16
RESUME FILSAFAT PENDIDIKAN PENDEKATAN DAN SISTEMATIKA FILSAFAT Dosen Pengampu: Ibu Sri Susilaningsih Disusun Oleh: 1. Budi Santoso (1401410072) 2. Ety Arfiana Kurniasari (1401411053) 3. Diyah Setiyaningrum (1401411077) 4. Inayatul Maula (1401411256) Rombel 06

1 Pendekatan Dan Sistematika Filsafat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

filsafat

Citation preview

RESUMEFILSAFAT PENDIDIKAN

PENDEKATAN DAN SISTEMATIKA FILSAFATDosen Pengampu: Ibu Sri SusilaningsihDisusun Oleh:1. Budi Santoso

(1401410072)

2. Ety Arfiana Kurniasari

(1401411053)3. Diyah Setiyaningrum

(1401411077)4. Inayatul Maula

(1401411256)Rombel 06

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2013PENDEKATAN DAN SISTEMATIKA FILSAFAT

I. Pengertian filsafat

Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia philien : cinta dan sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Sedangkan pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya. Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:

1. Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.

2. Aristoteles ( (384 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.

3. Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.

4. Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.

5. Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.Kesimpulannya filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang berkaitan dengan konsep dasar mengenai ilmu yang asli dan benar secara mendalam.Dari semua pengertian filsafat diatas, maka diambil kesimpulan bahwa filsafat Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional), menuju kearah tabiat manusia yang sesungguhnya.Dari itu maka filsafat pendidikan dapat juga diartikan sebagai teori umum pendidikan.

II. Metode dalam filsafat1. Metode Historis / SejarahMetode ini baik karena dengan demikian pertumbuhan filsafat dapat diikuti dari jumlahnya. Akan tetapi memakan waktu yang cukup lama untuk permulaannya dan bisa menimbulkan kesalahpahaman.

2. Metode Ikhtisar

Metode ini membentuk soal-soal yang dibicarakan dalam filsafat dan menguraikan jawaban.

3. Metode Sistematis

Metode ini mencari arti serta maksud dari kodrat manusia lalu dicari akibat-akibatnya

4. Metode Kombinasi

Metode ini adalah kombinasi dari cara-cara tersebut yaitu sistematis, tetapi tidak lepas dari sejarah dan dengan memperhatikan soal-soal terpenting yang timbul bagi setiap manusia yang hidup sadar dan mampu menggunakan pikirannya.

Adapun filsafat sebagai disiplin ilmu dan pendidikan mempunyai metode tertentu misalnya :

a. Contemplative (perenungan)

Merenung adalah memikirkan sesuatu atau segala sesuatu, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objeknya, misalnya makna hidup, kebenaran, keadilan, keindahan dan sebagainya. Merenung adalah suatu cara yang sesuai dengan watak filsafat, yaitu memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, dalam keadaan tenang hening dan sungguh-sungguh dalam kesendirian atau kapan dan dimanapun.b. Speculative

Juga bagian dari perenung/ merenung. Karena melalui perenungan dengan pikiran yang tenang kritis, pikiran umum cenderung menganlisis, mengubungkan antara masalah berulang-ulang sampai pada tujuan.c. Deductive

Filsafat menggunakan metode deduktif karena filsafat berusaha mencari kebenaran hakiki. Sebenarnya filsafat menggunakan semua metode agar saling komplimentasi, selain melengkapi.III. Ontologia

Ontologi sebagai sebuah istilah, sebenarnya memang berasal dari bahasa Yunani, yaitu on (ada) dan ontos (berada), yang kemudian disenyawakan dengan kata logos (ilmu atau studi tentang). Dalam bahasa Inggris ia diserap menjadi ontology dengan pengertian sebagai studi atau ilmu mengenai yang ada dan berada. Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekat yang ada bersifat metafisis. Ontologi membahas tentang apa yang ingin diketahui atau merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi objek penelaahan ilmu. Ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris karena objeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia yang mencakup segala aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Pembahasan mengenai yang ada (being), dijabarkan oleh Sudarto yaitu ada-nya manusia, alam semesta dan lain-lain.

