Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDIDIKAN ANAK DALAM KELUARGA
(Studi Komparasi Pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu
Qayyim Al-Jauziyyah)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Untuk Memenuhi
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh :
Novi Setiawati
NIM. 11150110000045
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
ABSTRAK
Novi Setiawati NIM (11150110000045), Skripsi “Pendidikan Anak dalam
Keluarga (Studi Komparasi Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah)”. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hasil komparasi dari pemikiran
Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengenai Pendidikan Anak
dalam Kelurga dalam bukunya yang berjudul Tarbiyatul Aulad dan Tuhfatul Maudud
bi Ahkamil Maulud. Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
metode penelitian pustaka/ kajian pustaka dengan sumber data primer buku Tarbiyatul
Aulad; Pendidikan Anak dalam Islam dan Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud;
Menyambut Buah Hati. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi dan
pendekatan analisis komparatif yang disebut studi komparasi. Studi komparasi adalah
penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dua variabel atau lebih, untuk
mendapatkan jawaban atau fakta, apakah ada perbandingan atau tidak dari objek yang
sedang diteliti. Kemudian dilanjutkan dengan proses analisis data kualitatif yang
dimulai dari mencatat, mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan,
mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.
Hasil penelitian yang ditemukan oleh penulis terkait pendidikan anak dalam keluarga
menurut Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-jauziyyah diantaranya adalah
tahapan mendidik sejak masa prenatal, metode dalam mendidik anak berupa
keteladanan, pembiasaan, nasihat, hukuman. Kemudian selanjutnya terkait tanggung
jawab orang tua terhadap pendidikan anak dalam segi Keimanan,,moral, akal, sosial,
fisik, kejiwaan dan seks.
Persamaan dan perbedaan pemikiran Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
diantaranya adalah mereka menggunakan empat metode yang sama, satu berbeda.
Begitu juga pada aspek tanggung jawab, keduanya memiliki pemikiran yang sama,
perbedaan terdapat pada penggunaan istilah pada penyebutan jenis-jenis tanggung
jawab Pendidikan. Kemudian pada penjelasan tahapan masa prakonsepsi lebih rinci
dikemukakan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Kata Kunci: Pendidikan Anak / Pendidikan dalam Keluarga / Pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan / Pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim. Alhamdulillahirrobil ‘Alamiin Dengan menyebut
nama Allah SWT, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat dan rahmat-
Nya kepada umat Islam serta memerintahkan manusia berlaku adil dan berbuat
bijaksana. Rasa syukur terpanjat ke hadirat – Nya yang meninggikan derajat hamba –
hamba yang ikhlas berjuang di jalan – Nya serta selalu mengharapkan ridho-Nya. Tak
lupa pula shalawat seiring salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Pada kesempatan ini, penulis menyusun skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN
ANAK DALAM KELUARGA (Studi Komparasi Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan
dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah)”. Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi tugas akhir
selama menempuh pendidikan di jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai
salah satu prasyarat untuk mencapai gelar S.Pd (Sarjana Pendidikan).
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat do’a, perjuangan,
kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan positif dari berbagai pihak
dalam penyelesaian skripsi ini, alhamdulillah semua dapat teratasi. Oleh sebab itu,
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs Rusdi Jamil, MA,. Selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
5. Dr. Abdul Ghofur, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan arahan kepada penulis..
Semoga keberkahan hidup senantiasa mengiringi, dan senantiasa dalam
lindungan-Nya.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dari awal hingga akhir
perkuliahan. Semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan
keberkahan dari Allah SWT.
7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya staf Jurusan Pendidikan
Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu Ibu Farah yang telah
memberi kemudahan penulis dalam setiap proses administrasi selama
perkuliahan.
8. Seluruh staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan Perpustakaan Daerah Kota
Depok, yang telah memberi pelayanan baik sehingga penulis dapat mengakses
buku-buku dengan mudah.
9. Untuk Bundadari tercinta Mamah Ocah Cahyati dan Ayahanda terkasih Bapak
Dudung Saefudin yang tak henti-hentinya mendo’akan dan memberikan
semangat kepada putrinya untuk bisa meneyelesaikan skripsi sebagai tahap
akhir perkuliahan ini dengan sebaik baiknya.
10. Kakak terbaikku A Saefy Saefullah dan adik-adikku tersayang, Yuli Nur
Imanti, Salim Mu’tashimbillah, Fitri Maisyaroh dan Mufti Ali Nashrullah yang
selalu memberikan keceriaan kepada penulis serta teruntuk seluruh keluarga
besar Eyang Sasmita yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan
tahap akhir pendidikan S1 ini dengan sebaik baiknya.
11. Kekasih halalku Aa Muhammad al-Asnawi, terimakasih selalu setia, sabar dan
memberikan semangat yang tak pernah henti untuk penulis agar segera
iv
menyelesaikan pendidikan jenjang S1 dan dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan selanjutnya (Insyaa Allah).
12. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam Angkatan 2015,
terutama kelas “B” semoga kesuksesan menyertai kita semua, dan senantiasa
dinaungi keberkahan dan lindungan Allah SWT. Terimakasih telah menjadi
teman terbaik yang akan selalu penulis rindukan.
13. Terkhusus sahabat-sahabat All Star (Alumni PP. Ummul Qura Angkatan IX)
dan teman- teman terbaikku Diti Meidifa, Anita, Mutiara Indah dan Aisyah Nur
Ilahi, terimakasih selalu membersamai dalam suka dan duka menjalani manis
pahitnya dunia perkuliahan dan selalu memberikan semangat untuk penulis
dalam mengerjakan skripsi ini sampai selesai.
Ucapan terimakasih juga dihaturkan kepada pihak-pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu, namun turut membantu penulis dalam penulisan skripsi
ini maupun memberikan pelajaran hidup bagi penulis. Penulis tidak dapat
membalasnya dengan apapun, semoga Allah SWT yang akan membalas dengan
balasan sebaik-baiknya di dunia dan di akhirat.
Demikian skripsi ini dibuat, walaupun penulis sudah berusaha dengan sebaik
mungkin untuk meminimalisir kekurangan, akan tetapi nanti pasti ditemukan
kekurangan dan kelemahan. Harapan besar semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan umumnya bagi siapa saja yang membacanya. Penulis menyadari skripsi
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun.
Jakarta, 8 Februari 2020
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTAK ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 9
C. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 9
D. Rumusan Masalah ......................................................................................... 10
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 10
BAB II KAJIAN TEORI ......................................................................................... 12
A. Pendidikan Anak dalam Keluarga ................................................................. 12
1. Pengertian Pendidikan Anak ................................................................... 12
2. Pengertian Keluarga ................................................................................ 14
3. Dasar-dasar Pendidikan Anak ................................................................. 16
4. Tujuan Pendidikan Anak ......................................................................... 16
B. Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak ...................................................... 17
1. Pendidikan Anak Sebelum Lahir ............................................................ 17
2. Pendidikan Anak Setelah Lahir .............................................................. 20
3. Materi Pendidikan Anak ......................................................................... 24
4. Metode Pendidikan Anak ........................................................................ 27
C. Relevansi Penelitian ...................................................................................... 30
D. Kerangka Konsep Penelitian ......................................................................... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 34
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................................... 34
B. Metode Penelitian ........................................................................................ 34
C. Prosedur Pengumpulan & Pengolahan Data ................................................ 35
D. Analisis Data ................................................................................................ 39
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 42
A. Biografi Abdullah Nashih Ulwan ................................................................ 42
1. Profil Abdullah Nashih Ulwan .................................................................. 42
2. Riwayat Pendidikan Abdullah Nashih Ulwan .......................................... 43
3. Pendidikan Anak dalam Keluarga menurut Abdullah Nashih Ulwan ..... 46
B. Biografi Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ............................................................. 55
1. Profil Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ............................................................ 55
2. Riwayat Pendidikan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ..................................... 56
3. Pendidikan Anak dalam Keluarga menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.. 58
C. Komparasi Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
....................................................................................................................... 70
1. Persamaan Pemikiran Pendidikan Anak dalam keluarga menurut Abdullah
Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyya ........................................... 70
2. Perbedaan Pemikiran Pendidikan Anak dalam keluarga menurut Abdullah
Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ......................................... 72
3. Implikasi Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim Al-
Jauziyah terhadap Pendidikan Anak dalam Keluarga .............................. 73
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP .............................................................. 78
A. Kesimpulan .................................................................................................. 78
B. Saran ............................................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 80
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Uji Referensi .............................................................................. 84
Lampiran 2 Pengesahan Uji Referensi ....................................................................... 95
Lampiran 2 Biodata Diri ............................................................................................ 96
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan investasi peradaban yang sangat berperan dalam
menentukan maju dan mundurnya peradaban sebuah bangsa.1 Pendidikan juga
menjadi titik perhatian dalam ajaran Islam, sehingga Islam menempatkan
pendidikan dalam posisi yang sangat vital.2 Selain itu, pendidikan juga diyakini
sebagai metode yang paling substansial untuk meningkatkan taraf dan nilai hidup
seseorang, keluarga dan bahkan suatu negara.
Pendidikan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Karena pendidikan
bukan hanya sekedar usaha untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak
guna mencapai taraf kedewasaan yang memiliki kesadaran moral dan sikap mental
yang kuat saja. Lebih dari itu, pendidikan merupakan aspek dalam menunjang
pengetahuan bangsa di masa depan. Karena pendidikan merupakan suatu langkah
awal guna mencapai suatu kesuksesan sebuah bangsa yang menjadikan maju dan
berkembang. Karena dengan Pendidikan pulalah, manusia dapat memperoleh ilmu
dan mengalami pencerahan.3
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam
konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan, sebagai segala sesuatu yang berada
di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal yang nyata, seperti tumbuhan,
orang, keadaan, politik, social-ekonomi, binatang, kebudayaan, kepercayaan, dan
upaya lain yang dilakukan oleh manusia termasuk di dalamnya Pendidikan.4
1 Sutrisno dan Suyanto, Pendidikan Islam di Era Peradaban Modern, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015), h. 1 2 As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz media,
2011), h. 24 3 Bayrakaytra Bayrakli, Prinsip&Metode Pendidikan Islam, (Jakarta: Inisiasi Press, 2004) 4 H. Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 16
2
Dalam pendekatan filsafat Pendidikan Barat dikenal tiga aliran utama yang
membahas hubungan antara manusia dan pendidikan, yakni nativisme, empirisme,
dan konvergensi. Aliran pertama menyatakan bahwa manusia alam natur (potensi)
bawaan manusia yang dominan dalam pendidikan. Aliran ini dipelopori oleh Jean
Jaques Rouseau. Beda dengan empirisme yang dipelopori oleh John Lock. Ia
berpendapat bahwa pengalaman dan lingkungan yang dominan.
Mereka yang menilai bahwa faktor pendidikan berperan penting dalam
menentukan perkembangan manusia, mengacu kepada istilah-istilah baku tentang
konsep manusia. Seorang pakar pendidik Belanda, M.J. Langeveld menyebut
manusia sebagai animal educandum dan animal educabile, yaitu bahwasanya
manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik.5 Berdasarkan
pemaparan dari beberapa ahli tersebut, dapat kita lihat bahwasnya faktor bawaan
lebih dominan dan berpengaruh pada pendidikan anak.
Manusia adalah makhluk tanpa daya. Sejak dilahirkan ia membutuhkan bantuan
dari lingkungannya. Membutuhkan intervensi (pengaruh) di lingkungannya.
Adapun lingkungan yang pertama adalah keluarga. Sehubungan dengan hasil itu,
maka Islam menempatkan fungsi dan peran kedua oramg tua pada posisi yang
penting dalam pendidikan.6 Sebagaimana Rasulullah bersabda: “Setiap bayi yang
dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
(bertanggungjawab) menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari).
Lingkungan keluarga, khususnya kedua orang tua menempati peran strategis
dan juga menentukan dalam pendidikan. Dikatakan demikian karena peran kedua
orang tua mencakup pembentukan akidah. Pemilohan jodoh merupakan salah satu
langkah awal dalam proses Pendidikan anak dalm monsep Islam. Penentuan
pasangan dalam membentuk kehidupan berkeluarga. Hal ini dikarenakan, bahwa
5 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam dari Zaman ke Zaman, (Depok: PT. RajaGrafindo
Persada, 2017), h. 99 6 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam dari Zaman ke Zaman , hlm. 101
3
dalam pandangan Islam, keluarga merupakan institusi pendidikan dasar dan di
lingkup keluargalah landasan dasar akidah dibentuk.7
Kedua orang tua merupakan pendidik kodrati, yang mana secara naluri orang
tua memiliki kodrat untuk mendidik putra-putri mereka, hal ini sejalan dengan
insting yang dianugerahkan kepada mereka. Proses pendidikan di lingkungan rumah
tangga ini berlangsung melalui insting orang tua yang terwujud dalam kasih sayang.
Sebab pendidikan pada dasarnya adalah sebuah proses. Rangkaian aktivitas
pembentukan kebiasaan sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.8
Pendidikan keluarga dinilai sangat menentukan dalam pembentukan sikap dan
perilaku. Menurut Gilbert Highest, lebih dari Sembilan puluh persen kebiasaan
seseorang terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga. Mulai dari bangun tidur,
hingga kembali ke tempat tidur.
Islam memandang bahwa keluarga merupakan lingkungan yang paling
berpengaruh pada pembentukan kepribadian anak.9 Karena pada hakikatnya
keluarga merupakan wadah pertama bagi anak untuk memperoleh pembinaan
mental dan pembentukan kepribadian.10 Hal ini disebabakan: 1) tanggung jawab
orang tua pada anak bukan hanya bersifat duniawi, melainkan ukhrawi dan teologis.
Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam membina kepribadian anak merupakan
amanah dari tuhan; 2) Orang tua di samping memberikan pengaruh yang bersifat
empiris pada anak setiap hari, juga memberikan pengaruh hereditas dan genesitas,
yakni bakat dan pembawaan serta hubungan darah yang melekat pada diri anak; 3)
Anak lebih banyak tinggal atau berada di rumah dibandingkan dengan luar rumah;
4) Orang tua ataiu keluarga sebagai yang lebih dahulu memberikan pengaruh. Dan
pengaruh yang lebih dahulu ini pengaruhnya lebih kuat, dibandingkan dengan
pengaruh yang datang belakangan.
7 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam dari Zaman ke Zaman, h. 109 8 Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam dari Zaman ke Zaman, h. 109 9 Abuddin Nata, Imu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,2010), cet. 1, h. 299 10 Agus Sujanto,dll, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumu Aksara,2006), cet. 11, h. 8
4
Saat ini tugas mendidik anak tidak dapat lagi dipandang sebelah mata. Orang
tua justru harus mencurahkan perhatian lebih kepada anak-anaknya. Orang tua
sebagai pendidik pertama dalam keluarga bagi anak harus memiliki pola pikir bahwa
peran dalam mendidik anak tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada sekolah.
Sudah saatnya mereka menyadari bahwa kelalaian dalam mendidik anak bisa
berakibat fatal bagi masa depan anak-anak mereka.
Dalam hal ini keluarga merupakan unit sosial terkecil yang utama dan pertama
bagi seorang anak. Sebelum ia berkenalan dengan dunia sekitarnya, seorang anak
akan berkenalan terlebih dahulu dengan situasi keluarga. Pengalaman pergaulan
dalam keluarga akan memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan
anak untuk masa yang akan datang. Keluargalah yang menjadi lembaga pendidikan
pertama dan utama bagi anak.11
Sebagai langkah awal dalam membentuk sebuah keluarga adalah pernikahan
yang akan menghasilkan/ meneruskan keturunan.12 Islam adalah agama yang telah
mengatur pola kehidupan keluarga Muslim. Bagaimana mengatur keluarga dalam
melaksankan kewajibannya dan bagaimana mengatur rumahtangga dengan baik.
Rumah muslim bagaikan sosok pionir dari sebuah masyarakat umat Islam. Yaitu
adanya ikatan yang kuat di antara masing-masing penghuni rumah tersebut.13 Dan
yang dapat mewujudkan sebuah kerajaan kecil yang islami terutama dalam hal
pendidkan anak-anak mereka kelak adalah diawali dengan memilih pasangan yang
baik dan ideal sebagaimana yang diajarkan dalam ajaran Islam.
Dalam pasal 1 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa:
“Perkawinan adalah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagia suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. “Anak yang lahir dari perkawinan ini
11 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2001), h. 155. 12 M. Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, h. 40 13 M. Nur Abdul Hafizh, “Mendidik Anak Bersama Rasulullah”, (Bandung: Mizan Al-Bayan,
1997), h. 41
5
adalah anak yang sah dan menjadi hak dan tanggung jawab kedua orang tuanya
untuk memelihara dan mendidiknya dengan sebaik-baiknya. Kewajiban orang tua
mendidik anak ini terus berlanjut sampai si anak dikawinkan atau dapat berdiri
sendiri. Bahkan menurut Pasal 45 ayat 2 UU Perkawinan ini, kewajiban dan
tanggung jawab orang tua akan kembali apabila perkawinan antara keduanya putus
karean sesuatu hal. Maka anak ini kembali menjadi tanggung jawab orang tua.14
Dalam pandangan Islampun dijelaskan bahwa anak merupakan amanat yang
dibebankan oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena itu orang tua harus
menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanah itu kepada yang berhak
menerima. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus mengantarkan
anaknya untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada Allah SWT. Amanat
adalah sesuatu yang wajib untuk dipertanggung jawabkan. Tanggung jawab orang
tua tidaklah kecil. Secara umum tanggung jawab itu ialah berusaha mendewasakan
anak, yang terpenting adalah menanamkan nilai-nilai dasar yang akan mewarnai
bentuk kehidupan anak itu pada kehidupan selanjutnya.15 Maka sangatlah penting
bagi orang tua memperhatikan pendidikan anak dalam keluarga agar kelak jika anak
sudah berkembang dewasa mempunyai akhlak, moral, dan sikap yang baik.
Dari pernyataan dan kandungan UU yang terlah dijelaskan tersebut di atas dapat
kita ketahui bahwa, anak merupakan sebuah tanggungjawab dan amanat yang
dibebankan oleh Allah kepada orang tua.16 Begitupun dalam al-Qur’an terdapat
banyak ayat yang memerintahkan keharusan orang tua agar selalu menjaga, dan
mendidik anak-anaknya. Hal ini secara tegas dinyatakan Allah SWT., dalam surat
at-Tahrim ayat 6, sebagai berikut:
اد يا أاي هاا الذينا آمانوا قوا أانفساكم ظ شدا ئكاة غلا را واقودهاا الناس واالجااراة عالاي هاا مالا واأاهليكم نا -٦-لا ي اعصونا اللا ماا أاماراهم واي افعالونا ماا ي ؤمارونا
14 Ihsan fuad, Dasar-dasar Kependidikan, h. 62 15 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003). h. 135 16 Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012),cet. Ke-1, h. 80
6
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
(Q.S. At Tahrim : 6)17
Perkataan Qur’an di sini adalah kata kerja perintah atau fiil amr yaitu suatu
kewajiban yang harus ditunaikan oleh kedua orang tua terhadap anaknya. Kedua
orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anaknya. Karena sebelum
orang lain mendidik anak ini, kedua orang tuanyalah yang mendidiknya terlebih
dahulu.18
Perintah ayat tersebut ditujukan kepada orang tua di rumah, bukan kepada guru,
pesantren, atau guru agama yang diundang ke rumah. Jadi jelas seperti yang telah
tercantum dalam al-Qur’an bahwa pendidikan itu memang tugas atau kewajiban
orang tua di rumah. Saat di rumah orang tua adalah orang yang menjadi panutan
anaknya. Setiap anak, mula-mula mengagumi kedua orang tuanya. Semua tingkah
orang tuanya ditiru oleh anak itu. Karena itu peneladanan sangat perlu untuk
membentuk suatu kebiasaan anak selama itu bersifat positif.19
Bila kita telaah secara mendalam, memang benar apabila tanggung jawab
pendidikan terletak di tangan kedua orang tua dan tidak dapat dipikulkan kepada
orang lain. Kecuali apabila orang tua merasa tidak mampu melakukan sendiri. Hal
ini dikarenakan orang tua merupakan rumah dan sekolah pertama bagi anak sebelum
anak itu mengenal dunia luar.
Orang tua adalah pendidik yang memberi nasehat tentang petunjuk kehidupan
ketika seorang anak membutuhkan petunjuk bimbingannya. Orang tua merupakan
manusia ciptaan Allah yang memberikan sesuatu tanpa batas dan tidak
mengharapkan imbalan apa-apa atas semua pemberiannya.
17 Kementrian Agama RI. Al Qur’an Ar Rasyid. (Jakarta : Al Hadi Media Kreasi, 2015). Cet 1.
18 Ihsan fuad, Dasar-dasar Kependidikan, h. 63 19 Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
h. 6-8
7
Kebanyakan anak memiliki tabiat buruk karena perbuatan/ perilaku orang
tuanya. Oleh karena itu kita selaku orang tua/ calon orang tua yang merupakan
pendidik pertama bagi anak-anak harus mengupayakan semaksimal mungkin dalam
mendidik anak. Terutama bagi seorang sosok yang bernama ibu.
Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus
menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang tua, mereka juga perlu dibekali
teori-teori pendidikan modern sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan
demikian tingkat dan kualitas materi pendidikan yang diberikan dapat digunakan
anak untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju bagi keluarga saat ini
akan lebih senang jika suami dan istri menjadi sosok manusia karier yang pergi pagi
pulang sore atau malam hari, sementara anak cukup dititipkan di lembaga-lembaga
pendidikan dalam waktu keseharian atau ditinggalkan bersama pembantu dan baby
sitter. Orang tua merasa sudah menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
orang tua ketika kebutuhan anak-anak mereka secara material sudah terpenuhi.
Sehingga banyaknya kegiatan dan pekerjaan menjadikan anak kurang mendapatkan
perhatian.
“Kepala Bidang Kesejahteraan Perlindungan Anak Badan Pemberdayaan
Perempauan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jateng, Sri
Winarno menyayangkan banyak orang tua menitipkan anak child daycare atau
Tempat Penitipan Anak (TPA). Sebagus apapun TPA, baginya hal itu bukan pilihan
ideal buat si anak. “Memang bisa diakali dengan menelpon setiap saat. Tapi
sentuhan kasih sayang orang tua tetap beda jika bertemu langsung”. Sri meminta
agar orang tua sebisa mungkin memanfaatkan waktu sepulang kerja untuk
memberikan perhatian kepada anak, meskipun dalam kondisi lelah.20
20 https://jateng-tribunnews-com.cdn.ampproject.org/v/s/jateng.tribunnews.com/amp/2015,
diakses pada Rabu, 6 Juni 2015
8
Kenyataannya, sehebat apa pun sebuah lembaga pendidikan, betapun tinggi
kualitas sumber daya manusia dan metode pendidikannya, tetap saja tak bisa
menggantikan peran orangtua dalam mendidik anak-anak. Orang tua tetap harus
berperan dalam pendidikan anak-anak mereka.
Sebagaimana maraknya kasus pembunuhan yang dilakukan oleh anak terhadap
orang tua yang kian kali terjadi juga menjadi sorotan kurangnya pendidikan anak
dalam lingkup keluarga. Kurangnya pendidikan agamis dan lemahnya iman sudah
tentu menjadi salah satu alasan terjadinya kasus pembunuhan orang tua oleh anak.
Dari data yang berhasil dirangkum Kitakini.news, tercatat setidaknya ada 5
kasus pembunuhan yang dilakukan anak sendiri terhadap orang tuanya paling sadis
sepanjang tahun 2019 ini. Kitakini.news – Kasus anak bunuh orang tua sendiri
masih terjadi di sepanjang tahun 2019 ini. Julukan “anak durhaka”, sepertinya
pantas diberikan kepada para pelaku yang tega menghabisi nyawa orang tua mereka
sendiri dengan begitu sadis. 21
Beberapa kasus dan permasalahan yang sudah dipaparkan di atas, penulis
menyadari betapa pentingnya peran orang tua dalam menghidupkan dan
mengutamakan pendidikan anak dalam keluarga secara mendalam berdasarkan
tuntunan yang diajarkan Rasulullah SAW. Mulai dari menyiapkan diri sebagai
orang tua, mendidik anak sejak prakelahiran sampai dewasa dan terlebih penting
lagi orang tua harus mengetahui berbagai tahapan-tahapan, metode/ cara-cara dan
lain sebagainya yang berkaitan dengan cara mendidik anak. Agar anak dapat tumbuh
dewasa dengan berkepribadian baik.
Berdasarkan dengan permasalahan tersebut diatas, peneliti mengambil
pemikiran dari dua tokoh yakni Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah yang merupakan ulama tersohor dalam kualitas keilmuawannya. Di
antara kitab karangannya, membahas tentang pendidikan anak. Salah satunya dalam
21 https://kitakini.news.cdn.ampproject.org/v/s/kitakini.news/23733/6-kasus-pembunuhan-
dilakukan-anak-durhaka-terhadap-orang-tua-sendiri-paling-sadis-di-2019/, diakses pada Kamis, 14 juni
2019
9
karyanya yang berjudul, “Tarbiyatul Aulad fil Islam: (Pendidikan Anak dalam
Islam) yang merupakan karya Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Tuhfatul Maudud bi
Ahkamil Maulud (Menyambut Buah Hati) yang merupakan karya yang ditulis oleh
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Dalam kitab “Tarbiyatul Aulad fil Islam: (Pendidikan Anak dalam Islam) dan
Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud (Menyambut Buah Hati). Secara keseluruhan
kedua tokoh yang menulis karya terkait pendidikan anak ini mempunyai persamaan
dalam konsep mendidik anak, namun juga tentunya mempunyai perbedaan dalam
bagian-bagian dari pendidikan anak yang diterapkan.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik mengambil judul skripsi
tentang “Pendidikan Anak dalam Keluarga (Studi Komparasi Pemikiran Abdullah
Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi betapa pentingnya
pendidikan anak dalam keluarga, terutama peran orang tua selaku pendidik pertama
dalam lingkup keluarga dalam mendidik anak. Berdasarkan relaita yang ada, maka
identifikasi masalah yang ditemukan penulis adalah :
1. Kurangnya waktu orangtua untuk mendidik anak dikarenakan kesibukan
berkarir.
2. Banyak orang tua yang kurang mempedulikan perannya dalam tanggung jawab
pendidikan anak.
3. Masih banyak orang tua/ calon orang tua yang kurang memperhatikan
pendidikan anak sebelum prakelahiran.
4. Kurangnya pengetahuan dan perhatian orang tua terhadap tahapan pendidikan
anak dalam keluarga.
5. Masih banyak orang tua/ calon orang tua yang belum mengetahui metode
efektif mendidik anak dalam keluarga sesuai tuntunan Rasulullah sebagaimana
yang dipaparkan oleh Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
10
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang sudah teridentifikasi, maka
pembatasan masalah yang diteliti ini hanya terfokus pada tahapan mendidik anak
pada masa prakonsepsi sampai pasca kelahiran (usia baligh) menurut pemikiran
Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dengan menitiktemukan
adanya persamaan pemikiran anatara kedua tokoh tersebut.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang penulis
ajukan adalah :
1. Bagaimana tahapan mendidik anak sebelum lahir menurut Abdullah Nashih
‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah?
2. Bagaimana peran orang tua dalam tanggung jawab pendidikan anak menurut
pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah?
3. Apa saja metode yang digunakan Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah dalam mendidik anak di lingkup keluarga?
4. Apa persamaan dan perbedaan antara pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengenai pendidikan anak dalam keluarga?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Secara umum tujuan dilakukannya penelitian ini adalah penulis ingin
mengetahui peran penting keluarga khususnya orang tua dalam mendidik anak
dengan baik, sesuai tuntunan Rasulullah dan khususnya untuk mengetahui
pemikiran antara Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengenai
tahapan mendidik anak dalam keluarga. Secara rinci tujuan dan manfaatnya akan
dipaparkan sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak di capai
dari penelitian ini adalah :
11
a. Mengetahui tahapan yang harus dilakukan orang tua dalam mendidik anak
dari masa prakelahiran menurut pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah.
b. Mengetahui peran orang tua dalam tanggung jawab mendidik anak menurut
pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
c. Mengetahui metode yang digunakan untuk mendidik anak dalam lingkup
keluarga berdasarkan pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah.
d. Mengetahui persamaan dan perbedaan antara pemikiran Abdullah Nashih
‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah pendidikan anak dalam keluarga.
2. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini diselesaikan, maka dengan adanya penelitian ini
penulis mengharapkan agar hasil penulisan ini dapat memberikan manfaat, baik
secara teoritis maupun praktis.
a. Secara Teoritis
Dapat memberikan sumbangan ilmu pendidikan Islam pada umumnya dan
pendidikan anak pada khususnya, terutama pendidikan anak dalam lingkup
keluarga.
b. Secara Praktis
1) Dapat memberikan masukan kepada calon orang tua atau orang tua atau
guru bagaimana tahapan mendidik anak sesuai tuntunan Rasulullah dan
syariat Islam berdasarkan pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah.
2) Menambah pengetahuan baru kepada calon orang tua atau orang tua atau
guru agar dapat mencontoh Islam dalam segi konsep pendidikan anak
dalam keluarga sesuai pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah.
12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Anak dalam Keluarga
1. Pengertian Pendidikan Anak
Pendidikan dalam arti teoritis filosofis adalah pemikiran manusia terhadap
masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori
baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normative, spekulatif, rasional
empiric, rasional filosofis maupun historis filosofis. Sedangkan Pendidikan
dalam arti praktik, adalah suati proses pemindahan atau transformasi
pengetahuan ataupun pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik
untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan manusia
melalui transformasi nilai-nilai yang utama.22
Pada intinya yang dimaksud pendidikan ialah suatu usaha seseorang kepada
orang lain dalam membimbing agar seseorang itu berkembang secara maksimal.
Baik yang diselenggarakan oleh keluarga, sekolah dan masyarakat yang
mencakup pembinaan aspek jasmani, ruhani, dan akal peserta didik.23
Anak dalam perspektif pendidikan Islam biasa diistilahkan dari akar kata al-
walad, al-ibn, al-tifl, al-syabi, dan al-ghulam. Dalam pengertiannya yang identik
dengan al-walad, ia berarti keturunan yang kedua dari seseorang,24 atau segala
sesuatu yang dilahirkan, juga bisa berarti manusia yang masih kecil.25 Menurut
pengertian ini, keturunan pertama adalah orang tua. Kemudian, setiap orang tua
yang mempunyai keturunan, keturunannya itulah yang disebut sebagai anak.
22 Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer, (Bandung: PT Refika
Aditama, 2009), h. 1 23 Mufatihatut Taubah, Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01, (UIN Sunan
Ampel, Mei 2015), h. 6 24 Abd. Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta. Pt. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997),
vol. 1, h. 112 25 Hasan ‘Ali ‘Athiyah dan Muhammad Syawqi Amin, al-Mu’jam al-Wasit, (Mesir: Dar al-
Ma’arif, 1972), vol. 2, h. 1056
13
Adapun arti kata al-ibn adalah sama dengan anak yang baru lahir dan
berjenis kelamin laki-laiki (al-walad al-dzakar).26 Sedangkan al-tifl adalah anak
yang dalam masa usia peretumbuhannya dari bayi sampai baligh (sampai pada
usia tertentu untuk dibebani hokum syari’at dan mampu mengetahui hukum
tersebut). Sedangkan, dua kata lain yang berpengertian anak, yaitu al-syabi dan
al-ghulam, berartia anak yang masa usianya dari lahir sampai remaja.27
Ditinjau dari perspektif terminologis, yang dimaksud dengan anak adalah
bayi yang baru lahir dengan usia 0 tahun sampai dengan usia 14 tahun. Jadi
menurut pengertian ini, individu yang sudah berusia di atas 14 tahun bukan
termasuk kategori anak lagi. Begitu juga yang berusia di bawah 0 tahun. Dengan
demikian, aspek usia biologis yang menjadi ukuran untuk menentukan kriteria
seseorang anak, yaitu dari usia 0-14 tahun. Kriteria ini terasa lebih jelas dan
memakai parameter yang konkret. Hal ini berbeda, misalnya dengan definisi
yang menyatakan bahwa anak adalah orang yang lahir dari Rahim seorang ibu,
baik laki-laki maupun perempuan atau khuntsa, sebagai hasil dari persetubuhan
antara dua lawan jenis.
Pendidikan anak dalam Islam adalah lembaga pendidikan yang
melaksanakan pembinaan pendidikan secara Islami dan pengajaran dengan
sengaja, teratur dan terencana, guru-guru yang melaksanakan tugas pembinaan,
pendidikan dan pengajaran tersebut adalah orang-orang yang telah dibekali
dengan pengetahuan tentang anak didik dan memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas kependidikan.28
2. Pengertian Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan Pendidikan yang pertama,
karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapatkan didikan dan
26 Athiyah dan Muhammad Syawqi Amin, al-Mu’jam al-Wasit, h. 72 27 Athiyah dan Muhammad Syawqi Amin, al-Mu’jam al-Wasit, h. 660 28 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 29
14
bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari
kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga Pendidikan yang paling
banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.29
Keluarga adalah orang yang secara terus-menerus atau sering tinggal
bersama si anak, seperti ayah, ibu, kakek, saudara laki-laki, saudara perempuan
dan bahkan pembantu rumah tangga. Di anatara mereka, ayah dan ibu disebabkan
mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara si anak dan yang
menyebabakan si anak terlahir ke dunia, sehingga mempunyai peranan yang
sangat penting dan kewajiban yang lebih besar bagi pendidikan si anak.
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat informal, yang
pertama dan utama dialami oleh anak serta lembaga pendidikan yang bersifat
kodrati, sehingga orang tua bertanggung jawab memelihara, merawat,
melindungi dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik.30
Rumah diibaratkan sebagai benteng dari sebuah akidah. Dan sebuah benteng
haruslah dijaga dengan ketat dari serangan musuh. Setiap orang yang brada di
benteng tersebut bertanggung jawab untuk menjaganya dari setiap sudut.31 Tugas
utama dari keluarga bagi Pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi
Pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.sifat dan tabiat anak
sebagian besar diambil dari kedua orangtuanya dan dari anggota keluarga yang
lain.32
Menjadi ayah dan ibu tidak hanya cukup dengan melahirkan anak, karena
yang seperti ini juga dilakukan oleh hewan. Kedua orangtua dikatakan memiliki
kelayakan menjadi ayah dan ibu manakala mereka bersungguh-sungguh dalam
mendidik anak mereka. Islam menganggap pendidikan sebagai salah satu hak
29 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2013), h. 38 30 A. Fattah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, h. 208 31 M. Nur Abdul Hafizh, “Mendidik Anak Bersama Rasulullah”, (Bandung: Mizan Al-Bayan,
1997), h. 41 32 Amier Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973)
h. 109
15
anak, yang jika kedua orangtua melalaikannya berarti mereka telah menzalimi
anaknya, dan kelak pada hari kiamat mereka dimintai pertanggungjawabannya.33
Oleh karena itu, anak dalam menuju kedewasaannya memerlukan
bermacam-macam proses yang diperankan oleh kedua orang tuanya dalam
lingkungan keluarga. Mendidik anak dalam lingkungan keluarga terbukti tidak
dapat menggantikan lembaga pendidikan formal lainnya. Hal ini jelas terlihat
bahwa peran dan tanggung jawab orang tua sangat diperlukan selaku pendidik
pertama dan utama bagi anak. Maka di sinilah pendidikan anak dalam keluarga
diperlukan.
3. Dasar Pendidikan Anak
Dalam mendidik, orang tua merupakan sosok manusia pertama kali yang
dikenal anak. Sehingga sudah barang tentu segala tingkah laku orang tua sangat
mewarnai kepribadiannya dalam proses perkembangan kepribadian anak
selanjutnya. Sehingga keteladanan yang tercermin dari orang tua sangat
diperlukan. Karena apa yang didengar, dilihat dan dirasakan anak ketika
berinteraksi dengan kedua orang tua akan sangat berdampak dan membekas
dalam memori anak.
Penting peran serta andil orang tua dalam Pendidikan anak ini sebagaimana
yang dikatakan Nabi SAW., bahwa orang tua memiliki andil yang sangat besar
dalam membimbing, mengarahkan dan membentuk kepribadian/ karakter anak-
anaknya, terutama dalam mennentukan agamanya. Sudah tentu orang tua bijak
pasti akan memberikan dasar-dasar yang benar bagi pendidikan anak-anaknya.
Sebagaimana sudah dijelaskan dalam al-Qur’an bahwasanya dasar pendidikan
anak harus bersumber pada al-Qur’an.34
4. Tujuan Pendidikan Anak
33 Ibrahim Amini, Agar tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 107-108 34 Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam al-Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2010), h.
62
16
Pendidikan Islam mencakup kehidupan manusia eutuhnya, tidak hanya
memperhatikan dari segi aqidah saja, tidak pula hanya soal ahlak. Akan tetapi
lebih luas dan lebih dalam dari itu. Secara umum tujuan Pendidikan adalah untuk
membina manusia agar menjadi hamba Allah yang shaleh dengan seluruh aspek
kehidupannya, perbuatan, pikiran dan perasaannya.35
Tujuan pokok dari Pendidikan Islam adalah terciptanya manusia utuh dalam
pengertian seluas-luasnya, yakni sehat jasmani, rohani, berilmu dan berakhlak
mulia, trampil dalam bekerja, dan setiap yang dilakukannya senantiasa bernilai
ibadah kepada Allah SWT., untuk menyongsong kebahagiaan akhiratnya.
B. Tahapan Pendidikan Anak dalam Keluarga
1. Pendidikan Anak Sebelum Lahir
Dalam hal ini, A.Fattah Yasin dalam bukunya yang berjudul “Dimensi-
dimensi Pendidikan Islam” menjelakan perspektif Islam dalam proses
pendidikan dalam keluarga, yang pada hakekatnya dilaksanakan melalui tiga
periode tahapan, yaitu periode pra-konsepsi, periode pra-natal, dan periode post-
natal.36
Periode pra konsepsi dimulai dari memilih pasangan yang baik. Seperti yang
diketahui bahwa sebagai sebuah proses pendidikan anak sudah tentu memerlukan
tahapan. Dan hal ini dimulai sejak seseorang hendak menentukan calon pasangan
hidupmya. Sebab, pembentukan kepribadian anak juga dimulai jauh sebelum
anak itu dilahirkan.37
Periode pendidikan pra-konsepsi adalah upaya persiapan pendidikan yang
dilakukan oleh seseorang semenjak ia memulai memilih dan atau mencari jodoh
sampai pada saat setelah terjadinya pembuahan dalam Rahim seorang ibu. Dalam
35 Ahmad Sastra, Filosofi Pendidikan islam, (Bogor: Darul Muttaqien Press, 2014), h. 180 36 A. Fattah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008),
hlm. 214 37 Abdul Mustaqim, Menjadi Orangtua Bijak, (Bandung: Al-Bayan, 2005), h. 26
17
konteks ini, hal-hal yang perlu dipersiapkan sebagai upaya persiapan pendidikan
anak antara lain adalah:
a. Menentukan pilihan jodoh yang dianjurkan sesuai dengan ajaran Islam dan
bukan karena nafsu belaka. Dalam memilih jodoh seseorang dianjurkan untuk
mencari pasangan yang memungkinkan untuk dapat hidup berumah tangga
secara baik dan benar menurut ajaran Islam (QS. Al-Baqarah: 221).
b. Mencari rizqi yang halal, makan makanan yang halal pula (QS. an-Nahl: 114).
Karena rizqi dan makanan yang dikonsumsi oleh keluarga memiliki dampak
yang cukup besar terhadap keturunannya dikemudian hari, baik fisik maupun
mentalnya, hal ini sesuai dengan hadits nabi yang artinya; “Sesungguhnya
Allah SWT., mengharamkan surga bagi seseorang yang tumbuh dari makanan
yang haram” (HR. Abu Naim)
c. Membaca doa pada saat melakukan hubungan suami istri, dengan mengharap
keridhoan kepada Allah SWT. Sebagai upaya mempersiapkan pendidikan,
agar anak dan keturunanya nanti lahir, tumbuh dan berkembang menjadi baik,
sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi, yang artinya “Dengaan
menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari gangguan syetan dan
jauhkanlah syetan dari apa yang akan Kau berikan kepada kami”.
Kemudian selanjutnya tahapan pendidikan anak periode pre-natal atau kita
kenal dengan pendidikan anak sejak dalam kandungan. Berikut upaya dan
tanggung jawab orang tua terhadap tahapan dalam mempersiapkan pendidikan
anak sejak masih dalam kandungan. Tahapan yang harus dilakukan orang tua
adalah:
a. Bagi ibu yang mengandung hendaknya menjaga kestabilan tubuh, kondisi
fisik dan mental, karena anak dalam Rahim akan tumbuh sehat atau tidaknya
tergantung kondisi fisik dan mental ibu yang mengandungnya, sedangkan
kondisi fisik ibu yang mengandung sangat dipengaruhi oleh bapak
18
(suaminya), yakni hendaknya sang suami ikut menjaga agar kondisi jiwa dan
fisiknya stabil, sehat dan tenang pikirannya
b. Orang tua selalu mendoakan agar kondisi anak dalam kandungan kelak kalau
diberi oleh Allah kesemprnaan, sehat, dan menjadi anak yang shaleh-
shalehah.
c. Orang tua hendaknya berusahsa untuk rajin beribadah, memanjatkan doa,
banyak membaca al-Qur’an, berbuat baik dengan sesama, dan selalu
mensyukuri atas nikmat yang Allah berikan.
d. Mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya dengan cara yang baik dan
halal, menjaga kedamaian kehidupan keluarga, sehingga sang ibu/istri
menjadi tenang, dan suami selalu siap siaga untuk menyambut kelahiran
anaknya.
