50
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian 2.1.1 Definisi Pajak Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak itu sediri. Perbedaan tersebut didasari oleh perbedaan sudut pandang dari masing-masing individu. Menurut Rochmat Soemitro (dalam Sari, 2013:34), menjelaskan bahwa: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.Kemudian definisi pajak menurut P.J.A Adriani (dalam Sari,2013:34), menjelaskan bahwa: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”. Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 adalah: “Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian

2.1.1 Definisi Pajak

Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak itu

sediri. Perbedaan tersebut didasari oleh perbedaan sudut pandang dari masing-masing

individu. Menurut Rochmat Soemitro (dalam Sari, 2013:34), menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara

untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk

public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public

investment.”

Kemudian definisi pajak menurut P.J.A Adriani (dalam Sari,2013:34),

menjelaskan bahwa:

“Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)

yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-

peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi

kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara

untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Pasal 1 adalah:

“Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak

mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Page 2: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

13

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pajak

merupakan iuran yang dipaksakan oleh penguasa (pemerintah) kepada Wajib Pajak

(yang telah ditentukan undang-undang), yang digunakan untuk membiayai keperluan

perbelanjaan pemerintah.

2.1.2 Subjek Pajak

Dalam pelaksanaan fungsinya pajak juga memiliki standarisasi persyaratan

dalam menentukan subjek pajaknya. Subjek pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua)

yaitu, subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengertian dan

penjabaran subjek pajak dalam negeri dan luar negeri yang dijabarkan berdasarkan

Pasal 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 36 Tahun 2008 tentang

perubahan keempat atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983

tentang pajak penghasilan. Yang menjadi subjek pajak adalah :

a. 1. Orang pribadi

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak

b. Badan

c. Bentuk usaha tetap

Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak

luar negeri. Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada

di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

Page 3: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

14

waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak

berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit

tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah

4. dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak.

Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah:

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang

berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, badan yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia

b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat

kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan

Page 4: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

15

dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui

bentuk usaha tetap di Indonesia.

Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu

12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan

di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang

dapat berupa:

a. Tempat kedudukan manajemen

b. Cabang perusahaan

c. Kantor perwakilan

d. Gedung kantor

e. Pabrik

f. Bengkel

g. Gudang

h. Ruang untuk promosi dan penjualan

i. Pertambangan dan penggalian sumber alam

j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan

l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan

m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang

dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)

Page 5: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

16

bulan

n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau

menanggung risiko di Indonesia

p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,

atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan

kegiatan usaha melalui internet.

2.1.3 Fungsi Pajak

Dalam bukunya yang berjudul Konsep Dasar Perpajakan, Diana Sari

memberikan penjelasan bahwa fungsi pajak mempunyai dua fungsi utama yaitu

fungsi penerimaan (budgeter) dan fungsi mengatur (reguler).

a. Fungsi penerimaan (budgeter) memberikan pengertian bahwa pajak sebagai

alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara

dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin

dan pembangunan.

b. Fungsi mengatur (reguler) yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di

bidang keuangan misalnya mengadakan perubahan tarif, memberikan

pengecualian-pengecuaian, keringanan-keringanan yang khusus ditujukan

kepada masalah tertentu.

Page 6: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

17

Selain dua fungsi utama tersebut, terdapat fungsi lainnya, yaitu:

a. Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan

kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat

dikendalikan.

b. Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai

semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan.

c. Fungsi demokrasi

Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong

royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada

masyarakat pembayar pajak.

2.1.4 Jenis-Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam,

yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya.

a. Menurut Golongannya

1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak

dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh:

Pajak Penghasilan.

2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan

atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

Page 7: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

18

b. Menurut Sifatnya

1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada

subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh:

Pajak Penghasilan.

2. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa

memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang

Mewah, dan Bea Materai.

2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan

digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri

atas:

a) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor.

b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.

Page 8: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

19

2.1.5 Cara Pemungutan Pajak

Waluyo (2011:16) menjelaskan bahwa cara pemugutan pajak didasari oleh

tiga stelsel, yaitu:

a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)

Penganaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga

pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah

penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini lebih

realistis. Kelemahannya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode

(setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-

undang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun

sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya

pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah

pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.

Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak didasarkan pada keadaan yang

sebenarnya.

c. Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.

Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,

kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang

sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada

Page 9: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

20

pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus melunasi kekurangannya.

Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat

diminta kembali.

2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Mardiasmo, 2011:

7), yaitu sebagai berikut:

a. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh Wajib Pajak.

b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

c. Withholding System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

Pajak.

Page 10: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

21

2.1.7 Definisi Wajib Pajak

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang

perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa:

“Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.”

2.1.8 Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP)

digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai dengan

Undang-undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa:

“Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan

untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak

dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”

2.1.9 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT)

Seperti dalam batasan SPT di atas bahwa Wajib Pajak dalam melaporkan

perhitungan pajaknya dan/atau pembayaran pajaknya menggunakan SPT. Pasal 3

Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk

mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan

menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani

Page 11: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

22

serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak

terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal

Pajak. Dengan ini lebih menegaskan fungsi SPT bagi Wajib Pajak.

a. Bagi Pengusaha

Bagi pengusaha bahwa SPT Pajak Penghasilan yaitu berfungsi sebagai sarana

melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang

sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau

melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun

pajak atau bagian tahun pajak;

2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak;

3. harta dan kewajiban; dan/atau

4. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau

pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Bagi Pengusaha Kena Pajak

Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak

Pertambahan Nilai dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya

terutang dan untuk melaporkan tentang:

1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan

Page 12: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

23

2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh

Pengusaha Kena Pajak dan/atau pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak

Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana

melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau

dipungut dan disetorkannya.

2.1.10 Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)

Jenis surat pemberitahuan (SPT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 meliputi:

a. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan atau Surat

Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Tahun

Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim

kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan

tahun takwim. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu)

Tahun Pajak.

b. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas

pembayaran pajak bulanan atau Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat

Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu

yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang

Page 13: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

24

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan

takwim.

2.1.11 Batas Waktu Penyampaian SPT

Sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT diatur:

a. SPT Masa, paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak, kecuali untuk SPT

Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai yaitu secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir

minggu berikutnya, dan SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang

dipungut oleh Bendahara paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa

Pajak dalam satu SPT Masa, paling lama 20 hari setelah berakhirnya Masa

Pajak Terakhir.

b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3

(tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT Tahunan Pajak

Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir

Tahun Pajak.