Ontologi merupakan cabang filsafat yang berupaya mendeskripsikan hakekat wujud. Ontologi digunakan sebagai sinonim untuk metafisika dan Aristoteles menyebutnya sebagai filsafat pertama hal senada diungkapkan oleh Sudarsono bahwa ontologi adalah cabang ilmu pengetahuan (metafisika) menyangkut penelitian terhadap masalah-masalah sifat kehidupan terutama manusia.Di lihat dari landasan ontologi bahwa ilmu akan mengkaji problem-problem yang telah diketahui atau yang ingin diketahui. Masalah yang dihadapi adalah masalah nyata. Ilmu menjelaskan berbagai fenomena yang memungkinkan manusia melakukan tindakan untuk menguasai fenomena tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Jadi ontologi ilmu adalah ciri-ciri yang esensial dari objek ilmu yang berlaku umum, artinya dapat berlaku juga bagi cabang-cabang ilmu yang lain.Ontologi merupakan kawasan yang tidak termasuk ilmu yang bersifat otonom, ontologi merupakan sarana ilmiah menemukan jalan untuk menangani suatu masalah secara ilmiah. Oleh karena itu ontologis dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, objek materi ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah suatu ilmu yang membahas dan mengkaji secara komprehensif mengenai teori tentang suatu yang ada atau dapat juga dikatakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang obyek telaah ilmu terhadap benda-benda empiris. Metafisika umum adalah istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafiska atau otologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Didalam pemahaman Ontologi terdapat beberapa pandangan/ aliran pokok pemikiran, diantaranya : Ontologi Yang Bersahaja Kebanyakan orang setidak-tidaknya mengadakan pembedaan antara barang-barang yang dapat dilihat, diraba, yang tidak bersifat kejasmanian atau yang dipahamkan jiwa. Kadang kadang orang kebanyakan menjumpai mereka yang berpendirian bahwa sesungguhnya jiwa itu tidak ada, yang ada dalam kenyataannya ialah barang kejasmanian, pendirian yang demikian ini tidak begitu diperhatikan, demi pertimbangan keselamatan diri mereka. Tapi kadang mereka sangat resah akan ajaran-ajaran semacam itu. Mungkin mereka sesekali memaki-maki dengan keras para penganut paham materialisme tersebut. Ontologi Kuantitatif dan Kualitatif Ontologi dapat mendekati masalah hakekat kenyataan dari dua macam sudut pandang. Orang dapat mempertanyakan, kenyataan itu tunggal atau jamak? yang demikian ini merupakan pendekatan kuantitatif. Atau orang dapat juga mengajukan pertanyaan, dalam babak terakhir, apakah yang merupakan kenyataan itu? yang demikian ini merupakan pendekatan secara kualitatif. Dalam hubungan tertentu, segenap masalah dibidang ontology dapat dikembalikan kepada sejumlah pertanyaan yang bersifat umum, seperti bagaimanakah cara kita hendak membicarakan kenyataan. Ontologi MonistikLama berselang diyunani kuno, Parmenides mengatakan, kenyataan itu tunggal adanya, dan segenap keanekaragaman, perbedaan serta perubahan, bersifat semu belaka. Dewasa ini system monistik seperti itu tidak umum dianut orang. Karena, justru perbedaanlah yang merupakan katagori dasar segenap kenyataan yang ada yang tidak dapat disangkal lagi kebenarannya. Tetapi, ada juga orang-orang yang berpendirian bahwa pada dasarnya segala sesuatu sama hakekatnya. Pendirian yang demikian ini dianut oleh para pendukung paham monisme dewasa ini.yaitu kaum idealism dan kaum materialisme. Sesungguhnya, yang tersngkut dalam hal ini ilah masalah terdapat atau tidaknya macam-macam kenyataan yang berbedah-bedah. Sudah tentu jika kita mengatakan segala sesuatu merupakan kenyataan, maka sampai sejauh itu memang segala sesuatu sama. Perbedaan yang pokok diantara par penganut monisme dengan para pengenut non monisme ialah dalam sikap mereka masing-masing yang menerima atau menolak pernyataan. Ontologi Penyelesaian Masalah1. Monoisme, : Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua aliran :a. Materialisme, Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta yang hanyalah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendirib. Idealisme, Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme berasal dari kata Ideal yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma) atu sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruag. Materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelamaan rohani. Secara umum dapat dikatakan ada dua macam kaum idealis; kaum spiritualis dan kaum dualis. Para pengatut paham spiritualisme (jangan di campur adukkan dengan