Upload
buituong
View
215
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sewerage
Sewage adalah limbah cair yang dihasilkan oleh aktifitas masyarakat
perkotaan. Pembuangan limbah cair dilakukan dengan bantuan rangkaian saluran
yang disebut sewer system. Proses pembuangan tersebut disebut sebagai sewerage
dan sistem yang mengatur rangkaian saluran tersebut dan pengaruhnya disebut
sistem sewerage atau sistem penyaluran air buangan.
Limbah cair domestik dibuang menggunakan sebuah jaringan saluran air
buangan dan jaringan lainnya yang digunakan untuk pengumpulan air hujan.
Perencanaan dan pengoperasian saluran air buangan mempengaruhi proses yang
terjadi di dalamnya. Jenis saluran air buangan turut menentukan apakah kondisi
aerob atau anaerob yang akan terjadi, penambahan ventilasi di saluran air buangan
dapat mendispersikan gas berbahaya hasil proses mikrobial dan menambahkan
oksigen ke dalam saluran. Ada beberapa jenis saluran air buangan, yaitu sanitary
sewer, storm sewer dan combined sewer. Sistem saluran yang digunakan untuk
mengalirkan air buangan disebut sebagai sanitary sewer atau dikenal sebagai
jaringan terpisah. Jenis air buangan yang disalurkan melalui jaringan ini adalah
gabungan dari biomassa (berupa bakteri heterotrof) dan substrat untuk biomassa
tersebut. Aliran yang terdapat di saluran tersebut dikendalikan melalui gravitasi
atau tekanan. Untuk saluran air buangan yang hanya terisi sebagian, transfer
oksigen di lapisan pembatas air dan udara bisa terjadi dan mungkin membentuk
proses heterotrof aerob. Sedangkan untuk saluran yang menggunakan tekanan
proses reaerasi akan cukup sulit dilakukan, oleh karena itu proses yang terjadi
adalah proses anaerob. Jenis saluran yang digunakan untuk penyaluran air hujan
disebut sebagai storm sewer atau saluran drainase. Untuk kondisi tertentu, saluran
air buangan menerima dua jenis air buangan, sehingga jenis salurannya disebut
combined sewer atau saluran gabungan. Jenis pengolahan seperti ini mungkin
mengalami variasi yang cukup banyak bila dibandingkan dengan yang ada di
7
saluran sanitary. Bila sebuah kota menggunakan kedua jenis sistem pengaliran
tersebut untuk daerah pelayanannya, maka kota tersebut memiliki sebuah sistem
penyaluran air buangan tercampur.
Pembuangan limbah cair merupakan tahap terakhir yang diterapkan di
ujung saluran air buangan. Tahap ini bisa dilanjutkan oleh instalasi pengolahan air
buangan dan bisa juga tidak. Tujuan dari sistem penyaluran air buangan adalah
untuk menyalurkan limbah cair yang diterima dari beragam titik ke sebuah tempat
pembuangan dalam waktu paling singkat dan dapat dilakukan secara terus-
menerus. Idealnya, tidak ada bagian dari limbah cair tersebut yang tertahan di
sistem, baik dalam bentuk cairan atau sedimen yang menempel di dasar atau
dinding saluran, karena hal tersebut bisa menyebabkan proses biologis terjadi
sebelum limbah cair mencapai titik pembuangan.
2.1.1 Sistem Dalam Sewer
Sebuah sistem sewerage modern memiliki sebagian atau seluruh bagian
berikut :
1. Sebuah jaringan saluran atau beberapa jaringan yang semuanya menuju
satu titik pembuangan yang sama. Setiap sistem tersebut memiliki saluran
air buangan utama yang menerima air buangan dari beberapa saluran
cabang. Saluran cabang menerima air buangan dari saluran lateral yang
terkadang disebut sebagai sistem retikulasi.
2. Manhole yang ada di tiap interval dari tiap jaringan saluran. Bagian ini
berfungsi untuk memberikan akses terhadap saluran air buangan,
umumnya dalam bentuk lorong atau sumur yang terletak secara vertikal
menuju permukaan tanah, dimana juga terdapat tutup yang bisa
dipindahkan.
3. Cabang (T atau Y) : Cabang dibangun di dalam saluran air buangan untuk
menyambungkannya dengan sambungan rumah atau pipa lainnya. Pipa ini
dibangun di dalam tembok saluran air buangan.
8
4. Sambungan rumah.
5. Inlet : Bukaan di permukaan jalan yang memungkinkan air hujan masuk
ke dalam sistem saluran air buangan.
6. Tangki penyiram : Diletakkan di ujung atas saluran pengumpul dan
digunakan untuk menyiram saluran untuk mencegah terjadinya
pengendapan di saluran atau clogging.
7. Pompa, dll : Peralatan yang digunakan untuk menaikkan air buangan dari
saluran yang lebih rendah ke saluran yang lebih tinggi, ke titik
pengeluaran atau menuju instalasi pengolahan.
8. Lainnya : Ventilasi, pelimpah, overflow.
Saluran air buangan merupakan sistem yang kompleks, dimana perubahan di
dalamnya bisa terjadi karena faktor panjang saluran atau karena waktu. Perubahan
bisa terjadi secara diurnal, mingguan atau terjadi secara acak tergantung pada
kondisi hujan. Sistem yang ada di saluran air buangan bisa dibagi menjadi empat
bagian :
1. Atmosfer atau situasi udara yang berada di dalam saluran.
2. Air buangan : Hanya memenuhi sekitar 10% dari volume saluran. Air
buangan ini mengalirkan limbah yang juga mengandung biomassa yang
aktif.