Page 14: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

25

2.1.12 Reformasi Perpajakan

Menurut Diana Sari (2013:6), reformasi perpajakan di Indonesia telah

dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau

perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem

Official Assesssment ke sistem Self Assessment.

Perubahan sistem ini bertujuan mengurangi kontak langsung antara Aparat

Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menimbulkan

praktik-praktik ilegal untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para

Wajib Pajak yang bersangkutan.

Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek

perpajakan, melalui reformasi :

a. moral, etika dan integritas Aparat Pajak;

b. kebijakan perpajakan;

c. pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak;

d. pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan;

e. pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap Aparat

Pajak

Reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan

terhadap tiga bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar

perpajakan, yaitu :

a. Bidang Administrasi, yakni melalui reformasi administrasi perpajakan;

Page 15: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

26

b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang

Perpajakan; dan

c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.

2.1.12.1 Modernisasi Administrasi Perpajakan

Menurut Djozoli Sadhani (2005:60) modernisasi administrasi pajak adalah

suatu proses reformasi pembaharuan dalam bidang administrasi pajak yang dilakukan

secara komprehensif. Meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak,

perangkat keras, dan SDM dengan tujuan mencapai tingkat kepatuhan perpajakan

yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, dan tercapainya

produktivitas kinerja aparat perpajakan yang tinggi, sehingga diharapkan dapat

mengurani korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).

2.1.12.2 Modernisasi Peraturan Perpajakan

Dari aspek peraturan perpajakan, Ditjen pajak terus mengupayakan

pengembangan yuridis formal dan materil perpajakan. Langkah yang dilakukan yakni

melalui penyesuaian dan pembaruan atau amandemen peraturan dan kebijakan

perpajakan seirama dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan kehidupan

bermasyarakat dan bernegara. Reformasi kebijakan perpajakan ini dilakukan untuk

lebih mengefektifkan dan mengefisiensikan pemungutan pajak sejalan dengan

perkembangan dunia usaha sehingga lebih kompetitif.

Page 16: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

27

2.1.12.3 Modernisasi Pengawasan Perpajakan

Di bidang pengawasan dibangunlah Bank Data Perpajakan Nasional (BDPN)

yang berfungsi untuk menyeimbangkan pelaksanaan sistem self assessment dengan

official assessment dalam penghitungan dan penetapan besarnya pajak yang terutang.

Selain itu, pembangunan Bank Data Perpajakan Nasional (BDPN) juga bertujuan

untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan yakni kegiatan

untuk menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sebagai upaya dalam

peningkatan penerimaan negara.

2.1.13 E-System Perpajakan

Sebagai upaya dalam melakukan modernisasi perpajakan, Direktorat Jenderal

Pajak melakukan terobosan dengan menerapkan electronic system, yang nantinya

diharapkan dapat membantu kinerja dalam hal administrasi perpajakan. Menurut

Liberti Pandiangan (2008:35), e-system merupakan suatu sistem yang digunakan

untuk menunjang kelancaran administrasi melalui teknologi internet. Banyak layanan

e-system pada administrasi perpajakan di Indonesia, yaitu:

a. e-Registration; sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau

pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung

secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak.

b. e-Filing; suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online

dan real time.

c. e-Payment; suatu sistem pembayaran pajak yang dilakukan secara online.

Page 17: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

28

d. e-Conseling; suatu pelayanan pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk

konsultasi secara online.

e. e-SPT; aplikasi (software) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk

digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT.

2.1.14 Pengertian E-Filing

E-filing merupakan sebuah aplikasi sistem informasi dimana warga negara

berinteraksi dengan sistem TI yang komplek. Dalam kaitan pelayanan kepada

masyarakat, e-filing memberikan dimensi penting terhadap layanan e-government

dalam bidang administrasi pajak yaitu dengan layanan yang memanfaatkan kecepatan

dan keefektifan biaya melalui internet (Sharma dan Yurcik, 2011).

Secara sederhana e-filing merupakan implementasi penerapan e-Government

dalam bidang administrasi perpajakan khususnya dalam pelaporan SPT, e-filing telah

digunakan di beberapa negara untuk menunjang sistem perpajakan yang ada. Ada dua

metode pendekatan tentang sistem e-filing, yaitu Interactive Filing dan Batch Filing

(Sharma & Yurcik dalam Susanto 2011). Dalam Interactive filing, Wajib Pajak

berinteraksi langsung dengan aplikasi yang berbasis web untuk menyelesaikan

pelaporan pajak secara online. Di dalam metode interaktif ini terdapat dua alternatif

teknologi yang digunakan yaitu:

a. Wajib Pajak berinteraksi langsung dengan web server yang di hosting oleh

otoritas pajak atau oleh pihak ketiga yang menjadi partner dari otoritas pajak.

Page 18: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

29

b. Wajib pajak mengunduh software yang berisi formulir elektronik pengisian

pajak yang terutang, Wajib Pajak mengisi file secara offline kemudian

melakukan koneksi ke website e-filing untuk mengirimkan file-file informasi

yang telah diisi.

Sesuai dengan Undang-undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum

dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa e-filing merupakan suatu

cara penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang

dilakukan secara on-line yang realtime melalui website Direktorat Jendral Pajak

(www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Services Provider

(ASP). Untuk saat ini, e-filing melayani penyampaian dua jenis SPT, yaitu:

a. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770S.

Digunakan bagi WP Orang Pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh

dari satu atau lebih pemberi kerja dan memiliki penghasilan lainnya yang

bukan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Contohnya karyawan,

Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian

Republik Indonesia (POLRI), serta pejabat Negara lainnya, yang memiliki

penghasilan lainnya antara lain sewa rumah, honor pembicara/pengajar/pelatih

dan sebagainya.

b. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770SS.

Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan

selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto

tidak lebih dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) setahun serta tidak

Page 19: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

30

terdapat penghasilan lainnya kecuali penghasilan dari bunga bank dan bunga

operasi.

