
anti
tati
f In
vent
aris
asi
Jum
lah
bia
ya k
esep
akat
an a
tau
ke
rugi
an a
kiba
t hi
lan
g ny
a ke
sem
pata
n u
ntu
k m
empe
role
h
Keu
ntu
ngan
eko
nom
i kar
ena
keru
saka
n
aset
mili
k pe
mer
inta
h, m
asya
raka
t,
kelu
arga
dan
bad
an u
sah
a se
baga
i ak
ibat
tid
ak la
ngs
ung
dar
i su
atu
be
ncan
a G
angg
uan
ak
ses
Ku
anti
tati
f da
n ku
alit
atif
Pen
data
an k
e O
DP,
su
rvey
, da
n w
awan
cara
info
rman
ku
nci
/ d
isku
si k
elom
pok
terf
oku
s
Jum
lah
kel
uar
ga d
an o
ran
g ya
ng
keh
ilan
gan
aks
es t
erha
dap
kebu
tuh
an
dasa
r se
pert
i pan
gan
, ai
r be
rsih
, ja
min
an k
elu
arga
, per
lindu
ngan
ke
luar
ga, p
endi
dika
n, k
eseh
atan
, ke
aman
an d
an li
ngku
ngan
dan
ke
buda
yaan
ber
dasa
rkan
tin
gkat
ke
para
han
nya
dan
jen
is p
enye
bab
gan
ggu
an a
kses
nya
G
angg
uan
pr
oses
K
uan
tita
tif
dan
kual
itat
if
Pen
data
an k
e O
DP,
su
rvey
, da
n w
awan
cara
info
rman
ku
nci
/ d
isku
si k
elom
pok
terf
oku
s
Jum
lah
org
anis
asi s
osia
l ke
mas
yara
kata
n da
n or
gan
isas
i pe
mer
inta
han
ser
ta ju
mla
h k
egia
tan
so
sial
, bu
daya
, kem
asya
raka
tan
dan
pem
erin
taha
n y
ang
terg
angg
u a
kiba
t be
ncan
a be
rdas
arka
n t
ingk
at
kepa
rah
anny
a da
n je
nis
pen
yeba
b ga
ngg
uan
pro
ses
nya.
Pe
nin
gkat
an
resi
ko
Ku
anti
tati
f da
n ku
alit
atif
Pen
data
an k
e O
DP,
su
rvey
, da
n w
awan
cara
info
rman
ku
nci
/ d
isku
si k
elom
pok
Jeni
s da
n ju
mla
h a
set
peng
hid
upa
n (
man
usi
a,ek
onom
i, in
fras
tru
ktu
r,
lingk
ung
an, s
osia
l, bu
daya
dan
pol
itik
)
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)22
27
Tabe
l 3.3
Met
ode
Pen
gum
pula
n D
ata
Kom
pon
en P
DN
A
Jeni
s D
ata
Met
ode
Pen
gum
pula
n D
ata
Info
rmas
i Yan
g D
ihas
ilkan
Pe
ngka
jian
A
kiba
t B
enca
na
Ker
usa
kan
K
uan
tita
tif
Inve
ntar
isas
i Ju
mla
h a
set
mili
k pe
mer
inta
h,
mas
yara
kat,
kel
uar
ga d
an b
adan
usa
ha
yan
g ru
sak
akib
at b
enca
na
berd
asar
kan
ka
tago
ri k
eru
saka
n n
ya
Ker
ugi
an
Ku
anti
tati
f In
vent
aris
asi
Jum
lah
bia
ya k
esep
akat
an a
tau
ke
rugi
an a
kiba
t hi
lan
g ny
a ke
sem
pata
n u
ntu
k m
empe
role
h
Keu
ntu
ngan
eko
nom
i kar
ena
keru
saka
n
aset
mili
k pe
mer
inta
h, m
asya
raka
t,
kelu
arga
dan
bad
an u
sah
a se
baga
i ak
ibat
tid
ak la
ngs
ung
dar
i su
atu
be
ncan
a G
angg
uan
ak
ses
Ku
anti
tati
f da
n ku
alit
atif
Pen
data
an k
e O
DP,
su
rvey
, da
n w
awan
cara
info
rman
ku
nci
/ d
isku
si k
elom
pok
terf
oku
s
Jum
lah
kel
uar
ga d
an o
ran
g ya
ng
keh
ilan
gan
aks
es t
erha
dap
kebu
tuh
an
dasa
r se
pert
i pan
gan
, ai
r be
rsih
, ja
min
an k
elu
arga
, per
lindu
ngan
ke
luar
ga, p
endi
dika
n, k
eseh
atan
, ke
aman
an d
an li
ngku
ngan
dan
ke
buda
yaan
ber
dasa
rkan
tin
gkat
ke
para
han
nya
dan
jen
is p
enye
bab
gan
ggu
an a
kses
nya
G
angg
uan
pr
oses
K
uan
tita
tif
dan
kual
itat
if
Pen
data
an k
e O
DP,
su
rvey
, da
n w
awan
cara
info
rman
ku
nci
/ d
isku
si k
elom
pok
terf
oku
s
Jum
lah
org
anis
asi s
osia
l ke
mas
yara
kata
n da
n or
gan
isas
i pe
mer
inta
han
ser
ta ju
mla
h k
egia
tan
so
sial
, bu
daya
, kem
asya
raka
tan
dan
pem
erin
taha
n y
ang
terg
angg
u a
kiba
t be
ncan
a be
rdas
arka
n t
ingk
at
kepa
rah
anny
a da
n je
nis
pen
yeba
b ga
ngg
uan
pro
ses
nya.
Pe
nin
gkat
an
resi
ko
Ku
anti
tati
f da
n ku
alit
atif
Pen
data
an k
e O
DP,
su
rvey
, da
n w
awan
cara
info
rman
ku
nci
/ d
isku
si k
elom
pok
Jeni
s da
n ju
mla
h a
set
peng
hid
upa
n (
man
usi
a,ek
onom
i, in
fras
tru
ktu
r,
lingk
ung
an, s
osia
l, bu
daya
dan
pol
itik
)
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 23
28
terf
oku
s ya
ng
men
ingk
at r
esik
o te
rhad
ap b
enca
na
berd
asar
kan
jeni
s pe
nyeb
ab p
enin
gkat
an
resi
ko n
ya.
Jeni
s da
n ju
mla
h k
ompo
nen
Pe
nan
ggu
lan
gan
Ben
can
a se
suai
den
gan
U
U 1
7/20
08, t
enta
ng P
enan
ggu
lan
gan
Ben
can
a (r
egu
lasi
, pro
sedu
r,
kele
mba
gaan
, dan
su
mbe
r da
ya) y
ang
terg
angg
u b
erda
sark
an je
nis
pen
yeba
b ga
ngg
uan
nya
Pe
ngka
jian
D
ampa
k B
enca
na
Eko
nm
i dan
Fi
skal
K
uan
tita
tif
dan
kual
itat
if
Dis
kusi
Kel
ompo
k Te
rfok
us
Pred
iksi
par
a ah
li, p
rakt
isi,
toko
h m
asya
raka
t, p
emu
ka a
gam
a da
n pe
meg
ang
otor
itas
kebi
jaka
n at
as
dam
pak
benc
ana
terh
adap
eko
nom
i da
n fis
kal d
i mas
a de
pan.
Sosi
al,
Bu
daya
dan
Po
litik
Ku
anti
tati
f da
n K
ual
itat
if
Dis
kusi
Kel
ompo
k Te
rfok
us
Pred
iksi
par
a ah
li, p
rakt
isi,
toko
h m
asya
raka
t, p
emu
ka a
gam
a da
n pe
meg
ang
otor
itas
kebi
jaka
n at
as
dam
pak
benc
ana
terh
adap
eko
nom
i da
n fis
kal d
i mas
a de
pan.
Pem
bang
una
n M
anu
sia
Ku
anti
tati
f da
n K
ual
itat
if
Dis
kusi
Kel
ompo
k Te
rfok
us
Pred
iksi
par
a ah
li, p
rakt
isi,
toko
h m
asya
raka
t, p
emu
ka a
gam
a da
n pe
meg
ang
otor
itas
kebi
jaka
n at
as
dam
pak
benc
ana
terh
adap
eko
nom
i da
n fis
kal d
i mas
a de
pan.
Infr
astr
uktu
r da
n Li
ngku
ngan
Ku
anti
tati
f da
n K
ual
itat
if
Dis
kusi
Kel
ompo
k Te
rfok
us
Pred
iksi
par
a ah
li, p
rakt
isi,
toko
h m
asya
raka
t, p
emu
ka a
gam
a da
n pe
meg
ang
otor
itas
kebi
jaka
n at
as
dam
pak
benc
ana
terh
adap
eko
nom
i
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)24
29
dan
fiska
l di m
asa
depa
n.
Pe
ngka
jian
K
ebu
tuha
n Pe
mu
lihan
Pem
bang
una
n
K
uan
tita
tif
dan
Ku
alit
atif
Ana
lisis
ter
hada
p ha
sil
inve
ntar
isas
i, su
rvey
dan
w
awan
cara
info
rman
ku
nci/
disk
usi
kel
ompo
k te
rfok
us
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
stra
tegi
pe
mba
ngu
nan
yang
men
erap
kan
prin
sip
mem
bang
un
yang
lebi
h am
an
kare
na s
uda
h m
engg
una
kan
anal
isis
re
siko
ben
cana
yan
g m
emad
ai b
aik
dala
m h
al t
ata
ruan
g m
aupu
n ra
ncan
g ba
ngu
n.
Apr
esia
si a
tas
jeni
s da
n ju
mla
h as
et
mili
k pe
mer
inta
h, m
asya
raka
t,
kelu
arga
dan
bad
an u
saha
yan
g m
enja
di p
rior
itas
unt
uk
diba
ngu
n ke
mba
li.
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
pros
edu
r hi
bah
pem
bang
una
n ya
ng p
arti
sipa
tif,
aku
ntab
el d
an s
ensi
tif h
ak-h
ak
kelo
mpo
k re
ntan
sep
erti
per
empu
an,
pere
mpu
an k
epal
a ke
luar
ga d
an a
nak.
Pe
ngga
ntia
n
K
uan
tita
tif
dan
K
ual
itat
if
Ana
lisis
ter
hada
p ha
sil
inve
ntar
isas
i, su
rvey
dan
w
awan
cara
info
rman
ku
nci/
disk
usi
kel
ompo
k te
rfok
us
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
stra
tegi
pe
ngga
ntia
n ke
rugi
an y
ang
mem
perc
epat
pem
ulih
an k
etah
anan
as
et p
rodu
ksi t
erha
dap
benc
ana
A
spir
asi a
tas
jeni
s da
n ju
mla
h ke
rugi
an p
emer
inta
h, m
asya
raka
t,
kelu
arga
dan
bad
an u
saha
yan
g m
enja
di p
rior
itas
unt
uk d
i gan
ti
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
pros
edu
r hi
bah
peng
gant
ian
keru
gian
yan
g
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)24
29
dan
fiska
l di m
asa
depa
n.
Pe
ngka
jian
K
ebu
tuha
n Pe
mu
lihan
Pem
bang
una
n
K
uan
tita
tif
dan
Ku
alit
atif
Ana
lisis
ter
hada
p ha
sil
inve
ntar
isas
i, su
rvey
dan
w
awan
cara
info
rman
ku
nci/
disk
usi
kel
ompo
k te
rfok
us
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
stra
tegi
pe
mba
ngu
nan
yang
men
erap
kan
prin
sip
mem
bang
un
yang
lebi
h am
an
kare
na s
uda
h m
engg
una
kan
anal
isis
re
siko
ben
cana
yan
g m
emad
ai b
aik
dala
m h
al t
ata
ruan
g m
aupu
n ra
ncan
g ba
ngu
n.
Apr
esia
si a
tas
jeni
s da
n ju
mla
h as
et
mili
k pe
mer
inta
h, m
asya
raka
t,
kelu
arga
dan
bad
an u
saha
yan
g m
enja
di p
rior
itas
unt
uk
diba
ngu
n ke
mba
li.
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
pros
edu
r hi
bah
pem
bang
una
n ya
ng p
arti
sipa
tif,
aku
ntab
el d
an s
ensi
tif h
ak-h
ak
kelo
mpo
k re
ntan
sep
erti
per
empu
an,
pere
mpu
an k
epal
a ke
luar
ga d
an a
nak.
Pe
ngga
ntia
n
K
uan
tita
tif
dan
K
ual
itat
if
Ana
lisis
ter
hada
p ha
sil
inve
ntar
isas
i, su
rvey
dan
w
awan
cara
info
rman
ku
nci/
disk
usi
kel
ompo
k te
rfok
us
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
stra
tegi
pe
ngga
ntia
n ke
rugi
an y
ang
mem
perc
epat
pem
ulih
an k
etah
anan
as
et p
rodu
ksi t
erha
dap
benc
ana
A
spir
asi a
tas
jeni
s da
n ju
mla
h ke
rugi
an p
emer
inta
h, m
asya
raka
t,
kelu
arga
dan
bad
an u
saha
yan
g m
enja
di p
rior
itas
unt
uk d
i gan
ti
Asp
iras
i ata
s ke
bija
kan
dan
pros
edu
r hi
bah
peng
gant
ian
keru
gian
yan
g
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 25
30
part
isip
atif,
aku
ntab
el d
an s
ensi
tif
hak-
hak
kelo
mpo
k re
ntan
sep
erti
pe
rem
puan
, per
empu
an k
epal
a ke
luar
ga d
an a
nak.
Peny
edia
an
Aks
es
Ku
anti
tati
f da
n
Ku
alit
atif
Ana
lisis
ter
hada
p ha
sil
inve
ntar
isas
i, su
rvey
dan
w
awan
cara
info
rman
ku
nci/
disk
usi
kel
ompo
k te
rfok
us
Asp
iras
i ata
s je
nis,
jum
lah
dan
car
a pe
nyed
iaan
keb
utu
han
dasa
r ya
ng
sens
itif
terh
adap
hak
-hak
kel
ompo
k re
ntan
ser
ta s
esu
ai d
enga
n st
anda
r ke
man
usi
aan
yang
ber
laku
.
Pem
ulih
an
pros
es
Ku
anti
tati
f &
Kua
litat
if
Ana
lisis
ter
hada
p ha
sil
inve
ntar
isas
i, su
rvey
dan
w
awan
cara
info
rman
ku
nci/
disk
usi
kel
ompo
k te
rfok
us
Asp
iras
i ata
s je
nis,
jum
lah
dan
car
a pe
mu
lihan
pro
ses
sosi
al,
kem
asya
raka
tan
dan
pem
erin
taha
n ya
ng s
ensi
tif t
erha
dap
hak-
hak
kelo
mpo
k re
ntan
ser
ta s
esu
ai d
enga
n
stan
dar
kem
anu
siaa
n ya
ng b
erla
ku.
Pe
ngu
rang
an
risi
ko
Ku
anti
tati
f da
n K
ual
itat
if
Ana
lisis
ter
hada
p ha
sil
inve
ntar
isas
i, su
rvey
dan
w
awan
cara
info
rman
ku
nci/
disk
usi
kel
ompo
k te
rfok
us
Asp
iras
i ata
s je
nis,
jum
lah
dan
car
a pe
ngu
rang
an r
esik
o be
ncan
a.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)26
2. Persiapan Tim Pengumpul DataUntuk menyiapkan penerjunan tim pengumpulan data, tim kerja PDNA melakukan pelatihan tenaga pengumpul data. Pelatihan dilakukan selama satu hari dengan materi:
a. Pemahaman umum tentang tugas dan fungsi mereka di lapangan.b. Penjelasan tentang kriteria narasumber, responden, kriteria informan
kunci dan partisipan yang harus dilibatkan dalam PDNA.c. Penjelasan tentang data sekunder yang harus dikumpulkan dan
bagaimana mendapatkannya.d. Penjelasan tentang pengisian formulir pendataan kerusakan dan
kerugian.e. Penjelasan tentang aspek-aspek yang harus diamati dan pencatatan
hasil pengamatanf. Penjelasan tentang cara mengajukan pertanyaan melalui kuesioner
dan pengisian pada lembar kuesioner.g. Penjelasan tentang cara melakukan interview informan kunci dan focus
group discussion (FGD) berikut pencatatan hasil interview dan FGD.h. Penggunaan alat-alat pendukung terutama alat komunikasi dan
pemandu arah, serta koordinasi-koordinasi dan konsolidasi yang harus dilakukan di lapangan.
i. Panduan melakukan pendataan, analisa dan hasilnya berbasis digital dalam format sistem informasi.
j. Bila diputuskan bahwa data diolah secara langsung (real time) di lapangan, tenaga pengumpul data yang ditunjuk, perlu memperoleh pelatihan cara-cara memasukan data dan pengolahan data di lapangan melalui komputer jinjing dan pengiriman data ke pusat pengolahan data.
3. Pengumpulan Dataa. Data Sekunder, Tim pengumpulan data mengumpulkan data
sekunder berupa data sekunder sebelum bencana dan data sekunder akibat bencana. Data dasar sebelum bencana adalah berupa data yang menunjukkan jumlah dan kondisi aset, properti dan kemanusiaan dan faktor yang berkaitan sebelum bencana. Data ini digunakan oleh menganalisis kondisi sebelum bencana untuk dibandingkan dengan setelah bencana, sehingga dapat diketahui akibat dan dampaknya.
b. Data Lapangan/Primer, Pengumpulan data primer/lapangan terkait dengan kerusakan dan kerugian dilakukan dengan menggunakan formulir inventarisasi kerusakan dan kerugian. Sedangkan pengumpulan data primer/lapangan terkait dengan gangguan terhadap
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)26
2. Persiapan Tim Pengumpul DataUntuk menyiapkan penerjunan tim pengumpulan data, tim kerja PDNA melakukan pelatihan tenaga pengumpul data. Pelatihan dilakukan selama satu hari dengan materi:
a. Pemahaman umum tentang tugas dan fungsi mereka di lapangan.b. Penjelasan tentang kriteria narasumber, responden, kriteria informan
kunci dan partisipan yang harus dilibatkan dalam PDNA.c. Penjelasan tentang data sekunder yang harus dikumpulkan dan
bagaimana mendapatkannya.d. Penjelasan tentang pengisian formulir pendataan kerusakan dan
kerugian.e. Penjelasan tentang aspek-aspek yang harus diamati dan pencatatan
hasil pengamatanf. Penjelasan tentang cara mengajukan pertanyaan melalui kuesioner
dan pengisian pada lembar kuesioner.g. Penjelasan tentang cara melakukan interview informan kunci dan focus
group discussion (FGD) berikut pencatatan hasil interview dan FGD.h. Penggunaan alat-alat pendukung terutama alat komunikasi dan
pemandu arah, serta koordinasi-koordinasi dan konsolidasi yang harus dilakukan di lapangan.
i. Panduan melakukan pendataan, analisa dan hasilnya berbasis digital dalam format sistem informasi.
j. Bila diputuskan bahwa data diolah secara langsung (real time) di lapangan, tenaga pengumpul data yang ditunjuk, perlu memperoleh pelatihan cara-cara memasukan data dan pengolahan data di lapangan melalui komputer jinjing dan pengiriman data ke pusat pengolahan data.
3. Pengumpulan Dataa. Data Sekunder, Tim pengumpulan data mengumpulkan data
sekunder berupa data sekunder sebelum bencana dan data sekunder akibat bencana. Data dasar sebelum bencana adalah berupa data yang menunjukkan jumlah dan kondisi aset, properti dan kemanusiaan dan faktor yang berkaitan sebelum bencana. Data ini digunakan oleh menganalisis kondisi sebelum bencana untuk dibandingkan dengan setelah bencana, sehingga dapat diketahui akibat dan dampaknya.
b. Data Lapangan/Primer, Pengumpulan data primer/lapangan terkait dengan kerusakan dan kerugian dilakukan dengan menggunakan formulir inventarisasi kerusakan dan kerugian. Sedangkan pengumpulan data primer/lapangan terkait dengan gangguan terhadap
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 27
akses, gangguan terhadap fungsi dan peningkatan risiko dilakukan dengan menggunakan kuesioner survai rumah tangga, dan kuesioner wawancara informasi kunci/diskusi kelompok terfokus
c. Verifikasi dan Validasi Data, Data yang diperoleh memerlukan pemeriksaan silang dengan berbagai sumber dengan cara-cara berikut ini:1) Membandingkan data setelah bencana dengan data sebelum
bencana, terutama dengan melihat konsistensi jumlah dan perubahan yang mungkin tidak masuk akal atau menimbulkan keraguan atas keakuratannya.
2) Membandingkan dengan laporan media massa atau laporan organisasi non-pemerintah yang kredibel.
3) Mengkonfirmasikan kepada narasumber strategis yang kredibel, misalnya institusi pemerintah dan non pemerintah yang bekerja di lokasi bencana.
4) Memeriksa peta dan foto udara. Setelah terjadi bencana, umumnya tersedia peta daerah-daerah yang terkena dampak bencana beserta intensitasnya, sehingga dapat dibandingkan kesesuaian antara data kerusakan dengan intensitas bencana masing- masing daerah.
5) Mengunjungi lapangan. Mengunjungi lapangan adalah cara yang dapat dipercaya untuk melakukan pemeriksaan silang atas informasi sekunder yang diterima, namun juga merupakan cara yang banyak membutuhkan waktu dan biaya.
4. Penilaian Kerusakan
5. Penilaian KerugianMengidentifikasi komponen kerugian masing-masing sektor dan memperkirakan nilai kerugian. Setelah nilai kerusakan diperoleh langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai kerugian, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi komponen-komponen kerugian masing-masing sektor. Nilai kerugian didasarkan pada asumsi-asumsi, misalnya asumsi mengenai jangka waktu pemulihan.
a. Analisis Gangguan AksesAnalisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :
b. Pengkajian Dampak BencanaBerbasis pada pengkajian akibat bencana, tim melakukan penilaian dampak bencana melalui diskusi kelompok terfokus dengan melibatkan para ahli maupun praktisi dengan menggunakan panduan pertanyaan
Nilai Kerusakan = Jumlah unit fisik rusak menurut tingkat kerusakan x harga satuan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)28
pada tabel berikut ini.c. Perkiraan Kebutuhan Pemulihan
Perkiraan kebutuhan pemulihan dilakukan dengan:• Mengidentifikasi komponen kebutuhan kegiatan pemulihan berdasarkan
hasil penilaian akibat dan dampakbencana.• Mengidentifikasi nilai kebutuhan atau kebutuhan biaya berdasarkan
hasil penilaian akibat dan dampakbencana
Mengidentifikasi kebutuhan berdasarkan jangka waktu pemulihan• Identifikasi komponen kebutuhan kegiatan pemulihan, Kebutuhan
(needs) pemulihan adalah kegiatan-kegiatan untuk membawa kembali penduduk dan daerah terdampak menuju kondisi semula atau lebih baik lagi, serta perkiraan kebutuhan anggarannya. Identfikasi kegiatan pemulihan dilakukan berdasarkan analisis pada indikator-indikator dalam hubungan sebab-akibat.
Perkiraan kebutuhan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dapat dikelompokkan menjadi:
ØKebutuhan perbaikan atau pembangunan kembali asset dan property yang mengalami kerusakan akibat bencana.
ØKebutuhan penggantian kerugian sebagai akibat bencana.ØKebutuhan penyediaan bantuan atau dukungan akses terhadap
kebutuhan dasar(Provision).ØKebutuhan penunjang penyelenggaraan kembali proses-proses dan
fungsi-fungsi kemasyarakatan dan pemerintahan (Resumption).ØKebutuhan penguatan yang berkaitan dengan ketahanan masyarakat
dan pemerintah, yaitu biaya untuk tindakan-tindakan yang menguatkan kapasitas dan mengurangi kerentanan terhadap bencana berikutnya di masa depan
C. Tahap Analisis Data1. Pengkajian Akibat Bencana
Pengkajian akibat bencana meliputi pengkajian kerusakan, pengkajian kerugian, pengkajian
gangguan akses, pengkajian gangguan fungsi dan pengkajian resikoa. Penilaian Kerusakan
Nilai kerusakan diperoleh dengan mengkalikan data jumlah unit fisik yang rusak dengan harga
satuan yang diperoleh saat pengumpulan data primer.