3. Biofilm : Lapisan lendir yang menempel di dinding pipa. Lapisan ini
merupakan tempat hidupnya bakteri dan merupakan bagian yang menahan
agar bakteri tidak terbuang dari saluran.
4. Sedimen : Merupakan zat yang muncul akibat kecepatan aliran air berada
di bawah rata-rata.
Interaksi keempat bagian sistem tersebut dipengaruhi oleh empat hal :
1. Kondisi fisik saluran : dimensi, kemiringan dan kekasaran saluran.
2. Kondisi hidrodinamis : sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik saluran.
Hidrodinamika ini terjadi karena adanya infiltrasi, asupan air hujan dan
fluktuasi dari air buangan.
9
3. Kondisi lingkungan : Suhu dan Tekanan
4. Proses biologi, kimia dan fisika.
Gambar 2.1 Subsistem dalam saluran air buangan (Langeveld, 2002)
Saluran air buangan dirancang agar bisa menampung aliran maksimum,
yaitu aliran yang lebih besar dari keadaan rata-rata tiap tahun. Jumlah air buangan
yang dihasilkan bisa mencapai 20 – 30 % diatas rerata tahunan selama beberapa
minggu secara berurutan, 50 % lebih tinggi selama beberapa hari berturutan dan
100 % lebih tinggi untuk beberapa jam. Tingkat aliran maksimum air buangan
domestik bisa diasumsikan mencapai 70 – 100 % lebih besar dari rata-rata harian.
Kondisi ini terjadi karena adanya aliran gabungan dari banyak titik masuk ke pipa
utama yang berasal dari pipa cabang.
2.2 Air Buangan
Komposisi dari air buangan segar dengan air buangan yang memiliki umur
beberapa menit sampai yang berumur beberapa jam bisa sangat berbeda dengan
air buangan yang telah dialirkan selama 20 jam atau lebih. Hal ini disebabkan
oleh adanya aktifitas mikrobial yang merupakan proses respirasi, reaksi enzimatis
dan karakteristik hidrodinamika lainnya. Pengendapan juga mungkin berpengaruh
dalam terjadinya proses di dalam air buangan (Nielsen, 1992). Mikroorganisme
10
dianggap sebagai biomassa aktif untuk menggambarkan proses yang terjadi di air
buangan. Klasifikasi mikroorganisme tersebut tidak penting, tapi sangat penting
untuk menentukan pada kondisi redoks apa mikroorganisme tersebut aktif.
2.2.1 Sumber Limbah Cair
Siklus hidrologi menggambarkan pergerakan air di alam. Evaporasi dari
laut dibawa ke barat melalui awan, uap dari tumbuhan atau air tanah menambah
kelembaban udara yang kemudian berpresipitasi sebagai hujan atau salju. Air
hujan bisa masuk ke dalam tanah, lalu masuk ke sumber air, kemudian diserap
oleh tanaman atau terevaporasi kembali. Sehingga, air tanah dan air permukaan
mengalir ke laut untuk didaur ulang.
Manusia memanfaatkan siklus hidrologi tersebut untuk memenuhi
kebutuhannya. Misalnya untuk sumber air, dengan menggunakan sumber air
tanah dan air permukaan. Setelah diproses, air baku tersebut kemudian
didistribusikan untuk penggunaan kawasan perumahan dan kegiatan industri. Air
buangan dikumpulkan di saluran air buangan dan disalurkan ke instalasi
pengolahan air limbah untuk diolah sebelum dibuang. Pengenceran air buangan
sebelum dialirkan ke sumber air permukaan dan purifikasi oleh alam menambah
perbaikan kualitas badan air dan mencegah terjadinya pencemaran. Siklus air
untuk kegiatan manusia di skema hidrologis alam melibatkan :
1. Pengambilan air permukaan, proses dan distribusi
2. Pengumpulan air buangan, pengolahan, pembuangan kembali ke air
permukaan melalui pengenceran.
3. Purifikasi alami di sungai.
4. Pengulangan skema ini di aliran perkotaan.
Pembuangan limbah cair yang telah diolah ke danau, reservoir dan estuari,
meningkatkan eutrofikasi. Terjadinya penurunan kualitas air memiliki dampak
yang tidak langsung terhadap kesediaan air bersih dan penggunaannya untuk
11
masyarakat. Akhirnya, pengolahan limbah yang berkembang menggunakan
instalasi atau rekayasa lainnya sebagai bagian dari siklus air untuk kehidupan
manusa. Pemasangan instalasi yang maju dan mampu mengolah air buangan
sampai kualitas mendekati aslinya membuat beberapa kota berani untuk
mengalirkan kembali air untuk proses industri, danau rekreasi, irigasi,pengisian
air tanah, dsb. Meskipun begitu, ancaman kesehatan akibat virus dan zat racun
lainnya yang sulit dideteksi dan sulit dihilangkan di reklamasi air. Reaksi yang
terjadi di air buangan :
- Ion
- Reaksi Asam-Basa
- Reduksi Oksidasi
- Presipitasi
- Koloid & Koagulasi
- Zat Organik
Air buangan yang terdapat di sewer merupakan sebuah sistem tingkat tinggi
untuk transformasi mikrobiologis. Air buangan merupakan sistem mikrobiologis
kompleks yang membagi mikroorganisme tersebut dalam beberapa kelas yang
terdapat di fase air, biofilm dan sedimen. Selain itu, juga terdapat beragam fraksi
materi organik yang berperan sebagai substrat yang ditemukan di dalam air
buangan.