Berdasarkan pemaparan yang sudah penulis kemukakan di atas mengenai
pandangan Islam terhadap pendidikan anak sebelum lahir (masa prenatal), maka
perlu kita ketahui bahwasanya hal ini sejalan dengan rumusan para pakar
pendidikan mengenai tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal, yaitu
pendidikan harus ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan
kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal pikiran,
perasaan, dan fisik manusia. Dengan demikian pendidikan harus mengupayakan
tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik bersifat spiritual, intelektual, daya
khayal, fisik, ilmu pengetahuan, maupun bahasa, baik secara perorangan maupun
kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai
kebaikan dan kesempurnaan.
Sebagaimana tujuan akhir dari pendidikan terletak pada terlaksananya
pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok
maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-luasnya.38 Dan ini tidak lepas dari
38 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010 hlm.
62
19
pembahasan mengenai pentingnya pendidikan pranatal. Sehingga menjadi jelas
bagaimana pentingnya pendidikan pra-natal dalam islam.
2. Pendidikan Anak setelah Lahir
Post-natal adalah pendidikan yang dimulai semenjak anak lahir ke dunia ini
sampai tumbuh berkembang menjadi dewasa. Berikut penulis paparkan tanggung
jawab orang tua terhadap tahapan Pendidikan anak setelah lahir sampai dewasa.
a. Tahapan Pendidikan Usia 0-2 Tahun
1) Menyampaiakan Kabar Gembira dan Ucapan selamat
Sebagai rasa kebersamaan dan persaudaraan yang erat bagi masyarakat
muslim, maka setiap bayi yang lahir semua orang akan menyambutnya dengan
penuh kebahagiaan dan mereka akan segera memberitahukan kabar gembira ini
kepada masyarakat lainnya. Kemudian mereka segera mendatangi kedua orang
tua bayi tersebut untuk mengucapkan selamat atas kelahirannya.
Perlu diketahui bahwa ucapan selamat dan penyebaran berita yang dilakukan
dengan segera akan menambah kebahagiaan bagi kedua orang tua bayi tersebut.
Menjadikan ikatan kekeluargaan di antara anggota masyarakat mulim semakin
kuat, di mana mereka akan mengucapkan selamat dengan doa “Burika laka fil-
mauhub wa syakartal-wahib wa ruziqta birruhu wa balagha asyuddahu.” Yang
artinya, “Semoga Allah memberkahimu di dalam pemberian-Nya ini dengan
engkau bersyukur kepada yang Memberi Karunia, sehingga Dia memberimu
rezeki berupa anak yang berbakti hingga mencapai usia dewasa.
2) Menyerukan Adzan di Telinga Anak
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi bahwa
Rasulullah SAW., mengumandangkan adzan pada telinga Al-Hasan bin ‘Ali
ketika Fathimah melahirkannya. Beberapa rahasia dan hikmah dibalik adzan dan
iqamah sebagaimana disebutkan oleh ad-Dahlawy adalah sebagai berikut:
a) Adzan merupakan syiar Islam
b) Memberi kabar tentang agama Nabi Muhammad SAW
20
c) Merupakan upaya untuk menjaga bayi dari tipu daya setan.
d) Diharapkan agar suara yang pertama kali didengar oleh bayi adalah kalimat-
kalimat yang mengagungkan Allah dan membesarkan-Nya.
3) Mentahnik Anak
Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih nya dari Aisyah r.a., yang
menceritakan bahwa telah dating beberapa orang yang membawa bayi dan
menghadap Rasulullah SAW., lalu beliau memohon berkah baginya dan
menggosok-gosokkan kurma di atas langit-langit mulut bayi-bayi itu.
Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan tahnik terhadap bayi
diantaranya adalah:
a) Anjuran untuk ber-tabaruk (meminta domohonkan berkah) kepada orang
yang mulia dan memiliki keutamaan di sisi Allah
b) Anjuran untuk membawa bayi yang baru lahir atau setelah berusia beberapa
bulan kepada seseorang yang memiliki kemuliaan di sisi Allah.
c) Anjuran untuk berbuat baik dan bersifat lemah lembut serta kasih sayang
terhadap anak kecil.
4) Memberi Nama Anak
Apabila telah lahir seorang anak, maka pekerjaan yang utama dan mulia
adalah memberikan nama yang baik dan memberikan padanya julukan yang
mulia. Karena dengan pemberian nama yang baik akan memiliki pengaruh positif
dalam jiwa anak, sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada hamba-Nya
untuk memanggilnya dengan nama-nama yang baik.
5) Mengaqiqahkan Anak
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud, Nasa’I, al-Hikam,
dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dari Ummu Karz al-Ka’bain bahwa dia
bertanya kepada Rasulullah SAW., tentang aqiqah. Nabi SAW., menjawab,
“Sembelihlah dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan seekor kambing bagi
anak perempuan. Tidak ada perbedaan apakah kambing itu betina atau jantan”.
Kemudian diriwayatkan pula,
21
ن مكاافئ ا أان م شااتا عالايه واسالما أاماراهم عان الغلا تاان واعان عاائشاةا أاخبااتاا أان راسولا الل صالى الل الاارياة شااة
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan
dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.39
Diriwayatkan oleh Ahabus Sunan dari Samurah bahwa Rasulullah Saw.,
bersabda,40
ناة بعاقي قاته تذباح عانه ي اوما سااب : كل غلام راهي ب اان راسولا الله ص قاالا عه وا عان ساراةا بن جنداىي لاق وا يسام
Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Setiap anak
digadaikan dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan (binatang) pada hari ketujuh dari
kelahirannya kemudian diberi nama dan dicukur kepalanya”.
6) Mencukur Rambut Anak
Diriwayatkan oleh Imam Malik:
قات بزناته فضة ، ف اتاصاد .وازانات فااطماة بنت راسول الل شاعارا حاسان واحساي“Fatimah putri Rasulullah SAW., menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab
dan Ummu Kultsum kemudian bersedekah perak seberat hasil timbangan itu.”
Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa Rasulullah SAW., bersabda kepada Fatimah
setelah dia melahirkan Hasaan, “hai, Fatimah, cukurlah habis rambutnya dan
bersedekahlah perak seberat hasil timbangan rambut itu,” Fatimah
menimbangnya. Beratnya mencapai satu dirham atau tidak sampai satu dirham.
Asy-syaikh ad-Dahlawi dalam mengomentari hadits ini (tentang sebab
sedekah dengan perak) mengatakan, “Seorang anak ketika berpindah dari masa
janin menjadi masa bayi, itu adalah suatu kenikmatan yang patut disyukuri.
39 Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163),
dengan sanad hasan 40 Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165,
Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya
22
Syukur paling baik adalah dengan cara sedekah. Maka, ketika rambut bayi
merupakan peninggalan semasa janin, mencukurnya adalah pertanda dimulainya
masa bayi. Saat itu sepatutnya ditimbang untuk disedekahi dengan perak.
Kemudian, menggunakan perak dalam sedekah ini dikarenakan emas cukup
mahal dan tidak mungkin dilakukan selain oleh orang kaya. Sementara benda
lainnya tidakakan bernilai tinggi apabila dusedekahkan seberat rambut bayi.
7) Mengkhitan Anak
Secara etimologis, khitan berarti memotong kulit di kepala zakar. Secara
terminologis adalah memotong lingkar kulit yang berada di bawah kulit depan
kepala zakar. Inilah yang tercakup dalam hokum-hukum syariat sebagaimana
diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim dari hadits Abu
Hurairah r.a:
ط اد، واقاص الشارب، وات اقليم الأاظفاار، وان اتف الآبا الفطراة خاس: الختاان، واالستحدا
“Fitrah itu ada lima: (1) khitan; (2) mencukur bulu kemaluan; (3) memotong
kumis; (4) memotong kuku; dan (5) mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari no.
5891 dan Muslim no. 257)
Diriwayatkan pula oleh Ahmad dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu:
الختان سنة في الرجال، مكرمة في النساءNabi SAW., bersabda, “Khitan adalah sunnah bagi laki-laki dan penghormatan
bagi wanita”
Terkait perihal khitan ini, Ibnu Juzzi mengatakan, “Sunnah muakkadah
menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah. Sedangkan menurut Imam Syafi’i
hukumnya wajib.”
Demikianlah kita dapati perhatian besar yang diberikan oleh Islam dalam
masalah khitan bagi anak laki-laki dan perempuan. Itu dimulai dari hari ketujuh
kelahirannya.
23
3. Pendidikan Anak Setelah Lahir
Pribadi yang telah dihiasi dengan pembinaan dan Pendidikan sejak kecil
akan memiliki pengaruh yang sangat luar biasa dalam kehidupan pribadi
seseorang khususnya dan bagi masyarakat umumya. Pribadi anak seperti ini tidak
akan didapatkan kecuali apabila telah dididik serta dibina dari segela aspek
kehidupan yang dibutuhkan. Dan tidak cukup pembinaan ini didapatkan
bersandarkan aspek lahir dalam diri anak saja, tetapi aspek batin juga merupakan
kebutuhan anak yang harus terpenuhi.
Berikut ini penulis paparkan tahapan mendidik anak pada usia 3-6 tahun
yang semestinya diajarkan oleh para orang tua kepada anak-anaknya, diantaranya
adalah:
a) Pendidikan Iman Anak (Mendiktekan Kalimat Tauhid)
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah SAW.,
bersabda, “Jadikanlah kata-kata pertama yang diucapkan sorang anak, kalimat
Laa Ilaha Illallah. Dan bacakan padanya ketika menjelang maut, kalimat Laa
Ilaha Illallah.” Dan diriwayatkan pula oleh Abdur Razzak yang menceritakan
bahwa para sahabat Nabi SAW., menyukai untuk mengajarkan kalimat laa ilaha
illallah kepada setiap anak yang baru bisa mengucapkan kata-kata, sebanyak
tujuh kali, sehingga kalimat tauhid ini menjadi ucapan mereka yang pertama
kalinya.
b) Pendidikan Akhlak Anak (Mengajarkan al-Qur’an)
Al-Qur’an memiliki pengaruh yang besar dalam jiwa manusia secara umum;
menggetrakannya, menariknya dan mendentingkannya. Semakin bersih jiwa
manusia, maka semakin besar pula pengaruh al-Qur’an padanya. Anak-anak
adalah manusia yang paling suci fitrahnya dan paling bersih jiwanya.41 Oleh
karena itu, kita selaku pendidik, khususnya orangtua hendaknya mengajarkan al-
41 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak, h. 337
24
Qur’an kepada anak-anak sedini mungkin, karena al-Qur’an merupakan
pedoman bagi kehidupan anak-anak kita kelak.
Diriwayatkan oleh Hakim dari Buraidah al-Aslami, cdari bapaknya ra.,
Rasulullah SAW., bersabda, “Barang siapa yang membaca al-Qur’an,
mempelajarinya, dan mengamalkannya, kedua orangtuanya di hari kiamat akan
dipakaikan mahkota dari cahaya. Sinarnya persis seperti sinar matahari”.
Kedua orangtuanya diberi dua perhiasan yang tidak bisa dibandingkan dengan
dunia. Keduanya bertanya, ‘Dengan apa kami mendapatkan senua ini?’, “ajarilah
anakmu al-Qur’an.”
c) Mengajarkan Shalat
Pembentukan aktivitas ibadah dianggap sebagai pelengkap bagi
pembentukan akidah Islamiyah. Sebab ibadah merupakan ransum utama untuk
akidah. Demikian juga sebaliknya, ibadah merupakan refleksi dari gambaran
akidah. Seorang anak ketika menyambut pangguilan Rabb-Nya dan menaati
perintah-Nya, itu artinya dia sedang menyambut naluri fitrah dari dalam dirinya
sendiri.42
Masa kecil bukanlah masa memikul beban kewajiban. Masa kecil adalah
masa persiapan dan latihan pengenalan untuk mencapai tingkatan memikul beban
kewajiban setelah usia baligh, agar mudah baginya dalam menjalankan segala
kewajiban. Juga agar memiliki persiapan yang matang guna menghadapi
kerasnya kehidupan dengan oenuh percaya diri.
Sudah semestinya kita sebagai pendidik dan orang tua untuk mengajarkan
shalat terhadap anak kita, karena shalat merupakan ibadah wajib yang memang
harus kita laksanakan setiap hari. Sebagaimana firman Allah yang
memerintahkan mendirikan shalat dalam Q.S Thaha [20]: 132.43
واالعااقباة للت قواى واأمر أاهلاكا ة وااصطاب عالاي هاا لا ناسأالكا رزقا نان ن ارزقكا بلصلا
42 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak, h. 353 43 https://tafsirweb.com/5374-surat-thaha-ayat-132.html, diakses Senin 16 September 2019
25
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu,
Kamilah yang memberi Rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa”.
Pada tingkatan ini, kedua orangtua mulai memberi perintah kepada anak
untuk shalat. Yaitu, si anak diajak shalat Bersama mereka ketika dia sudah mulai
mengerti dan mengetahui mana arah kanan dan kiri, sebagaimana diriwayatkan
oleh ath-Thabrani dari Abdullah bin Habib.
Bahwasanya Nabi SAW., bersabda, “Apabila seorang anak dapat
membedakan mana kanan mana kiri, maka perintahkanlah dia untuk
mengerjakan shalat.”
Kemudian selanjutnya orangtua mengajarkan rukun-rukun shalat,
kewajiban-kewajibannya dan pembatalan-pembatalannya44. Nabi SAW., telah
menentukan usia tujuh tahun sebagai usia dimulainya pelajaran shalat.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dari sabrah bin Ma’bad al-Juhani
r.a.,
نييا إيذاا ب الاغا عاشرا سي نييا ، وا بعا سي ةي إيذاا ب الاغا سا لصلا بي ا مروا الصبي ها فااضريب وه عالاي Rasulullah SAW., bersabda, “Perintahkanlah anak kecil untuk shalat apabila
sudah berusia tujuh tahun. Apabila sudah mencapai sepuluh tahun, maka
pukullah untuyk shalat.”
Dalam riwayat at-Tirmidzi disebutkan dengan lafal dari ‘Abdullah bin ‘Amr
Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
هم أا ةي وا لصلا داكم بي نييا مروا أاولا بعي سي نييا ، ، وااضريب وهم عالا ب نااء سا هم أاب نااء عاشري سي ا وا ها ي عي ضااجي هم في الما ن ا وافاريق وا ب اي
44 Muhammad Nur Abdul Hafizh, Prophetic Parenting Cara Nabi Mendidik Anak, hlm 355
26
“Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka
ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan
pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!
Dari pemaparan dan hadits tersebut mengenai mengajarkan dan memerintah
anak shalat sejak dini, maka tanggungjawab penuh bagi kita sebagai
pendidik/orangtua untuk membiasakan anak melaksankan shalat, dan
memberikan hukuman/pukulan ketika anak belum mau shalat setelah menginjak
usia sepuluh tahun.
4. Metode Pendidikan Anak dalam Keluarga
a) Pendidikan dengan Keteladanan
Suri teladan yang baik memiliki dampak yang besar oada kepribadian anak.
Sebab, mayoritas yang ditiru anak berasal dari kedua orangtuanya. Bahkan
dipastikan pengaruh paling dominan berasal dari kedua orangtuanya.45
Rasulullah SAW., memerintahkan kedua orangtua untuk menjadi suri
teladan yang baik dalam bersikap dan berperilaku jujur dalam berhubungan
dengan anak. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a., :
Rasulullah SAW., bersabda, “Barangsiapa yang mengatakan kepada seorang
anak kecil, ‘Kemarilah aku beri sesuatu.’ Namun dia tidak memberinya, maka
itu adalah suatu kedustaan.”
Anak-anak akan selalu memperhatikan dan meneladani sikap dan perilaku
orang dewasa. Apabila mereka melihat kedua orangtua berperilaku jujur, maka
mereka akan tumbuh dalam kejujuran. Demikian seterusnya.
Kedua orangtua selalu dituntut untuk menjadi suri teladan yang baik.
Karena, seorang anak yang berada dalam masa pertumbuhan selalu
memerhatikan sikap dan ucapan kedua orangtuanya. Oleh karena itu orangtua
juga dituntut untuk mengerjakan perintah-perintah Allah SWT., dan sunnah-
45 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting “Cara Nabi Mendidik Anak”,
(Yogyakarta: Pro-U Media, 2010), h. 139
27
sunnah Rasul-Nya dalam sikap dan perilaku selama itu memungkinkan bagi
mereka untuk mengerjakannya. Sebab, anak-anak selalu memerhatikan gerak-
gerik mereka setiap saat.46
b) Pendidikan dengan Adat Kebiasaan
Pada umur kanak-kanak kecenderungan anak adalah meniru apa yang
dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya, baik saudara famili terdekatnya
ataupun bapak ibunya. Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak,
terutama orang tuanya selaku figur yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua
menginginkan putra putrinya tumbuh dengan menyandang kebiasaan-kebiasaan
yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka
orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena
tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik.
Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memeroleh bimbingan,
arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat
laun anak akan terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua
perilaku orang– orang di sekitarnya. Dan pengawasan dari orang tua sangat
diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai
dengan ajaran Islam.47
c) Pendidikan dengan Nasihat
Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Pemberi
nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak.
Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa
memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan
keteladanan yang baik. Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut apabila
didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak melaksanakannya. Anak tidak
46 Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting “Cara Nabi Mendidik Anak”,
h. 140-141 47 Mufatihatut Taubah, Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01, (UIN Sunan
Ampel, Mei 2015), h. 19
28
butuh segi teoretis saja, tapi segi praktislah yang akan mampu memberikan
pengaruh bagi diri anak.
Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara
langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat,
sebab dalam jiwa terdapat pembawaan yang biasanya tidak tetap, dan oleh karena
itu kata– kata atau nasihat harus diulang–ulang.48
Nasihat akan berhasil atau memengaruhi jiwa anak, tatkala orang tua mampu
memberikan keadaan yang baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
QS. al-Baqarah: 44.49
أافالا ت اعق ۞ لونا أاتامرونا الناسا بلبر وات انساونا أان فساكم واأان تم ت ات لونا الكتاابا
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (Q.S. al-Baqarah: 44).
Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa–apa yang telah
diperintahkan dan yang telah diajarkannya, tentu disamping memberikan nasihat
yang baik juga ditunjang dengan teladan yang baik pula. Karena pembawaan
anak mudah terpengaruh oleh kata–kata yang didengarnya dan juga tingkah laku
yang sering dilihatnya dalam kehidupan sehari–hari dari pagi hari sampai sore
hari.50
d) Pendidikan dengan Perhatian atau Pengawasan
Orang tua yang baik senantiasa akan mengoreksi perilaku anaknya yang
tidak baik dengan perasaan kasih sayangnya, sesuai dengan perkembangan usia
48 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun (Bandung: Ma’arif, 1993),
h. 334.
49 https://tafsirweb.com/338-surat-al-baqarah-ayat-44.html, diakses Senin, 16 September 2019 50 Mufatihatut Taubah, Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01, (UIN Sunan
Ampel, Mei 2015), h. 21-22
29
anaknya. Sebab pengasuhan yang baik akan menanamkan rasa optimisme,
kepercayaan, dan harapan anak dalam hidupnya.51
Dalam memberi perhatian ini, hendaknya orang tua bersikap selayak
mungkin, tidak terlalu berlebihan dan juga tidak terlalu kurang. Namun perhatian
orang tua disesuaikan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak. Apabila
orang tua mampu bersikap penuh kasih sayang dengan memberikan perhatian
yang cukup, niscaya anak-anak akan menerima pendidikan dari orang tuanya
dengan penuh perhatian juga. Namun pangkal dari seluruh perhatian yang utama
adalah perhatian dalam akidah.
C. Hasil Penelitian Relevan
1. Ahmad Guntur (NPM 1411010011 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018), dalam skripsinya yang berjudul
“Pendidikan Anak Dalam Keluarga (Studi Komparasi Pemikiran Abdullah
Nashih ‘Ulwan dan Jamal Abdurrahman)”52
Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Guntur dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah : Persamaan; metode yang
digunakan dalam penelitiannya adalah dengan menggunakan library research
(penelitian pustaka). Teknik analisis data yang digunakan sama-sama
menggunakan analisis isi dan pendekatan analisis komparatif. Perbedaannya
terletak pada sumber data primernya yakni Tarbiyatul Aulad Fil Islam:
Pendidikan Anak Dalam Islam dan Athfalul Muslimin Kaifa Rabahumun
Nabiyyul Amin (Islamic Parenting): Pendidikan Anak Metode Nabi.
51 Muhammad Ali al-Hasyimi, The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The Muslim
Woman as Defined in The Qur’an and Sunnah “Muslimah Ideal Pribadi Islami dalam al-Qur’an dan
asSunnah” (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000), h. 262
52 Ahmad Guntur, Pendidikan Anka dalam Keluarga (Studi Komparasi Abdullah Nashih
Ulwan dan Jamal Abdurrahman), (Lampung: UIN Raden Intan, 2018)
30
2. Sucipto NIM: 08410189 (Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
2012) dalam skripsinya yang berjudul Konsep Pendidikan Karakter Anak Dalam
Keluarga (Kajian Analitik Buku Prophetic Parenting Karya Muhammad Nur
Abdul Hafizh Suwaid).53
Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Sucipto dengan penelitian
yang dilakukan oleh penulis adalah : Persamaan Penelitian Pustaka (library
research) dan dengan metode deskriptif kontent analysis yaitu metode dengan
menganalisis isi dan mendeskripsikannya dari objek yang diteliti melalui
sumber-sumber yang terkait dalam penelitian ini. Perbedaannya penelitian yang
dibuat oleh Sucipto menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Yaitu
penelitian yang menggambarkan sifat-sifat atau karakteristik individu, keadaan,
gejala, atau kelompok tertentu. Sedangkan penulis menggunakan pendekatan
analisis komparatif.