Nilai Kerusakan = Jumlah unit fisik rusak menurut tingkat kerusakan x harga satuan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)28
pada tabel berikut ini.c. Perkiraan Kebutuhan Pemulihan
Perkiraan kebutuhan pemulihan dilakukan dengan:• Mengidentifikasi komponen kebutuhan kegiatan pemulihan berdasarkan
hasil penilaian akibat dan dampakbencana.• Mengidentifikasi nilai kebutuhan atau kebutuhan biaya berdasarkan
hasil penilaian akibat dan dampakbencana
Mengidentifikasi kebutuhan berdasarkan jangka waktu pemulihan• Identifikasi komponen kebutuhan kegiatan pemulihan, Kebutuhan
(needs) pemulihan adalah kegiatan-kegiatan untuk membawa kembali penduduk dan daerah terdampak menuju kondisi semula atau lebih baik lagi, serta perkiraan kebutuhan anggarannya. Identfikasi kegiatan pemulihan dilakukan berdasarkan analisis pada indikator-indikator dalam hubungan sebab-akibat.
Perkiraan kebutuhan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dapat dikelompokkan menjadi:
ØKebutuhan perbaikan atau pembangunan kembali asset dan property yang mengalami kerusakan akibat bencana.
ØKebutuhan penggantian kerugian sebagai akibat bencana.ØKebutuhan penyediaan bantuan atau dukungan akses terhadap
kebutuhan dasar(Provision).ØKebutuhan penunjang penyelenggaraan kembali proses-proses dan
fungsi-fungsi kemasyarakatan dan pemerintahan (Resumption).ØKebutuhan penguatan yang berkaitan dengan ketahanan masyarakat
dan pemerintah, yaitu biaya untuk tindakan-tindakan yang menguatkan kapasitas dan mengurangi kerentanan terhadap bencana berikutnya di masa depan
C. Tahap Analisis Data1. Pengkajian Akibat Bencana
Pengkajian akibat bencana meliputi pengkajian kerusakan, pengkajian kerugian, pengkajian
gangguan akses, pengkajian gangguan fungsi dan pengkajian resikoa. Penilaian Kerusakan
Nilai kerusakan diperoleh dengan mengkalikan data jumlah unit fisik yang rusak dengan harga
satuan yang diperoleh saat pengumpulan data primer.
Nilai Kerusakan = Jumlah unit fisik rusak menurut tingkat kerusakan x harga satuan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 29
Tingkat kerusakan terdiri dari kategori rusak berat, sedang dan rusak ringan. Masing-masing kategori memiliki kriteria tersendiri. Harga satuan berbeda menurut tingkat kerusakannya.Nilai kerusakan masing-masing sektor adalah sebagai berikut:
a. Sektor Pemukiman
Dimana :X1 = Jumlah rumah dalam unit X2 = Harga Satuan dalam m2 X3 = Type rumah/ Luas bangunan dalam m2 X4 = Tingkat kerusakan dalam % (berdasarkan asumsi kerusakan yang telah ditetapkan)
b. Sektor Infrastruktur
Dimana: X1 = Tingkat kerusakan dalam % (berdasarkan asumsi kerusakan yang telah ditetapkan) X2 = Harga Satuan dalam X3 = Volume kerusakan
c. Sektor Ekonomi
Dimana: X1 = Tingkat kerusakan dalam % (berdasarkan asumsi kerusakan yang telah ditetapkan) X2 = Harga Satuan dalam X3 = Volume kerusakan
d. Sektor Sosial
Dimana: X1 = Jumlah bangunan dalam unit (bangunan pendidikan, kesehatan, keagamaan) X2 = Harga Satuan dalam m2 X3 = Luas bangunan dalam m2
Nilai Kerusakan = X1 * X2 * X3 * X4
Nilai Kerusakan = X1 * X2 * X3
Nilai Kerusakan = X1 * X2 * X3
Nilai Kerusakan = X1 * X2 * X3 * X4
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)30
X4 = Tingkat kerusakan dalam % (berdasarkan asumsi kerusakan yang telah ditetapkan)
e. Lintas Sektor
Dimana: X1 = Jumlah bangunan/lahan dalam unit (bangunan pemerintahan, keamanan dan ketertiban, perbankan dan lingkungan hidup) X2 = Harga Satuan X3 = luas bangunan/luas lahan X4 = Tingkat kerusakan dalam % (berdasarkan asumsi kerusakan yang telah ditetapkan)
2. Penilaian KerugianMengidentifikasi komponen kerugian masing-masing sektor dan
memperkirakan nilai kerugian.Setelah nilai kerusakan diperoleh langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai kerugian, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi komponen-komponen kerugian masing-masing sektor.Nilai kerugian didasarkan pada asumsi-asumsi, misalnya asumsi mengenai jangka waktu pemulihan.Analisa penilaian kerusakan dan kerugian dilakukan dengan menggunakan formulir penilaian kerusakan dan kerugian yang terdapat dalam lampiran.Setelah melakukan pengisian formulir penilaian kerusakan dan kerugian penting untuk memeriksa perhitungan ganda, cakupan sektoral dan rasionalitas nilai kerusakan dan kerugian.
Nilai kerugian masing – masing sektor dapat di hitung sebagai berikut :a. Sektor permukiman
Nilai kerugian di hitung berdasarkan biaya pembersihan puing :
Dimana :Y1= jumlah orang per hariY2= harga hariY3= jumlah unit rumahY4= harga upah pekerja (per orang) per hari
b. Sektor infrastruktur Kerugian pada sektor infrastruktur dapat di hitung terhadap pertambahan biaya yang di keluarkan untuk pemakaian bahan bakar minyak (BBM) dan
Nilai Kerusakan = X1 * X2 * X3 * X4
Nilai kerugian = y1*Y2*Y3*y4
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)30
X4 = Tingkat kerusakan dalam % (berdasarkan asumsi kerusakan yang telah ditetapkan)
e. Lintas Sektor
Dimana: X1 = Jumlah bangunan/lahan dalam unit (bangunan pemerintahan, keamanan dan ketertiban, perbankan dan lingkungan hidup) X2 = Harga Satuan X3 = luas bangunan/luas lahan X4 = Tingkat kerusakan dalam % (berdasarkan asumsi kerusakan yang telah ditetapkan)
2. Penilaian KerugianMengidentifikasi komponen kerugian masing-masing sektor dan
memperkirakan nilai kerugian.Setelah nilai kerusakan diperoleh langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai kerugian, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi komponen-komponen kerugian masing-masing sektor.Nilai kerugian didasarkan pada asumsi-asumsi, misalnya asumsi mengenai jangka waktu pemulihan.Analisa penilaian kerusakan dan kerugian dilakukan dengan menggunakan formulir penilaian kerusakan dan kerugian yang terdapat dalam lampiran.Setelah melakukan pengisian formulir penilaian kerusakan dan kerugian penting untuk memeriksa perhitungan ganda, cakupan sektoral dan rasionalitas nilai kerusakan dan kerugian.
Nilai kerugian masing – masing sektor dapat di hitung sebagai berikut :a. Sektor permukiman
Nilai kerugian di hitung berdasarkan biaya pembersihan puing :
Dimana :Y1= jumlah orang per hariY2= harga hariY3= jumlah unit rumahY4= harga upah pekerja (per orang) per hari
b. Sektor infrastruktur Kerugian pada sektor infrastruktur dapat di hitung terhadap pertambahan biaya yang di keluarkan untuk pemakaian bahan bakar minyak (BBM) dan
Nilai Kerusakan = X1 * X2 * X3 * X4
Nilai kerugian = y1*Y2*Y3*y4
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 31
pembersihan longsor serta untuk perbaikan darurat meliputi jalan, siring, Tebing sungai, jaringan irigasi, potensi penurunan hasil produksi pertanian dll
c. Sektor Ekonomi
Dimana :Y1 = hilang nya pendapatanY2 = penurunan produksi panenY3 = pembersihan puing Y4 = dan lain lain
d. Sektor sosialNilai kerugian dihitung berdasarkan pembersihan puing :
Dimana :Y1 = jumlah orang per hariY2 = harga hariY3 = jumlah unit rumahY4 = harga upah orang per hari
e. Lintas SektorNilai kerugian dihitung berdasarkan biaya pembersihan puing
Dimana :Y1 = jumlah orang per hariY2 = harga hariY3 = jumlah unit rumah Y4 = harga upah orang per hari
Nilai Kerugian = ∫ (BBM, Perbaikan Darurat, Longsoran, Penurunan Hasil Produksi, dll)
Nilai Kerugian = Y1, Y2, Y3, Y4
Nilai Kerugian = Y1 * Y2 * Y3 * Y4
Nilai Kerugian = Y1 * Y2 * Y3 * Y4
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)32
D. Tahap PelaporanDokumen PDNA disusun dan dipublikasi kepada pihak-pihak yang
terkait dengan penanganan pascabencana, termasuk digunakan untuk penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Setelah perhitungan selesai, selanjutnya koordinator pengolahan data perlu memeriksa ulang apakah terdapat perhitungan ganda yaitu suatu nilai kerusakan dan kerugian yang dihitung dua kali oleh dua sektor yang berbeda.
Beberapa contoh perhitungan ganda : (1) Nilai kerugian sektor pertanian menggunakan harga konsumen, padahal
bagian keuntungan pedagang juga dihitung dalam sektor perdagangan. (2) Kerusakan fasilitas air minum dan sanitasi dihitung sebagai bagian dari
kerusakan sektor perumahan dan dihitung lagi sebagai kerusakan sektor air dan sanitasi.
(3) Kerusakan fasilitas usaha yang menyatu dengan tempat tinggal dihitung sebagai kerusakan sektor perdagangan, sementara rumah yang didalamnya terdapat tempat usaha telah dihitung kerusakannya dalam sektor perumahan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)32
D. Tahap PelaporanDokumen PDNA disusun dan dipublikasi kepada pihak-pihak yang
terkait dengan penanganan pascabencana, termasuk digunakan untuk penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Setelah perhitungan selesai, selanjutnya koordinator pengolahan data perlu memeriksa ulang apakah terdapat perhitungan ganda yaitu suatu nilai kerusakan dan kerugian yang dihitung dua kali oleh dua sektor yang berbeda.
Beberapa contoh perhitungan ganda : (1) Nilai kerugian sektor pertanian menggunakan harga konsumen, padahal
bagian keuntungan pedagang juga dihitung dalam sektor perdagangan. (2) Kerusakan fasilitas air minum dan sanitasi dihitung sebagai bagian dari
kerusakan sektor perumahan dan dihitung lagi sebagai kerusakan sektor air dan sanitasi.
(3) Kerusakan fasilitas usaha yang menyatu dengan tempat tinggal dihitung sebagai kerusakan sektor perdagangan, sementara rumah yang didalamnya terdapat tempat usaha telah dihitung kerusakannya dalam sektor perumahan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 33
Tehnik Penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Pasca Bencana
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)34
BAB I PENDAHULUAN
A.1. Latar BelakangIndonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga
merupakan negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis dan geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan yang cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang curam sampai daerah landai di sepanjang garis pantai yang sangat panjang, yang kesemuanya memiliki kerentanan terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi dan tsunami.Kondisi hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain.Ancaman lainnya adalah bencana yang disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi. Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai antara lain kerusakan sarana dan prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat dan sebagainya.
Oleh karena itu perlu upaya-upaya penanggulangan bencana yang baik, selaras dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 47), baik itu prabencana, pada saat tanggap darurat, maupun pasca bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana ini merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), sektor swasta/dunia usaha maupun masyarakat umum dan individu.
Dalam hal penanggulangan pasca-bencana, terutama penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi, maka diperlukan suatu proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang tepat, berdasarkan perencanaan yang baik, sehingga tepat sasaran dan juga tertib dalam penggunaan dana, serta mampu meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana di masa datang melalui usaha-usaha pengurangan risiko bencana. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang baik harus menghasilkan pemulihan kondisi masyarakat, baik secara fisik, mental, sosial dan ekonomi, dan mampu menurunkan kerentanan terhadap bencana, bukan memperparah kondisi kerentanan yang ada yang menyebabkan terjadinya bencana. Hal ini sejalan dengan butir ketiga tujuan strategis Hyogo Framework for Action 2005-2015 (HFA), yaitu: (c) Secara sistematis memadukan pendekatan-pendekatan peredaman risiko ke dalam rancangan dan pelaksanaan program-program kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat, tanggap darurat dan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)34
BAB I PENDAHULUAN
A.1. Latar BelakangIndonesia, selain terkenal karena kekayaan dan keindahan alamnya, juga
merupakan negara yang rawan terhadap bencana. Hal ini disebabkan posisi geografis dan geodinamiknya, sehingga Indonesia memiliki aktivitas vulkanik dan kegempaan yang cukup tinggi. Posisi ini juga menyebabkan bentuk relief Indonesia yang sangat bervariasi, mulai dari pegunungan dengan lereng yang curam sampai daerah landai di sepanjang garis pantai yang sangat panjang, yang kesemuanya memiliki kerentanan terhadap ancaman bahaya tanah longsor, banjir, abrasi dan tsunami.Kondisi hidrometeorologis yang beragam juga kadang-kadang menimbulkan ancaman bahaya banjir dan longsor, angin ribut atau angin puting beliung, bahaya kekeringan yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan lain-lain.Ancaman lainnya adalah bencana yang disebabkan oleh berbagai kegagalan teknologi. Umumnya bencana yang terjadi mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat baik berupa korban jiwa manusia, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai antara lain kerusakan sarana dan prasarana serta fasilitas umum, penderitaan masyarakat dan sebagainya.
Oleh karena itu perlu upaya-upaya penanggulangan bencana yang baik, selaras dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 47), baik itu prabencana, pada saat tanggap darurat, maupun pasca bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana ini merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), sektor swasta/dunia usaha maupun masyarakat umum dan individu.
Dalam hal penanggulangan pasca-bencana, terutama penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi, maka diperlukan suatu proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang tepat, berdasarkan perencanaan yang baik, sehingga tepat sasaran dan juga tertib dalam penggunaan dana, serta mampu meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap ancaman bencana di masa datang melalui usaha-usaha pengurangan risiko bencana. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang baik harus menghasilkan pemulihan kondisi masyarakat, baik secara fisik, mental, sosial dan ekonomi, dan mampu menurunkan kerentanan terhadap bencana, bukan memperparah kondisi kerentanan yang ada yang menyebabkan terjadinya bencana. Hal ini sejalan dengan butir ketiga tujuan strategis Hyogo Framework for Action 2005-2015 (HFA), yaitu: (c) Secara sistematis memadukan pendekatan-pendekatan peredaman risiko ke dalam rancangan dan pelaksanaan program-program kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat, tanggap darurat dan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 35
pemulihan dalam rangka rekonstruksi komunitas yang terkena dampak.Agar proses rekonstruksi dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan suatu
Pedoman Penyelenggaraan Rekonstruksi, sehingga para pelaku penanggulangan bencana, baik pemerintah (pusat dan daerah) maupun organisasi-organisasi non pemerintah dan kalangan masyarakat umum dapat menyelenggarakan proses rekonstruksi dengan terencana, tepat waktu, tepat mutu dan tepat anggaran dan sesuai dengan sasarannya. Hal ini juga sejalan dengan prioritas aksi kelima dari HFA, yaitu: (5) Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkatan.
A.2. Maksud dan TujuanMaksud dan Tujuan pedoman ini adalah memberikan acuan atau pegangan
bagi para penyelenggara rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara terencana, terkoordinasi, terintegrasi dan terkendali dan kegiatan rekonstruksi dapat berjalan dengan tepat sasaran, tepat waktu, tepat biaya, tepat mutu dan tepat guna, dalam rangka memulihkan kehidupan masyarakat di wilayah yang terkena bencana. Tujuan penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi adalah membangun kembali dalam jangka panjang secara permanen sebagian atau seluruh sarana dan prasarana fisik dan non-fisik, beserta seluruh sistem kelembagaan dan pelayanan yang rusak akibat bencana, agar kondisinya pulih kembali dan fungsinya dapat berjalan dengan baik dan masyarakat dapat terlindungi lebih baik dari berbagai ancaman bencana.
A.3. Ruang LingkupRuang lingkup Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca
Bencana Meliputi :1. Aspek kemanusiaan, antara lain terdiri dari sosial psikologis, pelayanan
kesehatan, pelayanan pendidikan, partisipasi dan peran serta lembaga, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat.
2. Aspek permukiman, terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.
3. Aspek infrastruktur, terdiri dari perbaikan sarana prasarana umum, pembangunan kembali sarana prasarana umum, peningkatan fungsi pelayanan publik dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
4. Aspek ekonomi, terdiri dari pemulihan ekonomi, peningkatan kondisi ekonomi, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan dan industri.
5. Aspek sosial, terdiri dari pemulihan konstruksi sosial, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat.
6. Aspek lintas sektor yang antara lain terdiri dari pemulihan dan peningkatan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)36
kegiatan yang meliputi tata pemerintahan, ketertiban, keamanan dan perbankan.
A.4. Mekanisme PenyusunanDokumen Rencana Aksi ini disusun secara bersama-sama antara BPBD
Provinsi, Bappeda Provinsi, SKPD Provinsi terkait, BPBD Kabupaten/Kota, Bappeda Kabupaten/Kota SKPD Kabupaten/Kota terkait; Universitas, dunia usaha dan lembaga sosial serta pemangku kepentingan lainnya yang difasilitasi BNPB melalui Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi ini disusun melalui mekanisme pendekatan perspektif, yaitu perspektif teknokrat, perspektif birokrat dan dunia usaha Perspektif birokrat mengacu pada pola penyusunan program dan anggaran pada unit-unit kerja di pemerintahan, di tingkat provinsi dan kabupaten/Kota. Penyusunan program tersebut juga diselaraskan dengan keberadaaan kementerian dan lembaga terkait. Perspektif birokrat didukung oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Provinsi seperti Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh (BAPPEDA) Aceh serta SKPA terkait lainnya. Dari perspektif teknokrat, informasi yang mengacu pada prinsip manajemen pengetahuan (knowledge management) untuk pengurangan risiko bencana menjadi acuan dalam mekanisme penyusunan rencana aksi ini. Sisi teknokrat mekanisme penyusunan dokumen renaksi dibantu oleh Universitas seperti Unsyiah, UIN sertsa Universitas lainnya, rencana aksi juga melibatkan dunia usaha dalam proses penanggulangan pasca bencana
A.5. Sistematika Penulisan Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi terdiri dari 6 (enam) bab,
antara lain :Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang perlunya penyusunan Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca bencana, dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai, ruang lingkup pembahasan, serta sistematika penulisan.
Bab II Kondisi Umum WilayahBab ini menguraikan gambaran singkat karakteristik wilayah sebelum kejadian
bencana, yang ditinjau dari kondisi geografi, demografi, infrastruktur, ekonomi dan sosial.
Bab III Pengkajian Kebutuhan BencanaBab ini menguraikan kronologi kejadian bencana, upaya penanganan darurat,
hasil kajian akibat bencana yang terdiri dari penilaian kerusakan dan kerugian, penilaian gangguan akses, gangguan fungsi, dan meningkatnya risiko. Hasil kajian
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)36
kegiatan yang meliputi tata pemerintahan, ketertiban, keamanan dan perbankan.
A.4. Mekanisme PenyusunanDokumen Rencana Aksi ini disusun secara bersama-sama antara BPBD
Provinsi, Bappeda Provinsi, SKPD Provinsi terkait, BPBD Kabupaten/Kota, Bappeda Kabupaten/Kota SKPD Kabupaten/Kota terkait; Universitas, dunia usaha dan lembaga sosial serta pemangku kepentingan lainnya yang difasilitasi BNPB melalui Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.
Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi ini disusun melalui mekanisme pendekatan perspektif, yaitu perspektif teknokrat, perspektif birokrat dan dunia usaha Perspektif birokrat mengacu pada pola penyusunan program dan anggaran pada unit-unit kerja di pemerintahan, di tingkat provinsi dan kabupaten/Kota. Penyusunan program tersebut juga diselaraskan dengan keberadaaan kementerian dan lembaga terkait. Perspektif birokrat didukung oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Provinsi seperti Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Aceh (BAPPEDA) Aceh serta SKPA terkait lainnya. Dari perspektif teknokrat, informasi yang mengacu pada prinsip manajemen pengetahuan (knowledge management) untuk pengurangan risiko bencana menjadi acuan dalam mekanisme penyusunan rencana aksi ini. Sisi teknokrat mekanisme penyusunan dokumen renaksi dibantu oleh Universitas seperti Unsyiah, UIN sertsa Universitas lainnya, rencana aksi juga melibatkan dunia usaha dalam proses penanggulangan pasca bencana
A.5. Sistematika Penulisan Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi terdiri dari 6 (enam) bab,
antara lain :Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang perlunya penyusunan Dokumen Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca bencana, dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai, ruang lingkup pembahasan, serta sistematika penulisan.
Bab II Kondisi Umum WilayahBab ini menguraikan gambaran singkat karakteristik wilayah sebelum kejadian
bencana, yang ditinjau dari kondisi geografi, demografi, infrastruktur, ekonomi dan sosial.
Bab III Pengkajian Kebutuhan BencanaBab ini menguraikan kronologi kejadian bencana, upaya penanganan darurat,
hasil kajian akibat bencana yang terdiri dari penilaian kerusakan dan kerugian, penilaian gangguan akses, gangguan fungsi, dan meningkatnya risiko. Hasil kajian
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 37
kebutuhan pemulihan yang dianalisis dalam lima sektor, yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial, dan lintas sektor.
Bab IV Prinsip, Kebijakan dan Strategi Rehabilitasi dan Rekonstruksi PascabencanaBab ini menguraikan prinsip dasar, kebijakan, ruang lingkup, serta strategi
rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Bab V Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi PascabencanaBab ini menguraikan proses perencanaan dan pendanaan, mekanisme
pelaksanaan anggaran, pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, kelembagaan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, pemantauan dan evaluasi, serta kesinambungan pemulihan berbasis pengurangan risiko bencana.
Bab VI PenutupBab ini menjelaskan bahwa dokumen rencana aksi merupakan acuan
rehabilitasi dan rekonstruksi yang harus dijabarkan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaannya untuk mendapatkan hasil pembangunan yang lebih baik
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)38
BAB II KONDISI UMUM WILAYAH
2.1 Gambaran Umum Bab ini menjelaskan tentang jenis bencana yang terjadi, waktu dan tempat
2.1.1 Kondisi Geografis Pada bab ini menjelaskan tentang letak geografis daerah dampak bencana 2.1.2 Kependudukan Pada bab ini menjelaskan tentang jumlah penduduk, laju pertumbuhan
penduduk serta kepadatan penduduk daerah dampak bencana
2.1.3 Kondisi Permukiman, Sarana Prasarana Publik Pada bab ini menjelaskan tentang kondisi infrastruktur, permukiman, ruas
jalan, jaringan irigasi, ublic air minum, sanitasi, ublic dan fasilitas ublic lainnya pada daerah terdampak bencana.
2.1.4 Pendidikan Masalah pendidikan merupakan salah satu bidang penting dalam
pembangunan nasional maupun daerah.Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal yang sangat berharga bagi pembangunan, baik pembangunan manusia itu sendiri maupun pembangunan ekonomi. SDM yang berkualitas akan membawa dampak pada kemajuan dibidang teknologi, kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Hal ini dikarenakan penduduk yang memiliki pendidikan yang cukup akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam menghasilkan barang dan jasa, melakukan inovasi teknologi, merancang dan merekayasa lingkungan hidup, menjaga keteraturan sosial, mengembangkan perekonomian dan pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Bab ini juga menjelaskan tentang :
1. Ketersedian sarana pendidikan2. Angka Partisipasi Sekolah3. Indek kesejahteraan sosial di bidang pendidikan
2.1.5 Kesehatan Indikator pelayanan kesehatan masyarakat meliputi : - jumlah tenaga
kesehatan, puskesmas, poskesdes. Ambulance.
