28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan energi listrik di Indonesia. Pada awalnya PT. PLN ditetapkan sebagai pemegang usaha ketenagalistrikan, namun sejak tahun 1992 pemerintah memberikan kesempatan pada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Oleh karena itu, bulan Juni 1994 PLN dialihkan dari perusahaan umum menjadi perusahaan perseroan (Persero). PT. PLN (Persero) yang diberi kuasa Ketenagalistrikan oleh Pemerintah, sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, memiliki tugas utama untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi sebesar- besarnya untuk kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan Nasional Indonesia seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya untuk ikut memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan meningkatnya jumlah penduduk serta dibarengi dengan pembangunan sarana dan prasana serta peningkatan di bidang usaha dan kegiatan ekonomi, maka kebutuhan akan tenaga listrik harus tersedia dan perlu ditingkatkan, agar dapat menyediakan tenaga listrik yang cukup serta merata dengan mutu pelayanan yang baik. Universitas Sumatera Utara

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

PT. PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara merupakan suatu perusahaan

yang bergerak dalam bidang penyediaan energi listrik di Indonesia. Pada awalnya PT.

PLN ditetapkan sebagai pemegang usaha ketenagalistrikan, namun sejak tahun 1992

pemerintah memberikan kesempatan pada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis

penyediaan tenaga listrik. Oleh karena itu, bulan Juni 1994 PLN dialihkan dari

perusahaan umum menjadi perusahaan perseroan (Persero).

PT. PLN (Persero) yang diberi kuasa Ketenagalistrikan oleh Pemerintah,

sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, memiliki

tugas utama untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi sebesar-

besarnya untuk kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan Nasional Indonesia

seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya untuk

ikut memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan meningkatnya jumlah penduduk serta dibarengi dengan pembangunan

sarana dan prasana serta peningkatan di bidang usaha dan kegiatan ekonomi, maka

kebutuhan akan tenaga listrik harus tersedia dan perlu ditingkatkan, agar dapat

menyediakan tenaga listrik yang cukup serta merata dengan mutu pelayanan yang

baik.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

2

Undang-undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan yang disahkan

oleh Presiden Republik Indonesia Tahun 2009, serta di dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5052 merupakan salah satu peraturan pokok tentang

Ketenagalistrikan di negeri ini,1 dan sebelum berlakunya Undang-undang tersebut,

peraturan tentang Ketenagalistrikan tertuang dalam Undang-undang Nomor 15 tahun

1985 tentang ketenagalistrikan.

Diterbitkannya Undang-Undang tersebut, PLN sebagai salah satu ujung

tombak pelayanan di bidang jasa ketenagalistrikan dari waktu ke waktu, seharusnya

PLN melakukan peningkatan pelayanan masyarakat (konsumen). Kepedulian tersebut

seharusnya tidak hanya terbatas pada pelayanan di bidang bisnis utama PT. PLN

(Persero), yaitu pengadaan listrik dengan kualitas yang baik dengan segala indikator

sesuai harapan pelanggan pada umumnya, tetapi juga kepada peningkatan

administrasi pelayanan pelanggan.

Peningkatan pelayanan dibidang administrasi kepada pelanggan antaranya

yaitu tentang Perjanjian Jual beli Tenaga Listrik antara PT PLN (PERSERO) dengan

Pelanggannya, karena pada saat seorang calon pelanggan yang akan mengajukan

sambungan listrik rumahnya dan si calon pelanggan tersebut telah menyetujui syarat-

syarat yang ditentukan oleh PT PLN (PERSERO), kondisi seperti ini seharusnya

ditindak lanjuti dengan suatu perjanjian, yaitu perjanjian jual beli tenaga listrik

1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, Tentang Ketenagalistrikan, Lembaran Negara RINomor 133 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5052.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

3

dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pelanggan (konsumen) dengan

PT PLN (PERSERO), karena di dalam Perjanjian tersebut akan diatur secara jelas hak

dan kewajiban antara pelanggan dengan PT PLN (PERSERO), di samping itu juga

berpedoman kepada Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan sistem

perlindungan kepada pelanggan, serta keterbukaan informasi sekaligus

menumbuhkan kesadaran PLN sebagai pelaku usaha (produsen), mengenai

pentingnya perlindungan konsumen sebagai perwujudan kepedulian PLN kepada

pelanggan (konsumen).

