17
A. Genealogi Pluralisme Keagamaan Pluralisme keagamaan (al-ta’addudiyah al-diniyah) dibentuk dari dua kata; pluralisme dan keagamaan. Istilah pluralisme berasal dari kata plural yang berarti jamak atau berbilang. Dalam kamus, kata plural diartikan dengan bentuk kata yang digunakan untuk menunjukkan lebih dari satu. Dalam tradisi filsafat, pluralisme berarti pandangan yang melihat dunia terdiri dari banyak makhluk. Pluralisme seringkali dibandingkan maknanya dengan monisme yang berarti kesatuan dalam banyak hal. Pluralisme juga dapat dibedakan dengan dualisme yang melihat dunia sebagai entitas yang memiliki dua hal yang berbeda. Monisme (monism) berasal dari bahasa Yunani monos yang berarti tunggal atau sendiri. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh filosof Jerman, Christian Wolff (1679- 1754), untuk menunjukkan paham yang menyatakan bahwa dasar pokok seluruh eksistensi adalah satu sumber. Monisme terbagi menjadi dua; pertama, monisme fisik (physical monism) yang terwujud dalam filsafat materialisme yang menyatakan bahwa seluruh alam adalah benda. Kedua, monisme mental (mental monism) sebagaimana diyakini penganut idealisme yang menyatakan bahwa alam dan seluruhnya adalah gagasan atau ide. Sementara dualisme (dualism) berasal dari bahasa Latin dualis yang berarti dua. Istilah ini telah diperkenalkan sejak 1700 oleh Thomas Hyde dan digunakan Christian Wolff untuk menunjukkan oposisi metafisik pikiran dan materi. Dualisme merupakan aliran yang memandang sesuatu serba

1. Pluralisme Keagamaan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bjb

Citation preview

Page 1: 1. Pluralisme Keagamaan

A. Genealogi Pluralisme Keagamaan

Pluralisme keagamaan (al-ta’addudiyah al-diniyah) dibentuk dari dua kata;

pluralisme dan keagamaan. Istilah pluralisme berasal dari kata plural yang berarti

jamak atau berbilang. Dalam kamus, kata plural diartikan dengan bentuk kata yang

digunakan untuk menunjukkan lebih dari satu. Dalam tradisi filsafat, pluralisme

berarti pandangan yang melihat dunia terdiri dari banyak makhluk. Pluralisme

seringkali dibandingkan maknanya dengan monisme yang berarti kesatuan dalam

banyak hal. Pluralisme juga dapat dibedakan dengan dualisme yang melihat dunia

sebagai entitas yang memiliki dua hal yang berbeda.

Monisme (monism) berasal dari bahasa Yunani monos yang berarti tunggal atau

sendiri. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh filosof Jerman, Christian Wolff

(1679-1754), untuk menunjukkan paham yang menyatakan bahwa dasar pokok

seluruh eksistensi adalah satu sumber. Monisme terbagi menjadi dua; pertama,

monisme fisik (physical monism) yang terwujud dalam filsafat materialisme yang

menyatakan bahwa seluruh alam adalah benda. Kedua, monisme mental (mental

monism) sebagaimana diyakini penganut idealisme yang menyatakan bahwa alam dan

seluruhnya adalah gagasan atau ide.

Sementara dualisme (dualism) berasal dari bahasa Latin dualis yang berarti dua.

Istilah ini telah diperkenalkan sejak 1700 oleh Thomas Hyde dan digunakan Christian

Wolff untuk menunjukkan oposisi metafisik pikiran dan materi. Dualisme merupakan

aliran yang memandang sesuatu serba dua. Tegasnya, dualisme merupakan pandangan

filosofis yang menegaskan eksistensi dari dua bidang yang terpisah, tidak dapat

direduksi, dan bersifat unik. Sebagai contoh sifat adikodrati-kodrati, Allah-alam

semesta, roh-materi, jiwa-badan, dunia yang kelihatan-dunia yang tidak kelihatan,

dunia inderawi-dunia intelektual, realitas aktual-realitas kemungkinan, dunia

noumenal-dunia fenomenal, dan kekuatan kebaikan-kekuatan kejahatan. Menurut

penganut dualisme, semua fenomena dapat dijelaskan dalam konteks pertentangan

dua realitas yang berbeda.