2.1.6 Keagamaan Syariat Islam (agama) merupakan urusan Pemerintah yang berfungsi
sebagai pelayanan umum sesuai dengan amanat undang-undang.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)38
BAB II KONDISI UMUM WILAYAH
2.1 Gambaran Umum Bab ini menjelaskan tentang jenis bencana yang terjadi, waktu dan tempat
2.1.1 Kondisi Geografis Pada bab ini menjelaskan tentang letak geografis daerah dampak bencana 2.1.2 Kependudukan Pada bab ini menjelaskan tentang jumlah penduduk, laju pertumbuhan
penduduk serta kepadatan penduduk daerah dampak bencana
2.1.3 Kondisi Permukiman, Sarana Prasarana Publik Pada bab ini menjelaskan tentang kondisi infrastruktur, permukiman, ruas
jalan, jaringan irigasi, ublic air minum, sanitasi, ublic dan fasilitas ublic lainnya pada daerah terdampak bencana.
2.1.4 Pendidikan Masalah pendidikan merupakan salah satu bidang penting dalam
pembangunan nasional maupun daerah.Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal yang sangat berharga bagi pembangunan, baik pembangunan manusia itu sendiri maupun pembangunan ekonomi. SDM yang berkualitas akan membawa dampak pada kemajuan dibidang teknologi, kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Hal ini dikarenakan penduduk yang memiliki pendidikan yang cukup akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam menghasilkan barang dan jasa, melakukan inovasi teknologi, merancang dan merekayasa lingkungan hidup, menjaga keteraturan sosial, mengembangkan perekonomian dan pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas hidup manusia secara keseluruhan. Bab ini juga menjelaskan tentang :
1. Ketersedian sarana pendidikan2. Angka Partisipasi Sekolah3. Indek kesejahteraan sosial di bidang pendidikan
2.1.5 Kesehatan Indikator pelayanan kesehatan masyarakat meliputi : - jumlah tenaga
kesehatan, puskesmas, poskesdes. Ambulance.
2.1.6 Keagamaan Syariat Islam (agama) merupakan urusan Pemerintah yang berfungsi
sebagai pelayanan umum sesuai dengan amanat undang-undang.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 39
2.1.6.1 Fasilitas Keagamaan Sebagai indikator untuk memenuhi pencapaian target tentang fasilitas
keagamaan
2.1.6.2 Pendidikan Dayah
50
1. Ketersedian sarana pendidikan
2. Angka Partisipasi Sekolah
3. Indek kesejahteraan sosial di bidang pendidikan
2.1.5 Kesehatan
Indikator pelayanan kesehatan masyarakat meliputi : - jumlah tenaga
kesehatan, puskesmas, poskesdes. Ambulance.
Tabel 2.1 : Indikator Kesehatan Masyarakat
No Kecamatan Jumlah Puskesmas
Jumlah Posyandu
Jumlah Quota
Askeskin
Jumlah Balita
Jumlah Ibu
Hamil
Jumlah Tenaga
Kesehatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
2.1.6 Keagamaan
Syariat Islam (agama) merupakan urusan Pemerintah yang berfungsi
sebagai pelayanan umum sesuai dengan amanat undang-undang.
2.1.6.1 Fasilitas Keagamaan
Sebagai indikator untuk memenuhi pencapaian target tentang
fasilitas keagamaan
Tabel 2.2: Jumlah Tempat Fasilitas Peribadatan
No Kecamatan Mesjid Meunasah (TPA)
1
2
51
No Kecamatan Mesjid Meunasah (TPA)
3
4
5
2.1.6.2 Pendidikan Dayah
2 Tabel 2.3 Jumlah Dayah, Guru dan Santri 3
No Kecamatan Jumlah
Dayah
Jumlah Guru Jumlah Santri
Menetap Tidak menetap Total Menetap Tidak
Menetap Total
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah
2.1.7 Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya bertujuan untuk memelihara budaya
warisan leluhur yang begitu kaya, disamping itu untuk memberikan
wawasan budaya kepada generasi muda. Derasnya arus informasi yang
berdampak negatif akibat budaya global, yang sedikit demi sedikit akan
merusak tatanan budaya masyarakat yang telah mengakar dalam
kehidupan sehari-hari.
50
1. Ketersedian sarana pendidikan
2. Angka Partisipasi Sekolah
3. Indek kesejahteraan sosial di bidang pendidikan
2.1.5 Kesehatan
Indikator pelayanan kesehatan masyarakat meliputi : - jumlah tenaga
kesehatan, puskesmas, poskesdes. Ambulance.
Tabel 2.1 : Indikator Kesehatan Masyarakat
No Kecamatan Jumlah Puskesmas
Jumlah Posyandu
Jumlah Quota
Askeskin
Jumlah Balita
Jumlah Ibu
Hamil
Jumlah Tenaga
Kesehatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jumlah
2.1.6 Keagamaan
Syariat Islam (agama) merupakan urusan Pemerintah yang berfungsi
sebagai pelayanan umum sesuai dengan amanat undang-undang.
2.1.6.1 Fasilitas Keagamaan
Sebagai indikator untuk memenuhi pencapaian target tentang
fasilitas keagamaan
Tabel 2.2: Jumlah Tempat Fasilitas Peribadatan
No Kecamatan Mesjid Meunasah (TPA)
1
2
51
No Kecamatan Mesjid Meunasah (TPA)
3
4
5
2.1.6.2 Pendidikan Dayah
2 Tabel 2.3 Jumlah Dayah, Guru dan Santri 3
No Kecamatan Jumlah
Dayah
Jumlah Guru Jumlah Santri
Menetap Tidak menetap Total Menetap Tidak
Menetap Total
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah
2.1.7 Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya bertujuan untuk memelihara budaya
warisan leluhur yang begitu kaya, disamping itu untuk memberikan
wawasan budaya kepada generasi muda. Derasnya arus informasi yang
berdampak negatif akibat budaya global, yang sedikit demi sedikit akan
merusak tatanan budaya masyarakat yang telah mengakar dalam
kehidupan sehari-hari.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)40
2.1.7 Sosial Budaya Pembangunan sosial budaya bertujuan untuk memelihara budaya warisan
leluhur yang begitu kaya, disamping itu untuk memberikan wawasan budaya kepada generasi muda. Derasnya arus informasi yang berdampak negatif akibat budaya global, yang sedikit demi sedikit akan merusak tatanan budaya masyarakat yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.8 Kondisi Ekonomi Bab ini menjelaskan tentang laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan
PDRB, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan Jumlah tenaga kerja daerah dampak bencana.
51
No Kecamatan Mesjid Meunasah (TPA)
3
4
5
2.1.6.2 Pendidikan Dayah
2 Tabel 2.3 Jumlah Dayah, Guru dan Santri 3
No Kecamatan Jumlah
Dayah
Jumlah Guru Jumlah Santri
Menetap Tidak menetap Total Menetap Tidak
Menetap Total
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah
2.1.7 Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya bertujuan untuk memelihara budaya
warisan leluhur yang begitu kaya, disamping itu untuk memberikan
wawasan budaya kepada generasi muda. Derasnya arus informasi yang
berdampak negatif akibat budaya global, yang sedikit demi sedikit akan
merusak tatanan budaya masyarakat yang telah mengakar dalam
kehidupan sehari-hari.
52
Tabel 2.4: Jumlah Sanggar Seni Budaya
No. Kecamatan Jumlah Jenis Kesenian
1. 2. 3. 4.
2.1.8 Kondisi Ekonomi
Bab ini menjelaskan tentang laju pertumbuhan ekonomi, laju
pertumbuhan PDRB, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan
Jumlah tenaga kerja daerah dampak bencana.
Tabel 2.5: Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga KonstanTahun
No. Lapangan Usaha
Tahun (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1. .................................................................................................................................... Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian
2. .................................................................................................................................... Kehutanan dan Penebangan Kayu
3. .................................................................................................................................... Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
1. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Migas
2. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Non Migas
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan daur ulang
F Konstruksi
52
Tabel 2.4: Jumlah Sanggar Seni Budaya
No. Kecamatan Jumlah Jenis Kesenian
1. 2. 3. 4.
2.1.8 Kondisi Ekonomi
Bab ini menjelaskan tentang laju pertumbuhan ekonomi, laju
pertumbuhan PDRB, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan
Jumlah tenaga kerja daerah dampak bencana.
Tabel 2.5: Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga KonstanTahun
No. Lapangan Usaha
Tahun (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1. .................................................................................................................................... Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian
2. .................................................................................................................................... Kehutanan dan Penebangan Kayu
3. .................................................................................................................................... Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
1. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Migas
2. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Non Migas
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan daur ulang
F Konstruksi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)40
2.1.7 Sosial Budaya Pembangunan sosial budaya bertujuan untuk memelihara budaya warisan
leluhur yang begitu kaya, disamping itu untuk memberikan wawasan budaya kepada generasi muda. Derasnya arus informasi yang berdampak negatif akibat budaya global, yang sedikit demi sedikit akan merusak tatanan budaya masyarakat yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.8 Kondisi Ekonomi Bab ini menjelaskan tentang laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan
PDRB, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan Jumlah tenaga kerja daerah dampak bencana.
51
No Kecamatan Mesjid Meunasah (TPA)
3
4
5
2.1.6.2 Pendidikan Dayah
2 Tabel 2.3 Jumlah Dayah, Guru dan Santri 3
No Kecamatan Jumlah
Dayah
Jumlah Guru Jumlah Santri
Menetap Tidak menetap Total Menetap Tidak
Menetap Total
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah
2.1.7 Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya bertujuan untuk memelihara budaya
warisan leluhur yang begitu kaya, disamping itu untuk memberikan
wawasan budaya kepada generasi muda. Derasnya arus informasi yang
berdampak negatif akibat budaya global, yang sedikit demi sedikit akan
merusak tatanan budaya masyarakat yang telah mengakar dalam
kehidupan sehari-hari.
52
Tabel 2.4: Jumlah Sanggar Seni Budaya
No. Kecamatan Jumlah Jenis Kesenian
1. 2. 3. 4.
2.1.8 Kondisi Ekonomi
Bab ini menjelaskan tentang laju pertumbuhan ekonomi, laju
pertumbuhan PDRB, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan
Jumlah tenaga kerja daerah dampak bencana.
Tabel 2.5: Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga KonstanTahun
No. Lapangan Usaha
Tahun (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1. .................................................................................................................................... Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian
2. .................................................................................................................................... Kehutanan dan Penebangan Kayu
3. .................................................................................................................................... Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
1. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Migas
2. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Non Migas
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan daur ulang
F Konstruksi
52
Tabel 2.4: Jumlah Sanggar Seni Budaya
No. Kecamatan Jumlah Jenis Kesenian
1. 2. 3. 4.
2.1.8 Kondisi Ekonomi
Bab ini menjelaskan tentang laju pertumbuhan ekonomi, laju
pertumbuhan PDRB, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan
Jumlah tenaga kerja daerah dampak bencana.
Tabel 2.5: Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga KonstanTahun
No. Lapangan Usaha
Tahun (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1. .................................................................................................................................... Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian
2. .................................................................................................................................... Kehutanan dan Penebangan Kayu
3. .................................................................................................................................... Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
1. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Migas
2. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Non Migas
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan daur ulang
F Konstruksi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 41
52
Tabel 2.4: Jumlah Sanggar Seni Budaya
No. Kecamatan Jumlah Jenis Kesenian
1. 2. 3. 4.
2.1.8 Kondisi Ekonomi
Bab ini menjelaskan tentang laju pertumbuhan ekonomi, laju
pertumbuhan PDRB, tingkat pengangguran, tingkat kemiskinan dan
Jumlah tenaga kerja daerah dampak bencana.
Tabel 2.5: Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga KonstanTahun
No. Lapangan Usaha
Tahun (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1 2 3 4 5 6 7
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
1. .................................................................................................................................... Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian
2. .................................................................................................................................... Kehutanan dan Penebangan Kayu
3. .................................................................................................................................... Perikanan
B Pertambangan dan Penggalian
C Industri Pengolahan
1. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Migas
2. .................................................................................................................................... Industri Pengolahan Non Migas
D Pengadaan Listrik dan Gas
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan daur ulang
F Konstruksi
2.2 Kawasan Rawan Bencana Bab ini menjelaskan kondisi geologis daerah rawan bencana yang sudah
dipetakan dan catatan kejadian bencana sebelumnya.
53
No. Lapangan Usaha
Tahun (Dalam Juta Rupiah)
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
1 2 3 4 5 6 7
G perdagangan Besar dan Encera; Respirasi Mobil dan sepeda Motor
H Transportasi dan Pergudangan
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
J Informasi dan Komunikasi
K Jasa Keuangan dan Asuransi
L Real Estate
M, N
Jasa Perusahaan
O Administrasi Pemerintah, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
P Jasa Pendidikan
Q Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial
R,S,T,U
Jasa Lainnya
Produk Domestik Regional Bruto
2.2. Kawasan Rawan Bencana
Bab ini menjelaskan kondisi geologis daerah rawan bencana yang
sudah dipetakan dan catatan kejadian bencana sebelumnya.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)42
BAB III PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN WILAYAH PASCABENCANA
Pada saat terjadinya bencana, serangkaian kegiatan penanganan darurat telah dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan pihak lainnya. Seluruh tindakan yang dilakukan berupa evakuasi dan penyelamatan nyawa manusia dimaksud untuk membantu masyarakat terdampak agar tidak lebih menderita. Sesuai dengan siklus penanggulangan bencana, maka setelah berakhirnya masa penanganan darurat harus segera dilaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana, sehingga pertolongan terhadap masyarakat yang terdampak bencana dapat berkesinambungan.
Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana membutuhkan pengkajian yang memadai atas bukti-bukti berupa kerusakan dan kerugian aset-aset penghidupan, deprivasi hak-hak dasar, ketergangguan proses kemasyarakatan dan kenegaraan serta meningkatnya risiko karena menurunnya kapasitas dan meningkatnya kerentanan pascabencana.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan dalam wilayah pascabencana. Rehabilitasi bersifat segera dan kegiatan masih berfokus utama pada kepada pemulihan kehidupan manusia yang masih terselamatkan nyawanya pada tahap penanganan darurat. Pelayanan kepada masyarakat di wilayah bencana tidak boleh sampai terhenti ketika masa penanggulangan bencana terakhir. Berkaitan dengan upaya pemulihan segera terhadap kehidupan masyarakat. Masyarakat sebagai pelaksana utama kegiatan rehabilitasi dan mendapatkan manfaat termasuk upah.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Kegiatan rekonstruksi lebih berfokus kepada pembangunan kembali bangunan-bangunan fisik secara permanen dan peningkatan sosial ekonomi dalam suatu rangkaian pemulihan jangka panjang. Kadangkala pembangunan kembali dilakukan secara menyeluruh jika kerusakan sangat parah. Tujuan pemulihan jangka panjang adalah, mengembalikan keadaan sebelum bencana bahkan menjadi lebih baik. Pemulihan ini juga merupakan waktu yang tepat untuk mengambil langkah-langkah mitigasi atau pengurangan risiko bencana sehingga masyarakat
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)42
BAB III PENGKAJIAN KEBUTUHAN PEMULIHAN WILAYAH PASCABENCANA
Pada saat terjadinya bencana, serangkaian kegiatan penanganan darurat telah dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan pihak lainnya. Seluruh tindakan yang dilakukan berupa evakuasi dan penyelamatan nyawa manusia dimaksud untuk membantu masyarakat terdampak agar tidak lebih menderita. Sesuai dengan siklus penanggulangan bencana, maka setelah berakhirnya masa penanganan darurat harus segera dilaksanakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah pascabencana, sehingga pertolongan terhadap masyarakat yang terdampak bencana dapat berkesinambungan.
Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana membutuhkan pengkajian yang memadai atas bukti-bukti berupa kerusakan dan kerugian aset-aset penghidupan, deprivasi hak-hak dasar, ketergangguan proses kemasyarakatan dan kenegaraan serta meningkatnya risiko karena menurunnya kapasitas dan meningkatnya kerentanan pascabencana.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan dalam wilayah pascabencana. Rehabilitasi bersifat segera dan kegiatan masih berfokus utama pada kepada pemulihan kehidupan manusia yang masih terselamatkan nyawanya pada tahap penanganan darurat. Pelayanan kepada masyarakat di wilayah bencana tidak boleh sampai terhenti ketika masa penanggulangan bencana terakhir. Berkaitan dengan upaya pemulihan segera terhadap kehidupan masyarakat. Masyarakat sebagai pelaksana utama kegiatan rehabilitasi dan mendapatkan manfaat termasuk upah.
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Kegiatan rekonstruksi lebih berfokus kepada pembangunan kembali bangunan-bangunan fisik secara permanen dan peningkatan sosial ekonomi dalam suatu rangkaian pemulihan jangka panjang. Kadangkala pembangunan kembali dilakukan secara menyeluruh jika kerusakan sangat parah. Tujuan pemulihan jangka panjang adalah, mengembalikan keadaan sebelum bencana bahkan menjadi lebih baik. Pemulihan ini juga merupakan waktu yang tepat untuk mengambil langkah-langkah mitigasi atau pengurangan risiko bencana sehingga masyarakat
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 43
akan lebih siap menghadapi bencana bahkan mencegah terjadinya bencana yang serupa.
Perlu diperhatikan bahwa kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi tidak sekedar hanya membangun kembali sarana dan prasarana setiap sektor yang rusak akibat bencana, akan tetapi dalam kebutuhan pemulihan ini juga harus mencakup kegiatan yang bersifat untuk meningkatkan strategi ekonomi kehidupan masyarakat di wilayah yang terkena bencana serta membangun lebih baik dan aman (build back better and safer) sarana dan prasarana yang berbasis mitigasi atau peningkatan dan pengurangan risiko bencana.
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan berdasarkan dokumen rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi yang disusun berdasarkan pengkajian kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi. Pengkajian kebutuhan dimaksud dilakukan melalui kegiatan Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (JITU PASNA) terhadap masyarakat terdampak bencana.
Penggalian bukti-bukti di atas dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna) yang merupakan metode yang digunakan untuk pendekatan kajian akibat bencana, dampak bencana dan kebutuhan pemulihan pascabencana.Jitu Pasna dan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi (Renaksi) membantu pemerintah dan para pemangku kepentingan menyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana berlandaskan pada informasi akurat dari para pihak yang terdampak bencana.
Dengan demikian Jitu Pasna merupakan basis bagi penyusunan dokumen rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Pendekatan Jitu Pasna yang partisipatif dan berbasis pada data akan mampu mendukung penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi yang baik.
Jitu Pasna menggunakan kerangka pandang yang menyeluruh terhadap kebutuhan manusia dan masyarakat untuk pulih dari bencana.Jitu Pasna mengakui keseluruhan aspek kehidupan manusia dan masyarakat, baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Tujuannya agar upaya-upaya pemulihan pascabencana berorientasi pada pemulihan harkat dan martabat manusia secara utuh, yang tertuang pada komponen dan lingkup Jitu Pasna.
Kajian Jitu Pasna akan memandu para pihak dengan menyajikan tiga komponen informasi penting untuk pemulihan pascabencana, yaitu:
1. pengkajian akibat bencana2. pengkajian dampak bencana; dan 3. pengkajian kebutuhan pascabencana
Komponen-komponen dalam Jitu Pasna diatas memiliki kesaling-terhubungan dalam rangka memandu proses penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi maupun untuk melakukan upaya pemulihan pascabencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)44
Hubungan antara komponen pengkajian akibat bencana, pengkajian dampak bencana dan pengkajian kebutuhan pascabencana nampak pada diagram dibawah ini.
Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam Jitu Pasna berorientasi pada pemetaan kebutuhan untuk pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai berikut :
1. Kebutuhan pemulihan awal adalah kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan pascabencana yang berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan.
2. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
3. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peranserta masyarakat.
Dengan demikian, komponen pembangunan, penggantian, penyediaan akses, pemulihan proses dan pengurangan risiko harus dipilah-pilah dalam kerangka pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Berikut ini adalah
57
Hubungan antara komponen pengkajian akibat bencana, pengkajian
dampak bencana dan pengkajian kebutuhan pascabencana nampak pada
diagram dibawah ini.
Gambar 3.1 Kerangka Pengkajian Kebutuhan Pascabencana dan Rencana AksiRehabilitasi dan Rekonstruksi
Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam Jitu Pasna berorientasi pada
pemetaan kebutuhan untuk pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi
sebagai berikut :
1. Kebutuhan pemulihan awal adalah kebutuhan-kebutuhan
kemanusiaan pascabencana yang berorientasi pada pembangunan
yang berkelanjutan.
2. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Gambar 3.1 Kerangka Pengkajian Kebutuhan Pascabencana dan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
PENYUSUNAN RENCANA REHABILITASI
DAN REKONSTRUSI
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)44
Hubungan antara komponen pengkajian akibat bencana, pengkajian dampak bencana dan pengkajian kebutuhan pascabencana nampak pada diagram dibawah ini.
Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam Jitu Pasna berorientasi pada pemetaan kebutuhan untuk pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai berikut :
1. Kebutuhan pemulihan awal adalah kebutuhan-kebutuhan kemanusiaan pascabencana yang berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan.
2. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
3. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peranserta masyarakat.
Dengan demikian, komponen pembangunan, penggantian, penyediaan akses, pemulihan proses dan pengurangan risiko harus dipilah-pilah dalam kerangka pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana. Berikut ini adalah
57
Hubungan antara komponen pengkajian akibat bencana, pengkajian
dampak bencana dan pengkajian kebutuhan pascabencana nampak pada
diagram dibawah ini.
Gambar 3.1 Kerangka Pengkajian Kebutuhan Pascabencana dan Rencana AksiRehabilitasi dan Rekonstruksi
Perkiraan kebutuhan pemulihan dalam Jitu Pasna berorientasi pada
pemetaan kebutuhan untuk pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi
sebagai berikut :
1. Kebutuhan pemulihan awal adalah kebutuhan-kebutuhan
kemanusiaan pascabencana yang berorientasi pada pembangunan
yang berkelanjutan.
2. Kebutuhan rehabilitasi adalah kebutuhan perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang
memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan
dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Gambar 3.1 Kerangka Pengkajian Kebutuhan Pascabencana dan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
PENYUSUNAN RENCANA REHABILITASI
DAN REKONSTRUSI
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 45
tabel komponen perkiraan kebutuhan dalam Jitu Pasna.
Lingkup pengkajian kebutuhan pascabencana dan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi mengacu pada Peraturan BNPB Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana. Pedoman ini mengarahkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam enam aspek, yakni kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
3.1 Kajian Akibat Bencana3.1.1 Kronologi Kejadian Bencana
Menjelaskan kronologi kejadian bencana “dimana lokasi bencana, waktu terjadi bencana, yang telah merusakbaik permukiman, Infrastruktur, Ekonomi Produktif, Sosial, maupun Sektor lainnya
58
3. Sedangkan kebutuhan rekonstruksi adalah kebutuhan pembangunan
kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,
dan bangkitnya peranserta masyarakat.
Dengan demikian, komponen pembangunan, penggantian, penyediaan
akses, pemulihan proses dan pengurangan risiko harus dipilah-pilah dalam
kerangka pemulihan awal, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Berikut ini adalah tabel komponen perkiraan kebutuhan dalam Jitu Pasna.
Tabel 3.1: Komponen Perkiraan Kebutuhan
Komponen Keterangan
Pembangunan Kebutuhan pembangunan bertujuan untuk memulihkan kerusakan infrastruktur pemerintah, masyarakat, keluarga dan badan usaha setelah terjadi bencana. Pembangunan kembali ini harus mengutamakan prinsip pembangunan kembali yang lebih tahan bencana sehingga pengkajian risiko bencana wajib menjadi pertimbangan dalam perkiraan kebutuhan pascabencana.
Stimulasi Kebutuhan stimulasi bertujuan untuk mengganti kerugian ekonomi sebagai akibat dari bencana. Penggantian juga harus berorientasi pada perbaikan besaran-besaran ekonomi dalam jangka panjang sehingga harus efektif, efisien dan berkelanjutan.
Penyediaan Akses Kebutuhan penyediaan akses bertujuan untuk memulihkan akses masyarakat terhadap hak-hak dasar seperti pendidikan, kesehatan, pangan, jaminan sosial, perumahan, budaya, pekerjaan, kependudukan dan lain-lain. Penyediaan ini harus dilakukan dalam rangka pemulihan sistem pelayanan kebutuhan dasar yang ada.