Hak dan perlindungan konsumen merupakan salah satu hal yang menarik

untuk dibahas, karena perlindungan konsumen sampai sekarang ini masih banyak

kasus yang timbul, banyak yang masih tidak terselesaikan dengan baik. Tindakan

pelaku usaha dalam hal ini banyak menyebabkan kerugian bagi pihak konsumen,

masalah hak dan perlindungan konsumen maka kita harapkan dapat lebih memahami

apa sebenarnya yang dikatakan dengan perlindungan konsumen. Pihak konsumen

selama ini masih ada yang tidak mengerti apa saja yang menjadi hak mereka dan

kewajiban yang harus mereka dapatkan pada suatu pelaku usaha yang menjual jasa

ataupun bentuk pelayanan lainnya.

Dalam hal ini peran pemerintah dalam memberikan sanksi tegas terhadap

pelaku usaha dan memperhatikan hak dan kewajiban konsumen yang lebih besar,

karena oleh karena itu masalah perlindungan terhadap konsumen tidak saja menjadi

tanggung jawab penjual barang dan jasa, tetapi juga merupakan tanggung jawab

Universitas Sumatera Utara

Page 4: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

4

pemerintah, yang dalam hal ini sebagai pemberi pelayan terhadap publik, dikarenakan

cita-cita hukum dan asas-asas hukum merupakan bagian penting budaya hukum

karena menyangkut ide, pemikiran, gagasan bahkan tujuan-tujuan yang hendak

dicapai yang akan mempengaruhi komponen-komponen sistem hukum lainnya baik

struktur maupun substansi hukumnya yang akan pula mempengaruhi bekerjanya

hukum dalam masyarakat.2

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu

antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta

membuka akses informasi tentang barang dan/ atau jasa baginya, dan menumbuh

kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Dalam hal itu

hakekat hukum itu sendiri adalah untuk menjamin kelangsungan keseimbangan

dalam perhubungan antara anggota masyarakat.3

Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi

dalam tiga bagian utama, yaitu:

1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang/atau jasa

kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya.

2. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-unsur

kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan

informasi itu.

2 Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, (PT. Softmedia, Medan, 2009), hal. 103 Kansil C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet.VIII, (Balai Pustaka,

Jakarta, 1989), hal.40

Universitas Sumatera Utara

Page 5: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

5

3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.4

Banyak konsumen atau pelanggan yang merasa dirugikan akibat tidak

jelasnya perlindungan terhadap mereka, salah satu penyebab dikarenakan oleh

lemahnya hukum dan perlindungan terhadap konsumen, selain itu juga pihak

konsumen yang merasa dirugikan dengan pemadaman listrik namun tidak pernah

melapor kepada pihak yang berwenang terhadap kerugian yang telah dideritanya.

Setiap orang baik secara individu maupun berkelompok pada suatu saat nanti

pasti menjadi konsumen dari suatu produk barang atau jasa tertentu. Namun

demikian, hubungan perdata antara pelaku usaha dan konsumen tidak selamanya akan

berlangsung harmonis dan saling menguntungkan. Karena konsumen sebagai pihak

yang dilayani, biasanya berada di posisi lemah, maka pelaku usaha sebagai salah satu

badan usaha pelayanan jasa berpotensi atau berpeluang besar untuk wanprestasi atau

merugikan konsumennya dengan mudah.

Dengan kemajuan teknologi dan ilmu, telah ditemukan suatu sistem

ketenagalistrikan yang berperan penting bagi perkembangan hidup dan kehidupan

masyarakat berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan. Menanggapi perkembangan teknologi tersebut, Pemerintah

Indonesia telah menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan untuk memberi

rambu-rambu hukum secara tertulis kepada perorangan atau lembaga yang

4 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, (PenerbitGhalia Indonesia, Bogor, 2008), hal 9.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

6

berkepentingan dengan perlindungan konsumen tersebut, berdasarkan Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 57

Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Indonesia, Peraturan

Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun

2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan

Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Tenaga listrik kini merupakan landasan bagi kehidupan modern, dan

tersedianya dalam jumlah dan mutu yang cukup menjadi syarat bagi suatu masyarakat

yang memiliki kehidupan yang lebih baik dan perkembangan industry yang maju.

Dengan adanya energi listrik dalam keberadaannya untuk mewujudkan suatu

pembangunan energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai

proses kegiatan meliputi energi listrik adalah daya yang dapat digunakan untuk

melakukan berbagai proses kegiatan meliputi energi listrik, mekanik dan panas.

