26
.1 Latar Belakang Penemuan yang berpengaruh terhadap perkembangan ilmu biologi molekuler salahsatunya adalah PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik ini mempunyai fungsi utama untuk memperbanyak DNA target. Proses yang terjadi melibatkan suatu primer yang berfungsi sebagai cetakan untuk membuat DNA baru (David, 2005). Aplikasi PCR yang paling besar adalah melakukan pengkopian DNA dalam waktu yang relatif cepat, sehingga kemudian DNA tersebut cukup banyak untuk dapat dideteksi, dikaji, dan dipergunakan untuk berbagai aplikasi (Lairmore, 1990). Teknik PCR memerlukan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya, tidak hanya bergantung pada alat PCR tetapi diperlukan hal-hal teknis yang perlu diperhatikan demi kelancaran PCR. Salah satu keahlian teknis yang diperlukan adalah mendesain primer yang dipergunakan sebagai cetakan dalam PCR. Selain hal tersebut diatas, PCR dapat dipergunakan untuk sekuensing, melakukan deteksi gen patologis, serta pembuatan probe. Berdasarkan haltersebut di atas, maka praktikum ini penting untuk dilaksanakan. 1.2 Rumusan Permasalahan Permasalahan yang dapat ditelaah adalah bagaimana teknik cara melakukan teknik PCR dan mendesain primer yang berfungsi sebagai langkah awal sebelum melakukan PCR ? 1.3 Tujuan Praktikum bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan teknik PCR dan cara mendesain primer 1.4 Manfaat Salah satu kemampuan PCR adalah dapat mengamplifikasi gen- gen yang diduga terkait dengan penyakit tertentu sehingga akan mempermudah diagnosis penyakit tersebut, sehingga teknik ini dapat digunakan dalam bidang medis. BAB II

1 Latar Belakang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 Latar Belakang

.1 Latar BelakangPenemuan yang berpengaruh terhadap perkembangan ilmu biologi molekuler salahsatunya adalah PCR (Polymerase Chain Reaction). Teknik ini mempunyai fungsi utama untuk memperbanyak DNA target. Proses yang terjadi melibatkan suatu primer yang berfungsi sebagai cetakan untuk membuat DNA baru (David, 2005). Aplikasi PCR yang paling besar adalah melakukan pengkopian DNA dalam waktu yang relatif cepat, sehingga kemudian DNA tersebut cukup banyak untuk dapat dideteksi, dikaji, dan dipergunakan untuk berbagai aplikasi (Lairmore, 1990).Teknik PCR memerlukan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya, tidak hanya bergantung pada alat PCR tetapi diperlukan hal-hal teknis yang perlu diperhatikan demi kelancaran PCR. Salah satu keahlian teknis yang diperlukan adalah mendesain primer yang dipergunakan sebagai cetakan dalam PCR. Selain hal tersebut diatas, PCR dapat dipergunakan untuk sekuensing, melakukan deteksi gen patologis, serta pembuatan probe. Berdasarkan haltersebut di atas, maka praktikum ini penting untuk dilaksanakan.

1.2 Rumusan PermasalahanPermasalahan yang dapat ditelaah adalah bagaimana teknik cara melakukan teknik PCR dan mendesain primer yang berfungsi sebagai langkah awal sebelum melakukan PCR ?

1.3 TujuanPraktikum bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan teknik PCR dan cara mendesain primer

1.4 ManfaatSalah satu kemampuan PCR adalah dapat mengamplifikasi gen-gen yang diduga terkait dengan penyakit tertentu sehingga akan mempermudah diagnosis penyakit tersebut, sehingga teknik ini dapat digunakan dalam bidang medis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 PCR (Polymerase Chain Reaction)Polymerase Chain Reaction adalah metode untuk amplifikasi primer oligonukleotida yang dikendalikan secara enzimatis untuk sekuen DNA yang diinginkan. Teknik tersebut mampu mengamplifikasi sekuen hingga berlipat pada tingkatan 105 - 106 dari sejumlah kecil (nanogram) DNA templat, dengan latar sekuen yang tidak relevan (dari DNA genom total. Prasyarat untuk mengamplifikasi sekuen dengan mempergunakan PCR adalah mengetahui sekuen tertentu yang mengapit sekuen DNA yang diamplifikasi sehingga oligonukleotida spesifik dapat diperoleh. Produk PCR diamplifikasi dari templat DNA dengan menggunakan DNA polymerase yang stabil terhadap panas, dan diperoleh dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) serta mempergunakan cycler termal otomatis. Tiga tahapan utama PCR (terdiri dari denaturasi, annealing primer, dan polimerisasi) diulang hinggga berlangsung 30 - 40 siklus. Hal ini dilakukan dengan cycler otomatis, yang dapat memanaskan tabung yang berisi campuran reaksi dan mendinginkannya dalam waktu yang sangat singkat (Eavier, 1999).Denaturasi DNA double strand menjadi single strand terjadi pada tahap denaturasi. Hal

Page 2: 1 Latar Belakang

ini terjadi sebagai akibat akibat perlakuan temperatur tinggi yang akan memisahkan strand komplemennya. Temperatur selanjutnya diturunkan agar primer dapat membentuk ikatan hidrogen pada kedua sisi DNA target (annealing). DNA polymerase kemudian akan membuat salinan DNA target menggunakan dNTP, sedangkan pada akhir siklus maka sekuens target pada kedua strand akan dapat dikopi (Prescott dkk., 2003). Tahap pertama dari PCR adalah awal yang panas dengan temperatur 95 ?C selama 2-4 menit. Tahapan berikutnya adalah denaturasi pada temperatur 95?C selama 30 detik hingga 1 menit. Waktu yang diperluakan ini tergantung pada ukuran templat, semakin besar, maka akan memerlukan waktu yang semakin lama. Tahapan annealing mempergunakan temperatur yang ditentukan oleh rumus Tm - 5 ?C (David, 2005).