Pemulihan Proses Kebutuhan pemulihan proses merupakan pemulihan awal yang bertujuan untuk menjalankan kembali proses pemerintahan dan kemasyarakatan. Misalnya, pemulihan proses kemasyarakatan seperti pemulihan organisasi RT dan RW, kelompok posyandu, kelompok tani dan organisasi berbasis masyarakat lainnya.
Pengurangan Risiko
Kebutuhan pengurangan risiko meliputi kebutuhan mencegah dan melemahkan ancaman, kebutuhan mengurangi kerentanan terhadap bencana dan kebutuhan meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam menghadapi bencana di masa datang. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan pemulihan awal dan kebutuhan pemulihan jangka panjang untuk merespon peningkatan risiko akibat bencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)46
3.1.2 Upaya Penanganan Darurat dan Pemulihan AwalDalam merespon kegiatan dan upaya – upaya yang telah dilakukan pada masa
penanganan tanggap darurat antara lain :1. Pendirian dan pendampingan posko komando utama tanggap darurat untuk
mengevakuasi dan menampung pengungsi, pemenuhan kebutuhan dasar, bantuan cash for work untuk pengungsi, pembersihan puing bangunan, jalan, jembatan, distribusi air bersih, MCK, dapur umum serta penyaluran layanan kesehatan
2. Pengerahan personil dari Kementrian / Lembaga, TNI/POLRI, Palang Merah Indonesia (PMI), Relawan dan NGO.
3. Pemberian dana siap pakai untuk operasional posko dan pemenuhan kebutuhan dasar.
4. Mengaktifkan gudang logistik di 5 (lima) titik5. Mengirimkan bantuan logistik dan peralatan mengguanakan pesawat cargo/
Hercules milik TNI AU6. Menyediakan bantuan lainnya berupa makanan siap saji, lauk pauk,
pakaian dan perlengkapan sekolah, peralatan mandi, tempat dapur, layanan kesehatan, layanan pendidikan, maupun trauma healing pada korban
59
Lingkup pengkajian kebutuhan pascabencana dan renaksi mengacu
pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Pedoman ini mengarahkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam
enam aspek, yakni kemanusiaan, perumahan dan pemukiman,
infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
3.1 Kajian Akibat Bencana 3.1.1 Kronologi Kejadian Bencana
Menjelaskan kronologi kejadian bencana “dimana lokasi bencana,
waktu terjadi bencana, yang telah merusakbaik permukiman, Infrastruktur,
Ekonomi Produktif, Sosial, maupun Sektor lainnya
Tabel 3.2: Substansi Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Aspek Keterangan
Perumahan dan Pemukiman
Aspek perumahan dan permukiman, terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
Infrastruktur Pembangunan
Aspek infrastruktur pembangunan, antara lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik, pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, peningkatan fungsi pelayanan publik dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Ekonomi Aspek ekonomi, antara lain terdiri dari pemulihan sosial ekonomi dan budaya, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri, pariwisata dan perbankan
Sosial Aspek sosial antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
Lintas Sektor Aspek lintas sektor antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan yang meliputi tata pemerintahan, keamanan ketertiban, perbankan, pengurangan risiko bencana, monitoring dan evaluasi, pembangunan non-fisik, serta kelembagaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Tabel 3.2: Substansi Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)46
3.1.2 Upaya Penanganan Darurat dan Pemulihan AwalDalam merespon kegiatan dan upaya – upaya yang telah dilakukan pada masa
penanganan tanggap darurat antara lain :1. Pendirian dan pendampingan posko komando utama tanggap darurat untuk
mengevakuasi dan menampung pengungsi, pemenuhan kebutuhan dasar, bantuan cash for work untuk pengungsi, pembersihan puing bangunan, jalan, jembatan, distribusi air bersih, MCK, dapur umum serta penyaluran layanan kesehatan
2. Pengerahan personil dari Kementrian / Lembaga, TNI/POLRI, Palang Merah Indonesia (PMI), Relawan dan NGO.
3. Pemberian dana siap pakai untuk operasional posko dan pemenuhan kebutuhan dasar.
4. Mengaktifkan gudang logistik di 5 (lima) titik5. Mengirimkan bantuan logistik dan peralatan mengguanakan pesawat cargo/
Hercules milik TNI AU6. Menyediakan bantuan lainnya berupa makanan siap saji, lauk pauk,
pakaian dan perlengkapan sekolah, peralatan mandi, tempat dapur, layanan kesehatan, layanan pendidikan, maupun trauma healing pada korban
59
Lingkup pengkajian kebutuhan pascabencana dan renaksi mengacu
pada Peraturan Kepala BNPB Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pedoman
Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Pedoman ini mengarahkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi ke dalam
enam aspek, yakni kemanusiaan, perumahan dan pemukiman,
infrastruktur, ekonomi, sosial dan lintas sektor.
3.1 Kajian Akibat Bencana 3.1.1 Kronologi Kejadian Bencana
Menjelaskan kronologi kejadian bencana “dimana lokasi bencana,
waktu terjadi bencana, yang telah merusakbaik permukiman, Infrastruktur,
Ekonomi Produktif, Sosial, maupun Sektor lainnya
Tabel 3.2: Substansi Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Aspek Keterangan
Perumahan dan Pemukiman
Aspek perumahan dan permukiman, terdiri dari perbaikan lingkungan daerah bencana, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat dan pembangunan kembali sarana sosial masyarakat
Infrastruktur Pembangunan
Aspek infrastruktur pembangunan, antara lain terdiri dari perbaikan prasarana dan sarana umum, pemulihan fungsi pemerintah, pemulihan fungsi pelayanan publik, pembangunan kembali sarana dan prasarana, penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, peningkatan fungsi pelayanan publik dan peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
Ekonomi Aspek ekonomi, antara lain terdiri dari pemulihan sosial ekonomi dan budaya, peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, mendorong peningkatan ekonomi lokal seperti pertanian, perdagangan, industri, pariwisata dan perbankan
Sosial Aspek sosial antara lain terdiri dari pemulihan konstruksi sosial dan budaya, pemulihan kearifan dan tradisi masyarakat, pemulihan hubungan antar budaya dan keagamaan dan pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
Lintas Sektor Aspek lintas sektor antara lain terdiri dari pemulihan aktivitas/kegiatan yang meliputi tata pemerintahan, keamanan ketertiban, perbankan, pengurangan risiko bencana, monitoring dan evaluasi, pembangunan non-fisik, serta kelembagaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Tabel 3.2: Substansi Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 47
terdampak7. Memberikan bantuan berupa jaminan hidup (jadup)8. Pengelolaan berbagai bantuan yang datang dari instansi pemerintah,
pemerintah daerah, swasta, sumbangan masyarakat, ormas dan pihak lainnya.
9. Pendirian tenda pengungsi dan kelearga10. Rapat evaluasi harian di posko Tanggap Darurat dihadiri seluruh SKPD
serta elemen-elemen yang terkait, seperti relawan-relawan berbagai unsur, organisasi masyarakat, serta komunitas peduli masyarakat
11. Melakukan verifiasi untuk tahap 1 bangunan rumah yang ditetapkan oleh kepala daerah terdampak
3.2 Penilaian Akibat Dampak BencanaBencana yang terjadi menimbulkan dampak kerusakan baik sektor perumahan,
infrastrukur , ekonomi, sosila dan lainnya.
3.2.1 Sektor Permukiman3.2.1.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Kerusakan pada sektor permukiman sub sektor perumahan sebagaiman tercatat pada posko utama penanganan, baik rumah dengan konstruksi permanen maupun semi permanen.Sesuai dengan kesepakatan saat rapat koordinasi rutin di Posko Utama maka yang akan diberikan bantuan stimulant adalah rumah rusak berat, rumah rusak sedang dan rusak ringan sehingga dalam rangka percepatan pemulihan perbaikan rumah yang rusak akibat kejadian bencana, tim verifikasi Pemerintah Provinsi terdampak dalam memverifikasi kerusakan dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: Rumah Rusak Berat, Rumah Rusak Sedang dan Rumah Rusak Ringan. Selain kerusakan pada struktur rumah dan komponen lainnya (atap, lantai, dan dinding), akibat kejadian bencana juga menyebabkan kerusakan pada isian rumah seperti mebelair, peralatan elektronik, maupun peralatan kamar tidur dan dapur.
Sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB No. 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Kajian Kebutuhan Pascabencana bahwa tingkat kerusakan rumah/bangunan untuk kategori rusak berat adalah (70-100%), rusak sedang (30-70%), dan rusak ringan (0-30%). Untuk menghitung nilai kerusakan digunakan rumus:
Kerusakan = % tingkat krusakan x volume (luas/rata2) x harga satuan
Selain itu nilai kerusakan ditambah dengan nilai kerusakan isi rumah, sedangkan kerugian dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk membersihkan puing bangunan/rumah.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)48
3.2.1.2 Gangguan Akses, Gangguan FungsiGangguan Akses
Menjelaskan tentang akses masyarakat terdampak bencana dari tempat tinggalnya (pengungsian) untuk menuju tempat kerja.Gangguan Fungsi
Kejadian bencana yang menyebabkan kerusakan pada komponen bangunan rumah terutama pada struktur bangunan: pondasi, kolom, kuda – kuda, sedangkan komponen sekunder lainya juga mengalami kerusakan seperti: lantai, dinding, dan atap serta isi rumah berupa mebelair, barang elektronik dan dapur, kamar tidur dan lainnya. Hal ini terjadi pada perumahan masyarakat yang mengalami rusak berat.
Sedangkan pada rumah yang mengalami rusak sedang, kerusakan terjadi pada bukan bangunan induk (dapur), retak cukup parah pada sebagian dinding, namun secara struktur bangunan masih bagus dan layak untuk dihuni kembali.Untuk rumah dengan kategori ringan hanya sekitar 15% dari bangunan inti saja yang rusak misalnya retak rambut, plesteran rontok, pagar yang roboh dan sebagain kecil isi rumah yang rusak karena terjatuh akibat kejadian bencana.
Dengan kondisi rumah rusak berat yang sebagain besar strukturnya tidak mampu lagi menahan beban rumah maka menyebabkan fungsi rumah sebagai tempat tinggal sangat terganggu dan tidak dapat berfungsi, serta rumah dapat sewaktu-waktu ambruk dan membahayakan bagi penghuninya. Untuk itu bagi yang rumahnya rusak berat tidak diperbolehkan dihuni walaupun ada sebagian yang nampak utuh lengkap atap, lantai dan dindingnya.
3.2.1.3 Kajian Dampak BencanaKerusakan pada sektor permukiman yang terjadi pada komponen bangunan
rumah dan kerusakan isi rumah yang berupa mebelair dan peralatan lainnya akibat bencana memberikan dampak langsung terhadap asetbangunan rumah yang sama sekali hancur dan tidak dapat ditempati kembali serta aset bangunan
62
Tabel 3.3: Jumlah Kerusakan Rumah Bencana
Lokasi Kecamatan
Data Kerusakan
Berat Sedang Ringan Satuan
73
3.2.1.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi
Gangguan Akses
Menjelaskan tentang akses masyarakat terdampak bencana dari tempat
tinggalnya (pengungsian) untuk menuju tempat kerja.
Gangguan Fungsi
Kejadian bencana yang menyebabkan kerusakan pada komponen bangunan
rumah terutama pada struktur bangunan: pondasi, kolom, kuda – kuda,
sedangkan komponen sekunder lainya juga mengalami kerusakan seperti:
lantai, dinding, dan atap serta isi rumah berupa mebelair, barang elektronik
dan dapur, kamar tidur dan lainnya. Hal ini terjadi pada perumahan
masyarakat yang mengalami rusak berat.
Sedangkan pada rumah yang mengalami rusak sedang, kerusakan
terjadi pada bukan bangunan induk (dapur), retak cukup parah pada
sebagian dinding, namun secara struktur bangunan masih bagus dan layak
untuk dihuni kembali.Untuk rumah dengan kategori ringan hanya sekitar
15% dari bangunan inti saja yang rusak misalnya retak rambut, plesteran
rontok, pagar yang roboh dan sebagain kecil isi rumah yang rusak karena
terjatuh akibat kejadian bencana.
Dengan kondisi rumah rusak berat yang sebagain besar strukturnya
tidak mampu lagi menahan beban rumah maka menyebabkan fungsi
rumah sebagai tempat tinggal sangat terganggu dan tidak dapat berfungsi,
serta rumah dapat sewaktu-waktu ambruk dan membahayakan bagi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)48
3.2.1.2 Gangguan Akses, Gangguan FungsiGangguan Akses
Menjelaskan tentang akses masyarakat terdampak bencana dari tempat tinggalnya (pengungsian) untuk menuju tempat kerja.Gangguan Fungsi
Kejadian bencana yang menyebabkan kerusakan pada komponen bangunan rumah terutama pada struktur bangunan: pondasi, kolom, kuda – kuda, sedangkan komponen sekunder lainya juga mengalami kerusakan seperti: lantai, dinding, dan atap serta isi rumah berupa mebelair, barang elektronik dan dapur, kamar tidur dan lainnya. Hal ini terjadi pada perumahan masyarakat yang mengalami rusak berat.
Sedangkan pada rumah yang mengalami rusak sedang, kerusakan terjadi pada bukan bangunan induk (dapur), retak cukup parah pada sebagian dinding, namun secara struktur bangunan masih bagus dan layak untuk dihuni kembali.Untuk rumah dengan kategori ringan hanya sekitar 15% dari bangunan inti saja yang rusak misalnya retak rambut, plesteran rontok, pagar yang roboh dan sebagain kecil isi rumah yang rusak karena terjatuh akibat kejadian bencana.
Dengan kondisi rumah rusak berat yang sebagain besar strukturnya tidak mampu lagi menahan beban rumah maka menyebabkan fungsi rumah sebagai tempat tinggal sangat terganggu dan tidak dapat berfungsi, serta rumah dapat sewaktu-waktu ambruk dan membahayakan bagi penghuninya. Untuk itu bagi yang rumahnya rusak berat tidak diperbolehkan dihuni walaupun ada sebagian yang nampak utuh lengkap atap, lantai dan dindingnya.
3.2.1.3 Kajian Dampak BencanaKerusakan pada sektor permukiman yang terjadi pada komponen bangunan
rumah dan kerusakan isi rumah yang berupa mebelair dan peralatan lainnya akibat bencana memberikan dampak langsung terhadap asetbangunan rumah yang sama sekali hancur dan tidak dapat ditempati kembali serta aset bangunan
62
Tabel 3.3: Jumlah Kerusakan Rumah Bencana
Lokasi Kecamatan
Data Kerusakan
Berat Sedang Ringan Satuan
73
3.2.1.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi
Gangguan Akses
Menjelaskan tentang akses masyarakat terdampak bencana dari tempat
tinggalnya (pengungsian) untuk menuju tempat kerja.
Gangguan Fungsi
Kejadian bencana yang menyebabkan kerusakan pada komponen bangunan
rumah terutama pada struktur bangunan: pondasi, kolom, kuda – kuda,
sedangkan komponen sekunder lainya juga mengalami kerusakan seperti:
lantai, dinding, dan atap serta isi rumah berupa mebelair, barang elektronik
dan dapur, kamar tidur dan lainnya. Hal ini terjadi pada perumahan
masyarakat yang mengalami rusak berat.
Sedangkan pada rumah yang mengalami rusak sedang, kerusakan
terjadi pada bukan bangunan induk (dapur), retak cukup parah pada
sebagian dinding, namun secara struktur bangunan masih bagus dan layak
untuk dihuni kembali.Untuk rumah dengan kategori ringan hanya sekitar
15% dari bangunan inti saja yang rusak misalnya retak rambut, plesteran
rontok, pagar yang roboh dan sebagain kecil isi rumah yang rusak karena
terjatuh akibat kejadian bencana.
Dengan kondisi rumah rusak berat yang sebagain besar strukturnya
tidak mampu lagi menahan beban rumah maka menyebabkan fungsi
rumah sebagai tempat tinggal sangat terganggu dan tidak dapat berfungsi,
serta rumah dapat sewaktu-waktu ambruk dan membahayakan bagi MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 49
rumah yang masih bisa dipulihkan/diperbaiki.Untuk korban terdampak yang rumah tinggalnya rusak dan tidak dapat
ditempati ataupun berada di daerah berbahaya selanjutnya mengungsi dari lokasi tersebut dan tinggal di tempat pengungsian, menumpang pada tempat saudara ataupun menyewa rumah di luar kawasan yang terkena dampak bencana.
Dampak lainnya yang tidak langsung, diantaranya hambatan produktivitas akibat aset yang rusak/hilang akibat bencana, seperti potensi pendapatan yang berkurang, pengeluaran yang bertambah dan lain-lain selama beberapa waktu.
3.2.2 Sektor Infrastruktur3.2.2.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Kejadian Bencana yang mengakibatkan beberapa sarana dan prasarana Infrastruktur mengalami kerusakan secara fisik dan berdampak langsung bukan hanya kehidupan tetapi juga terhadap penghidupan masyarakat setempat.
3.2.2.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi,dan Meningkatnya ResikoGangguan Akses
Gangguan akses yang terjadi karena kerusakan pada sub sektor transportasi adalah kehilangan hak akses terhadap prasarana transportasi sebagai kebutuhan dasar perpindahan manusia dan barang di lingkungan perdesaan dan perkotaan. Pada sub sektor SDA menyebabkan petani kehilangan hak akses pengairan untuk persawahan sebagai kebutuhan dasar mata pencaharian.
64
3.2.2.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi,dan Meningkatnya Resiko
Gangguan Akses
Gangguan akses yang terjadi karena kerusakan pada sub sektor
transportasi adalah kehilangan hak akses terhadap prasarana transportasi
sebagai kebutuhan dasar perpindahan manusia dan barang di lingkungan
perdesaan dan perkotaan. Pada sub sektor SDA menyebabkan petani
kehilangan hak akses pengairan untuk persawahan sebagai kebutuhan
dasar mata pencaharian.
Tabel 3.4 Perkiraan Kerusakan Sektor Infrastruktur
Sektor/Sub Sektor Kabupaten Perkiraan
Kerusakan Perkiran Kerugian
Total Kerusakan dan Kerugian
Infrastruktur
Transportasi & SDA
Tabel 3.5 Perkiraan Kerusakan Sektor Infrastruktur kabupaten
Sektor / Sub Sektor
Sarana dan Prasarana
Perkiraan Kerusakan
Prakiraa
n Kerugian
Total Kerusakan dan
Kerugian
INFRASTRUKTUR
1 Transportasi
Jalan Provinsi
Jembatan Provinsi
Jalan Kabupaten
Jembatan Kabupaten
Jalan Lingkungan
Jembatan Perdesaan
Sarana dan Prasarana Air Minum
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)50
Gangguan FungsiGangguan fungsi karena kerusakan aset pada sub sektor transportasi
mengakibatkan terganggunya fungsi transportasi untuk sementara waktu. Kerusakan aset pada sub sektor SDA mengakibatkan terganggunya fungsi pengairan persawahan untuk sementara waktu.Meningkatnya Resiko
Kerusakan aset sub sektor transportasi akibat kondisi jalan dan jembatan yang rusak menyebabkan meningkatnya risiko kerusakan kendaraan. Kerusakan pada sub sektor SDA mendorong meningkatnya risiko bencana banjir, kerentanan penyakit, serta mengakibatkan penurunan produksi pertanian dan kerentanan ekonomi masyarakat.
3.2.3 Sektor Ekonomi Produktif3.2.3.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana mengakibatkan beberapa sarana dan prasarana ekonomi masyarakat mengalami kerusakan secara fisik dan berdampak langsung terhadap penghidupan masyarakat setempat. Penilaian kerusakan dilakukan terhadap aset pada subsektor pertanian, perkebunan, perdagangan, pariwisata dan koperasi serta dampak kerugian yang ditimbulkannya.
Tingkat kerusakan diasumsikan untuk rusak berat sebesar ≥ 70%, rusak sedang 30-70% dan rusak ringan sebesar ≤20%.
Nilai Kerusakan = tingkat kerusakan x harga satuan x volume kerusakan
64
3.2.2.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi,dan Meningkatnya Resiko
Gangguan Akses
Gangguan akses yang terjadi karena kerusakan pada sub sektor
transportasi adalah kehilangan hak akses terhadap prasarana transportasi
sebagai kebutuhan dasar perpindahan manusia dan barang di lingkungan
perdesaan dan perkotaan. Pada sub sektor SDA menyebabkan petani
kehilangan hak akses pengairan untuk persawahan sebagai kebutuhan
dasar mata pencaharian.
Tabel 3.4 Perkiraan Kerusakan Sektor Infrastruktur
Sektor/Sub Sektor Kabupaten Perkiraan
Kerusakan Perkiran Kerugian
Total Kerusakan dan Kerugian
Infrastruktur
Transportasi & SDA
Tabel 3.5 Perkiraan Kerusakan Sektor Infrastruktur kabupaten
Sektor / Sub Sektor
Sarana dan Prasarana
Perkiraan Kerusakan
Prakiraa
n Kerugian
Total Kerusakan dan
Kerugian
INFRASTRUKTUR
1 Transportasi
Jalan Provinsi
Jembatan Provinsi
Jalan Kabupaten
Jembatan Kabupaten
Jalan Lingkungan
Jembatan Perdesaan
Sarana dan Prasarana Air Minum
65
2 Sumber Daya Air
Sungai Nasional
Bendung Kabupaten
Irigasi Kabupaten
Bg. Pengaman Pantai
Gangguan Fungsi
Gangguan fungsi karena kerusakan aset pada sub sektor transportasi
mengakibatkan terganggunya fungsi transportasi untuk sementara waktu.
Kerusakan aset pada sub sektor SDA mengakibatkan terganggunya fungsi
pengairan persawahan untuk sementara waktu.
Meningkatnya Resiko
Kerusakan aset sub sektor transportasi akibat kondisi jalan dan jembatan
yang rusak menyebabkan meningkatnya risiko kerusakan kendaraan.
Kerusakan pada sub sektor SDA mendorong meningkatnya risiko bencana
banjir, kerentanan penyakit, serta mengakibatkan penurunan produksi
pertanian dan kerentanan ekonomi masyarakat.
3.2.3 Sektor Ekonomi Produktif 3.2.3.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana mengakibatkan beberapa sarana dan prasarana ekonomi
masyarakat mengalami kerusakan secara fisik dan berdampak langsung
terhadap penghidupan masyarakat setempat. Penilaian kerusakan
dilakukan terhadap aset pada subsektor pertanian, perkebunan,
perdagangan, pariwisata dan koperasi serta dampak kerugian yang
ditimbulkannya.
Tingkat kerusakan diasumsikan untuk rusak berat sebesar ≥ 70%,
rusak sedang 30-70% dan rusak ringan sebesar ≤20%.
4 Nilai Kerusakan = tingkat kerusakan x harga satuan x volume kerusakan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)50
Gangguan FungsiGangguan fungsi karena kerusakan aset pada sub sektor transportasi
mengakibatkan terganggunya fungsi transportasi untuk sementara waktu. Kerusakan aset pada sub sektor SDA mengakibatkan terganggunya fungsi pengairan persawahan untuk sementara waktu.Meningkatnya Resiko
Kerusakan aset sub sektor transportasi akibat kondisi jalan dan jembatan yang rusak menyebabkan meningkatnya risiko kerusakan kendaraan. Kerusakan pada sub sektor SDA mendorong meningkatnya risiko bencana banjir, kerentanan penyakit, serta mengakibatkan penurunan produksi pertanian dan kerentanan ekonomi masyarakat.
3.2.3 Sektor Ekonomi Produktif3.2.3.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana mengakibatkan beberapa sarana dan prasarana ekonomi masyarakat mengalami kerusakan secara fisik dan berdampak langsung terhadap penghidupan masyarakat setempat. Penilaian kerusakan dilakukan terhadap aset pada subsektor pertanian, perkebunan, perdagangan, pariwisata dan koperasi serta dampak kerugian yang ditimbulkannya.
Tingkat kerusakan diasumsikan untuk rusak berat sebesar ≥ 70%, rusak sedang 30-70% dan rusak ringan sebesar ≤20%.