3. Asep Saepul Amri, NIM: 103111109 (Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang)
dalam skripsi yang berjudul Konsep Pendidikan Anak Dalam Islam Perspektif
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.54
Penelitian ini menggunakan kajian kepustakaan atau (library research).
Tehnik pengumpulan datanya dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan
dan permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan. Hasil dari
penelitian yang dikemukakan Asep adalah diantaranya mengenai: 1) Pendidikan
anak dalam Islam menurut IBnu Qayyim al-Jauziyyah. 2) Tarbiyah menurut Ibnu
53 Syukur Yakub, Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013)
54 Asep Saepul Amri, Konsep Pendidikan Anak Dalam Islam Perspektif Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah, (Semerang: UIN Walisongo, 2017)
31
Qayyim yang mencakup tarbiyah qalb dan tarbiyah badan sekaligus
mengarahkan pendidikan anak pada komitmen para pendidik untuk selalu
memberikan perhatian yang besar terhadap fase perkembangan anak. 3) Konsep
pendidikan anak dalam Islam perspektif Ibnu Qayyim yang terbukti sangat
berkontribusi dalam Pendidikan anak dalam Islam.
4. Wahidatun Nikmatul Maula, NIM: 17770018 (Tesis Magister Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim, Malang) dalam Tesis yang berjudul Kosep Pendidikan Anak
Perspektif Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkamil
Maulud.
Adapun persamaan penelitian yang dilakukan oleh Wahidatun Nikmatul
Maula dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah : Persamaan;
metode yang digunakan dalam penelitiannya adalah dengan menggunakan
library research (penelitian pustaka). Tehnik pengumpulan datanya dilakukan
dengan metode dokumentasi, yaitu mengumpulkan data atau bahan-bahan yang
berkaitan dengan tema pembahasan dan permasalahannya yang diambil dari
sumber-sumber kepustakaan. Dan dari hasil penelitian ini penulis menemukan
kesamaan juga dalam sumber primernya, yakni menggunakan kajian kiytab
Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud. Hasil dari penelitian yang dikemukakan
Wahidah adalah diantaranya mengenai: 1) Pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
mengenai pendidikan anak berdasarkan kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkamil
Maulud, 2) bagaimana sasaran pendidikan anak menurut perspektif Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah, 3) Bagaimana model pendidikan anak menurut Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah.
D. Kerangka Konsep Analisis Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah komparasi antara pemikiran kedua tokoh yaitu
Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Di sini peneliti
menemukan data bahwa pemikiran kedua tokoh terdapat beberapa kesamaan hanya
32
saja perbedaan terletak pada zaman di antara kedua tokoh ini dan pada
kontekstualnya.
Berikut peneliti gambarkan kerangka konsep analisis pemikiran Abdullah
Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengenai Pendidikan Anak dalam
keluarga.
Pembahasan Pemikiran Tokoh
Pendidikan Anak dalam Keluarga Pra-kelahiran
Tahapan Pendidikan Anak dalam Keluarga
Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak
Metode Pendidikan Anak dalam Keluarga
33
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penulisan penelitian yang berjudul “Pendidikan Anak dalam Keluarga
(Studi Komparasi Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah)”., mulai dilakukan pada semester IX tahun 2019 selama 5 bulan.
Terhitung dari Oktober 2019 sampai Februari 2020. Waktu penelitian tersebut
digunakan untuk pengumpulan data mengenai sumber-sumber tertulis yang
diperoleh dari teks book, artikel, jurnal, internet, serta sumber lain yang mendukung
penelitian, terutama yang berkaitan dengan Pendidikan Anak dalam Keluarga.
Tempat yang digunakan oleh peneliti dalam penyelesaian skripsi ini di
antaranya di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Perpustakaan Daerah Kota Depok, serta
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Perpustakaan yang dipilih oleh peneliti
sebagai tempat penyelesaian skripsi ini sangat membantu peneliti, dikarenakan
banyaknya sumber dan referensi yang dibutuhkan oleh peneliti terkait materi
pendidikan anak dalam keluarga.
B. Metodologi Penelitian
Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, yang
dimana dalam pendekatan ini lebih menekankan pada analisis proses dari proses
berpikir secara induktif menggunakan logika ilmiah.55 Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah library research (penelitian pustaka). Sumber data
primernya adalah Tarbiyatul Aulad; Pendidikan Anak dalam Islam dan Tuhfatul
Maudud bi Ahkamil Maulud; Menyambut Buah Hati. Sedangkan sumber data
sekundernya adalah buku-buku lainnya yang relevan dengan obyek pembahasan
55 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), h. 80
34
kajian ini. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis isi dan pendekatan
analisis komparatif yang disebut studi komparasi. Studi komparasi adalah penelitian
yang bertujuan untuk membandingkan dua variabel atau lebih, untuk mendapatkan
jawaban atau fakta, apakah ada perbandingan atau tidak dari objek yang sedang
diteliti. Ditunjang oleh data-data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan
(library research). Karena permasalahan yang akan diteliti mengkaji fakta dan
realita maka dari itu diperlukan banyaknya literatur-literatur yang relevan dengan
penelitian ini.56
C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam prosedur atau teknik pengumpulan data, tentu saja peneliti sudah
mempunyai bayangan sebuah ide penelitian yang hendak dilakukan, sehingga
penelitian ini sudah lebih mengerucut dan lebih mudah mengidentifikasi kata kunci
dalam penelusuran kepustakaanya. Sehingga barulah data-data penelitian ini mulai
dikumpulkan sumber-sumber pustakanya yang relevan dan sedapat mungkin
sumber yang terkini. Secara umum, sumber bacaan ini dapat berupa buku dan jurnal,
namun tak menutup kemungkinan sumber-sumber pustaka yang lain juga dapat
digunakan.57
Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta dan informasi yang
mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis
menggunakan metode penelitian studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan
teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek penelitian. Dokumen yang
diketik dapat berupa berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi.58 Atau dapat
diartikan dengan mengumpulkan data, fakta dan informasi berupa tulisan-tulisan
56 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), h. 110. 57 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2010), h,124 58 Sukandarrumudi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2012), h. 100-101
35
dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan,
misalnya berupa buku-buku, naskah, catatan kisah sejarah, internet dan sumber lain,
yang berhubungan dengan pendidikan anak dalam keluarga .
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mempelajari literatur yang ada
hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan mengumpulkan data-data
melalui bahan bacaan dengan bersumber pada buku-buku primer dan buku-buku
sekunder atau sumber sekunder lainnya.59
Yang disebut dengan data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah
sendiri oleh peneliti langsung dari objek/responden penelitian. Selain dari objek
penelitian yang langsung diperoleh peneliti, data primer juga dapat diperoleh dari
jurnal ilmiah baik dalam maupun luar negeri.60 Sumber data primer yang digunakan
oleh peniliti diantaranya adalah; 1) Tarbiyatul Aulad Fil Islam (Pendidikan Anak
dalam Islam dan 2) Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud (Menyambut Buah Hati)
Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi,
sudah dikumpulkan dan diolah oleh pihak lain, biasanya dalam bentuk publikasi.61
Sumber data sekunder yang digunakan oleh peniliti diantaranya adalah; “Prophetic
Parenting” Cara Nabi Mendidik Anak, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, “Kaifa
Turabbi Waladan” Begini Seharusnya Mendidik Anak, Agar Tak Salah Mendidik,
Seni Mendidik Anak dan sumber buku, jurnal lainnya.
2. Teknik Pengolahan Data
Setelah melakukan penelusuran dan pengumpulan sumber kepustakaan atau
data-data sudah terkumpul lengkap, berikutnya yang penulis lakukan diantaranya
adalah:
1) Membaca
59 Sukandarrumudi dan Haryanto, Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian, (Yogyakarta:
Gadjah Mada Press, 2014), h. 51 60 Sri Hartinah, Metode Penelitian Perpustakaan, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka,
2014), h. 5.13 61 Sri Hartinah, Metode Penelitian Perpustakaan, h. 5.18
36
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, referensi yang sering digunakan adalah
referensi dalam bentuk buku dan jurnal, tentu saja dari dua sumber bacaan itu
memiliki berbagai kekurang juga kelebihan sebagaimana kita ketahui buku
yang merupakan bagian utama dari semua jenis bibliografi, mempunyai
kelebihan diantaranya adalah materi-materi yang dipublikasikan dalam buku
biasanya merupakan hal yang penting dan sangat berkualitas, dan material-
material yang disampaikan pun biasanya berupa temuan atau hasil penelitian
yang telah terintegrasi dengan penelitian lain, sehingga dapat memberikan
kontribusi terhadap suatu disiplin ilmu. Namun dibalik itu, kekurangan dari
sumber referensi buku yaitu material-material yang tertulis dibuku tidak
sepenuhnya mengikuti perkembangan jaman dan keilmuan dikarenakan butuh
waktu yang lama dalam penyelesaian penelitian sampai ketahap penerbitan
bukunya.62
Kemudian membaca sumber kedua yakni jurnal yang merupakan referensi
yang paling sering digunakan sebagai dasar dalam melakukan penelitian.
Kelebihan utama dari sumber referensi jurnal adalah materi-materi yang
dipublikasikan di jutrnal biasanya materi yang terkini dan merupakan hasil
temuan atau penelitian.63 Sehingga peneliti dapat dengan mudah mengakses
jurnal dengan tema atau materi yang senada atau yang dibutuhkan sesuai
bahasan yang diteliti.
Setelah peneliti mengumpulkan cukup banyuak bacaan buku, artikel dan
jurnal, maka selanjutnya peneliti melakukan penyaringan awal terhadap artikel-
artikel yang palin sesuai atau mendekati bidang yang hendak diteliti. Hal ini
peneliti lakukan dengan cara membaca abstrak artikel-artikel tersebut dan
kemudian dibaca denagn cepat pada bagian intinya.64
2) Mengkaji Sumber Referensi Terpilih
62 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, h. 129 63 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, h. 130 64 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, h. 130
37
Setelah membaca berbagai buku dan sumber referensi jurnal dan artikel yang
dirasa sudah sesuai dengan bidang yang peneliti tekuni dan sudah merasa yakin
maka selanjutnya peneliti mengkaji ulang dan lebih mendalam lagi. Peneliti
mulai membaca keseluruhan sumber/ pustaka dan mengkaji bahan materi yang
berkaitan dengan penelitian secara kritis sehingga dapat menarik suatu tema dan
isu dari semua pustaka tersebut.65
3) Menyusun dan mengembangkan kerangka teoritis
Sebenarnya membaca dan mengkaji itu tidak akan pernah selesai, namun
mengingat keterbatasan waktu maka peneliti benar-benar memaksimalkan
waktu untuk mengkaji dan memilih pustaka yang benar-benar terkait dengan
materi penelitian. Setelah membaca dan mengkaji sumber kepustakaan, peneliti
menemukan permaslahan yang peneliti tekuni memiliki dasar teori yang telah
dipaparkan oleh berbagai sudut pandang kemudian dari berbagai sudut pandang
permaslahan yang berbeda-beda itu, kemudian peneliti memilih sesuai topik
atau tema utama atau teori yang dikembangkan.66
Kemudian setelah itu mencari kesepakatan atau pertentangan pendapat di
antara penulis atau tokoh pemikir tersebut dan selanjutnya mengidentifikasi
permaslahan yang belum dikemukakan. Lebih mudahnya dalam menyusun dan
mengembangkan kerangka teoritis ini, peneliti mulai menggali informasi dari
yang umum dan dilanjutkan pada informasi yang lebih spesifik. Setelah selesai
menyusun dan mengembangkan kerangka teoritis, maka tahap selanjutnya
dilakukan peneliti adalah,
4) Menyusun dan Mengembangkan Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual sebetulnya masih satu bagian dari kerangka teoritis,
hanya saja lebih terfokus pada satu atau diua bagian kerangka teoritis dan akan
menjadi dasar kajian utama dalam penelitian. Kerangka teoritis hanya berisi
65 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, h. 131 66 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, h. 132
38
tentang teori-teori atau isu-isu terkait hal yang diselidiki, sedangkan kerangka
konseptual lebih menggambarkan aspek-aspek yang sudah dipilih dari kerangka
teoritis yang kemudian dijadikan dasar rumusan masalah yang akan dijawab
dalam penelitian.67
Setelah keempat langkah tersebut dilakukan, hal yang tidak kalah penting
adalah peneliti melakukan pencatatan kasar/menulis secara kasar mengenai
semua informasi yang telah diperoleh. Hal ini peneliti lakukan guna
memudahkan untuk menata semua hasil kajian pustaka dan dijadikan sebagai
acuan pada langkah berikutnya untuk selanjutnya penulis analisis, simpulkan
dalam satu pembahasan yang utuh.
D. Analisa Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain.68 Dijelaskan pula oleh Seiddel, bahwasanya
proses analisis data kualitatif dimulai dari mencatat, mengumpulkan, memilah-
milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat
indeksnya.
Dan dijelaskan juga bahwa analisis data merupakan proses sistematis
pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materi-
materi yang lain yang telah terkumpul untuk meningkatkan pemahaman peneliti
mengenai materi-materi penelitian dan untuk memungkinkan peneliti
menyajikan apa yang sudah ditemukannya kepada orang lain.
67 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian, h. 136 68 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2015), h. 248
39
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Analisis Isi (content
analysis) dalam bentuk deskriptif yaitu berupa catatan informasi faktual yang
menggambarkan segala sesuatu apa adanya dan mencakup penggambaran
secara rinci dan akurat terhadap berbagai dimensi yang terkait dengan semua
aspek yang diteliti. Maka, di sini peneliti menggambarkan permasalahan yang
dibahas dengan mengambil materi-materi yang relevan dengan permasalahan,
kemudian dianalisis, dipadukan, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan.
Sebelum sampai pada tahap analisis data, tentu saja peneliti terlebih dahulu
membaca buku-buku maupun sumber lain yang membahas mengenai
pendidikan anak dalam keluarga menurut pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan
dan Ibnu Qayyimal-Jauziyyah yang dilanjutkan dengan pengumpulan data yang
berhubungan dengan tulisan ini. Kemudian peneliti mulai memproses data-data
yang telah dikumpulkan, lalu kemudian penulis menganalisis dan
menginterpretasikannya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pola berfikir dedukatif, yang
artinya dalam penelitian yang bertitik tolak dari pernyataan yang bersifat umum
dan menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Jadi dari konsep pendidikan anak
yang terdapat dalam buku pendidikan anak dalm Islam: Tarbiyatul Aulad Fil
Islam karangan Abdullah Nashih ‘Ulwan dan buku Menyambut Buah Hati:
Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud karangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
dapat ditarik kesimpulan mengenai pendidikan anak dalam keluarga, agar
nantinya berfokus pada mengetahui tahapan mendidik anak sebelum lahir,
tahapan mendidik anak setelah lahir, dan metode yang digunakan untuk
pendidikan anak dalam keluarga atas studi komparasi pemikiran Abdullah
Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dengan menggunakan metode
dedukatif yaitu merupakan penjelasan gambaran yang diteliti dalam bentuk
uraian naratif.
Selanjutnya, data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis isi
(content analysis), yang dimaksud dengan analisis adalah penelitian satu
40
masalah atau kerangka untuk mengetahui latar belakang dan persoalannya.
Content analysis merupakan teknik penelitian yang ditujukan untuk
membuat kesimpulan dengan cara mengidentifikasi isi pesan pada suatu
buku. Analisis isi digunakan untuk melakukan analisis terhadap pendidikan
anak dalam keluarga studi komparasi pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan
dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, sehingga dari analisis tersebut dapat
ditemukan jawaban dari masalah yang diteliti.
41
41
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Biografi Abdullah Nashih Ulwan
1. Profil Abdullah Nashih Ulwan
Abdullah Nashih Ulwan adalah seorang ulama, faqih, da’I, dan pendidik. Ia
dilahirkan di Desa Qhadi Askar di Kota Halab, Suriah pada tahun 1347 H/ 1928 M.
ia terlahir dari sebuah keluarga yang taat beragama, berpegang teguh pada agama
seta sangat mementingkan akhlak Islam dalam pergaulan dan muamalat sesama
manusia. Sehingga kelurga Nashih Ulwan sudah terkenal karena ketakwaann dan
keshalehahnnya. Nama lengkapnya adalah Al-Ustadz Syaikh Abdullah Nashih
Ulwan, selanjutnya disebut Nashih Ulwan. Nasabnya sampai kepada al-Husain bin
Ali bin Abi Thalib.ra.69
Ayahnya bernama Syeikh Said Ulwan, merupakan sosok yang sangat dikenal di
kalangan masyarakat sebagai seorang ulama dan tabib yang disegani. Said Ulwan
dapat mengobati berbagai penyakit dengan ramuan akar kayu yang dibuat sendiri.
Beliau senantiasa membaca al-Quran dan menyebut nama Allah, ketika sedang
merawat/mengobati orang sakit. Said Ulwan senantiasa mendoakanagar kelak anak
turunnya lahir sebagai seorang ulama ‘murabbi’ yang dapat menjadi panutan/
membimbing masyarakat.70 Doa tersebut ternyata dikabulkan oleh Allah SWT,
sehingga Nashih Ulwan menjadi seorang ahli fikih dan aktif dalam dunia pendidikan
Islam.
Sebelum meninggal dunia Ulwan mengalami sakit setelah pulang menghadiri
pengkumpulan di Pakistan, Ulwan merasa sakit di bagian dada, setelah dilakukan
pemeriksaan diketahui bahwa terdapat penyakit di bagian hati dan paru-paru, lalu
dirawat di rumah sakit.71 Bertepatan pada hari Sabtu, 5 Muharram 1398 H/ 29
69 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, h.135 70 jurnal 71 jurnal
43
Agustus 1987 M dikabarkan bahwa Nashih Ulwan wafat, di Rumah Sakit
Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah Arab Saudi dalam usia 59 tahun.72 Jenazahnya
di bawa ke Masjidil Haram dan dishalatkan setelah shalat ashar. Setelah dishalatkan
jenazahnya di bawa ke Mekkah lalu dikebumikan di sana.
2. Riwayat Pendidikan
Sebagai pemerhati masalah pendidikan, Nashih Ulwan senantiasa berusaha
menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh demi masa depan generasi bangsa yang
menjadi cita-citanya. Nashih Ulwan, mengawali pendidikan sekolah dasar di sebuah
Madrasah Ibtidaiyyah di Bandar Halab yang merupakan desa kelahirannya. Syeikh
Said Ulwan yang merupakan ayahnya sengaja menyekolahkan Nashih Ulwan ke
Madrasah Agama untuk mempelajari ilmu agama dengan cara yang lebih luas.
Sehingga pada umur 15 Nashih Ulwan sudah menghafal al-Qur’an dan
menguasai ilmu Bahasa Arab dengan baik. Nashih ulwan sangat cemerlang dalam
pelajaran, sehingga menjadi rujukan teman-temannya di madrasah.73
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya, pada tahun 1943 M ayahnya
menyekolahkannya ke sekolah tingkat menengah atas di Khusruwiyyah guna
mempelajari ilmu-ilmu syari’ah.
Dalam riwayat sosialnya Ulwan juga sangat aktif dalam organisasi. Dengan
kemampuan berpidatonya ia menjadi pimpinan redaksi penerbitan yang
bertanggung jawab menerbitkan lembaran ilmiah kepada masyarakat sekitar.74
Ulwan juga dikenal sebagai seorang yang sangat berani pada kebenaran serta
mempunyai kemahiran dalam pergaulan dan dakwah. Semasa usia remaja beliau
sudah terkesan dengan bacaan tulisan ulama-ulama sanjungan di waktu itu seperti
Dr. Syeikh Mustafa al Siba’I. Ia memang belajar kepada guru-guru besar seperti,
72 Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
h. 203 73 Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, h. 203 74 jurnal
44
Syaikh Raghib ath-Thabbakh, Ahmad asy-Syama, dan ahmad Izzuddin al-
Bayanuni, dan di sanalah beliau bertemu dengan Dr. Musthafa as-Siba’i.75
Ia berhasil menamatkan sekolah menengah atasanya dan mendapat ijazah di
sekolah Syari’ah pada tahun 1949 M. Kemudian ia melanjutkan jenjang studi S1-
nya di Universitas al-Azhar asy-Syarif dengan mengambil Fakultas Usuluddin yang
berhasil diselesaikannya pada tahun 1952 M. Tidak sampai di situ, Nashih Ulwan
melanjutkan kembali pendidikannya ke jenjang S2 yang berhasil ia selesaikan pada
tahun 1954 M dan menerima ijazah spesialis bidang pendidikan setaraf dengan
Master of Arts (MA).76 Setelah menyelesaikan pendidikannya di jenjang S2, pada
tahun yang sama (1954) ia belum sempat meraih gelar doktor pada perguruan tinggi
tersebut, karena diusir dari negeri Mesir pada pemerintahan Jamal Abdel Naser.77
Selama di Mesir beliau sering menghadiri majlis ulama-ulama dan mendekati
organisasi gerakan Islam. Sampai akhirnya Abdullah Nashih Ulwan memutuskan
kembali ke desa asalnya yakni ke Halab. Di sana ia bekerja sebagai pengajar materi
Pendidikan Islam di salah satu sekolah menengah atas di Halab.78
Pada masa itu Nashih Ulwan hidup di masa Suriah ketika berada di bawah
kekuasaan asing sampai tahun 1947. Ulwan selalu menyeru kepada masyarakat
untuk kembali pada sistem Islam. Bahkan Ulwan tak segan-segan mengkritik
pemerintah yang berkuasa dalam sistem pemerintahan yang dilaksanakan
pemerintah.79 Sampai pada akhirnya Abdullah Nashih Ulwan terpaksan
meninggalkan Suriah dan menuju ke Yordania untuk tinggal dan menetap di sana.