Menurut Clark dan Russel (2005), komponen-komponen untuk melakukan PCR terdiri dari: sejumlah kecil molekul DNA, termasuk segmen DNA yang akan diamplifikasi; primer PCR, primer yang dibutuhkan ini berjumlah dua buah berupa potongan pendek DNA single strand yang sesuai dengan sekuens yang akan diamplifikasi; enzim yang diperlukan untuk mengatur salinan DNA; nukleotida yang dibutuhkan untuk membuat DNA baru; dan mesin PCR yang dibutuhkan untuk mengatur temperatur. Dengan kelengkapan prasyarat di atas diharapakan proses PCR berjalan dengan semestinya.

2.2 Desain PrimerDesain primer merupakan salah satu prasyarat sebelum melakukan proses pengkopian gen dengan PCR. Primer PCR biasanya berukuran panjang 20-30 bp, Ujung 5' pada primer menentukan ujung produk PCR yang dihasilkan. Primer yang ideal memiliki kandungan GC vs. AT yang seimbang (45-55% GC), dan tanpa untaian satu basa yang terlalu panjang. Dua primer dari pasangan primer tidak mengandung struktur komplemen lebih dari 2 kb. Jarak amplifikasi atau sekuens target yang diamplifikasi mempunyai ukuran sekitar 200-400 bp (David, 2005).Menurut Innis dan Gelfand (1990), Syarat sebuah primer dalam PCR adalah :1. Ukuran primer berkisar antara 17-28 basa2. Komposisi basa adalah 50-60% (G+C)3. Primer PCR tidak boleh memiliki ujung (3') berupa G atau C, atau CG atau GC. Hal ini menghindari terjadinya "breathing" pada ujung dan meningkatkan efisiensi priming;4. Tm (suhu melting) berkisar antara 55-80oC5. Tiga atau lebih sekuen C atau G pada ujung 3' primer dapat memicu terjadinya kesalahan priming pada sekuen yang kaya akan G dan C (karena stabilitas annealing), sehingga harus dihindari.6. Ujung 3' primer bukan merupakan komplementer (pasangan basa), karena akan mengakibatkan terjadinya dimer primer.7. Primer Reverse dan primer forward harus dihindari saling berkomplemen, sehingga saling dapat membentuk ikatan atau menyatu.

2.3 Elektroforesis Gel AgaroseTeknik pemisahan fragmen - fragmen molekuler (DNA, RNA ataupun protein) adalah Elektoforesis gel. Prinsip dasar elektroforesis adalah memisahkan molekul berdasarkan muatan listrik intrinsiknya. Muatan listrik positif akan menarik muatan negatif dan menolak sesama muatan positif. Sebaliknya, muatan negatif akan menarik muatan positif

Page 3: 1 Latar Belakang

dan menolak sesama muatan negatif. Dua elektrode, masing-masing bermuatan postif dan negatif dihubungkan dengan sumber tegangan tinggi. Menurut hukum listrik, muatan yang berbeda muatan akan saling tarik (Clark, 2005).Peralatan serta kondisi yang diperlukan untuk proses elektrforesis adalah tegangan tinggi, elektroda, buffer, dan penyokong buffer seperti kertas saring, strip asetat selulosa, atau tabung kapiler. Tabung kapiler terbuka dipergunakan untuk berbagai jenis sampel, dan penyokong lainnya dipergunakan untuk sampel biologis seperti campuran protein atau fragmen DNA. Elektroforesis DNA biasanya dipergunakan untuk memisahkan DNA dalam beragam ukuran. Agarosa merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut. Bila agarosa dan air dicampur dan direbus, maka agarosa akan meleleh menjadi larutan homogen. Bila larutan tersebut suhunya mulai turun suhunya, maka gel akan membentuk jaring-jaring berlubang, dengan bagian pori terisi oleh air. Gel yang mengeras nampak seperti konsentrat campuran gelatin tanpa pewarna. Ukuran pori agarose bergantung pada konsentrasi dari bubuk agarose yang digunakan.Marker pada elektroforesis gel adalah serangkaian fragmen DNA standar dilalukan secara beriringan pada gel yang sama, yang berguna untuk memperkirakan ukuran fragmen yang berbeda-beda pada DNA sampel yang dielektroforesis (Clark, 2005).

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1 Waktu Dan TempatPraktikum PCR dan desain primer dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 23 Oktober 2007, pukul 09.30-19.00 WIB di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya Malang.