Nilai Kerusakan = tingkat kerusakan x harga satuan x volume kerusakan
64
3.2.2.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi,dan Meningkatnya Resiko
Gangguan Akses
Gangguan akses yang terjadi karena kerusakan pada sub sektor
transportasi adalah kehilangan hak akses terhadap prasarana transportasi
sebagai kebutuhan dasar perpindahan manusia dan barang di lingkungan
perdesaan dan perkotaan. Pada sub sektor SDA menyebabkan petani
kehilangan hak akses pengairan untuk persawahan sebagai kebutuhan
dasar mata pencaharian.
Tabel 3.4 Perkiraan Kerusakan Sektor Infrastruktur
Sektor/Sub Sektor Kabupaten Perkiraan
Kerusakan Perkiran Kerugian
Total Kerusakan dan Kerugian
Infrastruktur
Transportasi & SDA
Tabel 3.5 Perkiraan Kerusakan Sektor Infrastruktur kabupaten
Sektor / Sub Sektor
Sarana dan Prasarana
Perkiraan Kerusakan
Prakiraa
n Kerugian
Total Kerusakan dan
Kerugian
INFRASTRUKTUR
1 Transportasi
Jalan Provinsi
Jembatan Provinsi
Jalan Kabupaten
Jembatan Kabupaten
Jalan Lingkungan
Jembatan Perdesaan
Sarana dan Prasarana Air Minum
65
2 Sumber Daya Air
Sungai Nasional
Bendung Kabupaten
Irigasi Kabupaten
Bg. Pengaman Pantai
Gangguan Fungsi
Gangguan fungsi karena kerusakan aset pada sub sektor transportasi
mengakibatkan terganggunya fungsi transportasi untuk sementara waktu.
Kerusakan aset pada sub sektor SDA mengakibatkan terganggunya fungsi
pengairan persawahan untuk sementara waktu.
Meningkatnya Resiko
Kerusakan aset sub sektor transportasi akibat kondisi jalan dan jembatan
yang rusak menyebabkan meningkatnya risiko kerusakan kendaraan.
Kerusakan pada sub sektor SDA mendorong meningkatnya risiko bencana
banjir, kerentanan penyakit, serta mengakibatkan penurunan produksi
pertanian dan kerentanan ekonomi masyarakat.
3.2.3 Sektor Ekonomi Produktif 3.2.3.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana mengakibatkan beberapa sarana dan prasarana ekonomi
masyarakat mengalami kerusakan secara fisik dan berdampak langsung
terhadap penghidupan masyarakat setempat. Penilaian kerusakan
dilakukan terhadap aset pada subsektor pertanian, perkebunan,
perdagangan, pariwisata dan koperasi serta dampak kerugian yang
ditimbulkannya.
Tingkat kerusakan diasumsikan untuk rusak berat sebesar ≥ 70%,
rusak sedang 30-70% dan rusak ringan sebesar ≤20%.
4 Nilai Kerusakan = tingkat kerusakan x harga satuan x volume kerusakan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 51
Kerugian pada sektor ekonomi dapat dihitung terhadap potensi hilangnya pendapatan, penurunan pendapatan, dan biaya yang dikeluarkan untuk pembersihan puing bangunan yang terkena dampak serta biaya penangan darurat sementara.
Dilihat dari kepemilikan, bahwa kerusakan dan kerugian di sektor ekonomi berada di pihak swasta.
Berdasarkan tabel diatas, pada sektor ekonomi produktif sub sektor perdagangan banyak mengalami kerusakan dan kerugian, diikuti oleh sub sektor pariwisata, perindustrian, pertanian dan peternakan, sedangkan untuk kerugian Sektor Kelautan dan Perikanan merupakan sektor yang paling tinggi mengalami kerugian.
Nilai Kerugian = ƒ (hilangnya pendapatan, penurunan produksi panen, pembersihan puing, dll)
66
Kerugian pada sektor ekonomi dapat dihitung terhadap potensi
hilangnya pendapatan, penurunan pendapatan, dan biaya yang dikeluarkan
untuk pembersihan puing bangunan yang terkena dampak serta biaya
penangan darurat sementara.
5 6
Dilihat dari kepemilikan, bahwa kerusakan dan kerugian di sektor
ekonomi berada di pihak swasta.
Tabel 3.6 Kerusakan dan kerugian sektor ekonomi produktif *
Sektor / Sub Sektor Perkiraan Kerusakan
Prakiraan Kerugian
Total Kerusakan dan
Kerugian
EKONOMI PRODUKTIF
A Pertanian
B Peternakan
C Kelautan dan Perikanan
D Perdagangan
E Pariwisata
F Industri - - -
G Lahan Kritis dan Sumber Daya Air
Berdasarkan tabel diatas, pada sektor ekonomi produktif sub sektor
perdagangan banyak mengalami kerusakan dan kerugian, diikuti oleh sub
sektor pariwisata, perindustrian, pertanian dan peternakan, sedangkan
untuk kerugian Sektor Kelautan dan Perikanan merupakan sektor yang
paling tinggi mengalami kerugian.
Nilai Kerugian = ƒ (hilangnya pendapatan, penurunan produksi panen, pembersihan puing, dll)
67
Tabel 3.7. Kerusakan dan kerugian sektor ekonomi produktif
Sektor / Sub Sektor
Perkiraan Kerusakan
Prakiraan Kerugian
Total Kerusakan dan Kerugian
EKONOMI PRODUKTIF
A Pertanian
B Peternakan
C Perikanan
D Perdagangan
E Industri
3.2.3.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi dan Meningkatnya Risiko
Gangguan Akses
Gangguan akses dalam bidang ekonomi berupa terganggunya akses
individu dan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar karena
transaksi jual beli barang dan jasa terhenti. Biasanya masyarakat dapat
dengan mudah memenuhi kebutuhan dasar sebelum bencana, tetapi
sesudah terjadi bencana sulit diperoleh dan akses terhadap mata
pencaharian menjadi terganggu.
Gangguan Fungsi
Gangguan fungsi dalam bidang ekonomi berupa terganggunya fungsi
kelembagaan organisasi kelompok ekonomi yang ada di masyarakat seperti
kelompok tani dan organisasi simpan pinjam (koperasi, credit union).
Meningkatnya Risiko
Gangguan akses berupa sulitnya pemenuhan kebutuhan dasar dan
gangguan fungsi kelembagaan organisasi usaha ekonomi masyarakat,
koperasi dan kelompok tani mengakibatkan meningkatnya risko berupa
turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada melambatnya laju
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)52
3.2.3.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi dan Meningkatnya RisikoGangguan Akses
Gangguan akses dalam bidang ekonomi berupa terganggunya akses individu dan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar karena transaksi jual beli barang dan jasa terhenti. Biasanya masyarakat dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan dasar sebelum bencana, tetapi sesudah terjadi bencana sulit diperoleh dan akses terhadap mata pencaharian menjadi terganggu.Gangguan Fungsi
Gangguan fungsi dalam bidang ekonomi berupa terganggunya fungsi kelembagaan organisasi kelompok ekonomi yang ada di masyarakat seperti kelompok tani dan organisasi simpan pinjam (koperasi, credit union). Meningkatnya Risiko
Gangguan akses berupa sulitnya pemenuhan kebutuhan dasar dan gangguan fungsi kelembagaan organisasi usaha ekonomi masyarakat, koperasi dan kelompok tani mengakibatkan meningkatnya risko berupa turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada melambatnya laju perekonomian, sehingga dapat mendorong risiko meningkatnya angka kemiskinan.
3.2.3.3 Kajian Dampak BencanaPada sektor ekonomi dampak bencana terbesar pasa sub sektor perdagangan
disamping sub sektor lainnya. Dampak ekonomi yang muncul adalah adanya penurunan kapasitas ekonomi masyarakat terdampak yang berimplikasiterhadap produksi domestik regional bruto.Selain itu, bencana yang terjadi berdampak pada penurunan kapasitas keuanganpemerintah pusat dan daerah.Penurunan kapasitas ini berimplikasi pada menurunnyakemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi alokasi,distribusi dan stabilisasinya.
3.2.4 Sektor Sosial3.2.4.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Perhitungan kerusakan dan kerugian pascabencana pada sektor sosial mencakup sub seKtorpendidikan, sub sektor kesehatan, sub sektor agama, dan sub sektor lembaga sosial. Penilaian kerusakan dilakukan terhadap aset berupa aset fisikserta dampak tidak langsung ditimbulkannya. Nilai kerusakan dihitung menggunakan pendekatan persamaan tingkat kerusakan kali harga satuan kali volume kerusakan. Nilai kerugian dihitung berdasarkan biaya pembersihan dan biaya lainnya yang timbul pascabencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)52
3.2.3.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi dan Meningkatnya RisikoGangguan Akses
Gangguan akses dalam bidang ekonomi berupa terganggunya akses individu dan masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar karena transaksi jual beli barang dan jasa terhenti. Biasanya masyarakat dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan dasar sebelum bencana, tetapi sesudah terjadi bencana sulit diperoleh dan akses terhadap mata pencaharian menjadi terganggu.Gangguan Fungsi
Gangguan fungsi dalam bidang ekonomi berupa terganggunya fungsi kelembagaan organisasi kelompok ekonomi yang ada di masyarakat seperti kelompok tani dan organisasi simpan pinjam (koperasi, credit union). Meningkatnya Risiko
Gangguan akses berupa sulitnya pemenuhan kebutuhan dasar dan gangguan fungsi kelembagaan organisasi usaha ekonomi masyarakat, koperasi dan kelompok tani mengakibatkan meningkatnya risko berupa turunnya daya beli masyarakat yang berdampak pada melambatnya laju perekonomian, sehingga dapat mendorong risiko meningkatnya angka kemiskinan.
3.2.3.3 Kajian Dampak BencanaPada sektor ekonomi dampak bencana terbesar pasa sub sektor perdagangan
disamping sub sektor lainnya. Dampak ekonomi yang muncul adalah adanya penurunan kapasitas ekonomi masyarakat terdampak yang berimplikasiterhadap produksi domestik regional bruto.Selain itu, bencana yang terjadi berdampak pada penurunan kapasitas keuanganpemerintah pusat dan daerah.Penurunan kapasitas ini berimplikasi pada menurunnyakemampuan anggaran pemerintah untuk menjalankan fungsi alokasi,distribusi dan stabilisasinya.
3.2.4 Sektor Sosial3.2.4.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Perhitungan kerusakan dan kerugian pascabencana pada sektor sosial mencakup sub seKtorpendidikan, sub sektor kesehatan, sub sektor agama, dan sub sektor lembaga sosial. Penilaian kerusakan dilakukan terhadap aset berupa aset fisikserta dampak tidak langsung ditimbulkannya. Nilai kerusakan dihitung menggunakan pendekatan persamaan tingkat kerusakan kali harga satuan kali volume kerusakan. Nilai kerugian dihitung berdasarkan biaya pembersihan dan biaya lainnya yang timbul pascabencana.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 53
3.2.4.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi, dan Meningkatnya RisikoKejadian bencana telah menyebabkan terjadinya ganguan akses terhadap sektor
pendidikan, kesehatan, keagamaan dan sosial. Pada sektor pendidikan gangguan akses terjadi disebabkan terjadinya kerusakan rumah yang mengharuskan masyarakat berpindah ke lokasi pengungsian. Proses belajar mengajar pada sektor pendidikan tidak dapat dilakukan dengan terjadinya kerusakan ruang kelas. Kondisi bangunan sekolah yang rusak parah dan rusak meningkatkan risiko bagi siswa dalam proses belajar mengajar di sekolah terlebih minimnya pengetahuan kebencanaan dan metode penyelamatan/evakuasi yang benar ketika terjadi bencana.
69
Tabel 3.8. Rekap Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial *
Kabupaten Kerusakan Kerugian Kerusakan dan Kerugian
(Rp) (Rp) (Rp)
*Data per
3.2.4.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi, dan Meningkatnya Risiko
Kejadian bencana telah menyebabkan terjadinya ganguan akses
terhadap sektor pendidikan, kesehatan, keagamaan dan sosial. Pada sektor
pendidikan gangguan akses terjadi disebabkan terjadinya kerusakan rumah
yang mengharuskan masyarakat berpindah ke lokasi pengungsian. Proses
belajar mengajar pada sektor pendidikan tidak dapat dilakukan dengan
terjadinya kerusakan ruang kelas. Kondisi bangunan sekolah yang rusak
parah dan rusak meningkatkan risiko bagi siswa dalam proses belajar
mengajar di sekolah terlebih minimnya pengetahuan kebencanaan dan
metode penyelamatan/evakuasi yang benar ketika terjadi bencana.
Tabel 3.9: Data Kerusakan Bangunan Sektor Sosial *
Sektor / Sub Sektor
Sarana dan Prasarana
Perkiraan Kerusakan
Perkiraan Kerugian
Total Kerusakan dan Kerugian
SOSIAL
1 Kesehatan
1 Rumah Sakit
2. Puskesmas
3
Puskesmas Pembantu (Pustu)
4. Poskesdes
69
Tabel 3.8. Rekap Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Sektor Sosial *
Kabupaten Kerusakan Kerugian Kerusakan dan Kerugian
(Rp) (Rp) (Rp)
*Data per
3.2.4.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi, dan Meningkatnya Risiko
Kejadian bencana telah menyebabkan terjadinya ganguan akses
terhadap sektor pendidikan, kesehatan, keagamaan dan sosial. Pada sektor
pendidikan gangguan akses terjadi disebabkan terjadinya kerusakan rumah
yang mengharuskan masyarakat berpindah ke lokasi pengungsian. Proses
belajar mengajar pada sektor pendidikan tidak dapat dilakukan dengan
terjadinya kerusakan ruang kelas. Kondisi bangunan sekolah yang rusak
parah dan rusak meningkatkan risiko bagi siswa dalam proses belajar
mengajar di sekolah terlebih minimnya pengetahuan kebencanaan dan
metode penyelamatan/evakuasi yang benar ketika terjadi bencana.
Tabel 3.9: Data Kerusakan Bangunan Sektor Sosial *
Sektor / Sub Sektor
Sarana dan Prasarana
Perkiraan Kerusakan
Perkiraan Kerugian
Total Kerusakan dan Kerugian
SOSIAL
1 Kesehatan
1 Rumah Sakit
2. Puskesmas
3
Puskesmas Pembantu (Pustu)
4. Poskesdes
70
2 Pendidikan
1 PAUD & KBM
2 TK / RA
3 SD / MI
4 SMP / MTS
5 SMA / MA
6 SMK
7 Pondok
Pesantren
3 Agama
1 Meunasah /
Mussala
2 Mesjid
Total
*Data per
3.2.4.3 Kajian Dampak Bencana
Kerusakan bangunan yang sangat banyak pada sektor sosial
berdampak terganggunya layanan bagi pemenuhan kebutuhan sosial
masyarakat.Pemulihan bangunan tersebut berimplikasi pada kemampuan
anggaran pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi
dan stabilitasnya yang telah ditetapkan untuk tahun anggaran dalam
pelaksanaan renaksi. Banyaknya prasarana pendidikan, kesehatan dan
keagamaan menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar, layanan
kesehatan, dan pendalaman agama. Hal ini akan berdampak pada
turunnya indeks pembangunan manusia bagi masyarakat di wilayah
terdampak.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)54
3.2.4.3 Kajian Dampak BencanaKerusakan bangunan yang sangat banyak pada sektor sosial berdampak
terganggunya layanan bagi pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat.Pemulihan bangunan tersebut berimplikasi pada kemampuan anggaran pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilitasnya yang telah ditetapkan untuk tahun anggaran dalam pelaksanaan renaksi. Banyaknya prasarana pendidikan, kesehatan dan keagamaan menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar, layanan kesehatan, dan pendalaman agama. Hal ini akan berdampak pada turunnya indeks pembangunan manusia bagi masyarakat di wilayah terdampak.
3.2.5 Lintas Sektor3.2.5.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana yang terjadi menyebabkan beberapa bangunan instansi pemerintah daerah mengalami kerusakan. Selain kantor pemerintahan, terdapat pula kerusakan pada sub sektor perbankan. Menghitung nilai perkiraan kerusakan pada lintas sektor.
70
2 Pendidikan
1 PAUD & KBM
2 TK / RA
3 SD / MI
4 SMP / MTS
5 SMA / MA
6 SMK
7 Pondok
Pesantren
3 Agama
1 Meunasah /
Mussala
2 Mesjid
Total
*Data per
3.2.4.3 Kajian Dampak Bencana
Kerusakan bangunan yang sangat banyak pada sektor sosial
berdampak terganggunya layanan bagi pemenuhan kebutuhan sosial
masyarakat.Pemulihan bangunan tersebut berimplikasi pada kemampuan
anggaran pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi
dan stabilitasnya yang telah ditetapkan untuk tahun anggaran dalam
pelaksanaan renaksi. Banyaknya prasarana pendidikan, kesehatan dan
keagamaan menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar, layanan
kesehatan, dan pendalaman agama. Hal ini akan berdampak pada
turunnya indeks pembangunan manusia bagi masyarakat di wilayah
terdampak.
71
3.2.5 Lintas Sektor
3.2.5.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana yang terjadi menyebabkan beberapa bangunan instansi
pemerintah daerah mengalami kerusakan. Selain kantor pemerintahan,
terdapat pula kerusakan pada sub sektor perbankan. Menghitung nilai
perkiraan kerusakan pada lintas sektor.
Tabel 3.10. Data Kerusakan Bangunan Lintas Sektor *
Sektor/Sub Sektor/Jenis Aset Data Kerusakan Unit Berat Sedang Ringan Lintas Sektor Provinsi/Kabupaten/Kota Sub Sektor Pemerintahan Kantor Dinas Kantor KUA Kantor Camat Kantor Kepala Desa Kantor Dinas Sub Sektor Keamanan/Ketertiban Kantor TNI/POLRI Kantor Perbankan
*Data per
3.2.5.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi dan Meningkatnya Risiko
Gangguan Akses, Fungsi dan Peningkatan Risiko Rusaknya beberapa kantor pemerintahan menyebabkan pelayanan
pemerintah menjadi terganggu, sehingga masyarakat tidak mendapatkan
layanan yang maksimal atas pemenuhan kebutuhan terutama terkait
pengurusan administrasi pemerintahan. Kerusakan kantor pemerintahan
juga berisiko terhadap rusaknya data/dokumen masyarakat yang
tersimpan di dalamnya, sehingga dapat menghambat proses administrasi
masyarakat. Selain itu, kondisi bangunan yang mengalami kerusakan
ringan atau sedang sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa pegawai
maupun masyarakat apabila terjadi gempa susulan.
3.2.5.3 Kajian Dampak Bencana
Kejadian bencana menyebabkan rusaknya bangunan kantor,
kendaraan dinas, peralatan perkantoran, rumah dinas, serta TPT dan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)54
3.2.4.3 Kajian Dampak BencanaKerusakan bangunan yang sangat banyak pada sektor sosial berdampak
terganggunya layanan bagi pemenuhan kebutuhan sosial masyarakat.Pemulihan bangunan tersebut berimplikasi pada kemampuan anggaran pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi dan stabilitasnya yang telah ditetapkan untuk tahun anggaran dalam pelaksanaan renaksi. Banyaknya prasarana pendidikan, kesehatan dan keagamaan menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar, layanan kesehatan, dan pendalaman agama. Hal ini akan berdampak pada turunnya indeks pembangunan manusia bagi masyarakat di wilayah terdampak.
3.2.5 Lintas Sektor3.2.5.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana yang terjadi menyebabkan beberapa bangunan instansi pemerintah daerah mengalami kerusakan. Selain kantor pemerintahan, terdapat pula kerusakan pada sub sektor perbankan. Menghitung nilai perkiraan kerusakan pada lintas sektor.
70
2 Pendidikan
1 PAUD & KBM
2 TK / RA
3 SD / MI
4 SMP / MTS
5 SMA / MA
6 SMK
7 Pondok
Pesantren
3 Agama
1 Meunasah /
Mussala
2 Mesjid
Total
*Data per
3.2.4.3 Kajian Dampak Bencana
Kerusakan bangunan yang sangat banyak pada sektor sosial
berdampak terganggunya layanan bagi pemenuhan kebutuhan sosial
masyarakat.Pemulihan bangunan tersebut berimplikasi pada kemampuan
anggaran pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi alokasi, distribusi
dan stabilitasnya yang telah ditetapkan untuk tahun anggaran dalam
pelaksanaan renaksi. Banyaknya prasarana pendidikan, kesehatan dan
keagamaan menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar, layanan
kesehatan, dan pendalaman agama. Hal ini akan berdampak pada
turunnya indeks pembangunan manusia bagi masyarakat di wilayah
terdampak.
71
3.2.5 Lintas Sektor
3.2.5.1 Penilaian Kerusakan dan Kerugian
Bencana yang terjadi menyebabkan beberapa bangunan instansi
pemerintah daerah mengalami kerusakan. Selain kantor pemerintahan,
terdapat pula kerusakan pada sub sektor perbankan. Menghitung nilai
perkiraan kerusakan pada lintas sektor.
Tabel 3.10. Data Kerusakan Bangunan Lintas Sektor *
Sektor/Sub Sektor/Jenis Aset Data Kerusakan Unit Berat Sedang Ringan Lintas Sektor Provinsi/Kabupaten/Kota Sub Sektor Pemerintahan Kantor Dinas Kantor KUA Kantor Camat Kantor Kepala Desa Kantor Dinas Sub Sektor Keamanan/Ketertiban Kantor TNI/POLRI Kantor Perbankan
*Data per
3.2.5.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi dan Meningkatnya Risiko
Gangguan Akses, Fungsi dan Peningkatan Risiko Rusaknya beberapa kantor pemerintahan menyebabkan pelayanan
pemerintah menjadi terganggu, sehingga masyarakat tidak mendapatkan
layanan yang maksimal atas pemenuhan kebutuhan terutama terkait
pengurusan administrasi pemerintahan. Kerusakan kantor pemerintahan
juga berisiko terhadap rusaknya data/dokumen masyarakat yang
tersimpan di dalamnya, sehingga dapat menghambat proses administrasi
masyarakat. Selain itu, kondisi bangunan yang mengalami kerusakan
ringan atau sedang sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa pegawai
maupun masyarakat apabila terjadi gempa susulan.
3.2.5.3 Kajian Dampak Bencana
Kejadian bencana menyebabkan rusaknya bangunan kantor,
kendaraan dinas, peralatan perkantoran, rumah dinas, serta TPT dan
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 55
3.2.5.2 Gangguan Akses, Gangguan Fungsi dan Meningkatnya RisikoGangguan Akses, Fungsi dan Peningkatan Risiko
Rusaknya beberapa kantor pemerintahan menyebabkan pelayanan pemerintah menjadi terganggu, sehingga masyarakat tidak mendapatkan layanan yang maksimal atas pemenuhan kebutuhan terutama terkait pengurusan administrasi pemerintahan. Kerusakan kantor pemerintahan juga berisiko terhadap rusaknya data/dokumen masyarakat yang tersimpan di dalamnya, sehingga dapat menghambat proses administrasi masyarakat. Selain itu, kondisi bangunan yang mengalami kerusakan ringan atau sedang sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa pegawai maupun masyarakat apabila terjadi gempa susulan.
3.2.5.3 Kajian Dampak BencanaKejadian bencana menyebabkan rusaknya bangunan kantor, kendaraan
dinas, peralatan perkantoran, rumah dinas, serta TPT dan saluran drainase yang berdampak pada terganggunya kegiatan pelayanan publik pemerintahan.
3.3 Kajian Kebutuhan Pasca BencanaBerdasarkan analisis terhadap kerusakan dan kerugian serta dampak
pascabencana yang terjadi meliputi sektor permukiman, sektor infrastruktur, sektor ekonomi produktif, sektorsosial, dan lintas sektor. diuraikan sebagai berikut ini.
72
saluran drainase yang berdampak pada terganggunya kegiatan pelayanan
publik pemerintahan.
3.3 Kajian Kebutuhan Pasca Bencana Berdasarkan analisis terhadap kerusakan dan kerugian serta dampak
pascabencana yang terjadi meliputi sektor permukiman, sektor
infrastruktur, sektor ekonomi produktif, sektorsosial, dan lintas sektor.
diuraikan sebagai berikut ini.
Tabel 3.11. Rekapitulasi Penilaian Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pancabencana
Sektor / Sub Sektor Kabupaten
Perkiraan Kebutuhan (Renaksi)
Pendanaan (Rp.), TA.