Untuk menyampaikan SPT atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan

menggunakan e-filing, Wajib Pajak dapat:

a. mengunjungi website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) dan klik

pada icon e-filing atau langsung mengunjungi alamat (e-filing.pajak.go.id);

b. mengunjungi halaman penyedia jasa aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh

Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:

1. http://www.pajakku.com

2. http://www.laporpajak.com

3. http://www.spt.co.id

2.1.15 Sistem E-filing Direktorat Jenderal Pajak

Reformasi dan modernisasi administrasi perpajakan diharapkan dapat

meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap institusional Direktorat Jenderal

Pajak, yang selanjutnya akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam

menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga diharapkan tax gap yaitu perbedaan

tingkat penerimaan pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial akan semakin

kecil. Hal ini sesuai dengan tujuan utama dari institusi pengumpulan pajak yaitu

tercapainya penerimaan pajak dengan tax effort yang optimal. Beberapa determinan

yang mempengaruhi kesediaan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak

secara sukarela, yaitu :

Page 20: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

31

a. efektivitas administrasi pajak

b. pertimbangan makro ekonomi seperti suku bunga dan tingkat inflasi.

c. rendahnya biaya kepatuhan pada sistem perpajakan yang ada.

d. kewajaran dan keadilan yang dirasakan oleh Wajib Pajak.

e. simplisitas ketentuan, tatacara, dan prosedur.

f. kualitas pelayanan administrasi pajak kepada Wajib Pajak.

g. dapat dipertanggungjawabkannya uang dari masyarakat wajib pajak.

Tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, murah dan akurat merupakan harapan

dari masyarakat, oleh Direktorat Jenderal Pajak tuntutan pelayanan ini direspon

dengan modernisasi administrasi perpajakan, modernisasi administrasi perpajakan

yang dilakukan DJP pada dasarnya meliputi (Pandiangan, 2008):

a. restrukturisasi organisasi.

b. penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan

informasi.

c. penyempurnaan manajemen sumber daya manusia.

Meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat

Pemberitahuan (SPT), Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengembangan sistem

pelaporan SPT dengan e-filing. Sistem e-filing merupakan lanjutan dari penyampaian

SPT dalam bentuk elektronik SPT atau yang dikenal dengan e-SPT. E-filing dibangun

pada akhir tahun 2004 dan diresmikan pada tahun 2005 oleh Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono. Setelah peresmian e-filing Direktorat Jenderal Pajak

mengadakan sosialisasi kepada Wajib Pajak di seluruh Kantor Wilayah.

Page 21: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

32

Pengembangan lanjutan e-filing dilakukan pada tahun 2009. Dari action plan

Direktorat Jenderal Pajak tidak ditemukan rencana pengembangan dan sosialisasi e-

filing selanjutnya dimasa yang akan datang.

2.1.16 Tujuan Penggunaan E-Filing

Tujuan utama layanan pelaporan pajak secara e-filing ini adalah

(www.kemenkeu.go.id/en/node/28690):

a. mempermudah proses perekaman data SPT di dalam basis data DJP

b. mengurangi pertemuan langsung antara Wajib Pajak dengan petugas pajak.

c. mengurangi dampak antrian dan volume pekerjaan proses penerimaan SPT

d. mengurangi volume berkas fisik/kertas dokumen perpajakan (Go Green

Campaign).

2.1.17 Kelebihan E-Filing

Menurut Iim Ibrahim Nur (2009:44-45), dengan adanya aplikasi e-filing, baik

Wajib Pajak ataupun Direktorat Jenderal Pajak akan sangat diuntungkan. Beberapa

hal yang dapat disampaikan mengenai kelebihan yang dapat diperoleh bagi Wajib

Pajak dengan adanya aplikasi e-filing adalah:

a. membantu untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via

internet) kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi dapat

menyampaikan SPT dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan Wajib

Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau tempat kedudukan

Page 22: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

33

usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang

dibutuhkan oleh Wajib Pajak untuk mempersiapkan, memproses,

memverifikasi dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat

waktu.

b. efisiensi waktu karena Wajib Pajak cukup duduk di depan komputer mereka

yang terhubung ke internet untuk melakukan pelaporan, tanpa harus

mendatangi KPP.

c. menekan biaya, dengan mengurangi penggunaan kertas sehingga akan

mengurangi biaya cetak lembar isian SPT. Selain itu akan terjadi

penghematan biaya komunikasi dan transportasi.

d. mendapatkan realtime acknowledgement (konfirmasi pelaporan pajak), artinya

Wajib Pajak menerima konfirmasi untuk laporan yang telah dilakukan secara

langsung pada saat laporan tersebut diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Nomor konfirmasi langsung diterima Wajib Pajak berupa Nomor Tanda

Terima ASP (NTTA) dan Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) saat itu

juga.

e. pelaporan SPT lebih efisien dan aman karena data tersimpan dalam bentuk

elektronik dan terenkripsi, terintegritas serta non-repudiation (tak terelakan).

f. beberapa ASP menambah fasilitas dengan menyediakan kemudahan mengenai

informasi perpajakan seperti kalkulator pajak, kurs pajak, peraturan pajak

terkini dan informasi lainnya seputar pajak.

Page 23: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

34

g. dari segi efisiensi meningkat karena jika terjadi kesalahan input data dan

sebagainya, aplikasi yang digunakan untuk pengisian laporan e-SPT akan

melakukan pengecekan secara otomatis dan dapat segera dilakukan perbaikan.

Hal ini terjadi karena aplikasi e-SPT berisi formula yang dapat mengurangi

kemungkinan terjadinya salah pengisian. Selain itu, seandainya terjadi

kesalahan input dapat segera direvisi tanpa harus menghapus atau mengganti

lembar kertas SPT.

h. sederhana dan nyaman karena tidak perlu antri menyampaikan SPT dan bisa

dilakukan dimana saja dan darimana saja selama dapat terhubung ke internet.

i. sentralisasi penyampaian SPT PPN bagi Wajib Pajak Badan yang memiliki

beberapa kantor cabang dapat dilakukan dengan aplikasi e-filing sehingga

dapat mempermudah konsolidasi pelaporan PPN antar cabang.

Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga mendapatkan keuntungan-

keuntungan dengan sistem pelaporan SPT dengan aplikasi e-filing sebagai berikut:

a. memberikan pelayanan terbaik bagi Wajib Pajak sehingga tercipta pelayanan

prima Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dapat dicapai karena tidak terlalu

banyak bersentuhan antara Wajib Pajak dengan petugas di Direktorat Jenderal

Pajak, sehingga prinsip good governance di Direktorat Jenderal Pajak lebih

cepat tercapai.

b. perekaman data di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan akurat tanpa

direkam petugas secara manual karena aplikasi e-filing dibuat sedemikian

rupa sehingga mudah untuk digunakan dan akurat karena penjumlahannya

Page 24: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

35

dilakukan secara otomatis menggunakan sistem. Sehingga akan terjadi

penghematan sumber daya manusia dalam perekaman data SPT di KPP.

c. dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan

memberikan dukungan kepada KPP dalam hal percepatan penerimaan laporan

SPT dan perampingan kegiatan administrasi pendataan distribusi dan

pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data

SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh Wajib Pajak

pada saat penyampaian e-filing. Hal ini berarti mengurangi beban kerja

petugas pajak.

2.1.18 Kelemahan E-Filing

Menurut Iim Ibrahim Nur (2009:45-46), dengan begitu banyaknya kelebihan

sistem penyampaian SPT dengan aplikasi e-filing, masih terdapat kelemahan-

kelemahan yang harus diperhatikan diantaranya:

a. di atas kertas, perpindahan pelaporan pajak konvensional ke pelaporan pajak

digital terlihat mudah. Namun di lapangan bisa terjadi berbagai permasalahan.

Pada tahap awal penerapan sistem ini di KPP dibawah Kanwil DJP Khusus

dan Kanwil DJP Wajib Pajak besar upload data sering gagal.

b. akses jalur koneksi internet di Indonesia yang masih belum optimal. Koneksi

internet di Indonesia terkadang lambat bahkan terputus, sehingga ketika Wajib

Pajak akan men-upload data SPT dengan aplikasi e-filing dan kemudian

Page 25: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

36

terputus, maka Wajib Pajak harus mengulangnya dari awal. Hal ini sangat

dirasakan oleh banyak Wajib Pajak yang sudah mengaplikasikan e-filing.

c. terdapatnya perbedaan format data digital yang dimiliki oleh Wajib Pajak

dengan ASP serta Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga perlu dilakukan

penyesuaian oleh pihak ASP agar format data digital yang ada bisa

compatible dengan format yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2.1.19 Tata Cara Penggunaan E-Filing

Wajib Pajak yang akan menggunakan e-filing diharuskan memiliki e-FIN

(Electronic Filing Identification Number) sebelum dapat menyampaikan SPT atau

pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan nya. Electronic Filing Identification

System (e-FIN) adalah nomor identitas Wajib Pajak yang di terbitkan oleh Kantor

Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan permohonan Wajib Pajak.

Permohonan diajukan secara tertulis dengan melampirkan fotocopy kartu

Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau surat keterangan terdaftar beserta fotocopy surat

pengukuhan bagi pengusaha kena pajak.

Setelah memperoleh e-FIN, Wajib Pajak dapat mendaftar ke salah satu

Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal

Pajak dan akan menerima Digital Certificate dari Direktorat Jenderal Pajak

berdasarkan e-FIN yang telah dimiliki Wajib Pajak, yang fungsinya sebagai

pengaman data SPT Wajib Pajak dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga

Page 26: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

37

hanya bisa dibaca oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP

dan Direktorat Jenderal Pajak) dengan nama dan NPWP Wajib Pajak yang

bersangkutan.

Kemudian, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan nya secara

on-line, untuk memulai menyampaikan SPT-nya secara on-line, Wajib Pajak terlebih

dahulu harus login ke situs ASP yang telah dipilih. Selain itu, sertifikat (Digital

Certificate) yang telah diperoleh akan selalu digunakan setiap kali Wajib Pajak akan

menyampaikan SPT-nya secara on-line.

2.1.20 Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang disusun oleh Davis

(1989) yaitu suatu model untuk memprediksi dan menjelaskan bagaimana pengguna

teknologi menerima dan menggunakan teknologi tersebut dalam pekerjaan individual

pengguna. Dalam teori ini penerimaan pengguna atau pemakai teknologi informasi

menjadi bagian dari riset dari penggunaan teknologi informasi, sebab sebelum

digunakan dan diketahui kesuksesannya, terlebih dahulu dipastikan tentang

penerimaan atau penolakan atas penggunaan teknologi informasi tersebut.

Penerimaan pengguna teknologi informasi merupakan faktor penting dalam

penggunaan dan pemanfaatan sistem informasi yang dikembangkan. Penerimaan

pengguna teknologi informasi sangat erat kaitannya dengan variasi permasalahan

pengguna dan potensi imbalan yang diterima jika teknologi informasi diaplikasikan

Page 27: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

38

dalam aktivitas pengguna kaitannya dengan aktivitas perpajakan (Pratama dalam

Gowinda, 2010).

Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan yang

beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu

hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Selanjutnya reaksi dan

persepsi pengguna teknologi informasi akan mempengaruhi sikapnya dalam

penerimaan terhadap teknologi tersebut. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan

penggunaan teknologi informasi sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam

konteks pengguna teknologi, sehingga alasan individu dalam melihat manfaat dan

kemudahan penggunaan teknologi informasi menjadikan tindakan atau perilaku orang

tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Berikut ini beberapa

faktor yang dikemukakan oleh Davis,diantaranya:

a. persepsi kegunaan (usefulness)

b. persepsi kemudahan dalam penggunaan teknologi (ease of use).

c. persepsi kerumitan (Complexity)

d. persepsi keamanan dan kerahasiaan (Security and Privacy)

e. persepsi kesiapan teknologi informasi Wajib Pajak (Readiness Technology

Taxpayers Information)

f. persepsi intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling (Behavioral Intensity

for the e-filling Usage)

Page 28: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

39

2.1.20.1 Persepsi Kegunaan (Usefulness)

Persepsi kegunaan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan

suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi setiap individu yang

menggunakannya. Menurut Davis (1989) menemukan bahwa hubungan persepsi

kegunaan terhadap penggunaan senyatanya lebih kuat dibandingkan dengan konstruk

manapun. Chin dan Todd (1991) memberikan dimensi tentang kegunaan sistem

teknologi yaitu :

a. menjadikan pekerjaan lebih mudah

b. bermanfaat

c. menambah produktifitas

d. mempertinggi efektifitas

e. meningkatkan kinerja pekerjaan

Berdasarkan definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kegunaan

teknologi dari pengguna dalam memutuskan penerimaan teknologi tersebut sangat

memberikan kotribusi positif bagi pengguna, yaitu dapat memberikan manfaat

terhadap peningkatan performa kinerja.