3.2 Alat dan Bahan3.2.1 AlatAlat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah PCR unit, blue tip, mikropipet, tabung, sentrifuse, seperangkat alat elektoforesis, microwave, dan kamera polaroid.3.2.2 BahanBahan yang digunakan adalah PCR mix solution yang terdiri atas 16.4 ?l akuades steril 1 x buffer Taq 4 ?l, dNTP mix 0.2 ?L, primer HLA dan primer aux1 (10 pmol) 0.2 ?l, Taq DNA polymerase 0.2 ?l, sampel DNA (Tail cut : TC 1.2; TC 2.1; TC 2.2. Plasmid : PA 2; PA 3; P 5.1. Tanaman : KMB; 2805; BR 1; T 2; TB 1) sebanyak 0,5 ?l (50 ng/ ?l), gel agarosa, Tris Borac EDTA (TBE) (yang terdiri atas 54 g Tris-base, 27.5 g H3BO3 dan 3.72 g Na2EDTA.2H2O dan aquades steril), Etidium Bromida (EtBr), Loading dye, buffer TE, serta sekuen DNA untuk desain primer.3.3 Cara Kerja3.3.1 Program PCRPerlakuan awal berupa pencampuran bahan-bahan untuk PCR berbeda untuk sampel DNA plasmid dan tail cut dengan sampel DNA tanaman. Untuk sampel DNA plasmid dan tail cut, sebanyak 8.6 ?l ddH2O (free water nuclease) ditambah dengan master mix yang tersusun atas dNTP, buffer Taq, Taq Polimerase, primer HLA, dan terakhir ditambahkan sampel DNA. Untuk sampel DNA tanaman, sebanyak 13.2 ?l ddH2O (free water nuclease) ditambah dengan dNTP, MgCl2, buffer PCR, primer aux1, Taq

Page 4: 1 Latar Belakang

polimerase, dan sampel DNA.Program PCR yang dipergunakan sebanyak dua program yang berbeda. Program yang pertama dipergunakan untuk sampel DNA dari tail cut mencit dan plasmid bakteri, sedangkan program yang kedua dipergunakan untuk sampel DNA tanaman. Program yang pertama meliputi hot start pada temperatur 920C selama 1 menit, denaturasi pada temperatur 920C selama 30 detik, annealing pada temperatur 580C selama 30 detik, ekstensi pada temperatur 720C selama 45 detik, dan post-ekstensi pada temperatur 720C selama 7 menit, serta mempergunakan siklus sebanyak 30 siklus. Program yang kedua meliputi hot start pada temperatur 930C selama 1 menit, denaturasi pada temperatur 930C selama 1 menit, annealing pada temperatur 560C selama 30 detik, ekstensi pada temperatur 720C selama 1 menit, ekstensi akhir pada temperatur 720C selama 10 menit dan post-ekstensi pada temperatur 370C selama 1 menit, serta mempergunakan siklus sebanyak 35 siklus.3.3.2 Desain PrimerPrimer forward dipilih secara acak pada sekuen urutan basa nukleotida dengan ketentuan bahwa panjang basa berkisar antara 18 -23 pasangan basa. Ujung sekuen 3' bukan T atau A, melainkan G atau C, dan jajaran G/C maksimal sebanyak dua buah. Presentase (G+C) berkisar antara 45 - 60%. Sekuen primer yang dipergunakan tidak boleh region DNA repetitive. Setelah itu, temperatur melting (Tm) ditentukan melalui rumus :Tm = 4 (G + C) + 2 (A + T)Selanjutnya, temperatur annealing (Ta) ditentukan dengan rumus :Ta = Tm - 50CBila primer forward telah ditentukan, maka selanjutnya ditentukan primer reverse. Hal ini dilakukan dengan aturan yang sama seperti penentuan primer forward, tetapi selisih Ta antara primer forward dan reverse tidak boleh lebih dari 10C.3.3.3 Elektroforesis Gel AgarosaLarutan TBE diencerkan dari 5 kali menjadi 1 kali. Gel agarose ditimbang sesuai dengan konsentrasi gel yang diinginkan serta jumlah sumuran yang digunakan. Konsentrasi gel yang diinginkan sebesar 0.8% sehingga gel agarose yang ditimbang seberat 0,24 gram. Gel agarosa dilarutkan dengan 30 ml larutan TBE dan dihomogenisasi dengan stirer. Larutan yang telah homogen kemudian dimasukkan ke dalam microwave pada suhu medium (4800C) selama ± 4 menit. EtBr dalam jumlah sedikit ditambahkan secara merata ke dalam larutan tersebut setelah larutan tersebut cukup dingin. Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah dipasang sisiran besar (12 sumuran).Running dilakukan bila larutan gel agarosa dalam cetakan memadat. Sebanyak 3 l sampel DNA dicampur dengan 2 l loading dye sehingga perbandingan antara keduanya adalah 3 : 2. campuran dimasukkan ke dalam sumuran gel dengan hati-hati hingga semua sampel mengisi setiap sumuran yang tersedia. Running dilakukan pada tegangan 50 mV selama satu jam. Gel kemudian dIletakkan pada UV transiluminator untuk mengetahui hasil elektroforesis

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Analisis Prosedur4.1.1 Program PCRDNA yang dipergunakan berasal dari hasil isolasi DNA dari praktikum sebelumnya,