APBD - Kab. APBA APBN - KL
Dana Cadangan Pemerintah (DSP/Hibah RR)
Sumber Lain
Permukiman
Perumahan
Infrastruktur
Transportasi, SDA, Air dan Irigasi
Ekonomi
Pertanian, Peternakan, Perdagangan, KUKM, Perikanan, Pariwisata, Industri
Sosial
Kesehatan, Pendidikan, Agama, Bangunan Bersejarah,
73
Sektor / Sub Sektor Kabupaten
Perkiraan Kebutuhan (Renaksi)
Pendanaan (Rp.), TA.
APBD - Kab. APBA APBN - KL
Dana Cadangan Pemerintah (DSP/Hibah RR)
Sumber Lain
Kelembagaan Sosial
Lintas Sektor
Jumlah
3.3.1 Kebutuhan Pascabencana Sektor Permukiman Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sektor
permukimanterdiri atas pemenuhan kebutuhan stimulan bantuan
pembangunan/perbaikan rumah rusak berat dan rumah rusak sedang,
sedangkan bagi rumah rusak ringan diserahkan kebijakannya pada
pemerintah daerah setempat.
3.3.2 Kebutuhan Pascabencana Sektor Infrastruktur Secara umum pemenuhan kebutuhan sektor infrastruktur adalah
membangun kembali dengan kualitas lebih baik terhadap aset yang rusak
pada sub sektor Transportasi, Energi, Air dan Sanitasi, dan Sumberdaya
Air.Selain memperbaiki aset yang rusak, kebutuhan infrastruktur menuju
daerah relokasi juga perlu dipenuhi.
3.3.3 Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi Produktif Akibat kejadian bencana kegiatan perekonomian masyarakat terhenti
dan tidak dapat melakukan aktivitas ekonomi karena kehilangan mata
pencaharian.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)56
3.3.1 Kebutuhan Pascabencana Sektor PermukimanKebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sektor permukimanterdiri
atas pemenuhan kebutuhan stimulan bantuan pembangunan/perbaikan rumah rusak berat dan rumah rusak sedang, sedangkan bagi rumah rusak ringan diserahkan kebijakannya pada pemerintah daerah setempat.
3.3.2 Kebutuhan Pascabencana Sektor InfrastrukturSecara umum pemenuhan kebutuhan sektor infrastruktur adalah membangun
kembali dengan kualitas lebih baik terhadap aset yang rusak pada sub sektor Transportasi, Energi, Air dan Sanitasi, dan Sumberdaya Air.Selain memperbaiki aset yang rusak, kebutuhan infrastruktur menuju daerah relokasi juga perlu dipenuhi.
3.3.3 Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi ProduktifAkibat kejadian bencana kegiatan perekonomian masyarakat terhenti dan tidak
dapat melakukan aktivitas ekonomi karena kehilangan mata pencaharian.
3.3.4 Kebutuhan Pascabencana Sektor SosialDampak bencana pada sektor sosial meliputi sub sektor pendidikan, kesehatan,
agama, dan lembaga sosial.
74
Tabel 3.12. Perkiraan Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Ekonomi Produktif
No Sektor/ Subsektor
Nilai Kebutuhan
(Rp)
EKONOMI PRODUKTIF
Kabupeten
1 Pertanian
2 Peternakan
3 Perdagangan
4 Koperasi
5 Perikanan
6 Pariwisata
7 Lahan Kritis dan Sumber Daya Air
3.3.4 Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial Dampak bencana pada sektor sosial meliputi sub sektor pendidikan,
kesehatan, agama, dan lembaga sosial.
Tabel 3.13. Perkiraan Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Sosial
Sektor/Sub Sektor Kabupaten Perkiraan Kebutuhan
Sektor
Kesehatan, Pendidikan, Agama, Bangunan Bersejarah, Kelembagaan Sosial
Pembangunan manusia
3.3.5 Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk sektor
lintas sektor adalah berupa pembangunan kembali bangunan yang rusak
berat dan perbaikan untuk bangunan yang mengalami rusak sedang dan
rusak ringan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)56
3.3.1 Kebutuhan Pascabencana Sektor PermukimanKebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sektor permukimanterdiri
atas pemenuhan kebutuhan stimulan bantuan pembangunan/perbaikan rumah rusak berat dan rumah rusak sedang, sedangkan bagi rumah rusak ringan diserahkan kebijakannya pada pemerintah daerah setempat.
3.3.2 Kebutuhan Pascabencana Sektor InfrastrukturSecara umum pemenuhan kebutuhan sektor infrastruktur adalah membangun
kembali dengan kualitas lebih baik terhadap aset yang rusak pada sub sektor Transportasi, Energi, Air dan Sanitasi, dan Sumberdaya Air.Selain memperbaiki aset yang rusak, kebutuhan infrastruktur menuju daerah relokasi juga perlu dipenuhi.
3.3.3 Kebutuhan Pascabencana Sektor Ekonomi ProduktifAkibat kejadian bencana kegiatan perekonomian masyarakat terhenti dan tidak
dapat melakukan aktivitas ekonomi karena kehilangan mata pencaharian.
3.3.4 Kebutuhan Pascabencana Sektor SosialDampak bencana pada sektor sosial meliputi sub sektor pendidikan, kesehatan,
agama, dan lembaga sosial.
74
Tabel 3.12. Perkiraan Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Ekonomi Produktif
No Sektor/ Subsektor
Nilai Kebutuhan
(Rp)
EKONOMI PRODUKTIF
Kabupeten
1 Pertanian
2 Peternakan
3 Perdagangan
4 Koperasi
5 Perikanan
6 Pariwisata
7 Lahan Kritis dan Sumber Daya Air
3.3.4 Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial Dampak bencana pada sektor sosial meliputi sub sektor pendidikan,
kesehatan, agama, dan lembaga sosial.
Tabel 3.13. Perkiraan Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Sosial
Sektor/Sub Sektor Kabupaten Perkiraan Kebutuhan
Sektor
Kesehatan, Pendidikan, Agama, Bangunan Bersejarah, Kelembagaan Sosial
Pembangunan manusia
3.3.5 Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk sektor
lintas sektor adalah berupa pembangunan kembali bangunan yang rusak
berat dan perbaikan untuk bangunan yang mengalami rusak sedang dan
rusak ringan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 57
3.3.5 Kebutuhan Pascabencana Lintas SektorKebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk sektor lintas
sektor adalah berupa pembangunan kembali bangunan yang rusak berat dan perbaikan untuk bangunan yang mengalami rusak sedang dan rusak ringan.
74
Tabel 3.12. Perkiraan Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Ekonomi Produktif
No Sektor/ Subsektor
Nilai Kebutuhan
(Rp)
EKONOMI PRODUKTIF
Kabupeten
1 Pertanian
2 Peternakan
3 Perdagangan
4 Koperasi
5 Perikanan
6 Pariwisata
7 Lahan Kritis dan Sumber Daya Air
3.3.4 Kebutuhan Pascabencana Sektor Sosial Dampak bencana pada sektor sosial meliputi sub sektor pendidikan,
kesehatan, agama, dan lembaga sosial.
Tabel 3.13. Perkiraan Kebutuhan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Sektor Sosial
Sektor/Sub Sektor Kabupaten Perkiraan Kebutuhan
Sektor
Kesehatan, Pendidikan, Agama, Bangunan Bersejarah, Kelembagaan Sosial
Pembangunan manusia
3.3.5 Kebutuhan Pascabencana Lintas Sektor Kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk sektor
lintas sektor adalah berupa pembangunan kembali bangunan yang rusak
berat dan perbaikan untuk bangunan yang mengalami rusak sedang dan
rusak ringan.
75
Tabel 3.14. Rekapitulasi Perkiraan Kebutuhan Lintas Sektor
No Kabupaten Kebutuhan
1
2
3
Pembangunan manusia
Total
Tabel 3.15. Rekapitulasi Perkiraan Kebutuhan Lintas Sektor
Sektor/Sub Sektor Jenis Aset Prakiraan Kebutuhan (Rp)
Lintas Sektor Sub Sektor Pemerintahan
1 Kantor Dinas 2 Kantor KUA 3 Kantor Camat 4 Kantor Kepala Desa 5 Rumah Dinas
Sub Sektor Keamanan/Ketertiban
1 Kantor TNI/POLRI 2 Kantor Perbankan
Tabel 3.16. Perkiraan kebutuhan anggaran pembangunan manusia (people-centered development)
SEKTOR Prakiraan Kebutuhan
A Permukiman
B Infrastruktur
C Ekonomi
D Sosial
E Lintas Sektor
Jumlah
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)58
75
Tabel 3.14. Rekapitulasi Perkiraan Kebutuhan Lintas Sektor
No Kabupaten Kebutuhan
1
2
3
Pembangunan manusia
Total
Tabel 3.15. Rekapitulasi Perkiraan Kebutuhan Lintas Sektor
Sektor/Sub Sektor Jenis Aset Prakiraan Kebutuhan (Rp)
Lintas Sektor Sub Sektor Pemerintahan
1 Kantor Dinas 2 Kantor KUA 3 Kantor Camat 4 Kantor Kepala Desa 5 Rumah Dinas
Sub Sektor Keamanan/Ketertiban
1 Kantor TNI/POLRI 2 Kantor Perbankan
Tabel 3.16. Perkiraan kebutuhan anggaran pembangunan manusia (people-centered development)
SEKTOR Prakiraan Kebutuhan
A Permukiman
B Infrastruktur
C Ekonomi
D Sosial
E Lintas Sektor
Jumlah
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)58
75
Tabel 3.14. Rekapitulasi Perkiraan Kebutuhan Lintas Sektor
No Kabupaten Kebutuhan
1
2
3
Pembangunan manusia
Total
Tabel 3.15. Rekapitulasi Perkiraan Kebutuhan Lintas Sektor
Sektor/Sub Sektor Jenis Aset Prakiraan Kebutuhan (Rp)
Lintas Sektor Sub Sektor Pemerintahan
1 Kantor Dinas 2 Kantor KUA 3 Kantor Camat 4 Kantor Kepala Desa 5 Rumah Dinas
Sub Sektor Keamanan/Ketertiban
1 Kantor TNI/POLRI 2 Kantor Perbankan
Tabel 3.16. Perkiraan kebutuhan anggaran pembangunan manusia (people-centered development)
SEKTOR Prakiraan Kebutuhan
A Permukiman
B Infrastruktur
C Ekonomi
D Sosial
E Lintas Sektor
Jumlah
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 59
BAB IV PRINSIP, KEBIJAKAN DAN STRATEGIREHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA
76
BAB IV PRINSIP, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA
Gambar 4.1. Kerangka kerja Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana
yang dikoordinasikan oleh PemerintahProvinsi melalui BPBD Provinsi
dengandukungan Bappeda Provinsi serta SKPA lainnya, SKPD (BPBD dan
SKPD teknis), Universitas, dunia usahadenganpendampinganBNPB serta
Kementerian/ Lembaga.
4.1 Kerangka Kerja Untuk memastikan terjadinya pemulihan pascabencana yang efektif
dan berkelanjutan, kerangka kerja rencana aksi pascabencana perlu
disandarkan pada kerangka kerja global Sendai Framework for Disaster Risk
Reduction (SFDRR). Keempat prioritas aksi dalam SFDRR adalah:
1. Memahami risiko bencana;
2. Memperkuat tata kelola risiko bencana dan manajemen risiko
bencana;
3. Investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan;
Gambar 4.1. Kerangka kerja Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Penyusunan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana yang dikoordinasikan oleh PemerintahProvinsi melalui BPBD Provinsi dengandukungan Bappeda Provinsi serta SKPA lainnya, SKPD (BPBD dan SKPD teknis), Universitas, dunia usahadenganpendampinganBNPB serta Kementerian/ Lembaga.
4.1 Kerangka KerjaUntuk memastikan terjadinya pemulihan pascabencana yang efektif dan
berkelanjutan, kerangka kerja rencana aksi pascabencana perlu disandarkan pada kerangka kerja global Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR). Keempat prioritas aksi dalam SFDRR adalah:
1. Memahami risiko bencana;2. Memperkuat tata kelola risiko bencana dan manajemen risiko bencana;3. Investasi dalam pengurangan risiko bencana untuk ketangguhan;4. Meningkatkan kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif, dan untuk
“membangun kembali dengan lebih baik” dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kerangka kerja renaksi diilustrasikan pada Gambar. IV-1. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus dilakukan secara terencana dan mengedepankan prinsip membangun kembali dengan lebih baik dan lebih aman dan berpusat pada masyarakat (people-centered build back better and safer). Untuk mencapai dua tujuan hakiki pemulihan dalam renaksi, yaitu: terwujudnya pemulihan kehidupan (life recovery) dan terbangunnya daerah terdampak menjadi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)60
wilayah tangguh bencana (resilient),pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi perlu didasarkan pada tiga pilar berikut:
1. Proses pemulihan tidak boleh terfokus pada aspek fisik semata, namun harus mencakup pemulihan kehidupan secara menyeluruh.
2. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus diintegrasikan dengan aspek-aspek pengurangan risiko bencana (disasterriskreduction), untuk memastikan terbangunnya wilayah yang lebih aman.
3. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi juga harus partisipatoris, semaksimal mungkin mengedepankan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat terdampak tidak hanya pasif atau memandang proses rehabilitasi dan rekontruksi sebagai pemberian pemerintah, tetapi juga aktif dan ikut terlibat dalam proses pemulihan kehidupan mereka sendiri.
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksimerupakan tahapan yang cukup kritisdalam tahap pemulihan pascabencana. Proses ini diharapkan tidak akan menghasilkan masalah baru bagi masyarakat serta dapat menjamin kehidupan masyarakat yang lebih baik. Untuk itu, merujuk pada Peraturan Kepala BNPB No. 15 Tahun 2011 maka prinsip-prinsip rehabilitasi dan rekonstruksi membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu, mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan,anak danpenyandang cacat, mengoptimalkan sumberdaya daerah, mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dankegiatan, serta mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.
Proses penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana didasarkan pada hasil Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna) yang dipadukan dengan kebijakan dan kemampuan pembiayaan dari pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan sumber dana lainnya yang sah.
Pemulihan suatu wilayah pascabencana merupakan tanggung jawab pemerintah daerah terdampak bersama-sama dengan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Maka rencana pemulihan yang memuat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat yang terdampak bencana harus diintegrasikan dengan program dan kegiatan pembangunan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)60
wilayah tangguh bencana (resilient),pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi perlu didasarkan pada tiga pilar berikut:
1. Proses pemulihan tidak boleh terfokus pada aspek fisik semata, namun harus mencakup pemulihan kehidupan secara menyeluruh.
2. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus diintegrasikan dengan aspek-aspek pengurangan risiko bencana (disasterriskreduction), untuk memastikan terbangunnya wilayah yang lebih aman.
3. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi juga harus partisipatoris, semaksimal mungkin mengedepankan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat terdampak tidak hanya pasif atau memandang proses rehabilitasi dan rekontruksi sebagai pemberian pemerintah, tetapi juga aktif dan ikut terlibat dalam proses pemulihan kehidupan mereka sendiri.
Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksimerupakan tahapan yang cukup kritisdalam tahap pemulihan pascabencana. Proses ini diharapkan tidak akan menghasilkan masalah baru bagi masyarakat serta dapat menjamin kehidupan masyarakat yang lebih baik. Untuk itu, merujuk pada Peraturan Kepala BNPB No. 15 Tahun 2011 maka prinsip-prinsip rehabilitasi dan rekonstruksi membangun menjadi lebih baik (build back better) yang terpadu, mendahulukan kepentingan kelompok rentan seperti lansia, perempuan,anak danpenyandang cacat, mengoptimalkan sumberdaya daerah, mengarah pada pencapaian kemandirian masyarakat, keberlanjutan program dankegiatan, serta mengedepankan keadilan dan kesetaraan gender.
Proses penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana didasarkan pada hasil Pengkajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna) yang dipadukan dengan kebijakan dan kemampuan pembiayaan dari pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan sumber dana lainnya yang sah.
Pemulihan suatu wilayah pascabencana merupakan tanggung jawab pemerintah daerah terdampak bersama-sama dengan pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Maka rencana pemulihan yang memuat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat yang terdampak bencana harus diintegrasikan dengan program dan kegiatan pembangunan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 61
4.2 Prinsip Dasar dan Kebijakan Rehabilitasi dan Rekonstruksi PascabencanaKegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana pada prinsipnya
merupakan upaya mengembalikan kondisi kehidupan masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana pada situasi yang lebih baik daripada sebelumnya. Perencanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi berpedoman pada:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah7. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
10. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga
78
keberlanjutan program dankegiatan, serta mengedepankan keadilan dan
kesetaraan gender.
Proses penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana didasarkan pada hasil Pengkajian Kebutuhan Pascabencana
(Jitu Pasna) yang dipadukan dengan kebijakan dan kemampuan
pembiayaan dari pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan sumber
dana lainnya yang sah.
Pemulihan suatu wilayah pascabencana merupakan tanggung jawab
pemerintah daerah terdampak bersama-sama dengan pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha. Maka rencana pemulihan yang memuat
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat
yang terdampak bencana harus diintegrasikan dengan program dan
kegiatan pembangunan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Gambar 4.2: Proses Penilaian Kebutuhan Pascabencana hingga Penyusunan Rencana Aksi.
Kerusakan
Kerugian
Dampak Kemanusiaan
KebutuhanPemulihan atas Kerusakan dan
Kerugian
Kebutuhan Pengurangan Risiko
Bencana
Kebutuhan PemulihanKemanusiaan
Rehabilitasi
Rekonstruksi
Pemulihan Jangka Panjang
Sumber Pembiayaan1.APBN2.APBD3.Donor4.Masyarakat
Penilaian Risiko Pascabencana
DaLA & Kebutuhan Pemulihan
Kemanusiaan
Identifikasi Kebutuhan
Rencana Aksi Pemulihan Pembiayaan
Pemulihan
Penilaian Kebutuhan Pascabencana
Gambar 4.1PROSES PENILAIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA s.d PENYUSUNAN RENCANA AKSI
18
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)62
Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana;
12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana;
13. Surat Keputusan Kepala Daerah terdampak tekait penetapan penerima bantuan stimulan perbaikan rumah rusak berat, sedang dan ringan.
Pokok-pokok kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.1. Menggunakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sebagai
sarana untuk membangun komunitas dan menstimulasi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan pengurangan risiko bencana;
2. Dilaksanakan dengan pendekatan tata pemerintahan yang baik, melalui koordinasi yang efektif antar pelaksana kegiatan, serta mengedepankan aspirasi masyarakat korban bencana;
3. Khusus untuk kegiatan pemulihan di bidang perumahan dan kehidupan masyarakat, dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif sesuai dengan karakteristik budaya lokal, sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengurangan risiko bencana;
4. Dilaksanakan dengan memperhatikan standar teknis rumah ramah gempa dan perbaikan lingkungan permukiman dengan prinsip build back better and safer;
5. Dilaksanakan dengan mengedepankan keterbukaan bagi semua pihak melalui penyediaan informasi yang akurat serta pelayanan teknis dan perizinan, termasuk penyediaan unit pengaduan masyarakat;
6. Dilaksanakan dengan mekanisme penyaluran dana dan pertanggungjawaban yang akuntabel, efisien, efektif, dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7. Dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya, melalui koordinasi yang efektif dan kerjasama antarpihak lintas sektoral dengan mekanisme pemantauan dan pengendalian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
8. Dengan pertimbangan dampak kerusakan dan ketersediaan anggaran.
4.3 Ruang Lingkup Rencana Rehabilitasi dan RekonstruksiKebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi diperoleh dari penilaian kerusakan dan
kerugian. Hasil penilaian tersebut menjadi dasar perhitungan untuk mendapatkan perkiraan kebutuhan pemulihan pascabencana. Keterkaitan antara penilaian kerusakan dan kerugian dengan penilaian kebutuhan dapat memberikan umpan balik bagi kebutuhan pemulihan pascabencana dengan menempatkan masyarakat
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)62
Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana;
12. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana;
13. Surat Keputusan Kepala Daerah terdampak tekait penetapan penerima bantuan stimulan perbaikan rumah rusak berat, sedang dan ringan.
Pokok-pokok kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.1. Menggunakan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sebagai
sarana untuk membangun komunitas dan menstimulasi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan pengurangan risiko bencana;
2. Dilaksanakan dengan pendekatan tata pemerintahan yang baik, melalui koordinasi yang efektif antar pelaksana kegiatan, serta mengedepankan aspirasi masyarakat korban bencana;
3. Khusus untuk kegiatan pemulihan di bidang perumahan dan kehidupan masyarakat, dilaksanakan dengan pendekatan partisipatif sesuai dengan karakteristik budaya lokal, sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pengurangan risiko bencana;
4. Dilaksanakan dengan memperhatikan standar teknis rumah ramah gempa dan perbaikan lingkungan permukiman dengan prinsip build back better and safer;
5. Dilaksanakan dengan mengedepankan keterbukaan bagi semua pihak melalui penyediaan informasi yang akurat serta pelayanan teknis dan perizinan, termasuk penyediaan unit pengaduan masyarakat;
6. Dilaksanakan dengan mekanisme penyaluran dana dan pertanggungjawaban yang akuntabel, efisien, efektif, dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7. Dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya, melalui koordinasi yang efektif dan kerjasama antarpihak lintas sektoral dengan mekanisme pemantauan dan pengendalian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
8. Dengan pertimbangan dampak kerusakan dan ketersediaan anggaran.
4.3 Ruang Lingkup Rencana Rehabilitasi dan RekonstruksiKebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi diperoleh dari penilaian kerusakan dan
kerugian. Hasil penilaian tersebut menjadi dasar perhitungan untuk mendapatkan perkiraan kebutuhan pemulihan pascabencana. Keterkaitan antara penilaian kerusakan dan kerugian dengan penilaian kebutuhan dapat memberikan umpan balik bagi kebutuhan pemulihan pascabencana dengan menempatkan masyarakat
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 63
korban bencana dan lingkungannya sebagai sasaran pemulihan pascabencana.Berdasarkan sektor dan subsektor yang mengalami kerusakan dan kerugian
akibat bencana, hampir seluruh sektor dan sub sektor terkena dampak, utamanya sektor permukiman. Oleh karena itu, rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana akan meliputi sektor dan sub sektor yang terdampak, yaitu permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor. Pemulihan di setiap sektor dan subsektor ini berbasis pada mitigasi dan pengurangan risiko bencana dengan tujuan untuk meminimalkan jumlah koban, kerusakan dan kerugian yang akan timbul apabila terjadi kembali bencana pada masa mendatang.
1. Sektor PermukimanPemulihan sektor permukiman, meliputi subsektor perumahan dan prasarana
lingkungan, akan dilakukan pembangunan kembali/perbaikan rumahmelalui pola pemberdayaan masyarakat dengan pemberian bantuan stimulan kepada pemilik rumah sesuai dengan tingkat kerusakan rumahnya berdasarkan hasil verifikasi kriteria kerusakan bangunan rumah berdasarkan ketentuan melalui Surat Keputusan Bupati/Walikota.
2. Sektor InfrastrukturPemulihan sektor infrastruktur publik yang mendukung mobilitas masyarakat
dan perekonomian wilayah meliputi subsektor transportasi darat dan sumber daya air.
3. Sektor Ekonomi ProduktifPemulihan sektor ekonomi meliputi subsektor perdagangan, pariwisata,
UKM, industri kecil dan menengah.4. Sektor Sosial
Pemulihan sektor sosial meliputi pemulihan kehidupan sosial masyarakat pada sub sektor kesehatan, pendidikan dan agama.
5. Lintas SektorPemulihan lintas sektor meliputi sub sektor pemerintahan, keamanan
ketertiban, perbankan, pengurangan risiko bencana, manajemen pengetahuan, dan kelembagaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
4.4 Strategi Rehabilitasi dan RekonstruksiBerdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian atau dampak bencana, dan di
persentasikan kerusakan dan kerugian yang paling besar.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)64
82
4. Sektor Sosial
Pemulihan sektor sosial meliputi pemulihan kehidupan sosial masyarakat pada sub sektor kesehatan, pendidikan dan agama.