Keberadaaan energi listrik sebagai sarana penerangan bagi masyarakat, dan

berfungsi menjadi salah satu indikator untuk dapat dilaksanakannya pembangunan.

Banyak aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya didalam

meningkatkan kesejahteraan mempergunakan energi listrik.

Pentingnya energi listrik bagi masyarakat dapat ditunjukkan dengan besarnya

penggunaan listrik oleh masyarakat baik itu untuk konsumsi rumah tangga maupun

industri dan perdagangan dalam skala lokal maupun nasional. Tentunya ini sangat

Universitas Sumatera Utara

Page 7: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

7

mempengaruhi produksi barang maupun jasa. Hal lainnya yang tak kalah penting

sehubungan dengan fungsi listrik ini adalah adanya kemajuan teknologi komunikasi

maupu informatika yang turut memperluas ruang gerak arus tranportasi barang

maupun jasa.

Dengan demikian dapat dilihat, bahwa energi listrik diperlukan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengingat arti penting listrik dalam

kehidupan masyarakat dan pengusaha, maka penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh

Negara yang pelaksanaannya dilakukan oleh PT. PLN yang melaksanakan usaha

penyediaan tenaga listrik dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan di Indonesia.

Bahwa Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan

kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tujuan

pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang

merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945. Tenaga listrik, sebagai salah satu hasil pemanfaatan

kekayaan alam, mempunyai peranan penting bagi negara dalam mewujudkan

pencapaian tujuan pembangunan nasional.5

Pasokan listrik yang mencukupi, harga yang terjangkau adalah harapan

seluruh konsumen pelanggan listrik di Indonesia, namun kenyataannya seringkali

konsumen menemui kenyataan bahwa arus listrik terpaksa naik dengan berbagai

5 Lihat penjelasan Umum Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan,alinea ke-1

Universitas Sumatera Utara

Page 8: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

8

alasan dan seringnya pemadaman arus listrik bergilir dengan berbagai alasan pula. PT

PLN (Persero) mengklaim selama 2011 lalu, pelanggan listrik di Indonesia rata-rata

hanya mengalami pemadaman sekira lima kali dalam setahun. Angka ini berangsur-

angsur terus turun selama beberapa tahun terakhir.6 Selain seringnya pemadaman

listrik yang dirasakan oleh masyarakat sebagai konsumen adalah pembayaran

rekening listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian konsumen, dan sering sekali

konsumen terpaksa membayar harga yang telah ditentukan dalam tagihan rekening

listrik walaupun kenyataanya pemakaian listrik oleh konsumen tidak sebesar yang

tercantum dalam tagihan tersebut.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, konsumen mendapat

perlindungan secara hukum. Sejak dikeluarkanya Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sedikit banyak telah membuat lega

masyarakat yang notabene adalah konsumen. Namun sebagaimana perlindungan

terhadap hak-hak konsumen ketenagalistrikan. Masyarakat Indonesia sebagai

penerima jasa layanan publik sering mengalami kesulitan akibat ketiadaan standar

pelayanan yang jelas. Masyarakat atau konsumen akan mudah secara sepihak

dijatuhi sanksi jika yang bersangkutan terlambat membayar kewajibannya, tetapi

sebaliknya sanksi yang sama tidak dapat diarahkan kepada pejabat tata usaha Negara

6 Gina Nur Maftuhah, PLN: Pemadaman, (Online:http://economy.okezone.com), diakses padatanggal 6 April 2012.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

9

yang terlambat merealisasikan pelayananya kepada masyarakat. Ketimpangan ini

dapat terjadi di semua sektor kehidupan.7

Termasuk juga yang terjadi pada pelayanan publik yang diberikan oleh PT.