Page 5: 1 Latar Belakang

yakni DNA plasmid (E. Coli), DNA tail cut tikus, dan DNA tanaman (kacang koro dan buncis) untuk membandingkan hasil amplifikasi PCR pada ketiga sampel. Perlakuan awal yang dipergunakan untuk sampel DNA plasmid dan tail cut berbeda dengan perlakuan untuk DNA tanaman. Perbedaan ini terletak pada penggunaan master mix yang berbeda. temperatur yang dipergunakan untuk masing-masing tahapan bervariasi tergantung pada jenis organisme, sel, dan setiap gen yang dianalisis(Van Fleteren, 1999). Penambahan ddH2O (free water nuclease) dipergunakan sebagai pelarut DNA dan sebagai media terjadinya reaksi yang tidak mengandung ion ataupun DNA/RNA. Hal ini penting untuk mendukung terjadinya reaksi PCR terkait dengan sensitivitas PCR (Fester, 2005). Masing-masing komponen yang terdapat pada master mix memiliki fungsi yang berbeda. Buffer Taq berfungsi untuk menjaga kondisi fisiologis enzim Taq Polimerase. Selain itu, buffer Taq juga dipergunakan untuk menstabilkan DNA dan komponen lain dalam reaksi (Van Fleteren, 1999).Larutan ddH2O (free water nuclease) dipergunakan sebagai pelarut DNA dan sebagai media terjadinya reaksi yang tidak mengandung ion ataupun DNA/RNA. Hal ini penting untuk mendukung terjadinya reaksi PCR terkait dengan sensitivitas PCR (Fester, 2005). Masing-masing komponen yang terdapat pada master mix memiliki fungsi yang berbeda. Menurut Van Fleteren (1999), Buffer Taq berfungsi untuk menjaga kondisi fisiologis enzim Taq Polimerase. Selain itu, buffer Taq juga dipergunakan untuk menstabilkan DNA dan komponen lain dalam reaksi. Primer merupakan oligonukleotida pendek yang mengawali reaksi polimerisasi dan berfungsi untuk menentukan awal serta akhir bagian yang akan diamplifikasi (Van Fleteren, 1999). Primer yang dipergunakan untuk sampel DNA tail cut dan plasmid adalah HLA, sedangkan untuk tumbuhan adalah aux1. Sampel DNA dipergunakan sebagai DNA templat yang akan diamplifikasi. Primer terdiri dari forward dan reverse. Primer forward merupakan penyalin DNA templat bagian forward, sedangkan primer reverse merupakan penyalin DNA templat bagian reverse.Primer, template, dan dNTP juga akan mengikat pada Mg2+ sehingga konsentrasinya harus lebih tinggi daripada konsentrasi total dNTP. Konsentrasi standar Mg2+ adalah 2 mM, tetapi terkadang konsentrasinya dinaikkan untuk menghasilkan produk PCR yang lebih baik, ion Mg2+ berasal dari MgCl2 (Fester, 2005). Setiap perlakuan pemindahan larutan atau reagen dillakukan pipetting dan mix gentle-finger agar setiap komponen homogen. Pencampuran yang tidak merata akan mengakibatkan terjadinya kegagalan pada reaksi. Thawing dilakukan pada tiap komponen yang ingin dimasukkan (yang telah disimpan pada temperatur rendah). Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa komponen tersebut telah siap dipergunakan (The American Heritage, 2000).Hot start berfungsi untuk untuk lebih memaksimalkan pembukaan untai ganda DNA. Hal ini dilakukan agar dapat meminimalisasi terjadinya kesalahan pengenalan primer pada DNA non target. Optimalisasi pemanjangan primer dilakukan melalui melalui tahapan setelah ekstensi, yakni ekstensi akhir pada DNA tanaman dan post-ekstensi pada DNA tail cut serta plasmid.4.1.2 Elektroforesis Gel AgarosaLangkah pertama adalah larutan TBE diencerkan dari 5 kali menjadi 1 kali untuk memperoleh konsentrasi TBE yang sesuai. Gel agarose ditimbang agar sesuai dengan konsentrasi gel yang diinginkan serta jumlah sumuran yang digunakan. Konsentrasi gel yang diinginkan sebesar 0.8% sehingga gel agarose yang ditimbang seberat 0,24 gram dan TBE yang dipergunakan untuk melarutkan gel agarosa sebanyak 30 ml. Pengadukan