Pluralisme juga digunakan dalam pengertian sosio-politik sebagai sistem yang

mengakui koeksistensi keragaman kelompok baik yang bercorak ras, suku, aliran,

kebudayaan, maupun partai dengan tetap menjunjung tinggi perbedaan yang sangat

unik di antara kelompok tersebut. Henry S. Kariel menyebutkan enam proposisi

umum yang terintegrasi dalam teori politik pluralisme;

(1) individu terwakili dalam beberapa unit kecil pemerintahan,

Page 2: 1. Pluralisme Keagamaan

(2) penyelenggaraan pemerintahan yang tidak representatif menimbulkan kekacauan,

(3) masyarakat terdiri dari berbagai asosiasi keagamaan, kebudayaan, pendidikan,

profesi, dan ekonomi yang berdiri sendiri,

(4) asosiasi-asosiasi ini bersifat sukarela dimana tidak ada keharusan bahwa semua

orang harus berafiliasi pada satu asosiasi saja,

(5) kebijakan umum yang diterima dan mengikat adalah hasil interaksi bebas antar

asosiasi,

(6) pemerintahan publik wajib mengakui dan bertindak hanya berdasarkan

kesepakatan kelompok (common denominator).

Keenam proposisi tersebut menggambarkan gagasan pluralisme politik di abad

modern yang dapat dijadikan model atau kerangka reformasi. Pertama, harus ada

perwakilan yang sah dari berbagai kecenderungan dalam masyarakat yang dapat

menyuarakan aspirasi anggotanya. Perwakilan ini dalam sistem pemerintahan

demokrasi diwujudkan dalam bentuk parlemen yang berfungsi sebagai kekuatan

kontrol bagi pemerintah. Kedua, representasi masyarakat dalam perwakilan harus

diperhatikan untuk menghindari kesalahpahaman antarkelompok. Ketiga, harus ada

kesadaran bahwa kelompok-kelompok di masyarakat memiliki kepentingan yang

berbeda. Keempat, kelompok-kelompok tersebut muncul secara sukarela dan tanpa

paksaan dari pihak lain. Kelima, kebijakan yang muncul harus merupakan hasil dari

pembicaraan antarkelompok. Tidak boleh ada kebijakan yang muncul tiba-tiba tanpa

melibatkan kelompok atau keterwakilan warga masyarakat. Keenam, pluralisme

bermakna mencari persamaan sebanyak mungkin dan meminimalkan perbedaan di

antara kelompok.

Makna sosial politik pluralisme tersebut menunjukkan bahwa pluralisme tidak saja

mengisyaratkan adanya kesediaan untuk mengakui hak kelompok lain, tetapi juga

harus bersedia berlaku adil kepada kelompok lain atas dasar perdamaian dan saling

menghormati. Sikap ini perlu ditonjolkan, sebab sebuah negara bangsa, bahkan entitas

geografis yang paling harmonis sekalipun tetap menampilkan keragaman ras, suku,

dan agama. Demikian juga dengan gagasan-gagasan ideologis dan politis pasti

mencerminkan perbedaan alamiah dalam pemikiran dan penilaian. Apalagi setelah era

global dengan segala akibat yang ditimbulkan, maka keragaman telah menjadi

kenyataan yang harus diterima baik secara intelektual maupun moral. Maka dalam hal

ini penting dikedepankan pemahaman tentang pluralisme yang menekankan bahwa

kelompok-kelompok minoritas dapat berperan serta secara penuh dan setara dengan

Page 3: 1. Pluralisme Keagamaan

kelompok mayoritas dalam masyarakat dengan tetap mempertahankan identitas dan

kekhasan mereka.