ilmu pengetahuan semu yang disebut spiritisme) berpendirian bahwa segenap tatanan alam dapat di kembalikan kepada atau berasal dari sekumpulan roh yang beraneka ragam dan berbeda-beda derajatnya.Kaum idealisme memandang alam sebagai keseluruhan yang bertingkat-tingkat dan diri kita masing-masing sebagai pusat-pusat rohani yang berkesinambungan dengan tingkat-tingkat yang lain. Sebab, kita sendiri merupakan pusat-pusat dan berkesinambungan dengan tingkat-tingkat yang lain dan dapat disimpulkan bahwa bahwa tingkat-tingkat yang lain pun tentu merupakan pusat rohani pula. Apa yang kita namakan dunia material juga merupakan dunia dengan pusat-pusat rohani yang mempengaruhi alat-alat indrawi kita. 2. Dualisme, Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi, hubungan keduanya menciptakan kehidupan di alam ini. Gagasan tentang dualisme jiwa dan raga berasal setidaknya sejak zaman Plato dan Aristoteles dan berhubungan dengan spekulasi tantang eksistensi jiwa yang terkait dengan kecerdasan dan kebijakan. Plato dan Aristoteles berpendapat, dengan alasan berbeda, bahwa kecerdasan seseorang (bagian dari pikiran atau jiwa) tidak bisa diidentifikasi atau dijelaskan dengan fisik. Versi dari dualisme yang dikenal secara umum diterapkan oleh Ren Descartes (1641) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern. Descartes berpendapat bahwa pikiran adalah substansi nonfisik. Descartes adalah yang pertama kali mengidentifikasi dengan jelas pikiran dengan kesadaran dan membedakannya dengan otak, sebagai tempat kecerdasan. Sehingga, dia adalah yang pertama merumuskan permasalahan jiwa-raga dalam bentuknya yang ada sekarang. Dualisme bertentangan dengan berbagai jenis monisme, termasuk fisikalisme dan fenomenalisme. Substansi dualisme bertentangan dengan semua jenis materialisme, tetapi dualisme properti dapat dianggap sejenis materilasme emergent sehingga akan hanya bertentangan dengan materialisme non-emergent. 3. Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata, tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara4. Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang Nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang memberikan tiga proporsi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui, ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain5. Agnotitisme, Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat ruhani, kata agnosticisme barasal dari bahasa Grick. Ignotos yang berarti Unknow artinya not, Gno artinya Know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara kongkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal. Agnotisisme adalah suatu pandangan filosofis bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu yang umumnya berkaitan dengan teologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dan lainnya yang tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas. Seorang agnostik mengatakan bahwa adalah tidak mungkin untuk dapat mengetahui secara definitif pengetahuan tentang Yang-Mutlak; atau , dapat dikatakan juga, bahwa walaupun perasaan secara subyektif dimungkinkan, namun secara obyektif pada dasarnya mereka tidak memiliki informasi yang dapat diverifikasi. Dalam kedua hal ini maka agnostikisme mengandung unsur skeptisisme. Agnostisisme berasal dari perkataan Yunani gnostein (tahu) dan a (tidak). Arti harfiahnya seseorang yang tidak mengetahui.Agnostisisme tidak sinonim dengan ateisme. 6. Naturalisme, William R. Dennis seorang pengenut paham naturalisme dewasa ini mengatakan, naturalisme modern berpendirian bahwa apa yang di namakan kenyataan pasti bersifat kealaman yaitu beranggapan bahwa katagori pokok untuk memberikan keterangan mengenai kenyataan ialah kejadian. Kejadian-kejadian dalam ruang dan waktu merupakan satuan-satuan penyusun kenyataan yang ada, dan senantiasa dapat dialami oleh manusia biasa. Hanya satuan-satuan semacam itulah yang merupakan satu-satunya penyusun dasar bagi segenap hal yang ada. Yang nyata pasti bereksistensi. Ada dua macam kesimpulan yang segera dapat ditarik dari pendirian di atas . Pertama, sesuatu yang dianggap terdapat diluar ruang dan waktu tidak mungkin merupakan kenyataan. Kedua apa pun yang di anggap tidak mungkin untuk ditangani dengan menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam, tidak mungkin merupakan kenyataan. Ini bukan hanya berarti bahwa yang bereksistensi bukan merupakan himpunan bawahan dari kenyataan melainkan bahwa kedua himpunan tersebut persis sama artinya. IV. Epistimalogia

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah. Medode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang & mapan, sistematis & logis.Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles, yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi ini.

V. Aksiologia

Aksiologis adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan nilai seperti etika, estetika, atau agama. Litle John menyebutkan bahwa aksiologis, merupakan bidang kajian filosofis yang membahas value (nilai-nilai). Litle John mengistilahkan kajian menelusuri tiga asumsi dasar teori ini adalah dengan nama metatori. Metatori adalah bahan spesifik pelbagai teori seperti tentang apa yang diobservasi, bagaimana observasi dilakukan dan apa bentuk teorinya. Metatori adalah teori tentang teori berbagai kajian metatori yang berkembang sejak 1970an mengajukan berbagai metode dan teori, berdasarkan perkembangan paradigma sosial. Membahas hal-hal seperti bagaimana sebuah knowledge itu (epistemologi) berkembang. Sampai sejauh manakah eksistensinya (ontologi) perkembangannya dan bagaimanakah kegunaan nilai-nilainya (aksiologis) bagi kehidupan social.Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang diperoleh melalui penyelidikan atau penelitian dengan menggunakan pendekatan ilmiah, seperti meneliti mengapa api panas, apa unsur-unsur yang ada dalam api dan lain sebagainya. Sementara itu, pengetahuan filsafat merupakan hasil proses berpikir dalam mencari hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh, dan mendasar. Seperti pengetahuan tentang api, apa hakikat api, dan darimana asal api. Jadi pengetahuan filsafat mencari hakikat sesuatu sampai ke dasarnya atau sedalam-dalamnya. Inilah yang membedakan ilmu pengetahuan dengan pengetahuan filsafat. Ilmu pengetahuan membatasi dirinya dengan pengalaman dan pembuktian, sedangkan pengetahuan filsafat tidak demikian, filsafat menyelidiki sesuatu sampai ke akar-akarnya.Salah satu karakter filsafat adalah spekulatif, karakter ini dijelaskan oleh Jujun S Suriasumantri. Spekulatif adalah dasar dari ilmu pengetahuan, biasa di sebut asumsi. Hal ini jugalah yang menjadi jurang pemisah antara pengetahuan filsafat dan ilmu pengetahuan / sains. Spekulatif sebagai dasar dari ilmu pengetahuan / sains hanya bersifat sementara, yang kemudian harus dibuktikan secara empiris dengan menggunakan metode ilmu atau sains.Kendati filsafat menjadikan spekulatif sebagai salah satu cirinya, namun bukan berarti ia berpikir hanya menebak-nebak atau menerka-nerka tanpa aturan. Akan tetapi, dalam analisis dan pembuktian filsafat akan dapat diketahui dan diterapkan mana spekulatif yang benar dan logis dan mana spekulatif yang salah dan atau tidak logis. Hal ini berarti, kebenaran berpikir filsafat hanya sepanjang kerangka filosofis dan belum tentu benar dalam kenyataan secara empiris. Sementara kebenaran hasil ilmu atau sains merupakan konsensus dari seluruh ilmuan ilmu tersebut di seluruh dunia. Hal ini disebabkan hasil kajian ilmu atau sains harus dapat dikaji ulang atau diperiksa ulang oleh yang bersangkutan atau ilmuan lainnya dengan hasil yang sama. Jika tidak ditemukan hasil yang sama, penemuan itu tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu.DAFTAR PUSTAKAKoento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat. Jakarta : Universitas Terbuka

Moersaleh. 1987. Filsafat Administrasi. Jakarta : Univesitas Terbuka