Page 6: 1 Latar Belakang

dengan stirer dilakukan dengan tujuan untuk menghomogenisasi gel agarosa dengan solvennya, yakni larutan TBE.Konsentrasi agarose yang digunakan sebesar 0.8 - 1.0%. Konsentrasi tersebut akan memisahkan fragmen pada kisaran yang lebar, yakni antara 500 bp hingga 20 kb. Pemisahan mampu mendiferensiasikan antara dua atau lebih fragmen pada ukuran yang bebeda-beda. Semakin banyak agarose akan membentuk gel yang makin padat dan menghasilkan matriks yang lebih sulit dilalui DNA. Informasi ini dapat dipergunakan untuk optimalisasi kondisi eksperimen bila ukuran fragmen DNA diketahui (Viers, 1999).Menurut Viers (1999), Larutan TBE merupakan larutan buffer yang memungkinkan DNA bergerak lancar melalui gel. Larutan tersebut mengoptimalkan pH dan konsentrasi ion dalam gel serta melapisi gel agar dapat mengalirkan arus listrik yang menggerakkan DNA melalui gel. Tris merupakan bahan kimia yang membantu mempertahankan konsistensi pH larutan. EDTA merupakan agen pengkelat kation divalen seperti magnesium. Hal ini penting karena sebagian besar nuklease yang mendegradasi DNA memerlukan kation divalen untuk aktivasinya. Asam borak menyediakan konsentrasi ion yang sesuai untuk buffer .Larutan yang telah homogen kemudian dimasukkan ke dalam microwave pada suhu medium (4800C) selama ± 4 menit. Hal ini dikarenakan agarosa tidak dapat terlarut dalam buffer pada suhu ruang sehingga harus dididihkan, yakni dengan memasukkannya ke dalam microwave. EtBr dalam jumlah sedikit ditambahkan secara merata ke dalam larutan tersebut setelah larutan tersebut cukup dingin. EtBr dapat ditambahkan pada larutan tempat terendamnya gel setelah elektroforesis atau dapat ditambahkan pada larutan agarosa di awal pembuatannya. Penambahan EtBr di awal pada larutan agarosa memiliki keuntungan yakni tidak diperlukannya periode perendaman setelah elektroforesis. Akan tetapi, kerugiannya adalah EtBr bersifat karsinogen sehingga selama penggunaanya harus berhati-hati (Viers, 1999). Salah satu cara meminimalisasi ancaman karsinogenik dari EtBr adalah dengan menambahkannya ketika suhu gel telah sedikit menurun (tidak beruap). Pemberian EtBr ketika gel masih beruap akan menyebabkan EtBr juga ikut menguap. Perlu diperhatikan bahwa uap EtBr bersifat karsinogen sehingga harus berhati-hati.Larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cetakan yang sudah dipasang sisiran besar (12 sumuran) dan dibiarkan dingin hingga memadat. Setelah itu, sisiran dapat diambil dengan hati-hati agar sumuran tidak rusak dan selanjutnya running elektroforesis dapat dilakukan. Running dilakukan bila larutan gel agarosa dalam cetakan memadat. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang optimal karena running diawali dengan memasukkan sampel DNA pada sumuran. Sebanyak 3 l sampel DNA dicampur dengan 2 l loading dye sehingga jumlah total larutan adalah 5 l. Menurut Bowen (2000), loading dye merupakan suatu zat pewarna pelacak yang dapat ikut bermigrasi di sepanjang gel. Zat ini memiliki muatan negatif seperti DNA dan berfungsi sebagai penunjuk seberapa jauh proses elektroforesis berlangsung. Selain itu, loading dye juga dapat meningkatkan densitas DNA sehingga dapat mengendapkan DNA pada sumuran (Warder, 2002). Perbandingan antara loading dye dan DNA yang dipergunakan adalah 2 : 3. Sampel DNA yang dipergunakan lebih banyak agar molekul DNA memiliki persebaran yang lebih merata di antara loading dye. Hal ini karena DNA yang terdapat dalam sampel tersebut telah mengalami pengenceran sehingga memiliki konsentrasi rendah. Pemerataan DNA pada loading dye diharapkan menghasilkan pendaran DNA di bawah sinar UV dapat

Page 7: 1 Latar Belakang

lebih representatif terhadap jumlah DNA.Running dilakukan dengan mengalirkan arus listrik yang dipergunakan sebagai faktor pendorong gerakan molekul DNA dengan elektroda positif terletak berhadapan dengan sumuran. Hal ini karena DNA bermuatan negatif sehingga harus dipergunakan kutub yang berlawanan untuk dapat menggerakkan DNA. Tegangan listrik yang dipergunakan adalah 50 mV selama satu jam. Tegangan yang dipergunakan cukup kecil karena DNA sangat rentan terhadap tekanan fisik. Selain itu, tegangan yang lebih rendah menghasilkan resolusi yang lebih baik di antara fragmen-fragmen yang berukuran hampir sama (Warder, 2002). Visualisasi menggunakan UV transluminator, dan di potret menggunakan kamera polaroid.

3.3.2 Desain PrimerLangkah pertama dari desain primer adalah memilih primer forwar. Primer forward dipilih secara acak pada sekuen urutan basa nukleotida dengan ketentuan bahwa panjang basa berkisar antara 18 -23 pasangan basa. Ujung sekuen 3' bukan T atau A, melainkan G atau C, dan jajaran G/C maksimal sebanyak dua buah. Presentase (G+C) berkisar antara 45 - 60%. Sekuen primer yang dipergunakan tidak boleh region DNA repetitive. Setelah itu, temperatur melting (Tm) ditentukan melalui rumus :Tm = 4 (G + C) + 2 (A + T)Selanjutnya, temperatur annealing (Ta) ditentukan dengan rumus :Ta = Tm - 50CSelanjutnya dicari primer reverse nya dengan ketentuan seperti di atas. Hal yang perlu diperhatikan adalah Ta antara primer forward dan reverse tidak boleh lebih dari 10C, dengan kata lain primer R dan primer F akan berjalan bersamaan pada temperatur yang sama juga.

4.2 Analisis Hasil4.2.1 Analisis Hasil Elektroforesis, PCR dan RFLPPada praktikum ini, hasil elektroforesis tidak menampilkan band-band DNA pada gel seperti yang diharapkan tujuan praktikum kali ini, hal ini disebabkan oleh beberapa hal berikut ini:

1. Dimungkinkan hasil PCR yang tidak bagus sehingga mempengaruhi hasil pada saat elelktroforesis2. Dimungkinkan pada saat elektroforesis voltase yang digunakan tidak sesuai dengan komponen Elektroforesis pada saat itu3. Peletakan sampel pada gel yang kurang berhati-hati sehingga dapat merobek gel

Sehingga untuk menghindari kegagalan pada saat elektroforesis diperlukan suatu langkah preventif misalnya:memperhatikan semua syarat untuk terjadinya PCR, misal kecocokan primer, pcr mix yang digunakan, serta menghindari pipetting pada saat pencampuran larutan pCR pada thin wall.