Pada tahun 1980 ia pergi ke Arab Saudi dan mendapat tawaran sebagai dosen
pengajar di Universitas al-Malik Abdul Aziz. Di sanalah Abdullah Nashih Ulwan
75 Tarbiyatul Aulad fil Islam 76 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Saifullah Kamalie,
Hery Noer Ali, Asy Syifa’, jilid 2, (Semarang, 1981), h. 542 77 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Saifullah Kamalie,
Hery Noer Ali, Asy Syifa’, jilid 2, h. 78 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Saifullah Kamalie,
Hery Noer Ali, Asy Syifa’, jilid 2, h. 79 Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015),
h. 203
45
berhasil menamatkan Pendidikan jenjang S3-nya dan mendapat gelar Doktor dalam
bidang fikih dan dakwah. Dan pada akhirnya ia memutuskan untuk terus mengajar
di Arab Saudi sampai akhir hayatnya.
Nashih Ulwan merupakan sosok yang giat dalam menuangkan pemikirannya.
Sehingga banyak sekali karya-karyanya yang sudah dibukukan sebagai bahan
belajar kita samppai saat ini. Berikut penulis paparkan beberapa karyanya secara
garis besar, di antara banyaknya karya yang ia tulis, karyanya dapat dikelompokkan
menjadi empat kelompok besar, yaitu:
1) Bidang Pendidikan dan Pengajaran
a. Ila Waratsati al-Anbiya’i
b. Hatta Ya’lama al-Syabab
c. Tarbiyah al-Aulad fi al-Islam
d. Hukum al-Islam fi Tilfiziyyun
2) Bidang Fikih dan Muamalah
a. Fadhail al-Syiam wa Ahkamuh
b. Ahkam Al-Zakat
c. Adab al-Khitabah wa al-Zifat wa Huquq al-Zaujain ‘Aqabat al-Zawaj
a. wa al-thuruq Mu’alajtiha ‘ala Dawai al-Islam
d. Nihzam al-Rizq fi al-Islam
e. Hukm al-Islam fi Wasail al-Ham
f. Al-Islam Syariah al-Zaman wa al-Makan
3) Bidang Akidah
a. Syubuhat wa Rudud Haula al-Aqidah wa Ashl al-Irtsan
b. Huriyah al-‘Itiqad fi al-Syari’ah
4) Bidang Umum
a. Al-Takaful al-Ijtima’i fi al-Islam
b. Shalahuddin al-Ayyubi
46
c. Ahkam al-Ta’min
d. Takwin al-Syahsyiyah al-Insaniyah fi Nazhar al-Islam
e. Al-Qaumiyah fi Mizan al-Islam
3. Pendidikan Anak dalam Keluarga Menurut Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan
Pendidikan anak dalam keluarga merupakan pendidikan awal yang sangat
penting sebagai pondasi utama dalam menentukan kepribadian baik/ buruknya anak.
Lingkungan keluarga khususnya orang tua harus menjadi tuntunan/ contoh pertama
bagi anak-anaknya, karena segala tabiat yang dimiliki anak tidaklah jauh dari
perilaku orang tuanya. Oleh karena itu peran orang tua dalam pendidikan anak
sangatlah penting guna terbentuknya anak yang memiliki akhlak al-karimah dan
berbudi pekerti luhur.
Dalam hal ini Abdullah Nashih Ulwan mengatakan bahwasanya anak itu ibarat
kertas putih yang bersih dan orang tualah yang mendidik mereka dan membentuk
kepribadian mereka sesuai apa yang diajarkan, dicontohkan, dibiasakan kepada
mereka, karena anak merupakan anugerah dan amanat yang diberikan oleh Allah
SWT kepada orang tua sehingga orang tua harus menjaganya dengan penuh
keikhlasan dan penuh tanggung jawab. Menurut Ulwan pendidikan yang semestinya
diberikan orang tua kepada anak adalah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW., karena Rasulullah adalah guru yang sesungguhnya. Teladan sejati
yang memiliki sifat-sifat luhur, baik secara spiritual, moral, maupun intelektual.
Dalam penelitian ini penulis mengidentifikasi beberapa aspek pendidikan anak
dalam keluarga berdasarkan pemikiran Nashih Ulwan yang seharusnya diketahui
dan dilaksanakan oleh seorang pendidik dalam mendidik anak didiknya, khususnya
kita selaku orang tua. Aspek-aspek pendidikan tersebut meliputi: Pendidikan anak
sebelum lahir, tahapan pendidikan anak setelah lahir (usia 0-6 tahun) dan metode
pendidikan anak dalam keluarga.
a. Pendidikan Anak Sebelum Lahir
47
Menurut Ulwan pendidikan anak itu bukan dimulai ketika anak sudah lahir ke
dunia dalam wujud manusia, melainkan pendidikan pada anak sudah dimulai
sejak anak masih dalam kandungan bahkan sejak orang tuanya memilih pasangan
hidup. Menurutnya pernikahan merupakan fitrah manusia yang dengannya dapat
melahirkan keturunan dengan jalan yang diridhoi Allah SWT. Nashih Ulwan
mengungkapkan pandangannya sebagaimana dalam pandangan Islam,
bahwasannya pendidikan pada anak sudah dimulai dalam keluarga jauh sebelum
anak lahir, yaitu dengan terlebih dahulu memilih pasangan hidup. Calon ayah
harus memilih calon ibu yang baik, begitupun sebaliknya. Karena ayah dan ibu
akan berpengaruh besar terhadap perkembangan anak-anaknya. Ayah dan ibu
yang tidak baik, tidak akan mampu mendidik anaknya untuk menjadi baik.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW memberikan kriteria sebagai berikut:
“Wanita dinikahi karena empat kriteria: Karena hartanya banyak, karena
turunannya baik, karena rupanya baik, karena agamanya baik. Beruntunglah
kamu yang memilih wanita karena agamanya, dengan demikian kamu akan
berbahagia” (HR. Bukhori Muslim).
Pendidikan anak sebelum anak lahir sebenarnya dilakukan bukan terhadap
anak itu, melainkan terhadap bakal/ calon ayah dan ibunya yang secara tidak
langsung akan mempengaruhi perkembangan anak, terutama saat proses
kehamilan. Dalam hal ini ada beberapa tahapan yang diperuntukan calon orang
tua dalam proses perkembangan bayi ketika di dalam kandungan, diantaranya;
1) Kedua belah pihak yaitu ayah dan ibu diharapkan hidup tenang, 2)
dianjurkan untuk banyak berdoa dan beribadah pada Allah SWT agar diberi anak
yang cerdas, 3) bersikap baik dan luhur budi pekerti, 4) banyak membaca al-
Quran, 5) menjaga lisan dan perbuatan.
Kemudian selanjutnya dijelaskan pula bahwa selama masa kehamilan, orang
tua terutama ibu harus berusaha untuk tidak mengolak-olok orang lain.
Kemudian, dalam sikap sehari-hari, pada masa kehamilan biasanya orang tua
48
juga tidak diperbolehkan membunuh binatang ataupun yang lainnya karena ada
persepsi akan berpengaruh terhadap bayi yang lahir nantinya. Terlepas dari hal
ini, Pendidikan anak sebelum lahir hanya dianggap sebagai tradisis atau adat
daerah saja, padahal jika kita perhatikan Pendidikan pada anak sebelum lahir
memang sangat baik dan akan berpengaruh pada masa pertumbuhan sang anak
sampai dewasa kelak.
b. Tahapan Pendidikan Anak dalam Keluarga Setelah Lahir
Salah satu keutamaan syariat Islam atas umatnya adalah semua yang berkaitan
dengan kelahiran, hukum-hukumnya serta dasar-dasar pendidikan. Oleh karena itu
menurut Ulwan sudah semestinya bagi siapa saja yang memiliki tanggung jawab
pendidikan harus melaksanakan kewajibannya sesempurna mungkin sesuai dengan
penerapan dan pelaksanaan yang diajarkan oleh Islam dan telah digambarkan oleh
pendidik pertama, yaitu Rasulullah SAW. Berikut pemikiran Ulwan terkait aspek-
aspek penting yang hendaknya dilakukan oleh para pendidik ketika anak lahir:
1) Memberikan ucapan selamat dan rasa turut gembira ketika seseorang melahirkan.
Dalam hal ini Abdullah Nashih Ulwan berpendapat bahwa setiap muslim
dianjurkan untuk saling memberi selamat dan turut merasakan gembira kepada
saudara muslim lainnya atas anugerah yang didapat dari Allah SWT berupa anak.
Karena dengan hal itu akan menguatkan tali persaudaraan serta menebar rasa
cinta, kasih, dan sayang antar sesama. Sekalipun tidak bias memberikan ucapan
selamat secara langsung, maka hendaknya kita tetap saling mendoakan untuk
kebaikan kedua orang tuanya dan anak yang dilahirkannya. Anjuran saling
memberi ucapan dan turut bergembira atas kelahiran anak juga terdapat dalam
firman Allah SWT (QS. Hud [11]: 69-71)
نيذ بعجل جااءا أان لابثا فاماا سالم قاالا سالما قاالوا بلبشراى إب رااهيما رسلناا جااءات }والاقاد (٦9) حاسا ناكراهم إلايه ل تاص لا أايدي اهم راأاى ف الاما لوط ق اوم لا إ أرسلناا إن تااف لا قاالوا خيفاة ن هم م واأاوجا
هاا فاضاحكات قاائماة واامراأاته (70) واي لاتاا يا قاالات (71) ي اعقوبا إسحااقا وارااء وامن بسحااقا ف اباشرنا
49
ا عاجوز واأانا أاأالد ذا يخا ب اعلي واها اها إن شا الل راحاة الل أامر من أات اعجابيا قاالوا (72) عاجيب لاشايء ذايد إنه الب ايت أاهلا عالايكم واب اراكااته يد حا شراى ياادلناا ف الاما ذاهابا عان إب رااهيما الروع واجااءاته الب (73) ما
80{(74) في ق اوم لوط
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang
kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan,
‘Selamat’, Ibrahim menjawab, ‘Selamatlah.’ Maka tidak lama kemudian Ibrahim
menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan
mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka dan
merasa takut kepada mereka. malaikat itu berkata, ‘Jangan kamu takut,
sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.
Dan istrinya berdiri (di balik tirai) lalu dia tersenyum. Maka kami sampaikan
kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir
putranya) Ya’qub.”
2) Mengumandangkan adzan dan iqamah ketika anak lahir
Nashih Ulwan mengatakan bahwasannya mengumandangkan adzan di
telinga kanan dan mengiqamahkan di telinga sebelah kiri kepada anak yang
baru dilahirkan termasuk hukum yang disyariatkan oleh Islam.
Dalam kitabnya beliau memaparkan faedah dari mengumandangkan adzan
dan iqamah kepada anak yang baru lahir adalah menjadikan adzan sebagai
seruan dakwah kepada Allah, agama Islam dan ibadah kepada-Nya, sehingga
tidak keduluan setan.
3) Mengunyahkan atau menyuapkan kurma (tahnik) ketika anak lahir
Tahnik merupakan salah satu amalan yang disyariatkan dalam Islam untuk
anak yang baru lahir. Tahnik artinya mengunyah kurma dan menggosokkannya
ke bagian tenggorokan dengan menaruh sebagian kurma yang telah dikunyah
di atas jari kemudian memasukkan jari tersebut ke dalam mulut bayi.
Hikmah dari dilakukannya tahnik menurut Nashih Ulwan adalah untuk
menguatkan syaraf-syaraf mulut dan tenggorokan dengan gerakan lidah dan
dua tulang rahang bawah dengan jilatan, sehingga anak siap menyusu.
80 Referensi: https://tafsirweb.com/8223-surat-Hud-ayat-69-74.html
50
Dijelaskan pula bahwa, anjuran untuk melakukan pentahnikan itu oleh orang
yang memiliki ketakwaan dan keshalihan pribadi.
4) Memberikan nama pada anak (waktu anak diberi nama. Nama yang disukai dan
yang dibenci, sunnah menggabungkan nama anak dan bapaknya)
Pemberi nama merupakan suatu kebiasaan sosial di masyarakat ketika anak
terlahir. Oleh karenanya sudah semestinya orang tua memberikan nama yang
baik untuk anaknya. Islam pun sangat memperhatikan perkara ini sebagai
bentuk penjagaan dan perhatiannya. Nashih Ulwan menjelaskan dalam
kitabnya, bahwa pemberian nama pada anak merupakan perkara yang dapat
mengangkat derajat anak dan segala hal yang berhubungan dengan
pendidikannya.
Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan bahwa Samurah berkata, Rasulullah
SAW bersabda:
و يخلق رأسه و يسمى كل غلم رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه“Setiap anak digadaikan dengan aqiqahnya, dosembelihkan binatang
untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya) kemudian dicukur dan diberi
nama pada hari itu pula.”
Dalam hadits ini menetapkan bahwa pemberian nama dilaksanakan pada hari
ketujuh. Tidak hanay menjelaskan soal hari pemberian nama, lebih dari itu
Nashih Ulwan juga memaparkan mengenai anjuran pemberian nama baik dan
larangan untuk memberikan nama buruk pada anak dan sunnah
menggabungkan nama anak dan bapaknya.81
5) Mengaqiqahkan Anak
6) Mengkhitan Anak
81 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Terj. Tarbiyatul Aulad Arif
Rahman Hakim (Solo: Insan Kamil 2012), h. 46
51
Nashih Ulwan berpendapat bahwa khitan merupakan pokok kafitrahan,
syi’ar Islam dan tuntunan syariat. Hukumnya wajib bagi laki-laki muslim.
Apabila laki-laki muslim dan atau laki-laki mualaf tidak melaksanakan khitan
samapai usia baligh, maka ia berdosa dan dianggap bermaksiat. Dikarenakan
khitan merupakan syiar Islam sehingga dengannya bisa dibedakan anatara
muslim dan kafir. Dijelaskan pula bahwa dengan dikhitan menjadikan sehat dan
terhindar dari berbagai penyakit.82
c. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak dalam Keluarga
Tanggung jawab orang tua terhadap tahapan pendidikan anak perlu diaplikasikan
dengan berbagai pembiasaan baik. Oleh karenanya, kita selaku orang tua harus
mengajarkan dan membiasakan hal-hal positif kepada sang buah hati. Dalam hal ini
Nashih Ulwan menjelaskan mengenai tahapan pendidikan orang tua melalui
tanggung jawab yang semestinya diberikan dalam memenuhi pendidikan pada anak,
diantaranya adalah:
1) Tanggung Jawab Pendidikan Iman
Mendidik anak dengan pendidikan iman merupakan tanggung jawab utama
bagi orang tua. Salah satu caranya adalah dengan mengenalkan kalimat tauhid
karena tauhid merupakan kalimat pembuka dan menjadi syiar masuknya
seseorang ke dalam agama Islam. Sehingga tanggung jawab orang tua dalam
menanamkan tauhid pada anak sangatlah penting karena hal ini memiliki
pengaruh yang besar sebagai dasar akidah, prinsip tauhid dan keimanan anak
kelak sampai dewasa.
Selain kalimat tauhid, Nashih Ulwan juga menganjurkan para orang tua
untuk mulai mengajarkan masalah halal dan haram pada anak di usia ini, dengan
tujuan agar kelak ketika sudah tumbuh besar anak sudah mengetahui dan
menjalankan perintah-perintah Allah serta menjauhi segala larangn-Nya.
82 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, h. 70
52
Persoalan ibadah juga menjadi hal yang utama dalam aspek keimanan ini,
Nashih Ulwan menganjurkan para orang tua untuk memerinthakan ibadah pada
anaknya sedini mungkin. Ibadah yang dimaksud seperti shalat, puasa, membaca
al-Qur’an dan lainnya. Dan tanamkan pula pada anak untuk mencintai nabi dan
para keluarganya serta sahabatnya.
2) Tanggung Jawab Pendidikan Fisik
Tanggung jawab pendidik dalam segi pendidikan fisik adalah dengan
membina tubuh dan energi potensial dengan memperhatikan tubuh, agar tujuan
psikologisnya tercapai. Dalam hal ini Rasulullah SAW., bersabda “Tubuhmu
itu mempunyai hak yang harus kau penuhi”, yaitu dengan memberi makan,
memberi kesempatan istirahat, membersihkannya dan membinanya supaya
kuat. Beliau menghimbau agar dapat diperhatikan dengan sungguh-sungguh
secara menyeluruh, supaya manusia dapat mengambil bagian dalam mencari
harta benda duniawi yang baik dan halal sesuai dengan perintah Allah SWT.83
Tanggung jawab Pendidikan fisik yang dimaksud Nashih Ulwan adalah
Pendidikan terhadap anak yang menjadikannya tumbuh dewasa dengan sehat,
kuat dan bersemangat. Berikut beberapa tanggungan pendidik terkait
pemenuhan hak anak dalam pendidikan fisik yang diberikan oleh orang tuanya,
di antaranya adalah;
a) Pendidik berkewajiban memberikan nafkah kepada keluarga dan anak.
b) Memperhatikan dan mengikuti aturan kesehatan dalam makan dan minum,
c) Berupaya untuk selalu menjaga kesehatan fisik anak dengan membentngi
anak dari penyakit menular,
d) Berupaya memberikan pengobatan yang baik ketika sakit,
e) Menerapkan prinsip kepada anak untuk tidak melakukan perbuatan yang
dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain,
f) Membiasakan anak untuk berolahraga,
83 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung: PT Al-Ma’arif, 1984), h. 183
53
g) Membiasakan anak untuk memiliki rasa cukup dan tentunya membatasi
pergaulan luar yang kurang baik.
3) Tanggung Jawab Pendidikan Moral
Pendidikan moral yang dimaksud oleh Nashih Ulwan adalah pengetahuan
dasar yang dimiliki oleh seorang anak dan dijadikan sebagai kebiasaannya sejak
usia tamyiz hingga ia balig. Hal ini terus berlanjut secara bertahap sampai ia
dewasa sehingga ia siap mengarungi lautan kehidupan.
Dalam hal ini Nasih Ulwan memaparkan beberapa cara agar anak memiliki
kepribadian islami dan akhlak yang lurus, bertdasarkan ajaran Rasulullah
SAW., diantaranya yaitu;
a) Menghindarkan anak dai perilaku ikut-ikutan (taqlid buta)
b) Mencegahnya agar tidak tenggelam dalam kesenangan,
c) Melarangnya mendengar music dan nyanyian porno,
d) Melarangnya bergaya dan berlagak seperti wanita (bagi anak laki-laki).
4) Tanggung Jawab Pendidikan Akal
Pendidikan akal yang dimaksud Nashih Ulwan adalah membentuk pola pikir
anak terhadap segala sesuatu yang bermanfaat, baik berupa ilmu syar’i,
kebudayaan, ilmu modern, kesadaran, pemikiran dan peradaban. Dengan tujuan
agar anak terbentuk secara ilmu dan memiliki pemikiran yang matang.
Tanggung jawab orang tua terhadap Pendidikan akal ini dapat direalisasikan
oleh orang tua dalam memberikan pendidikan yang layak seperti sekolah
formal, di tambah les dan tak lupa sekolah mengajinya.
5) Tanggung Jawab Pendidikan Kejiwaan
Tanggung jawab Pendidikan kejiwaan yang dimaksud adalah mendidik anak
sedini mungkin, agar anak terlatih dan terbiasa berani, terus terang, jujur,
mandiri, suka menolong, mampu mngendalikan emosi, tidak penakut dan
mampu menghiasi diri dengan bentuk kemuliaan diri baik secara kejiwaan
maupun akhlak secara mutlak.
6) Tanggung Jawab Pendidikan Sosial
54
Berdasarkan pernyataanya dalam kitab Tarbiyatul Aulad Nashih Ulwan
menjelaskan bahwa tujuan dari pendidikan sosial terhadapa anak adalah agar
anak mampu bersosialisai yang baik dan memiliki jiwa sosial yang aktif dan
pemberani ketika tampil dihadapan masyarakat. Sehingga menjadikan anak
sebagai generasi yang memiliki kemampuan interaksi yang baik, beradab,
berakal, berperilaku seimbang dan memiliki kepribadian yang bijaksana.