PLN, hal-hal yang masih mewarnai masalah kelistrikan yang dialami oleh masyarakat

atau konsumen dapat ditemukan antara lain:

a) Kesalahan pencatatan tagihan rekening listrik;

b) Pemadaman listrik tanpa pemberitahuan;

c) Biaya penyambungan baru;

d) Voltage listrik naik turun (berakibat rusaknya alat-alat elektronik/rumah

tangga);

e) Pembongkaran KWH meter/ alat pembatas dan pengukur (dengan alasan

menunggak rekening listrik beberapa bulan, padahal baru beberapa hari

menyalah, segel tidak ada);

f) Pembayaran rekening dikaitkkan dengan pembayaran punggutan/retribusi;

g) Pemasangan jaringan baru tanpa memakai KWH meter. 8

Asas dan tujuan yang dianut Undang-undang tentang ketenagalistrikan, bahwa

pembangunan ketenagalistrikan (PT. PLN) bertujuan untuk menjamin ketersediaan

tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan

7 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Edisi Revisi, Jakarta: Penerbit PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), Hal 173

8 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (PT. CitraAditya Bakti,Bandung,2000), Hal 176

Universitas Sumatera Utara

Page 10: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

10

merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,9 telah mencerminkan

adanya kewajiban memberikan perlindungan terhadap konsumen listrik. Pelanggaran

terhadap ini tentu ada konsekuensi hukumnya, kecuali terbukti adanya keadaan

mendesak diluar kemampuan manusia (force majeur) seperti bencana alam atau

gempa bumi yang tidak dapat dihindarkan.

Konsekuensi hukumnya tidak hanya sekedar permintaan maaf, melainkan

kalau perlu pemberian ganti rugi kepada para pelanggan/ konsumen akibat padamnya

listrik. Konskuensi ini wajar, mengingat bila konsumen di duga merugikan PT. PLN,

padahal belum tentu terbukti kebenaranya menurut hukum, konsumen terpaksa

membayar dugaan kerugian tersebut karena kepentingan agar listrik konsumen tidak

diputus. Terhentinya penyediaan tenaga listrik dalam batas-batas tertentu ternyata

dilindungi oleh Undang-undang melalui standar mutu dan keandalan. Artinya harus

ada penetapan standar jumlah dan lama terhentinya penyediaan tenaga listrik karena

gangguan. Bila PT. PLN melanggar standar ini terbuka peluang kecil untuk

mengajukan gugatan ganti rugi.10

Lain halnya dengan penghentian listrik untuk sementara, tidak memberikan

hak bagi konsumen/pelanggan untuk menuntut ganti kerugian, asal dipenuhi salah

satu atau lebih persyaratan sebagai berikut :

9 Lihat Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang KetenagalistrikanJo. Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 Tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik.

10 Yusuf Shofie, Op-Cit, hal. 202 dan 203

Universitas Sumatera Utara

Page 11: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

11

1. Diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau

rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan;

2. Terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan yang bukan karena kelalaian

pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik;

3. Terjadi keadaan yang secara teknis berpotensi membahayakan keselamatan

umum; dan/ atau

4. Untuk kepentingan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.11

Ternyata dimensi hukum padamnya aliran listrik tidak mengembirakan bagi

pelanggan/ konsumen listrik terutama konsumen rumah tangga. Karena sampai

sekarang, Hak konsumen listrik untuk mendapatkan ganti kerugian dari PT. PLN

masih belum terealisasi berdasarkan Undang-undang ketenagalistrikan.

Namun demikian masih dijumpai peluang yang sangat kecil untuk

mengajukan gugatan ganti rugi kepada PT. PLN atas dasar perbuatan melawan

hukum sesuai dengan ketentuan pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo

Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 dimana konsumen/

pelanggan dihadapkan pada beban pembuktian yang berat karena harus membuktikan

dengan unsur-unsur yaitu:

1. Perbuatan melawan hukum;

2. Kesalahan/ kelalaian tergugat;

11 Pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 Tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik

Universitas Sumatera Utara

Page 12: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

12

3. Kerugian yang dialami pelanggan/ konsumen;

4. Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang

dialami konsumen.12

Dengan keluarnya UUPK, maka membuka peluang untuk konsumen listrik

dalam menuntut hak mereka terhadap kerugian yang ditimbulkan dari kelalaian PT.

PLN. Bahwa energi listrik merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat.

Seiring meningkatnya pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat membuat

kebutuhan energi listrik juga terus meningkat. Sumber daya dan bahan baku untuk

menghasilkan energi listrik juga terus meningkat, tetapi sumber daya dan bahan baku

untuk menghasilkan energi listrik semakin menipis, hal itu membuat harga bahan

baku menjadi naik. Kenaikan itu membuat pemerintah juga harus menaikkan harga

listrik jika tidak ingin mengalami defisit. Kesulitan yang dialami masyarakat

membuat mereka melakukan segala hal untuk mendapatkan sesuatu tanpa mereka

harus mengeluarkan uang, termasuk mendapatkan listrik secara cuma-cuma. Banyak

media online maupun cetak yang memberitakan tentang kasus pelanggaran hukum

arus listrik. Sebenarnya yang mereka lakukan itu merugikan banyak pihak. Termasuk

pelakunya sendiri. .

Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai

lembaga secara bersama-sama, seperti hukum dan tradisi dan dalam masyarakat juga

dijumpai berbagai macam norma yang masing-masing memberikan sahamnya dalam

12 Lihat Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012, Tentang Penyediaandan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

13

menciptakan ketertiban itu. 13 Hukum menjadi aspek dari kebudayaan seperti halnya

dengan agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan yang masing-masing menjadi

anasir kebudayaan kita.14 Dikarenakan kehidupan bermasyarakat itu sering terdapat

adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup

masyarakat terutama yang dikenal dengan nama norma hukum.

Penyimpangan norma hukum di masyarakat disebut dengan kejahatan.

Sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari norma pergaulan hidup. Kejahatan

merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat

dimana perilaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga. Kejahatan yang

merupakan suatu bentuk dari timbulnya gejala sosial itu tidak berdiri sendiri,

melainkan ada hubungan dengan berbagai perkembangan baik kehidupan sosial

ekonomi, hukum, maupun tekhnologi.

Dari keadaan inilah yang menarik perhatian dan mendorong penulis untuk

melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli

Tenaga Listrik Antara PT. PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.“

B. Perumusan Masalah

Dalam menentukan identifikasi masalah maka perlu dipertanyakan apakah

yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk

menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut.15

Berdasarkan latar belakang tersebut dia atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

13 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 1314 Utrecht/ Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Ictiar Baru,

1989), hal. 315 Ronny Kountir, Metode Penelitian Untuk Penelitian Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM,

2003), hal. 35

Universitas Sumatera Utara

Page 14: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

14

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara hukum dalam

hal perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan

Pelanggan ?

2. Apakah upaya yang dilakukan dan sanksi yang diberikan PT. PLN terhadap

pelanggan yang melakukan pelanggaran perjanjian jual beli arus listrik ?

3. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PT. PLN dalam menanggulangi

pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan ?

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dalam hal perjanjian jual beli

tenaga listrik terhadap para pihak yang dilakukan pelaksanaan perjanjian jual beli

tenaga listrik antara hukum dalam hal perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT.

PLN (Persero) dengan Pelanggan.

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dan sanksi yang diberikan PT. PLN

(Persero) terhadap Pelanggan yang melakukan pelanggaran perjanjian jual beli

arus listrik.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala atau hambatan yang dihadapi PT. PLN

(Persero) dalam menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh planggan.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian dapat dilihat secara teoritis dan praktis yaitu;

Universitas Sumatera Utara

Page 15: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

15

1. Secara teoritis untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran

dalam ilmu hukum, terutama perlindungan hukum perjanjian jual beli tenaga

listrik terhadap PT. PLN (PERSERO) dengan Pelanggan.

2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi tambahan bahan dalam

mengembangkan kajian ilmu hukum, serta dapat menjadi masukan kepada

pelanggan listrik sehingga dapat mengantisipasi implikasi tindakan perbuatan

melawan hukum dalam memenuhi hak dan kewajiban konsumen Pembangkit

Listrik Negara.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai perlindungan hukum ini sebelumnya udah pernah

dilakukan di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Nurhalimah Tusa’diyah, 017005058 dengan Judul Peningkatan Pelayanan

Podusen dalam Rangka Perlindungan Konsumen (Studi Mengenai Pelayanan

PT. PLN (Persero) Sumatera Utara

2. Binsar Hutabarat, 097005083, dengan judul Perubahan Status Perusahaan Listrik

Negara dari Perum menjadi Perseroan dalam kaitannya dengan Public Service

Obligation (PSO).

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi

dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya

pada Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dengan

Judul “Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.

PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan“, belum pernah dilakukan pendekatan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

16

perumusan masalah yang sama, walaupun ada topik penelitian tentang hak dan

perlindungan hukum perjanjian namun jelas berbeda. Sehingga penelitian ini dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya secara lmiah dan terbuka terhadap masukan

serta saran-saran yang membangun dalam penulisan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi.16 Dan suatu teori harus diuji menghadapkan pada fakta-

fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.17 Teori diperlukan untuk

mengembangkan suatu bidang suatu kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk

meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan aturan hukum.

Didalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan

kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu

proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling

bertentang dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang

minimal.18

Sebagai tolak ukur untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti suatu

teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal

sebagai berikut:

16 J J M M. Wuisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia, 1996), hal. 203

17 Ibid, hal 1618 Syafrudin Kalo, Teori dan Penemuan Hukum, (Medan, 2009), hal. 19

Universitas Sumatera Utara

Page 17: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

17

1) Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta

yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2) Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep.

3) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui

serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti.

4) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin factor-faktor

tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5) Teori memberikan petunjuk-petumjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan

penelitian.19

Dengan kata lain kerangka teori adalah kerangka berfikir atau butir-butir

pendapat, teori, thesis, mengenai kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi

bahan perbandingan, pegangan teoritis dalam penelitian.20 demikian sesuai dengan

penelitian ini maka sifat penelitian adalah deskriptif analisis.21

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, bahwa selain tergantung pada

metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori.

Deskriptif maksudnya penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan

atau memberi gambaran secara sistematis, faktual dan akurat.22 Tentang aspek

Perlindungan Hukum terhadap hak-hak konsumen Listrik ditinjau dari Undang-

19 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni 1983), hal 25420 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu hukum dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994),

hal. 8021 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1982) hal 5022 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Cetakan Kelimabelas, Penerbit Raja

Grafindo Persada, 2003), hal 75

Universitas Sumatera Utara

Page 18: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

18

undang Nomor 30 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 Tentang

Kebijakan Energi Nasional dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen. Dan sanksi yang diterapkan oleh PLN (PERSERO) apabila

adanya terjadinya pelanggaran yang dilakukan Konsumen atau Pelanggan terhadap

pelanggaran hukum arus listrik.

Menurut Sultan Remy Sjahdeini, Mengartikan perjanjian standar sebagai

perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya dibakukan oleh pemakaianya

dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau

meminta perubahan. Adapun yang dilakukan hanya beberapa hal, misalnya yang

menyangkut jenis harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal yang

spesifik dari obyek yang dijanjikan.23

Tujuan dibuatnya perjanjian standar untuk memberikan kemudahaan

(kepraktisan) bagi para pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, bertolak dari tujuan

itu, Mariam darus Badruzzaman lalu mendifenisikan perjanjian standar sebagai

perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.24

Dalam ilmu hukum kita mengenal dua macam subyek hukum yaitu subyek

hukum pribadi (orang-perorangan) dan subyek hukum berupa badan hukum. Terdapat

masing-masing subyek hukum berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan

yang lainya, meskipun dalam hal tersebut keduanya dapat diterapkan suatu aturan

23 Sultan Remy Sjahdeini, Kebebasan berkontrak dan Perlindungan Yang seimbang BagiPara Pihak Dalam perjanjian Kredit Bank di Indonesia,(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1995),hal 66

24 Mariam Darus Badruzzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari perjanjianbaku (standar), (Bandung: Bina Cipta, 1986), hal 58

Universitas Sumatera Utara

Page 19: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

19

yang berlaku umum, bahwa dalam Undang-undang perseroan terbatas dengan secara

tegas dinyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum.25 Ini berarti perseroan

tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Pengaturan kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada

keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi

kepentingan masyarakat. Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan

manakala subyek hukum diberi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo

menyatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau

peraturan, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu

pihak yang tercermin dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inlah

yang diberikan oleh hukum.26

Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus Hadjon ada dua bentuk

perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum Preventif

artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan

pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan

menyelesaikan sengketa. 27

Konsep awal perlindungan hukum sangat terkait dengan pemerintah dan

tindak pemerintah sebagai titik sentralnya, sehingga lahirnya konsep ini dari

25 Lihat Pasal 1, ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang PerseroanTerbatas

26 Purwanto, Agus J. 2002, Transformasi Demokrasi dan Perbaikan Pelayanan Publik,(Jakarta, Universitas Terbuka), hal. 2

27 Phillipus. M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina ilmu,2006), hal. 5

Universitas Sumatera Utara

Page 20: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

20

perkembangan hukum administrasi negara-negara barat. Dengan tindakan pemerintah

sebagai titik sentral, dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu:28

a. Perlindungan Hukum Preventif.