B. Tipologi Pluralisme Keagamaan

Menurut Kosuke Koyama, sejauh ini perbincangan mengenai pluralisme kegamaan

berkaitan dengan dua pendekatan terhadap watak dan hakikat kebenaran; pertama,

kelompok yang mengatakan bahwa sejak semula hakikat kebenaran tidak hanya satu,

melainkan banyak. Pandangan ini dapat disebut sebagai pluralisme ekstrim (hard

pluralism). Kedua, kelompok yang berpandangan bahwa hanya ada satu hakikat

kebenaran yang muncul dalam banyak bentuk. Pandangan ini dapat disebut pluralisme

moderat (soft pluralism).

Tipologi yang dibuat Koyama tersebut semakin mempertegas pandangan yang

menginginkan agar pluralisme juga mengakui; (1) beberapa common ground di mana

semua kemanusiaan berdiri, yang tanpanya maka berbagai model keberagaman seperti

pluralisme, inklusivisme, dan eksklusivisme, tidak akan pernah bermakna, (2)

kebenaran yang sama dapat muncul dalam tradisi agama-agama yang berbeda melalui

simbol-simbol dan bentuk-bentuk pemikiran, (3) apa pun yang dikatakan orang

mengenai pluralisme, inklusivisme, dan eksklusivisme, yang pasti kehidupan

keagamaan adalah suatu komitmen. Orang Islami adalah islami karena meyakini

Islam sebagai agama yang benar, demikian juga dengan orang Kristen, Hindu, Budha,

dan seterusnya.

Sementara Kuntowijoyo menggunakan istilah yang berbeda ketika membuat tipologi

pluralisme. Ia menggunakan istilah pluralisme negatif dan pluralisme positif. Istilh

pluralisme negatif digunakan untuk menunjukkan sikap keberagaman seseorang yang

sangat ekstrim ketika misalnya mengatakan bahwa beragama itu ibarat memakai baju

sehingga ia dapat menggantinya kapan saja dikehendaki. Sementara pluralisme positif

merupakan sikap keberagaman yang sangat mengedepankan penghormatan dan

penghargaan terhadap pendapat, pilihan hidup, dan keyakinan keagamaan.

Berkaitan dengan ide pluralisme, Nurcholish Madjid (Cak Nur) menekankan bahwa

perbedaan dan keanekaragaman atau pluralitas dalam pola hidup manusia merupakan

kehendak Allah dan fakta alamiah (sunnatullah). Dalam hal ini Cak Nur

mengungkapkan bahwa pluralisme adalah suatu sistem nilai yang mengharuskan

manusia menghormati semua bentuk keanekaragaman dan perbedaan, dengan

Page 4: 1. Pluralisme Keagamaan

menerima hal tersebut sebagai suatu realitas yang sebenarnya dan dengan melakukan

semua kebaikan sesuai dengan watak pribadi masing-masing.

Ilmuwan yang juga disebut Bapak Perbandingan Agama di Indonesia, A. Mukti Ali,

juga mengajukan tipologi pluralisme keagamaan. Menurut Mukti Ali, pluralitas

merupakan realitas yang sangat jelas kelihatan. Dalam hal ini, Mukti Ali berpendapat

karena di Indonesia terdapat banyak agama dan setiap agama mengajarkan jalan hidup

yang berbeda-beda maka dibutuhkan jalan untuk mencapai kerukunan dalam

kehidupan keagamaan.

Mukti Ali menunjukkan beberapa pilihan yang diajukan para ahli untuk

menumbuhkan nilai-nilai pluralisme. Pola pertama disebut sinkretisme, yaitu

pendapat yang menyatakan bahwa semua agama sama. Pola kedua disebut

reconception, berarti meneyelami dan meninjau kembali agama sendiri dalam

konfrontasi dengan agama-agama lain. Pola ketiga disebut sintesis, yang berarti

menciptakan suatu agama baru yang elemen-elemennya diambilkan dari berbagai

agama. Pola keempat disebut pergantian, yang berarti mengakui bahwa agamanya

sendiri itulah yang benar, sedangkan agama orang lain adalah salah. Pola kelima

disebut agree in disagreement (setuju dalam perbedaan), pola ini mengajarkan bahwa

agama yang ia peluk itulah agama yang paling baik, dan mempersilahkan orang lain

untuk mempercayai bahwa agama yang dipeluknya adalah agama yang paling baik.