2.1.20.2 Persepsi Kemudahan Dalam Penggunaan Teknologi (ease of use)

Persepsi tentang kemudahan dalam penggunaan sebuah teknologi

didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana individu percaya bahwa sistem teknologi

dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989). Suatu sistem dapat

dikatakan berkualitas jika sistem tersebut dirancang untuk memenuhi kepuasan

Page 29: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

40

pengguna melalui kemudahan dalam menggunakan sistem tersebut. Kemudahan

penggunaan dalam konteks ini bukan saja kemudahan untuk mempelajari dan

menggunakan suatu sistem tetapi juga mengacu pada kemudahan dalam melakukan

suatu pekerjaan atau tugas dimana pemakaian suatu sistem akan semakin

memudahkan seseorang dalam bekerja dibanding mengerjakan secara manual

(Pratama dalam Gowinda, 2010).

Dapat disimpulkan persepsi kemudahan yaitu mempersepsikan bahwa sistem

ini mudah untuk digunakan dan bukan merupakan beban bagi para Wajib Pajak

sehingga dapat disimpulkan bahwa kemudahan dapat mengurangi usaha (baik waktu

dan tenaga) seseorang didalam mempelajari teknologi informasi.

2.1.20.3 Persepsi Kerumitan (Complexity)

Kerumitan didefinisikan sebagai tingkat harapan pengguna bahwa teknologi

bebas dari usaha (Amoroso dan Gardner, 2004). Kerumitan juga akan muncul, jika

Wajib Pajak belum bisa menerima sebuah teknologi baru dalam pelaporan pajaknya

(e-filling) dengan alasan belum terbiasa sehingga Wajib Pajak menginterpretasikan

bahwa teknologi yang baru ini dapat menyita waktu dalam mempelajarinya atau

bahkan sulit untuk dipahami sehingga Wajib Pajak enggan untuk menggunakan e-

filling.

Page 30: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

41

2.1.20.4 Persepsi Keamanan dan Kerahasian (Security and Privacy)

Suatu sistem informasi dapat dikatakan baik jika keamanan sistem tersebut

dapat diandalkan. Keamanan sistem ini dapat dilihat melalui data pengguna yang

aman disimpan oleh suatu sistem informasi. Data pengguna ini harus terjaga

kerahasiaannya dengan cara data disimpan oleh sistem sehingga pihak lain tidak

dapat mengakses data pengguna secara bebas (Dewi, 2009).

Dalam sistem e-filling ini aspek keamanan juga dapat dilihat dari tersedianya

username dan password bagi Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri untuk dapat

melakukan pelaporan Surat pemberitahuan (SPT) secara online. Digital certificate

juga dapat digunakan sebagai proteksi data Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bentuk

encryption (pengacakan) sehingga hanya dapat dibaca oleh sistem tertentu.

2.1.20.5 Persepsi Kesiapan Teknologi Informasi Wajib Pajak (Readiness

Technology Taxpayers Information)

Kesiapan teknologi pada dasarnya dipengaruhi oleh individu itu sendiri,

apakah dari dalam diri individu siap menerima teknologi khususnya dalam hal ini e-

filling. Jika Wajib Pajak bisa menerima sebuah teknologi baru maka Wajib Pajak

tersebut tidak ragu-ragu untuk melaporkan pajaknya menggunakan e-filling. Kesiapan

teknologi informasi juga mempengaruhi kemajuan pola pikir individu, artinya

semakin individu siap menerima teknologi yang baru berarti semakin maju pemikiran

individu tersebut yaitu bisa beradaptasi dengan teknologi yang semakin lama semakin

berkembang ini (Desmayanti, 2012).

Page 31: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

42

2.1.20.6 Persepsi Intensitas Perilaku dalam Penggunaan E-Filing (Behavioral

Intensity for The E-Filing Usage)

Intensitas perilaku merupakan kelanjutan dari minat (intention) dimana minat

adalah keinginan untuk melakukan perilaku. Jadi, intensitas adalah perilaku individu

dalam melakukan suatu hal secara terus-menerus. Menurut Theory Planned of

Behavior (TPB) intensitas perilaku termasuk tahapan behavior. Tindakan atau

perilaku yang dimaksud disini yaitu intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling.

Manfaat penggunaan e-filling adalah agar Wajib Pajak memperoleh

kemudahan dalam memenuhi kewajibannya, sehinggga pemenuhan kewajiban

perpajakan dapat lebih mudah dilaksanakan dan tujuan untuk menciptakan

administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat dicapai, sehingga

dengan begitu banyak Wajib Pajak yang sudah menggunakannya berkeinginan untuk

menggunakannya kembali pada saat pelaporan pajaknya di masa depan atau secara

intensitas (Gowinda, 2010).

2.1.21 Pengertian Drop Box

Berdasarkan Surat Edaran Nomor 43/PJ/2014 menyatakan pengertian drop

box, adalah tempat lain yang dapat digunakan untuk menerima Surat Pemberitahuan

(SPT) Tahunan. Drop box ini sesuai namanya, berbentuk kotak berukuran cukup

besar dengan logo DJP dan lubang seperti celengan tempat memasukkan SPT

Tahunan. Drop box ini ditempatkan pada tempat yang memang strategis, seperti

pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat keramaian di mana saja yang nantinya akan

Page 32: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

43

disediakan drop box maupun ditaruh di kantor-kantor pajak. Surat Pemberitahuan

(SPT) yang disampaikan lewat drop box adalah SPT Tahunan PPh Badan

(1771&1771S), SPT Tahunan Orang Pribadi (1770, 1770S dan 1770SS) dan SPT

Tahunan Pembetulan (Doly, 2014).

Dalam proses drop box, ada petugas khusus yang mendatangi pusat-pusat

perbelanjaan atau tempat-tempat strategis lainnya dengan membawa kotak khusus

untuk menerima SPT Tahunan. SPT yang diserahkan melalui drop box tidak diteliti

petugas (petugas tidak melakukan penelitian SPT), melainkan SPT tersebut langsung

diterima. Apabila Wajib Pajak telah menyerahkan SPT Tahunannya, petugas akan

memberikan tanda terima. Tanda terima ini terdiri dari tiga bagian, satu diberikan

kepada Wajib Pajak , satu untuk ditempel di amplop atau langsung dijadikan satu

dengan SPT (apabila SPT tidak menggunakan amplop), dan satu untuk diarsipkan

(Primamora,2010:5).

2.1.22 Tujuan Layanan Drop Box

Adanya layanan Drop Box ini, bertujuan untuk melanjutkan inovasi pelayanan

perpajakan. Drop Box merupakan terobosan baru Direktorat Jenderal Pajak dalam

rangka mendorong kesadaran masyarakat dalam membayar pajak (Santoso:2011).

Tujuan utama dari drop box adalah memudahkan dan memberi kenyamanan

Wajib Pajak dalam penyampaian SPT Tahunan. Kemudahan itu berupa penyampaian

SPT Tahunan yang sangat mudah dan cepat, karena SPT yang disampaikan tidak

diteliti kelengkapannya terlebih dahulu melainkan langsung diterima dan diberi tanda

Page 33: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

44

terima. Tentunya hal tersebut membuat Wajib Pajak tidak perlu meluangkan banyak

waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan, misalnya karena adanya penelitian

kelengkapan dan antrean yang panjang.

Kemudahan lain yang didapat Wajib Pajak dengan adanya drop box yaitu

Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dimana pun dia berada tanpa

memperhatikan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Sementara itu, untuk kenyamanan

yang diberikan dengan adanya drop box, yaitu Wajib Pajak tidak perlu lagi

mengalami antrean yang panjang dalam penyampaian SPT. Selain itu, dengan

penempatan drop box yang strategis menambah kenyamanan lainnya bagi Wajib

Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan diberikannya

kemudahan dan kenyamanan tersebut maka diharapkan kepatuhan Wajib Pajak dalam

penyampaian SPT Tahunan akan meningkat yang tentunya juga akan meningkatkan

penerimaan pajak (Dimas dkk, 2014).

2.1.22 Tata Cara Penggunaan Drop Box

Cara menyampaikan SPT melalui drop box adalah formulir SPT diisi dengan

jelas, benar dan lengkap. Bagi yang SPT kurang bayar harus melampirkan Surat

Setoran Pajak (SSP) tanda pembayaran. Lalu berkas-berkas tersebut dimasukkan ke

dalam amplop folio tertutup. Di amplop tersebut ditulis nama Wajib Pajak, NPWP,

tahun pajak, status SPT (nihil/kurang bayar/lebih bayar), dan cantumkan nomor

telepon yang bisa dihubungi (Primamora, 2010:5).

Page 34: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

45

Apabila setelah disampaikan ke KPP terkait dari drop box itu ada ditemukan

SPT yang tida lengkap maka akan disampaikan surat permintaan kelengkapan SPT

Tahunan yang harus dilengkapi dalam jangka waktu 30 hari. Jika wajib pajak

melengkapi berkasnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu, maka SPT

dianggap diterima pada tanggal disampaikan di drop box. Namun jika tidak segera

dilengkapi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka dianggap belum

menyampaikan SPT (www.pajak.go.id).

Berdasarkan penjelasan mengenai layanan drop box di atas, maka yang

menjadi indikator untuk layanan drop box berdasarkan Surat Edaran Nomor

43/PJ/2014 adalah:

a. Tempat penyampaian SPT

b. Penempatan yang strategis

c. Petugas Khusus Pajak

d. Tanda terima penyampaian SPT

e. Memudahkan Wajib Pajak

f. Memberi kenyamanan pada Wajib Pajak

2.1.23 Pengertian Kepatuhan Pajak

Pengertian kepatuhan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138),

menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan

dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam

Page 35: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

46

Siti Kurnia Rahayu (2010 : 138) menjelaskan bahwa sebagai suatu iklim kepatuhan

dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana:

a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan

b. mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

c. menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

d. membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

2.1.25 Jenis-Jenis Kepatuhan

Menurut Mardiasmo (2011:5) terdapat dua macam kepatuhan, yaitu:

a. kepatuhan formal

Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi

kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-

Undang Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat

Pemberitahuan (SPT).

b. kepatuhan material

Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive

memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa

Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat melalui kepatuhan

formal.

Page 36: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

47

2.1.26 Kriteria Wajib Pajak Patuh

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 yang diubah

dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 jo Keputusan

Dirjen Pajak Nomor 550 tahun 2000, Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori wajib

pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua

tahun terakhir

b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah

memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; tidak

pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang

perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir;

c. dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal

terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada

pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang

paling banyak 5%; wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun

terakhir di audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa

pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak

mempengaruhi laba rugi fiskal”.

Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan

Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada

hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan

pada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi

Page 37: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

48

kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada

negara jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka

tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh (Rahmi, 2015).

2.1.27 Wajib Pajak Patuh

Penetapan Wajib Pajak Patuh dilakukan oleh Kepala Kantor Direktorat

Jenderal Pajak setelah menerima daftar nominative Wajib Pajak Patuh dari Kantor

Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Januari dan mengirimkan penetapan Wajib

Pajak patuh kepada :

a. Kepala KPP tempat Wajib Pajak domisili terdaftar;

b. Kepala KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar;

c. Kepala Kantor Wilayah atasan KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar.

Penetapan Wajib Pajak patuh tersebut berlaku untuk jangka waktu 2 (dua)

tahun kalender.

2.1.28 Pencabutan Wajib Pajak Patuh

Surat Penetapan Wajib Pajak patuh dicabut oleh Kepala Wilayah setelah

mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam hal memenuhi

kriteria pembetulan, yaitu :

a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindak penyidikan tindak pidana di

bidang perpajakan;

b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) Masa

Page 38: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

49

Pajak untuk semua jenis pajak;

c. Dalam hal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih dari 3

(tiga) Masa Pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas

waktu penyampaian SPT Masa masa berlaku berikutnya;

d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua) Masa Pajak

atau lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak; atau

e. Dalam suatu Masa Pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria tidak pernah

dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam

jangka watu 10 (sepuluh) tahun terakhir sejak Masa Pajak yang bersangkutan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi bahan

perbandingan untuk penulis dalam melakukan penelitian ini, diantaranya:

a. Ayu Ika Novarina S.H (2005) dalam penelitiannya yang berjudul

“Implementasi Electronic Filing System (E-Filing) dalam Praktik

Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) di Indonesia” Hasil penelitian

tersebut menunjukan bahwa penerapan e-filing terbukti cepat, akurat, efisien,

dan efektif karena Wajib Pajak dapat langsung menyampaikan Surat

Pemberitahuan (SPT) secara on-line tanpa harus ke Kantor Pelayanan Pajak

dan akan menerima konfirmasi laporan yang telah disampaikan, langsung

pada saat laporan tersebut diterima (realtime).

Page 39: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

50

b. Tresno, Indra Pahala, Selvy Ayu Rizky (2012) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh Persepsi Penerapan Sistem E-Filing Terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan Perilaku Wajib Pajak sebagai Variabel

Intervening dan Biaya Kepatuhan sebagai Variabel Moderasi”. Hasil

penelitian tersebut menunjukan bahwa persepsi subjek pajak pada e-filing

memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, persepsi

subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

perilaku subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki pengaruh positif dan

signifikan terhadap kepatuhan pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat

mengintervensi hubungan persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap

kepatuhan pajak, dan biaya kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi

subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak.

c. Esy Desmayanti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Penggunaan Fasilitas E-Filling Oleh Wajib Pajak

Sebagai Sarana Penyampaian SPT Masa Secara Online Dan Realtime”. Hasil

penelitiannya tersebut menunjukan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh

signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling,

persepsi kemudahan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas

perilaku dalam penggunaan e-filling, kerumitan berpengaruh signifikan

negatif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, keamanan dan

kerahasiaan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam

Page 40: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

51

penggunaan efilling, kesiapan teknologi informasi wajib pajak berpengaruh

signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling.

d. Risal C.Y Laihad (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-Filing Wajib Pajak di Kota

Manado”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa persepsi kegunaan

secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filing dan persepsi

kemudahan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filing,

tetapi sikap terhadap perilaku tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

penggunaan e-filing.

e. Ricky Alfiando Wowor, Jenny Morasa, Inggriani Elim (2014) dalam

penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Perilaku Wajib Pajak Untuk Menggunakan E-Filing”. Hasil penelitian

tersebut menunjukan bahwa persepsi pengalaman, persepsi keamanan dan

kerahasiaan, dan persepsi kecepatan secara bersama berpengaruh terhadap

perilaku penggunaan e-filling pada Wajib Pajak badan di Kota Manado.

f. Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil Handayani, Muhammad Saifi (2014)

dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Layanan Drop Box Dan E-

Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT)

Tahunan Pajak Penghasilan”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa

variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara simultan terhadap

kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial

diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai kontribusi terhadap kepatuhan

Page 41: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

52

penyampaian SPT Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan variabel yang

dominan berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Peneliti/Tahun Judul Hasil

1 Ayu Ika Novarina

S.H/ 2005

Impelentasi

Electronic Filing

System (E-Filing)

dalam Praktik

Penyampaian Surat

Pemberitahuan (SPT)

di Indonesia

penerapan e-filing terbukti cepat, akurat, efisien,

dan efektif karena Wajib Pajak dapat langsung

menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara

on-line tanpa harus ke Kantor Pelayanan Pajak dan

akan menerima konfirmasi laporan yang telah

disampaikan, langsung pada saat laporan tersebut

diterima (realtime).

2 Tresno, Indra

Pahala Selvy Ayu

Rizky/ 2012

Pengaruh Persepsi

Penerapan Sistem E-

Filing terhadap

Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak Badan

dengan Perilaku

Wajib Pajak sebagai

Variabel Intervening

dan Biaya Kepatuhan

sebagai Variabel

Moderasi

persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan

pajak, persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan

pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat

mengintervensi hubungan persepsi subjek pajak

pada e-filing terhadap kepatuhan pajak, dan biaya

kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi

subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan

pajak.

3 Esy Desmayanti

(2012)

Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi

Penggunaan Fasilitas

E-Filling Oleh Wajib

Pajak Sebagai Sarana

Penyampaian SPT

Masa Secara Online

Dan Realtime

persepsi kegunaan berpengaruh signifikan

positif terhadap intensitas perilaku dalam

penggunaan e-filling, persepsi kemudahan

berpengaruh signifikan positif terhadap

intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling,

kerumitan berpengaruh signifikan negatif

terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan

e-filling, keamanan dan kerahasiaan

berpengaruh signifikan positif terhadap

intensitas perilaku dalam penggunaan efilling,

kesiapan teknologi informasi wajib pajak

berpengaruh signifikan positif terhadap

intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling. 4 Risal C.Y Laihad/

2013

Pengaruh Perilaku

Wajib Pajak terhadap

Penggunaan E-Filing

Wajib Pajak di Kota

Manado

persepsi kegunaan secara signifikan berpengaruh

terhadap penggunaan E-Filing dan persepsi

kemudahan secara signifikan berpengaruh terhadap

penggunaan E-filing, tetapi sikap terhadap perilaku

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

Page 42: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

53

No Peneliti/Tahun Judul Hasil

penggunaan E-Filing.

5 Ricky Alfiando

Wowor, Jenny

Morasa, Inggriani

Elim/ 2014

Analisis Faktor-

Faktor yang

Mempengaruhi

Perilaku Wajib Pajak

untuk Menggunakan

E-Filing

persepsi pengalaman, persepsi keamanan dan

kerahasiaan, dan persepsi kecepatan secara

bersama berpengaruh terhadap perilaku

penggunaan e-Filling pada wajib pajak badan di

Kota Manado.

6 Dimas Andri Dwi

Nugroho, Siti

Ragil Handayani,

Muhammad Saifi

(2014)

Pengaruh Layanan

Drop Box Dan E-

Filing Terhadap

Tingkat Kepatuhan

Penyampaian Surat

Pemberitahuan (SPT)

Tahunan Pajak

Penghasilan

variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara

simultan terhadap kepatuhan penyampaian SPT

Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial

diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai

kontribusi terhadap kepatuhan penyampaian SPT

Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan

variabel yang dominan berpengaruh terhadap

kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Page 43: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

54

2.3 Kerangka Pemikiran

Globalisaisi yang terjadi memberikan pengaruh terhadap berbagai macam

aspek. Salah satunya terjadi globalisasi terhadap teknologi informasi terutama

internet yang terus berkembang dari waktu ke waktu.

Kemajuan teknologi modern khususnya bidang elektronika, membawa

kemudahan dalam melaksanakan tugas-tugas kearsipan. Salah satu pengaruh

kemajuan teknologi terhadap bidang kearsipan yaitu dengan adanya inovasi baru pada

proses pengarsipan yaitu arsip elektronik. Kelebihan utama arsip elektronik tentu saja

lebih praktis dan memiliki tingkat risiko lebih kecil (Laihad, 2013).