5. Lintas Sektor
Pemulihan lintas sektor meliputi sub sektor pemerintahan, keamanan ketertiban, perbankan, pengurangan risiko bencana, manajemen pengetahuan, dan kelembagaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
4.4 Strategi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian atau dampak bencana,
dan di persentasikan kerusakan dan kerugian yang paling besar.
Tabel 4.1. Total Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana
Sektor / Sub Sektor Kabupaten Perkiraan Kerusakan
Perkiraan Kerugian
Total Kerusakan
dan Kerugian Persentase
Permukiman
Perumahan
Infrastruktur
Transportasi, SDA, Air dan Sanitasi
Ekonomi
Pertanian, Peternakan, Perdagangan, Perikanan, Pariwisata, Industri, Koperasi&UKM
Sosial
Kesehatan, Pendidikan, Agama, Lembaga Sosial
Lintas Sektor
Pemerintahan, Keamanan/Ketertiban, Perbankan
JUMLAH
1. Sektor PermukimanPermasalahan pokok dalam pemulihan perumahan dan permukiman korban
bencana adalah :a. Hilangnya tempat tinggal yang tersebar dan bervariasi termasuk aset-aset
rumah tangga sehingga dapat menyebabkan munculnya bencana lain akibat kondisi tempat pengungsian, seperti wabah penyakit dan permasalahan kesehatan.
b. Rumah yang juga digunakan sebagai tempat usaha kecil/mikro, berakibat pada hilang/rusaknya perlatan produksi.
Untuk itu, ditetapkan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekosntruksi sektor perumahan dan permukiman sebagai berikut:
a. Bantuan stimulan untuk rumah rusak berat dan rumah rusak sedang; b. Pemberian bantuan stimulant berdasarkan hasil verifikasi penerima bantuan
perumahan, status kepemilikan lahan dan bangunan berdasarkan by name by address yang akan dibentuk dalam kelompok;
c. Bantuan stimulan diperuntukan untuk membangun struktur rumah ramah
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)64
82
4. Sektor Sosial
Pemulihan sektor sosial meliputi pemulihan kehidupan sosial masyarakat pada sub sektor kesehatan, pendidikan dan agama.
5. Lintas Sektor
Pemulihan lintas sektor meliputi sub sektor pemerintahan, keamanan ketertiban, perbankan, pengurangan risiko bencana, manajemen pengetahuan, dan kelembagaan rehabilitasi dan rekonstruksi.
4.4 Strategi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Berdasarkan penilaian kerusakan dan kerugian atau dampak bencana,
dan di persentasikan kerusakan dan kerugian yang paling besar.
Tabel 4.1. Total Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana
Sektor / Sub Sektor Kabupaten Perkiraan Kerusakan
Perkiraan Kerugian
Total Kerusakan
dan Kerugian Persentase
Permukiman
Perumahan
Infrastruktur
Transportasi, SDA, Air dan Sanitasi
Ekonomi
Pertanian, Peternakan, Perdagangan, Perikanan, Pariwisata, Industri, Koperasi&UKM
Sosial
Kesehatan, Pendidikan, Agama, Lembaga Sosial
Lintas Sektor
Pemerintahan, Keamanan/Ketertiban, Perbankan
JUMLAH
1. Sektor PermukimanPermasalahan pokok dalam pemulihan perumahan dan permukiman korban
bencana adalah :a. Hilangnya tempat tinggal yang tersebar dan bervariasi termasuk aset-aset
rumah tangga sehingga dapat menyebabkan munculnya bencana lain akibat kondisi tempat pengungsian, seperti wabah penyakit dan permasalahan kesehatan.
b. Rumah yang juga digunakan sebagai tempat usaha kecil/mikro, berakibat pada hilang/rusaknya perlatan produksi.
Untuk itu, ditetapkan strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekosntruksi sektor perumahan dan permukiman sebagai berikut:
a. Bantuan stimulan untuk rumah rusak berat dan rumah rusak sedang; b. Pemberian bantuan stimulant berdasarkan hasil verifikasi penerima bantuan
perumahan, status kepemilikan lahan dan bangunan berdasarkan by name by address yang akan dibentuk dalam kelompok;
c. Bantuan stimulan diperuntukan untuk membangun struktur rumah ramah
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 65
gempa sesuai dengan standar konstruksi yang didalamnya termasuk biaya bahan dan upah;
d. Strategi pembangunan perumahan bertumpu pada inisiatif dan prakarsa masyarakat dengan tidak meninggalkan kearifan lokal;
e. Untuk relokasi, perlu melakukan penataan ulang tata letak bangunan melalui participatory planning yang berpedoman pada rencana tata ruang wilayah yang berbasis pengurangan risiko bencana;
f. Berkoordinasi dengan Kementerian PU-Pera untuk pendampingan pelaksanaan pembangunan rumah.
2. Sektor Infrastruktur Strategi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur meliputi:
a. Rehabilitasi dan rekonstruksi sektor infrastruktur dilaksanakan dalam rangka mendukung terselenggaranya pemulihan perekonomian masyarakat;
b. Pembangunan kembali infrastruktur publik dengan memperhatikan kebijakan sektor terkait dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/Kota;
c. Memulihkan fungsi dan membangun kembali infrastruktur publik, yaitu transportasi dan sumber daya air sesuai dengan kewenangannya;
d. Rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur mengacu pada standar teknis terkait.
3. Sektor EkonomiPada sektor ekonomi produktif, sub sektorperdaganganmerupakan yang paling
terdampak, strategi yang ditetapkan meliputi: a. Mendorong dan mendukung rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana fisik
di bidang ekonomi;b. Pemberian pendampingan dalam pemulihan usaha, termasuk pelatihan
kewirausahaan;c. Berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam menyiapkan
kebijakan/skema pemulihan dan pengembangan UMKM, perindustrian, termasuk pemanfaatan dana APBN atau sumber lain.
d. Koordinasi dengan pihak swasta dalam dukungan pemanfaatan corporate social responsibility (CSR).
4. Sektor SosialStrategi yang ditetapkan untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan
pendidikan, kesehatan dan peribadatan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi di sektor sosial meliputi:
a. Pemulihan layanan pendidikan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan milik pemerintah (misalnya fasilitas PAUD, TK, SD, SMP, dan SMU), pemberian bantuan peralatan sekolah dan inisiasi sekolah siaga bencana;
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)66
b. Pemulihan layanan kesehatan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana kesehatan milik pemerintah (RumahSakitdan Puskesmas), layanan gizi masyarakat, dan pemulihan psikososial;
c. Pemulihan sarana dan prasarana peribadahan;d. Pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana guna
menumbuhkan dan menanamkan budaya keselamatan dan kesiapsiagaan bagi masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana tinggi.
5. Lintas SektorStrategi untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan lintas sektor
meliputi:a. Pemulihan kembali fungsi layanan publik dan sarana prasarana
pemerintahan;b. Fasilitasi kemudahan dalam proses pengurusan surat berharga dan
administrasi kependudukan;c. Sosialisasi danpelatihan pengurangan risiko bencana dalam rangka
meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana;
d. Penggalian dan pendokumentasian pembelajaran pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi berbasis manajemen pengetahuan (knowledge management), untuk memastikan bencana yang terjadi menjadi pembelajaran pada proses penanganan bencana di masa yang akan datang.
4.5 Skema Pendanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiSkema pendanaan bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi,
APBN, Masyarakat, Swasta (CSR) maupun bantuan luar negeri.
86
4.5 Skema Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Skema pendanaan bersumber dari APBD Kabupaten, APBD
Provinsi, APBN, Masyarakat, Swasta (CSR) maupun bantuan luar
negeri.
Gambar 4.2: Skema pendanaan rencana aksi rehabilitasidan rekonstruksi pascabencana
4.6 Tahapan dan Kesinambungan Proses Pemulihan Tahapan pemulihan pascabencana dapat dijabarkan sebagai
berikut. Dalam 14 hari pertama pasca-gempabumi merupakan tahap
tanggap darurat. Kegiatan pada masa tanggap darurat lebih banyak
difokuskan pada penyaluran bantuan, respon medis, kaji cepat
dampak, dan penilaian kebutuhan. Masa transisi merupakan masa 90
hari setelah tanggap darurat. Pada masa transisi perkerjaan, misalnya
lebih terkait pada temporary housing, rekonstruksi perumahan,
aktivitas disaster relief, serta aset dan properti. Tahap ketiga dari
pemulihan adalah masa rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehab/Rekon)
selama tiga tahun pertama. Dalam tahap rehab/rekon tersebut
dilaksanakan kegiatan seperti pemulihan awal,
rehabilitasi/rekonstruksi, pendampingan psikososial, pemetaan
patahan dan mikrozonasi, dan kajian kerentanan bangunan. Untuk
menjami kesinambungan kegiatan pemulihan secara berkelanjutan,
Gambar 4.2: Skema pendanaan rencana rehabilitasidan rekonstruksi pascabencana
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)66
b. Pemulihan layanan kesehatan melalui rehabilitasi sarana dan prasarana kesehatan milik pemerintah (RumahSakitdan Puskesmas), layanan gizi masyarakat, dan pemulihan psikososial;
c. Pemulihan sarana dan prasarana peribadahan;d. Pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana guna
menumbuhkan dan menanamkan budaya keselamatan dan kesiapsiagaan bagi masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana tinggi.
5. Lintas SektorStrategi untuk mencapai sasaran penyelenggaraan pelayanan lintas sektor
meliputi:a. Pemulihan kembali fungsi layanan publik dan sarana prasarana
pemerintahan;b. Fasilitasi kemudahan dalam proses pengurusan surat berharga dan
administrasi kependudukan;c. Sosialisasi danpelatihan pengurangan risiko bencana dalam rangka
meningkatkan pemahaman dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana;
d. Penggalian dan pendokumentasian pembelajaran pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi berbasis manajemen pengetahuan (knowledge management), untuk memastikan bencana yang terjadi menjadi pembelajaran pada proses penanganan bencana di masa yang akan datang.
4.5 Skema Pendanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiSkema pendanaan bersumber dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi,
APBN, Masyarakat, Swasta (CSR) maupun bantuan luar negeri.
86
4.5 Skema Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Skema pendanaan bersumber dari APBD Kabupaten, APBD
Provinsi, APBN, Masyarakat, Swasta (CSR) maupun bantuan luar
negeri.
Gambar 4.2: Skema pendanaan rencana aksi rehabilitasidan rekonstruksi pascabencana
4.6 Tahapan dan Kesinambungan Proses Pemulihan Tahapan pemulihan pascabencana dapat dijabarkan sebagai
berikut. Dalam 14 hari pertama pasca-gempabumi merupakan tahap
tanggap darurat. Kegiatan pada masa tanggap darurat lebih banyak
difokuskan pada penyaluran bantuan, respon medis, kaji cepat
dampak, dan penilaian kebutuhan. Masa transisi merupakan masa 90
hari setelah tanggap darurat. Pada masa transisi perkerjaan, misalnya
lebih terkait pada temporary housing, rekonstruksi perumahan,
aktivitas disaster relief, serta aset dan properti. Tahap ketiga dari
pemulihan adalah masa rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehab/Rekon)
selama tiga tahun pertama. Dalam tahap rehab/rekon tersebut
dilaksanakan kegiatan seperti pemulihan awal,
rehabilitasi/rekonstruksi, pendampingan psikososial, pemetaan
patahan dan mikrozonasi, dan kajian kerentanan bangunan. Untuk
menjami kesinambungan kegiatan pemulihan secara berkelanjutan,
Gambar 4.2: Skema pendanaan rencana rehabilitasidan rekonstruksi pascabencana
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 67
4.6 Tahapan dan Kesinambungan Proses PemulihanTahapan pemulihan pascabencana dapat dijabarkan sebagai berikut. Dalam
14 hari pertama pasca-gempabumi merupakan tahap tanggap darurat. Kegiatan pada masa tanggap darurat lebih banyak difokuskan pada penyaluran bantuan, respon medis, kaji cepat dampak, dan penilaian kebutuhan. Masa transisi merupakan masa 90 hari setelah tanggap darurat. Pada masa transisi perkerjaan, misalnya lebih terkait pada temporary housing, rekonstruksi perumahan, aktivitas disaster relief, serta aset dan properti. Tahap ketiga dari pemulihan adalah masa rehabilitasi dan rekonstruksi (Rehab/Rekon) selama tiga tahun pertama. Dalam tahap rehab/rekon tersebut dilaksanakan kegiatan seperti pemulihan awal, rehabilitasi/rekonstruksi, pendampingan psikososial, pemetaan patahan dan mikrozonasi, dan kajian kerentanan bangunan. Untuk menjami kesinambungan kegiatan pemulihan secara berkelanjutan, perlu dilakukan asesmen pemulihan secara berkala, dan hasilnya diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.3. Tujuan akhir dari semua tahapan tersebut adalah untuk pemulihan kehidupan yang lebih baik dan aman.
87
perlu dilakukan asesmen pemulihan secara berkala, dan hasilnya
diintegrasikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.3. Tujuan akhir dari semua
tahapan tersebut adalah untuk pemulihan kehidupan yang lebih baik
dan aman.
TAHAP PEMULIHAN
WAKTU DARI KEJADIAN
KEGIATAN PEMULIHAN
TAGGAP DARURAT 14 HARI PERTAMA
Penyaluran bantuan Respon medis Kaji-cepat dampak Need assessment
TRANSISI 90 HARI Temporary housing Rekostruksi perumahan Disaster relief activity Aset dan properti
REHAB/REKON 3 TAHUN PASCA-BENCANA
Pemulihan Awal Rehabilitasi/Rekonstruksi Pendampingan Psikososial Pemetaan Patahan &
Mikrozonasi Kajian Kerentanan Bangunan
PEMULIHAN LANJUTAN MELALUI RPJM/RPJP
5 – 10 TAHUN Pemulihan Lanjutan Rekonstruksi Lanjutan Livelihood Recovery (sosial,
ekonomi, dll)
Pemulihan kehidupan (Life Recovery)
Gambar 4.3. Tahapan Pemulihan Pascabencana
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)68
4.7 Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiWaktu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, yang
diuraikan sebagai berikut:
88
Gambar 4.4. Kesinambungan Rencana Aksi dengan rencana pembangunan daerah
4.7 Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Waktu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana, yang diuraikan sebagai berikut:
No Kegiatan Tahun Tahun Tahun Tahun 12 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Persiapan
1 Penanganan Darurat
2 Inventarisasi Kerusakan
3 Pelaksanaan Jitu Pasna
4 Penyusunan Renaksi
5 Masa Transisi (Pemulihan Dini)
Pelaksanaan Rehabilitisasi dan Rekonstruksi
1 Sektor Permukiman
2 Sektor Infrastruktur
3 Sektor Ekonomi Produktif
4 Sektor Sosial 5 Lintas Sektor
88
Gambar 4.4. Kesinambungan Rencana Aksi dengan rencana pembangunan daerah
4.7 Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Waktu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana, yang diuraikan sebagai berikut:
No Kegiatan Tahun Tahun Tahun Tahun 12 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Persiapan
1 Penanganan Darurat
2 Inventarisasi Kerusakan
3 Pelaksanaan Jitu Pasna
4 Penyusunan Renaksi
5 Masa Transisi (Pemulihan Dini)
Pelaksanaan Rehabilitisasi dan Rekonstruksi
1 Sektor Permukiman
2 Sektor Infrastruktur
3 Sektor Ekonomi Produktif
4 Sektor Sosial 5 Lintas Sektor
Gambar 4.4. Kesinambungan Rencana dengan rencana pembangunan daerah
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)68
4.7 Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiWaktu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, yang
diuraikan sebagai berikut:
88
Gambar 4.4. Kesinambungan Rencana Aksi dengan rencana pembangunan daerah
4.7 Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Waktu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana, yang diuraikan sebagai berikut:
No Kegiatan Tahun Tahun Tahun Tahun 12 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Persiapan
1 Penanganan Darurat
2 Inventarisasi Kerusakan
3 Pelaksanaan Jitu Pasna
4 Penyusunan Renaksi
5 Masa Transisi (Pemulihan Dini)
Pelaksanaan Rehabilitisasi dan Rekonstruksi
1 Sektor Permukiman
2 Sektor Infrastruktur
3 Sektor Ekonomi Produktif
4 Sektor Sosial 5 Lintas Sektor
88
Gambar 4.4. Kesinambungan Rencana Aksi dengan rencana pembangunan daerah
4.7 Jadwal Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Waktu pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pascabencana, yang diuraikan sebagai berikut:
No Kegiatan Tahun Tahun Tahun Tahun 12 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Persiapan
1 Penanganan Darurat
2 Inventarisasi Kerusakan
3 Pelaksanaan Jitu Pasna
4 Penyusunan Renaksi
5 Masa Transisi (Pemulihan Dini)
Pelaksanaan Rehabilitisasi dan Rekonstruksi
1 Sektor Permukiman
2 Sektor Infrastruktur
3 Sektor Ekonomi Produktif
4 Sektor Sosial 5 Lintas Sektor
Gambar 4.4. Kesinambungan Rencana dengan rencana pembangunan daerah
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 6989
- Pemerintahan
- Pengarusutamaan PRB
- Manajemen Pengetahuan dan Monev
- Kelembagaan RR
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)70
BAB V PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA
Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perencanaan kegiatan (termasuk identifikasi dan penghimpunan sumber pembiayaan), pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian pelaksana kegiatan, pelaporan dan pertanggungjawaban, pemantauan dan evaluasi kegiatan (termasuk pengawasan oleh pihak internal maupun eksternal pemerintah dan/atau pemerintah daerah), hingga pengalihan hasil kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai program pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana disebutkan bahwa proses rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan nasional dan atau daerah. Perka BNPB No. 15 Tahun 2011 Tentang Pengkajian Kebutuhan Pascabencana juga menyatakan bahwa pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup aspek fisik dan kemanusiaan dengan prinsip membangun yang lebih baik (build back better) dan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction).
Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, merupakan kegiatan yang harus segera dilaksanakan sesaat setelah penanganan darurat selesai dilaksanakan. Untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana, pemerintah daerah menetapkan prioritas dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada wilayah pascabencana didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.
Adapun sasaran substansial dari penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi tersebut berfokus pada aspek kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi-sosial, dan lintas sektor. Hal ini juga selaras dengan Peraturan BNPB No. 06. Tahun 2017.
5.1 Perencanaan dan Pendanaan Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiRencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana adalah kebijakan
yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, termasuk dalam kaitannya dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan. Rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahun pertama pascabencana,
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)70
BAB V PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCABENCANA
Penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perencanaan kegiatan (termasuk identifikasi dan penghimpunan sumber pembiayaan), pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian pelaksana kegiatan, pelaporan dan pertanggungjawaban, pemantauan dan evaluasi kegiatan (termasuk pengawasan oleh pihak internal maupun eksternal pemerintah dan/atau pemerintah daerah), hingga pengalihan hasil kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai program pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam Peraturan Kepala (Perka) BNPB No. 17 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana disebutkan bahwa proses rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan satu kesatuan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana dan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan nasional dan atau daerah. Perka BNPB No. 15 Tahun 2011 Tentang Pengkajian Kebutuhan Pascabencana juga menyatakan bahwa pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi mencakup aspek fisik dan kemanusiaan dengan prinsip membangun yang lebih baik (build back better) dan pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction).
Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, merupakan kegiatan yang harus segera dilaksanakan sesaat setelah penanganan darurat selesai dilaksanakan. Untuk mempercepat pemulihan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana, pemerintah daerah menetapkan prioritas dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada wilayah pascabencana didasarkan pada analisis kerusakan dan kerugian akibat bencana dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.
Adapun sasaran substansial dari penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi tersebut berfokus pada aspek kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur, ekonomi-sosial, dan lintas sektor. Hal ini juga selaras dengan Peraturan BNPB No. 06. Tahun 2017.
5.1 Perencanaan dan Pendanaan Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiRencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana adalah kebijakan
yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, termasuk dalam kaitannya dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran pembangunan tahunan. Rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahun pertama pascabencana,
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 71
dimasukkan sebagai penyesuaian terhadap Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sudah ditetapkan sebelumnya, demikian juga terhadap RAPBN dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) provinsi dan kabupaten/kota dan RAPBD tahun berjalan. Untuk tahun kedua dan seterusnya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi harus sudah dimasukkan dalam RKP, APBN, RKPD dan RAPBD, sesuai dengan mekanisme dalam peraturan dan perundang-undangan terkait. Salah satu tujuan dari proses perencanaan ini adalah memastikan tidak terjadinya tumpang tindih pelaksanaan dan penganggaran sehingga dapat dilaksanakan secara efisien. Sesuai Peraturan BNPB No. 05 Tahun 2017, maka pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi ini direncanakan dilaksanakan dalam kurun waktu 3 tahun sejak disahkan. Namun, pemantauan dan kelanjutan proses pemulihan kawasan ini tetap dilaksanakan setelah 3 tahun untuk menjamin adanya upaya pengurangan risiko bencana yang berkelanjutan.
Keterangan:Renstra KL : Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
Renja KL : Rencana Kerja Kementerian/LembagaRKA-KL : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/LembagaRKA-SKPD : Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
RAPBN : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraRAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraAPBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahRPJP : Rencana Pembangunan Jangka Pendek
92
Gambar 5.1: Kedudukan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan (Sumber: Bappenas 2013).
Keterangan: Renstra KL : Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Renja KL : Rencana Kerja Kementerian/Lembaga RKA-KL : Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga RKA-SKPD : Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah RAPBN : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah RPJP : Rencana Pembangunan Jangka Pendek RPJM : Rencana Pembangunan Jangka Menengah RRRN : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nasional RRRD : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Daerah RKP : Rencana Kerja Pemerintah
Penyusunan kebutuhan pendanaan tersebut dilakukan secara bottom-
up dan partisipatif, yang disinkronkan dengan usulan-usulan dari
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah serta dikonsolidasikan oleh
BNPB dan BPBD. Proses ini dilakukan dengan tujuan mengurangi potensi
duplikasi kegiatan dan pembiayaan serta menganalisis prioritas pemulihan
masing-masing sektor berdasarkan kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Gambar 5.1: Kedudukan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Dalam Sistem Perencanaan Pembangunan (Sumber: Bappenas 2013).
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)72
RPJM : Rencana Pembangunan Jangka MenengahRRRN : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi NasionalRRRD : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi DaerahRKP : Rencana Kerja Pemerintah
Penyusunan kebutuhan pendanaan tersebut dilakukan secara bottom-up dan partisipatif, yang disinkronkan dengan usulan-usulan dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah serta dikonsolidasikan oleh BNPB dan BPBD. Proses ini dilakukan dengan tujuan mengurangi potensi duplikasi kegiatan dan pembiayaan serta menganalisis prioritas pemulihan masing-masing sektor berdasarkan kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Besarnya kebutuhan pendanaan untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dihitung berdasarkan hasil Kajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna). Pengkajian kebutuhan pascabencana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan berdasarkan hasil pengkajian terhadap akibat bencana dan dampak bencana. Komponen akibat bencana yang dikaji terdiri dari penilaian kerusakan, kerugian, gangguan akses, gangguan fungsi dan peningkatan risiko bencana. Pengkajian akibat bencana, dampak bencana sampai kepada kebutuhan pascabencana meliputi sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor.
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk sektor permukiman dilaksanakan dalam 3 tahun dengan pembagian pengganggarannya mulai dari tingkat pemerintah pusat (APBN), pemerintah provinsi (APBA) dan pemerintah kabupaten kota yang terdampak bencana.
• APBD Kabupaten/Kota Rp……. • APBA Provinsi Rp. • Dari APBN Kementrian/Lembaga sebesar Rp.• Dana Cadangan Pemerintah (Dana Siap Pakai/Hibah Rehabilitasi
Rekonstruksi) sebesar Rp., serta• Sumber lain (BUMN, dana masyarakat, dunia usaha, dan bantuan/hibah
lainnya) sebesar Rp.