Terdapat pebedaan yang nyata antara hasil PCR dan RFLP pada praktikum kali ini, pada PCR hampir tidak terdapat band pada hasil elektroforesis, ini disebabkan oleh hal-hal

Page 8: 1 Latar Belakang

yang tersebut diatas, sedangkan pada hasil RFLP masih terdapat satu band DNA yang begitu mencolok pada sampel, berdampingan dengan marker yang digunakan, ini membuktikan bahwa enzim restriksi Hae III dan Hind III dapat bekerja pada sampel, secara bersinergi. Akan tetapi dari hasil elektroforesis tidak semua bisa tampil ini memuktikan juga bahwa fragmen hasil RFLP terlalu kecil atau terjadi difusi pada cairan elelktroforesis.

.2.2 Keuntungan dan Kerugian Teknik PCR dan RFLPKerugian teknik PCR1. Selalu memerlukan suatu primer untuk menjalankan PCR2. Diperlukan PCR mix3. PCR sangat sensitif terhadap semua perlakuan yang tidak sesuai dengan protokol pada saat pencampuran larutan thin wall4. Akan lebih memerlukan waktu relatif lama untuk mengamplifikasi minimal 30-40 siklus

Keuntungan teknik PCR1. Porgram PCR relatif lebih mudah dilaksanakan2. Terdapat PCR mix solution pabrikan yang tidak memerlukan pencampuran oleh user3. oligonuklueotide dapat dipesan langsung pada perusahaan penyedia primer PCR.

Kerugian teknik RFLP1. Memerlukan analisis RE untuk menentukan gen traget yang akan di potong2. User harus mengetahui sisi sequens pemotongan oleh enzim RE3. RE harus dalam keadaan yang masih baik, dan tidak rusak

Keuntungan RFLP1. Dapat melakukan analisis gen Polimorfisme pada sutu spesies dan lebih akurat daripada PCR2. Biasanya dipergunakan secara luas dalam analisis bidang molekuler botani.

BAB VPENUTUP

5.1 KesimpulanSecara umum PCR berfungsi untuk melakukan kopi pada DNA target berdasarkan primer yang digunakan. Hasil Elektroforesis dari PCR menunjukkan bahwa hampir tidak terdapat band DNA yang muncul pada film polaroid hasil UV transluminator, hal ini disebabkan karena: pipetting yang dilaksanakan pada pencampuran larutan pcr mix pada thin wall, komposisi larutan pada thin wall yang tidak seimbang, serta kurang bercampurnya larutan pada thin wall PCR.5.2 SaranSebaiknya pada praktikum kali ini, asisten menyediakan software-software untuk melakukan sekuensing, menentukan sisi pemotongan RE, serta untuk mendesain primer.

Page 9: 1 Latar Belakang

Software tersebut bisa di download dari internet secara gratis misal GENtle.

DAFTAR PUSTAKA

Bowen, R. 2000. Isolation of DNA from Agarosa and Polyacrylamide Gels. http://www.wfcc.nig.ac.jp.Brown, T. A. 2003. Pengantar Kloning Gen. Editor Prof. Soemanti Ahmad Muhammad Praseno. Yayasan Essentia Medica. YogyakartaClark, D. P. 2005. Molecular Biology : Understanding the Genetic Evolution. Elsevier Inc. California. Halaman 565 - 574Clark, D.P. dan L.D. Russel. 2005. Molecular Biology : Made Simple and Fun. Third Edition. Cache River Press. St. Louis.David Ng. 2005. Molecular Technique Lecture Note 2005. http://www.biotech ubc.ca. Tanggal akses 3 Maret 2007Eavier. 1999. Principle of the PCR. http://users.ugent.be/ %7Eavierstr/. Tanggal akses 3 Maret 2007Fermentas. 2004. Protocol for PCR with Taq DNA Polymerase. http://fermentas.com. Tanggal akses 3 Maret 2007Fester. N. 2005. PCR Lab. http://www.dnalc.org /shockwave/ pcranwhole.html. Tanggal akses 3 Maret 2007Henegariu, O. 2005. Polymerase Chain Reaction. http://info.med.yale.edu/genetics/ward/taxi/pog.html. Tanggal akses 3 Maret 2007Innis, A., D. H. Gelfand, dan J. J. Suinsky. 1999. PCR Aplications : Protocols for Functional Genomics. Academic Press. San DiegoInnis, M.A. dan D. H. Gelfand. 1990. PCR Protocols. Academic Press, New York. Halaman 3-12Lairmore, W. 1990. PCR: an outstanding method.. http:// www.nobel.se/chemistry/laureates/1993/mullis-lecture.html. Tanggal akses 3 Maret 2007Mullis. 1993. DNA & PCR. http:// www. science-projects.com /onionDNA.htm. Tanggal akses 3 Maret 2007Prescott, L. M., J. P. Harley, D. A. Klein. 2003. Microbiology, Fifth Edition. McGraw Hil. New York. 1026 halaman.Rybicky, E. 2001. PCR Primer Design and Reaction Optimalization. http://www.meb.vct.ac.2a/ed.htm. Tanggal akses 3 Maret 2007Sambrook, J dan D. W. Russel. 2001. Molecular Cloning : A Laboratory Manual Volume 2. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New YorkThe American Heritage. 2000. Polymerase Chain Reaction. Houghton Mifflin Company. New YorkTissue, B. M. 1999. Electrophoresis. http://elchem.kaist.ac.kr/ vt/ chem -ed/sep/electrop/disc-el.htm. Tanggal akses 3 Maret 2007Van Fleteren, J. 1999. Principle of the PCR. http://allsevv.org.ac.be/mariester/principles/pcr.html. Tanggal akses 3 Maret 2007Viers, H. 1999. DNA Purification and Analysis. http://users.ugent.be /~avierstr/index.html. Tanggal akses 3 Maret 2007Warden, W. 2002. DNA Analysis by Agarose Gel Electrophoresis.