Perkembangan teknologi informasi digunakan oleh pemerintah guna

meningkatkan layanan pemerintahan, hal ini dikenal dengan istilah Electronic

Government. Menurut Andri Parwito (2009), Electronic Government atau yang lebih

dikenal sebagai e-Gov merupakan adopsi dari peranan teknologi informasi yang

digunakan oleh pemerintah supaya efektivitas dan efisiensi dalam rangka

melaksanakan fungsi public service kepada warga negara.

Begitupun dengan apa yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak pada

tahun 1983. Pada saat itu merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Dirjen Pajak

dalam melakukan reformasi perpajakan, dengan melakukan modernisasi perpajakan

yang memanfaatkan perkembangan dari electronic government yang kemudian lebih

dikenal dengan e-system.

Page 44: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

55

Tujuan diterapkannya e-system pada saat itu adalah untuk meningkatkan

pelayanan publik yang dalam hal ini berkaitan dengan perpajakan. Selain itu,

diharapkan akan meningkatkan pula tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak yang

kemudian akan berimplikasi terhadap penerimaan negara terutama dari sektor pajak.

Selain perancangan e-system, Dirjen Pajak melakukan terobosan lainnya

dengan membuat layanan drop box. Drop box merupakan terobosan baru Direktorat

Jenderal Pajak dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat dalam membayar

pajak (Santoso,2011). Drop box pajak dapat mempermudah masyarakat untuk

memperoleh informasi mengenai kewajiban perpajakan serta memudahkan dalam

penyampaian SPT Tahunan.

Dimas, Siti Ragil, Saifi (2014) menyatakan bahwa dengan adanya layanan

drop box, maka akan memberikan kemudahan berupa penyampaian SPT Tahunan

yang sangat mudah dan cepat, karena SPT yang disampaikan tidak diteliti

kelengkapannya terlebih dahulu melainkan langsung diterima dan diberi tanda terima.

Tentunya hal tersebut membuat wajib pajak tidak perlu meluangkan banyak waktu

dalam menyampaikan SPT Tahunan, misalnya karena adanya penelitian kelengkapan

dan antrean yang panjang. Kemudahan lain yang didapat Wajib Pajak dengan adanya

drop box yaitu Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dimana pun dia

berada tanpa memperhatikan KPP tempat wajib pajak terdaftar.

Kepatuhan perpajakan merupakaan ketaatan, tunduk dan patuh serta

melaksanakan ketentuan perpajakan. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan

secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib

Page 45: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

56

Pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian

secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut (Tresno,

Indra, Selvy: 2012).

Menurut Norman D. Nowak (dalam Zain, 2007) kepatuhan Wajib Pajak

memiliki pengertian yaitu: “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan

kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana:

a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan

b. mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas

c. menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar

d. membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.

Berbagai macam fasilitas pelayanan yang berbasis e-system dirancang oleh

Dirjen Pajak sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan publik dan juga

memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan administrasi

perpajakannya, diantaranya yaitu:

a. e-Registration

b. e-Filling

c. e-Payment

d. e-Conseling

e. e-SPT

Page 46: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

57

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak terbaru yaitu PER-29/PJ/2014 Pasal 1

Ayat 7 menyebutkan bahwa e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT Elektronik

yang dilakukan secara on-line yang realtime melalui saluran tertentu yang ditetapkan

oleh Direktur Jenderal Pajak.

E-filing merupakan salah satu hal yang penting dan memajukan e-government

pelayanan di negara ini, hal ini dapat mempermudah Wajib Pajak dalam menghitung

dan membayar pajak mereka (Anna dkk, 2012).

Penerapan e-filing sebagai suatu langkah dalam modernisasi sistem

perpajakan di Indonesia diharapkan mampu memberikan layanan prima terhadap

publik sehingga dapat meningkatkan kepuasan Wajib Pajak. Wajib Pajak yang puas

akan dapat merubah perilakunya dalam membayar pajak, akhirnya tingkat kepatuhan

Wajib Pajak juga dapat berubah.

E-filing menawarkan kemudahan dari segi waktu dan mengurangi kesalahan

dalam perhitungan pembebanan pajak. Kemudian e-filing menawarkan banyak

keuntungan pada penyedia pelayanan atau otoritas pajak (Anna dkk, 2012).

Dengan adanya sistem pelayanan seperti ini, diharapkan Wajib Pajak tidak

perlu datang hingga mengantri di Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan SPT

nya karena Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT nya sendiri dimana pun mereka

berada secara online, kapanpun tidak terbatas oleh waktu dan hari, lebih mudah dan

tentunya lebih murah.

Tresno, Indra, dan Selvy (2012) menemukan bahwa persepsi subjek pajak

pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak,

Page 47: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

58

persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

perilaku subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan

terhadap kepatuhan pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat mengintervensi

hubungan persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak, dan biaya

kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap

kepatuhan pajak.

Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil Handayani, Muhammad Saifi (2014)

menemukan bahwa variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara simultan

terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial

diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai kontribusi terhadap kepatuhan

penyampaian SPT Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan variabel yang dominan

berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.

Page 48: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

59

Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran yang dapat digambarkan

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Perkembangan

Teknologi Informasi

Reformasi

Perpajakan

e - Government

e -Filling

Modernisasi

Administrasi

Perpajakan

e - System

Mempermudah dalam

Menyampaikan SPT

Pengaruhnya terhadap Tingkat

Kepatuhan Wajib Pajak dalam

Menyampaikan SPT

Layanan drop box

Page 49: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

60

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang telah

dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah:

Gambar 2.2

Model Hipotesis

Secara parsial:

H01: Penerapan E-Filing tidak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan

Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.

Hα1: Penerapan E-Filing berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib

Pajak dalam menyampaikan SPT.

Tingkat Kepatuhan

Wajib Pajak

(Y)

Penerapan

E-Filing

(X1)

Layanan

Drop Box

(X2)

Page 50: 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel

61

H02: Layanan Drop box tidak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib

Pajak dalam menyampaikan SPT.

Hα2: Layanan Drop box berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak

dalam menyampaikan SPT.

Secara simultan:

H0: Penerapan E-Filing dan layanan Drop box tidak berpengaruh terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.

H1: Penerapan E-Filing dan layanan Drop box berpengaruh terhadap tingkat

kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.