1. Opini Pemimpin Berkarakter dalam Pilkada.rtf

Embed Size (px)

Citation preview

Merindukan Pemimpin Berkarakter dari PemilukadaOleh: Lukman Santoso Az

Kemarin, tiga kabupaten di Provinsi Lampung telah menggelar pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) kabupaten. Masing-masing, Tanggamus; Tulangbawang; dan Lampung Barat. Hiruk-pikuk persaingan beberapa partai politik sangat terasa. Pada pemiukada kabupaten tersebut, hampir dipastikan diikuti dua calon petahana (incumbent) yaitu Bupati Tanggamus, Bambang Kurniawan dan Bupati Lampung Barat, Mukhlis Basri. Incumbent memang tetap mempunyai kans untuk memenangkan pertarungan, meski dalam pemilukada DKI Jakarta menunjukkan fakta lain. Namun, berangkat dari pelaksanaan emilukada yang berjalan selama ini mulai dari tingkat provinsi, tingkat kota/kabupaten di seluruh Indonesia, sebagian besar dimenangkan oleh incumbent. Dan, posisi incumbent memang sangat diuntungkan dalam beberapa hal. Seperti popularitas yang biasanya menempati posisi paling tinggi dibandingkan kandidat lain. Incumbent juga mampu melakukan kapitalisasi modal terutama berkenaan dengan pendanaan. Pada ranah yang lebih tinggi, meskipun masih cukup lama, aroma persaingan pilkada gubernur juga sudah terasa. Gambar para kandidat sudah mulai menghiasi tempat-tempat strategis di berbagai tempat, mulai di sudut-sudut kota sampai pelosok daerah, bahkan perkampungan. Iklan para kandidat mulai bermunculan, baik muka lama maupun muka baru. Lobi-lobi politikpun mulai kencang dilakukan para pimpinan partai politik daerah untuk menggalang dukungan massa. Para kandidat juga tidak kalah heboh dalam bermanuver menunjukkan pencitraannya sebagai pemimpin terbaik bagi konstituennya. Safari politik para bakal calon untuk menyapa masyarakat dan mendatangi simpul-simpul massa intensitasnya juga semakin gencar. Terlepas dari itu semua, siapapun yang menjadi pemenangnya nanti, penting untuk menjadi pemahaman para kandidat adalah menerima secara bijak dan ksatria terhadap hasil pemilukada; yang kalah harus legowo dan yang menang harus rendah hati dan sadar diri bahwa tugas berat telah menunggu. Pilkada, dengan segala plus-minusnya, bagaimanapun memang masih diyakini banyak pihak sebagai mekanisme rekruitmen kepemimpinan terbaik di tingkat lokal sekaligus media pembelajaran demokrasi di daerah. Pilkada langsung juga dianggap dapat memperkuat legitimasi seorang kepala daerah karena ia dipilih langsung oleh rakyat. Pilkada juga masih menjadi tumpuan dan harapan untuk dapat memilih pemimpin yang benar-benar mampu mengatasi persoalan kesejahteran dan kemiskinan di masyarakat. Sebagaimana dikatakan Jeffrey Sachs dalam karyanya The End of Poverty (2005) bahwa keberadaan human capital sangat terkait kemampuan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan. Artinya, apa yang di janjikan dalam kampanye merupakan hutang moral terhadap rakyat yang harus di wujudkan dalam bentuk pelayanan dan kesejarteraan. Tentu para kandidat kepala daerah memahami betul konteks peran pemerintah dalam mencover jaminan kesejahteraan bagi masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab politik, terutama berdasarkan pada isuisu yang diungkapkan saat kampanye kepala daerah. Bila ini tidak diperhatikan dan dibenahi, pemerintah akan berutang kepada masyarakat. Politik yang dilaksanakan secara sehat, sistematis, dan sesuai dengan prinsip good governance tentunya akan selalu menjadi harapan bagi masyarakat yang telah memilihnya sebagai pemimpin. Sehingga jelas bahwa fungsi paling sederhana dan paling fundamental dari Pemilukada dalam sistem demokrasi, adalah memilih pemimpin yang berkarakter dan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam konteks Indonesia, implementasinya mengacu pada sila kelima Pancasila yang menekankan prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Merujuk gagasan itu, jika dikaitkan dengan masa kini adalah pergeseran pada sistem pemerintahan demokratis dan terlembaga, institusionalisasi politik dan lembaga-lembaga pemerintahan daerah yang menjadi ciri negara demokrasi modern harus terus diupayakan menuju konsolidasi yang lebih baik. Arah dan perkembangan peran pemerintah daerah sejatinya merupakan proses modernisasi dan demokratisasi sistem pemerintahan di tingkat lokal. Pemerintah lokal memiliki freies ermessen, yaitu kebebasan untuk turut serta dalam seluruh kegiatan sosial, politik dan ekonomi dengan tujuan akhir menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat (bestuurszorg).Mewujudkan sebuah daerah yang sejahtera, adil dan makmur adalah harapan semua pemimpin daerah. Untuk merealisasikan itu, berbagai upaya yang dilakukan hendaknya dibarengi dengan evaluasi dan monitoring terhadap indikator pencapaian yang diharapkan. Proses ini juga dilakukan secara berkesinambungan dan terintegrasi dalam sistem kebijakan yang terarah dan terukur. Oleh karenanya, siapapun yang terpilih dalam Pemilukada, penting kiranya untuk terus menjadikan kesejahteraan rakyat dan kebijakan yang berpihak pada rakyat sebagai prioritas. Karena bagaimanapun, dalam lingkup tatanan masyarakat Indonesia yang feodal, faktor kepemimpinan memiliki pengaruh besar dalam pencapaian tujuan kehidupan bernegara; di antaranya yaitu tercapainya kemajuan negara, kemakmuran rakyat, serta terwujudnya keadilan bernegara. Tujuan ini tidak akan mampu terealisasi, tanpa adanya sosok pemimpin yang berkarakter. Pemimpin yang berkarakter, sangat diperlukan agar bisa menciptakan kondisi negara yang stabil. Seorang pemimpin yang memiliki karakter yang kuat, visioner, jujur, berani, dan memiliki idealisme tinggi tidak akan mudah terpengaruh dari pihak asing. Selain itu, pemimpi berkarakter juga lebih punya ketegasan, integritas, dan bisa menjaga moralnya sebagai figur rakyat. Dengan pemimpin yang seperti ini, martabat negara juga tidak mudah untuk diinjak-injak negara lain. Sebab, pemimpinnya adalah seorang tegas dan berintegritas. Menyangkut hal ini, kita bisa mengambil sampel pada masa Orde Lama. Karakter kepemimpinan Soekarno perlu dijadikan contoh, karena berkat pemerintahannya, Indonesia menjadi salah satu negara yang ditakuti di Asia saat itu dan martabat negara pun dapat dijunjung tinggi. Sebagaimana dikatakan Mahfud MD (2012), untuk melahirkan pemimpin berkarakter, sistem rekrutmen kepemimpinan nasional harus segera diubah guna mengatasi semakin memburuknya situasi dan kondisi negara saat ini. Karena sudah saatnya kepemimpinan bangsa diisi oleh pemimpin yang bersih, tegas, berintegritas dan berani. Akhirnya, membenarkan apa yang dikatan Anies Baswedan (2009), bahwa berpolitik dengan etika, hanya mampu terwujud jika nilai-nilai tersebut mampu diterjemahkan ke dalam kesejahteraan dan kemajuan yang menjadi harapan rakyat. Artinya, setiap pemimpin yang mencalonkan diri atau terpilih menjadi pemimpin daerah harus benar-benar memahami kebutuhan nyata yang dibutuhkan rakyatnya. Sehingga, pilkada bukan sekadar forum untuk menjacari jabatan dan popularitas sesaat. Tetapi mampu melahirkan pemimpin berkarakter yang progresif sekaligus merakyat.

*Lukman Santoso Az, Pengajar Hukum pada STAIDA Institute; Alumnus Program Magister Ilmu Hukum UII Yogyakarta.

- Telp : 085 643 210 185- No Rek 0078878327 a.n Lukman Santoso Kancab. BNI UGM Yogyakarta