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan

untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan

pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya

sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah

yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dangan adanya perlindungan

hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam

mengambil keputusan yang didasarkan pada dekresi. Di Indonesia belum ada

pengaturan secara khusus mengenai sarana perlindungan hukum preventif.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.

Penanganan perlindungan hukum oleh Peradilan Umum dan Peradilan Administrasi

di Indonesia termasuk katagori perlindungan hukum ini.

Pada hukum Represif, tujuan hukum adalah ketertiban dan dasar

keabsahannya adalah pengamatan masyarakat. Aturan-aturannya bersifat terperinci

namun kurang mengikat pembuat aturan, sertingkali terjadi diskresi.29

28Ibid, hal. 20629 Mulyana W. Kusuma dan Paul S. Baut, Hukum, Politik, dan Perubahan Sosial, (Jakarta:

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1988), hal.15

Universitas Sumatera Utara

Page 21: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

21

Salah satu asas yang dikenal dan dianut dalam hukum perjanjian di Indonesia

ialah asas kebebasan berkontrak. Asas ini dapat disimpulkan bahwa segala perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.30 Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari

pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak.

Eksistensi hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan

mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Pengaturan kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada keseimbangan

antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi kepentingan masyarakat.

Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan manakala subyek hukum

diberi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hak dan

kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau peraturan, melainkan

perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin

dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inlah yang diberikan oleh

hukum.31

Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus Hadjon ada dua bentuk

perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum Preventif

artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan

pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan

30 Lihat pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata31 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1999), hal.40

Universitas Sumatera Utara

Page 22: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

22

menyelesaikan sengketa. Konsep awal perlindungan hukum sangat terkait dengan

pemerintah.

Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa

membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.

Dan dari perkembangan tersebut dan dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali

dilakukan dalam bentuk perjanjian baku (standard contract), dimana sifatnya

membatasi asas kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan

dengan kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau

setidak-tidaknya diawasi pemerintah.

Bahwa dalam penelitian ini dipakai teori keadilan oleh Radburch yang

menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas untuk mengemban nilai keadilan bagi

kehidupan konkrit manusia, dengan demikian keadilan sebagai suatu nilai memiliki

sifat normatif sekaligus konstitutif. Normatif berarti keadilan sebagai landasan moral

hukum sekaligus sebagai parameter bagi hukum positif, konstitutif bermakna

keadilan harus menjadi unsur yang mutlak bagi hukum. 32

Berdasarkan keterangan di atas dapatlah dilihat bahwa hubungan teori

keadilan yang diterangkan di atas sesuai dengan perjanjian jual beli tenaga listrik

yang dilakukan antara PT. PLN (PERSERO) dengan Pelanggan.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa Latin, concepto yang memiliki arti sebagai

sesuatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan

32 Bernard L. Tanya dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,(Yogyakarta: Penerbit Genta Publishing, 2010), hal.130

Universitas Sumatera Utara

Page 23: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

23

pertimbangan.33 Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori,

konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu

yang konkrit,yang disebut juga dengan Operational definition.34

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan

pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh

karena itu untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini harus definisikan

beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai

dengan tujuan yang telah ditentukan, atau peranan konsep dalam penelitian adalah

untuk menghubungkan dunia teori dengan observasi, antara abstrasi dan realitas.35

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari

hal-hal yang khusus.36

Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul

penelitian, bukanlah untuk pengertian mengkonsumsikanya semata-mata kepada

pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun

peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian yang bersangkutan.37

Konsepsi yang digunakan dalam judul adalah:

1. Tinjauan Hukum adalah meninjau secara yuridis.

33 Komaruddin, dan Yooke Tjuparmah Komarrudin, Kamus Istilah karya tulis Ilmiah,(Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Hal. 122

34 Op-Cit,1995,hal 1035 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1996), hal 6336 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian,( Yogyakarta: Liberty, 2003) hal 337 Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999)

hal 107-108

Universitas Sumatera Utara

Page 24: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

24

2. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.38

Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa persetujuan adalah: “Suatu

pengertian, yang dalam Undang-Undang Hindia Belanda dulu dinamakan

Overeenkomsten yaitu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta

kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak”.39

Menurut Subekti suatu perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seseorang

berjanji kepada orang, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.”40 Abdulkadir Muhammad dalam Subekti mengatakan

bahwa perjanjian adalah: ”Suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling

mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan.”41

3. Jual Beli merupakan perjanjian timbal balik di mana pihak yang satu (penjual)

berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain

(si pembeli) berjanji untuk membayar harga barang yang diterimanya

4. Tenaga Listrik Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang

dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan,

tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau

isyarat.42

38 Lihat Pasal 1313 KUHPerdata39 Wirjono Prodjodikoro. Azas-azas Hukum Perjanjian. (Jakarta: Mandar Maju, 2000) hal. 1140 Subekti. Aneka Hukum Perjanjian. (Bandung: Pradnya Paramit, 1995) hal. 141 Ibid. hal. 7842 Lihat Pasal 1 angka 3 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

25

5. Pelanggan (konsumen) aalah Konsumen adalah setiap orang atau badan yang

membeli tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik. 43

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis yakni

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-

norma adalah hukum positif. Penelitian normative analisis menggunakan pendekatan

perundang-undangan (Statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan

perundang-undangan dengan tema sentral penelitian tentang perjanjian jual beli

tenaga listrik antara PLN dan Pelanggan.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penyusuanan tesis ini adalah dengan

menggunakan data sekunder, yang terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer, antara lain peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan jabatan notaris yaitu adalah KUH Perdata, Peraturan Pemerintah Nomor

14 Tahun 2012 Tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan

Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-

undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

b. Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan dengan kode etik Notaris.

43 Lihat Pasal 1 angka 7 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

26

c. Bahan Hukum Tertier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang

memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer,

sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, dan jurnal ilmiah, serta

bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk

melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan

kebenaranya, maka pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui cara:

a) Studi kepustakaan (library research) dilakukan untuk mendapatkan data-data

sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah dan

bahan-bahan hukum lainya yang terkaitan masalah penelitian ini.

b) Studi lapangan (field research) dilakukan untuk mendapatkan data-data

primer dengan cara melakukan wawancara kepada pihak yang berkaitan

dengan permasalahan ini.

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh bahan atau data-data hukum

sekunder adalah KUH Perdata, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 Tentang

Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun

2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009

tentang Ketenagalistrikan dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait

langsung dengan permasalahan ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

27

Untuk menguatkan data sekunder dari penelitian kepustakaan, maka dalam

penelitian lapangan ini juga menggunakan metode wawancara yang akan diadakan

dengan beberapa informan, seperti : Pejabat PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha

Ketenagalistrikan. Responden/informan ditentukan secara purposive sampling,44 yaitu

penarikan sample dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan

tertentu.45

Untuk menguatkan data sekunder melalui metode wawancara di lapangan,

metode wawancara dipergunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang

tidak dapat diperoleh lewat pengamatan.46 Teknik wawancara yang dilakukan adalah

melalui wawancara terstruktural (guided interview).

4. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan

analisa data. Analisa data pada penelitian hukum lajim dikerjakan melalui pendekatan

kuantatif dan/atau pendekatan kualitatif.47 Pada penelitian terhadap permasalahan ini,

maka digunakan metode analisis normative-kualitatif. Normatif, karena penelitian

bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai hukum positif.

44P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,1991), hal. 33, menyebutkan bahwa cara purposive sample diambil berdasarkan pertimbangansubyektif peneliti, dimana persyaratan yang dibuat sebagai criteria harus dipenuhi sebagai sample

45Ronny Hanitijo Soemitro, hal 51. purposive sampling dilakukan dengan cara mengambilsubyek didasarkan pada tujuan tertentu, haruslah dipenuhi persyaratan sebagai berikut:a) Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama

populasi.b) Subyek yang diambil sebagai sample harus benar-benar merupakan subyek yang paling banyak

mengandung ciri-ciri populasi.c) Penentuan karakteristik populasi yang ditentukan dengan teliti dalam studi pendahuluan.

46 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 1996) hal 5947 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cetakan kedua, (Jakarta:

Penerbit Sinar Grafika, 1996), hal 19

Universitas Sumatera Utara

Page 28: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. PLN sebagai Badan

28

Analisis data dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan pemeriksaan,

pengelompokan, pengolahan dan evaluasi, sehingga diketahui tingkat validitasnya.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode berfikir dedukatif,

sehingga diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang sesuai dengan

permasalahan.

Universitas Sumatera Utara