11th March Press Release - Bahasa Indonesia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bahasa indonesia

Citation preview

  • Masyarakat adat dan hutan menitikberatkan pada hak-hak atas tanah sebagai kunci untuk menyelamatkan hutan hujan tropis dunia Untuk Disiarkan Segera 11 Maret 2014 Palangkaraya, Selasa, 11 Maret 2014 Di tengah kepungan kerusakan hutan dan meningkatnya ancaman serius terhadap hutan-hutan tropis, masyarakat adat dan komunitas-komunitas lokal hari ini menegaskan keberhasilan mereka yang khas dalam menyelamatkan hutan hujan tropis dunia yang menyusut dengan cepat, terbukti dari kenyataan hutan hujan yang tersisa berada dalam wilayah dan tanah-tanah adat mereka. Mereka menyatakan betapa pentingnya upaya berkelanjutan yang mereka lakukan dalam menjaga dan menyelamatkan hutan itu pada hari ketiga lokakarya internasional tentang Deforestasi dan Hak-Hak Masyarakat Di dalam dan Di sekitar Hutan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Utusan-utusan masyarakat adat dari Afrika, Asia, Amerika Latin serta organisasi masyarakat sipil selama dua hari pertama lokakarya menyoroti laju deforestasi dunia yang sudah sangat mengkhawatirkan, mengulas sebab-sebab langsung dan tak langsung hilangnya hutan, dampak kerusakan hutan terhadap masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dan kemampuan tiada tanding masyarakat adat dan komunitas lokal dalam mengelola hutan secara berkelanjutan. Peserta lokakarya menegaskan bahwa industri-industri penebangan hutan bertujuan bisnis dan seringkali pembalakan ilegal, pengeboran minyak, pertambangan skala besar, pembangunan infrastruktur jalan raya dan bendungan, dan perkebunan besar terutama perkebunan kelapa sawit yang meluas dengan cepat adalah beberapa di antara penyebab utama kerusakan hutan. Faktor-faktor mendasar dari semua ini termasuk tidak amannya hak atas tanah wilayah, korupsi, lemahnya pengurusan dan perlindungan hutan, pertumbuhan ekonomi berbasis ekspor dan pengurasan sumber daya alam dengan cara yang tidak berkelanjutan dan, sangat penting, kurangnya penegakan yang efektif terhadap hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal untuk memiliki, menguasai dan mengelola wilayah dan tanah mereka meskipun banyak hukum internasional dan nasional mengakui hak-hak tersebut. Kami, masyarakat adat mengandalkan hutan hujan untuk pangan dan semua yang kami perlu untuk bertahan hidup, ungkap Marie-Dorothe Lisenga Bafalikike, perwakilan dari Republik Demokratik Kongo. Perusahaan tak henti-hentinya mendorong masyarakat kami untuk menandatangani kesepakatan dengan janji-janji manfaat yang akan kami peroleh, tetapi mereka kemudian menebang habis hutan dan tak meninggalkan apa pun untuk kami selain kekurangan air bersih, tak ada penerangan listrik, tak ada seklah. Dan kerusakan hutan sudah mengubah iklim kami. Korupsi, dan juga intimidasi dan tak jarang pula represi aparat kepolisian dan militer serta kriminalisasi terhadap mereka yang berjuang dengan damai untuk melindungi hutan, adalah isu-isu kunci yang diungkapkan para peserta. Para elit politik di negeri kami membantu perusahaan merampas kawasan berhutan yang sangat luas tanpa ada konsultasi dengan masyarakat di dalam dan sekitar hutan itu.. Elit-elit itu juga yang mengatur sistem hukum dan polisi dan menggunakan hukum dan polisi untuk mengancam masyarakat kami,

  • 2

    ungkap Robert Guimaraes Vasques, seorang tokoh masyarakat adat dan aktivis lingkungan dan hak asasi manusia dari Ucayali, Peru tengah. Noerhadi, perwakilan masyarakat adat dari Kapuas, Kalimantan Tengah, menyatakan: Kami perlu segera menjawab kontradiksi antara inisiatif pemerintah untuk mengeksploitasi hutan dan mengambil tanah masyarakat, dan inisiatif melakukan konservasi seperti skema REDD. Kedua model inisiatif ini sama-sama mencari lahan dan hutan tetapi terus saja menyingkirkan komunitas lokal dan masyarakat adat.