7) Tanggung Jawab Pendidikan Seks
Nashih Ulwan dalam kitabnya menyatakan, bahwasanyya pendidikan seks
yang dimaksud di sini adalah memberi pemahaman dan pengertian yang jelas
kepada anak-anak yang sudah memahami tentang hal-hal berbau seks dan
pernikahan. Hal ini bertujuan agar kelak anak ketika menginjak usia remaja
tumbuh dengan pemahaman yang baik sehingga mampu membedakan perkara
yang halal dan aman yang haram.
Pemberian pemahaman tersebut bisa dimulai dengan pembiasaan terhadap
anak agar anak selalu meminta izin, mengajarkan etika melihat, memberi tahu
batasan mahram dan mengajarkan hukum-hukum syar’i ketika mereka
menginjak usia remaja dan dewasa. Bahkan selain itu, Nashih Ulwan juga
menjelaskan bahwa, diperbolehkannya memberi pemahaman secara gamblang
terkait pemahaman seks dan hasrat alami terhadap anak-anak. Dan wajib
dijelaskan secara terang-terangan ketika berkaitan dengan hokum syar’i. namun
tetap dalam pengawasan orang tua dengan cara penyampaian yang baik pula.
d. Metode Pendidikan Anak dalam Keluarga
Berikut penulis paparkan beberapa metode yang efektif dan inovatif yang telah
dirangkum oleh Nashih Ulwan sebagai upaya dalam mendidik anak. Lima metode
Pendidikan yang dirangkum dalam kitabnya tersebut, yaitu:
1) Mendidik dengan Keteladanan
Menurut Abdullah Nashih Ulwan metode pendidikan dengan keteladanan
merupakan metode yang sangat berpengaruh dan efeknya terbukti sangat
55
berhasil. Dengan metode keteladanan ini dapat membantu para pendidik untuk
mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan soaial anak.
Menurutnya, pendidik (orang tua) adalah sosok figur terbaik dalam pandangan si
anak dalam melakukan segala tingkah laku di sekitarnya. Karena tanpa kita
sadarai anak itu sangat mudah sekali dalam hal meniru, sehingga segala tindak
tanduk, sopan santun dan segala perkataan orang tua akan sangat mudah diikuti
dan tanpa disadarai akan tertanam dan menjadi kepribadian yang melekat pada
diri anak.
2) Mendidik dengan Kebiasaan
Menurut Nashih Ulwan mendidik dengan kebiasaan merupakan factor
pendukung pendidikan anak yang sangat efektif. Karena metode ini selalu
berjalan dengan kegiatan dan keseharian yang mudah diikuti anak. Metode
pembiasaan ini bisa dimulai sejak anak masih kecil atau sedini mungkin karena
dengan hal itu maka akan memberikan hasil yang lebih melekat pada kepribadian
anak. Oleh karena itu pendidik (orang tua) harus berhati-hati dalam melakukan
segala kegiatan yang diperhatikan anak, dan orang tua dianjurkan untuk
mengoptimalkan kegiatan positif di sekitar lingkungan anak.
3) Mendidik dengan Nasihat
Metode mendidik anak denga cara memberi nasihat ini dipaparkan oleh
‘Ulwan merupakan metode yang cukup berhasil dalam mendidik akidah anak dan
mempersiapkannya secara aspek moral, emosional maupun social dengan
memberikan pituah atau nasihat yang baik dan mudah dimengerti anak.
Karena dengan metode nasihat ini dapat memberikan pengaruh yang cukup
besar untuk membuka hati dan kesadaran anak untuk menghiasi kepribadiannya
dengan akhlak mulia.
4) Mendidik dengan Perhatian/ Pengawasan
Metode pendidikan dengan perhatian/pengawasan yang dimaksud Ulwan
adalah dengan mencurahkan segala kasih sayang dan perhatian orang tua
terhadap anaknya dan selalu mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral
56
anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan social. Namun, di
samping itu orang tua tidak hanya mengawasi dan memberi perhatian dalam
bentuk lahiriah/jasmaninya saja, melainkan juga memberikan perhatian dan
pengawasan penuh dalam aspek kerohaniannya.
5) Mendidik dengan Hukuman
Menurut Nashih Ulwan mendidik dengan hukuman atau melakukan
kekerasan ketika mendidik anak dalam keluarga adalah perlakuan yang tidak
benar termasuk pemberian sanksi yang berlebihan itu tidaklah diperbolehkan.
Karena hal itu dapat merugikan anak secara fisik, psikis dan dapat
membahayakan
Jika hendak melakukan metode hukuman maka, lakukan dengan pemberian
sanksi secara bertahap dari yang ringan sampai yang keras. Sanksi yang
diberlakukanpun hanya bertujuan sebagai bentuk teguran saja agar anak mampu
memperbaiki kesalahan, tidak dimaksudkan untuk menyakiti anak.
B. Biografi dan Pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
1. Profil Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
Nama lengkap Ibnu Qayyim adalah Syamsuddin bin Abu Bakar bin Ayub bin
Sa’ad bin Hariz ad-Dimasyqi al-Jauziat. Ibnu Qayyim merupakan seorang ulama
yang cukup terkenal. Beliau termasuk seorang ahli fiqih dan ahli fatwa ternama dan
mujtahid yang bermazhab Hambali.84 Beliau memiliki banyak julukan nama
diantaranya; al- Imam ar-Rabbani Syaikhul Islam kedua, Abu Abdillah Muhammad
bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad, nama ini diambil dari berbagai sumber
referensi tentang biografi beliau, dan para ulama sepakat menyebutkan bahwa
nasabnya sampai ke kakek ayahnya yakni Sa’ad. az-Zur’I, julukan ini dinisbatkan
pada Zura yang merupakan tempat kelahirannya yang sekarang bernama Azra’,
sebuah desa di wilayah Hauran. Kemudian ad-Dimasyqi, nama julukan ini diambil
84 A Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 32
57
dari tempat kepindahan beliau, serta tempat menetapnya sampai beliau wafat.
Namun lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, tidak dengan nama
lainnya. Berbeda dengan al-Kutsari yang menjulukinya dengan sebutan Ibnu Zufail.
Ibnu Qayyim lahir di damaskus pada tanggal 7 Shafar 691 H bertepatan dengan
tahun 1292 M dan wafat pada malam kamis, 23 Rajab 751 H, dan dikebumikan di
pemakaman al-Baabush Shagiir, Damaskus.85
2. Riwayat Pendidikan
Ibnu Qayyim berguru kepada para ulama untuk memperdalam berbagai bidang
keislamannya. Di antra banyak gurunya itu yang paling berpengaruh adalah Ibnu
Taimiyah. Salah satu ajaran yang dipraktikkan Ibnu Qayyim dari Ibnu Taimiyah
adalah dalam memerangi orang-orang yang menyimpang dari agama Allah. Selain
itu, Ibnu Qayyim juga sependapat dengan Ibnu Taimiyah bahwasannya pintu jihad
itu tetap terbuka, jadi pada dasarnya siapapun dibensrksn berijtihad selama yang
bersangkutan itu mampu dan sanggup melakukannya.86
Dari buah hasil perjalanan dalam dunia pendidikannya, Ibnu Qayyim berhasil
menuliskan banyak kitab yang sampai saat ini dipelajari dan salah satunya adalah
kitab Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulid yang digunakan oleh peneliti sebagai
sumber primer dalam penulisan skripsi ini.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berandil besar dalam (menulis dan menyebarkan)
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Dikatakan juga bahwasanya beliau termasuk ke
dalam kelompok pengarang produktif. Thaha Abdur Rauf, seorang fiqh sejarawan,
menuliskan karya Ibnu Qayyim tidak kurang dari 49 buku yang meliputi berbagai
disiplin ilmu, termasuk juga dalam bidang Pendidikan.87 Berikut penulis sajikan
beberapa kitab karya Ibnu Qayyim yang cukup masyhur di antaranya adalah:88
85 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku (Terj. Tuhfatul Maudud bi Ahkamil
Maulud), (Pustaka Imam Syafi’i: Jakarta 2010), hlm. 24 86 A Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, hlm. 33 87 A Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, hlm. 34 88 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku (Terj. Tuhfatul Maudud bi Ahkamil
Maulud), (Pustaka Imam Syafi’i: Jakarta 2010), hlm. 24
58
1) Safar al-Hijratain wa Bab as-Sa’adatain (Perjalanan Dua Hijrah dan Pintu Dua
Kebahagiaan).
2) Madarij as-salakin (Tahapan-tahapan Ahli suluk).
3) Syarh Asma’ al-Kitab al-Aziz (Ulasan-ulasan tentang Nama-nama al-Kitab)
4) Zad al-Mad fi Hadyi ‘Ibad (Bekal untuk Tujuan Akhir Seorang Hamba)
5) I’lam al-Mu’aqqim ‘an Rabbi al-‘Alamin (Pemberotahuan tentang Tuhan
Semesta Alam).
6) Ijtima’ul Juyush al- Islamiyyah ‘ala Ghazwil Mu’aththilah wal Jahmiyyah.
7) Ahkam Ahlidz Dzimmah.
8) Ighatsatul Lahfan min Masha-idisy Syaithan.
9) Bada-i’ul Fawa’id
10) Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud.
11) Tahdzib Mukhtashar Sunan Abi Dawud.
12) Al-Jawabul Kafi, yang dikenal dengan ad-Da’wad Dawa.
13) Jala’ul Afham fish Shalati was Salam ‘ala Muhammad صلى الله عليه وسلم Khairil Anam.
14) Hadil Arwah ila Biladol Afrah.
15) Hukmu Tarikish Shalah.
16) Ar-Risalatut Tabikiyyah.
17) Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin
18) Ar-Ruh
19) Syifa’ul Alil fi Masa’ilil Qadha wal Qadar wal Hikmah wat Ta’lil.
20) Ash-Shawaiqul Mursalah ‘alal Jahmiyyah wal Mu’aththilah.
21) Thariqul Hijratain wa Babus Sa’adatain
22) At-Thuruqul Hukmiyyah fis Siyasatisy Syar’iyyah.
23) ‘Iddatush Shabirin wa Dzakhiratusy Syakirin.
24) Al-Furusiyyah.
25) Al-Fawa’id.
26) Al-Kafiyatusy Syafiyah fil Intishar lil Firqatin Najiyah.
27) Al-Kalam ‘ala Mas’alatis Sima’.
59
28) Madarijus Salikin baina Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in.
29) Miftah Daris Sa’adah wa Mansyur Wilayati Ahlil ‘Ilmi wal Iradah.
30) Al-Manarul Munif fish Shahih wad Dha’if.
31) Hidayatul Hiyara fi Ajwibatil Yahudi wan Nashara.
32) Al-Wabilus Shayyib fil Kalimit Thayyib.
3. Pendidikan Anak dalam Keluarga Menurut Pemikiran Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah anak dilahirkan dalam keadaan fitrah yang
suci, sedangkan faktor lingkungan memiliki peranan yang dominan dalam
pembentukan karakter anak, apakah ia berperilaku baik atau buruk. Oleh karena itu
peran orang tua selaku pendidik/lingkungan pertama yang dikenal anak maka sudah
semestinya orang tua memberikan pendidikan yang yang baik, karena segala
keburukan yang menimpa anak adalah merupakan bentukan dari pola pendidikan
yang salah ataupun pengaruh lingkungan sekitarnya.
e. Pendidikan Anak sebelum Lahir
Ibnu Qayyim menaruh perhatian terhadap fase-fase perkembangan anak. Ibnu
Qayyim membagi fase perkembangan manusia sebagai berikut: pertama dimulai
pada fase sebelum kehamilan (prakonsepsi). Kedua, fase pranatal (masa
perkembangan janin dalam kandungan). Selanjutnya ketiga, fase kelahiran anak
ke dunia, keempat fase penyusuan dan pengasuhan, kelima fase tamyis, keenam
fase pemberian pengajaran dan pendidikan, ketujuh fase puber, kedelapan fase
baligh, kesembilan fase dewasa, kesepuluh fase tua.89 Berikut penulis sajikan
table dan diagram fase perkembangan Pendidikan anak berdasarkan pemaparan
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah;
Fase Usia Periode
Perkembangan
Esensi Perkembangan Anak
89 Jurnal, Analisis Komparatif Tentang Konsep Pendidikan Anak Menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyah Dan Al-Ghazali: Implikasinya Terhadap Pendidikan Agama Islam Kontemporer
60
Ke-1 Prakonsepsi Menentukan jodoh, menikah
Ke-2 0-9 bln Prenatal/ janin dalam
kandungan
Masa kehamilan
Ke-3 Masa Kelahiran
Ke-4 0-2 th Masa penyusuan dan
pengasuhan
Memberi asi dengan asuhan
yang disyariatkan dalam Islam,
sampai menyapih
Ke-5 7-10 th Tamyiz Anak mampu membedakan baik
dn buruk berdasarkan nalarnya
sendiri
Ke-6 10th -
baligh
Masa Pengajaran dan
pendidikan
Masa muraahiq (remaja),
mendekati waktu bermimpi
basah. Sampai pada titik taklif
(bertanggung jawab) Ke-7 Masa Puber (13-15 th
bagi laki-laki & 11-13
th bagi perempuan)
Ke-8 Masa Baligh
Ke-9 17 th-an
- 40th-an
Masa dewasa Masa asyud adalah masa antara
usia baligh sampai empat puluh
tahunan. Kemudian berlanjut ke
masa kuhulah hingga usia enam
puluh tahunan. Dalam masa ini
sang anak diartikan sudah
memiliki kekuatan dan
keperkasaan. Sehingga pada usia
ini anak sudah bisa
mempertanggung jawabkan
segalanya
Ke-10 60 th-an Masa Tua Masa syaikhukhah; rambutnya
mulai memutih, kemudian
wakhaththahusy syaib; mulai
beruban, kemudian syamatha;
beruban banyak, kemudian
aghtama; uban lebih banyak dari
rambut hitam, kemudian
mutaqa’wis; rambut dan jenggot
memutih semua, kemudian fase
haram; kekuatannya berkurang.
Sampai kondisinya berubah dan
kemerosotan kekuatan tubuhnya
Nampak.
61
Dalam hal ini. Ibnu Qayyim menjelaskan perjalannan kehidupan bayi dari
sejak berbentuk sperma. Selama dalam masa pertumbuhan janin sebagaimana
halnya Islam, Ibnu Qayyim juga menganjurkan mendidik anak semenjak masih
dalam kandungan bahkan dari masa prakonsepsi (pemilihan pasangan antara
calon orang tua).
Ibnu Qayyim menyatakan bahwa Pendidikan anak itu dimulai sejak
menentukan calon istri. Dalam penentuan calon istri kecantikan, harta, status
bukanlah merupakan tolak ukur utama dalam menentukan sebagai calon pendidik
anaknya kelak. Melainkan kriteria lain yang lebih penting dijadikan sebagai tolak
ukur pemilihan pasangan adalah agamanya, kemudian wanita yang mempunyai
rasa kasih sayang, dari keluarga yang baim akhlaknya, wanita subur yang dapat
memberikan keturunan, karena keberadaan anak dapat menyelamatkan orang tua
dengan doa dan amal shalihnya. perangai, tingkah laku calon Ibu itu akan
menurun kepada anak-anak yang dilahirkannya. Olehkarenanya anjuran dalam
memilih pasangan yang utama adalah agamanya.
Setelah mantap menentukan pasangan, selanjutnya Ibnu Qayyim
mengarahkan untuk melakukan pernikahan. Dalam hal tersebut, hendaknya
suami isteri memahami tujuan pernikahan itu. Pada dasarnya pernikahan
merupakan sebuah upaya untuk melaksanakan sunnah rasul yang tujuannya tidak
sekedar untuk pelampiasan syahwat saja, akan tetapi untuk mendapatkan ridho
dan pahala-Nya serta memperbanyak keturunan.
Selanjutnya pada masa kehamilan, pendidikan anak dalam kandungan akan
terus berjalan sampai anak terlahir ke dunia. Pada masa kehamilan ini, menurut
Ibnu Qayyim ada beberapa tahapan yang harus diperhatikan orangtua terhadap
perkembangan sang buah hati ketika didalam perut diantaranya adalah;
1) Perkembangan Janin dalam Kandungan. fase prenatal (fase perkembangan
janin dalam kandungan), merupakan fase yang sangat mempengaruhi
pertumbuhan anak setelah kelahirannya.
62
2) Penentuan Jenis Kelamin dan Kemiripan Anak. Dalam hal penentuan jenis
kelamin dan kemiripan anak, menurut Ibnu Qayyim jenis kelamnin anak
ditentukan oleh seberapa unggul sperma yang di hasilkan dari sang ayah/ ibu.
3) Reaksi dan Gerakan Janin. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwasanya setelah
120 hari dari awal proses penciptaan tahapan nuthfah dalam kandungan sang ibu,
sang janin sudah dikaruniai pendengaran dan penglihatan yang sudah berfungsi.
4) Memberi Nutrisi dan Gizi yang Cukup. Ibu hamil harus selalu
memperhatikan suplai makanan yang banayk mengandung gizi dan vitamin yang
cukup, sebab nutrisi mempengaruhi tumbuh kembang janin dalam kandungan.
5) Menjaga Kesehatan Janin . menjaga asupan makanan yang dikonsumsi oleh
ibu hamil sangat mempengaruhi kesehatan sang bayi. Oleh karenanya Ibnu
Qayyim menghimbau agar ibu hamil menjaga makanan sehat sebagai asupan
sang buah hati di dalam janin.
6) Menciptakan Lingkungan Sehat dan Nyaman Selama kehamilan, Ibnu
Qayyim menghimbau agar ibu hamil selalu dalam keadaan relaks dan lingkungan
yang sehat dengan suasana yang nyaman. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kondisi janin agar perkembangan fisik dan mentalnya tidak terganggu.
f. Tahapan Pendidikan Anak dalam Keluarga Setelah Lahir
1) Memberi kabar gembira dan ucapan selamat kepada orang yang dikaruniai
anak
Anjuran untuk memberi kabar gembira dan ucapan selamat kepada orang
yang dikaruniai anak ini, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memaparkan beberapa
firman Allah dalam Kitab-Nya, al-Qur’an al-Karim mengenai kisah Nabi
Ibrahim:
نيذ بعجل جااءا أان لابثا فاماا سالم قاالا سالما قاالوا بلبشراى إب رااهيما رسلناا ءات جاا }والاقاد (٦9) حاسا ناكراهم إلايه تاصل لا أايدي اهم راأاى ف الاما لوط ق اوم لا إ أرسلناا إن تااف لا قاالوا خيفاة من هم واأاوجا
63
هاا فاضاحكات قاائماة واامراأاته (70) واي لاتاا يا لات قاا (71) ي اعقوبا إسحااقا وارااء وامن بسحااقا ف اباشرناا عاجوز واأانا أاأالد ذا يخا ب اعلي واها ا إن شا ذا الل راحاة الل أامر من أات اعجابيا قاالوا (72) عاجيب لاشايء ها
يد إنه الب ايت أاهلا عالايكم واب اراكااته يد حا رااهيما الروع واجااءاته البشراى ياادلناا ف الاما ذاهابا عان إب (73) ما90{(74) في ق اوم لوط
“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang
kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan,
"Selamat." Ibrahim menjawab, "Selamatlah." Maka tidak lama kemudian
Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala
dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh
perbuatan mereka dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata,
"Janganlah kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang
diutus kepada kaum Luth.” Dan istrinya berdiri (di sampingnya), lalu dia
tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira
akan (kelahiran) Ishak dan sesudah Ishak (lahir pula) Ya'qub. Istrinya berkata,
"Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak, padahal aku adalah
seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula?
Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." Para malaikat itu
berkata, "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu
adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kalian, hai ahli bait!
Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. Maka tatkala rasa takut
hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang kepadanya, dia pun bersoal
jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth”. (QS. Hud [11]: 69-
74)
Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa kabar gembira adalah pemberitahuan
kepada seseorang yang telah mendengar berita yang membuatnya bahagia.
Dikerenakan kabar gembira itu membuat seseorang merasa senang dan bahagia,
maka seorang Muslim dianjurkan untuk bersegera menggembirakan saudaranya
dengan memberitahukan sesuatu yang membahagiakannya.91
2) Mengadzankan di telinga kanan bayi dan mengiqamahkan di telinga kirinya
Dalam pembahasan ini Ibnu Qayyim al-Jauziyyah memaparkan
bahwasannya terdapat beberapa hadits yang menjelaskan mengenai adzan dan
90 Referensi: https://tafsirweb.com/8223-surat-Hud-ayat-69-74.html 91 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Hanya Untukmu Anakku (Terj. Tuhfatul Maudud bi Ahkamil
Maulud), (Pustaka Imam Syafi’i: Jakarta 2010), h. 72
64
iqamah di telinga bayi yang baru dilahirkan, diantaranya; hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Abdillah al-Hakim, dari Abu Ja’far Muhammad bin
Duhaim, dari Muhammad bin Hazim bin Abu Gharzah, dari Abdullah bin Musa,
dari Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri, dari ‘Ashim bin Ubaidillah bin Abu Rafi’, dari
Abu Rafi’, dia berkata, “Saya melihat Rasulallah beradzan di telinga Husain bin
Ali ketika Fathimah melahirkannya”.