5.2 Kelembagaan Pelaksana Rehabilitasi dan RekonstruksiBerdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggungjawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Dalam pelaksanaannya, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dikoordinasikan di tingkat daerah oleh BPBD Kabupaten/Kota, di tingkat provinsi oleh BPBD Provinsi, dan oleh BNPB untuk koordinasi di tingkat Pusat.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)72
RPJM : Rencana Pembangunan Jangka MenengahRRRN : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi NasionalRRRD : Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi DaerahRKP : Rencana Kerja Pemerintah
Penyusunan kebutuhan pendanaan tersebut dilakukan secara bottom-up dan partisipatif, yang disinkronkan dengan usulan-usulan dari kementerian/lembaga dan pemerintah daerah serta dikonsolidasikan oleh BNPB dan BPBD. Proses ini dilakukan dengan tujuan mengurangi potensi duplikasi kegiatan dan pembiayaan serta menganalisis prioritas pemulihan masing-masing sektor berdasarkan kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Besarnya kebutuhan pendanaan untuk kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dihitung berdasarkan hasil Kajian Kebutuhan Pascabencana (Jitu Pasna). Pengkajian kebutuhan pascabencana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dilakukan berdasarkan hasil pengkajian terhadap akibat bencana dan dampak bencana. Komponen akibat bencana yang dikaji terdiri dari penilaian kerusakan, kerugian, gangguan akses, gangguan fungsi dan peningkatan risiko bencana. Pengkajian akibat bencana, dampak bencana sampai kepada kebutuhan pascabencana meliputi sektor permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial, dan lintas sektor.
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk sektor permukiman dilaksanakan dalam 3 tahun dengan pembagian pengganggarannya mulai dari tingkat pemerintah pusat (APBN), pemerintah provinsi (APBA) dan pemerintah kabupaten kota yang terdampak bencana.
• APBD Kabupaten/Kota Rp……. • APBA Provinsi Rp. • Dari APBN Kementrian/Lembaga sebesar Rp.• Dana Cadangan Pemerintah (Dana Siap Pakai/Hibah Rehabilitasi
Rekonstruksi) sebesar Rp., serta• Sumber lain (BUMN, dana masyarakat, dunia usaha, dan bantuan/hibah
lainnya) sebesar Rp.
5.2 Kelembagaan Pelaksana Rehabilitasi dan RekonstruksiBerdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggungjawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Dalam pelaksanaannya, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dikoordinasikan di tingkat daerah oleh BPBD Kabupaten/Kota, di tingkat provinsi oleh BPBD Provinsi, dan oleh BNPB untuk koordinasi di tingkat Pusat.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 73
Pelaksanaan teknis substansial dilakukan oleh perangkat Kementerian/Lembaga dan atau Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) di Provinsi dan atau Kabupaten. Semua pelaksanaan teknis dari aspek-aspek rehabilitasi dan rekonstruksi harus mengacu pada standar teknis yang ditetapkan peraturan perundangan. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku. Lembaga Internasional, lembaga asing non pemerintah dan atau lembaga non pemerintah yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekonstruksi wajib berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD bersama Kementrian Lembaga dan SKPD. Sesuai dengan Peraturan Kepala BNPB No. 17 Tahun 2010, dijelaskan bahwa penanggung jawab proses rehabilitasi dan rekonstruksi di tingkat Provinsi adalah Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Secara khusus, bagian Manajemen Pengetahuan menjadi bagian dari organisasi ini untuk menjamin proses pembelajaran bencana di masa lalu menjadi pertimbangan pada proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Semua hasil kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi aset Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat dan dilakukan penatausahaan sesuai peraturan yang berlaku.
5.3 Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi5.3.1 Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, sasaran rehabilitasi adalah kegiatan perbaikan lingkungan daerah bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat, pemulihan kondisi sosial psikologis, pelayanan kesehatan, pemulihan sosial-ekonomi-budaya, serta pemulihan keamanan dan ketertiban yang pada prinsipnya memulihkan fungsi pemerintahan dan fungsi pelayanan publik.
Sasaran kegiatan rekonstruksi adalah memulihkan sistem secara keseluruhan serta mengintegrasikan berbagai program pembangunan ke dalam pendekatan pembangunan daerah yang dilakukan dengan pendekatan build back better and
94
Provinsi dan atau Kabupaten. Semua pelaksanaan teknis dari aspek-aspek
rehabilitasi dan rekonstruksi harus mengacu pada standar teknis yang
ditetapkan peraturan perundangan. Pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi mengacu kepada peraturan
perundangan yang berlaku. Lembaga Internasional, lembaga asing non
pemerintah dan atau lembaga non pemerintah yang terlibat dalam
rehabilitasi dan rekonstruksi wajib berkoordinasi dengan BNPB dan BPBD
bersama Kementrian Lembaga dan SKPD. Sesuai dengan Peraturan Kepala
BNPB No. 17 Tahun 2010, dijelaskan bahwa penanggung jawab proses
rehabilitasi dan rekonstruksi di tingkat Provinsi adalah Badan
Penanggulangan Bencana Daerah.
Gambar 5.2 Diagram Organisasi Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Secara khusus, bagian Manajemen Pengetahuan menjadi bagian dari
organisasi ini untuk menjamin proses pembelajaran bencana di masa lalu
menjadi pertimbangan pada proses rehabilitasi dan rekonstruksi. Semua
hasil kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi aset Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat dan dilakukan penatausahaan
sesuai peraturan yang berlaku.
Gambar 5.2 Diagram Organisasi Pelaksana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)74
safer. Kegiatan rekonstruksi yang dimaksud meliputi pembangunan kembali sarana dan prasarana yang rusak, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, membangkitkan kembali kehidupan sosial masyarakat, peningkatan kondisi sosial dan ekonomi, serta peningkatan fungsi pelayanan publik dan pemerintahan, dengan menerapkan aspek pengurangan risiko bencana dan mengutamakan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, dijelaskan bahwa, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggungjawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Di tingkat pusat, kegiatan teknis rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh kementerian/lembaga teknis terkait dan dikoordinasikan oleh BNPB. Di tingkat daerah, kegiatan teknis dilaksanakan oleh SKPD teknis terkait dan dikoordinasikan oleh BPBD
5.4 Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan dan pertanggungjawaban anggaran dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dalam pengelolaan APBN maupun APBD termasuk Hibah kepada Pemerintah Daerah.
Untuk pembiayaan dengan sumber APBD, perlu dicermati Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah., agar juga memperhatikan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku tentang Hibah Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana serta Naskah Perjanjian Hibah antara Menteri Keuangan dengan Pemerintah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana mengatur bahwa pelaporan keuangan penanggulangan bencana yang bersumber dari APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Dalam peraturan pemerintah ini juga diatur bahwa sistem akuntansi dana penanggulangan bencana yang bersumber dari masyarakat dilakukan sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam rangka melakukan pengendalian terhadap partisipasi masyarakat dunia usaha dan masyarakat internasional, penatausahaan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 2
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)74
safer. Kegiatan rekonstruksi yang dimaksud meliputi pembangunan kembali sarana dan prasarana yang rusak, pembangunan kembali sarana sosial masyarakat, membangkitkan kembali kehidupan sosial masyarakat, peningkatan kondisi sosial dan ekonomi, serta peningkatan fungsi pelayanan publik dan pemerintahan, dengan menerapkan aspek pengurangan risiko bencana dan mengutamakan partisipasi dan peran serta masyarakat dalam setiap tahapan pelaksanaan kegiatan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, dijelaskan bahwa, kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan tanggungjawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Di tingkat pusat, kegiatan teknis rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan oleh kementerian/lembaga teknis terkait dan dikoordinasikan oleh BNPB. Di tingkat daerah, kegiatan teknis dilaksanakan oleh SKPD teknis terkait dan dikoordinasikan oleh BPBD
5.4 Pelaporan Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan dan pertanggungjawaban anggaran dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dalam pengelolaan APBN maupun APBD termasuk Hibah kepada Pemerintah Daerah.
Untuk pembiayaan dengan sumber APBD, perlu dicermati Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara serta Penyampaiannya, yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah., agar juga memperhatikan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku tentang Hibah Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam rangka Bantuan Pendanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana serta Naskah Perjanjian Hibah antara Menteri Keuangan dengan Pemerintah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana mengatur bahwa pelaporan keuangan penanggulangan bencana yang bersumber dari APBN dan APBD dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Dalam peraturan pemerintah ini juga diatur bahwa sistem akuntansi dana penanggulangan bencana yang bersumber dari masyarakat dilakukan sesuai pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Dalam rangka melakukan pengendalian terhadap partisipasi masyarakat dunia usaha dan masyarakat internasional, penatausahaan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 2
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 75
Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana, dan peraturan pelaksanaan yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.07/2012 Tanggal 26 November 2016 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
5.5 Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiPelaksanaan pemantauan dan evaluasi secara umum telah ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan,yang mencakup tahapanpemantauan, pengendalian, evaluasi, dan pelaporan. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana diperlukan sebagai upaya pengendalian proses rehabilitasi dan rekonstruksi.Sementara itu,evaluasi penyelenggaraan penanggulangan bencana dilakukan dalam rangka menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran serta manfaat kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah pascabencana.
Untuk mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, digunakan lima indikator, yaitu:
1. Konsistensi pelaksanaan kebijakan dan strategi pemulihan, kegiatan prioritas, dan pendanaan dengan rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi;
2. Koordinasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat yang menghasilkan sinkronisasi perencanaan dan penganggaran;
3. Partisipasi melalui mekanisme konsultasi yang menjaring aspirasi masyarakat penerima manfaat;
4. Kapasitas lembaga pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi dalam perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi melalui laporan keuangan dan laporan kinerja, serta kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan
5. Potensi keberlanjutan dalam kerangka pembangunan jangka menengah dan jangka panjang.
Kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan rehabilitasi danrekonstruksi dilaksanakan oleh BadanPenanggulangan Bencana Daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional dengan melibatkan kementerian/lembaga dan SKPD terkait di daerah dengan mengacu pada pedoman pemantauan dan evaluasipelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi sebagaimana diatur dalam Perka BNPBNomor 5 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemantauan dan Evaluasi PelaksanaanRehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Prinsip pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)76
mengacu pada Dokumen RENAKSI yang telah ditetapkan Gurbernur serta tujuan pembangunan daerah dan nasional sebagaimana ditetapkan dalam dokumen perencanaan Daerah dan Nasional. Untuk itu program monitoring dan evaluasi bencana perlu dimaksukan kedalam Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bencana sebagai bahagian dari proses pemantauan dan pembelajaran terhadap program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Monitoring dan evaluasi di tingkat kabupaten/Kota, dilaksanakan sendiri oleh penanggung jawab program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana maupun dengan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi yang ditetapkan lebih lanjut. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan tersebut selanjutnya menjadi bahan masukan untuk dilakukannya penajaman maupun pemutakhiran terkait kebutuhan yang terdapat dalam rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.
Jangka waktu rencana rehabilitasi dan rekonstruksi adalah tigatahun anggaran, dimana pemotretan kebutuhan dan analisisnya dilakukan dengan sumber data Jitu Pasna pada proses awal penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.
Setelah rencana rehabilitasi dan rekonstruksi ini memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, diharapkan pos yang belum jelas pendanaannya dan pos yang sangat rinci dalam rencana rehabilitasi dan rekonstruksi dapat mendorong pihak-pihak lain, termasuk dunia usaha, untuk turut berpartisipasi.
Proses pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan secara berkala diyakini dapat memunculkan dinamisasi data kebutuhan yang bergerak sesuai kondisi mutakhir di lapangan.Hal ini terkait erat dengan jarak waktu yang cukup panjang antara perencanaan dan pelaksanaan program, sehingga data kebutuhan akan bergerak dinamis sesuai dengan respons masyarakat danpara pihak. Untuk itu, diperlukan mekanisme tertentu yang dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan guna menjawab dinamisasi kebutuhan yang dimaksud.
Mekanisme pergeseran anggaran sebagai akibat hasil pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tata aturan yang berlaku, sehingga akan memiliki sisi positif sebagai berikut:
1. Memberikan kepastian hukum terhadap tindakan lain yang merupakan respons terhadap dinamisasi kebutuhan di lapangan;
2. Menjaga agar setiap dana yang dianggarkan dalam rencana aksirehabilitasi dan rekonstruksi ini dibelanjakan dengan setepat-tepatnya; dan
3. Menjawab kebutuhan riil di lokasi terdampak sesuai dengan kondisi paling mutakhir.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)76
mengacu pada Dokumen RENAKSI yang telah ditetapkan Gurbernur serta tujuan pembangunan daerah dan nasional sebagaimana ditetapkan dalam dokumen perencanaan Daerah dan Nasional. Untuk itu program monitoring dan evaluasi bencana perlu dimaksukan kedalam Dokumen Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Bencana sebagai bahagian dari proses pemantauan dan pembelajaran terhadap program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
Monitoring dan evaluasi di tingkat kabupaten/Kota, dilaksanakan sendiri oleh penanggung jawab program/kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai penerima dana bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana maupun dengan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi yang ditetapkan lebih lanjut. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan tersebut selanjutnya menjadi bahan masukan untuk dilakukannya penajaman maupun pemutakhiran terkait kebutuhan yang terdapat dalam rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.
Jangka waktu rencana rehabilitasi dan rekonstruksi adalah tigatahun anggaran, dimana pemotretan kebutuhan dan analisisnya dilakukan dengan sumber data Jitu Pasna pada proses awal penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi.
Setelah rencana rehabilitasi dan rekonstruksi ini memiliki kekuatan hukum untuk dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, diharapkan pos yang belum jelas pendanaannya dan pos yang sangat rinci dalam rencana rehabilitasi dan rekonstruksi dapat mendorong pihak-pihak lain, termasuk dunia usaha, untuk turut berpartisipasi.
Proses pemantauan dan evaluasi yang dilaksanakan secara berkala diyakini dapat memunculkan dinamisasi data kebutuhan yang bergerak sesuai kondisi mutakhir di lapangan.Hal ini terkait erat dengan jarak waktu yang cukup panjang antara perencanaan dan pelaksanaan program, sehingga data kebutuhan akan bergerak dinamis sesuai dengan respons masyarakat danpara pihak. Untuk itu, diperlukan mekanisme tertentu yang dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan guna menjawab dinamisasi kebutuhan yang dimaksud.
Mekanisme pergeseran anggaran sebagai akibat hasil pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan memperhatikan tata aturan yang berlaku, sehingga akan memiliki sisi positif sebagai berikut:
1. Memberikan kepastian hukum terhadap tindakan lain yang merupakan respons terhadap dinamisasi kebutuhan di lapangan;
2. Menjaga agar setiap dana yang dianggarkan dalam rencana aksirehabilitasi dan rekonstruksi ini dibelanjakan dengan setepat-tepatnya; dan
3. Menjawab kebutuhan riil di lokasi terdampak sesuai dengan kondisi paling mutakhir.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 77
5.6 Kesinambungan Pemulihan Pascabencana Berbasis Pengurangan Risiko Bencana
Setelah pelaksanaan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi ini, perlu disusun strategi kebijakan yang dikaitkan dengan siklus perencanaan dan penganggaran reguler guna memastikan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pembangunan “normal” sesuai kewenangan instansi terkait. Sesuai amanat Undang-UndangNomor 24 Tahun 2007tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah daerah juga perlu mengupayakan untuk melaksanakan:
1. Perencanaan penanggulangan bencana melalui pengenalan dan pengkajian ancaman bencana, melakukan kajian analisis risiko bencana, melakukan analisis kerentanan dan kapasitas daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana, identifikasi tindakan pengurangan risiko bencana, dan penyusunan dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD PRB);
2. Pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana melalui pengendalian dan pelaksanaan penataan ruang denganmengkajiulang tata ruang dan wilayah berbasis mitigasi bencana, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam RPJMD, RKPD, RKA dan DPA SKPD,serta RTRW.
3. Dengan adanya kejadian bencana Gempa Bumi, diharapkan pemerintah daerah melakukan kajian ulang terhadap RTRW kabupaten terdampak;
4. Penelitian, pendidikan, dan pelatihan penanggulangan bencana dan kesiapsiagaan melalui penyelenggaraan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan formal dan informal dan penyelenggaraan penyuluhan dan pelatihan kepada masyarakat di kawasan rawan bencana;
5. Berdasarkan potensi bencana, pencegahan, dan pengurangan risiko bencana, mengendalikan pemanfaatan ruang dan wilayah melalui mekanisme perizinan dan persyaratan teknis pembangunan sesuai kewenangan lembaga yang terkait;
6. Mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana secara memadai dari APBD.
7. Melibatkan masyarakat dan kelompok rentan dalam program pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)78
BAB IV PENUTUP
6.1 Aspek Legal Rencana Rehabilitasi dan RekonstruksiRencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana telah disepakati bersama
oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melalui serangkaian proses koordinasi dan konsultasi. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus berpedoman pada rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah.
Dengan pertimbangan bahwa sebagian pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi bersumber dari APBN, maka pelaksanaan kegiatannya berpedoman pada peraturan-peraturan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4732);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
5. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
6. Peraturan BNPB Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyusunan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana;
7. Peraturan BNPB Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Sebagai tindak lanjut operasional pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi,maka perlu ditetapkan:
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)78
BAB IV PENUTUP
6.1 Aspek Legal Rencana Rehabilitasi dan RekonstruksiRencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana telah disepakati bersama
oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melalui serangkaian proses koordinasi dan konsultasi. Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi harus berpedoman pada rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah.
Dengan pertimbangan bahwa sebagian pendanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi bersumber dari APBN, maka pelaksanaan kegiatannya berpedoman pada peraturan-peraturan sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4732);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 43 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4829);
5. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
6. Peraturan BNPB Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyusunan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana;
7. Peraturan BNPB Nomor 05 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Sebagai tindak lanjut operasional pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi,maka perlu ditetapkan:
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 79
1. Surat Keputusan Bupati/Walikota tentang Penetapan Lahan Relokasi Pemukiman Akibat bencana yang mengacu kepada peta rawan bencana;
2. Surat Keputusan dan pedoman lainnya yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.
6.2 Jangka Waktu Rencana Rehabilitasi dan RekonstruksiJangka waktu rencana aksi rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana adalah
tiga tahun anggaran.6.3 Aspek Akuntabilitas Pelaksanaan Rencana Rehabilitasi dan
RekonstruksiDalam kerangka pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, pengawasan internal dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan pengawasan eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta lembaga pengawasan yang lain.Selanjutnya BPK akan memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara dan perbendaharaan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Lembaga Negara lainnya sesuai dengan perundang–undangan dan menyerahkan hasil pemeriksanaan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Akuntabilitas pendanaan dari sumber bantuan non pemerintah yang tidak mengikat, terutama dari dana yang disalurkan melalui dunia usaha maka dalam hal ini pemerintah akan melihat besarnya dana yang terkumpul dan untuk itu diperlukan peran pemerintah untuk melakukan pengaturan sesuai undang–undang yang berlaku. Khusus untuk bantuan non pemerintah juga diperlukan peran pemerintah untuk mengatur supaya pengelolaan bantuan masyarakat memiliki laporan keuangan yang memenuhi standar sehingga pengelolaannya dapat di audit dan diumumkan melalui media cetak nasional.
Untuk memfasilitasi penyaluran bantuan masyarakat pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, pemerintah melalui BPBD di tingkat provinsi maupun kabupaten terkait menggunakan payung hukum PP Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana dan untuk bantuan asing akan digunakan PP Nomor 23 Tahun 2008 tentang peran serta lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam penanggulangan bencana.
Bila diperlukan, Gubernur selaku koordinator pelaksana pemulihan pasca bencana dapat membangun sistem pengendalian pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi termasuk pengelolaan informasi sebagai perangkat koordinasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dan untuk akuntabilitas terhadap masyarakat maka penanganan pengaduan masyarakat korban bencana selama penyelengaraan pemulihan pasca bencana akan dilakukan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)80
6.4 Aspek Pengakhiran Masa Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiSetelah berakhirnya pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana
yang berorentasi pada pemulihan kehidupan (life recovery) dalam seluruh sektor: pemukiman; infrastruktur; ekonomi produktif; sosial; dan lintas sektor, pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi harus segera menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi secara lengkap kepada BNPB yang juga memuat aspek kerangka aksi sendai (Sendai Framework 2015-2030). Selanjutnya, kegiatan koordinasi pembangunan di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi diwajibkan menyampaikan laporan kepada Gubernur mengenai hasil kegiatan dan capaian pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk penjelasan mengenai pengelolaan aset rekonstruksi meliputi proses inventarisasi, pencatatan dan pengalihan aset, dan rekomendasi sebagai hasil dari pengelolaan pengetahuan untuk mengembalikan proses pembangunan daerah kepada kerangka pembangunan daerah jangka menengah dan panjang dengan mengedepankan kepentingan masyarakat menjadi lebih baik dan aman (people-centered build back better and safer).
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA)80
6.4 Aspek Pengakhiran Masa Pelaksanaan Rehabilitasi dan RekonstruksiSetelah berakhirnya pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana
yang berorentasi pada pemulihan kehidupan (life recovery) dalam seluruh sektor: pemukiman; infrastruktur; ekonomi produktif; sosial; dan lintas sektor, pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi harus segera menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi secara lengkap kepada BNPB yang juga memuat aspek kerangka aksi sendai (Sendai Framework 2015-2030). Selanjutnya, kegiatan koordinasi pembangunan di daerah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksana rehabilitasi dan rekonstruksi diwajibkan menyampaikan laporan kepada Gubernur mengenai hasil kegiatan dan capaian pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi, termasuk penjelasan mengenai pengelolaan aset rekonstruksi meliputi proses inventarisasi, pencatatan dan pengalihan aset, dan rekomendasi sebagai hasil dari pengelolaan pengetahuan untuk mengembalikan proses pembangunan daerah kepada kerangka pembangunan daerah jangka menengah dan panjang dengan mengedepankan kepentingan masyarakat menjadi lebih baik dan aman (people-centered build back better and safer).
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN BENCANA (JITU PASNA) 81
(JITUPASNA)
MODUL PENGKAJIAN
KEBUTUHAN PASCABENCANA (JITUPASNA)
BPBA 2019BADAN PENANGGULANGAN BENCANA ACEH
MO
DU
L P
EN
GK
AJIA
N K
EB
UT
UH
AN
BE
NC
AN
A (J
ITUPASNA)
BPB
A 2019
Penyusunan modul ini ditujukan untuk standarisasi materi
pembelajaran dalam pengkajian kebutuhan paska bencana sehingga lebih
terpola dalam sosialisasi terhadap tehnis yang biasa disingkat Jitupasna.
Rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai bagian dari penyelenggaraan
penanggulangan bencana memerlukan proses penilaian atas kerusakan
dan kerugian serta kebutuhan yang bersifat komprehensif baik aspek fisik
maupun aspek kemanusiaan. Kesemuanya dilakukan dengan prinsip dasar
membangun yang lebih baik (build back better) dan pengurangan risiko
bencana (disaster risk reduction) dan diujudkan dalam bentuk Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana.
Rangkaian proses penilaian kerusakan, kerugian dan kebutuhan
dilakukan melalui Pengkajian Kebutuhan Pascabencana atau Post Disaster
Need Assessment (PDNA) yang akan mengkaji akibat bencana, dampak
bencana dan kebutuhan pemulihan pascabencana. Pengkajian Kebutuhan
Pascabencana merupakan instrumen pemerintah dan para pemangku
kepentingan dalam menyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi
dan rekonstruksi yang berlandaskan pada informasi yang akurat dari para
pihak yang terdampak bencana, dalam bentuk dokumen rencana aksi.
Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pascabencana ini adalah
gabungan kajian dari metode yang selama ini dikenal sebagai Damage and
Loss Assesment (DaLA) dengan metode Human Recovery Need Assesment
(HRNA). Isi pedoman mencakup latar belakang, tujuan, landasan hukum,
pengertian, konsep dasar, ruang lingkup dan kebijakan serta langkah-
langkah yang perlu dilakukan oleh Badan Penangulangan Bencana Daerah
(BPBD) dan atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB) serta
pemangku kepentingan penyelenggaraan penanggulangan bencana untuk
melakukan rangkaian kegiatan atau aktivitas dari proses penilaian
kerusakan dan kerugian sampai dengan penyusuan kebutuhan rehabilitasi
dan rekonstruksi pascabencana melalui pendekatan partisipatif yang secara
metodologis dapat dipertanggungjawabkan.
MODUL PENGKAJIAN KEBUTUHAN PASCABENCANA