    Semua utusan sepakat tentang perlunya pendekatan baik internasional maupun yang bersifat nasional untuk menanggulangi ancaman tak terperi yang dihadapai hutan hujan dan juga masyarakat adat dan komunitas lokal yang berdiam di dalam dan sekitar hutan di seluruh dunia. Semua peserta melihat bahwa pengakuan hak masyarakat adat dan komunitas lokal sebagai hal mendasar untuk dapat mencapai komitment global untuk menyelamatkan hutan hujan dunia bagi generasi mendatang selaras dengan kewajiban negara-negara dalam hukum hak asasi manusia. Apa yang kita sebut sebagai pembangunan yang desturktif yang terjadi di atas tanah-tanah masyarakat adat dan komunitas lokal telah merenggut kami dari semua yang kami perlukan untuk bertahan hidup, kata Asmidar Vira Binti Les, perwakilan Orang Asli dari Semenanjung Malaysia. Dalam lokakarya ini kami akan mengembangkan strategi untuk memperkuat gerakan dan mempertahankan tanah leluhur kami dan hak-hak kami sebagai masyarakat adat. Peserta akan mengeluarkan sebuah deklarasi bersama pada acara penutupan lokakarya. Pokok utama Deklarasi tersebut adalah afirmasi bahwa di mana hak masyarakat adat dan komunitas lokal atas tanah dan wilayah mereka dilindungi secara efektif dan ditegakkan, di situlah hutan akan terjaga, sebaliknya ketika hak-hak tersebut dilanggar dan diabaikan, deforestasi dan kerusakan hutan pasti terus terjadi tanpa bisa dicegah. Notes for editors Catatan untuk editor LSM Forest Peoples Programme (FPP) yang berbasis di Inggris dan lembaga

    mitra Pusaka, Indonesia, kerjasama penyelenggaraan pertemuan internasional tentang Kerusakan hutan dan hak-hak masyarakat hutan antara tanggal 9 sampai 14 maret 2014 di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia

    Pertemuan ini mempertemukan masyarakat hutan, pemerintah, LSM, badan internasional dan peniliti hutan dari Afrika, Asia, Amerika Latin, Eropa dan Amerika Utara, untuk membahas penilitian baru yang berdasarkan pada studi kasus, yang mendokumenkan penyebab kerusakan hutan yang langsung maupun tidak langsung di Negara tertentu, untuk berbagi dan pandangan terbaru tentang penyebab dan akibat kerusakan hutan, untuk membahas bagaimana mengatasi kerusakan hutan, dan mengangkat hak-hak dan mata pencaharian masyarakat hutan.

    Release Deklarasi Palangka Raya akan diselenggarakan pada jumat pagi 14 maret. Contacts:

    o Joji Cario, Forest Peoples Programme. o Marcus Colchester, Forest Peoples Programme. o Y.L. Franky, Pusaka o Tom Griffiths, Forest Peoples Programme. o Emil Kleden, Pusaka

  • 3

    Forest Peoples Programme, 1c Fosseway Business Centre, Stratford Road, Moreton-in-Marsh, Gloucestershire GL56 9NQ, UK; tel. +44 (0)1608 652893; www.forestpeoples.org

    Pusaka, Kompleks Rawa Bambu I,Jl.B No.6B,Pasar Minggu,Jakarta Selatan, Indonesia; tel: +62 21789 2137; email [email protected]; www.pusaka.or.id