Hadits yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari hadits
Husain bin Ali, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Barang siapa anaknya terlahir,
lalu dia beradzan di telinga kanannya dan beriqamah di telinga kirinya, maka
dijauhkan darinya ummu shibyan”.
Seperti yang kita tahu bahwa adzan dan iqamah itu sudah ada sejak masa
Rasulullah SAW., hanya saja dalam hal ini Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
berpendapat bahwa adzan dan iqamah ini merupakan salah satu penanaman
konsep ketauhidan kepada anak. Dan adzan merupakan pendidikan keimanan
pertama yang diajarkan kepada anak.
3) Mentahnik
Tahnik yaitu menyuapi bayi dengan kurma yang sebelumnya telah dikunyah
terlebih dahulu, kemudian hasil kunyahannya diambil dan dimasukkan ke dalam
mulut bayi, lalu digosok-gosokkan secara lembut ke langit-langit bayi. Anjuran
mentahnik anak ketika sudah lahir ini berlandasakan kepada hadits Rasul yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari (5470) dan Muslim (2144) di dalam kitabnya
(Ibnu Qayyim):
“Dijelaskan dalam kitab shahihain sebagaimana hadits dari Abu Burdah, dari
Abu Musa, dia berkata, ‘ketika anak laki-laki saya lahir, saya membawanya
kepada Rasulullah SAW. Lalu beliau memberinya nama Ibrahim. Lalu beliau
juga mentahniknya dengan kurma”.
Hal yang menjadikan perhatian penting bagi Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam
melakukan tahnik pada anak adalah karena dalam hal ini orang tua telah
memberikan pendidikan jasmani kepada anak, agar anak tumbuh sehat dan kuat.
65
Pentahnikan ini juga bermanfaat bagi pertumbuhan gigi mereka agar menjadi
kuat dan bagus.
4) Mengaqiqahkan
Aqiqah merupakan ajaran yang di sunnahkan dalam Islam, karena dengan
dilaksanakannya aqiqah dapat menjalin silaturahim antara saudara juga kerabat
teman yang lainnya. Pelaksanaan aqiqah juga merupakan salah satu bentuk rasa
syukur orang tua terhadap anugerah yang Allah berikan kepadanya berupa anak.
Dalam melaksankan aqiqah disunnahkan menyembelih dua ekor kambing untuk
anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan dan dilaksanakan
pada hari ketujuh kelahiran anak. Sebagaimana sabda Rasul. Dari Samurah,
Rasulullah SAW., bersabda:
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari
ketujuh kelahirannya. Pada hari itu juga dia diberi nama dan rambutnya dicukur”.
Hadits ini diriwayatkan oleh seluruh penyusun kitab-kitab sunan. Dan Imam
Tirmizi berkomenter, “Ini adalah hadits hasan shohih”. Dari Aisyah Ra,
Rasulullah SAW., bersabda: “Untuk seorang bayi laki-laki disembelih dua ekor
kambing yang sepadan, dan untuk bayi perempuan disembelih seekor kambing”.
Berdasarkan penjelasan hadits di atas, Ibnu Qayyim menegaskan bahwa
pelaksanaan aqiqah itu sangatlah penting, karena dalam pelaksanaanya
mengandung unsur pendidikan keimanan dan sosial. Dengan terlaksananya
pengaqiqahan anak maka orang tua telah menebus anaknya yang tergadai dari
Allah Swt. Selain itu juga, pelaksanaan aqiqah merupakan bentuk rasa syukur
dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain atas kehadiran anak yang Allah
berikan.
5) Mencukur rambut dan bersedekah senilai timbangannya
Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata, “Para ulama sepakat menyunahkan
hukum tentang mencukur rambut bayi ketika akikah”. Ibnu Qayyim dalam
kitabnya berkata “Sepertinya (wallahu’alam) Abu Amr ingin membedakan
akikah dari haji dan bahwasanya akikah tidak menyerupai ibadah haji. Karena
66
dalam ibadah haji sunnahnya adalah menyembelih terlebih dahulu kemudian
baru mencukur. Namun saya tidak mendengar tentang hal ini kecuali dari Atha’.”
6) Memberikan Nama
Dalam pembahasan pemberian nama pada anak, Ibnu Qayyim
memaparkannya menjadi 10 pasal, namun peneliti memaparkannya secara
keseluruhan. Pemberian nama yang baik pada anak sangat dianjurkan, karena
nama itu dapat mempengaruhi psikologis anak dalam perkembangannya. Dan
pemberian nama yang baik kepada anak adalah merupakan salah satu bentuk
kemuliaan dan kebaikan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya yang baru
lahir. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya pada hari kiamat kalian akan dipanggil dengan nama kalian
disertai nama ayah kalian. Maka perbaguslah nama kalian.” (HR. Abu Dawud
dengan sanad hasan).
Kemudian Ibnu Qayyim menjelaskan dengan hadits Rasulullah SAW
Dari Abu Wahab al-Jasya’i RA berkata: Rasulullah bersabda: “Namakanlah
diri kalian dengan nama-nama para Nabi, sesungguhnya, nama yang paling
disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. Dan yang paling benar adalah
Harits dan Hammam. Dan yang paling buruk adalah Harb dan Murrah”.
Dari hadits di atas sudah dapat kita ketahui bahwasannya semua orang tua
pasti menghendaki pemberian nama yang bagus dan baik untuk anaknya.
Sehingga Ibnu Qayyim menggambarkan penamaan anak berdasarkan hadis,
sebagaimana sudah dijelaskan bahwa Rasulullah menyenangi pemberian nama
kepada anak-anak yang baru lahir dengan nama-nama Nabi dan Asma’ Allah dan
melarang meberikan nama buruk kepada anak.
7) Mengkhitan
Menurut Ibnu Qayyim disyariatkannya khitan di dunia adalah untuk
menyempurnakan kebersihan dan kesucian seseorang dari air kencing. Karena
penghuni surga tidak kencing dan tidak buang air besar, sehingga tidak ada
najis yang mengenai kulit kemaluan. Dijelaskan pula bahwa dengan
67
melaksanakan khitan itu tidak menghilangkan atau mengurangi kenikmatan
bersetubuh.92
Dalam hal ini, Ibnu Qayyim menegaskan bahwa khitan merupakan salah satu
tahapan mendidik anak dalam lingkup mengajarkan menjaga kebersihan,
kesucian diri dari najis. Sehingga dengan dilakukannya khitan pada anak
orang tua sudah melaksanakan ketentuan syariat Islam dalam beribadah.
g. Tanggung Jawab Orang Tua terhadap Pendidikan Anak dalam Keluarga
Tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anak perlu direalisasikan
dengan berbagai pembiasaan baik. Oleh karenanya, kita selaku orang tua harus
mengajarkan dan membiasakan hal-hal positif kepada sang buah hati. Dalam hal ini
Ibnu Qayyim menjelaskan mengenai tanggung jawab orang tua terhadap tahapan
yang dilakukan orang tua dalam memberikan pendidikan terbaik pada anak, di
antaranya adalah.
1) Tanggung Jawab Pendidikan Imaniyyah (Keimanan)
Pendidikan keimanan yang dimaksud penulis adalah mendidik anak
dengan dasar-dasar Islam sejak anak mulai mengerti, diawali dengan
pengenalan rukun Islam dan rukun Iman. Dalam pembahasan ini Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah menjelaskan pendidikan keimanan yang pertama diajarkan adalah
dengan mengajarkan anak kalimat tauhid.
2) Tanggung Jawab Pendidikan Fikriyyah (Intelektual)
Akal adalah kekuatan manusia yang paling besar dan merupakan
pemberiaan Allah yang paling besar.93 Dalam hal Pendidikan fikriyah
(intelektual) Ibnu Qayyim mengatakan “Akal adalah raja, sedangkan ruh,
panca indra dan seluruh anggota badan adalah sebagai rakyatnya. Jika akal
rusak maka hancurlah seluruh rakyatnya”. Dari perkataannya ini dapat kita
92 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Menyambut Buah Hati (Terj. Tuhfatul Maudud bi Ahkamil
Maulud), h. 240 93 Muhammad Quthb, Sistem Pendidikan Sistem, h. 127
68
lihat bahwa, Ibnu Qayyim sangat memperhatikan pembinaan dan
pemeliharaan daya intelektual anak.
Dalam hal ini Ibnu Qayyim menjelaskan, bahwasanya orang tua tidak boleh
menggiring atau memaksakan kehendaknya untuk melakukan hal-hal yang
tidak disukai/tidak cocok bagi si anak, walaupu itu diperbolehkan dalam
syariat. Karena, jika anak sudah diarahkan pada suatu keahlian yang tidak ia
minati, maka si anak tidak akan unggul dan kehilangan bakat aslinya.
3) Tanggung Jawab Pendidikan Khuluqiyah (Moral)
Pendidikan khuluqiyah yang dimaksud Ibnu Qayyim adalah dengan
melatih anak agar memiliki akhlak mulia dan selalu melakukan kebiasaan baik,
sehingga akhlak dan kebiasaan baik itu menjadi karakter yang baik yang
melekat pada dirinya. Karena sesungguhnya kebiasaan tingkah laku dan
kepribadian seorang anak adalah bergantung pada pembiasaan pendidiknya di
masa kecil dulu.
Ibnu Qayyim dalam kitabnya Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud
berkata: “termasuk yang diperlukan seorang anak adalah perhatian orang tua
terhadap akhlaknya (tingkah laku sehari-hari. Seorang anak tumbuh sesuai
dengan perilaku yang dibiasakan oleh pengasuhnya, seperti sikap keras,
pemarah, suka membantah, tergesa-gesa, mengikuti keinginan sendiri, gegabah,
kasar dan rakus. Amka, ketika seorang anak telah dewasa, perangainya di masa
kecil akan sulit dihilangkan, hingga kahirnya menjadi tabiat yang lekat dala
dirinya. Maka tidak heran jika banyak dijumpai orang-orang dewasa yang
berperilaku menyimpang. Itu semua akibat cara mendidik di masa kecilnya dulu
yang keliru”
4) Tanggung Jawab Pendidikan Ijtimaiyyah (Sosial)
Pendidikan ijtimaiyyah /social yang dimaksud di sini adalah membangun
kemaslahatan dalam bermasyarakat yang baik, serta memenuhi hak-hak
bermasyarakat dan berinteraksi di lingkup social dengan baik. Menurut Ibnu
69
Qayyim pendidikan social utama yang baik dan patut untuk diterapkan adalah
dengan selalu memperhatikan perasaan orang lain, membahagiakannya, serta
mengajak mereka untuk turut serta membahagiakan saudara dan orang lain
disekelilingnya.
5) Tanggung Jawab Pendidikan Badaniyyah (Fisik)
Tanggung jawab pendidikan badaniyah/ fisik yang harus diterapkan orang
tua/pendidik terhadap anaknya diantaranya adalah memberi gizi baik,
memberikan pengobatan ketika sakit, dan mebiasakannya untuk rajin
berolahraga. Pandangan Ibnu Qayyim terhadap pendidikan fisik anak yaitu
menitikberatkan pertumbuhan dan perkembangan serta kesehatan anak.
6) Tanggung Jawab Pendidikan Jinsiyyah (Seks)
Pendidikan seks merupakan upaya penjagaan seorang muslim dari
penyimpangan sexual, sehingga terhindar dari hal-hal yang diharamkan. Dalam
Pendidikan jinsiyyah/seks orang tua dianjurkan untuk memberi bekal
pengetahuan tentang seks dengan baik kepada anak. Hal ini bertujuan agar
kelak pada masa mendatang ketika anak menginjak usia remaja/dewasa, anak
sudah mampu berperilaku/ berinteraksi dengan baik ketika menemukan
persoalan-persoalan tentang seks.94
h. Metode Pendidikan Anak
Metode-metode yang digunakan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam mendidik anak
diantaranya adalah:
1) Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan yang dimaksud Ibnu Qayyim al-Jauziyyah adalah
termasuk perhatian orang tua terhadap tingkah laku keseharian anak.
94 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Thibbun Nabawy, (Beirut: Maktabah al-Manar al- ‘Iyah, 1982),
h. 194
70
Sebagaimana Ibnu Qayyim berkata dalam kitabnya Tuhfatul Maudud bi
Ahkamil Maulud:
Karena tentu saja perilaku anak adalah sebagaimana pengasuhnya (orang
tua). Seperti dikatakan dalam sebuah peribahasa “Buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya” begitupun perilaku atau tingkah laku yang diekspresikan seorang
anak tidaklah mungkin berbeda jauh dari perilaku yang dibiasakan (pengasuh)
orang tuanya, seperti sikap keras, pemarah, suka membantah, tergesa-gesa,
egois, ceroboh dan rakus. Kelak ketika anak berabjak dewasa, perangai di masa
kecilnya yang kurang baik tersebut akan sulit dihilangkan, sehingga kebiasaan
perangai buruk itu menjadi tabiat yang melekat pada dirinya. Maka tidak heran
jika kita temui perilaku orang dewasa yang menyimpang. Itu disebabkan akibat
kekeliruan pengasuh dalam mendidikanya di masa kecil dulu.95
Dari penjelasaan tersebut, dapat kita ketahui bahwa bentuk metode dalam
mendidik perilaku baik anak dapat dilakukan dengan perilaku, ucapan dan
pembiasaan lainnya yang positif. Karena pembiasaan yang diterapkan pada
anak sejak kecil merupakan cara yang paling mudah diikuti dan akan lebih
melekat. Seperti dikatakan dalam peribahasa “belajar di waktu kecil, bagai
mengukir di atas batu”.
2) Metode Keteladanan
Metode keteladanan ini merupakan metode utama yang dimiliki dan
digunakan Rasulullah SAW, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Qs. al-
Ahzab [33]: 21, sebagai berikut:
لاقاد كاانا لاكم في راس ول الل أسواة حاساناة لمان كاانا ي ارجو اللا واالي اوما الآخرا واذاكارا اللا كاثيرا“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”
3) Metode Nasihat
95 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd “Menyambut Buah
Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok, (Jakarta: Ummul Qura, 2014), h. 282
71
Menurut Ibnu Qayyim, pendidikan yang diberikan kepada anak melalui
metode nasihat akan lebih mempunyai pengaruh yang mendalam pada diri
seorang anak, terlebih lagi jika nasihat itu disampaikan dengan penuh rasa kasih
sayang, penuh perhatian dan dari hatike hati. Karena seseorang terkadang lebih
senang mendengarkan dan memperhatikan nasihat orang-orang yang ia cintai
sehingga ia jadikan tempat mengadukan segala permasalahannya, sehingga
nasihat yang diberikan akan sanagat mudah diterima.
4) Metode Hukuman
Metode hukuman sebetulnya tidak mutlak untuk diikuti, kecuali apabila
telah dilakukan pendidikan dengan metode pembiasaan, keteladanan dan
nasihat tidak mampu dan tidak efektif untuk mendidik anak, sehingga perlu
adanya tindakan tegas guna menyampaikan persoalan dengan benar maka
barulah metode hukuman boleh dilakukan.
Ibnu Qayyim menganjurkan metode hukuman berlandaskan pada hadits
Nabi SAW., mengenai shalat. Ketika seorang anak sudah menginjak usia
sepuluh tahun dan meninggalkan shalat, maka hukuman yang berlaku adalah
dipukul. Namun pukulan yang dilakukan hanya dimaksudkan untuk
memberikan efek jera serta mendidik dan melatih anak untuk terbiasa
melaksanakan shalat dan tidak meninggalkannya lagi.96
5) Metode Learning by doing a good thing / Thoriqotu at-Ta’alum ‘an Thoriqi
Fi’li al-Khairi
Metode learning by doing a good thing adalah sebuah metode yang dimana
mengaktifkan anak agar terus berlatih melakukan perbuatan-perbuatan baik dan
selalu berpikir positif, sehingga akhlak baik menjadi komponen utama yang
melekat pada dirinya.
96 Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd, Menyambut Buah
Hati, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok...., h.
72
Dalam penggunaan metode mendidik, Ibnu Qayyim sepakat untuk tidak
merekomendasikan penggunaan metode perdebatan dalam mendidik anak. Dan
masih banyak lagi metode yang digunakan oleh Ibnu Qayyim seperti metode:
hafalan pemberian contoh/misal hiwar, tanya jawab, hafalan, pemberian misal,
cerita/kisah, dan lain-lain. Penggunaan metode harus diselaraskan dengan
tahapan perkembangan, tingkat kecerdasan, bakat dan pembawaan anak, dan
tujuannya pendidikan dan karakteristik materi.97
C. Komparasi Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah mengenai Pendidikan Anak dalam Keluarga
1. Persamaan Pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
tentang Pendidikan Anak dalam Keluarga
Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim sama-sama menaruh perhatian
terhadap tahapan-tahapan yang dilakukan orang tua dalam mendidik anak. Ibnu
Qayyim membagi tahapan/ perkembangan pendidikan anak sebagai berikut:
pertama dimulai pada tahapan pendidikan anak dari sebelum kehamilan
(prakonsepsi). Kedua, tahapan pendidikan anak dari prakelahiran/ prenatal
(masa perkembangan janin dalam kandungan). Selanjutnya ketiga, peran orang
tua terhadap tanggung jawab pendidikan anak setelah kelahiran.
Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim sudah memulai perhatiannya terhadap
pentahapan pendidikan anak jauh sebelum anak berada dalam kandungan.
Tahapan pendidikan pada anak ini dilakukan oleh kedua orang tuanya, bahkan
sebelum si orang tua ini menikah. Dan perhatiannya terhadap perkembangan
anak selama dalam kandungan, menurut mereka pada tahapan ini sangat
memiliki pengaruh besar pada saat kelahiran anak nanti.
97 Afdhal Ilahi, “Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Qayyim”,
http://www.afdhalilahi.com/2015/05/konsep-pendidikan-menurut-ibnuqayyim.html diakses 02 April
2017
73
Ketika anak sudah lahir perhatian Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim
beralih pada tahapan pendidikan akhlak serta perkembangan bakatnya.
Menurut Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim Pendidikan anak yang diberikan
orang tua secara baik akan mencapai hasil yang optimal apabila memperhatikan
tanggung jawab orang tua dalam melaksanakan tahapan-tahapan pendidikan
anak, yang dimulai semenjak kelahirannya dengan disertai perlakuan positif
yang sesuai dengan tanggung jawab orang tua terhadap pendidikannya.
Selanjutnya pada tahapan mendidik anak Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim
sama- sama menganjurkan dan mengajak kepada para orang tua dan para
pendidik untuk menunaikan tanggung jawab pendidikan anak pada beberapa
aspek. Aspek-aspek tanggung jawab pendidikan yang menjadi perhatian
Nashih Ulwan meliputi: Pendidikan Iman, Pendidikan Moral, Pendidikan Fisik,
Pendidikan Akal, Pendidikan Kejiwaan, Pendidikan Sosial, Pendidikan Seks.
Sedangkan aspek –aspek tanggung jawab pendidikan anak yang menjadi
fokus perhatian Ibnu Qayyim meliputi: Pendidikan Imaniyyah (Keimanan),
Pendidikan Fikriyyah (Intelektual), Pendidikan Khuluqiyah (Moral),
Pendidikan Ijtimaiyyah (Sosial), Pendidikan Badaniyyah (Fisik), Pendidikan
Jinsiyyah (Seks).
Selanjutnya dari segi metode pendidikan yang digunakan Nashih Ulwan
dan Ibnu Qayyim dalam pendidikan anak di lingkup keluarga juga ditemukan
banyak persamaan, diantarnya; mereka sama menerapkan metode pembiasaan,
keteladanan, nasihat, hukuman, dan pengawasan.
2. Perbedaan Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
terhadap pendidikan anak dalam keluarga
Berdasarkan pemaparan tahapan pendidikan anak, tanggung jawab yang
harus dilakukan orang tua dan metode yang digunakan dalam upaya
memaksimalkan pendidikan anak, Nashih Ulwan dan Ibnu Qoyyim keduanya
sepakat bahwa setiap tingkat pendidikan, pemberian materi /tahapan
74
pendidikan, serta penggunaan metode dan tanggung jawab orang tua terhadap
Pendidikan anak haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan
psikis anak. Kemudian setiap orang tua dan pendidik hendaknya memberikan
perhatian dan perlakuan yang berbeda yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan akal, emosi, moral, bahasa dan sosial anak.
Dalah hal ini, pada hakikatnya Nashih Ulwan menggunakan istilah yang
sama dengan Ibnu Qayyim pada semua aspek pendidikan, hanya saja dalam
beberapa aspek tanggung jawab orang tua dalam Pendidikan anak terdapat
perbedaan dalam penggunaan istilah, diantaranya; Nashih Ulwan menggunakan
istilah Pendidikan Akal, sedang Ibnu Qayyim menggunakan istilah Pendidikan
Intelektual. Kendati penggunaan istilah yang digunakan berbeda, namun tidak
dengan isi pemikiran yang dijelaskan kedua istilah tersebut mengandung makna
yang sama yaitu pendidikan akal pikiran/ kecerdasan. Kemudian pada istilah
lain, Nashih Ulwan menggunakan istilah Pendidikan fisik sedang Ibnu Qayyim
menggunakan istilah Pendidikan Badaniyah kedua istilah tersebut mengandung
makna yang sama yaitu pendidikan jasmani.