C. Pluralisme dalam Agama-agama

1. Agama Yahudi

Menurut Harold Coward, agama yahudi (Judaism) pantas dijadikan rujukan awal

pembahasan pluralisme keagamaan. Pandangan Coward ini didasarkan pada dua

argumentasi; pertama, agama Yahudi adalah agama pertama yang mencapai bentuk

dan keyakinan yang mengajarkan monoteism. Agama monoteisme lain, Islam dan

Kristen, telah menjadikan Yahudi sebagai konteks kemunculan dan ajarannya. Jadi,

agak sama dengan hubungan agama Hindu dan Budha di dunia Timur. Keterkaitan

agama Yahudi, Kristen, dan Islam, yang mengajarkan monoteisme telah menjadikan

para filosof dan teolog Yahudi melakukan penyelidikan terhadap ajaran mereka

berkaitan dengan ajaran agama lain.

Kedua, pluralisme keagamaan dalam agama Yahudi banyak berkaitan dengan

pengalaman hidup para pengikutnya. Mereka memiliki pengalaman hidup yang

Page 5: 1. Pluralisme Keagamaan

dinamakan diaspora, yakni hidup dalam komunitas keagamaan yang terpencar dan

hidup sebagai kelompok minoritas di tengah komunitas agama lain.

2. Agama Kristen

Doktrin agama Kristen juga menunjukkan adanya kesadaran bahwa pluralisme

keagamaan dapat menjadi tantangan bagi komunitas Kristiani dalam membangun

hubungan dengan agama-agama lain. Masalah utama yang dihadapi agama Kristen

adalah adanya keharusan untuk meyakini ajaran Kristiani yang memiliki keunikan

seperti doktrin tentang inkarnasi Allah dalam diri Kristus. Di samping itu, doktrin

dalam agama Kristen juga banyak mengemukakan ajaran yang sangat eksklusif

sehingga dapat menutup pintu dialog dengan komunitas agama lain. Misalnya,

dikemukakan bahwa Yesus Kristus adalah jalan satu-satunya yang sah bagi

keselamatan. Pandangan yang eksklusif ini mendominasi kalangan Kristen selama

berabad-abad. Di samping pandangan yang bercorak eksklusif, terdapat juga beberapa

pemikiran dari pemikir Kristiani yang dapat dikategorikan inklusif. Pandangan

inklusif ini mengakui kehadiran dan aktivitas penyelamatan yang dilakukan Tuhan

melalui semua tradisi agama.

3. Agama Islam

Interaksi umat Islam dengan penganut agama lain telah terjadi sejak masa awal

sejarah kemunculan Islam. Rasul Muhammad saw dan para sahabat juga telah hidup

berdampingan dengan berbagai komunitas agama lain. Bahkan ketika Muhammad

saw. mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pemimpin politik di Madinah, kota ini

juga dihuni oleh berbagai komunitas agama seperti Yahudi, Islam, dan bangsa Arab

yang belum masuk Islam. Tidak hanya itu, setiap komunitas ini juga terbagi dalam

banyak suku. Misalnya, komunitas Yahudi dikatakan memiliki lebih dari 20 suku, di

antara yang terkenal adalah Bani Quraidah, Nadir, dan Qainuqah.

Sementara bangsa Arab yang mendiami Madinah juga terbagi dalam banyak

suku, di antara yang terutama adalah Aus dan Khazraj. Untk menyatukan suku-suku

Arab inilah Nabi Muhammad saw. berusaha mempersaudarakan mereka dengan

menggunakan sebutan Ansar dan Muhajirin, tanpa melihat asal suku masing-masing.