Page 10: 1 Latar Belakang

http://biology.arizona.edu /sciconn /lessons2 /lessons .html. Tanggal akses 3 Maret 2007Wolf, J. B. 2003. Beginning Molecular Biology Laboratory Manual : PCR Amplification of DNA. http://www.umbc.edu/biosci /graduate/amb.html. Tanggal akses 3 Maret 2007

Tentu Anda sudah mengenal yang namanya DNA. DNA ini sering disebut-sebut terutama berkaitan dengan kriminalitas, diagnosa penyakit, penentuan ‘keabsahan’ keturunan, dll. Mungkin Anda bingung bagaimana caranya polisi bisa mengungkap pelaku kejahatan dengan berbekal sehelai rambut pelaku yang tercecer di TKP, atau dari tetesan sperma pemerkosa yang mengering di tubuh korban. Padahal kan sampel yang dianalisa jumlahnya sangat sedikit, ajaib!

Ternyata hal ini gak lepas dari yang namanya PCR alias Polymerase Chain Reaction. Proses yang berlangsung secara in vitro dalam tabung reaksi sebesar 200 µl ini mampu menggandakan atau mengkopi DNA hingga miliaran kali jumlah semula. Maka pantes aja dengan berbekal DNA yang terkandung dalam sampel yang cuma secuil itu bisa diperoleh banyak sekali informasi sesuai kebutuhan kita.

Reaksi PCR meniru reaksi penggandaan atau replikasi DNA yang terjadi dalam makhluk hidup. Secara sederhana PCR merupakan reaksi penggandaan daerah tertentu dari DNA cetakan (template) dengan batuan enzim DNA polymerase.

PCR terdiri atas beberapa siklus yang berulang-ulang, biasanya 20 sampai 40 siklus. Nah, sekarang bayangkan bahwa pada setiap siklus DNA polymerase akan menggandakan DNA sebanyak 2 kali, dan coba hitung berapa salinan utas ganda DNA yang akan dihasilkan setelah 30 siklus? Yup, 2 pangkat 30 alias 1.073.741.824 kali! Tentu saja nilainya tidak tepat seperti itu, kita masih harus memperhitungkan efisiensi reaksi, tapi tetap saja hasilnya akan sangat banyak.

Sumber: http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcrcopies.gif Sumber: http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcrcopies.gif

Page 11: 1 Latar Belakang

Komponen PCR

Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain yang dibutuhkan adalah:

Primer

Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. Jadi jangan membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli yang panjangnya kira-kira 3 juta bp itu. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan.

dNTP (deoxynucleoside triphosphate)

dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.

Buffer

Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.

Ion Logam

Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.

Ion logam monovalen, kalsium (K+).

Page 12: 1 Latar Belakang

Tahapan Reaksi

Sumber: http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcrsteps.gif Sumber: http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcrsteps.gif

Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:

Denaturasi

Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama 30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.

Annealing

Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.

Ekstensi/elongasi

Page 13: 1 Latar Belakang

Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.

Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:

Pra-denaturasi

Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).

Final Elongasi

Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir

PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath) untuk melakukan denaturasi, annealing dan ekstensi secara manual, berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi syukurlah sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan.

Aplikasi teknik PCR

Kita harus berterima kasih kepada Kary B Mullis yang telah menemukan dan mengaplikasikan PCR pada tahun 1984. Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:

Isolasi Gen

Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Oh ya, gen itu apaan ya?

Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen,

Page 14: 1 Latar Belakang

sisanya tidak menyandikan protein atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik.

Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.

Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga [http://www.littletree.com.au/dna.htm]. Dan ajaib! Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi.

Nah, untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.

DNA Sequencing

Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.

Forensik

Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.

Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.

Diagnosa Penyakit

Page 15: 1 Latar Belakang

Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat.

PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.

Masih banyak aplikasi PCR lainnya yang sangat bermanfaat. Maka tak salah panitia Nobel menganugrahkan hadiah Nobel bidang kimia yang bergengsi ini kepada Kary B Mullis hanya 9 tahun setelah penemuannya (1993).

A. Prinsip dasar PCRPolymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi penyakit infeksi. Metode ini dikembangkan untuk mengatasi kelemahan metode diagnosis konvensional seperti imunologi dan mikrobiologi. Teknik PCR didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA spesifik di mana terjadi penggandaan jumlah molekul DNA pada setiap siklusnya secara eksponensial dalam waktu yang relatif singkat. Proses ini dapat dikelompokkan dalam tiga tahap berurutan yaitu denaturasi templat, annealing (penempelan) pasangan primer pada untai DNA target dan extension (pemanjangan atau polimerisasi), sehingga diperoleh amplifikasi DNA antara 108 – 109 kali (Retnoningrum, 1997).

B. Proses dalam PCRPolymerase Chain Reaction (PCR) terdiri dari tiga proses, yaitu:1. DenaturasiNewton and Graham (1997) dalam Rohmy (2001), menyatakan bahwa denaturasi merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap denaturasi DNA biasanya dilakukan pada kisaran suhu 92 – 95 oC. Denaturasi awal dilakukan selama 1 – 3 menit diperlukan untuk meyakinkan bahwa DNA telah terdenaturasi menjadi untai tunggal.Denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna dapat menyebabkan utas DNA terputus. Tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim polimerase (Lisdiyanti, 1997 dalam Rohmy 2001).2. AnnealingMerupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer merupakan tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan pada tahap ini maka akan mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir produk DNA yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing dan primer. Suhu annealing yang terlalu rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan suhu yang tinggi dapat meningkatkan kespesifikan amplifikasi (Saiki et al., 1988 dalam Rohmy, 2001).Kenaikan suhu setelah tahap annealing hingga mencapai 70–74 oC bertujuan untuk mengaktifkan enzim TaqDNA polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension) biasanya dilakukan pada suhu 72 oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA polimerase.