Disamping itu terdapat aspek pendidikan yang tidak dibahas secara
gamblang oleh Ibnu Qayyim seperti Pendidikan Kejiwaan yang dipaparkan
oleh Nashih Ulwan, namun pada hakikatnya Ibnu Qayyim sudah mencakup
pembahasan Pendidikan kejiwaan itu dalam aspek khuluqiyah, yang
sebenarnya substansi pembahasan dari kedua istilah tersebut sama yaitu ilmu
jiwa.
3. Implikasi Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
terhadap Pendidikan Anak dalam Keluarga.
Implikasi hasil pemikiran Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim tehadap
Pendidikan anak dalam keluarga yang ditemukan penulis bahwasannya
mayoritas para pendidik masih mengacu pada aspek pendidikan barat yang
75
meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dan menomor duakan aspek
ruhani dan keimanan. Namun dalam hal ini justru. Nashih Ulwan dan Ibnu
Qayyim sama- sama mengajak kepada para orang tua dan guru untuk
menfokuskan pendidikan anak pada beberapa aspek pendidikan Islam, yang
meliputi aspek ruhiyah,imaniyah,aqliyah, jismiyah, nafsiyah (athifiyah dan
iradah), khuluqiyah ijtima’iyah, riyadhiyah dan jinsiah. Aspek pendidikan
menurut Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim lebih komprehensif untuk
mengembangkan potensi anak baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
makhluk sosial serta potensi jasmani dan rohani yang mereka miliki secara
berimbang dan maksimal sesuai dengan cita Islam.
Kemudian dalam hal metode pendidikan anak dalam keluarga. Dewasa
inimpendidik masih banyak menggunakan metode ceramah dan tanya jawab
yang terkesan monoton dan membosankan, sehingga tidak memotivasi
semangat belajar anak. Namun, berdasarkan pembahasan tentang metode
pendidikan menurut Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim yang beragam, dapat
,mempermudah orang tua dan pendidik untuk menggunakan metode pendidikan
agama yang lebih variative dan inovatif. Namun penerapan metode tersebut
harus diselaraskan dengan tahapan perkembangan anak agar aktivitas
pendidikan menjadi efisien dan efektif.
Berikut penulis sajikan gambaran table dari hasil pemaparan dan analisis
studi komparasi pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah terkait Pendidikan anak dalam keluarga:
Tabel 4.1
Kerangka Analisis Pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
tentang Pendidikan Anak dalam Keluarga
No
Pembahasan
Pemikiran
Tokoh
Abdullah Nashih
‘Ulwan
Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah
Esensi Komparasi
Pemikiran Kedua Tokoh
76
1. Pendidikan
Anak dalam
Keluarga
Anak itu ibarat
kertas putih yang
bersih dan orang
tualah yang
mendidik mereka
dan membentuk
kepribadian
mereka sesuai
apa yang
diajarkan,
dicontohkan,
dibiasakan
kepada mereka,
karena anak
merupakan
anugerah dan
amanat yang
diberikan oleh
Allah SWT
kepada orang tua
sehingga orang
tua harus
menjaganya
dengan penuh
keikhlasan dan
penuh tanggung
jawab. Menurut
Ulwan
Menurut Ibnu
Qayyim al-
Jauziyyah anak
dilahirkan dalam
keadaan fitrah
yang suci,
sedangkan
faktor
lingkungan
memiliki
peranan yang
dominan dalam
pembentukan
karakter anak,
apakah ia
berperilaku baik
atau buruk. Oleh
karena itu peran
orang tua selaku
pendidik/lingku
ngan pertama
yang dikenal
anak maka
sudah
semestinya
orang tua
memberikan
pendidikan yang
Kedua tokoh tersebut
sangat menekan
pentingnya peran orang
tua sebagai pendidik
pertama di
lingkungannya (lingkup
keluarga). Karena pola
asuh atau didikan yang
diberikan oleh orang tua
terhadap anaknya sangat
mempengaruhi baik
buruk kepribadiannya.
Secara garis besarnya
Nashih Ulwan
menjelaskan bahwa anak
adalah amanah titipin
Allah yang harus dijaga
dengan penuh ikhlas dan
memberikan pendidikan
sesuai tuntunan
Rasulullah SAW.
Sedangkan Ibnu Qayyim
menjelaskannya menjadi
empat unsur yakni;
memelihara dan menjaga
fitrah anak, menuju jalan
Allah, mengembangkan
seluruh potensi menuju
77
pendidikan yang
semestinya
diberikan orang
tua kepada anak
adalah
sebagaimana
yang telah
dicontohkan oleh
Rasulullah saw.
Karena
Rasulullah
adalah guru yang
sesungguhnya.
Teladan sejati
yang memiliki
sifat-sifat luhur,
baik secara
spiritual, moral,
maupun
intelektual.
yang baik,
karena segala
keburukan yang
menimpa anak
adalah
merupakan
bentukan dari
pola pendidikan
yang salah
ataupun
pengaruh
lingkungan
sekitarnya.
kesempurnaan, mendidik
akhlak, mendidik jasmani
dan rohani.
2. Pendidikan
Anak
Sebelum
Lahir
Menurut Ulwan
pendidikan anak
itu bukan
dimulai ketika
anak sudah lahir
ke dunia dalam
wujud manusia,
melainkan
Ibnu Qayyim
menyatakan
bahwa
Pendidikan anak
itu dimulai sejak
menentukan
calon istri.
Olehkarenanya
Dalam hal ini Syekh
Ulwan dan Ibnu Qayyim
menyepakati bahwa
pendidikan anak dimulai
sejak masa prakonsepsi
atau dimulai sejak calon
orang tua menentukan
pasangan (menikah).
78
pendidikan pada
anak sudah
dimulai sejak
anak masih
dalam
kandungan
bahkan sejak
orang tuanya
memilih
pasangan hidup.
Menurutnya
pernikahan
merupakan fitrah
manusia yang
dengannya dapat
melahirkan
keturunan
dengan jalan
yang diridhoi
Allah SWT
anjuran dalam
memilih
pasangan yang
utama adalah
agamanya.
Setelah mantap
menentukan
pasangan,
selanjutnya Ibnu
Qayyim
mengarahkan
untuk
melakukan
pernikahan.
Selanjutnya
pada masa
kehamilan,
pendidikan anak
dalam
kandungan akan
terus berjalan
sampai anak
terlahir ke
dunia.
Dalam fase prakonsepsi
ini Ibnu Qayyim lebih
memperinci pendidikan
anak selama dalam
perjalanan di dalam
Rahim sang Ibu (janin).
Sehingga dalam proses
pendidikannya terhadap
janin dipaparkan dengan
sangat rinci.
3. Tahapan
Mendidik
Memberikan
Ucapan Selamat
Mengumumkan
Kelahiran Anak
Pada umumnya kedua
pemikiran tokoh terkait
pendidikan anak pasca
79
Anak Pasca
Kelahiran
dan Rasa Turut
Gembira
Mungamndangka
n Adzan dan
Iqamah ketika
Anak Lahir
Mengunyahkan
atau
Menyuapkan
Kurma (Tahnik)
ketika Anak
Lahir
Memberikan
Nama yang Baik
Mengaqiqahkan
Anak
Mengkhitan
Anak
dan Memberi
Ucapan Selamat
Adzan dan
Iqamah di
Telingan Bayi
yang Baru
dilahirkan
Anjuran
Mentahnik Bayi
Aqiqah dan
Hukumnya
Mencukur
Rambut Bayi
dan Bersedekah
seberat
Rambutnya
Memberi Nama
Bayi
Khitan dan
Hukumnya
lahir terlihat sama dalam
segi sub point yang
dituliskan. Hanya saja
Ibnu Qayyim
memperinci fase
pertumbuhan anak pasca
lahir diantaranya; ada
fase penyusuan dan
pengasuhan, fase tamyiz,
fase pengajaran dan
pendidikan, fase puber,
fase baligh, fase dewasa
hingga fase tua, bahkan
dilanjutkan sampai
kematian
4. Tanggung
Jawab
Orang Tua
terhadap
Pendidikan
Anak dalam
Keluarga
Pendidikan Iman
Pendidikan
Moral
Pendidikan Fisik
Pendidikan Akal
Pendidikan
Kejiwaan
Pendidikan
Imaniyyah
(Keimanan)
Pendidikan
Fikriyyah
(Intelektual)
Pemikiran kedua tokoh
terkait tanggungjawab
orang tua terhadap
pendidikan anak terdapat
kesamaan dari segi esensi
hanya saja berbeda dalam
segi istilah. Kemudian
pada aspek pendidikan
80
Pendidikan
Sosial
Pendidikan Seks
Pendidikan
Khuluqiyah
(Moral)
Pendidikan
Ijtimaiyyah
(Sosial)
Pendidikan
Badaniyyah
(Fisik)
Pendidikan
Jinisiyyah
(Seks)
kejiwaan yang
dipaparkan oleh Syekh
Ulwan, tidak dijelaskan
secara gamblang oleh
Ibnu Qayyim. Karena
oleh Ibnu Qayyim aspek
pendidikan kejiwaan
sudah dituntaskan dan
dimasukkan ke aspek
khuluqiyyah.
5. Metode
Pendidikan
Anak dalam
Keluarga
Mendidik
dengan
Keteladanan
Mendidik
dengan
Kebiasaan
(Pengulangan)
Mendidik
dengan Nasihat
Mendidik
dengan Perhatian
atau Pengawasan
Mendidik
dengan
Memberikan
Sanksi
Metode
Pembiasaan
Metode
Keteladanan
Metode Nasihat
Metode
Hukuman
Metode
Learning by
doing a good
thing
Sedangkan dalam lima
metode pendidikan yang
dikemukakan oleh kedua
tokoh tersebut terdapat
satu metode berbeda
yang dikemukakan oleh
keduanya. Yakni
tambahan metode
mendidik dengan
perhatian atau
pengawasan yang
ditambah oleh Nashih
Ulwan dan metode
Learning by doing a
good thing oleh Ibnu
Qayyim. Namun
81
keduanya sepakat bahwa
penerapan metode
tersebut harus
diselaraskan dengan
tahapan perkembangan
anak agar aktivitas
pendidikan menjadi
efisien dan efektif
Berdasarkan kerangka analisis di atas, dapat penulis tarik kesimpulan
bahwa pendidikan anak dalam keluarga menurut pemikiran Abdullah
Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah terdapat beberapa kesamaan
yakni diantaranya antara ke dua tokoh tersebut mengatakan bahwa
pendidikan anak itu dimulai sejak anak belum lahir atau sering kita dengar
dengan masa prenatal. Dan mereka mengakui pentingnya pendidikan anak
dimulai sejak sebelum lahir sebagai tujuan agar kelak anak yang terlahir
menjadi pribadi yang baik sesuai dengan harapan orang tua, yakni dengan
mepersiapkan diri sebagai orang tua tersebut agar menjadi ibu/bapak yang
baik untuk anaknya kelak. ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim menyadari pentingnya
memilih pasangan yang baik sebagai bahan pertimbangan yang utama
untuk kepentingan pendidikan anaknya yang terlahir kelak.
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan mengenai “Pendidikan Anak dalam
Keluarga” Studi Komparasi Pemikiran Abdullah Nashih ‘Ulwa dan Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah” maka peneliti menyimpulkan bahwa:
1. Dalam pandangan Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
anak merupakan anugerah dan amanah yang diberikan oleh Allah SWT
kepada semua orang tua. Oleh karenanya orang tua bertanggung jawab untuk
memberikan pendidikan yang baik sehingga dapat menanamkan kepribadian
baik pada anak sedini mungkin.
2. Pendidikan anak dalam keluarga menurut Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah bahwasanya pendidikan anak terbagi menjadi tiga masa,
yang pertama yakni masa memilih pasangan. Pendidikan anak dimulai ketika
orang tua memilih pasangannya (bakal orang tua) dan yang diutamakan adalah
memilih pasangan yang baik agamanya, kedua Pendidikan anak masa prenatal
(sejak anak dalam kandungan), pendiddikan post natal (setelah kelahiran)
3. Orang tua memiliki peran dan tanggung jawab utama dalam perkembangan
dan pendidikan anak, dalam hal ini Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah memaparkan pentingnya peran orang tua terhadap tahapan
Pendidikan anak berupa tanggung jawab Pendidikan keimanan, fisik, moral,
kejiwaan, social, akal dan seks.
4. Metode Pendidikan yang dipaparkan oleh Abdullah Nashih ‘Ulwan dan Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah yakni mereka menerapkan metode pembiasaan,
keteladanan, nsihat, hukuman dan pengawasan sebagai metode yang
digunkaan pendidik dalam mendidik anaknya di lingkup keluarga.
5. Hasil dari analisis kedua tokoh tersebut peneliti menemukan banyak
persamaan diantaranya dalam segi tahapan mendidik anak pasca lahir yang
83
dimulai dengan ucapan selamat dan turut gembira pada seseorang yang telah
melahirkan, mengadzan kan anak, mentahnik, memberi nama,
mengaqiqahkan, dan mengkhitan. Begitu juga pada aspek tanggung jawab,
keduanya memiliki pemikiran yang sama, namun terdapat beberapa aspek
dengan istilah yang berbeda diantarany pada istilah Pendidikan akal yang
digunakan Abdullah Nashih ‘Ulwan, sedangkan Ibnu Qayyim menggunakan
istilah pendidikan intelektual. Dan pada istilah Pendidikan fisik oleh ‘Ulwan
sedang Ibnu Qayyim menggunakan istilah pendidikan Jasmaniyah.
6. Implikasi hasil pemikiran Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim tehadap
pendidikan anak dalam keluarga yang ditemukan penulis bahwasannya Aspek
pendidikan menurut Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim lebih komprehensif
untuk mengembangkan potensi anak baik sebagai makhluk individu maupun
sebagai makhluk sosial serta potensi jasmani dan rohani yang mereka miliki
secara berimbang dan maksimal sesuai dengan cita Islam
B. Saran
Ada beberapa saran yang penulis dapatkan dari hasil kesimpulan penelitian studi
komparasi pemikiran Abdullah Nashih Ulwan dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah terkait
Pendidikan anak dalam keluarga, diantaranya adalah:
1. Untuk Orangtua dan Calon Pendidik
a. Agar memperhatikan Pendidikan anak dari sedini mungkin, bahkan
sebagaimana yang telah dipaparkan oleh penulis berdasarkan pemikiran ke
dua tokoh tersebut mengenai Pendidikan anak sejak masa prenatal dan
memaksimalkan peran orang tua dalam tahapan perkembangan pendidikan
anak sesuai usianya.
b. Orangtua yang merupakan peran utama dalam dunia pendidikan anak
sudah semestinya untuk selalu melibatkan diri dalam mendampingi setiap
perkembangan anak dengan selalu memberikan varian metode dalam
mendidik.
84
c. Sebaik mungkin melakukan kebiasaan positif dalam kegiatan sehari-hari,
karena anak sangat mudah meniru tingkah laku orang terdekat di
sekitarnya.
2. Untuk Pembaca dan Penulis
Dalam penulisan penelitian ini tentu saja masih banyak kekurangan yang
penulis buat. Oleh karenanya, penulis menyarankan kepada pembaca dan
penulis selanjutnya untuk melanjutkan penelitian ini secara lebih mendalam
lagi.
85
DAFTAR PUSTAKA
A Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009)
Abdul Hafizh Suwaid, Muhammad Nur, Prophetic Parenting “Cara Nabi Mendidik
Anak”, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2010)
__________, “Mendidik Anak Bersama Rasulullah”, (Bandung: Mizan Al-Bayan,
1997)
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2006), h. 71
Abdul Mustaqim, Menjadi Orangtua Bijak, (Bandung: Al-Bayan, 2005)
Afdhal Ilahi, “Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Qayyim”,
http://www.afdhalilahi.com/2015/05/konsep-pendidikan-menurut-
ibnuqayyim.html diakses 02 April 2017
Agus Sujanto,dll, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: Bumu Aksara,2006), cet. 11
Al-Abrasyi, M. Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Terj. Bustami A. Gani
dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan Bintang, 1970)
Al-Hasyimi, Muhammad Ali, The Ideal Muslimah the True Islamic Personality of The
Muslim Woman as Defined in The Qur’an and Sunnah “Muslimah Ideal
Pribadi Islami dalam al-Qur’an dan asSunnah” (Yogyakarta: Mitra Pustaka,
2000), h. 262
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Tuhfah Al Maudūd Bi Ahkām Al Maulūd “Menyambut
Buah Hati”, Terj. Ahmad Zainudin dan Zainal Mubarok, (Jakarta: Ummul
Qura, 2014)
__________, Hanya Untukmu Anakku (Terj. Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud),
(Pustaka Imam Syafi’i: Jakarta 2010)
__________, Thibbun Nabawy, (Beirut: Maktabah al-Manar al- ‘Iyah, 1982)
Amini, Ibrahim, Agar tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006)
Amri, Asep Saepul, Konsep Pendidikan Anak Dalam Islam Perspektif Ibnu Qayyim
Al-Jauziyyah, (Semerang: UIN Walisongo, 2017)
86
Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2009)
Bayrakli, Bayrakaytra, Prinsip&Metode Pendidikan Islam, (Jakarta: Inisiasi Press,
2004)
Dahlan, Abd. Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta. Pt. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1997), vol. 1
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004)
Daulay, Haidar Putra, Pemberdayaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2016)
Gunawan, Imam, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013)
Guntur, Ahmad, Pendidikan Anka dalam Keluarga (Studi Komparasi Abdullah Nashih
Ulwan dan Jamal Abdurrahman), (Lampung: UIN Raden Intan, 2018)
Hartinah, Sri, Metode Penelitian Perpustakaan, (Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka, 2014)
Hasan ‘Ali ‘Athiyah dan Muhammad Syawqi Amin, al-Mu’jam al-Wasit, (Mesir: Dar
al-Ma’arif, 1972), vol. 2
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2013)
https://jateng-tribunnews-
com.cdn.ampproject.org/v/s/jateng.tribunnews.com/amp/2015, diakses pada
Rabu, 6 Juni 2019
https://kitakini.news.cdn.ampproject.org/v/s/kitakini.news/23733/6-kasus-
pembunuhan-dilakukan-anak-durhaka-terhadap-orang-tua-sendiri-paling-
sadis-di-2019/, diakses pada Kamis, 14 juni 2019
https://tafsirweb.com/338-surat-al-baqarah-ayat-44.html, diakses Senin, 16 September
201
https://tafsirweb.com/5374-surat-thaha-ayat-132.html, diakses Senin 16 September
2019
https://tafsirweb.com/8223-surat-Hud-ayat-69-74.html
87
Ihsan, Fuad, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
Indrakusuma, Amier Daien, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional,
1973) h. 109
Iqbal, Abu Muhammad, Pemikiran Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015)
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam dari Zaman ke Zaman, (Depok: PT.
RajaGrafindo Persada, 2017)
Jurnal, Analisis Komparatif Tentang Konsep Pendidikan Anak Menurut Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah Dan Al-Ghazali: Implikasinya Terhadap Pendidikan Agama
Islam Kontemporer
Juwariyah, Dasar-dasar Pendidikan Anak dalam al-Qur’an, (Yogyakarta: Teras,
2010)
Kementrian Agama RI. Al Qur’an Ar Rasyid. (Jakarta : Al Hadi Media Kreasi, 2015).
Cet 1.
Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru,
2003)
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2015)
Muhajir, As’aril, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz media,
2011)
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010
__________, Imu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,2010), cet. 1
Quthb, Muhammad, Sistem Pendidikan Islam, Terj. Salman Harun (Bandung: Ma’arif,
1993)
Sastra, Ahmad, Filosofi Pendidikan islam, (Bogor: Darul Muttaqien Press, 2014)
Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah
3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya
88
Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163),
dengan sanad hasan
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008)
Sukandarrumudi dan Haryanto, Dasar-dasar Penulisan Proposal Penelitian,
(Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 2014),
Sukandarrumudi, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2012)
Sutrisno dan Suyanto, Pendidikan Islam di Era Peradaban Modern, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2015)
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2001)
__________, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003).
__________, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2000)
Tatang S, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012),cet. Ke-1
Taubah, Mufatihatut, Jurnal Pendidikan Agama Islam Volume 03, Nomor 01, (UIN
Sunan Ampel, Mei 2015)
Ulwan, Abdullah Nashih, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Saifullah
Kamalie, Hery Noer Ali, Asy Syifa’, jilid 2, (Semarang, 1981)
__________, Pendidikan Anak dalam Islam, (Terj. Tarbiyatul Aulad Arif Rahman
Hakim (Solo: Insan Kamil 2012)
Widi, Restu Kartiko, Asas Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2010)
Yakub, Syukur, Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2013)
Yasin, A. Fattah, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN
Malang Press, 2008)
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99