Penamaan Ansar dan Muhajirin ini jelas merupaka usaha Nabi Muhammad untuk

mempererat peraudaraan (ukhuwwah) di antara suku-suku Arab. Istilah ukhuwwah

Page 6: 1. Pluralisme Keagamaan

jelas memiliki makna yang lebih mendalam dibanding istilah lain. Persaudaraan di

sini didasarkan atas nama agama (aqidah), bukan karena kesamaan keturunan.

Sebagai pemimpin politik, Nabi Muhammad jelas dihadapkan pada situasi

masyarakat yang sangat plural. Karena itulah Nabi dan komunitas agama non-Islam di

Madinah kemudian membuat suatu perjanjian yang dikenal dengan nama Piagam

Madinah (mithaq al-madinah). Secara ringkas Piagam Madinah ini berisikan

komitmen untuk menghargai kebebasan beragama, tanggung jawab bersama, saling

membantu dan menolong, kewajiban untuk mempertahankan Madinah jika ada

serangan dari luar, dan pengakuan bahwa Muhammad merupakan pemimpin

penduduk Madinah. Kepada Muhammad, semua perkara dan perselisihan akan

diselesaikan. Karena itulah posisi Muhammad dalam Perjanjian Madinah ini disebut

dengan hakim bagi komunitas Madinah.

D. Memahami Pluralisme: Tinjauan Sosiologi Pengetahuan

Istilah sosiologi pengetahuan (sociology of knowledge) pertama kali diperkenalkan

oleh seorang filosof Jerman bernama Max Scheler dengan nama Wissenssoziologie.

Sosiologi pengetahuan lahir dalam suatu situasi khusus berkaitan dengan

perkembangan intelektual di Jerman dan dalam konteks filosofis. Dalam

perkembangannya, sosiologi pengetahuan merambah ke belahan dunia Eropa dan

Amerika hingga menjadi disiplin baru dalam sosiologi. Prinsip dasar sosiologi

pengetahuan menyatakan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial dan sosiologi

pengetahuan harus menganalisis proses terjadinya hal itu.

Sosiologi pengetahuan merupakan disiplin dari sosiologi yang menekuni

hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial di mana pemikiran itu

muncul. Meski konteks sosial menjadi pusat perhatian, faktor lain seperti sejarah,

psikologi, dan biologi, tetap dianggap menentukan pemikiran manusia. Maka dalam

banyak hal, sosiologi pengetahuan harus mampu menunjukkan keterkaitan pemikiran

dengan faktor-faktor yang dianggap menentukan tersebut.

Karl Marx (1818-1883), seorang filosof Jerman, lebih menegaskan lagi posisi

sosiologi pengetahuan melalui beberapa konsep penting dalam pemikirannya. Di

antaranya konsep tentang ideologi dan kesadaran palsu. Ideologi menurut Marx

adalah ide-ide yang merupakan senjata bagi berbagai kepentingan sosial. Sementara

kesadaran palsu adalah alam pikiran yang teralienasi dari keberadaan sosial seorang

Page 7: 1. Pluralisme Keagamaan

pemikir. Tesis utama Marx adalah bahwa pemikiran manusia didasarkan atas kegiatan

(kerja dalam pengertian seluas-luasnya) dan hubungan sosial yang ditimbulkan. Maka

dalam konteks ini konsep substruktur dan superstruktur dapat dipahami sebagai

kegiatan manusia dan dunia yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut.

Pemikir lain yang juga layak disebut pengembang sosiologi pengetahuan

adalah Karl Mannheim (1893-1947). Ia adalah filsuf Jerman yang pernah menjadi

guru besar di Universitas Frankfurt dan Universitas London. Menurut Mannheim,

sosiologi pengetahuan adalah salah satu dari cabang termuda sosiologi. Secara

teoretis, sosiologi pengetahuan berusaha menganalisis kaitan antara pengetahuan dan

eksistensi. Sebagai perangkat metodologis dalam penelitian sosiologis-historis,

sosiologi pengetahuan berusaha menelusuri bentuk-bentuk yang diambil oleh kaitan

tersebut dalam perkembangan intelektual manusia. Pandangan Mannheim ini

menegaskan bahwa pemikiran seseorang itu tidak dapat dilepaskan dari eksistensi

kehidupannya. Lebih tegas lagi dikatakan bahwa antara pengetahuan dan eksistensi

sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat.

Perkembangan selanjutnya, sosiologi pengetahuan merambah ke Amerika

melalui karya Talcott Parsons (1902-1979). Sosiologi pengetahuan yang

dikembangkan Parsons lebih banyak merupakan kritik terhadap Mannheim. Tetapi,

Parsons tidak pernah melakukan usaha untuk mengintegrasikan sosiologi pengetahuan

dalam teori yang dikembangkannya. Dalam teori Parsons, masalah peranan ide

memang dianalisis panjang lebar, tetapi ini dilakukan dalam kerangka referensi

sosiologi pengetahuan yang berbeda dengan Scheler dan Mannheim.

Sosiolog lain yang juga berjasa mengembangkan sosiologi pengetahuan adalah

Robert K. Merton. Mertom merupakan mahasiswa Parsons ketika belajar di Harvard.

Sumbangan terbesar Merton adalah bahwa ia telah menyusun sebuah paradigma

sosiologi pengetahuan dengan merumuskan kembali tema-tema utama dalam bentuk

yang koheren. Konsep Merton bertumpu pada fungsi-fungsi yang nyata (manifest)

dan yang tersembunyi (latent). Dalam menguraikan pendapatnya, Merton banyak

dipengaruhi Mannheim yang disebutnya sebagai ahli sosiologi pengetahuan par

excellence.

Menurut pengertian sederhana, fungsi manifes adalah fungsi yang diharapkan,

sebaliknya fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan. Sebagai contoh, fungsi

nyata perbudakan adalah meningkatkan produktifitas ekonomi, sementara fungsi

Page 8: 1. Pluralisme Keagamaan

tersembunyinya adalah menyediakan sebanyak mungkin anggota kelas rendah untuk

membantu meningkatkan status bagi kulit putih baik yang kaya maupun yang miskin.

E. Pluralisme Budaya

Pluralisme budaya merupakan sebuah konsep yang menerangkan ideal

kesetaraan kekuasaan dalam satu masyarakat multikultur dimana kekuasaan terbagi

secara merata diantara kelompok-kelompok etnik yang bervariasi sehingga mampu

mendorong pengaruh timbal balik diantara meraka, dan masyarakat multikultur dapat

menikmati hak-hak meraka yang sama dan seimbang, yang dapat memiliki dan

melindungi diri mereka sendiri karena mereka menjalankan kebudayaan.

Kebudayaan berubah dengan cara difusi, yaitu penyebaran unsur kebudayaan

dalam masyarakat ke masyarakat lain antar individu, antar keluarga atau antar

golongan. Difusi ini dapat menyebar dengan dua cara:

a. Penetration Pacifiqua

b. Penetration Hard

“Penetration Pacifiqua” yaitu masuknya unsur kebudayaan dari masyarakat ke

masyarakat lain tanpa adanya paksaan. Contoh: listrik masuk dalam desa.

“Penetration Hard”, yaitu masuknya unsur kebudayaan dari masyarakat satu ke

masyarakat lain yang di sertai kekerasan, missal model pakaian yang tidak sesuai

dengan adat setempat.

Timbulnya Kebudayaan

Kebudayaan Bisa Timbul dengan Cara:

Discovery : yaitu penemuan suatu yang baru yang terjadi dengan tidak

sengaja, dengan cara kebetulan dan tidak direncanakan. Contoh: penemuan

obat-obatan.

Invention : yaitu kebudayaan yang tercipta dengan adanya suatu rancangan,

dengan melalui proses. Contoh: model pakaian, computer dan lain-lain.

Page 9: 1. Pluralisme Keagamaan

Teori Pluralisme Budaya

Teori pluralism (budaya) diperkenalkan oleh Nathan Glazer dan Daniel.

Proses penanganan pola-pola Etnisitas dan keragaman budaya mempunyai

metode yang berbeda satu sama lainnya. Jika proses penanganan tersebut tidak

dilakukan secara baik maka kita mempunyai kadar pengetahuan yang kurang

tentang etnis antara budaya. Hal ini dapat mempengaruhi sikap kita terhadap

karakteristik budaya etnik dan ras yang pada gilirannya memberi peluang bagi

terjadinya diskriminasi antar budaya.

Jika kita berhadapan dengan identitas etnik bawaan, sebenarnya kita sedang

menghadapi sebuah budaya yang permanen, setiap masyarakat multicultural

selalu ada keragaman budaya, artina dalam setiap masyarakat budaya budaya

terbentuk dari adanya mozaik budaya.

Dalam masyarakat multicultural harus ada sikap pluralism dan jalan utama

menuju pluralism adalah asimilasi antar etnik.

Dalam pluralism, kita akan berhadapan dengan etnogenesis/ rangkaian proses

penciptaan perbedaan antar etnis. Berdasarkan perbedaan itu, disitu pihak kita

mengadaptasikan satu budaya kedalam kebudayaan lain, namun pihak lain kita

melakuka diskriminasi antar etnik.

Kelompok etnik merupakan salah satu unsur penentu identitas masa lalu dari

sebuah kelompok, namun ketika kelompok terseut berbeda dalam satu

masyarakat multicultural, maka kelompok itu akan bicara dan berbuat tentang

masa depan. Caranya? Semua kelompok etnik secara bersama-sama

membangun dan menyesuaikan diri (adaptasi) melalui penciptaan cara-cara

baru berinteraksi.

Hambatan yang dialami oleh masyarakat dalam memahami pluralism:

Hanya sedikit proporsi orang yang ingin hidup dalam suatu enklaf yang

eksklusif demi mempertahankan ownkind.

Toleransi kita sangat terbatas terhadap keragaman.

Orang-orang dari beragam ras dan etnik tidak memiliki status social yang

seimbang.

Dampak Positif Dan Negativ Pluralitas Budaya

Page 10: 1. Pluralisme Keagamaan

1. Dampak Negatif

Dampak negative dari pluralitas budaya di Indonesia , antara lain adanya

sistem nilai dan orientasi relegi yang berbeda dapat memberikan konflik social

antaretnis. Konflik social ini bukanlah bias berkembang menjadi konflik berdarah

dalam skala yang luas dan dpat memakan  korban jiwa ataupun memakan korban

harta benda. Misalnya, konflik di Kalimantan barat, Kalimantan tengah, Ambon,

Maluku, atau Poso.

Selain itu juga karena sentimen kesukubangsaan seperti konflik yang

ditujukan kepada orang Cina, sepertipada peristiwa kerusuhan 1998.Konflik terjadi

karena perebutan sumber ekonomi yang sengaja diciptakan dngan melibatkan

sentiment kesukubangsaan.Kehormatan yang dianggap sudah dirusak dapat membuat

seseorang melakukan apasaja untuk membalas rasa sakit hatinya.

2. Dampak Positif

Bahasa lokal dapat memberikan tambahan istilah bagi bangsa Indonesia,

kearifan budaya local dapat memperkaya strategi pembangunan sesuai lokasinya, atau

teknologi tradisiaonal dapat menjadi alternatif bagi pengembangan dan

pemasyarakatan.

Dengan adanya pluralitas budaya, maka kita memahami perasaan

kebersamaan. Adanya perbedaan tidak harus membuat masyarakat berpisah, justru itu

menjadi hal yang dapat dijadikan dasar untuk bersatu . Paham multikulturalisme

merupakan antisifikasi terhadap bebbagai konflik social dengan latar belakang

perbedaan budaya. Multikulturalisme lebih cenderung sebagai paham atau ideology

yang menganjurkan masyarakat untuk menerima dan menganggap perbedaan budaya

adalah hal yang wajar didalam suatu wilayah. Multikulturalisme mengajarkan hidup

ditengah-tengah perbedaan.