Page 16: 1 Latar Belakang

Selain itu, pada masa peralihan suhu dari suhu annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga menyebabkan terputusnya ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini bersifat lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik semakin banyak (Saiki et al., 1988 dalam Rohmy, 2001).3. ExtensionMerupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau sintesis DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan berubah dari satu siklus ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA (Hsu et al., 1996 dalam Wahyudi, 2001).Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template) pada siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial, sehingga setelah 30 siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target. Selanjutnya, DNA virus yang telah berlipat ganda jumlahnya dapat dideteksi dengan elektoforesis sel agarosa. Setelah diwarnai dengan Ethidium Bromida (ETBr), hasil elektroforesis yang berupa band RNA dapat dilihat dengan UV transluminator dan diabadikan dengan kamera polaroid (Sunarto dkk, 2004).Uji PCR untuk mendeteksi keberadaan virus dilakukan di laboratorium dengan pengambilan sampel udang Vannamei dari tambak budidaya. Sampel udang Vannamei yang diambil tersebut selanjutnya dilakukan pemotongan bagian insang, kaki renang (pleopoda), atau cairan hemolim. Sampel yang akan diuji PCR sebaiknya dalam kondisi segar, tetapi bila tidak memungkinkan, sampel dapat disimpan dalam larutan alkohol 95% dengan perbandingan 1 : 9 (1 bagian sampel dengan 9 bagian alkohol 95%). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan DNA/RNA (Haliman dan Adijaya, 2005).Menurut Haliman dan Adijaya (2005), secara umum uji PCR di laboratorium dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:1. DNA dari sel-sel sampel diekstraksi dengan larutan lysis buffer (IQ2000TM). Lysis buffer (IQ2000TM) juga berfungsi untuk mengamankan hasil ekstraksi dari kerusakan akibat kerja enzim dNase. Hasil ekstraksi DNA di-sentrifus hingga diperoleh butiran atau pelet DNA. Sementara untuk mengekstraksi RNA digunakan RNA ekstraction solution (IQ2000TM). RNA ekstraction solution (IQ2000TM) juga berfungsi mengamankan RNA dari kerusakan akibat kerja enzim rNase.2. Hasil ekstraksi DNA pada tahap pertama digandakan dengan bantuan enzim-enzim yang dikenal sebagai primer. Satu jenis primer bertanggung jawab atas penggandaan satu jenis DNA tertentu sehingga primer satu jenis virus hanya dapat digunakan untuk deteksi virus tersebut saja. Proses penggandaan ini dikenal sebagai proses amplifikasi. Proses tersebut dilakukan pada kondisi suhu dan siklus penggandaan tertentu, yang dapat diatur pada mesin PCR (thermocycle). Proses ini disebut dengan reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction, PCR) karena merupakan siklus penggandaan yang berulang sehingga kegiatan ini seolah-olah merupakan suatu proses reaksi berantai.3. Hasil uji PCR selanjutnya digunakan pada tahap ketiga, yaitu proses elektroforesis. Dengan bantuan buffer TAE atau TBE, DNA yang telah diklon pada tahap kedua dimasukkan ke dalam lubang-lubang kecil yang terdapat pada lempengan agar agarose

Page 17: 1 Latar Belakang

2%. Hasil proses elektroforesis akan menampilkan pita-pita DNA yang letaknya tersebar, tergantung pada berat molekulnya. Pita-pita DNA kemudian dibandingkan dengan posisi pita-pita pada lajur penanda DNA (DNA marker). Dari hasil proses elektroforesis ini dapat disimpulkan status sampel, terinfeksi virus atau bebas dari virus.Keberhasilan pengujian sampel dengan metode PCR dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti faktor kontaminasi silang, umur reagen atau enzim yang dipakai, jumlah enzim yang dipakai, ketelitian saat poses ekstraksi, serta kondisi larutan buffer dan larutan etidium bromida yang dipakai. Agar kontaminasi silang dapat dihindarkan, sebaiknya operator pengujian PCR harus benar-benar terlatih dan teliti (Haliman dan Adijaya, 2005).

Daftar PustakaHaliman, R.W. dan Adiwijaya, D. 2005. Udang Vannamei, Pembudidayaan dan Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya. JakartaRetnoningrum, D.S. 1997. Penerapan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Diagnosis Penyakit Infeksi. Jurusan Farmasi FMIPA ITB. Bandung.Rohmy, S. 2001. Keberhasilan Penggunaan Primer Spesifik DNA Mitokondria (mtDNA) Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) pada Beberapa Ikan Budidaya dengan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.Sunarto, Agus, Taukhid, Isti Koesharyani, Akhmad Rukyani. 2004. Prosedur PCR untuk diagnosa Cepat Penyakit Bercak Putih pada Udang. www. Disketkanling.go.idWahyudi, H. T. 2001. Pengaruh Suhu Annealing dan Jumlah Siklus yang Berbeda pada Program PCR Terhadap Keberhasilan Isolasi dan Amplifikasi mtDNA Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor