Upload
rudipewe
View
70
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah ini adalah makalah seminar
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA GENETIKA
SEMINAR
RUDI PURWO WIJAYANTO
11 06 02 97 04
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM MAGISTER TEKNIK ELEKTRO
KEKHUSUSAN TEKNIK TENAGA LISTRIK DAN ENERGI
DEPOK
MARET 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
MODEL OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA GENETIKA
SEMINAR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik
RUDI PURWO WIJAYANTO
11 06 02 97 04
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM MAGISTER TEKNIK ELEKTRO
KEKHUSUSAN TEKNIK TENAGA LISTRIK DAN ENERGI
DEPOK
MARET 2013
Universitas Indonesia
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Seminar ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Rudi Purwo Wijayanto
NPM : 1106029704
Tanda Tangan :
Tanggal : Maret 2013
Universitas Indonesia
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Seminar dengan Judul :
MODEL OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA GENETIKA
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Magister Teknik pada
Program Studi Teknik Elektro, Kekhususan Teknik Tenaga Listrik dan Energi,
Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan disetujui
untuk diajukan dalam presentasi seminar.
Jakarta, Maret 2013
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Rudy Setyabudi, DEA
NIP. 195410071984031001
Universitas Indonesia
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Seminar ini diajukan oleh :
Nama : Rudi Purwo Wijayanto
NPM : 1106029704
Program Studi : Teknik Tenaga Listrik dan Energi
Judul Seminar : Model Optimasi Perencanaan Pengembangan
Pembangkit Listrik dengan Algoritma Genetika
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh Magister
Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Kekhususan Teknik Tenaga
Listrik dan Energi, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Rudy Setyabudy, DEA (…………………)
Penguji : Prof. Dr. Ir. Iwa Garniwa M K, MT (…………………)
Penguji : Ir. I Made Ardita Y, MT (…………………)
Penguji : Ir. Amien Rahardjo MT (…………………)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : April 2013
Universitas Indonesia
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan rahmat-
Nya, saya dapat menyelesaikan seminar ini. Seminar ini dilaksanakan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Teknik Jurusan
Teknik Tenaga Listrik dan Energi pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan seminar ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan seminar ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
(1) Prof. Dr. Ir. Rudy Setyabudy, DEA selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu dan tenaga untuk menyumbangkan ide dan pemikiran
serta mengarahkan saya dalam penyusunan seminar pra-tesis ini;
(2) Seluruh Staf Pengajar dan Administrasi Departemen Teknik Elektro
Universitas Indonesia yang mendukung penyelesaian penyusunan seminar
pra-thesis ini;
(3) Ibu, Istri, Anak dan seluruh keluarga yang telah mendukung secara moril dan
materiil;
(4) Seluruh rekan di Teknik Tenaga Listrik dan Energi, rekan-rekan di
Pengkajian Energi UI, serta sahabat yang telah banyak membantu dan berbagi
dalam menyelesaikan seminar pra-thesis ini;
(5) Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
memberikan dukungan dan bantuan.
Jakarta, Maret 2013
Penulis
Universitas Indonesia
vi
ABSTRAK
Nama : Rudi Purwo Wijayanto
Program Studi : Program Magister Teknik Elektro
Kekhususan Teknik Tenaga Listrik Dan Energi
Judul : Model Optimasi Perencanaan Pembangkit Listrik dengan
Algoritma Genetika
Perencanaan pengembangan pembangkit tenaga listrik merupakan salah
satu hal penting yang menjadi bagian dari perencanaan sistem kelistrikan nasional,
selain perencanaan kebutuhan beban. Permasalahan yang harus terjawab dalam
suatu perencanaan pengembangan pembangkit adalah bagaimana suatu investasi
akan bernilai optimum dengan berbagai kendala dan keterbatasan yang ada dan
memenuhi tingkat kehandalan yang diinginkan.
Optimasi dilakukan dengan melakukan kombinasi terhadap beberapa jenis
pembangkit yang memiliki perbedaan karakteristik. Karakteristik tersebut dapat
dilihat dari aspek modal (capital cost), biaya operasi dan pemeliharaan (operation
& maintenance cost), biaya bahan bakar pembangkitan (fuel cost), serta beberapa
parameter kinerja pembangkit yang lain. Data yang digunakan adalah data
pembangkitan sistem Jawa.
Algoritma genetik merupakan salah satu metode pencarian heuristik yang
didasarkan atas mekanisme evolusi biologis. Dalam hal optimasi algoritma
genetik dapat dikatakan sebagai suatu metode optimasi yang memodelkan
mekanisme seleksi alam dan proses genetika untuk menuntun suatu pencarian.
Hasil pengujian simulasi dengan metode algoritma genetika diperoleh nilai total
pembiayaan pengembangan pembangkit listrik sebesar 0,7% lebih rendah apabila
dibandingkan dengan model Zopplan.
Kata Kunci:
Optimasi Pembangkit, Pengembangan Pembangkit, Optimasi Pembangkit dengan
Algoritma Genetika
Universitas Indonesia
vii
ABSTRACT
Name : Rudi Purwo Wijayanto
Study Program : Electrical Engineering Master Program
Title : Optimization Model for Power Generation Expansion
Planning using Genetic Algorithm
Power generation expansion planning is one of an important thing that
became part of the national electricity system planning, besides of the load
forecasting. Problem that must be answered in generation expansion planning is
how an investment would be optimum with several constraints and limitations,
wether they are techno-economic factor or energy resources.
The optimization modelling process is done by a combination of several
types of generators that have different characteristics, such as investment cost,
operating and maintenance cost, fuel cost, as well as efficiency. This objectives
function and constraints can be defined differently according to the purpose of
planning itself.
Genetic algorithm is one of the heuristic search method based on the
mechanism of biological evolution. It can be considered as an optimization
method that modelling the mechanism of natural selection and genetic processes
to guide the search. Result of genetic algorithm method for this generation
expansion planning is 0.7% lower when compared with the Zopplan’s model.
Keywords:
Optimization Power Generation Planning, Power Generation Expansion
Planning, Genetic Algorithm
Universitas Indonesia
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
KATA PENGANTAR.......................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
1. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
1.5 Batasan Penelitian ................................................................................. 3
1.6 Model Operasional Penelitian ................................................................ 4
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................ 4
2. PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK .......... 5
2.1 Perencanaan Sistem Tenaga Listrik ....................................................... 5
2.2.1 Perencanaan Pembangkit ................................................................ 5
2.2.2 Perencanaan Transmisi dan Distribusi ............................................ 7
2.2.3 Peramalan Beban Tenaga Listrik .................................................... 7
2.2.4 Keandalan Sistem Tenaga Listrik ................................................... 9
2.2 Pembangkit Tenaga Listrik .................................................................. 12
2.2.1 Terminologi Pembangkit .............................................................. 12
2.2.2 Biaya Pembangkit ........................................................................ 16
2.2.3 Analisa Ekonomi Dasar dalam Perencanaan Pembangkit.............. 19
2.3 Penelitian yang Berhubungan dengan Perencanaan Pembangkit........... 26
2.4 Algoritma Genetika ............................................................................. 29
2.4.1 Pengertian Algoritma Genetika .................................................... 29
2.4.2 Algoritma Genetika sebagai Optimasi Heuristik ........................... 30
2.4.3 Terminologi Algoritma Genetika.................................................. 32
2.4.4 Struktur Umum Algoritma Genetika............................................. 35
2.4.5 Mekanisme dalam Algoritma Genetika ........................................ 36
2.4.6 Penentuan Parameter dalam Algoritma Genetika .......................... 43
Universitas Indonesia
ix
3. PERANCANGAN MODEL OPTIMASI PERENCANAAN
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA GENETIKAA ..... 45
3.1 Pemodelan Sistem Perencanaan .......................................................... 45
3.1.1 Model Sistem Perencanaan ............................................................ 45
3.1.2 Fungsi Tujuan ................................................................................ 45
3.1.3 Fungsi Kendala .............................................................................. 49
3.2 Rumusan Pemodelan .......................................................................... 55
3.2.1 Pengkodean Fungsi Tujuan ............................................................ 55
3.2.2 Pengkodean Batasan-batasan Optimasi .......................................... 57
3.2.3 Optimasi Pengembangan Pembangkit dalam Struktur Algoritma
Genetika ....................................................................................... 59
4. UJI PEMODELAN DAN ANALISA ......................................................... 62
4.1 Uji Pemodelan .................................................................................... 62
4.1.1 Metode Uji Pemodelan .................................................................. 62
4.1.2 Data Uji Pemodelan ....................................................................... 63
4.1.3 Parameter Uji Pemodelan .............................................................. 66
4.2 Hasil dan Analisa Uji Pemodelan ........................................................ 67
4.2.1 Hasil Simulasi Model Zopplan ....................................................... 67
4.2.2 Hasil Simulasi Model Optimasi Algoritma Genetika ...................... 69
4.2.3 Analisa Hasil Uji Pemodelan ........................................................ 71
4. KESIMPULAN .......................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema proses perencanaan pembangkit PT PLN ............................ 6
Gambar 2.2. Kurva beban harian (load hourly curve) dan kurva lama beban
(load duration curve) ... .............................................................. 11
Gambar 2.3. Penggambaran LOLP ................................................................. 11
Gambar 2.4. Terminologi daya mampu pembangkit ......................................... 13
Gambar 2.5. Terminologi daya mampu dan waktu operasional ......................... 14
Gambar 2.6. (a)Nilai saat ini mendatang dan setara tahunan (b) Nilai tahunan
berkembang ................ .............................................................. 22
Gambar 2.7. Analogi genetikaa seleksi alam dengan algoritma genetika ........... 34
Gambar 2.8. Struktur algoritma genetika .......................................................... 35
Gambar 2.9. Representasi kromosom dengan bilangan biner ............................ 37
Gambar 3.1. Diagram alir perencanaan pengembangan pembangkit ................. 46
Gambar 3.2. Diagram alir optimasi pengembangan pembangkit dalam struktur
algoritma genetika......... .............................................................. 59
Gambar 4.1. Metode uji pemodelan..... ............................................................. 63
Gambar 4.2. Perbandingan hasil simulasi optimasi model Zopplan dengan
metode algoritma genetika......... .................................................. 72
Gambar 4.3. Grafik perkembangan kapasitas pembangkit Th 1998-2003
model Zopplan. ...... ........................................ ....................... 72
Gambar 4.4. Grafik perkembangan kapasitas pembangkit Th 1998-2003
metode Algoritma Genetika ......................................................... 73
Gambar 4.5. Grafik diversifikasi energi pembangkit Th 1998-2003 model
Zopplan .................................................... .................................... 73
Gambar 4.5. Grafik diversifikasi energi pembangkit Th 1998-2003 metode
Algoritma Genetika.................................................... ................... 74
Universitas Indonesia
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. GAR Report untuk PLTU Batubara 400 – 599 MW ....................... 17
Tabel 2.2. Diagram kualitatif biaya produksi beberapa jensi pembangkit ........ 17
Tabel 2.3. Biaya pembangkitan di Indonesia .................................................. 19
Tabel 2.4. Penghitungan nilai modal dan bunga ............................................. 22
Tabel 2.5. Beberapa judul dan tahun penelitian yang berhubungan dengan
perencanaan pembangkit tenaga listrik........................................... 27
Tabel 2.6. Pendefinisian fungsi tujuan dari beberapa judul penelitian
perencanaan pembangkit tenaga listrik........................................... 28
Tabel 2.7. Perbandingan terminologi genetika alami dan algoritma genetika .. 32
Tabel 2.8. Istilah dalam algoritma genetika .................................................... 33
Tabel 4.1. Data kapasitas pembangkit eksisting Pulau Jawa Th 1983 ............ 63
Tabel 4.2. Produksi, Beban puncak, dan Faktor beban Pulau Jawa........ .......... 64
Tabel 4.3. Biaya modal pembangkit tenaga listrik........ .................................. 64
Tabel 4.4. Biaya operasi pembangkit tenaga listrik ........................................ 64
Tabel 4.5. Nilai saat ini atas biaya modal pada tahun perencanaan........ .......... 65
Tabel 4.6. Nilai saat ini atas biaya operasi pada tahun perencanaan........ ........ 65
Tabel 4.7. Kebutuhan daya dan energi pada tahun perencanaan ..................... 67
Tabel 4.8. Perkembangan kapasitas pembangkit model Zopplan........ ............. 67
Tabel 4.9. Diversifikasi energi dari pembangkit model Zopplan........ ............. 68
Tabel 4.10. Nilai saat ini biaya modal pada tahun perencanaan model Zopplan.68
Tabel 4.11. Nilai saat ini biaya operasi pembangkit pada tahun perencanaan
model Zopplan .................................. ............................................. 68
Tabel 4.12. Total pembiayaan pengembangan pembangkit model Zopplan...... . 69
Tabel 4.13. Hasil simulasi perkembangan pembangkit model Algoritma
Genetika............................ ............................................................. 69
Tabel 4.14. Hasil simulasi diversifikasi energi dari pembangkit model
optimasi Algoritma Genetika....................... ................................... 70
Tabel 4.15. Nilai saat ini biaya modal pada tahun perencanaan model optimasi
Algoritma Genetika............... ........................................................ .70
Tabel 4.16. Nilai saat ini biaya operasi pembangkit pada tahun perencanaan
model optimasi Algoritma Genetika.................................. .............. 70
Tabel 4.17. Total pembiayaan pengembangan pembangkit model optimasi
Algoritma Genetika..................... ................................................... 71
Tabel 4.18. Perbandingan hasil optimasi total biaya pembangkitan model
Zopplan dengan metode algoritma genetika................................... .71
Universitas Indonesia
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kelistrikan merupakan subsistem penting yang menjadi bagian dari arah
kebijakan energi nasional yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang
secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan beban, ketersediaan energi
primer, peralatan sistem kelistrikan yang ada, dan kondisi perekonomian nasional.
Kebijakan ekonomi dan kebijakan energi nasional merupakan suatu landasan yang
digunakan dalam perencanaan pengembangan pembangkit tenaga listrik pada
suatu negara. Perencanaan sistem kelistrikan nasional ditentukan oleh tiga hal
utama yakni; perkiraan permintaan beban di masa mendatang, perencanaan
pengembangan pembangkit dan perencanaan jaringan kelistrikan (transmisi dan
distribusi).[20]
Permasalahan yang harus terjawab dalam suatu perencanaan pembangkit
tenaga listrik adalah bagaimana suatu investasi akan bernilai optimum dengan
berbagai kendala dan keterbatasan yang ada, baik yang bersifat tekno-ekonomi
maupun sumber daya energi. Banyak alternatif kombinasi gabungan jenis
pembangkit yang diikutsertakan dalam sutu perencanaan sistem pembangkitan,
dimana masing-masing jenis pembangkit tersebut mempunyai perbedaan yang
cukup signifikan dilihat dari aspek modal (capital cost), biaya operasi dan
pemeliharaan (operation & maintenance cost), biaya penggunaan bahan bakar
(fuel cost), dan parameter kinerja pembangkit yang lain. Parameter kinerja
pembangkit tersebut diantaranya adalah peran pembangkit sebagai beban dasar,
beban menengah dan atau beban puncak.
Terdapat beberapa model perencanaan pengembangan pembangkit yang
berkembang saat ini. Model tersebut diantaranya adalah dengan menggunakan
metode pemograman linier, pemograman non linier, metode dekomposisi,
pemograman dinamik, sistem pakar, logika fuzzy, algoritma imun (imune
algorithm), simulated annealing, particle swarm optimization, dan algoritma
genetika. Program perencanaan pembangkit secara komersial seperti halnya
2
Universitas Indonesia
WASP (Jenkins dan Joy 1974) dan EGEAS (Caramanis, Schweppe, dan Tabors
1982) saat ini sudah dikembangkan dengan pemograman dinamis dan teknik
optimasi heuristik.[12]
Sedangkan model perencanaan pengembangan pembangkit
di Indonesia, metodologi yang digunakan diantaranya dengan metode
multiobyektif (Zuhal 1985) dan metode markal (Agus Sugiyono 2008).
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam perencanaan
pengembangan pembangkit adalah dengan algoritma genetika. Algoritma
Genetika merupakan algoritma optimasi yang didasarkan atas mekanisme evolusi
biologis. Algoritma Genetika dapat dikatakan sebagai suatu metode optimasi yang
memodelkan mekanisme seleksi alam dan proses genetika untuk menuntun suatu
pencarian, seperti cara-cara alam dalam menyelesaikan permasalahan adaptasi
organisme dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini, perencanaan pengembangan pembangkit akan
menggunakan salah satu metode optimasi heuristik yakni algoritma genetika.
Optimasi perencanaan pembangkit yang akan digunakan dalam penelitian ini
didasarkan atas minimum pembiayaan (least cost) dari bauran beberapa jenis
pembangkit tenaga listrik. Biaya tersebut terdiri atas biaya investasi, biaya bahan
bakar, serta biaya operasi dan pemeliharaan..
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah membuat model
perencanaan pengembangan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan
metode optimasi algoritma genetika. Fungsi optimasi yang hendak dicapai adalah
biaya minimum yang terdiri atas biaya investasi, biaya bahan bakar, serta biaya
operasi dan pemeliharaan.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah tersusunnya suatu
model perencanaan pengembangan pembangkit tenaga listrik dengan batasan-
3
Universitas Indonesia
batasan yang telah ditetapkan sebelumnya yang dapat diterapkan dalam kondisi
yang sebenarnya di Indonesia.
1.5. PEMBATASAN MASALAH
Dalam penelitian ini akan dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai
berikut;
1. Model perencanaan digunakan untuk menentukan bauran kapasitas dan
energi dari masing-masing jenis pembangkit yang sudah ditentukan untuk
memenuhi kebutuhan beban dengan tingkat keandalan tertentu dan
kebutuhan energi pada tahun perencanaan.
2. Optimasi yang hendak dicapai adalah minimum pembiayaan pembangkit
yang terdiri atas biaya investasi, biaya bahan bakar, serta biaya operasi dan
pemeliharaan.
3. Semua fungsi biaya mengandung pengertian transformasi nilai masa kini
(present value) yang dinyatakan dalam (1+r)-p
, dimana r menyatakan laju
diskon dan p adalah tahun periode perencanaan.
4. Data yang digunakan dalam uji pemodelan adalah data pembangkit sistem
Jawa.1
5. Dalam penelitian ini belum memasukkan dampak lingkungan sebagai
fungsi batasan.
6. Algoritma genetika yang digunakan adalah algotitma genetika kontinyu
(continuous genetic algorithm).[9]
7. Penelitian ini menggunakan alat bantu bahasa pemograman Matlab.
1.6. METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: studi literatur,
penelusuran data, mengidentifikasi fungsi tujuan dan kendala yang akan
berpengaruh terhadap nilai optimasi, membuat model perhitungan, membangun
program optimasi dengan metode algoritma genetika, menentukan metode uji
1 Data yang digunakan adalah data dari Disertasi “Optimasi Multiobyektif Pengembangan Sistem
Pembangkit Tenaga Listrik” oleh Zuhal pada Th 1985
4
Universitas Indonesia
validasi model yang akan digunakan, dan melakukan analisa terhadap model yang
akan digunakan.
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN
Laporan seminar ini terdiri atas empat bab yang masing-masing terdiri atas
beberapa sub bab. Bab dan sub bab yang ada di dalam laporan saling terkait dan
mendukung satu sama lain. Bab Satu adalah Pendahuluan, berisi latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan, pembatasan masalah, metodologi, dan
sistematika penulisan laporan. Kemudian Bab Dua tentang Perencanaan
Pembangkit Tenaga Listrik yang berisi studi literatur yang berkaitan dengan
optimasi perencanaan pembangkit, metode penentuan kehandalan pembangkit,
terminologi pembangkit, skema pembiayaan pembangkit, penelitian yang
berhubungan dengan perencanaan pembangkit dan algoritma genetika. Bab Tiga
tentang Perancangan Model Optimasi Perencanaan Pembangkit Listrik dengan
Algoritma Genetika yang menjelaskan beberapa hal, diantaranya adalah
merumuskan masalah yang akan dimodelkan, penggunaan data input dan
parameter yang lain, pendefinisian fungsi tujuan yang hendak dicapai, fungsi
batasan yang ditetapkan dan pemodelan matematis dalam algoritma genetika yang
merepresentasikan perencanaan pengembangan pembangkit. Bab Empat tentang
Uji Pemodelan dan Analisa yang menguji jalannya suatu model pemograman
dalam memberikan nilai optimasi dari perencanaan dan menganalisa hasil uji
pemodelan tersebut. Bab terakhir adalah Bab Lima tentang Kesimpulan yang
berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan penjelasan-penjelasan
sebelumnya.
5 Universitas Indonesia
BAB II
PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT
2.1. PERENCANAAN SISTEM TENAGA LISTRIK
Sistem tenaga listrik merupakan suatu sistem yang kompleks serta
membutuhkan perencanaan dan pengelolaan yang baik dengan memperhatikan
mutu dan keandalan. Mutu dan keandalan tenaga listrik diukur berdasarkan
frekuensi, tegangan, dan jumlah gangguan yang terkait erat dengan pemeliharaan
dan pengembangan sistem tenaga listrik. Pemeliharaan instalasi tenaga listrik
diperlukan untuk menjaga mutu dan keandalan sedangkan pengembangan sistem
tenaga listrik diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan beban seiring
dengan peningkatan jumlah pelanggan. Penyediaan tenaga listrik harus dapat
dilaksanakan dengan biaya serendah mungkin namun harus menghasilkan mutu
dan keandalan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai kompromi antara dua hal
tersebut diperlukan suatu optimasi.
Pada sistem tenaga listrik, produksi setiap detik ditentukan oleh
permintaan pada detik itu juga, sehingga besarnya tegangan dan frekuensi dapat
dijaga secara konstan.[17]
Prinsip tersebut yang menjadi dasar dalam
keseimbangan penyediaan (supply) dan permintaan (demand). Perencanaan sistem
tenaga listrik terdiri atas 3 bagian utama, yakni;
a. Perencanaan dari sisi pembangkitan (supply)
b. Perencanaan dari sisi penyaluran (transmisi dan distribusi)
c. Perkiraan atau peramalan kebutuhan pada sisi konsumen (demand)
2.1.1. Perencanaan Pembangkit
Perencanaan sisi pembangkitan, bertujuan mencari nilai optimum
penyediaan listrik dalam kurun waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh
kondisi permintaan atau beban kelistrikan. Dalam perencanaan penyaluran
bertujuan untuk menyalurkan keseluruhan arus beban dari pembangkit ke
konsumen dengan tingkat keandalan tertentu, sehingga kontinuitas penyaluran
6
Universitas Indonesia
tenaga listrik terjaga. Peramalan permintaan diperlukan dalam mempersiapkan
berapa besarnya kapasitas pembangkit dan energi yang akan disalurkan.
Gambar 2.1. Skema proses perencanaan pembangkit PT PLN[1]
Perencanaan pembangkit bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi
pengembangan pembangkit yang memberikan nilai saat ini atau PV (Present
Value) total biaya penyediaan listrik termurah (least cost) dalam suatu kurun
waktu periode perencanaan, dan memenuhi kriteria keandalan tertentu.
Konfigurasi termurah diperoleh melalui proses optimasi suatu fungsi obyektif
(objective function) yang mencakup PV dari biaya kapital, biaya bahan bakar,
biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya energi tak terlayani (energy not served).
Selain itu diperhitungkan juga nilai sisa (salvage value) dari pembangkit yang
terpilih pada tahun akhir periode studi. Simulasi dan optimisasi dilakukan dengan
menggunakan model yang disebut WASP (Wien Automatic System Planning).[2]
2.1.2. Perencanaan Transmisi dan Distribusi[2]
Perencanaan transmisi dibuat dengan menggunakan kriteria keandalan N-
1. Kriteria N-1 statis mensyaratkan apabila suatu sirkit transmisi padam, baik
Pembangkit Eksisting
Termal : Biaya Operasi&Pemeliharaan, Umur Pakai, Efisiensi, Ketersediaan, Ukuran Unit
Hidro : Biaya Operasi&Pemeliharaan, Umur
Pakai, Produksi Energi, Kapasitas
Kandidat Pembangkit
Termal : Biaya Pembangunan, Biaya Operasi dan Pemeliharaan, Eff, Ketersediaan, Ukuran Unit, Tipe Bahan bakar
Hidro : Biaya Pembangunan, Biaya
Operasi&Pemeliharaan, Umur Pakai, Produksi Energi, Kapasitas
SDE
Gas, Batubara, Air, Panasbumi
Parameter Ekonomi
Laju Diskon, Harga Bahan bakar, Biaya Energi tak terlayani
PERSIAPAN DATA
Konfigurasi Pembangkit
Biaya Produksi
Pemograman Dinamis
Kriteria Kehandalan
(LOLP)
Optimasi Pengembangan
Pembangkit Multitahunan
+ kebutuhan capex
+ kebutuhan bahan bakar
+ kebutuhan biaya op. &
pemeliharaan
+ emisi CO2
Fungsi Obyektif =
Nilai saat ini (Modal + Operasi &
Pemeliharaan + Energi tak terlayani
– Nilai Sisa
DATA BEBAN
Perkiraan beban (energi) Kurva Durasi Beban
Optima
l?
7
Universitas Indonesia
karena mengalami gangguan maupun dalam pemeliharaan, maka sirkit-sirkit
transmisi yang tersisa harus mampu menyalurkan keseluruhan arus beban,
sehingga kontinuitas penyaluran tenaga listrik terjaga.
Sedangkan dalam perencanaan sistem distribusi dibuat dengan
memperhatikan beberapa kriteria, diantaranya;
a. Membatasi panjang maksimum saluran distribusi (JTM dan JTR) untuk
menjaga agar tegangan pelayanan sesuai standar SPLN 72:1987.
b. Konfigurasi JTM untuk kota-kota besar dapat berupa topologi jaringan
yang lebih andal seperti spindle
c. Mengendalikan susut teknis jaringan distribusi pada tingkat yang optimal.
d. Program listrik desa dilaksanakan dalam kerangka perencanaan sistem
kelistrikan secara menyeluruh dan tidak memperburuk kinerja jaringan dan
biaya pokok produksi.
Selain itu perencanaan sistem distribusi juga diarahkan untuk meningkatkan
kontinuitas pasokan kepada pelanggan dengan menekan SAIDI dan SAIFI.
2.1.3. Peramalan Beban Listrik[17,29,30]
Sebagai dasar dalam perencanaan, baik perencanaan operasi maupun
perencanaan sistem pengembangan tenaga listrik, salah satu hal yang penting adalah
peramalan (forecasting) yang tepat untuk mengetahui kebutuhan tenaga listrik dalam
kurun waktu tertentu. Peramalan adalah suatu kegiatan/usaha untuk memprediksi
kondisi di masa yang akan datang dengan bantuan model untuk
merepresentasikannya. Di bidang tenaga listrik, peramalan biasanya berupa
peramalan beban (load forecasting) meliputi peramalan beban puncak (MW) dan
peramalan kebutuhan energi listrik (demand forcasting) (MWh). Peramalan beban
listrik disebut juga: “Demand and Load Forecasting”. Kegiatan peramalan beban
listrik menghasilkan 3 hal pokok utama, yakni;
a. Beban puncak (peak load), yang digunakan untuk mengetahui berapa besar
total kapasitas pembangkit yang harus disiapkan.
b. Beban dasar (base load), yang digunakan untuk mengetahui berapa besar
pembangkit beban dasar yang harus disiapkan.
c. Total Energi, yang digunakan untuk menentukan berapa bahan bakar yang
harus disiapkan baik dalam jenis dan jumlahnya.
8
Universitas Indonesia
Diperolehnya angka-angka sebagai hasil peramalan kebutuhan energi listrik
adalah merupakan bagian dari proses dan syarat untuk dapat menyiapkan suatu
rencana pemenuhan kebutuhan maupun pengembangan penyediaan tenaga listrik
setiap saat secara cukup dan baik serta terus menerus (continue).
Menurut jangka waktu, peramalan kebutuhan energi listrik dan beban
tenaga listrik (demand and load forecasting) dibagi menjadi;
a. Jangka Pendek (short term), dapat harian, mingguan, dan satu tahun term.
b. Jangka Menengah (medium term), lebih dari satu tahun sampai 5 tahun
c. Jangka Panjang (long term) diatas lima tahun.
Dalam hal ini perlu disadari bahwa semakin jauh jangka waktu kedepan, maka
semakin sulit dan semakin besar ketidak-pastian, tidak tentunya kejadian atau
peristiwa, terutama bila hal tersebut dinyatakan dalam angka-angka. Karena itu
cara (metode) apapun yang digunakan dalam membuat peramalan, kita hanya
akan dapat memberikan suatu nilai perkiraan.
Dari hasil ramalan kebutuhan energi listrik dan beban tenaga listrik dapat
dibuat antara lain perencanaan penyediaan tenaga listrik (sistem penyediaan
tenaga listrik) ataupun perencanaan sarana berupa:
a. Perencanaan pembangkit tenaga listrik (generation planning)
b. Perencanaan penyaluran dan distribusi serta sambungan tenaga listrik
(transmission, distribution and connection planning)
Di pihak lain dari hasil ramalan kebutuhan listrik akan memberikan bahan untuk
menetapkan harga energi listrik (tarif), maupun biaya pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola penggunaan energi
listrik, yang dalam hal ini akan mempengaruhi proses peramalan beban listrik.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah jumlah (pertumbuhan) penduduk,
tingkat kesejahteraan (pertumbuhan ekonomi), program elektrifikasi, teknologi
peralatan listrik, pembangunan industri, harga energi listrik (tarif listrik), cuaca,
ketersediaan energi lain (diversifikasi), dan waktu (jam/hari/bulan).
9
Universitas Indonesia
2.1.4. Keandalan Sistem Tenaga Listrik[2,17,30]
Keandalan sistem ditentukan oleh besarnya nilai daya yang dicadangkan
atau yang disebut dengan daya cadangan. Daya cadangan adalah kapasitas lebih
yang diperlukan pada suatu sistem pembangkitan, dimana jumlah dari daya
pembangkitan dan daya cadangan adalah di atas beban puncak sistem tersebut.
Ada bermacam-macam kriteria daya cadangan yang umum dipakai, tetapi secara
umum kriteria daya cadangan adalah suatu ukuran “kecukupan” (sufficiency)
kapasitas pembangkitan terhadap beban puncak yang dilayaninya. Ukuran
kecukupan ini sangat subyektif karena sangat tergantung kepada pola berpikir
(state of mind) dari perencanaannya atau kebijaksanaan perusahaan disamping
juga ditentukan oleh dampak yang sudah diperhitungkan apabila oleh sesuatu hal
terjadi kekurangan daya pembangkitan.
Pada dasarnya kriteria cadangan dapat dibedakan dalam 2 kelompok,
yaitu[30]
:
1. Metode Deterministik
Adalah menentukan besarnya cadangan berdasarkan pada kriteria-kriteria
tertentu. Dalam metode deterministik, ada 3 kriteria yang umum digunakan, yaitu;
a. Cadangan dalam MW
b. Cadangan dalam persen
c. Cadangan yang ditentukan dengan menggunakan kapasitas terbesar tidak
beroperasi
Pada kriteria cadangan 1.a., besar cadangan dalam MW ditentukan terlebih
dahulu, kemudian pada setiap tahun yang direncanakan. Besarnya nilai cadangan
ini ditentukan dengan rumus :
𝐶𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑀𝑊 = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 − 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 (2.1)
Apabila pada tahun tertentu cadangan-cadangan MW tersebut lebih kecil daripada
kriteria yang telah ditentukan, maka diperlukan adanya tambahan unit pembangkit
pada tahun yang bersangkutan.
Pada kriteria cadangan 1.b., besar cadangan dalam % ditentukan terlebih
dahulu, kemudian pada setiap tahun yang direncanakan, dihitung dengan rumus :
𝐶𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 % =𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 −𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘𝑥100% (2.2)
10
Universitas Indonesia
Apabila pada tahun tertentu cadangan % tersebut lebih kecil daripada kriteria yang
telah ditentukan, maka diperlukan adanya tambahan unit pembangkit pada tahun
yang bersangkutan.
Pada kriteria cadangan 1.c., menggunakan acuan unit pembangkit terbesar
yang ada dalam sistem pembangkitan. Besarnya cadangan ini dituliskan dengan;
𝐶𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑀𝑊 = 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 (2.3)
Apabila kapasitas terpasang dikurangi dengan beban puncak pada tahun tertentu
lebih kecil dari unit terbesar yang ada pada tahun tersebut, maka saat itu
diperlukan adanya tambahan unit pembangkit baru.
2. Metode Probabilistik
Penghitungan metode ini menggunakan konsep Loss of Load Probability
(LOLP). Penggunaan metode ini memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
dengan metode deterministik, karena:
a. Memberikan ukuran kecukupan/keandalan yang selalu berlaku pada setiap
tahap perkembangan sistem.
b. Tidak tergantung pada besar-kecilnya sistem. Pada metode deterministik
misalnya, kriteria daya cadangan dalam % lebih cocok untuk sistem
kelistrikan yang besar dibandingkan dengan kriteria cadangan dengan unit
pembangkit terbesar.
Disamping keuntungan-keuntungan tersebut metode probabilistik ini
mempunyai kelemahan yakni cara perhitungannya yang lebih sulit dan rumit
dibandingkan dengan metoda deterministik sehingga harus menggunakan
komputer.
Penghitungan dengan metode LOLP menggunakan Forced Outage Rate
(FOR) dari tiap unit pembangkitan yang ada di dalam sistem. Forced Outage Rate
tiap unit pembangkit biasanya ditentukan berdasarkan data statistik operasi unit-
unit tersebut dan dihitung berdasarkan definisi sebagai berikut:
𝐹𝑂𝑅 =𝐹𝑂𝐻
𝐹𝑂𝐻+𝑆𝐻𝑥100% (2.4)
Dimana SH (Service Hours) adalah jumlah jam dalam 1 tahun di mana suatu unit
pembangkit dalam keadaan beroperasi) dan FOH (Forced Outage Hours) adalah
11
Universitas Indonesia
jumlah jam dalam 1 tahun dimana suatu unit pembangkit tidak beroperasi secara
paksa. Istilah SH dan SOH merupakan bagian dari terminologi pembangkitan
yang secara lebih mendetail dibahas pada sub bab 2.2.1.
Gambar 2.2. Kurva beban harian (load hourly curve) dan Kurva lama beban
(Load duration curve)
Gambar 2.3. Penggambaran LOLP
Loss of Load Probability (LOLP) yang menjadi acuan PLN adalah lebih
kecil dari 0,274%, atau ekivalen dengan 1 hari/tahun.[2]
Hal ini berarti
kemungkinan/probabilitas terjadinya beban puncak melampaui kapasitas
pembangkit yang tersedia adalah lebih kecil dari 0.274%. Perhitungan kapasitas
pembangkit dengan kriteria LOLP menghasilkan daya cadangan atau dalam istilah
RUPTL disebut dengan reserve margin, yang nilainya tergantung pada tingkat
ketersediaan (availability) setiap unit pembangkit, jumlah unit, ukuran unit, dan
jenis unit. Pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP < 0.274% adalah setara dengan
12
Universitas Indonesia
reserve margin > 25-30% dengan basis daya mampu netto. Jika dinyatakan
dengan daya terpasang, reserve margin yang dibutuhkan adalah sekitar 35%.
Dalam perencanaan sistem jangka panjang yang pada hakekatnya adalah
perencanaan investasi, aspek-aspek seperti kesulitan pendanaan, keterlambatan
penyelesaian proyek (project slippage) dan kelangkaan/keterbatasan sumber
energi primer perlu juga diperhitungkan. Akibatnya besaran reserve margin yang
diperlukan dalam perencanaan sistem pembangkit jangka panjang di Jawa-Bali
ditetapkan lebih besar daripada sekedar memenuhi kriteria LOLP < 0.274%.
Dengan alasan tersebut, reserve margin sistem Jawa Bali ditetapkan sebesar
35%.[2]
2.2. PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
2.2.1. Terminologi Pembangkit[3,25]
Terminologi pembangkit adalah kumpulan istilah-istilah yang digunakan
dalam pembangkitan, yang umumnya digunakan untuk mengukur kinerja dan
kehandalan dari pembangkitan. Terminologi pembangkitan digambarkan dalam
ukuran daya mampu dan nilai kinerja yang dihitung dari jumlah jam beroperasi
dan tidak beroperasi. Penggambaran terminologi pembangkitan yang dilihat dari
daya mampu dan jam operasi terlihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Terminologi daya mampu pembangkit
Gro
ss M
ax Capa
city
( GM
C )
= Daya M
ampu
Bru
toMW
Net M
ax Capa
city
( NM
C )
= Daya M
ampu
Neto
(
DM
N )
PS + SST
Cadang
an
( M
W )
Dispatc
h Loa
d
( M
W )
PRODUKSI KWh /Pembangkitan ( GGE )
PENJUALAN KWh( KWh disalurkan Neto )
PENJUALAN KWh( KWh disalurkan Neto )
Pemakaian Sendiri + Susut Trafo
Waktu ( jam )
13
Universitas Indonesia
Daya keseluruhan yang dapat dihasilkan oleh suatu pembangkit disebut
dengan daya mampu bruto atau GMC (Gross Maximum Capacity). Setiap
pembangkit membutuhkan daya yang digunakan untuk pemakaian sendiri, yang
umumnya dihitung bersamaan dengan susut trafo. Daya mampu netto (DMN)
adalah besarnya daya mampu bruto dikurangi dengan nilai pemakaian sendiri dan
susut trafo. Umumnya di beberapa pembangkitan thermal di Indonesia, besarnya
susut trafo dan pemakaian sendiri adalah sebesar 4% - 5%2 dari kapasitas
maksimum pembangkit. Istilah lain dari DMN adalah NMC (Net Maximum
Capacity). Besarnya daya yang disalurkan adalah kapasitas maksimum dikurangi
dengan daya yang dicadangkan. Besarnya daya yang disalurkan adalah besarnya
daya maksimum setelah dikurangi dengan daya yang dicadangkan, pemakaian
sendiri dan susut trafo.
Gambar 2.5. Terminologi daya mampu dan waktu operasional
Dalam ranah waktu istilah yang digunakan diantaranya adalah waktu
layanan atau SH (Service Hours), cadangan padam atau RSH (Reserve Shutdown),
waktu keluar terencana atau POH (Planned Outage Hours), waktu keluar
pemeliharaan atau MOH (Maintenance Outage Hours), dan waktu periode atau
PH (Periode Hours). PH merupakan periode pengukuran, misalkan dalam satu
2 Data Statistik PLN Th 2005 - 2011
GM
C( G
ross
M
ax C
apac
ity
)=
( D
aya
Mam
pu
Bru
to )
NM
C(
Net
Max
Cap
acit
y )
=D
MN
(
Day
a M
amp
u N
eto
)
PS &
SST
Cad
ang
an (
MW
)D
isp
atc
h L
oad
(
MW
)
Planned Derating Maintenance
Derating Forced Derating
RS
H =
Res
erve
Sh
utd
ow
n H
ou
rs
PO
H
=P
lan
ned
Ou
tag
e H
ou
rs
MO
H =
Mai
nte
nan
ce O
uta
ge
Ho
urs
FO
H =
Fo
rced
Ou
tag
e H
ou
rs
MW
Jam
< - - - - - - - - - SH = Service Hours - - - - - - - - - > RSH POH MOH FOH
< - - - - - - - - - AH = Availability Hours - - - - - - - - - - - - - - > < - - - SOH - - - > FOH
< - - - - - - - - - AH = Availability Hours - - - - - - - - - - - - - - > < - - - - - - UAH - - - - - - >
< - - - - - - - - - PH = Periode Hours - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - >
14
Universitas Indonesia
tahun atau 8760 jam. Dalam waktu periode dibagi atas waktu ketersediaan atau
Availability Hours dan Unavailability Hours, jam ketidaksediaan pembangkit.
Availability Hours terbagi atas waktu layanan (SH) dan cadangan padam (RSH),
yakni waktu padam pembangkit yang dicadangkan misalnya dalam PLTU
merupakan waktu penyalaan awal. Jam ketidaksediaan (Unavailability Hours)
terdiri atas waktu keluar terjadwal atau Schedulled Outage Hours (SOH), yang
terdiri atas waktu keluar terencana atau Planned Outage Hours, waktu keluar
pemeliharaan atau Maintenance Outage Hours, dan waktu keluar paksa atau FOH
yakni waktu keluar sistem secara paksa karena gangguan ataupun kerusakan.
NERC (North American Electricity Reliability Council), merupakan
organisasi yang disertifikasi oleh Federal Energy Regulatory Commission, untuk
menetapkan dan mengevaluasi standar kehandalan sistem pembangkit listrik.
NERC bertugas mengembangkan dan memberlakukan standar kehandalan yang
mencakup penilaian kecukupan ketersediaan energi setiap tahun melalui perkiraan
10-tahun, prakiraan musim panas dan musim dingin, memonitor sistem
kelistrikan, mendidik, melatih dan mensertifikasi sumber daya manusia.
Setiap 5 tahun NERC mengeluarkan laporan mengenai indeks kinerja
pembangkitan yang tertuang dalam Generating Availability Report (GAR).
Gambar 2.10 merupakan contoh dari laporan GAR untuk jenis pembangkitan
batubara dengan kapasitas 400-599 MW.[3]
Tabel 2.1. GAR Report untuk PLTU Batubara 400 – 599 MW [3]
Date-07/28/10 NORTH AMERICAN ELECTRIC RELIABILITY CORPORATION
GENERATING AVAILABILITY DATA SYSTEM
FOSSIL Coal Primary 400-599 MW 2005-2009 Data
2005-2009
ANNUAL UNIT PERFORMANCE STATISTICS
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
AGE NCF SF NOF AF EAF FOR EFOR EFORd SOF FOF SR ART
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2005 28.45 73.19 84.61 86.48 85.06 82.23 5.57 8.14 8.10 9.94 4.99 96.13 552.30
2006 29.47 74.74 86.70 86.17 87.04 84.33 4.88 7.06 7.04 8.51 4.45 95.21 606.13
2007 30.52 71.79 83.27 86.25 83.81 80.64 5.55 8.22 8.17 11.30 4.89 94.88 505.20
2008 31.28 70.08 84.45 82.86 85.73 82.80 5.85 8.43 8.32 9.02 5.25 94.94 487.70
2009 32.04 64.31 79.01 81.04 84.11 81.12 6.45 9.15 8.77 10.89 5.44 92.01 400.55
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2005-09 70.66 83.51 84.51 85.11 82.18 5.67 8.21 8.09 9.96 5.02 94.46 499.28 -
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terdapat banyak indeks yang digunakan dalam menilai pembangkitan.
Indeks kinerja pembangkitan yang umumnya digunakan sebagai berikut[25]
;
a. Faktor ketersediaan atau Availability Factor ( AF )
AF adalah rasio antara jumlah jam unit pembangkit siap beroperasi
terhadap jumlah jam dalam satu periode tertentu. Besaran ini menunjukkan
15
Universitas Indonesia
prosentase kesiapan unit pembangkit untuk dioperasikan pada satu periode
tertentu.
b. Faktor Ketersediaan Ekuivalen atau Equivalent Availability Factor (EAF )
EAF adalah ekivalen dari faktor ketersediaan yang telah memperhitungkan
dampak dari derating pembangkit.
c. Faktor Layanan atau Service Factor ( SF )
SF adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit beroperasi terhadap
jumlah jam dalam satu periode tertentu. Besaran ini menunjukkan
prosentase jumlah jam unit pembangkit beroperasi pada satu periode
tertentu.
d. Faktor Keluar Terjadwal atau Scheduled Outage Factor ( SOF )
SOF adalah rasio dari jumlah jam unit pembangkit keluar terencana
(planned outage dan maintenance outage) terhadap jumlah jam dalam satu
periode. Besaran ini menunjukkan prosentase kondisi unit pembangkit
akibat pelaksanaan pemeliharaan, inspeksi dan overhoul pada suatu
periode tertentu.
e. Tingkat Keluar Paksa atau Forced Outage Rate ( FOR )
FOR adalah jumlah jam unit pembangkit dikeluarkan dari sistem (keluar
paksa) dibagi jumlah jam unit pembangkit dikeluarkan dari sistem
ditambah jumlah jam unit
f. Tingkat Keluar Paksa Ekuivalen atau Equivalent Forced Outage Rate
(EFOR )
EFOR adalah FOR yang telah memperhitungkan dampak dari derating
pembangkit.
g. Permintaan Tingkat Keluar Paksa Ekuivalen atau Equivalent Forced
Outage Rate demand ( FORd )
FORd adalah [(f x FOH) + (fp x EFDH)] dibagi [(f x FOH) + SH].
Besaran ini menunjukkan tingkat gangguan keluar dan derating tiap
periode operasi yang diharapkan.
16
Universitas Indonesia
h. Faktor Kapasitas Netto atau Net Capacity Factor ( NCF )
NCF adalah rasio antara total produksi netto dengan daya mampu netto
unit pembangkit dikali dengan jam periode tertentu (umumnya periode 1
tahun, 8760 atau 8784)
i. Faktor Luaran Netto atau Net Output Factor ( NOF )
NOF adalah rasio antara total produksi netto dengan daya mampu netto
unit pembangkit dikali dengan jumlah jam unit pembangkit beroperasi.
j. Faktor Pembangkit atau Plant Factor ( PF )
PF adalah rasio antara total produksi netto dengan perkalian antara DMN
dan jumlah jam unit pembangkit siap dikurangi jumlah jam ekivalen unit
pembangkit derating akibat derating paksa, derating pemeliharaan ,
derating terencana dan derating karena cuaca/musim.
2.2.2. Biaya Pembangkitan[13, 14]
Secara umum ditinjau dari sifat pembiayaannya, biaya pembangkitan dapat
dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Yang termasuk dalam biaya tetap
adalah biaya investasi, sedangkan biaya operasi dan pemeliharaan, biaya bahan
bakar dikategorikan dalam biaya variabel.
Biaya investasi bergantung pada jenis pembangkitan, kapasitas, serta
teknologi yang digunakan. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar
investasi, akan semakin murah biaya operasionalnya. Seperti pada pembangkitan
jenis PLTA, biaya investasinya paling tinggi jika dibanding dengan jenis
pembangkit yang lain, namun biaya operasinya rendah. Setiap tahun biaya
investasi tetap dihitung sebagai biaya pengembalian modal, sehingga meskipun
biaya operasionalnya rendah namun investasi tinggi, biaya keseluruhan yang
dihitung tiap tahun tetap bernilai tinggi. Sesuai hukum ekonomi, dengan
pembelian alat yang mahal, proses pengembalian investasinya (umur ekonomis)
akan lebih lama.
17
Universitas Indonesia
Di lain pihak, PLTG BBM memiliki biaya investasi yang paling kecil,
namun biaya operasinya tinggi. Oleh karena itu pembangkitan jenis ini umumnya
dioperasikan dengan faktor kapasitas yang sekecil mungkin, sehingga kebutuhan
biaya bahan bakar menjadi lebih murah. Dalam operasional pembangkit, PLTG
BBM difungsikan sebagai unit yang memikul beban puncak (waktu
pengoperasian sebentar) atau dijadikan sebagai pembangkit cadangan dalam
sistem.
Berikut di bawah ini penggambaran kualitatif biaya produksi
(digambarkan sebagai biaya tetap dan variabel) dari beberapa jenis pembangkitan.
Tabel 2.2. Diagram kualitatif biaya produksi beberapa jenis pembangkit[14]
Jenis
Pembangkitan
Biaya tetap
(Rp/kWh)
Biaya variabel
(Rp/kWh)
Total Biaya
(Rp/kWh)
Capacity
Factor
PLTA
PLTU Batubara
PLTGU Gas
PLTD
PLTG BBM
0,30 – 0,35
0,70 – 0,80
0,70 – 0,80
0,70 – 0,80
0,10 – 0,30
Dalam operasionalnya, PLN mengkategorikan biaya pembangkitan
menjadi 4 komponen, masing-masing komponen tersebut adalah;
a. Komponen A (Fix Cost)
b. Komponen B (Fix Variabel Cost)
c. Komponen C (Variabel Cost)
d. Komponen D (Maintenance Cost).
Terdapat satu komponen biaya tambahan yakni komponen E (optional)[16]
.
Biaya ini tidak merupakan biaya wajib yang harus ada dalam komponen biaya
pembangkitan. Namun, saat kita berada dalam posisi IPP (Independent Power
Producer) atau penyedia listrik non-PLN, terkadang komponen biaya ini turut kita
perhitungkan.
Komponen E ini biasanya adalah komponen biaya saluran dari trafo step-
up yang ada di pembangkit kita ke gardu induk PLN terdekat. Misalnya kita
membangun PLTU sendiri di pinggir pantai. Sementara itu, gardu induk PLN
terdekat berada pada jarak 5 km dari PLTU kita. Untuk menghubungkan output
18
Universitas Indonesia
trafo step-up di pembangkit ke gardu induk tersebut tentu dibutuhkan saluran
listrik. Biaya instalasi saluran inilah yang dikenal dengan nama komponen E dan
biasanya dibebankan ke PLN selaku pembeli.
Komponen biaya A adalah komponen biaya yang tetap dikeluarkan baik
pembangkit dalam kondisi beroperasi maupun tidak beroperasi. Biaya investasi
dikategorikan dalam komponen A, dimana biaya investasi merupakan biaya
pembangunan awal dari suatu pembangkit. Biaya investasi atau capital cost
sebagai komponen biaya A dirumuskan dengan;
𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛 𝐴 = 𝑐𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑥 𝐶𝑅𝐹
𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 8760 𝑥𝐶𝐹 (2.26)
Dimana CF merupakan faktor kapasitas dari pembangkit, dan CRF (Capital
Recovery Factor) adalah faktor pengembalian modal yang dihitung dengan
menggunakan rumus
𝐶𝑅𝐹 =𝑖(1+𝑖)𝑛
(1+𝑖)𝑛−1 (2.27)
Dengan n adalah masa manfaat mesin pembangkit, dan i adalah tingkat bunga.
Komponen biaya B adalah biaya pegawai yang meliputi gaji dan upah
pegawai, dimana sebagaian besar sifatnya biaya tetap dan berubah apabila terjadi
perubahan pada jumlah ataupun komposisi pegawai. Dalam pengalokasian biaya
pegawai, umumnya mencakup biaya pengembangan SDM yang berupa biaya
pendidikan dan pelatihan. Hal tersebut perlu karena teknologi pembangkitan
tenaga listrik terus berkembang, sehingga perlu adanya pendidikan dan pelatihan
secara periodik.
Komponen biaya C adalah komponen biaya bahan bakar. Komponen biaya
bahan bakar merupakan unsur biaya tahunan terbesar dalam pembangkitan. Oleh
sebab itu dikembangkan berbagai teknik optimasi untuk menurunkan biaya bahan
bakar. Teknik-teknik tersebut menggunakan pemograman komputer yang secara
garis besar meliputi;
a. Perkiraan beban jangka pendek
b. Optimasi hidro termis untuk menentukan jalur pembagian beban yang
optimum antara kelompok pembangkit hidro dan termis
c. Unit komitmen untuk menentukan unit pembangkit yang paling optimum
dioperasikan dalam menghadapi beban yang diperkirakan
19
Universitas Indonesia
d. Economic Load Dispatch untuk membagi beban diantara unit-unit termis
yang beroperasi sehingga dicapai biaya bahan bakar yang optimum.
Komponen biaya D adalah biaya pemeliharaan (maintenance), biaya
pembelian suku cadang, biaya pembelian barang habis pakai, biaya personil
pemeliharaan, serta biaya tenaga ahli pemeliharaan. Untuk lebih mengefisienkan
biaya ini, sebaiknya pemeliharaan dianggap sebagai suatu kegiatan yang prediktif.
Keteraturan dan ketertiban pemeliharaan akan berdampak pada efisiensi dan
kehandalan pembangkitan.
Berikut di bawah ini adalah besarnya biaya pembangkitan untuk beberapa
jenis pembangkitan yang ada di Indonesia[25]
.
Tabel 2.3. Biaya pembangkitan di Indonesia (Rp/kWh)
PLTU
Batubara A
PLTU
Batubara B
PLTGU (BBM & HSD)
PLTA
Komponen A Komponen B
Komponen C
Komponen D
58,04
14,98
358,22
0,53
48,08
15,76
322,98
0,72
32,10
82,30
708,16
1,59
25,5
9,57
0
23,92
2.2.3. Analisa Ekonomi Dasar dalam Perencanaan Pembangkit[23,24]
Proyek pengembangan pembangkit tenaga listrik selalu berhubungan
dengan investasi, skema investasi dengan perbedaan teknologi dan skala proyek
memerlukan penghitungan kelayakan secara ekonomi. Penghitungan kelayakan
ekonomi dari suatu proyek bertujuan untuk mencari skema pembiayaan yang
optimal.
Terdapat 3 jenis metode pendekatan nilai ekonomi, yang umumnya
digunakan saat ini. Metode tersebut adalah;
a. Metode pendekatan nilai statis
b. Metode pendekatan nilai dinamis
c. Metode pendekatan nilai stokastik
Dalam pendekatan metode statis, nilai waktu dari uang tidak
diperhitungkan. Metode pendekatan nilai statis adalah metode pendekatan secara
langsung dari nilai investasi yang dilakukan, dan relatif lebih mudah jika
dibandingkan dengan metode yang lain. Namun pendekatan ini akan mengalami
20
Universitas Indonesia
kesulitan ketika terjadi perubahan kondisi perekonomian selama waktu proyek
berjalan. Umumnya metode ini digunakan sebagai inisiasi fase awal dari suatu
proyek, yaitu digunakan pada studi kelayakan. Dalam perencanaan proyek
pengembangan pembangkit, dimana pelaksanaannya dalam jangka waktu tahunan
dan terdiri atas beberapa sub proyek, nilai arus kas selama proses perencanaan
adalah kompleks, dan tidak cocok untuk diterapkan melalui pendekatan nilai
statis.
Saat ini, model ekonomi yang digunakan dalam perencanaan pembangkit
atau perencanaan jaringan tenaga listrik di beberapa negara menggunakan
pendekatan nilai dinamis. Metode pendekatan ini memperhitungkan nilai waktu
dari uang, dan sesuai dengan hukum perubahan arus modal yang bernilai besar
seiring berjalannya waktu. Dengan demikian, akan diperoleh perhitungan yang
lebih akurat. Dalam pendekatan ekonomi dinamis terdapat empat metode, yakni
a. Metode net present value
b. Metode internal profit rate
c. Metode minimum cost
d. Metode equal annual cost
Penghitungan untuk keempat metode tersebut dibahas pada uraian berikutnya
setelah uraian mengenai nilai waktu dari uang.
Metode pendekatan nilai stokastik adalah suatu analisa ekonomi yang
meletakkan nilai ketidak pastian dan ketidak akuratan dalam akuntansi ekonomi.
Pada proyek tenaga listrik, ketidak pastian muncul pada saat meramalkan beban,
variasi dari ketersediaan energi primer pembangkitan, dan harga dari peralatan-
peralatan listrik. Metode pendekatan stokastik dapat diklasifikasikan dalam 3 tipe,
yaitu;
a. Analisa keseimbangan untung rugi (profit and loss balance analysis)
b. Analisa sensitifitas (sensitivity analysis)
c. Analisa probabilitas (probability analysis)
Kata kunci dari pendekatan nilai stokastik adalah mengetahui distribusi dari
beberapa faktor ketidakpastian. Dalam rangka mendapatkan nilai distribusi
tersebut, diperlukan informasi yang cukup, pengalaman yang lebih dari cukup,
dan analisa data yang detail. Untuk itu, tidak ada metode analisa secara stokastik
21
Universitas Indonesia
yang dapat digunakan secara umum dalam pelaksanaan suatu proyek,
membutuhkan pendekatan yang spesifik untuk setiap proyek.
Pengertian nilai waktu dari uang adalah sejumlah uang yang ada saat ini
adalah lebih tinggi nilainya dengan sejumlah uang yang sama di waktu yang akan
datang. Meski nilai inflasi tidak diperhitungkan, nilai uang saat ini lebih berharga
karena sejumlah uang yang ada saat ini dapat memberikan keuntunggan selama
proses berjalan. Akibatnya nilai dari modal yang diinvestasikan dan keuntungan
yang diperoleh dari pelaksanaan proyek dalam waktu yang berbeda adalah tidak
sama. Untuk mendapatkan analisa ekonomi yang tepat, nilai uang pada waktu
yang berbeda seharusnya dikonversikan dan juga dievaluasi pada waktu yang
sama dan perbandingan dilakukan dengan basis waktu perhitungan yang sama.
Analisa secara ekonomi terhadap nilai waktu dari uang dalam
penganggaran proyek keteknikan, dapat dinyatakan dengan empat persepsi, yaitu;
a. Nilai saat ini (Present value, P)
Adalah mengkonversikan nilai uang pada waktu yang berbeda ke nilai
ekuivalensi harga saat ini. Konversi nilai tersebut dinamakan dengan
perhitungan diskon, dan nilai saat ini dinamakan dengan nilai diskon.
b. Nilai mendatang (Future value, F)
Nilai uang yang diekuivalenkan dengan harga mendatang, sering juga
disebut dengan ultimate value. Nilai saat ini dan nilai mendatang,
keduanya diartikan dalam sekali pembayaran.
c. Nilai setara tahunan (Annual equivalent value, A)
Nilai uang yang dikonversikan melalui pembayaran bertahap (installment)
yang umumnya secara tahunan, sehingga disebut dengan nilai setara
tahunan.
d. Nilai tahunan berkembang (Growth annual value, G)
Hampir sama dengan nilai setara tahunan, dimana dalam hal ini terdapat
penambahan nilai dalam pembayaran tahunan bertahap.
Penggambaran nilai saat ini ini, nilai mendatang, nilai setara tahunan, dan nilai
tahunan berkembang dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.
22
Universitas Indonesia
Gambar 2.6. (a) Nilai saat ini, mendatang, dan setara tahunan
(b) Nilai tahunan berkembang
Keempat cara menilai uang diatas masing-masing dapat dikonversikan
antara satu ke lainnya, pada umumnya disebut dengan metode konversi bunga.
Konversi nilai uang saat ini (P), nilai mendatang (F), dan nilai setara tahunan (A),
rumus perhitungan dinyatakan dalam uraian di bawah ini.
1. Penghitungan nilai mendatang dari nilai saat ini
Penghitungan nilai mendatang dari nilai saat ini disebut juga dengan
penghitungan penjumlahan modal dan bunga. Dianggap tingkat bunga adalah
i, maka penghitungan modal dan bunga dinyatakan dalam persamaan 2.28.
𝐹 = 𝑃 1 + 𝑖 𝑛 = 𝑃 𝐹
𝑝, 𝑖, 𝑛 (2.28)
𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎
𝐹
𝑝, 𝑖, 𝑛 = (1 + 𝑖)𝑛 (2.29)
disebut dengan faktor pengembalian modal dan bunga. Berikut di bawah ini
adalah tabel yang menuliskan nilai P pada tahun pertama, dan persamaan nilai
F pada akhir tahun ke –n.
Tabel 2.4. Penghitungan nilai modal dan bunga
Akhir
Periode
Inisial Modal Bunga
(kenaikan)
Penjumlahan nilai modal dan bunga
akhir periode
1 P Pi P + Pi = F1
2 P(1+i) P(1+i)i P(1+i) + P(1+i)i = P(1+i)2 = F2
3 P(1+i)2
P(1+i)2i P(1+i)
2 + P(1+i)
2i = P(1+i)
3 = F3
Akhir
Periode
Inisial Modal Bunga
(kenaikan)
Penjumlahan nilai modal dan bunga
akhir periode
... ... ... ...
N P(1+i)n-1
P(1+i)n-1
i P(1+i)n-1
+ P(1+i)n-1
i = P(1+i)n = Fn
0 1 2 3 4 n-2 n-1 n
P (n-2)G
(n-3)G
3G
2G
G
P F
(n-1)G
A1 A2 A3 A4 A5 A n-1
A n
A
0 1 2 3 4 5 n-1
n
23
Universitas Indonesia
2. Penghitungan nilai saat ini dari nilai yang akan datang
Disebut dengan penghitungan diskon, dengan konversi persamaan nilai
sebagai berikut;
𝑃 = 𝐹1
(1+𝑖)𝑛= 𝐹
𝑃
𝑓, 𝑖, 𝑛 (2.30)
dengan
(𝑃
𝑓, 𝑖, 𝑛) =
1
(1+𝑖)𝑛 (2.31)
merupakan faktor diskon, adalah inverse dari faktor pengembalian modal dan
bunga pada perhitungan sebelumnya.
3. Penghitungan nilai mendatang dari nilai uang setara tahunan
Penghitungan ini merupakan penghitungan pengembalian modal dan bunga
dengan pembayaran tahunan. Nilai arus kas setara tahunan (A) yang terjadi
pada tiap akhir tahun, nilai mendatang (F) adalah sama dengan keseluruhan
jumlah masing-masing nilai tahunan (A) pada setiap tahun ke n, yang
dinyatakan dengan persamaan;
𝐹 = 𝐴 + 𝐴 1 + 𝑖 + 𝐴(1 + 𝑖)2 + ⋯ + 𝐴(1 + 𝑖)𝑛 (2.32)
dimana
𝐹 1 + 𝑖 = 𝐴 1 + 𝑖 + 𝐴(1 + 𝑖)2 + ⋯ + 𝐴(1 + 𝑖)𝑛 (2.33)
substitusi persamaan (2.16) ke persamaan (2.15) diperoleh
𝐹 1 + 𝑖 − 𝐹 = 𝐴(1 + 𝑖)𝑛 − 𝐴 (2.34)
sehingga
𝐹 = 𝐴(1+𝑖)𝑛−1
𝑖= 𝐴(
𝐹
𝐴, 𝑖, 𝑛) (2.35)
(𝐹
𝐴, 𝑖, 𝑛) =
(1+𝑖)𝑛−1
𝑖 (2.36)
4. Penghitungan nilai setara tahunan dari nilai yang akan datang
Penghitungan ini disebut dengan penghitungan pendanaan pembayaran ulang.
Dari persamaan (2.18), nilai A dan F akan bertukar posisi, sehingga dihasilkan
persamaan di bawah ini.
𝐴 = 𝐹𝑖
(1+𝑖)𝑛−1= 𝐹(
𝐴
𝐴𝐹, 𝑖, 𝑛) (2.37)
(𝐴
𝐹, 𝑖, 𝑛) =
𝑖
(1+𝑖)𝑛−1 (2.38)
24
Universitas Indonesia
Persamaan dalam keempat metode penghitungan arus kas melalui pendekatan
ekonomi dinamis, diuraikan dalam poin-poin berikut ini.
1. Metode net present value (NPV)
NPV dalam proyek keteknikan adalah selisih total keuntungan saat ini dengan
total biaya proyek yang didalamnya terdapat lifetime operasional. Secara
umum dengan NPV lebih besar, keuntungan ekonomi yang didapat juga akan
besar. Dimisalkan terdapat m skema investasi berimbang dengan kondisi
sebanding yang dinyatakan sebagai j=1,2,...,m. Persamaan yang digunakan
dalam penghitungan ekonomi dengan metode net present value adalah
sebagai berikut;
max 𝑁𝑃𝑉𝑗 = 𝐵𝑗𝑡 𝑃
𝐹, 𝑖, 𝑡 − 𝐶𝑗𝑡 + 𝐾𝑗𝑡
𝑃
𝐹, 𝑖, 𝑡 𝑛
𝑘=0 𝑛𝑡=0 (2.39)
dimana i = tingkat bunga atau laju diskon
Bjt = keuntungan dari skema j pada tahun t
Cjt = biaya operasional dari skema j pada tahun t
Kjt = nilai investasi dari skema j pada tahun t
n = umur operasional atau batasan dari skema j
Persamaan 2.22 dapat juga dinyatakan dalam
max 𝑁𝑃𝑉𝑗 = (𝐵𝑗𝑡 − 𝐶𝑗𝑡 − 𝐾𝑗𝑡 ) 𝑃
𝐹, 𝑖, 𝑡 𝑛
𝑡=0 (2.40)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa skema NPV dapat dinyatakan juga
sebagai nilai saat ini dari keuntungan bersih tahunan pada tahun dimana masa
manfaat masih berjalan.
2. Metode tingkat keuntungan internal (internal profit rate)
Metode ini disebut juga dengan metode investment recovery, nilai saat ini dari
proyek dianggap berhubungan erat dengan laju diskon dimana nilai saat ini
akan mengurangi kenaikan laju diskon. Inti dari metode ini adalah menghitung
tingkat keuntungan i*j yang menyebabkan nilai proyek saat ini adalah nol,
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut;
𝑁𝑃𝑉𝑗 = (𝐵𝑗𝑡 − 𝐶𝑗𝑡 − 𝐾𝑗𝑡 ) 𝑃
𝐹, 𝑖 ∗𝑗 , 𝑡 𝑛
𝑡=0 = 0 (2.41)
Keuntungan dengan menggunakan metode ini adalah tingkat keuntungan i*j
dapat secara langsung dibandingkan dengan skema-skema pengambilan
keputusan yang ada dengan sebelumnya mendefinisikan laju diskon yang
25
Universitas Indonesia
dibutuhkan pada perhitungan. Dalam hal ini, skema yang terpilih secara
ekonomis adalah ketika tingkat keuntungan internal i*j adalah lebih besar dari
standar laju diskon i0.
𝑖 ∗𝑗 > 𝑖0
3. Metode biaya minimum (minimum cost)
Dalam menentukan jumlah keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek,
terkadang mengalami kesulitan, terutama pada proyek-proyek besar yang
berskala nasional, misalnya dalam proyek kelistrikan, pengadaan pembangkit,
jaringan transmisi dan distribusi, dan lain sebagainya. Sehingga dalam analisa
ekonomi penggunaan metode NPV ataupun tingkat keuntungan internal sulit
dilakukan. Salah satu cara atau metode yang dapat dilakukan dalam
menganalisa adalah dengan membandingkan biaya-biaya proyek tersebut
terhadap nilai saat ini yang dinamakan dengan metode biaya minimum. Dalam
metode ini nilai saat ini diekuivalenkan dengan biaya minimum dari beberapa
skema pembiayaan yang dinilai dari nilai saat ini juga. Dirumuskan dengan;
min 𝑃𝑉𝐶 = (𝐶𝑗𝑡 + 𝐾𝑗𝑡 ) 𝑃
𝐹, 𝑖, 𝑡 𝑛
𝑡=0 (2.42)
Dimana seluruh simbol yang digunakan dalam persamaan diatas adalah sama
dengan simbol yang digunakan pada persamaan (2.39).
Perlu diperhatikan juga umur manfaat dari suatu peralatan yang
diinvestasikan. Keuntungan yang sebenarnya akan bernilai berbeda pada umur
manfaat yang berbeda, meskipun memiliki nilai bersih saat ini dan nilai biaya
saat ini yang sama. Dalam hal ini perlu metode penghitungan lain yang
digunakan untuk memperkuat analisa pengambilan keputusan, diantaranya
adalah metode maximum operational life atau metode least common multiple.
Kedua metode tersebut akan melihat skema investasi dengan domain waktu
yang diseragamkan pada beberapa alternatif skema yang memiliki umur
manfaat yang berbeda.
4. Metode nilai setara tahunan (annual equivalent)
Metode ini mengubah seluruh nilai biaya yang muncul selama umur manfaat
operasi ke dalam biaya setara tahunan. Kriteria metode nilai setara tahunan
menggunakan persamaan di bawah ini;
26
Universitas Indonesia
min 𝐴𝐶𝑗 = 𝑃𝑉𝐶𝑗 𝐴
𝐹, 𝑖, 𝑛 (2.43)
(𝐶𝑗𝑡 + 𝐾𝑗𝑡 ) 𝑃
𝐹, 𝑖, 𝑡 (
𝐴
𝑝, 𝑖, 𝑛)𝑛
𝑡=0 (2.44)
Dimana ACj adalah nilai setara tahunan untuk keseluruhan biaya pada skema
j. Ketika biaya operasional selama masa manfaat tidak berubah, akan berlaku;
Cjt = Cj t = 1,2,3,...,n
Ketika investasi hanya diperhitungkan pada tahun pertama, maka akan
berlaku;
Kjt = Kj0 untuk t = 0 dan Kjt = 0 untuk t > 0
Persamaan (2.44) dapat disederhanakan menjadi;
min 𝐴𝐶𝑗 = 𝐾𝑗0 𝐴
𝐹, 𝑖, 𝑛 + 𝐶𝑗 (2.45)
Metode ini akan lebih mudah ketika menganalisa skema pembiayaan proyek
dengan umur manfaat peralatan yang berbeda-beda. Perbandingan langsung
dapat digunakan jika arus kas untuk masing-masing skema investasi dapat
diubah ke dalam nilai setara tahunan pada skema yang memiliki umur
manfaat yang berbeda.
2.3. PENELITIAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERENCANAAN
PEMBANGKIT
Penelitian yang berhubungan dengan perencanaan pengembangan
pembangkit masih jarang dilakukan di Indonesia. Sepanjang pengamatan dan
pencarian literatur pada saat penelitian ini dilakukan, terdapat 2 penelitian yang
berhubungan dengan perencanaan pengembangan pembangkit. Penelitian pertama
dilakukan oleh Prof Zuhal dalam desertasinya yang berjudul “Optimasi
Multiobyektif Pengembangan Sistem Pembangkit Tenaga Listrik”. Penelitian
tersebut dilakukan pada tahun 1985, dengan menggunakan model pemograman
linier. Penelitian yang lain dilakukan pada tahun 2005 oleh Agus Sugiyono
dengan judul “Analisa Pengambilan Keputusan untuk Perencanaan Pembangkit”.
Berbeda dengan yang pertama, penelitian ini menggunakan metode Markal
(Market Allocation) merupakan sutu perangkat lunak berlisensi yang digunakan
untuk optimasi perencanaan pengembangan pembangkit. Kesamaan keduanya
adalah keluaran program yang berupa hasil optimasi komposisi bauran energi
27
Universitas Indonesia
pembangkitan pada tahun yang direncakan dengan penghitungan nilai pembiayaan
masa kini (awal dasar tahun perencanaan).
Jurnal IEEE telah banyak menerbitkan penelitian yang berhubungan
dengan perencanaan pembangkitan dengan menggunakan algoritma genetika. Dari
penelurusan yang didapat, masing-masing metode pengkodean dan penentuan
kriteria berbeda-beda. Namun fungsi tujuan yang hendak dicapai secara umum
adalah sama meminimalisasi pembiayaan.
Berikut di bawah ini adalah beberapa judul dan tahun penelitian yang
berhubungan dengan perencanaan dan pengembangan pembangkit serta penerapan
algoritma genetika dalam perencanaan pembangkit.
Tabel 2.5. Beberapa judul dan tahun penelitian yang berhubungan dengan
perencanaan pembangkit tenaga listrik
No Tahun Peneliti Judul
1 1985 Zuhal Disertasi : Optimasi Multiobyektif
Pengembangan Sistem Pembangkit Tenaga
Listrik
2 1996 Yoshikazu
Fukuyama, Hsaio-
Dong Chiang
Journal IEEE : A Parallel Genetic
Algorithm for Generation Expansion
Planning
3 2004 Tung-Sheng Zan,
Ming-Tomg Tsay,
& Sung-Ling Chen
Journal IEEE : An improved genetic
algorithm for untility generation expansion
planning in competitive market.
4 2005 Agus Sugiyono Analisa Pengambilan Keputusan untuk
Perencanaan Pembangkit
5 2008 Arash Shabani,
Hadi Hosseini,
Hossein Kazemi
Karegar,
Journal IEEE : Optimal Generation
Expansion Planning in IPP Presence with
HCGA
6 2009 Rishabh P Kothari,
Dirk P Kroes
Proceeding IEEE : Optimal Generation
Expansion Planning via The Cross-Entropy
Method
7 2010 Saeid Jalilzadeh,
Arash Shabani,
Alahverdi Azadru
Journal IEEE : Multi-Period Generation
Expansion Planning Using Genetic
Algorithm
8 - Ahmed El-
Habachi
Generation Mix Planning using Genetic
Algorithm
28
Universitas Indonesia
Dari penelusuran penelitian dan jurnal yang ada, fungsi tujuan yang
hendak dicapai umumnya adalah minimalisasi pembiayaan. Optimasi secara
ekonomis dengan minimalisasi pembiayaan ini memiliki tujuan untuk beberapa
hal yang lebih spesifik. Sebagai contoh Thung-Sheng Zan dkk (2004),
minimalisasi biaya yang dimaksud adalah minimalisasi pembiayaan dan
pembelian energi dari IPP.
Fungsi tujuan dari pengembangan pembangkit pada beberapa penelitian
yang telah dikemukakan dari tabel sebelumnya adalah sebagai berikut;
Tabel 2.6. Pendefinisian fungsi tujuan dari beberapa judul penelitian perencanaan
pembangkit tenaga listrik
No Peneliti Tujuan Obyektif
1 Zuhal 1) Meminimumkan biaya total
2) Memaksimalkan penggunaan batubara
2 Yoshikazu
Fukuyama,dkk
Minimalisasi biaya yang terdiri atas biaya tetap dan biaya
variabel
3 Tung-Sheng
Zan, dkk
Minimalisasi biaya yang terdiri atas biaya pembangkitan
dan biaya pembelian energi dari IPP
4 Agus
Sugiyono
Optimasi penggunaan teknologi dan total biayanya
5 Arash Shabani
dkk
Minimalisasi biaya total pembangkitan yang terdiri atas
biaya investasi dan operasi serta biaya pembelian energi
dari IPP
6 Rishabh P
Kothari dkk
Minimalisasi biaya total pembangkitan
7 Saeid
Jalilzadeh,
dkk
1) Minimalisasi biaya investasi, biaya operasi, dan biaya
transmisi
2) Minimalisasi biaya impor bahan bakar
8 Ahmed El-
Habachi
Minimalisasi biaya operasi dari sistem pembangkitan
Dalam optimasi terdapat suatu kriteria atau batasan-batasan yang
ditetapkan dalam mendapatkan fungsi tujuan. Dalam penentuan kriteria ini, setiap
penelitian akan berbeda bergantung dari tujuan dan maksud penelitian. Namun
kaidah dasar kelistrikan tetap harus ada dan menjadi salah satu fungsi kriteria atau
batasan yang harus ditetapkan. Kaidah yang dimaksud tersebut adalah kaidah
29
Universitas Indonesia
keseimbangan penyediaan (supply) dan permintaan (demand) dengan tingkat
keandalan tertentu, dan batasan minimum maksimum dari pembangkitan yang
direncanakan.
2.4. ALGORITMA GENETIKA [5, 9, 12, 15]
2.4.1. Pengertian Algoritma Genetika
Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan
pada mekanisme evolusi biologis. Algoritma genetika dapat dikatakan sebagai
suatu metode optimasi yang memodelkan mekanisme seleksi alam dan proses
genetika untuk menuntun suatu pencarian seperti cara-cara alam dalam
menyelesaikan permasalahan adaptasi organisme untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Keberagaman pada evolusi biologi adalah ditunjukkan
dengan adanya variasi dari kromosom antar individu organisme. Variasi
kromosom ini akan mempengaruhi laju reproduksi dan tingkat kemampuan
organisme untuk tetap hidup.
Pada dasarnya ada empat kondisi yang sangat mempengaruhi proses
evolusi, yaitu:
a. Kemampuan organisme untuk melakukan reproduksi.
b. Keberadaan populasi organisme yang dapat melakukan reproduksi.
c. Keberagaman organisme dalam suatu populasi.
d. Perbedaan kemampuan untuk bertahan (survive).
Individu yang lebih kuat (fit) akan memiliki tingkat survival dan tingkat
reproduksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu yang kurang fit.
Pada kurun waktu tertentu (sering dikenal dengan istilah generasi), populasi
secara keseluruhan akan lebih banyak memuat organisme yang fit.
Algoritma genetika pertama kali dikembangkan oleh John Holland dari
Universitas Michigan pada tahun 1975 dengan paper “Adaptation in Natural and
Artificial System”. John Holland mengatakan bahwa setiap masalah yang
berbentuk adaptasi (alami maupun buatan) dapat diformulasikan dalam
terminologi genetika. Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa algoritma genetika
sangat cocok digunakan untuk memecahkan masalah optimasi kompleks dan juga
untuk aplikasi yang membutuhkan pemecahan masalah adaptif. Algoritma
30
Universitas Indonesia
genetika juga mampu mendefinisikan suatu fungsi dengan banyak variabel dari
data masukan yang relatif terbatas, dengan syarat adanya keterkaitan antara pola
data masukan dan keluaran dari suatu sistem yang digunakan. Dengan beberapa
keunggulan tersebut, algoritma genetika diterima pada berbagai kalangan dan
telah diaplikasikan pada berbagai bidang.
Hal pertama yang dilakukan dalam penggunaan Algoritma Genetika
adalah mengkodekan persoalan yang akan disimulasikan dalam suatu model
persamaan matematis sehingga program dapat dijalankan. Titik solusi dalam
ruang permasalahan dikodekan dalam bentuk kromosom/string yang terdiri atas
komponen genetika terkecil yaitu gen. Dengan teori evolusi dan teori genetika, di
dalam penerapan Algoritma Genetika akan melibatkan beberapa operator, yaitu:
a. Operasi Evolusi yang melibatkan proses seleksi (selection) di dalamnya.
b. Operasi Genetika yang melibatkan operator pindah silang (crossover) dan
mutasi (mutation).
Nilai fitness digunakan untuk memeriksa hasil optimasi, yang menandakan
gambaran solusi yang sudah dikodekan. Selama algoritma berjalan, gen induk
akan digunakan untuk reproduksi, pindah silang dan mutasi dalam menciptakan
keturunan. Jika Algoritma Genetika didesain secara baik, populasi akan
mengalami konvergensi dan akan didapatkan sebuah solusi yang optimum.
2.4.2. Algoritma Genetika sebagai Optimasi Heuristik[5, 12]
Secara umum penyelesaian masalah optimasi dapat dilakukan
menggunakan dengan dua buah metode, yaitu metode algoritma konvensional dan
metode heuristik. Metode algoritma konvensional diterapkan dengan cara
perhitungan matematis seperti biasa, sedangkan metode heuristik diterapkan
dengan perhitungan kecerdasan buatan, dengan menentukan basis pengetahuan
dan perhitungannya. Ada beberapa algoritma pada metode heuristik yang biasa
digunakan dalam optimasi diantaranya adalah algoritma koloni semut, fuzzy logic,
algoritma genetika dan beberapa algoritma yang lain yang merupakan
pengembangan dari beberapa algoritma sebelumnya.
Algoritma genetika merupakan salah satu dari sekian teknik kecerdasan
buatan. Secara umum kecerdasan buatan dapat didefinisikan sebagai salah satu
31
Universitas Indonesia
bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin (komputer) dapat melakukan
pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan oleh manusia. Beberapa definisi lain
yang mengartikan kecerdasan buatan, diantaranya adalah;
a. Suatu studi yang mengupayakan bagaimana agar komputer berlaku cerdas
b. Studi yang membuat komputer dapat menyelesaikan persoalan yang sulit
c. Teknologi yang mensimulasikan kecerdasan manusia, yaitu bagaimana
mendefinisikan dan mencoba menyelesaikan persoalan menggunakan
komputer dengan meniru bagaimana manusia menyelesaikan dengan
cepat.
Kecerdasan buatan menggunakan teknik yang memungkinkan dibuatnya
sebuah program dimana setiap bagiannya mengandung langkah-langkah yang
bersifat independen dan dapat diidentifikasi dengan baik sehingga dapat
digunakan untuk memecahkan sejumlah persoalan. Setiap bagian program adalah
layaknya sepotong informasi dalam pikiran manusia. Jika informasi tadi
diabaikan, pikiran kita secara otomatis dapat mengatur cara kerjanya untuk
menyesuaikan diri dengan fakta atau informasi yang baru tersebut. Kita tidak
perlu selalu mengingat setiap potong informasi yang telah kita pelajari. Hanya
yang relevan dengan persoalan yang kita hadapi yang kita gunakan. Demikian
pula dalam kecerdasan buatan, setiap bagian program dapat dimodifikasi tanpa
mempengaruhi struktur seluruh programnya. Keleluasaan ini dapat menghasilkan
program yang semakin efisien dan mudah dipahami.
Kecerdasan buatan termasuk bidang ilmu yang relatif muda. Pada tahun
1950-an para ilmuwan dan peneliti mulai memikirkan bagaimana caranya agar
mesin dapat melakukan pekerjaannya seperti yang dapat dikerjakan manusia.
Kecerdasan buatan pertama kalinya dimunculkan oleh seorang Profesor dari MIT
yang bernama John Mc. Carthy pada tahun 1956. Seiring dengan perkembangan
teknologi, muncul beberapa teknologi yang juga bertujuan untuk membuat agar
komputer menjadi cerdas sehingga dapat menirukan kerja manusia sehari-hari.
Teknologi ini juga mampu mengakomodasi adanya ketidakpastian dan
ketidaktepatan data masukan. Dengan didasari pada teori himpunan, maka pada
tahun 1965 muncul fuzzy logic. Kemudian pada tahun1975 John Holland
32
Universitas Indonesia
mengatakan bahwa setiap problem berbentuk adaptasi (alami maupun buatan)
secara umum dapat diformulasikan dalam terminologi genetika.
2.4.3. Terminologi Algoritma Genetika[9, 12]
Algoritma genetika berbasis pada genetika alami dan ilmu komputer maka
terminologi yang digunakan merupakan campuran antara genetika alami dan
artifisial. Secara garis besar algoritma genetika memiliki banyak kesamaan
dengan mekanisme genetika alami dan seleksi alam, baik dalam tahapan
prosesnya maupun definisi dari istilah-istilah atau terminologi yang digunakan.
Terminologi algoritma genetika dan genetika alami bisa dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Perbandingan terminologi genetika alami dan algoritma genetika
Genetika Alami Algoritma Genetika
Kromosom String
Gen Karakter
Alele Nilai Karakter
Lokus Posisi dalam String
Genotif Struktur
Fenotif Parameter
Dalam genetika alami, kromosom merupakan susunan gen-gen, tiap gen
mengandung nilai atau sifat tertentu yang disebut alele, sedangkan posisinya
disebut lokus. Selanjutnya satu atau beberapa kromosom bergabung membentuk
paket genetika yang disebut genotif. Interaksi genotif dengan lingkungannya
disebut fenotif.
Secara sederhana hal tersebut juga terjadi dalam algoritma genetika.
Kromosom yang disebut string dibentuk dari beberapa karakter. Seperti pada
genetika alami tiap karakter mempunyai posisi dan mengandung nilai tertentu.
Satu atau beberapa string digabung membentuk struktur. Bila struktur tersebut
didekode akan diperoleh satu nilai atau harga yang merupakan alternatif solusi.
Algoritma genetika didasari oleh bidang genetika natural dan ilmu
komputer, maka istilah-istilah yang digunakan akan berupa campuran dari disiplin
33
Universitas Indonesia
kedua ilmu tersebut. Adapun penjelasan dari istilah-istilah yang digunakan dapat
dilihat pada Tabel 2.8 berikut :
Tabel 2.8. Istilah dalam algoritma genetika
No Algoritma Genetika
Penjelasan Definisi
1 Kromosom (string, individual)
Solusi (pengkodean) Struktur yang mengkodekan preskripsi yang
menspesifikasikan bagaimana organisme
dikonstruksikan
2 Gen-gen (bit) Bagian dari solusi Bagian dari kromosom yang berupa
sejumlah struktur individu
3 Locus Posisi dari Gen
4 Allele Nilai Gen
5 Phenotype Solusi yang diuraikan Organisme yang dihasilkan dari sekumpulan
kromosom
6 Genotype Solusi yang diuraikan Sekumpulan kromosom-kromosom yang lengkap
Bentuk lazim algoritma genetika telah dideskripsikan oleh Goldberg.
Algoritma genetika merupakan teknik pencarian stokastik yang berdasarkan
mekanisme seleksi alam dan genetika natural. Yang membedakan algoritma
genetika dengan berbagai algoritma konvensional lainnya adalah bahwa algoritma
genetika memulai dengan suatu himpunan penyelesaian acak di awal yang disebut
populasi. Setiap individu di dalam populasi disebut kromosom, yang
merepresentasikan suatu penyelesaian terhadap masalah yang ditangani. Sebuah
kromosom terdiri dari sebuah string yang berisi berbagai simbol, dan biasanya,
tetapi tidak mutlak, string tersebut berupa sederetan bit-bit biner “0” dan “1”.
Sebuah kromosom tumbuh atau berkembang biak melalui berbagai iterasi yang
berulang-ulang, dan disebut sebagai generasi. Pada setiap generasi, berbagai
kromosom yang dihasilkan akan dievaluasi menggunakan suatu pengukuran
fitness.
Randy L. Haupt menganalogikan algoritma genetika dengan proses
genetika biologis pada perkawinan anjing yang terlihat pada gambar 2.7.
Keduanya dimulai dengan inisial populasi pada kejadian random. Masing-masing
34
Universitas Indonesia
baris pada bilangan biner algoritma genetika mempresentasikan karakter dari
anjing-anjing yang berada pada populasi. Kita akan mengembangbiakkan anjing
dengan suara lolongan yang keras, dan hanya sedikit anjing yang mempunyai
suara yang keras, yang dalam contoh ini terdapat 4 anjing yang memiliki kriteria
yang dimaksud dan dipertahankan untuk dikembangbiakkan. Dari keempat anjing
tersebut dikawinkan, dengan teorema kemungkinan, karena induk yang
dikawinkan adalah memiliki suara yang keras, anak-anak anjing yang dihasilkan
diharapkan juga memiliki karakter yang sama dengan induk. Urutan biner baru
dari anak-anak anjing mengandung bagian-bagian dari urutan biner induknya.
Anak anjing baru menggantikan dua anjing dibuang karena tidak bersuara cukup
keras. Proses tersebut akan berlangsung berulang-ulang, dimana dari hasil seleksi
alam yang memiliki kualitas bagus akan dipertahankan, dan yang berkualitas
buruk akan diganti melalui proses mutasi atau mungkin akan dihilangkan sama
sekali.
Gambar 2.7. Analogi genetika seleksi alam dengan algoritma genetika[9]
35
Universitas Indonesia
2.4.4. Struktur Umum Algoritma Genetika
Struktur algoritma genetika menggambarkan proses evolusi biologi dari
generasi pertama ke generasi berikutnya yang terjadi di alam. Perubahan dari
generasi pertama ke generasi berikutnya membentuk suatu siklus. Pada algoritma
genetika, teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang
mungkin, yang dikenal dengan istilah populasi. Individu yang terdapat dalam satu
populasi disebut dengan istilah kromosom. Kromosom ini merupakan suatu solusi
yang masih berbentuk simbol. Populasi awal dibangun secara acak, sedangkan
populasi berikutnya merupakan hasil dari evolusi kromosom-kromosom melalui
iterasi yang disebut dengan istilah generasi. Pada setiap generasi, kromosom akan
melalui proses evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan
fungsi tujuan (fitness function).
Kualitas kromosom dari populasi awal yang dibangkitkan ditunjukkan oleh
nilai fitness. Generasi berikutnya dikenal dengan istilah anak (offspring) terbentuk
dari gabungan dua kromosom generasi sekarang yang bertindak sebagai induk
(parents) dengan menggunakan operator penyilangan (crossover). Selain operator
penyilangan, suatu kromosom dapat juga dimodifikasi dengan menggunakan
operator mutasi.
Gambar 2.8. Struktur algoritma genetika[12]
Populasi generasi yang baru dibentuk dengan cara menyeleksi nilai fitness
dari kromosom induk (parent) dan nilai fitness dari kromosom anak (offspring),
Membangkitkan
Populasi Awal
Evaluasi
fungsi fitness
Kriteria
Terminasi
Individu
terbaik
Seleksi
Rekombinas
i
(Crossover)
Mutasi
Mem
ban
gkit
kan
popula
si
bar
u
36
Universitas Indonesia
serta menolak kromosom-kromosom yang lainnya sehingga ukuran populasi
(jumlah kromosom dalam suatu populasi) akan tetap. Setelah melalui beberapa
generasi, maka algoritma ini akan konvergen ke kromosom terbaik. Struktur
algoritma dari algoritma genetika dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Sebagai sebuah metode optimasi yang menerapkan kaidah probabilistik,
algoritma genetika mengevaluasi dan memanipulasi string-string individu dengan
aturan transisi evolusi stokastik. Pada setiap generasi yang menggunakan transisi
stokastik tersebut operator genetika berperan terhadap setiap string individu dalam
populasi sehingga dihasilkan individu baru yang meningkat kualitasnya untuk
generasi selanjutnya.
2.4.5. Mekanisme dalam Algoritma Genetika[5, 12, 15]
Algoritma genetika bekerja pada suatu populasi untuk mencari solusi
permasalahan. Perkembangan populasi pada generasi berikutnya dihasilkan
melalui mekanisme genetika yang dihasilkan dari perkawinan dua individu.
Proses perkembangbiakan individu akan terus berlangsung dan akan memberikan
hasil yaitu suatu populasi dimana setiap individu memiliki kualitas baik. Proses
evolusi ini akan berlangsung dalam beberapa generasi yang ditentukan. Setiap
individu dalam suatu populasi memiliki kromosom yang mempunyai struktur gen
yang sama. Setiap kromosom membawa informasi tentang parameter-parameter
yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah yang telah ditentukan. Beberapa hal
yang harus dilakukan dalam algoritma genetika adalah:
a. Mendefinisikan individu, dimana individu menyatakan salah satu solusi
(penyelesaian) yang mungkin dari permasalahan yang diangkat.
b. Mendefinisikan nilai fitnes, yang merupakan ukuran baik-tidaknya sebuah
individu atau baik-tidaknya solusi yang didapatkan.
c. Menentukan proses pembangkitan populasi awal. Hal ini biasanya dilakukan
dengan menggunakan pembangkitan acak seperti random-walk.
d. Menentukan proses seleksi yang akan digunakan.
e. Menentukan proses perkawinan silang (cross-over) dan mutasi gen yang
akan digunakan.
37
Universitas Indonesia
Dalam bentuk matematis, algoritma genetika akan memetakan masalah
pada suatu himpunan gen yang berbentuk string biner, yang merupakan kode
biner dari parameter dalam suatu ruang solusi dimana masing-masing string
tersebut merepresentasikan suatu kandidat-kandidat solusi yang lebih berkualitas.
Proses algoritma genetika memiliki suatu tahapan atau siklus sederhana sebagai
berikut :
a. Membentuk suatu populasi string awal secara acak.
b. Mengevaluasi masing-masing string.
c. Memilih string terbaik.
d. Memanipulasi string-string tersebut secara genetika
2.4.5.1 Mekanisme Penentuan Individu
Penentuan individu merupakan penentuan variabel yang mungkin akan
menjadi suatu solusi dari suatu masalah yang akan dioptimasikan. Implementasi
permasalahan dalam algoritma genetika dimulai dari pengkodean parameter.
Teknik pengkodean meliputi penyandian gen dari kromosom. Gen merupakan
bagian dari kromosom. Satu gen biasanya akan mewakili satu parameter/variabel.
Parameter ini merupakan parameter dari fungsi objektif yang dikodekan dengan
angka biner yang panjangnya dapat ditentukan sesuai dengan kepresisian nilai
parameter. Untuk membentuk suatu kromosom maka kode biner dari parameter-
parameter algoritma genetika digabung menjadi satu sehingga terbentuk suatu
deretan bit gabungan.
Menurut Michalewicz (1994) setiap individu atau kromosom tersusun atas
urutan gen dari suatu alfabet. Suatu alfabet dapat terdiri dari bilangan biner,
floating point, integer, atau simbol-simbol seperti A,B,C dan seterusnya, atau juga
berupa matriks dan lain sebagainya. Rancangan asli algoritma genetika oleh
Holland menggunakan bilangan biner sebagai representasi dari gen. Representasi
kromosom dengan menggunakan bilangan biner dapat digambarkan sebagai
berikut.
1 2 3 4 5 6 ........................................ n-1 n
Kolom bil. string 1 0 1 1 1 0 1 0
Gambar 2.9. Representasi kromosom dengan bilangan biner
38
Universitas Indonesia
Kode yang digunakan harus dapat mewakili seluruh ruang penyelesaian.
Sebagai contoh untuk persoalan mencari nilai maksimum dari suatu fungsi f(x)
dengan batasan suatu variabel x adalah (ax , bx) dengan akurasi p angka dibelakang
koma. Bila panjang kromosom adalah m dimana akan berlaku hubungan (Mitsuo,
1994)[5]
;
2𝑚−1 < 𝑏𝑥 − 𝑎𝑥 𝑥 10𝑝 ≤ 2𝑚 − 1 (2.46)
Rumus diatas dapat juga ditulis dalam bentuk sebagai berikut;
2𝑚−1 < 𝑏𝑥 − 𝑎𝑥 𝑥 10𝑝 (2.47)
m - 1 < 𝑙𝑜𝑔2[ 𝑏𝑥 − 𝑎𝑥 𝑥 10𝑝] (2.48)
m < 𝑙𝑜𝑔2[ 𝑏𝑥 − 𝑎𝑥 𝑥 10𝑝] + 1 (2.49)
dan 2𝑚 − 1 ≥ 𝑏𝑥 − 𝑎𝑥 𝑥 10𝑝 (2.50)
2𝑚 ≥ 𝑙𝑜𝑔2[ 𝑏𝑥 − 𝑎𝑥 𝑥 10𝑝 ] + 1 (2.51)
m ≥ 𝑙𝑜𝑔2[ 𝑏𝑥 − 𝑎𝑥 𝑥 10𝑝] + 1 (2.52)
dimana m = panjang kode bit (panjang kromosom)
bx = nilai batas maksimum dari variabel x
ax = nilai batas minimum dari variabel x
p = nilai akurasi (angka dibelakang koma)
Untuk mendapatkan nilai x dari sebuah kromosom adalah sebagai berikut;
𝑥 = 𝑎𝑥 + 𝑐𝑥 .𝑏𝑥 +𝑎𝑥
2𝑚 −1 (2.53)
Dimana cx adalah nilai desimal dari m bit kromosom.
2.4.5.2 Mekanisme Pembentukan Populasi
Membangkitkan populasi awal adalah proses membangkitkan sejumlah
individu secara acak atau melalui prosedur tertentu. Ukuran populasi tergantung
pada masalah yang akan dipecahkan dan jenis operator genetika yang akan
diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan, kemudian harus
dilakukan inisialisasi terhadap kromosom yang terdapat pada populasi tersebut.
Teknik dalam membangkitkan populasi awal ini ada beberapa macam,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Random Generator
Inti dari cara ini adalah melibatkan pembangkitan bilangan random untuk
nilai setiap gen sesuai dengan representasi kromosom yang digunakan.
39
Universitas Indonesia
Gen nantinya berisi pembulatan dari bilangan random yang dibangkitkan
sebanyak Npop (jumlah populasi) x Nbits (jumlah gen dalam tiap
kromosom)
b. Pendekatan tertentu (memasukan nilai tertentu kedalam gen)
Cara ini adalah dengan memasukan nilai tertentu kedalam gen dari
populasi awal yang dibentuk.
c. Permutasi gen
Salah satu cara dari pembangkitan populasi awal dengan permutasi gen
adalah penggunaan permutasi Josephus dalam permasalahan kombinatorial
seperti travelling salesmen problem (TSP).
2.4.5.3 Mekanisme Fungsi Evaluasi (fitness function)[5]
Pemilihan individu untuk menghasilkan keturunan berikutnya sangat
memegang peranan penting dalam algoritma genetika. Evaluasi dapat dilakukan
berdasarkan fitness value setiap individu, dimana nilai tersebut berhubungan
langsung dengan fungsi obyektif. Dengan menggunakan representasi biner, nilai
fitness untuk idividu i(fi) dapat dihitung dengan menggunakan rumus;
𝑓𝑖 = 𝑐𝑗 𝑠𝑖𝑗𝑛𝑖=1
dimana sij adalah nilai kolom ke –j yang berkorespondensi dengan individu ke-i
dan Cj adalah biaya dari kolom ke-j (Beasley & Chu, 1994).
2.4.5.4 Mekanisme Proses Reproduksi / Seleksi[5]
Pemilihan individu dalam proses reproduksi dilakukan secara
probabilistik, dimana satu individu dalam populasi dapat dipilih lebih dari satu
kali untuk menghasilkan generasi berikutnya. Terdapat beberapa metode seleksi
antara lain proportional selection, roulete wheel selection, fitness scalling
techniques, tournament elistist model dan ranking methods (Golberg, 1989;
Michaelwicz, 1994; Beasley & Chu, 1994).
Metode seleksi proporsional (proportional selection) menghitung
probabilitas individu i (Pi) untuk terpilih dengan rumus;
𝑝𝑖 =𝑒𝑣𝑎𝑙 (𝑣𝑖)
𝑓𝑖 (2.54)
Dimana fi adalah nilai fitness dari individu ke-i dan n adalah ukuran populasi.
40
Universitas Indonesia
Individu-individu baru hasil reproduksi akan menggantikan individu-
individu lama yang ada dalam populasi secara acak. Metode penggantian ini
disebut dengan incremental replacement atau steady state replacement (Beasley
& Chu, 1994). Disamping itu terdapat generatical replacement atau populasi
generasi baru digenerate secara keseluruhan dan kemudian akan menggantikan
semua populasi parent. Hasil penelitian Beasley & Chu (1994) menunjukkan
penggunaan metode steady state replacement dalam penggantian individu
memberikan hasil yang lebuh baik bila dibandingkan dengan metode generational
replacement. Keuntungan menggunakan metode steady state replacement adalah
individu-individu dengan nilai fitness yang baik akan selalu berada di dalam
populasi dan solusi generasi terbaru hampir selalu tersedia untuk seleksi dan
reproduksi.
Dalam praktek pendekatan seleksi putaran roulete, dapat digambarkan
mekanismenya sebagai berikut;
a. Hitung harga ketahanan eva (vk) untuk masing-masing kromosom vk;
eva (vk) = f(x) dengan k = 1,2,... populasi
b. Hitung kemampuan total untuk populasi;
F = (vk) = f(x) dengan k = 1,2,... populasi
c. Hitung probabilitas seleksi pk untuk masing-masing kromosom vk;
Pk = k = 1,2,... populasi
d. Hitung probabilitas kumulatif qk untuk masing-masing kromosom vk;
Vk = k = 1,2,... populasi
Proses seleksi dimulai dengan memutar roulete sejumlah populasi masing-
masing waktu dengan memilih kromosom dengan langkah-langkah sebagau
berikut;
Langkah 1 Dibuat suatu angka random (r) pada kisaran (0 – 1)
Langkah 2 Jika r<q; pilih kromosom pertama v1; jika sebaliknya pilih
kromosom ke-k, vk (2 < k < k populasi) sedemikian
sehingga qk-1 < r < qk
41
Universitas Indonesia
2.4.5.5 Mekanisme Proses Rekombinasi (Crossover)[5]
Penentuan jumlah kromosom induk yang diharapkan untuk melakukan
rekombinasi dilakukan dengan cara menentukan probabilitas persilangan dari
ukuran populasi kromosom induk, pop size (Pc). Kemudian melakukan
pembentukan bilangan acak (0-1) untuk sejumlah Pc untuk memilih kromosom-
kromosom induk yang akan melakukan rekombinasi, apabila bilangan acak yang
dihasilkan adalah lebih kecil dari probabilitas persilangan yang telah ditentukan
sebelumnya, maka kromosom induk tersebut terpilih untuk melakukan
rekombinasi. Metode-metode crossover yang digunakan diantaraanya adalah
sebagai berikut;
a. Single point crossover
Satu titik persilangan dipilih, string biner pada kromosom sampai titik
persilangan diambil dari induk pertama, dan sisanya dari induk kedua.
1 1 0 0 1 0 1 1 + 1 1 0 1 1 1 1 1 = 1 1 0 0 1 1 1 1
b. Two point crossover
Dua titik persilangan dipilih, string biner pada kromosom sampai titik
persilangan pertama, bagian dari titik persilangan pertama ke
persilangan kedua diambil dari induk kedua dan sisanya dari induk
pertama lagi.
1 1 0 0 1 0 1 1 + 1 1 0 1 1 1 1 1 = 1 1 0 1 1 1 1 1
c. Uniform crossover
Secara random akan diambil dari induk pertama atau dari induk kedua.
1 1 0 0 1 0 1 1 + 1 1 0 1 1 1 1 1 = 1 1 0 0 1 0 1 1
d. Arithmetic crossover
Banyak operasi aritmetik yang dilakukan untuk membuat offspring.
1 1 0 0 1 0 1 1 + 1 1 0 1 1 1 1 1 = 1 1 0 1 1 0 1 1
Semua metode diatas umumnya digunakan pada kromosom dengan
representasi bit, namun dapat juga digunakan pada representasi floating point.
Sedangkan pada representasi integer, metode crossover yang digunakan adalah
single point crossover yaitu satu titik persilangan dipilih, kemudian menempatkan
gen-gen sebelum titik potong tersebut ke dalam ruang gen anak, dan selanjutnya
mengisi ruang kosong gen anak dengan gen dari induk kedua yang belum ada
42
Universitas Indonesia
dalam ruang gen anak yang sudah terisi. Penggambaran tersebut adalah sebagai
berikut;
(1 2 3 4 5 6 7 8 9) + (4 5 3 6 8 9 7 2 1) = (1 2 3 4 5 9 7 2 1)
2.4.5.6 Mekanisme Proses Mutasi[5]
Mutasi adalah operator genetika yang merubah satu atau lebih gen – gen
dalam sebuah kromosom dari bentuk aslinya dan menghasilkan sebuah gen baru.
Beberapa metode mutasi yang digunakan pada setiap jenis representasi kromosom
adalah sebagai berikut;
a. Mutasi pada representasi bit
Dengan memilih bit kemudian dibalikkan, apabila tadinya 0 maka akan
menjadi 1 dan demikian juga sebaliknya
1 1 0 0 1 0 0 0 1 => 0 0 1 1 0 1 1 1 0
b. Mutasi pada representasi floating point
Dengan melakukan penambahan bilangan kecil untuk pengkodean
nilai riil.
(1.29 5.68 2.86 4.11 5.55) => (1.29 5.68 2.73 4.22 5.55)
c. Mutasi pada representasi integer
Dengan melakukan penukaran urutan, dengan memilih dua titik dan
menukarkan posisinya
(1 2 3 4 5 6 8 9 7) => (1 8 3 4 5 6 2 9 7)
Penentuan jumlah kromosom induk yang diharapkan akan mengalami
mutasi pada gen dilakukan dengan cara menentukan probabilitas mutasi dari
kromosom induk (Pm). Probabilitas mutasi bergerak dalam ruang kromosom
seluruh populasi. Sehingga pemilihan substansi yang akan mengalami mutasi
dilakukan pada kromosom.
Mutasi adalah unary operator, yang hanya memerlukan satu kromosom
induk untuk menghasilkan satu kromosom anak. Pada kasus penjadwalan dengan
memperhatikan urutan, perubahan sedikit pada urutan akan berpengaruh banyak
terhadap hasil yang dicapai. Operator operasi yang sering digunakan dalam
penyelesaian kasus adalah mutasi integer atau sering disebut dengan mutasi shift.
43
Universitas Indonesia
2.4.5.7 Mekanisme Terminasi
Proses terminasi dalam algoritma genetika dimaksudkan untuk mengakhiri
siklus genetika yang dilakukan oleh program komputer lewat batasan yang
diberikan. Batasan yang biasa dilakukan dapat berupa jumlah generasi maksimum
yang harus dilewati oleh proses komputasi. Mekanisme terminasi lain yang akan
digunakan adalah penentuan nilai MSE, siklus genetika akan berakhir pada saat
error yang dihasilkan lewat analisa MSE telah mencapai nilai tertentu yang telah
ditetapkan.
2.4.6. Penentuan Parameter dalam Algoritma Genetika[12, 15]
Parameter-parameter yang dimaksud di sini adalah parameter kontrol
algoritma genetika, yaitu ukuran populasi (N), peluang pindah silang (pc), dan
peluang mutasi (pm).
a. Ukuran Populasi (N)
Ukuran populasi mempengaruhi efektivitas dan kinerja algoritma genetika.
Pemilihan ukuran populasi yang digunakan tergantung pada masalah yang
akan diselesaikan. Untuk masalah yang kompleks biasanya diperlukan ukuran
populasi yang lebih besar.
b. Probabilitas pindah Silang (pc)
Probabililtas pindah silang mengenalkan operator pindah silang. Dalam tiap
generasi sebanyak pc*N individu dalam populasi mengalami pindah silang.
Semakin besar pc yang diberikan, semakin cepat struktur individu baru
diperkenalkan ke dalam populasi. Namun jika nilai pc diberikan terlalu besar,
individu yang merupakan kandidat solusi terbaik dapat hilang lebih cepat.
c. Probabilitas Mutasi (pm)
Parameter pm mengendalikan operator mutasi. Dalam satu generasi
diperkirakan terjadi mutasi sebanyak pm*N*L dimana N adalah ukuran
populasi dan L adalah panjang struktur.
Pemilihan besar parameter pc dan pm sebagai parameter kontrol merupakan
suatu permasalahan optimasi tersendiri yang kompleks untuk dipecahkan.
44
Universitas Indonesia
Penentuan parameter ini tergantung pada fungsi objektif yang menghubungkan
sistem dengan algoritma genetika. Beberapa petunjuk pemilihan parameter ini
diberikan:
a. Untuk permasalahan yang memiliki kawasan solusi yang cukup besar, De
Jong merekomendasikan nilai parameter kontrol sebagai berikut:
(N; pc; pm) = (50; 0.6; 0.001)
b. Bila nilai rata-rata fitness setiap generasi digunakan sebagai indikator, maka
Grefenstette merekomendasikan :
(N; pc; pm) = (30; 0.95; 0.01)
c. Bila fitness dari individu terbaik dipantau pada setiap generasi, maka :
(N; pc; pm) = (80; 0.45; 0.01)
d. Ukuran populasi sebaiknya tidak lebih kecil dari 30, untuk sembarang jenis
pemasalahan.
45 Universitas Indonesia
BAB III
PERANCANGAN MODEL OPTIMASI PERENCANAAN
PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA GENETIKA
3.1. PEMODELAN SISTEM PERENCANAAN
3.1.1. Model Sistem Perencanaan
Tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan sistem perencanaan
pembangkit adalah menentukan berapa besarnya kapasitas pembangkit baru yang
harus dibangun, bagaimana komposisi pembangkit tersebut (jenis pembangkit dan
kapasitasnya), berapa bauran energi optimum masing-masing jenis pembangkit
dan berapa biaya investasi yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan listrik
(load demand) pada tahun perencanaan. Metode optimasi yang digunakan adalah
minimum pembiayaan yang secara garis besar mencakup biaya investasi, operasi
dan pemeliharaan serta penggunaan bahan bakar pembangkitan.
Jumlah kebutuhan energi listrik pada tahun perencanaan, diperoleh dari
ramalan perkiraan beban (load forecasting) pada tahun tersebut, atau dapat
menggunakan asumsi persentase kenaikan beban puncak dari beban puncak awal
tahun perencanaan. Dalam sistem kelistrikan, kebutuhan energi listrik dalam
kurun waktu tertentu dipenuhi oleh sejumlah pembangkitan dengan kapasitas
terpasangnya ditambah dengan daya cadangan (reserve margin) yang dihitung
dalam kurun waktu tertentu. Daya cadangan yang ditetapkan mengacu pada
persaamaan (2.2) yang dirumuskan dengan;
𝐶𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 % =𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 −𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘𝑥100% (3.1)
Besarnya persen cadangan sudah ditentukan, dan beban puncak diketahui, untuk
mendapatkan besarnya kapasitas terpasang adalah sebagai berikut;
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑇𝑒𝑟𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 = 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 (1 + % 𝑐𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛) (3.2)
Seperti pada uraian bab sebelumnya, pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP <
0.274% adalah setara dengan reserve margin > 25-30% dengan basis daya mampu
netto. Apabila dinyatakan dengan kapasitas terpasang, maka reserve margin yang
dibutuhkan adalah sekitar 35%.[2]
46
Universitas Indonesia
Data Eksisting
Pembangkit
Tahun Perencanaan ke -n
B
Kebutuhan Beban dan
Reserve Margin
Hitung Tambahan
Kapasitas
Perkiraan Beban
dan Energi
Dasar Tahun
Perencanaan
A
Kapasitas Pembangkit
Eksisting
Kandidat Pembangkit
Nilai Laju Diskon
Biaya Investasi, Bahan
Bakar, Operasi dan
Pemeliharaan
Fungsi Tujuan : Minimum
Pembiayaan Pembangkit
Fungsi Batasan / Kriteria
Bauran Kapasitas dan Energi
Tiap Pembangkit Baru Th ke -n
Bauran Kapasitas dan Energi Total
pada Tahun Perencanaan ke -n
Kapasitas Pembangkit
ke n-1
Mulai
Selesai
Optimasi dengan
Algoritma GenetikT
ah
un
Pe
ren
ca
na
an
ke
n+
1
Gambar 3.1. Diagram alir perencanaan pengembangan pembangkit
47
Universitas Indonesia
Kebutuhan kapasitas pembangkit baru diperoleh dengan menghitung
selisih dari kebutuhan listrik dengan kapasitas pembangkit eksisting dengan
persentase cadangan yang ditentukan. Total kapasitas penambahan pembangkit
baru tersebut kemudian akan dicari bauran pembangkitnya (jenis dan kapasitas)
dari beberapa kandidat pembangkit yang telah didefinisikan sebelumnya.
Pemilihan jenis pembangkit, jumlah, dan besarnya daya yang dibangkitkan
menggunakan optimasi pencarian biaya minimum dari biaya investasi, operasi dan
pemeliharaan serta biaya pembelian bahan bakar. Iterasi akan selalu berulang
untuk mendapatkan biaya terendah dari beberapa batasan-batasan yang telah
ditetapkan. Variabel pengambilan keputusan yang diharapkan dari algoritma
perencanaan pengembangan pembangkit tenaga listrik ini adalah jumlah
pembangkit dan besarnya energi yang dibangkitkan dari masing-masing kandidat
jenis pembangkit yang direncanakan.
Dalam perencanaan pembangkit tenaga listrik tidak lepas dari kebijakan
pemerintah. X Wang dan JR Mc Donald dalam bukunya „Modern Power System
Planning‟ memasukkan kebijakan energi dan perencanaan pemerintah dijadikan
dasar dalam perencanaan sistem tenaga listrik. Kebijakan energi tersebut
umumnya membicarakan tentang penentuan persentase bauran energi dari
pembangkitan. Kebijakan bauran energi pembangkitan tersebut dapat dimasukkan
sebagai fungsi batasan (constrain) dalam diagram alur perencanaan pembangkit.
Sebagai contoh dalam batasan pembangkit, karena alasan lingkungan jumlah total
kapasitas pembangkitan batubara tidak melebihi 50% dari kapasitas pembangkitan
seluruhnya atau diinginkan pengembangan pembangkit sel surya sebesar 3% dari
total kapasitas pembangkitan. Hal yang dilakukan adalah menempatkan batasan
50% untuk pembangkit batubara dan 3% untuk pembangkit sel surya ke dalam
fungsi batasan.
Selain kebijakan bauran energi pembangkitan, kebijakan pemerintah dapat
berupa skenario emisi karbon. Setiap pembangkitan energi listrik menghasilkan
emisi karbon yang merugikan kesehatan manusia. Pemerintah memiliki kebijakan
dalam membatasi emisi karbon yang dihasilkan dari pembangkit tenaga listrik.
Pembatasan emisi karbon dapat digunakan sebagai salah satu kendala atau kriteria
batasan dalam optimasi.
48
Universitas Indonesia
3.1.2. Fungsi Tujuan
Tujuan dari perencanaan sisi pembangkitan, bertujuan mencari nilai
optimum penyediaan listrik dalam kurun waktu tertentu, yang sangat dipengaruhi
oleh kondisi permintaan atau beban kelistrikan. Nilai optimum tersebut diartikan
sebagai optimum dalam penyediaan energi listrik sehingga memenuhi tingkat
kehandalan tertentu dan minimum dalam pembiayaan. Pembiayaan termurah
diperoleh melalui proses optimasi dari biaya investasi, biaya bahan bakar serta
biaya operasi dan pemeliharaan. Biaya bahan bakar dan biaya operasi
pemeliharaan umumnya hanya dinyatakan sebagai biaya operasional
pembangkitan.
Tahap pertama yang dibutuhkan dalam perencanaan adalah perkiraan
kebutuhan daya dan energi pada tahun perencanaan. Selain itu untuk mendapatkan
nilai kebutuhan penambahan pembangkit diperlukan data kapasitas pembangkitan
eksisting. Fungsi tujuan yang hendak dicapai dalam setiap tahapan tahun
perencanaan adalah dirumuskan sebagai berikut;
F = 𝐹𝐼𝐶 + 𝐹𝐹𝐶 + 𝐹𝑂𝐶 (3.1)
Dimana :
F = fungsi biaya
FIC = fungsi biaya instalasi
FFC = fungsi biaya bahan bakar
FOC = fungsi biaya operasional
Fungsi biaya instalasi dipengaruhi oleh besarnya penambahan kapasitas
pembangkit baru, sedangkan fungsi biaya bahan bakar dan operasional
dipengaruhi oleh besarnya energi yang dibangkitkan. Misalkan di tahun
perencanaan pertama, perumusan masing-masing biaya instalasi, bahan bakar, dan
operasional dirumuskan sebagai berikut.
FIC1 = 𝐼𝐶1 . 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2. 𝛥𝑋2 + 𝐼𝐶3. 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖 (3.2)
FFC1 = 𝐹𝐶1. 𝑌1 + 𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖 (3.3)
FOC1 = 𝑂𝐶1. 𝑌1 + 𝑂𝐶2 . 𝑌2 + 𝑂𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖 (3.4)
Dimana :
49
Universitas Indonesia
FIC1 = fungsi biaya instalasi di tahun perencanaan pertama
FFC1 = fungsi biaya bahan bakar di tahun perencanaan pertama
FOC1 = fungsi biaya operasi dan pemeliharaan di tahun perencanaan
pertama
ICi = biaya instalasi jenis pembangkit 1,2, ..., i
FCi = biaya bahan bakar jenis pembangkit 1,2, ..., i
OCi = biaya operasi dan pemeliharaan jenis pembangkit 1,2, ..., i
ΔXi = penambahan kapasitas pembangkit dengan jenis pembangkit
1,2,...,i
Yi = energi yang dihasilkan dari jenis pembangkit 1,2,...,i
Salah satu pendekatan penilaian ekonomi dinamis adalah metode minimum
pembiayaan saat ini (minimum present value). Dalam metode tersebut,
pembiayaan masa depan dihitung dalam nilai saat ini dengan memperhitungkan
nilai laju diskon (r) untuk setiap tahun pada periode perencanaan. Apabila
ditetapkan periode perencanaan adalah 5 tahun, masing-masing komponen
pembiayaan di tahun perencanaan pertama dari persamaan (3.2), (3,3), dan (3.4)
di atas adalah sebagai berikut;
FIC1 = (IC1 . ΔX1 + IC2 . ΔX2 + IC3 . ΔX3 + ⋯ + ICi . ΔXi) 1 + r −5 (3.5)
FFC1 = (FC1. Y1 + FC2. Y2 + FC3. Y3 + ⋯ + FCi . Yi)(1 + r)−5 (3.6)
FOC1 = (OC1. Y1 + OC2. Y2 + OC3. Y3 + ⋯ + OCi . Yi)(1 + r)−5 (3.7)
Di tahun perencanaan kedua (periode perencanaan 5 tahun), perumusan masing-
masing biaya instalasi, bahan bakar, dan operasional dirumuskan sebagai berikut.
FIC2 = (𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2. 𝛥𝑋2 + 𝐼𝐶3. 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖)(1 + 𝑟)−10 (3.8)
FFC2 = (𝐹𝐶1. 𝑌1 + 𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 + 𝑟)−10 (3.9)
FOC2 = (𝑂𝐶1. 𝑌1 + 𝑂𝐶2. 𝑌2 + 𝑂𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 + 𝑟)−10 (3.10)
Dimana :
FIC2 = fungsi biaya instalasi di tahun perencanaan kedua
FFC2 = fungsi biaya bahan bakar di tahun perencanaan kedua
50
Universitas Indonesia
FOC2 = fungsi biaya operasi dan pemeliharaan di tahun perencanaan
kedua
Demikian seterusnya untuk tahun perencanaan ke 3,4, dan seterusnya. Dengan
demikian biaya total pembangkitan dalam tahun perencanaan adalah penjumlahan
biaya total di tahun perencanaan pertama, kedua, dan seterusnya dapat
dirumuskan sebagai berikut.
𝐹 = 𝐹1 + 𝐹2+ ⋯ + 𝐹𝑛 (3.11)
Substitusi persamaan (3.11) ke persamaan (3.1) diperoleh persamaan.
𝐹 = (𝐹𝐼𝐶1 + 𝐹𝐹𝐶1 + 𝐹𝑂𝐶1) + (𝐹𝐼𝐶2 + 𝐹𝐹𝐶2 + 𝐹𝑂𝐶2) + ⋯ + (𝐹𝐼𝐶𝑛 +
𝐹𝐹𝐶𝑛 + 𝐹𝑂𝐶𝑛) (3.12)
Substitusi persamaan (3.5), (3.6), (3.7) ke persamaan (3.12) diperoleh persamaan.
F = (𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2. 𝛥𝑋2 + 𝐼𝐶3. 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖) 1 + 𝑟 −5 +
(𝐹𝐶1. 𝑌1 + 𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 + 𝑟)−5 + (𝑂𝐶1. 𝑌1 +
𝑂𝐶2. 𝑌2 + 𝑂𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 + 𝑟)−5+(𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2 . 𝛥𝑋2 +
𝐼𝐶3. 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖)(1 + 𝑟)−10 + (𝐹𝐶1. 𝑌1 + 𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ +
𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 + 𝑟)−10 + (𝑂𝐶1. 𝑌1 + 𝑂𝐶2 . 𝑌2 + 𝑂𝐶3 . 𝑌3 + ⋯ + 𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 +
𝑟)−10+ ... (𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2 . 𝛥𝑋2+ 𝐼𝐶3 . 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖)(1 + 𝑟)−𝑛 +
(𝐹𝐶1. 𝑌1 + 𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 + 𝑟)−𝑛 + (𝑂𝐶1. 𝑌1 +
𝑂𝐶2. 𝑌2 + 𝑂𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)(1 + 𝑟)−𝑛 (3.13)
Persamaan (3.13) dapat disederhanakan menjadi;
F = {(𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2 . 𝛥𝑋2 + 𝐼𝐶3 . 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖) + (𝐹𝐶1. 𝑌1 +
𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖) + (𝑂𝐶1. 𝑌1 + 𝑂𝐶2 . 𝑌2 + 𝑂𝐶3 . 𝑌3 + ⋯ +
𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)} 1 + 𝑟 −5+{(𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2 . 𝛥𝑋2 + 𝐼𝐶3 . 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖) +
(𝐹𝐶1. 𝑌1 + 𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖) + (𝑂𝐶1. 𝑌1 + 𝑂𝐶2. 𝑌2 +
𝑂𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)}(1 + 𝑟)−10 + ... + {(𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2. 𝛥𝑋2 +
𝐼𝐶3. 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖) + (𝐹𝐶1. 𝑌1 + 𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖) +
(𝑂𝐶1. 𝑌1 + 𝑂𝐶2. 𝑌2 + 𝑂𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)}(1 + 𝑟)−𝑛
(3.14)
Persamaan (3.14), apabila periode tahun perencanaan dinyatakan dalam n,
diperoleh persamaan sebagai berikut.
51
Universitas Indonesia
F = {(𝐼𝐶1. 𝛥𝑋1 + 𝐼𝐶2 . 𝛥𝑋2 + 𝐼𝐶3 . 𝛥𝑋3 + ⋯ + 𝐼𝐶𝑖 . 𝛥𝑋𝑖) + (𝐹𝐶1. 𝑌1 +𝑛
𝐹𝐶2. 𝑌2 + 𝐹𝐶3. 𝑌3 + ⋯ + 𝐹𝐶𝑖 . 𝑌𝑖) + (𝑂𝐶1. 𝑌1 + 𝑂𝐶2. 𝑌2 + 𝑂𝐶3. 𝑌3 + ⋯ +
𝑂𝐶𝑖 . 𝑌𝑖)}(1 + 𝑟)−𝑛 (3.15)
Jenis pembangkit yang digunakan dinyatakan dalam i, persamaan (3.15) dapat
disederhanakan menjadi persamaan sebagai berikut.
F = (𝐼𝐶𝑖𝑛 . ∆𝑋𝑖𝑛 + 𝐹𝐶𝑖𝑛 . 𝑌𝑖𝑛 + 𝑂𝐶𝑖𝑛 . 𝑌𝑖𝑛 )(1 + 𝑟)−𝑛𝑖𝑛 (3.16)
Persamaan (3.16) merupakan fungsi tujuan yang hendak dicapai dalam
pemodelan perencanaan pengembangan pembangkit.
dimana ;
F = fungsi biaya
∆Xin = penambahan pembangkit jenis ke -i, pada tahun ke –n
Yin = total energi yang dibangkitkan (MWh) untuk setiap jenis
pembangkit (i), pada tahun ke-n
ICin = biaya investasi (Rp/MW) untuk setiap jenis pembangkit (i), pada
tahun ke-n
FCin = biaya bahan bakar (Rp/MWh)
OCin = biaya operasi dan pemeliharaan (Rp/MWh)
Semua fungsi biaya mengandung pengertian transformasi nilai masa kini yang
dinyatakan dengan 1 + 𝑟 −𝑛 dimana r adalah laju diskon dan n adalah periode
perencanaan.
Dengan fungsi tujuan tersebut diatas, variabel pengambilan keputusan
yang dicari adalah;
∆𝑋in = kapasitas daya pembangkit baru (MW) untuk setiap jenis
pembangkit (i), pada tahun ke -n
Yin = total energi yang dibangkitkan (MWh) untuk setiap jenis
pembangkit (i), pada tahun ke-n
Total energi yang dibangkitkan meliputi total energi yang berasal dari
pembangkit eksisting maupun total energi dari pembangkit baru. Energi yang
dibangkitkan oleh pembangkit dalam kurun waktu tertentu (8760 hari)
dirumuskan dengan
52
Universitas Indonesia
𝑌𝑖 = 𝛼𝑖 . 𝑋𝑖 . 𝑡 ; 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑀𝑊 (3.17)
dimana
αi = faktor ketersediaan pembangkit jenis –i
Xi = kapasitas pembangkit jenis –i
t = periode dalam jam
Pembangkitan eksisting akan mempengaruhi total biaya pembangkitan
pada tahun ke-n dalam bentuk pembelian bahan bakar dan biaya operasi dan
pemeliharaan. Sehingga pada persamaan (3.1), komponen biaya bahan bakar dan
biaya operasi dan pemeliharaan, dapat dijabarkan dalam persamaan di bawah ini;
𝐹𝐹𝐶 = (𝐹𝐶𝑖𝑛 .𝑖𝑛 𝛼𝑖𝑛 . 𝑋𝑖𝑛 . 𝑡𝑛 ) + (𝐹𝐶𝑖𝑛 .𝑖𝑛 𝛼𝑖𝑛 . ∆𝑋𝑖𝑛 . 𝑡𝑛 ) (3.18)
Dimana FFC adalah fungsi biaya dalam pembelian bahan bakar. Demikian halnya
dengan fungsi biaya operasi dan pemeliharaan untuk pembangkit eksisting pada
tahun ke-n dinyatakan dengan;
𝐹𝑂𝐶 = (𝑂𝐶𝑖𝑛 .𝑖𝑛 𝛼𝑖𝑛 . 𝑋𝑖𝑛 . 𝑡𝑛 ) + (𝑂𝐶𝑖𝑛 .𝑖𝑛 𝛼𝑖𝑛 . ∆𝑋𝑖𝑛 . 𝑡𝑛 ) (3.19)
Dimana FOC adalah fungsi biaya dalam operasi dan pemeliharaan.
3.1.3. Fungsi Kendala
Dalam perencanaan pembangkit, fungsi kendala digunakan sebagai
batasan-batasan dalam optimasi. Fungsi kendala yang digunakan dalam penelitian
ini adalah
1) Kendala kebutuhan beban (tingkat kehandalan)
Jumlah kapasitas pembangkit eksisting maupun pembangkitan baru
besarnya lebih dari atau sama dengan beban puncak pada tahun yang
direncanakan ditambah dengan daya yang dicadangkan. Cadangan daya
digunakan sebagai salah satu metode dalam menentukan tingkat kehandalan
sistem. Penghitungan cadangan daya menggunakan persamaan (3.1) di atas.
Dalam menentukan beban puncak di masa yang akan datang, terdapat beberapa
metode yang dapat digunakan, salah satunya adalah dengan persentase kenaikan
beban puncak dari beban puncak sebelumnya.
𝑋𝑖 + ∆𝑋𝑖𝑛𝑖𝑛 ≥ 𝑃𝐿𝑛 + 𝑅𝑀𝑛𝑖 (3.20)
Dimana PLn = beban puncak pada tahun ke -n
RMn = reserve margin periode n (RUPTL 35% dari kapasitas)
53
Universitas Indonesia
2) Kendala kebutuhan energi
Produksi energi setiap detik ditentukan oleh permintaan kebutuhan energi
pada detik itu juga. Itulah mengapa perencanaan kelistrikan menjadi sangat
penting, dan keseimbangan antara demand dan supply selalu terpenuhi. Kendala
kebutuhan energi dimaksudkan agar kebutuhan energi pada tahun perencanaan
selalu terpenuhi. Kendala kebutuhan energi dituliskan dalam persamaan di bawah
ini.
𝑌𝑖 + ∆𝑌𝑖𝑛𝑖𝑛 ≥ 𝐸𝐷𝑛𝑖 (3.21)
Dimana EDn adalah kebutuhan energi pada tahun ke -n
Besarnya kebutuhan energi pada tahun ke-n ditentukan dengan persamaan
𝐸𝐷𝑛 = ŋ 𝑥 PLn x 8760 (dalam MWh) (3.22)
Dimana ŋ adalah faktor beban pada tahun ke -n
3) Kendala keterbatasan jumlah pembangunan pembangkit jenis tertentu
Membatasi jumlah pembangunan jenis pembangkitan tertentu dalam satu
periode perencanaan.
4) Pembangkitan beban dasar
Beban dasar merupakan salah satu beban yang harus diperhitungkan yang
bertujuan untuk menentukan jumlah pembangkit beban dasar yang beroperasi.
𝑃𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 ≥ 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 (3.23)
5) Batasan solusi yang mungkin (reasonable solution)
Terkadang dalam optimasi selama periode perencanaan diperoleh solusi
yang tidak mungkin (unreasonable solution). Misalkan dalam tahun perencanaan
ke-1, 2, dan 3 muncul hasil optimasi pembangunan pembangkit jenis batubara,
namun pada tahun ke-4 hasil optimasi pembangunan pembangkit jenis batubara
bernilai 0 yang berarti tidak dibangunnya pembangkit teersebut. Hal ini adalah
sesuatu yang tidak mungkin terjadi.
6) Batasan daya pembangkitan
Kendala ini dimaksudkan untuk membatasi daya yang dibangkitkan
pembangkit sesuai dengan kisaran kinerja masing-masing jenis pembangkit yang
telah ditentukan. Daya yang dibangkitkan oleh masing-masing pembangkit jenis
54
Universitas Indonesia
ke –i akan lebih besar atau sama dengan daya minimumnya dan kurang dari atau
sama dengan daya maksimumnya. Kendala batasan daya ini dirumuskan dengan;
𝑃𝑖−𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝑋𝑖 ≤ 𝑃𝑖−𝑚𝑎𝑥 (3.24)
7) Batasan persentase bauran energi pada salah satu pembangkit
Penggunaan penetapan bauran energi pembangkitan adalah salah satu
implementasi dari kebijakan nasional. Dengan menggunakan batasan ini akan
diperoleh hasil optimasi dengan acuan penetapan persentase bauran energi untuk
jenis pembangkitan tertentu. Secara matematika penggunaan batasan persentase
bauran energi ini dapat dituliskan sbb;
𝑌𝑖 ≤ %𝐺 𝑥 𝑌𝑖𝑛𝑖𝑛𝑖 (3.25)
atau dapat dinyatakan dengan
𝑌𝑖 ≥ %𝐺 𝑥 𝑌𝑖𝑛𝑖𝑛𝑖 (3.26)
dimana %G adalah persentase bauran energi dari keseluruhan pembangkit pada
tahunke -n.
Batasan ini bermanfaat untuk menentukan berapa biaya minimum yang
diperlukan ketika dalam perencanaan menargetkan berapa bauran energi yang
ditetapkan untuk jenis pembangkitan tertentu.
8) Batasan emisi karbon yang dikehendaki
Emisi karbon dapat digunakan sebagai salah satu kriteria dalam optimasi.
Dengan adanya batasan ini, dapat dibuat skenario pengembangan pembangkit
dengan mempertimbangkan emisi karbon. Emisi karbon berhubungan dengan
jumlah bahan bakar yang dikonsumsi, yang dalam hal ini akan berhubungan
dengan energi yang dihasilkan oleh masing-masing jenis pembangkit. Kriteria
pembatasan emisi karbon secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut;
𝑌𝑖𝑛 ≤ 𝐶𝐸𝑛𝑖𝑛 (3.27)
Dimana CE adalah batas emisi karbon yang disyaratkan.
55
Universitas Indonesia
3.2. RUMUSAN PEMODELAN
3.2.1. Rumusan Fungsi Tujuan
Periode tahun perencanaan ditetapkan selama n tahun dengan jumlah
kandidat pembangkit sebanyak i buah. Apabila masing-masing pembangkit
dikodekan dalam Xin dan energi yang dihasilkan dari pembangkit-pembangkit
tersebut dikodekan dalam Yin energi dimana n adalah tahun perencanaan, dan i
adalah jenis pembangkit, maka pada tahun perencanaan ke –n akan terbentuk
matriks;
𝑋𝑌 = 𝑋1 …𝑋𝑖 𝑌1 …𝑌𝑖 (3.28)
Nilai matriks XY di atas merupakan variabel yang akan dicari nilai
optimumnya yang merepresentasikan kapasitas masing-masing jenis pembangkit
dan energi yang dihasilkan dari masing-masing jenis pembangkit tersebut. Matriks
XY ini nantinya disebut sebagai individu pada optimasi algoritma genetika.
Fungsi tujuan ditentukan oleh besarnya biaya investasi pembangkit baru,
biaya bahan bakar dari pembangkit baru dan eksisting, dan biaya operasi dan
pemeliharaan pembangkit baru dan eksisting.
Biaya investasi untuk pengembangan masing-masing jenis pembangkit
dibuat dalam matriks sebagai berikut;
𝐼𝐶𝑖 = 𝐼𝐶1
…𝐼𝐶𝑖
(3.29)
Dengan laju diskon dinotasikan r, maka biaya investasi pada tahun perencanaan
ke n, dirumuskan sebagai berikut.
𝑃𝑛 = 𝐹 1
(1+𝑟)𝑛 (3.30)
𝑅 = [𝑃1 … 𝑃𝑛 ] (3.31)
𝐼𝐶𝑖𝑛 = 𝐼𝐶 𝑥 𝑅 (3.32)
Persamaan 3.16 jika dijabarkan dalam matrik adalah sebagai berikut.
𝐼𝐶𝑖𝑛 = 𝐼𝐶11 ⋯ 𝐼𝐶1𝑛
⋮ ⋱ ⋮𝐼𝐶𝑖1 ⋯ 𝐼𝐶𝑖𝑛
(3.33)
56
Universitas Indonesia
Dimana ICin menunjukkan biaya investasi pembangkit jenis-i di tahun
perencanaan ke-n.
Biaya bahan bakar masing-masing jenis pembangkit dibuat dalam matriks
sebagai berikut;
𝐹𝐶𝑖 = 𝐹𝐶1
…𝐹𝐶𝑖
(3.34)
Dengan laju diskon dinotasikan r, dengan menggunakan persamaan 3.15 dan 3.16,
maka biaya bahan bakar pada tahun perencanaan ke n, dirumuskan sebagai
berikut.
𝐹𝐶𝑖𝑛 = 𝐼𝐶 𝑥 𝑅 (3.35)
Persamaan 3.19 jika dijabarkan dalam matrik adalah sebagai berikut.
𝐹𝐶𝑖𝑛 = 𝐹𝐶11 ⋯ 𝐹𝐶1𝑛
⋮ ⋱ ⋮𝐹𝐶𝑖1 ⋯ 𝐹𝐶𝑖𝑛
(3.36)
Dimana FCin menunjukkan biaya bahan bakar pembangkit jenis-i di tahun
perencanaan ke-n.
Biaya operasi dan pemeliharaan masing-masing jenis pembangkit dibuat
dalam matriks sebagai berikut;
𝑂𝐶𝑖 = 𝑂𝐶1
…𝑂𝐶𝑖
(3.37)
Dengan laju diskon dinotasikan r, dengan menggunakan persamaan 3.15 dan 3.16,
maka biaya operasi dan pemeliharaan pada tahun perencanaan ke n, dirumuskan
sebagai berikut.
𝑂𝐶𝑖𝑛 = 𝑂𝐶 𝑥 𝑅 (3.38)
Persamaan 3.22 jika dijabarkan dalam matrik adalah sebagai berikut.
𝑂𝐶𝑖𝑛 = 𝑂𝐶11 ⋯ 𝑂𝐶1𝑛
⋮ ⋱ ⋮𝑂𝐶𝑖1 ⋯ 𝑂𝐶𝑖𝑛
(3.39)
57
Universitas Indonesia
Dimana OCin menunjukkan biaya operasi dan pemeliharaan pembangkit jenis-i di
tahun perencanaan ke-n.
Dalam optimasi, ∆𝑋 merupakan parameter penambahan pembangkit
(pembangkit baru) yang akan dicari variabel-variabelnya. Fungsi tujuan dalam
pencapaian optimasi adalah sebagai berikut;
𝐹 = (𝐼𝐶𝑖𝑛 . ∆𝑋𝑖𝑛 + 𝐹𝐶𝑖𝑛 . 𝑌𝑖𝑛 + 𝑂𝐶𝑛𝑖 . 𝑌𝑛𝑖 )−𝑛𝑖𝑛 (3.40)
Dalam pemograman untuk dapat mendapatkan nilai optimasi lebih optimal
pada setiap tahun perencanaan, maka optimasi dibuat secara sekuensial dimana
nilai optimasi pada tahun perencanaan sebelumnya digunakan sebagai data
optimasi pada tahun perencanaan sesudahnya. Dalam hal ini, dimisalkan kapasitas
pembangkit jenis ke i di tahun perencanaan n nilainya akan lebih besar jika
dibandingkan dengan pembangkit jenis yang sama pada tahun ke n-1.
Persamaan optimasi pada tahun perencanaan ke -1 akan dirumuskan
sebagai berikut;
𝐹1 = ((𝐼𝐶𝑖1 . ∆𝑋𝑖1 + 𝐹𝐶𝑖1. 𝑌𝑖1 + 𝑂𝐶𝑖1 . 𝑌𝑖1)𝑖 (3.41)
𝐹2 = ((𝐼𝐶𝑖2. ∆𝑋𝑖2 + 𝐹𝐶𝑖2. 𝑌𝑖2 + 𝑂𝐶𝑖2 . 𝑌𝑖2)𝑖 (3.42)
dst...
dimana Xi2 ≥ Xi1 , Xi3 ≥ Xi2 dan seterusnya. Yi2 ≥ Yi1 , Yi3 ≥ Yi2 dan seterusnya.
3.2.2. Rumusan Batasan-batasan Optimasi
Berikut di bawah ini adalah pengkodean batasan-batasan optimasi atau
fungsi kendala dari persamaan yang dituliskan pada sub bab sebelumnya.
Penulisan matriks untuk fungsi kendala tersebut adalah sebagai berikut;
1) Fungsi kriteria kebutuhan beban
∑ 𝑋01𝑛 … 𝑋0𝑖𝑛 + ∆𝑋1𝑛 … ∆𝑋𝑖𝑛 ≥ 𝐿𝐷𝑛 + 𝑅𝑀𝑛 (3.43)
2) Fungsi kriteria kebutuhan energi
𝑌1𝑛 … 𝑌𝑖𝑛 ≥ 𝐸𝐷𝑛 (3.44)
58
Universitas Indonesia
3) Fungsi kendala keterbatasan jumlah pembangunan pembangkit
∆𝑋1𝑛 … ∆𝑋𝑖𝑛 ≤ 𝑚𝑎𝑥∆𝑋1𝑛 … 𝑚𝑎𝑥∆𝑋𝑖𝑛 (3.45)
4) Pembangkitan beban dasar
Misalkan pembangkit baru jenis pertama merupakan pembangkit beban dasar,
maka dapat ditulis;
𝑋01𝑛 + ∆𝑋1𝑛 ≥ 𝐵𝐿𝑛 (3.46)
Dengan BL adalah beban dasar (base load) yang nantinya nilai beban dasar
pada tahun perencanaan akan diasumsikan sejumlah sekian persen dari beban
puncak yang dinotasikan dengan PL (Peak Load).
5) Kendala batasan solusi yang mungkin
𝑋𝑖(𝑛−1) ≤ 𝑋𝑖𝑛 ≤ 𝑋𝑖(𝑛+1) (3.47)
6) Batasan daya pembangkitan
𝑃𝑖−𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝛥𝑋𝑖 ≤ 𝑃𝑖−𝑚𝑎𝑥 (3.48)
7) Batasan persentase bauran energi pada salah satu pembangkit
Misalkan akan meminimalkan pembangunan pembangkit jenis pertama
sebesar 20% pada tahun perencanaan ke-4, maka dapat ditulis dalam matriks
sebagai berikut;
𝑋014 + ∆𝑋14 ≤ 20% 𝑋𝑛4𝑖 (3.49)
Atau ingin memaksimalkan meminimalkan pembangunan pembangkit jenis
pertama sebesar 20% pada tahun perencanaan ke-10, maka dapat ditulis
sebagai berikut;
𝑋014 + ∆𝑋14 ≥ 20% 𝑋𝑛4𝑖 (3.50)
8) Batasan emisi karbon yang disyaratkan
Misalkan jenis pembangkit ke 1,2, dan 3 akan menghasilka emisi karbon,
sehingga ada kebijakan pengurangan energi yang dihasilkan dari ketiga
pembangkit tersebut, maka dapat ditulis dalam persamaan matematika sebagai
berikut;
𝑌1𝑛 + 𝑌1𝑛 + 𝑌3𝑛 ≤ 𝐶𝐸𝑛 (3.51)
59
Universitas Indonesia
3.2.3. Optimasi Pengembangan Pembangkit dalam Struktur Algoritma
Genetika
Secara umum diagram alir optimasi pembangkitan dengan menggunakan
algoritma genetika terlihat pada Gambar 3.2 di bawah ini.
Mendefinisikan Fungsi
Tujuan, Batasan
Optimasi, Jml Variabel
Data
Masukan
Menetapkan Parameter
Algoritma Genetika yang
Digunakan
Membangkitkan Populasi Awal
Evaluasi Nilai Tiap Individu
Pendekodean kromosom
Mekanisme
Algoritma Genetika
- Seleksi
- Kawin Silang
- Mutasi
Kriteria Optimasi
Tercapai ?
Individu Terbaik
Mulai
Selesai
Gambar 3.2. Diagram alir optimasi pengembangan pembangkit dalam struktur
algoritma genetika
Fungsi Algen
terintegrasi dalam
bahasa pemograman Matlab
60
Universitas Indonesia
Data masukan dalam sistem perencanaan pengembangan pembangkit
berupa;
- data kapasitas pembangkit eksisting,
- data karakteristik pembangkitan seperti faktor kapasitas dan faktor
ketersediaan pembangkit,
- data pembiayaan untuk pengembangan pembangkit yang terdiri atas
biaya investasi, biaya bahan bakar, dan biaya operasi pemeliharaan,
- data laju diskon.
Fungsi tujuan seperti yang dibahas dalam sub bab sebelumnya adalah
minimum pembiayaan yang terdiri atas pembiayaan investasi, pembiayaan bahan
bakar, dan pembiayaan operasi dan pemeliharaan. Batasan optimasi akan
disesuaikan dengan kasus atau skenario yang digunakan. Batasan optimasi yang
terpenting dan harus ada adalah kebutuhan daya dan energi. Batasan-batasan
optimasi yang lainnya disesuaikan dengan maksud, tujuan dan kondisi
permasalahan yang akan dioptimasikan. Jumlah variabel menunjukkan jumlah
variabel yang akan dioptimasikan. Variabel tersebut adalah variabel kapasitas
pembangkit dan energi yang dibangkitkan pada tahun perencanaan. Misalnya akan
ditetapkan 5 kandidat pembangkit, maka jumlah variabel adalah 10, dimana 5
variabel menunjukkan kapasitas masing-masing jenis pembangkit dan 5 variabel
menunjukkan energi yang dibangkitkan dari jenis pembangkit yang dimaksud.
Parameter algoritma genetika diantaranya adalah jumlah populasi, jumlah
generasi, nilai probabilitas pindah silang, nilai probabilitas mutasi, dan kriteria
seleksi. Jumlah populasi menunjukkan sekumpulan individu dimana terdapat titik
solusi yang memungkinkan (feasible solution) dalam sekumpulan tersebut.
Jumlah generasi menunjukkan seberapa lama proses akan berulang hingga
mendapatkan individu terbaik.
Pengkodean kromosom adalah proses pengkodean individu (kromosom)
agar dipahami oleh bahasa pemograman. Dalam proses optimasi algoritma
genetika selalu diawali dengan membangkitkan individu secara acak dalam suatu
populasi awal. Setelah pembangkitan populasi awal, masing-masing individu
dalam populasi tersebut akan dievaluasi dengan fungsi tujuan yang kita tetapkan.
61
Universitas Indonesia
Apabila dalam evaluasi fungsi tujuan tersebut memenuhi kriteria optimasi dan
terminasi, maka proses akan selesai dan diperoleh individu terbaik. Namun
apabila dalam proses tersebut belum memenuhi kriteria optimasi dan terminasi,
maka proses akan berulang pada evaluasi fungsi tujuan dengan suatu mekanisme
algoritma genetika yang ditetapkan. Mekanisme algoritma genetika diantaranya
adalah proses seleksi, kawin silang, dan mutasi pada masing0masing individu
terbaik dari setiap generasi. Setelah proses seleksi, mutasi, dan kawin silang
dilaksanakan, individu hasil seleksi, mutasi, dan kawin silang akan dievaluasi
hingga diperoleh hasil yang optimum. Proses tersebut akan selalu berulang hingga
diperoleh individu terbaik, yang merupakan nilai optimum dari proses optimasi
yang dijalankan.
62 Universitas Indonesia
BAB IV
UJI PEMODELAN DAN ANALISA
Pada bab ini akan membahas mengenai metode uji pemodelan dan analisa
hasil uji pemodelan. Uji pemodelan dilakukan dengan menggunakan data program
atau metode pembanding. Dalam hal ini metode pembanding yang digunakan
adalah Zopplan yang menggunakan persamaan linier dalam optimasi
pengembangan pembangkit. Hasil optimasi antara kedua metode akan dianalisa
dan dibandingkan. Dengan adanya uji pemodelan ini akan diperoleh jawaban
dapat atau tidaknya metode algoritma genetik ini digunakan sebagai alat optimasi
dalam perencanaan pengembangan pembangkit tenaga listrik.
4.1. UJI PEMODELAN
4.1.1. Metode Uji Pemodelan
Uji pemodelan dalam penelitian ini menggunakan metode uji
perbandingan. Metode uji perbandingan dilakukan dengan menggunakan
pembanding program optimasi perencanaan pengembangan pembangkit model
Zoplan yang dikembangkan oleh Zuhal (1995). Metode uji pemodelan yang akan
dilakukan terlihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Dalam uji pemodelan tersebut, data dan asumsi yang diperlukan adalah
sebagai berikut;
- Data pembangkit eksisting
- Data kandidat pembangkit
- Data kebutuhan beban dan energi
- Asumsi pertumbuhan ekonomi
- Data biaya modal pembangunan pembangkit
- Data biaya bahan bakar, operasi dan pemeliharaan pembangkit
Selain data-data dan asumsi yang digunakan di atas, diperlukan fungsi tujuan dan
kendala yang digunakan dalam proses optimasi. Fungsi tujuan digunakan untuk
mengevaluasi nilai optimasi dari variabel yang dicari, sedangkan fungsi kendala
digunakan sebagai batasan-batasan dalam optimasi.
63
Universitas Indonesia
Gambar 4.1 Metode uji pemodelan
4.1.2. Data Uji Pemodelan
Model Zoplan dikembangkan oleh Zuhal pada Tahun 1995. Dalam model
optimasi tersebut, tahun perencanaan ditetapkan tiap 5 tahun selama 20 tahun.
Tahun perencanaan yang dimaksud adalah 1988, 1993, 1998, dan 2003.
Berikut di bawah ini data uji pemodelan yang akan digunakan dalam
simulasi perencanaan pembangkit pada penelitian ini.
Tabel 4.1. Data Kapasitas Pembangkit Eksisting Pulau Jawa Th 1983.
Jenis Pembangkit
berdasarkan bahan bakarnya
Daya Terpasang
MW %
Batubara 800 24%
Minyak 1000 30%
Gas 343 10%
Panas bumi 0 0%
Hidro 1200 36%
JUMLAH 3.343 100%
Sumber : Disertasi Zuhal dengan beberapa asumsi
Data Pembangkit
Eksisting
Kandidat
Pembangkit
Data Ekonomi
Load Forecast
Fungsi Obyektif
Fungsi Kendala
Metode
ZOPPLAN
Metode
Algoritma
Genetika
Hasil Optimasi Hasil Optimasi
64
Universitas Indonesia
Data produksi, beban puncak, dan faktor beban sistem tenaga listrik Pulau
Jawa dalam model Zopplan adalah sebagai berikut;
Tabel 4.2. Produksi, Beban Puncak, dan Faktor beban Pulau Jawa
Tahun Produksi Beban Puncak Faktor
Beban GWh % MW %
1983 14.167 10,0 2.591 9,5 66,40
1988 22.818 9,0 3.907 8,1 66,67
1993 35.367 9,2 5.843 8,4 69,10
1998 54.406 8,8 8.701 8,2 71,38
2003 83.081 8,8 12.873 8,1 73,67
Biaya pembangkitan energi listrik yang diperhitungkan dalam Model
Zopplan adalah biaya modal dan biaya operasi. Nilai biaya modal untuk beberapa
jenis pembangkitan adalah sebagai berikut;
Tabel 4.3. Biaya Modal Pembangkit Tenaga Listrik
Jenis Pembangkitan Biaya Modal ($/kW)
Batubara 950
Minyak 750
Gas 580
Panas bumi 660
Hidro 1.100
Nuklir 1.315
Biaya operasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan
pembangkit tenaga listrik yang mencakup sebagian besar biaya bahan bakar serta
biaya pemeliharaan dan perbaikan. Biaya operasi berhubungan dengan energi
listrik yang dihasilkan dalam satuan mills/kWh atau Rp/kWh.
Tabel 4.4. Biaya Operasi Pembangkit Tenaga Listrik
Jenis Pembangkitan Biaya Operasi (mills/kWh)
Batubara 33,2
Minyak 58,0
Gas 63,0
65
Universitas Indonesia
Panas bumi 18,6
Hidro 6,8
Nuklir 30,0
Nilai investasi uang yang ditanamkan akan dipengaruhi oleh waktu dan
tingkat bunga, sehingga terdapat perbedaan nilai uang masa kini dengan masa
mendatang. Laju diskon yang digunakan dalam penelitian Zopplan menggunakan
asumsi 12% per tahun. Dengan perhitungan laju diskon tersebut, maka besarnya
biaya modal dan biaya operasi pada tahun perencannan yang dinilai dengan harga
saat ini (present value) adalah sebagai berikut.
Tabel 4.5. Nilai saat ini atas biaya modal pada tahun perencanaan
Jenis
Pembangkitan
Nilai saat ini atas Biaya Modal
dengan laju diskon 12% ($/kW)
1983 1988 1993 1998 2003
Batubara 950 539,06 305,87 173,56 98,48
Minyak 750 425,57 241,48 137,02 77,75
Gas 580 329,11 186,74 105,96 60,13
Panas bumi 660 374,50 212,50 120,58 68,42
Hidro 1100 624,17 354,17 200,97 114,03
Nuklir 1315 746,17 423,39 240,25 136,32
Tabel 4.6. Nilai saat ini atas biaya operasi pada tahun perencanaan
Jenis
Pembangkitan
Nilai saat ini atas Biaya Operasi
dengan laju diskon 12% (mills/kWh)
1983 1988 1993 1998 2003
Batubara 33,2 18,84 10,69 6,07 3,44
Minyak 58 32,91 18,67 10,60 6,01
Gas 63 35,75 20,28 11,51 6,53
Panas bumi 18,6 10,55 5,99 3,40 1,93
Hidro 6,8 3,86 2,19 1,24 0,70
Nuklir 30 17,02 9,66 5,48 3,11
66
Universitas Indonesia
4.1.3. Parameter Uji Pemodelan
Model optimasi perencanaan pembangkit bertujuan meminimumkan biaya
pokok pembangkitan yang secara garis besar terdiri atas biaya modal, dan biaya
operasi (biaya operasi terdiri atas biaya bahan bakar dan perawatan). Dalam
model Zopplan, tujuan yang hendak dicapai adalah minimum pembiayaan dan
maksimum pemakaian batubara. Namun ada salah satu skenario dalam model
Zopplan yang memiliki tujuan minimum pembiayaan tanpa melihat fungsi
memaksimalkan pemakaian batubara.
Parameter dalam model Zopplan, yang nantinya akan digunakan dalam uji
pemodelan adalah sebagai berikut;
1. Fungsi Tujuan
Fungsi tujuan yang hendak dicapai dalam model Zopplan adalah minimum
pembiayaan dan maksimum penggunaan batubara, namun ada satu skenario
yang hanya memperhitungkan nilai minimum pembiayaan. Skenario ini yang
akan digunakan sebagai pembanding uji pemodelan
2. Kriteria Kebutuhan Daya
Kriteria ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan beban (MW)
untuk setiap periode perencanaan.
3. Kriteria Kebutuhan Energi
Untuk menjamin agar kebutuhan energi untuk setiap periode perencanaan
terpenuhi.
4. Kendala Operasi Pembangkitan
Energi yang dikeluarkan oleh masing-masing pembangkit dibatasi operasinya
oleh kapasitas keluaran masing-masing pembangkit dikalikan dengan masing-
masing lama operasi dan faktor ketersediaannya.
5. Kendala Ketersediaan Potensi Hidro
Pembangunan pembangkit hidro dibatasi oleh potensi ketersediaan energinya
setiap periode perencanaan.
6. Kendala Ketersediaan Potensi Panasbumi
Sama halnya dengan hidro, pembangunan pembangkit panasbumi dibatasi
oleh potensi ketersediaan energinya setiap periode perencanaan.
67
Universitas Indonesia
7. Kendala Percepatan Pertumbuhan Pembangkit
Pertumbuhan pembangkit tenaga listrik dengan sumber daya energi tertentu
pada kenyataannya memiliki batas percepatan yang dipengaruhi oleh keadaan
pada periode sebelumnya.
Kriteria dan fungsi tujuan di atas yang akan dijadikan sebagai parameter uji
pemodelan dalam penelitian ini.
Kriteria kebutuhan daya dan kebutuhan energi pada tahun perencanaan
ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.7. Kebutuhan daya dan energi pada tahun perencanaan
1988 1993 1998 2003
Kebutuhan Daya (MW) 5469 8180 12181 18022
Energi (GWh) 22818 35367 54406 83081
4.2. HASIL DAN ANALISA UJI PEMODELAN
4.2.1. Hasil Simulasi Model Zopplan[28]
Hasil simulasi model Zopplan untuk perkembangan kapasitas terpasang
sistem Jawa, pada skenario alternatif biaya minimum adalah sebagai berikut.
Tabel 4.8. Perkembangan kapasitas pembangkit model Zopplan
Kapasitas Pembangkit 1988 1993 1998 2003
Batubara 1394 3363 3873 4846
Minyak bumi 1430 1573 1730 1903
Gas 820 1149 1608 2251
Panasbumi 180 450 1125 2000
Hidro 1645 1645 1645 2622
Nuklir 2200 4400
Total (MW) 5469 8180 12181 18022
Sedangkan untuk perkembangan diversifikasi energi dari pembangkitan
sistem Jawa, pada setiap tahun perencanaan adalah sebagai berikut.
68
Universitas Indonesia
Tabel 4.9. Diversifikasi energi dari pembangkit model Zopplan
Energi Pembangkit 1988 1993 1998 2003
Batubara 5145 13034 18433 21805
Minyak bumi 7968 8764 3461 8414
Gas 820 1149 1608 2251
Panasbumi 885 3419 7000 10000
Hidro 8000 9000 9500 11800
Nuklir 14405 18810
Total (GWh) 22818 35367 54406 83081
Dengan perkembangan kapasitas pembangkit pada Tabel 4.8 dan dengan
konversi nilai saat ini biaya modal pada Tabel 4.5, akan diperoleh biaya modal
untuk pengembangan pembangkit pada tahun perencanaan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.10. Nilai saat ini biaya modal pada tahun perencanaan model Zopplan
Biaya Modal ($) 1988 1993 1998 2003
Batubara 320.198.975 602.267.038 88.516.339 95.824.374
Minyak bumi 182.995.161 34.531.630 21.512.485 13.450.763
Gas 156.984.314 61.438.933 48.637.399 38.661.483
Panasbumi 67.410.310 57.375.631 81.391.184 59.867.557
Hidro 277.755.446 0 0 111.410.672
Nuklir 0 0 528.540.284 299.907.951
Total Biaya Modal
($) 1.005.344.206 755.613.231 768.597.690 619.122.801
Dengan diversifikasi energi dari pembangkit pada Tabel 4.10 dan dengan
konversi nilai saat ini biaya operaso pada Tabel 4.6, akan diperoleh biaya operasi
untuk pengembangan pembangkit pada tahun perencanaan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.11. Nilai saat ini biaya operasi pembangkit pada tahun perencanaan model
Zopplan
Biaya Operasi ($) 1988 1993 1998 2003
Batubara 96.924.451 139.327.092 111.805.654 109.464.433
Minyak bumi 262.232.917 163.662.860 36.674.082 50.590.625
Gas 29.313.271 23.306.677 18.507.862 14.701.295
69
Universitas Indonesia
Panasbumi 9.340.413 20.475.373 23.787.053 19.282.018
Hidro 30.868.021 19.704.762 11.802.178 8.318.221
Nuklir 0 0 78.952.189 58.499.156
Total Biaya Operasi
($) 428.679.074 366.476.764 281.529.019 260.855.748
Sehingga total pembiayaan pembangkit setiap tahun perencanaan yang
dikonversikan terhadap nilai saat ini adalah sebagai berikut.
Tabel 4.12. Total pembiayaan pengembangan pembangkit model Zopplan
Biaya ($) 1988 1993 1998 2003
Biaya Modal 1.005.344.206 755.613.231 768.597.690 619.122.801
Biaya Operasi 428.679.074 366.476.764 281.529.019 260.855.748
Total Biaya ($) 1.434.023.279 1.122.089.995 1.050.126.709 879.978.549
4.486.218.533
4.2.2. Hasil Simulasi Model Optimasi Algoritma Genetika
Berikut di bawah ini adalah beberapa hasil simulasi perkembangan
kapasitas pembangkit sistem Jawa dengan metode optimasi algoritma genetika.
Tabel 4.13. Hasil simulasi perkembangan pembangkit model optimasi algoritma
genetika
Kapasitas Pembangkit 1988 1993 1998 2003
Batubara 1350 2224 2737 3977
Minyak bumi 1450 1650 2063 2363
Gas 693 1239 1552 2424
Panasbumi 351 897 1210 2080
Hidro 1625 2171 2484 3355
Nuklir 2135 3823
Total (MW) 5469 8181 12181 18022
Sedangkan untuk perkembangan diversifikasi energi dari pembangkitan
sistem Jawa, pada setiap tahun perencanaan adalah sebagai berikut.
70
Universitas Indonesia
Tabel 4.14. Hasil simulasi diversifikasi energi dari pembangkit model optimasi
algoritma genetika
Energi Pembangkit 1988 1993 1998 2003
Batubara 7041 14053 14261 25134
Minyak bumi 7041 7745 8055 8860
Gas 820 1149 1608 2251
Panasbumi 885 3419 7000 10000
Hidro 7031 9000 9500 11800
Nuklir 13983 25035
Total (GWh) 22818 35366 54407 83080
Dengan perkembangan kapasitas pembangkit pada Tabel 4.13 dan dengan
konversi nilai saat ini biaya modal pada Tabel 4.5, akan diperoleh biaya modal
untuk pengembangan pembangkit pada tahun perencanaan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.15. Nilai saat ini biaya modal pada tahun perencanaan model optimasi
algoritma genetika
Biaya Modal ($) 1988 1993 1998 2003
Batubara 296.480.532 267.334.378 89.037.023 122.119.449
Minyak bumi 191.506.564 48.295.985 56.590.167 23.325.022
Gas 115.187.652 101.962.485 33.166.679 52.430.503
Panasbumi 131.450.105 116.026.276 37.741.394 59.525.457
Hidro 265.272.055 193.377.126 62.902.323 99.323.128
Nuklir 0 0 512.924.321 230.111.192
Total Biaya Modal
($) 999.896.908 726.996.250 792.361.906 586.834.750
Dengan diversifikasi energi dari pembangkit pada Tabel 4.14 dan dengan
konversi nilai saat ini biaya operaso pada Tabel 4.6, akan diperoleh biaya operasi
untuk pengembangan pembangkit pada tahun perencanaan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.16. Nilai saat ini biaya operasi pembangkit pada tahun perencanaan model
optimasi algoritma genetika
Biaya Operasi ($) 1988 1993 1998 2003
Batubara 132.642.383 150.219.704 86.500.322 86.504.608
Minyak bumi 231.724.644 144.633.598 85.353.866 53.272.277
Gas 29.313.271 23.306.677 18.507.862 14.701.295
71
Universitas Indonesia
Panasbumi 9.340.413 20.475.373 23.787.053 19.282.018
Hidro 27.129.132 19.704.762 11.802.178 8.318.221
Nuklir 0 0 76.639.255 77.858.924
Total Biaya Operasi
($) 430.149.844 358.340.114 302.590.537 259.937.343
Sehingga total pembiayaan pembangkit setiap tahun perencanaan yang
dikonversikan terhadap nilai saat ini adalah sebagai berikut.
Tabel 4.17. Total pembiayaan pengembangan pembangkit model optimasi
algoritma genetika
Biaya ($) 1988 1993 1998 2003
Biaya Modal 999.896.908 726.996.250 792.361.906 586.834.750
Biaya Operasi 430.149.844 358.340.114 302.590.537 259.937.343
Total Biaya ($) 1.430.046.752 1.085.336.363 1.094.952.443 846.772.094
4.457.107.652
4.2.3. Analisa Hasil Uji Pemodelan
Berikut di bawah ini perbandingan hasil optimasi fungsi pembiayaan
minimum pengembangan pembangkit tenaga listrik model Zopplan dengan
metode algoritma genetika pada setiap periode perencanaan.
Tabel 4.18. Perbandingan hasil optimasi total biaya pembangkitan model Zopplan
dengan metode algoritma genetika
Total Biaya Pembangkitan (ribu $)
1988 1993 1998 2003 Total
Model Zopplan 1.434.023 1.122.090 1.050.127 879.979 4.486.218
Algoritma Genetika
1.430.047 1.085.336 1.094.952 846.772 4.457.108
Delta 0,3% 3,4% -4,1% 3,9% 0,7%
Terlihat bahwa hasil simulasi uji pemodelan optimasi perencanaan
pengembangan pembangkit dengan metode algoritma genetika dengan fungsi
tujuan minimum pembiayaan hampir sama dengan model Zopplan. Dari hasil uji
simulasi metode optimasi algoritma genetika menghasilkan konfigurasi bauran
kapasitas dan energi pembangkit dengan total pembiayaan yang lebih rendah
apabila dibandingkan dengan konfigurasi bauran pada model Zopplan.
72
Universitas Indonesia
Gambar 4.2. Perbandingan hasil simulasi optimasi model Zopplan dengan metode
algoritma genetika
Perkembangan kapasitas pembangkit pada tahun perencanaan 1998-2003
pada model Zopplan berdasarkan jenis bahan bakar pembangkitnya ditunjukkan
pada Gambar 4.3 di bawah ini.
Gambar 4.3. Grafik perkembangan kapasitas pembangkit Th 1998-2003 model
Zopplan
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1988 1993 1998 2003
1.434
1.1221.050
880
1.430
1.085 1.095
847
Bia
ya P
em
ban
gkit
an
(Ju
ta $
)
Perbandingan Hasil Simulasi Optimasi Pengembangan Pembangkit Listrik
Model Zopplan Algoritma Genetika
0
1000
2000
3000
4000
5000
1988 1993 1998 2003
Kap
asit
as P
emb
angk
it (M
W)
Perkembangan Kapasitas Pembangkit berdasarkan Jenis Bahan Bakar model Zopplan
BatubaraMinyakGasPanasbumiHidroNuklir
73
Universitas Indonesia
Dengan metode algoritma genetika, grafik perkembangan kapasitas
pembangkit berdasarkan jenis bahan bakar pembangkitnya ditunjukkan pada
gambar sebagai berikut.
Gambar 4.4. Grafik perkembangan kapasitas pembangkit Th 1998-2003 metode
Algoritma Genetika
Diversifikasi energi pembangkit pada tahun perencanaan 1998-2003 pada
model Zopplan berdasarkan jenis bahan bakar pembangkitnya ditunjukkan pada
Gambar 4.3 di bawah ini.
Gambar 4.5. Grafik diversifikasi energi pembangkit Th 1998-2003 model Zopplan
0
1000
2000
3000
4000
5000
1988 1993 1998 2003
Kap
asit
as P
em
ban
gkit
(MW
)
Perkembangan Kapasitas Pembangkit per Jenis Bahan Bakar metode Algoritma Genetika
BatubaraMinyakGasPanasbumiHidroNuklir
0
5
10
15
20
25
30
35
1988 1993 1998 2003
Ener
gi P
emb
angk
it
(Rib
u G
Wh
)
Diversifikasi Energi Pembangkit berdasarkan Jenis Bahan Bakar model Zopplan
BatubaraMinyakGasPanasbumiHidroNuklir
74
Universitas Indonesia
Dengan metode algoritma genetika, grafik diversifikasi energi pembangkit
berdasarkan jenis bahan bakar pembangkitnya ditunjukkan pada gambar sebagai
berikut.
Gambar 4.6. Grafik diversifikasi energi pembangkit Th 1998-2003 metode
Algoritma Genetika
Grafik perkembangan kapasitas pembangkit model Zopplan dan metode
algoritma genetika terdapat perbedaan. Dalam penggunaan metode algoritma
genetika, grafik perkembangan kapasitas pembangkit menunjukkan tren
perkembangan yang hampir sama untuk setiap jenis pembangkit. Hal ini tidak
berlaku pada model Zopplan. Dengan karakteristik tren perkembangan kapasitas
pembangkit tersebut menyebabkan biaya modal dalam pembangunan penambahan
pembangkit berbeda antara model Zopplan dengan metode algoritma genetika
(lihat Tabel 4.10 dan 4.15). Dari perhitungan sebelumnya hasil simulasi bauran
kapasitas pembangkit metode algoritma genetika menghasilkan biaya modal yang
lebih rendah apabila dibandingkan dengan model Zopplan.
Seperti halnya dengan perkembangan kapasitas pembangkit, bauran energi
pembangkit hasil simulasi model Zopplan dengan optimasi metode algoritma
genetika menunjukkan tren bauran energi yang berbeda untuk setiap jenis
pembangkitnya. Bauran energi akan mempengaruhi besarnya biaya operasi
pembangkitan. Total biaya pembangkitan didefinisikan sebagai keseluruhan biaya
0
5
10
15
20
25
30
1988 1993 1998 2003
Ene
rgi P
em
ban
gkit
(Rib
u G
Wh
)
Diversifikasi Energi Pembangkit berdasarkan Jenis Bahan Bakar metode Algoritma Genetika
BatubaraMinyakGasPanasbumiHidroNuklir
75
Universitas Indonesia
modal yang dipengaruhi oleh perkembangan kapasitas pembangkit dan biaya
operasional yang dipengaruhi oleh bauran energi pembangkit yang dihitung
dengan nilai saat ini. Metode optimasi algoritma genetika menghasilkan total
pembiayaan selama 20 tahun lebih rendah sebesar 0,7% apabila dibandingkan
dengan model Zopplan.
Dengan demikian metode optimasi algoritma genetika dapat digunakan
untuk mendapatkan nilai optimasi minimum pembiayaan pembangkit. Namun
dalam perencanaan pengembangan pembangkit tidak semata hanya
memperhitungkan dan mempertimbangkan minimum pembiayaan, faktor
kebijakan energi, ketersediaan sumber energi primer, dan faktor lingkungan
sebaiknya dijadikan sebagai suatu kriteria batasan atau kendala dalam optimasi.
Universitas Indonesia
76
BAB V
KESIMPULAN
1. Hasil pengujian dengan model Zopplan, diperoleh nilai total pembiayaan hasil
simulasi dengan metode algoritma genetika 0,7% lebih rendah.
2. Dari sisi pembiayaan total metode Algoritma Genetika lebih baik (pembiayaan
lebih rendah) dari Model Zopplan, demikian juga dengan penggunaan bahan
bakar batubara. Namun dalam penggunaan bahan bakar minyak, metode
Algoritma Genetika diperoleh hasil yang lebih tinggi (penggunaan minyak
yang lebih banyak) apabila dibandingkan dengan model Zopplan.
3. Penelitian ini akan dilanjutkan dalam tesis yaitu; “Perencanaan Pengembangan
Pembangkit Listrik Sistem Jawa Th 2015-2030”. Dalam studi tersebut akan
ditambahkan kriteria kebijakan bauran energi, karakteristik operasional
pembangkitan yang aktual, dan faktor lingkungan sebagai salah satu skenario
dalam proses perencanaan.
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
1. __. (2011). Makalah: Overview Rencana Pengembangan Sistem Kelistrikan
Nasional. FGD Audit Teknologi Sistem Kelistrikan Nasional. Jakarta:
BPPT
2. __. (2010). Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero)
2010-2019. Jakarta : PT PLN (Persero)
3. __. (2010). Generating Availability Report (Electronic GADS Publication
for Windows 2005-2009. www.nerc.com
4. __. (2004). Matlab Global Optimization Toolbox User’s Guide. Natrick, MA
: The Math Works, Inc.
5. Berlianty, Intan, Miftahol Arifin. (2010). Teknik-teknik Optimasi Heuristik.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
6. Delgado, F., A. Ortiz, C.J. Renedo, F.Ortiz, M. Manana. Comparative Study
of Techniques used in the Generation Expansion Planning.
7. El-Habachi, Ahmed. Generation Mix Planning Using Genetic Algorithm.
Alexandria: University of Alexandria.
8. Fukuyama, Yoshikazu, Hsaio-Dong Chiang. (1996). A Parallel Genetic
Algorithm for Generation Expansion Planning. IEEE Transaction on
Power System, Vol 11, No 2, 1996.
9. Haupt, Randy L.& Sue Ellen. (2004). Practical Genetic Algorithms (Second
Edition). New Jersey: John Wiley & Sons.
10. Jalilzadeh, Saeid, Arash Shabani, Alahverdi Azadru. Multi-Period
Generation Expansion Planning Using Genetic Algorithm. Journal IEEE
No 978-1-4244-7286-4/10. 2010
11. Kothari, Rishabh P, Dirk P. Kroese. (2009). Optimal Generation Expansion
Planning via The Cross-Entropy Method. Proceedings of the 2009
Winter Simulation Conference.
12. Kusumadewi, Sri. (2003). Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Universitas Indonesia
13. Marsudi, Djiteng. (2006). Operasi Sistem Tenaga Listrik. Yogyakarta:
Graha Ilmu
14. Marsudi, Djiteng. (2003). Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: PT. Jalamas
Berkatama dan STT PLN
15. Nurcahyanto, Ery. (2008). Thesis : Peramalan Beban Tenaga Listrik Sistem
Ketenagalistrikan Jawa-Madura-Bali Menggunakan Algoritma Genetik.
Jakarta: Universitas Indonesia
16. Praditya T, Agus. (2011). Kumpulan catatan mata kuliah Ekonomi Energi.
http://watergius.wordpress.com/
17. Rinaldy, Dalimi. (2012). Diktat mata kuliah Manajemen dan Ekonomi
Energi. Magister Teknik Elektro Universitas Indonesia
18. Shabani, Arash, Hadi Hosseini, Hossein Kazemi Karegar, Saeed Jalilzadeh.
(2008). Optimal Generation Expansion Planning in IPP Presence with
HCGA. 2nd IEEE International Conference on Power Energy, Dec 1-3,
2008. Johor Baharu
19. Sitorus, Ramli Parulian. (1994). Skripsi : Perhitungan Keandalan Sistem
Pembangkit Tenaga Listrik Menggunakan Metode Konvolusi Dengan
Studi Kasus PLN Wilayah II. Teknik Elektro Universitas Indonesia
20. Stoll, Harry G. (1989). Least-cost electric utility planning. New Jersey: John
Wiley & Sons.
21. Susanto, Djoko. (1999). Artikel : Model Perencanaan Pembangkitan dengan
Optimasi Sekuensial yang Disederhanakan. Majalah Energi Nomor 24
Tahun V, Januari 1999
22. Sugiyono, Agus. (2005). Publikasi Ilmiah : Analisa Pengambilan Keputusan
untuk Perencanaan Pembangkit Tenaga Listrik. Jakarta: BPPT
23. Thuesen, Gerald J, and W. J. Fabrycky. (2002). Ekonomi Teknik
(Engineering Economy 9th Edition). Pearson Education Asia Pte Ltd dan
PT Prenhallindo Jakarta.
24. Wang, G & McDonald, JR. (1994). Modern power system planning.
Singapore: McGraw-Hill.
Universitas Indonesia
25. Yustiar, Gunawan. (2010). Laporan Audit Teknologi : Efisiensi Pembangkit
Listrik Tenaga Uap. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi
26. Zhan, Tung-Sheng, Ming-Tong Tsay, and Sung-Ling Chen. (2004). An
improved genetic algorithm for utility generation expansion planning in
competitive market. Engineering Intelligent Systems, Vol 12, No 3, Sept
2004.
27. Zhu, Jinxiang, Mo-yuen Chow. (1997). A Review of Emerging Techniques
on Generation Expansion Planning. IEEE Transaction on Power
System, Vol 12, No 4, November 1997
28. Zuhal. (1985). Disertasi : Optimasi Multiobyektif Pengembangan Sistem
Pembangkit Tenaga Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia.
29. Zuhal. (1995). Ketenagalistrikan Indonesia. PT Ganeca Prima.
30. Zuhal. (2008) Diktat mata kuliah perencanaan sistem tenaga listrik.
Magister Teknik Elektro Universitas Indonesia.
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
SENARAI PROGRAM DALAM
PEMOGRAMAN MATLAB
Universitas Indonesia
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%% % Program Utama % OPTIMASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA
GENETIKA % SEMINAR % RUDI PURWO WIJAYANTO - 1106029704 % MAGISTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%%
clear all
%Data Biaya Investasi ic =[950;750;580;660;1100;1315]; %Data Biaya Operasi oc = [33.2;58;63;18.6;6.8;30]; %Data Laju Diskon r = 0.12; %Data faktor ketersediaan selama 1 tahun a = [6322.5;5700.8;3232;7598.2;7598.2];
%Matriks NPV dlm 4 periode R = [(1+r)^(-5) (1+r)^(-10) (1+r)^(-15) (1+r)^(-20)]; %Matriks Biaya Investasi IC = ic * R; %Matriks Biaya Operasi OC = oc * R; %Parameter Optimasi options = gaoptimset('PopulationSize',40,'Generations',4000); %Kapasitas Pembangkit Awal xo = [800; 1000; 343; 0; 1200];
%Tahun Perencanaan Pertama %Fungsi Batasan A1=[-1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 0; 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 -1;0 0 0 0 0 0
0 0 1 0;... 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0;0 0 0 0 0 0 0 0 0 1;0 0 0 0 0 0 1 0 0 0;... -6.32 0 0 0 0 1 0 0 0 0;0 -5.70 0 0 0 0 1 0 0 0;0 0 -3.23 0 0 0
0 1 0 0;... 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 1 0;0 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 1]; b1=[(-5469+sum(xo));-
22818;885;820;8000;7981;(6.32*1000);(5.7*1200);... (3.23*600);(7.6*30);(7.6*500)]; %Optimasi Algen x = ga(@optimasi1,10,A1,b1,[],[],[200 100 0 0 0 0 0 0 0
0],[],[],options); %Hasil optimasi dx1 = round(x); x1=[dx1(1)+xo(1) dx1(2)+xo(2) dx1(3)+xo(3) dx1(4)+xo(4)
dx1(5)+xo(5)]; e1=[dx1(6) dx1(7) dx1(8) dx1(9) dx1(10)]; LD1= round(sum(x1)); ED1= round(sum(e1)); D1=[LD1 ED1]; disp('Optimasi Perencanaan Tahun Pertama SELESAI') disp(' ')
Universitas Indonesia
%Tahun Perencanaan Kedua %Fungsi Batasan A2=[-1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 0; 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 -1;0 0 0 0 0 0
0 0 1 0;... 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0;0 0 0 0 0 0 0 0 0 1;0 0 0 0 0 0 1 0 0 0;... -6.32 0 0 0 0 1 0 0 0 0;0 -5.70 0 0 0 0 1 0 0 0;0 0 -3.23 0 0 0
0 1 0 0;... 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 1 0;0 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 1; 0 1 0 0 0 0 0
0 0 0]; b2=[(-8180+LD1);-
35366;3419;1149;9000;1.1*e1(2);(6.32*x1(1));(5.7*x1(2));... (3.23*x1(3));(7.6*x1(4));(7.6*x1(5));200]; %Optimasi Algen x = ga(@optimasi2,10,A2,b2,[],[],[200 100 0 0 0 0 0 0 0
0],[],[],options); %Hasil optimasi dx2= round(x); x2=[dx2(1)+x1(1) dx2(2)+x1(2) dx2(3)+x1(3) dx2(4)+x1(4)
dx2(5)+x1(5)]; e2=[dx2(6) dx2(7) dx2(8) dx2(9) dx2(10)]; LD2 = round(sum(x2)); ED2 = round(sum(e2)); D2=[LD2 ED2]; disp('Optimasi Perencanaan Tahun Kedua SELESAI') disp(' ')
%Tahun Perencanaan Ketiga %Fungsi Batasan A3=[-1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 0;0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 -1 -
1;... 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0;0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0;0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 0;... 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0; -6.32 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0;... 0 -5.70 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0;0 0 -3.23 0 0 0 0 0 1 0 0 0;... 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 0 1 0 0;0 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 0 1 0;... 0 0 0 0 0 -6.548 0 0 0 0 0 1]; b3=[(-12181+LD2);-
54407;7000;1608;9500;1.04*e2(2);(6.32*x2(1));(5.7*x2(2));... (3.23*x2(3));(7.6*x2(4));(7.6*x2(5));0]; %Optimasi Algen x = ga(@optimasi3,12,A3,b3,[],[],[200 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0],[],[],options); %Hasil optimasi dx3= round(x); x3=[dx3(1)+x2(1) dx3(2)+x2(2) dx3(3)+x2(3) dx3(4)+x2(4)
dx3(5)+x2(5) dx3(6)]; e3=[dx3(7) dx3(8) dx3(9) dx3(10) dx3(11) dx3(12)]; LD3= round(sum(x3)); ED3= round(sum(e3)); D3=[LD3 ED3]; disp('Optimasi Perencanaan Tahun Ketiga SELESAI') disp(' ')
%Tahun Perencanaan Keempat %Fungsi Batasan A4=[-1 -1 -1 -1 -1 -1 0 0 0 0 0 0;0 0 0 0 0 0 -1 -1 -1 -1 -1 -
1;...
Universitas Indonesia
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0; 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0;0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0;... 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0;-6.32 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0;... 0 -5.70 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0;0 0 -3.23 0 0 0 0 0 1 0 0 0;... 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 0 1 0 0;0 0 0 0 -7.60 0 0 0 0 0 1 0;... 0 0 0 0 0 -6.548 0 0 0 0 0 1;0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0]; b4=[(-18022+LD3);-
83080;10000;2251;11800;1.1*e3(2);(6.32*x3(1));(5.7*x3(2));... (3.23*x3(3));(7.6*x3(4));(7.6*x3(5));(6.548*x3(6));300]; %Optimasi Algen x = ga(@optimasi4,12,A4,b4,[],[],[200 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0],[],[],options); %Hasil optimasi dx4 = round(x); x4=[dx4(1)+x3(1) dx4(2)+x3(2) dx4(3)+x3(3) dx4(4)+x3(4)
dx4(5)+x3(5) ... dx4(6)+x3(6)]; e4=[dx4(7) dx4(8) dx4(9) dx4(10) dx4(11) dx4(12)]; LD4 = round(sum(x4)); ED4 = round(sum(e4)); D4=[LD4 ED4]; disp('Optimasi Perencanaan Tahun Keempat SELESAI') disp(' ')
%Ringkasan Optimasi Algen G1 = [x1';0]; G2 = [x2';0]; G3 = [x3']; G4 = [x4']; disp('Konfigurasi Pembangkit') G = [G1 G2 G3 G4] disp('Total Pembangkitan') LD = [LD1 LD2 LD3 LD4] E1 = [e1';0]; E2 = [e2';0]; E3 = [e3']; E4 = [e4']; disp('Bauran Energi pembangkit') E = [E1 E2 E3 E4] disp('Energi DIbangkitkan') ED = [ED1 ED2 ED3 ED4]
%Penghitungan Biaya Hasil Optimasi Algoritma Genetika %Nilai Modal fm1
=10^3*(dx1(1)*IC(1,1)+dx1(2)*IC(2,1)+dx1(3)*IC(3,1)+dx1(4)*IC(4,1)
+dx1(5)*IC(5,1)); fm2
=10^3*(dx2(1)*IC(1,2)+dx2(2)*IC(2,2)+dx2(3)*IC(3,2)+dx2(4)*IC(4,2)
+dx2(5)*IC(5,2)); fm3
=10^3*(dx3(1)*IC(1,3)+dx3(2)*IC(2,3)+dx3(3)*IC(3,3)+dx3(4)*IC(4,3)
+dx3(5)*IC(5,3)... +dx3(6)*IC(6,3)); fm4
=10^3*(dx4(1)*IC(1,4)+dx4(2)*IC(2,4)+dx4(3)*IC(3,4)+dx4(4)*IC(4,4)
+dx4(5)*IC(5,4)...
Universitas Indonesia
+dx4(6)*IC(6,4)); %Nilai Operasional fo1 =
10^3*(e1(1)*OC(1,1)+e1(2)*OC(2,1)+e1(3)*OC(3,1)+e1(4)*OC(4,1)+e1(5
)*OC(5,1)); fo2 =
10^3*(e2(1)*OC(1,2)+e2(2)*OC(2,2)+e2(3)*OC(3,2)+e2(4)*OC(4,2)+e2(5
)*OC(5,2)); fo3 =
10^3*(e3(1)*OC(1,3)+e3(2)*OC(2,3)+e3(3)*OC(3,3)+e3(4)*OC(4,3)+e3(5
)*OC(5,3)... +e3(6)*OC(6,3)); fo4 =
10^3*(e4(1)*OC(1,4)+e4(2)*OC(2,4)+e4(3)*OC(3,4)+e4(4)*OC(4,4)+e4(5
)*OC(5,4)... +e4(6)*OC(6,4)); %Nilai Total disp('Total Biaya Setiap Perencanaan dengan Algoritma Genetika') costGA = [fm1+fo1 fm2+fo2 fm3+fo3 fm4+fo4]
%Pembanding model Zopplan %Nilai Modal fmz1 =10^3*((1394-xo(1))*IC(1,1)+(1430-xo(2))*IC(2,1)+(820-
xo(3))*IC(3,1)+... (180-xo(4))*IC(4,1)+(1645-xo(5))*IC(5,1)); fmz2
=10^3*(1969*IC(1,2)+143*IC(2,2)+329*IC(3,2)+270*IC(4,2)+0*IC(5,2))
; fmz3
=10^3*(510*IC(1,3)+157*IC(2,3)+459*IC(3,3)+675*IC(4,3)+0*IC(5,3)..
. +2200*IC(6,3)); fmz4
=10^3*(973*IC(1,4)+173*IC(2,4)+643*IC(3,4)+875*IC(4,4)+977*IC(5,4)
... +2200*IC(6,4)); %Nilai Operasional foz1 =
10^3*(5145*OC(1,1)+7968*OC(2,1)+820*OC(3,1)+885*OC(4,1)+8000*OC(5,
1)); foz2 =
10^3*(13034*OC(1,2)+8764*OC(2,2)+1149*OC(3,2)+3419*OC(4,2)+9000*OC
(5,2)); foz3 =
10^3*(18433*OC(1,3)+3461*OC(2,3)+1608*OC(3,3)+7000*OC(4,3)+9500*OC
(5,3)... +14405*OC(6,3)); foz4 =
10^(3)*(31805*OC(1,4)+8414*OC(2,4)+2251*OC(3,4)+10000*OC(4,4)+1180
0*OC(5,4)... +18810*OC(6,4)); %Nilai Total disp('Total Biaya Setiap Perencanaan Model Zopplan') costZ = [fmz1+foz1 fmz2+foz2 fmz3+foz3 fmz4+foz4]
%Perbandingan dalam persen disp('Selisih Biaya Setiap Perencanaan dalam Persen')
Universitas Indonesia
GAZ = 100*[abs(costZ(1)-costGA(1))/costZ(1) abs(costZ(2)-
costGA(2))/costZ(2)... abs(costZ(3)-costGA(3))/costZ(3) abs(costZ(4)-
costGA(4))/costZ(4)] disp('Rata-rata Selisih Biaya dalam Persen') AV=sum(GAZ)/4
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%% % Program Fungsi Optimasi Tahun Pertama % OPTIMASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA
GENETIKA % SEMINAR % RUDI PURWO WIJAYANTO - 1106029704 % MAGISTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%%
function f = optimasi1(x)
%Data Biaya Investasi ic =[950;750;580;660;1100;1315]; %Data Biaya Operasi oc = [33.2;58;63;18.6;6.8]; %Data Laju Diskon r = 0.12; %Data faktor ketersediaan selama 1 tahun a = [6322.5; 5700.8;3232;7598.2;7598.2];
%Matriks NPV dlm 4 periode R = [(1+r)^(-5) (1+r)^(-10) (1+r)^(-15) (1+r)^(-20)]; %Matriks Biaya Investasi IC = ic * R; %Matriks Biaya Operasi OC = oc * R;
fm1 =
10^3*(x(1)*IC(1,1)+x(2)*IC(2,1)+x(3)*IC(3,1)+x(4)*IC(4,1)+x(5)*IC(
5,1)); fo1 =
10^3*(x(6)*OC(1,1)+x(7)*OC(2,1)+x(8)*OC(3,1)+x(9)*OC(4,1)+x(10)*OC
(5,1)); f1 = fm1 + fo1; A = min(f1); B = max(f1); f = (f1-A)/(B-A);
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%% % Program Fungsi Optimasi Tahun Kedua % OPTIMASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA
GENETIKA % SEMINAR % RUDI PURWO WIJAYANTO - 1106029704 % MAGISTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%%
Universitas Indonesia
function f = optimasi2(x)
%Data Biaya Investasi ic =[950;750;580;660;1100;1315]; %Data Biaya Operasi oc = [33.2;58;63;18.6;6.8]; %Data Laju Diskon r = 0.12; %Data faktor ketersediaan selama 1 tahun a = [6322.5; 5700.8;3232;7598.2;7598.2];
%Matriks NPV dlm 4 periode R = [(1+r)^(-5) (1+r)^(-10) (1+r)^(-15) (1+r)^(-20)]; %Matriks Biaya Investasi IC = ic * R; %Matriks Biaya Operasi OC = oc * R;
fm2=10^3*(x(1)*IC(1,2)+x(2)*IC(2,2)+x(3)*IC(3,2)+x(4)*IC(4,2)+x(5)
*IC(5,2)); fo2=10^3*(x(6)*OC(1,2)+x(7)*OC(2,2)+x(8)*OC(3,2)+x(9)*OC(4,2)+x(10
)*OC(5,2)); f2 = fm2 + fo2; A = min(f2); B = max(f2); f = (f2-A)/(B-A);
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%% % Program Fungsi Optimasi Tahun Ketiga % OPTIMASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA
GENETIKA % SEMINAR % RUDI PURWO WIJAYANTO - 1106029704 % MAGISTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%%
function f = optimasi3(x)
%Data Biaya Investasi ic =[950;750;580;660;1100;1315]; %Data Biaya Operasi oc = [33.2;58;63;18.6;6.8;30]; %Data Laju Diskon r = 0.12; %Data faktor ketersediaan selama 1 tahun a = [6322.5; 5700.8;3232;7598.2;7598.2;6547.8];
%Matriks NPV dlm 4 periode R = [(1+r)^(-5) (1+r)^(-10) (1+r)^(-15) (1+r)^(-20)]; %Matriks Biaya Investasi IC = ic * R; %Matriks Biaya Operasi OC = oc * R;
Universitas Indonesia
fm3=10^3*(x(1)*IC(1,3)+x(2)*IC(2,3)+x(3)*IC(3,3)+x(4)*IC(4,3)+x(5)
*IC(5,3)+... x(6)*IC(6,3)); fo3=10^3*(x(7)*OC(1,3)+x(8)*OC(2,3)+x(9)*OC(3,3)+x(10)*OC(4,3)+... x(11)*OC(5,3)+x(12)*OC(6,3)); f3 = fm3 + fo3; A = min(f3); B = max(f3); f = (f3-A)/(B-A);
%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%% % Program Fungsi Optimasi Tahun Keempat % OPTIMASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN ALGORITMA
GENETIKA % SEMINAR % RUDI PURWO WIJAYANTO - 1106029704 % MAGISTER TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS INDONESIA %%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%%
%%%%%%%%%%
function f = optimasi4(x)
%Data Biaya Investasi ic =[950;750;580;660;1100;1315]; %Data Biaya Operasi oc = [33.2;58;63;18.6;6.8;30]; %Data Laju Diskon r = 0.12; %Data faktor ketersediaan selama 1 tahun a = [6322.5; 5700.8;3232;7598.2;7598.2;6547.8];
%Matriks NPV dlm 4 periode R = [(1+r)^(-5) (1+r)^(-10) (1+r)^(-15) (1+r)^(-20)]; %Matriks Biaya Investasi IC = ic * R; %Matriks Biaya Operasi OC = oc * R;
fm4=10^3*(x(1)*IC(1,4)+x(2)*IC(2,4)+x(3)*IC(3,4)+x(4)*IC(4,4)+x(5)
*IC(5,4)+... x(6)*IC(6,4)); fo4=10^3*(x(7)*OC(1,4)+x(8)*OC(2,4)+x(9)*OC(3,4)+x(10)*OC(4,4)+... x(11)*OC(5,4)+x(12)*OC(6,4)); f4 = fm4 + fo4; A = min(f4); B = max(f4); f = (f4-A)/(B-A);