2.2.2 Komposisi Limbah Cair
Kombinasi air buangan rumah tangga, industri dan infiltrasi air hujan
menentukan komposisi air buangan. Air buangan domestik biasanya memiliki
komposisi organik dan anorganik. Sedangkan efek utama infiltrasi air hujan
adalah pengenceran. Setelah semua faktor ini berinteraksi, akan terjadi perubahan
suhu dari air buangan yang akan mempengaruhi kecepatan reaksi. Variasi diurnal
dan musiman, desain sistem dan waktu tinggal memiliki pengaruh yang cukup
signifikan di dalam komposisi air buangan (Nielsen et al, 1992).
12
Komponen utama air buangan telah dikenali dan dikuantifikasi sejak
dahulu kala (Heukelekian dan Balmat, 1959 ; Painter and Viney, 1990 ; Hunter
dan Heukelekian, 1965). Percobaan untuk mengukur perubahan konsentrasi
seluruh komposisi air buangan sudah bisa dilakukan, tapi membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Oleh karena itu, seringkali parameter yang digunakan adalah
COD. COD total dibagi menjadi COD terlarut dan tidak, juga yang bersifat
degradable atau inert (Henze, 1992). Komponen lainnya yang berpengaruh adalah
bakteri aktif, yang berasal dari faeces dan dinding saluran air buangan.
Tabel 2.1 Kualitas Limbah Cair Domestik Konsentrasi Kontaminan Satuan
Lemah Sedang Kuat Padatan, total (TS) Terlarut, total (TDS)
- Tetap - Volatil
Padatan tersuspensi - Tetap - Volatil
Padatan terendapkan BOD5, 20° C Karbon organik total (TOC) COD Nitrogen (total sebagai N)
- Organik - Ammonia bebas - Nitrit - Nitrat
Pospor (sebagai P) - Organik - Anorganik
Klorida Sulfat Alkalinitas Lemak dan minyak Total Coliform Senyawa organik volatil (VOCs)
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
no/100 ml mg/l
350 250 148 105 100 20 80 5
110 80 250 20 8
12 0 0 4 1 3
30 20 50 50
105-107
<100
720 500 300 200 220 55 165 10 220 160 500 40 15 25 0 0 8 3 5
50 30 100 100
107-108 100-400
2000 850 525 325 350 75
275 20
400 290 1000 85 35 50 0 0 15 5 10
100 50
200 150
107-109 .400
Sumber : Metcalf & Eddy, 2003
Karakteristik fisik dari air buangan domestik diindikasikan dengan adanya
materi terapung yang terdiri dari faeces, kertas, korek, dan lain-lain, juga
seringkali memiliki lapisan minyak di bagian atasnya. Air buangan juga
menimbulkan bau yang kurang sedap. Kekeruhan dan bau menunjukkan umur
dari air buangan, dan sebagian besar dari zat padat terbentuk akibat pengadukan
13
air buangan selama mengalir melalui saluran pembuangan. Kualitas air buangan
domestik yang berlum terolah digambarkan dalam tabel 2.1. Karakteristik tipe air
limbah domestik di Indonesia ditunjukkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik tipe air limbah domestik di Indonesia
Parameter Arkendita,
2004 Anggraini,
2004 Akbar,
2004 Pardosi,
2004 Madyanova,
2005
Env San Review,
1982 pH 6.83 - 7.08 6.29 - 8.59 7 - 7.5 5.46 - 7.55 6.5 - 8 T 29,.6 - 30.5 28.1 - 31.9 27 - 27.5 23.7 - 25.2 -
COD 92.1 - 132.3 119 - 181 528 - 1770 1667.14 - 2774.5 250 - 1000 BOD 1.4 - 82.12 50 - 150 200 - 490 377 - 509 - - VSS - - - - -
N total 0 - 14 - 129 19.78 - 21.86 15 - 60 P total 0.245 - 0.208 16.1 - 21.9 6 - 11 7.86 - 9.8 6 - 20
Minyak & Lemak 64.5 - 144 - - 1024.08 - 1160.4 - MBAS 0.65 - 1.3 0.26 1.949 -
Sumber : Gustiani, 2006
Suhu air buangan umumnya adalah 45º sampai 55º dalam kondisi yang
paling dingin dan 65º sampai 75º F dalam kondisi paling panas. Pasir dan zat
lainnya yang memiliki berat lebih dari air cenderung mengendap setelah
dipecahkan oleh pengadukan aliran atas aktifitas bakteri dan kimia. Oksigen
bebas yang terlarut di air memiliki efek yang penting terhadap dekomposisi zat
organik di dalam air buangan. Kadar oksigen bebas dalam air bisa mencapai 8 –
10 ppm, juga dipengaruhi oleh suhu dari air tersebut. Kotoran manusia bersifat
organik dan mengandung jutaan bakteri. Kebanyakan dari bakteri ini merupakan
bagian yang paling dibutuhkan untuk dekomposisi materi organik yang ada di
dalam air buangan.
Minyak dan sabun dialirkan di saluran air buangan dengan suhu yang
hangat dan cenderung meninggalkan lapisan di dinding saluran setelah suhunya
mendingin. Minyak dan lemak juga bisa berada di air buangan sebagai hasil dari
aktifitas dapur. Kedua zat ini menimbulkan masalah di air buangan karena
beberapa alasan. Alasan yang pertama adalah karena minyak dan lemak tidak bisa
mengendap di tangki sedimentasi, juga mencegah partikel tersuspensi untuk
14
mengendap sehingga mempersulit terjadinya dekomposisi. Selain itu, penguraian
minyak dan lemak melibatkan proses fermentasi asam. Bila kadarnya tidak terlalu
banyak di air buangan, maka saat dibuang ke badan air akan menyebabkan lapisan
tipis yang mengganggu karakteristik air.
Variasi yang terjadi dalam satuan jam dibahas oleh Johnson dari
Columbus, Ohio dimana jumlah padatan keseluruhan bervariasi dari rata-rata 28%
per hari di rentang jam 3 sampai 4 pagi sampai 160 % di jam 11 sampai 12 siang,
variasi partikel tersuspensi adalah antara 6–204 %. Jumlah amoniak bebas
bervariasi antara 8–157 %. Partikel tersuspensi bisa diklasifikasikan atas sifatnya
yang mengendap di air atau mengapung. Bila mengapung, maka bisa
menimbulkan masalah, khususnya ketika disalurkan ke badan air, dan
menghalangi terjadinya dekomposisi di tangki.
Beberapa fenomena yang menjadikan saluran air buangan sebuah sistem
yang kompleks untuk proses mikrobial di dalam air buangan, adalah sebagai
berikut :
- Air buangan menyertakan variasi mikroorganisme dengan jumlah substrat
yang sangat bervariasi.
- Proses mikrobial seringkali terjadi dalam kondisi aerob dan anaerob secara
bergantian.
- Proses mikrobial terjadi dalam subsistem yang berbeda ; fase air buangan,
biofilm, sedimen dan permukaan padat yang bersentuhan dengan fase
udara.
- Proses mikrobial di dalam saluran air buangan berinteraksi di sepanjang
pembatas subsistem. Pertukaran substrat (donor dan akseptor elektron)
dengan biomassa diantara sub sistem ini terus terjadi.
Kondisi redoks yang terjadi di dalam saluran air buangan adalah faktor yang
sangat penting untuk perkembangan mikrobial, arah dari proses mikrobial,
dampak keseluruhannya terhadap saluran air buangan, proses pengolahan dan
15
lingkungan. Berikut ini adalah beberapa contoh yang membuktikan kenapa
kualitas air buangan di saluran limbah cair itu penting :
- Perubahan kualitas COD dan BOD menunjukkan adanya penyisihan
substrat yang mengkonsumsi oksigen. Hal ini penting diketahui untuk
menentukan tingkat pengolahannya. Pembentukan biomassa di air
buangan bisa meningkatkan penyisihan COD partikulat dalam tahap
pengolahan.
- Penyimpanan substrat yang sudah siap terbiodegradasi di dalam air
buangan untuk denitrifikasi atau penyisihan fosfor di pengolahan air
buangan secara lanjut.
- Pembentukan sulfida dan proses fermentasi mungkin meningkatkan
korosi, toksisitas dan permasalahan bau.
- Pengendapan materi padat yang mungkin disebabkan oleh sulfida
mungkin memiliki dampak terhadap kinerja sistem biologis di instalasi
pengolahan.
Biomassa dan substrat harus dijelaskan secara terpisah untuk mendasari
konsep klasifikasi air buangan yang bertujuan untuk menjelaskan proses
mikrobial yang terjadi. Untuk beberapa alasan, misalnya untuk memungkinkan
aplikasi yang menyeluruh dan untuk mempelajari dasar kesetimbangan massa,
materi organik digambarkan dengan COD sebagai parameter utama untuk kualitas
air buangan. Berdasarkan konsep yang dikembangkan untuk model lumpur aktif,
klasifikasi materi organik di dalam saluran air buangan bisa dijelaskan oleh
Gambar 2.2 (Henze et al, 1997, 1995a, 2000). Materi organik merupakan nutrisi
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Penggolongan jenis nutrisi yang
dibutuhkan bisa dilihat pada tabel 2.3.
Dalam sebuah sistem yang didefinisikan oleh air buangan dalam saluran air
limbah, bakteri heterotrof mendominasi jenis mikroba yang ada sehingga materi
organik dibutuhkan sebagai sumber karbon. Sumber energi (donor elektron) untuk
heterotrof juga merupakan materi organik, sehingga heterotrof yang berada di air
16
buangan dalam jaringan limbah cair adalah mikroorganisme jenis kemoheterotrof
(Jacobson, 2000).
Gambar 2.2 Klasifikasi materi organik yang berada di sewerage (Henze et al,
1997, 1995a, 2000).
Tabel 2.3. Klasifikasi kebutuhan nutrien mikroorganisme Fungsi Sumber Energi
Akseptor elektron
Sumber karbon
Elemen minor dan faktor pertumbuhan
Senyawa organik Senyawa anorganik
Sinar matahari Oksigen, Nitrat, Nitrit, Sulfat
Senyawa Organik CO2, HCO3
- Senyawa Organik
Nitrogen dan fosfor Logam berat tertentu dan vitamin
Sumber : Benefield dan Randall, 1980 2.3 Proses Biodegradasi
2.3.1 Proses Biologi
Proses biologi (atau disebut bioproses) merupakan peristiwa-peristiwa
yang melibatkan konversi senyawa kimia khusus ke dalam satu atau lebih
senyawa kimia lainnya dengan mengikutsertakan sistem-sistem biologi
17
(Wisjnuprapto, 1995). Pengolahan sekunder atau disebut dengan pengolahan
biologis merupakan tahap pengolahan dimana air buangan diolah menggunakan
bakteri. Pengolahan biologis bekerja seperti proses di alam. Air buangan domestik
pada umumnya mengandung zat-zat organik yang merupakan nutrien yang dapat
digunakan oleh bakteri aerob sebagai makanan. Saat bakteri aerob mengkonsumsi
zat organik dalam air buangan tersebut, oksigen juga dikonsumsi. Untuk
pengolahan air buangan, Proses biologis digunakan untuk menyisihkan padatan
tersuspensi dan untuk menstabilisasi materi organik. Untuk air buangan domestik,
tujuan utama proses biologis adalah untuk mengurangi materi organik dan kadar
nitrogen juga fosfor yang terkandung di dalamnya. Sedangkan untuk air buangan
industri, tujuan proses biologis adalah untuk mengurangi jumlah senyawa organik
dan anorganik. Proses penyisihan tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang
terdiri dari banyak jenis, khususnya bakteri. Mikroorganisme digunakan untuk
mengubah materi organik karbon terlarut dan tersuspensi menjadi bermacam gas
dan kedalam sel. Sel hidup memiliki nilai gravitasi spesifik yang lebih besar dari
air, sehingga sel yang terbentuk bisa disisihkan menggunakan pengendapan
gravitasi.
2.3.2 Sel Bakteri dan Pertumbuhan
Bakteri adalah salah satu jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air
buangan. Untuk pertumbuhan, bakteri mengkonsumsi karbon yang terlarut di air
buangan. Karbon diserap melalui sel bakteri untuk metabolisme, kemudian sel
mengeluarkan enzim agar bisa menyerap substansi lainnya dan menghasilkan
energi yang kemudian digunakan untuk perumbuhan sel. Monod (1949) membagi
pertumbuhan mikrobial dalam enam fase (gambar 2.3), yaitu :
1. Fase lag (a-b) dimana mikroorganisme beradaptasi dengan lingkungannya.
Pada penambahan inokulum kedalam sebuah media petumbuhan, fase lag
menggambarkan waktu yang dibutuhkan mikroorganisme untuk
teraklimatisasi terhadap lingkungan barunya dan mulai berkembang.
Penambahan massa mulai meningkat sebelum terjadi pembelahan sel.
2. Fase akselerasi (b-c) dimana kecepatan pertumbuhan bertambah.
18
3. Fase pertumbuhan eksponensial (c-d). Jika kondisi pertumbuhan tidak
terbatas, pertumbuhan eksponensial bisa terjadi dan perubahan di
biomassa dan substrat terjadi secara maksimal. Kinetika pertumbuhan
eksponensial mencapai tingkat maksimal dan memiliki kecepatan
pertumbuhan spesifik yang konstan dan waktu yang minimal juga konstan.
Pada fase ini sel membelah diri dalam kecepatan yang ditentukan oleh
waktu pembentukan dan kemampuan sel mengolah makanan (persentase
pertumbuhan konstan). Dengan kata lain, fase ini bisa digambarkan
dengan persamaan yang menggambarkan kemampuan mikroorganisme
mengolah substrat. Persamaan yang menggambarkan fase ini adalah
sebagai berikut :
(1)
(2)
dimana : X = konsentrasi biomassa mikrobial aktif (g/m3)
t = waktu (jam atau detik)
µ = konstanta kecepatan pertumbuhan spesifik (1/detik
atau 1/jam)
4. Fase pertumbuhan menurun (d-e) dengan kecepatan pertumbuhannya
negatif. Pada fase ini, jumlah makanan yang tersedia mulai terbatas
sehingga pertumbuhan sel terhambat.
5. Fase stasioner (e-f) dimana mikroorganisme mencapai populasi
maksimalnya. Pada fase ini substrat hanya cukup untuk menjaga ukuran
populasi tapi tidak mungkin digunakan untuk menambah populasi.
Fenomena ini terjadi karena substrat yang tersedia sudah habis diolah dan
pertumbuhan sel baru lebih sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan
sel yang mati.
6. Fase endogen (f-g) dimana terjadi kematian dan penurunan jumlah
biomassa yang terjadi karena menurunnya kondisi lingkungan yang cocok
19
untuk mikroorganisme. Fase ini merupakan kebalikan dari fase log,
dimana mikroorganisme harus melakukan metabolisme menggunakan
protoplasmanya tanpa bisa diganti karena jumlah makanan yang tersedia
sangat sedikit. Pada fase ini, terjadi lisis sel dimana nutrien yang terdapat
di sel mati terdifusi keluar untuk memenuhi kebutuhan sel yang masih
hidup sebagai makanan.
Gambar 2.3 Fase pertumbuhan menurut Monod, 1949
Pada proses pengolahan air buangan, fase pertumbuhan eksponensial
adalah fase yang paling diinginkan karena pada fase ini penyisihan organik dan
penyisihan limbah karbon terjadi dengan sangat cepat. Untuk mengurangi
pembuangan sel bakteri yang berlebih dan menjaga stabilitas dari proses terhadap
pembebanan berlebih maka bakteri harus dijaga agar tetap berada dalam kondisi
lapar. Hal ini disebabkan karena sel yang lapar lebih mudah beradaptasi untuk
menyerap beban apapun yang masuk ke air buangan daripada sel yang kenyang.
Proses pengolahan air buangan dengan beban yang besar memanfaatkan
fase pertumbuhan eksponensial sedangkan proses dengan beban yang lebih kecil
atau proses fase extended aeration menggunakan fase endogen. Pada proses
konvensional, fase pertumbuhan bisa terjadi antara dua kondisi ekstrim. Fase
pertumbuhan stasioner sulit dipertahankan dalam prakteknya karena adanya
variasi kualitas dan kuantitas influen air buangan yang ada di proses pengolahan
air buangan.
20
Tujuan dari semua instalasi pengolahan air buangan adalah untuk merubah
komponen di air buangan yang belum diolah menjadi efluen yang tidak berbahaya
untuk dikeluarkan ke badan air penerima dan membuang zat padat yang
dihasilkan selama proses. Pengolahan air buangan bisa dikeompokkan dalam
beberapa tingkat. Tingkatan pengolahan air buangan tersebut ditunjukkan oleh
tabel 2.4.
Tabel 2.4 Tingkatan Pengolahan Air Buangan Tingkat Pengolahan Deskripsi
Preliminary Pemindahan konstituen air buangan seperti rags, sticks, benda terapung, pasir dan lemak yang mungkin menyebabkan masalah perawatan atau operasional.
Primary Pemindahan bagian dari padatan tersuspensi dan materi organik dari air buangan
Advanced Primary Pemindahan padatan tersuspensi yang lebih baik dan materi organik. Bisa diselesaikan dengan menggunakan penambahan kimia atau filtrasi
Secondary Penyisihan materi organik terbiodegradasi (dalam larutan atau suspensi) dan padatan tersuspensi. Desinfeksi juga diikutkan danlam pengolahan sekunder konvensional
Secondary with nutrien removal
Pemindahan organik terbiodegradasi, SS dan nutrien (nitrogen, fosfor, atau keduanya)
Tertiary Pemindahan residu SS (setelah pengolahan sekunder) umumnya menggunakan media filtrasi granular atau mikroscreen. Desinfeksi juga umumnya merupakan bagian dari pengolahan tersier. Penghilangan nutrien seringkali juga disertakan dalam definisi ini
Advanced Penghilangan materi terlarut dan tersuspensi yang tersisa setelah pengolahan biologis saat dibutuhkan untuk berbagai aplikasi penggunaan kembali air.
Sumber : Metcalf and Eddy, 2003
Ada berbagai jenis mikroorganisme yang tumbuh di saluran air buangan,
dimana bakteri merupakan jenis mikroorganisme yang paling banyak ditemukan
(Vollertsen, 2001). Untuk mempermudah proses rekayasa, maka mikroorganisme
yang berada di dalam air buangan dan berperan dalam penyisihan materi organik
dianggap dilakukan oleh bakteri monokultur heterotrof. Berdasarkan penelitian
sebelumnya (Gustiani, 2006), konsorsium bakteri yang digunakan untuk melihat
terjadinya proses biodegradasi di saluran air buangan adalah :
• Bacillus laterosporus
• Bacillus brevis
• Pseudomonas malthophila
21
• Enterobacter sp
• Pseudo aeruginosa
• Pseudomonas sp
Pertumbuhan bakteri dan penyisihan materi organik akan terjadi dengan baik
apabila mikroorganisme tersebut menempel di saluran atau sebagai biofilm. Oleh
karena itu, bisa disimpulkan bahwa apabila bakteri bisa tumbuh di dalam saluran
(di dinding pipa atau sebagai biofilm) maka pengolahan materi organik akan lebih
tinggi dibandingkan dengan kondisi dimana bakteri hanya berada di dalam fase
cair air buangan.
2.3.3 Kondisi Yang Mempengaruhi Pertumbuhan
Untuk terus bereproduksi dan tumbuh, mikroorganisme harus memiliki
sumber energi untuk sintesa sel baru, yaitu karbon dan senyawa anorganik seperti
nitrogen, fosfor, sulfur, potassium, kalsium dan magnesium. Senyawa organik
juga dibutuhkan untuk sintesa sel. Tiap jenis mikroorganisme memiliki kebutuhan
bahan yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
dalam sebuah reaktor adalah sebagai berikut :
a. Karbon dan sumber energi
Sumber energi yang paling penting untuk kebutuhan karbon sel
hidup adalah materi organik dan karbon dioksida. Mikroorganisme yang
menggunakan karbon organik untuk sel hidupnya disebut bakteri
heterotrof. Mikrorganisme yang mengambil karbon dari karbon dioksida
disebut autotrof. Konversi karbon dioksida ke sel hidup adalah proses
reduksi yang membutuhkan energi. Oleh karena itu, bakteri autotrof
membutuhkan lebih banyak energi untuk sintesa sel bila dibandingkan
dengan bakteri heterotrof. Secara biokimia, substrat adalah gabungan dari
nutrien penting seperti nitrogen, fosfor, karbohidrat, lemak, vitamin dan
mineral. Untuk mempermudah pemahaman tentang air buangan, substrat
dianggap sebagai substansi karbon yang terukur sebagai BOD
22
(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand) atau
TOC (Total Organik Carbon). Tabel 2.5 menunjukkan klasifikasi bakteri
berdasarkan sumber energi dan karbonnya.
Tabel 2.5 Klasifikasi mikroorganisme Klasifikasi Sumber energi Sumber karbon
Autotrof : - Fotoautotrof - Kemoautotrof
Heterotrof : - Kemoheterotrof - Fotoheterotrof
Cahaya Reaksi redoks anorganik Reaksi redoks organik Cahaya
Karbon dioksida Karbon dioksida Karbon organik Karbon organik
Sumber : Metcalf & Eddy, 2003
Parameter BOD pertama kali dikembangkan di Inggris sebagai
metode untuk memperkirakan oksigen yang dibutuhkan untuk
mendekomposisi limbah organik secara aerob ketika dibuang ke sungai.
BOD mengukur kebutuhan oksigen non-organik seperti oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat. Pada
suhu 20°C, oksigen yang dikonsumsi selama enam hari pertama
merupakan oksidasi materi karbon. Setelah hampir seluruh materi karbon
digunakan sampai hampir habis, senyawa nitrogen akan dioksidasi. Pada
iklim tropis, dimana tingkat reaksi biokimia lebih cepat oksidasi senyawa
nitrogen bisa terjadi pada tiga atau empat hari pertama. Oleh karena itu,
kebutuhan oksigen untuk proses pengolahan biologis air buangan di iklim
tropik adalah 20 – 30 % lebih tinggi daripada suhu umum. Jika oksidasi
senyawa nitrogen ditahan, total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi senyawa karbon dikenal sebagai ultimate BOD. Hubungan
antara ultimate BOD dan BOD pada waktu acak, digambarkan sebagai :
( )( )ktCC u −−= exp1 (3)
Dimana C adalah BOD atau konsentrasi oksigen kumulatif setelah
inkubasi selama hari t, mg/l dan Cu adalah kumulatif BOD. Oleh karena
itu, hubungan antara BOD 5 hari atau BOD5 dan ultimate BOD bisa
digambarkan sebagai :
23
( )( )kCBOD u 5exp15 −−= (4)
b. Temperatur
Mikroorganisme, berdasarkan cara responnya terhadap suhu, bisa
dibagi dalam tiga kelompok. Bakteri termofilik bisa tumbuh pada suhu
diatas 45° C dengan suhu maksimal 60–70° C dimana tingkat
pertumbuhannya turun mendadak. Karena suhu umum adalah sekitar 45°
C, bakteri termofilik tidak terlalu penting dipelajari untuk proses
pengolahan biologis. Kelompok mikroorganisme yang kedua adalah yang
bisa tumbuh pada suhu 20 – 40° C dengan pertumbuhan paling baik pada
suhu 35 – 37° C. Mikroorganisme ini dikenal sebagai bakteri mesofilik.
Jenis bakteri ini merupakan kelompok yang paling penting di proses
pengolahan air buangan. Umumnya, efek dari temperatur dari
pertumbuhan bakteri pada suhu di bawah 37° C adalah eksponensial di
alam. Bakteri yang pertumbuhan optimumnya berada di bawah suhu 20° C
dikenal sebagai psikrofil. Jenis bakteri ini berguna untuk pengolahan air
buangan pada suhu yang sangat dingin. Konstanta kecepatan reaksi proses
biologi sangat diperlukan untuk menentukan efisiensi keseluruhan dari
proses pengolahan biologis. Temperatur tidak hanya mempengaruhi
aktifitas metabolisme mikroorganisme tapi juga mempengaruhi kecepatan
transfer gas dan karakteristik pengendapan padatan biologis.
c. Nutrien
Bakteri tidak hanya hidup berdasarkan karbohidrat saja. Bakteri
dan mikroorganisme di proses pengolahan air buangan membutuhkan
nitrogen, fosfor, besi, kalsium, sodium, dan mineral lainnya.
Mikroorganisme lebih fleksibel dimana nutrien bisa disediakan dalam
bentuk garam atau mineral dalam bentuk protein dan senyawa organo-
metalik. Zat-zat yang ada di alam dan dipakai oleh organisme untuk
reaksi anabolitik dan katabolitik dinamakan nutrien. Nutrien dapat dibagai
menjadi dua golongan : nutrien yang perlu, dan nutrien yang bergunan
namun dapat dibuang. Nutrien bisa menjadi faktor pembatas pada
24
lingkungan hidup mikroorganisme, terutama untuk sintesa sel dan
pertumbuhan sel. Nutrien utama (makro-nutrien) yang dibutuhkan oleh
bakteri adalah N, S, P, K, Mg, Ca, Fe, Na dan Cl. Sedangkan yang
termasuk mikro nutrien adalah Zn Mn, Mo, Se, Co, Cu, Ni, V dan W
(Metcalf & Eddy, 2003). Sel bakteri mengandung maksimal 10 % nitrogen
dan 2 % fosfor. Karena hampir 50 % materi karbon yang dinyatakan
sebagai BOD dikonversi menjadi sel bakteri, maka perbandingan yang
dibutuhkan antara BOD, nitrogen dan fosfor adalah :
BOD : N : P = 100 : 5 : 1
Selain jenis nutrien anorganik yang disebutkan diatas, nutrien
organik juga dibutuhkan oleh beberapa bakteri. Nutrien organik yang
dibutuhkan disebut faktor pertumbuhan. Yaitu senyawa yang dibutuhkan
bakteri sebagai prekursor atau konstituen sel organik yang tidak bisa
disintesa dari sumber karbon lainya. Terdapat tiga faktor pertumbuhan
utama yaitu asam amino, purin dan piridin, lalu vitamin.
d. Oksigen Terlarut
Mikroorganisme yang menghasilkan energi melalui transpor
elektron menggunakan enzim dari donor elektron ke akseptor elektron
eksternal disebut memiliki metabolisme respirasi. Sebaliknya, fermentasi
tidak membutuhkan peran akseptor elektron eksternal. Fermentasi
merupakan proses yang menghasilkan energi lebih sedikit bila
dibandingkan dengan respirasi. Bila oksigen digunakan sebagai akseptor
elektron dalam proses respirasi, prosesnya disebut sebagai proses aerob
atau terjadi dalam kondisi aerob. Tabel 2.6 menunjukkan klasifikasi
akseptor elekton dalam proses mikrobial yang ditemukan di air buangan.
Tabel 2.6 Akseptor elektron dalam air buangan Kondisi lingkungan Akseptor elektron Proses Aerob Anaerob
Oksigen Nitrat Sulfat Karbon dioksida
Metabolisme aerob Denitrifikasi (anoksik) Reduksi sulfat Metanogenesis
Sumber : Metcalf & Eddy, 2003
25
Mikroorganisme juga bisa diklasifikasikan berdasarkan
kemampuannya untuk menggunakan oksigen bebas dalam larutan. Bakteri
anaerob hanya bisa menggunakan oksigen di senyawa organik atau
anorganik seperti karbohidrat, bitrat dan sulfat. Apabila dalam air buangan
terdapat oksigen terlarut, maka kerja bakteri ini akan terhambat. Ada juga
golongan bakteri anaerob yang bisa mengolah oksigen terlarut untuk
mengoksidasi materi karbon. Jenis bakteri ini disebut bakteri fakultatif.
Jenis bakteri yang bisa hidup hanya dengan menggunakan molekul yang
terdapat pada oksigen terlarut untuk mengolah senyawa karbon disebut
bakteri aerob. Produk sampingan yang dihasilkan oleh reaksi anaerob
seringkali gelap dan bau. Bau ini disebabkan oleh hidrogen sulfida dengan
reduksi sulfat radikal. Nitrat di air buangan ini seringkali direduksi
menjadi gas nitrogen. Hidrogen sulfida, metan, karbon dioksida dan gas
nitrogen mengurangi specific gravity dari padatan organik dimana mereka
berada. Hasilnya, padatan terkumpul dan disebut scum. Tingkat degradasi
karbon lebih lambat dalam reaksi anaerob dan aerob. Alasannya, reaksi
anaerob dibatasi terhadap limbah kuat sebagai lumpur. Salah satu gas
produk sampingan dari reaksi anaerob adalah gas metan. Gas produk
sampingan dari pengolahan anaerob pada umumnya bisa mengandung
sampai 60 – 70 % volume metan dengan sisanya berupa karbon
dioksida,hidrogen sulfid, dan hidrogen. Sejumlah besar energi dibutuhkan
untuk mempertemukan oksigen dari udara ke air buangan. Biaya paling
besar yang dibutuhkan untuk instalasi pengolahan air buangan adalah
energi yang dibutuhkan untuk kelarutan oksigen atau aerasi. Produk
sampingan yang dihasilkan oleh proses aerob adalah karbon dioksida,
nitrat, sulfat dan materi ekstra seluler lainnya. Produk sampingan yang
berupa gas hanyalah karbon dioksida, oleh karena itu tidak menghasilkan
bau. Akan tetapi, tingkat kelarutan oksigen di dalam air sangatlah rendah.
e. pH
Setiap jenis mikroba memiliki rentang toleransinya masing-masing
terhadap konsentrasi ion. Bakteri pembentuk asam bisa mentolerir pH
26
sampai 5 meskipun hampir seluruh pertumbuhan bakteri terhambat dalam
kondisi ini. pH yang ideal untuk pertumbuhan bakteri adalah dari 6,5
sampai 9. Pada pH dibawah 5,jamur dan ragi mulai tumbuh. Bakteri
penghasil metan sangat sensitive terhadap perubahan pH.
2.3.4 Dekomposisi Materi Organik
Sebagian besar dari zat di air buangan domestik adalah materi organik,
dimana sebagian besar dari materi tersebut berada dalam keadaan siap
terdekomposisi. Materi ini sangat tidak stabil, karena proses dekomposisi dimulai
saat air buangan memasuki saluran. Umumnya, sekitar 25–50% dari materi yang
terdapat di air buangan domestik terurai dalam hitungan jam atau hari. Sebagian
lainnya, sekitar 25%, tidak terurai sama sekali atau hanya terurai dalam kecepatan
tertentu. Sebagian proses dekomposisi menghasilkan pembentukan gas secara
cepat, dimana gas tersebut terlepas ke udara atau bergabung dengan partikel lain
di air buangan untuk membentuk materi terlarut.
Materi organik selalu mengandung karbon ,nitrogen, oksigen dan
hidrogen, yang bertambah setiap saat dengan adanya sulfur, asam fosfor, dsb.
Hasil akhir dari karbon adalah karbon dioksida (CO2) atau gas metan (CH4).
Produk akhir tersebut menjadi makanan untuk organisme tumbuhan, baik di darat
ataupun di air. Ketika terlarut di dalam air, zat ini digunakan oleh tumbuhan
lainnya yang mengapung. Organisme tumbuhan ini, yang dijadikan makanan bagi
hewan yang berada baik di air maupun di darat, dicerna untuk kemudian
dikeluarkan kembali sebagai faeces sehingga siklusnya bisa dimulai lagi. Proses
ini dimodifikasi atau diiringi oleh beragam fenomena, dimana kebanyakan dari
fenomena tersebut belum dipahami.
Proses yang paling penting adalah reaksi reduksi. Reaksi reduksi
dinyatakan dalam beberapa tahapan kimia. Perubahan ini dilakukan oleh makhluk
hidup, dimana dalam air buangan peran ini dilakukan oleh bakteri. Proses ini bisa
dihentikan kapan saja dengan memasukkan zat untuk menetralkan atau
27
merekayasa lingkungan yang dapat menetralkan reaksi, oleh karena itu proses ini
disebut proses biokimia. Dekomposisi air buangan bisa diklasifikasikan sebagai
reaksi oksidasi, yaitu kombinasi materi organik dengan oksigen yang berasal dari
sumber luar, dan putrefikasi, dimana oksigen tidak berperan disana. Proses
oksidasi dilakukan oleh beragam bakteri yang bersifat aerob. Sedangkan, untuk
proses putrefikasi, bakteri yang berperan adalah bakteri anaerob.
Kotoran manusia yang ada di air, sebelum mengalami dekomposisi materi,
mengalami proses fermentasi asam dari senyawa karbon, yang juga menghasilkan
karbon dioksida, dengan menggunakan oksigen terlarut yang ada di air buangan.
CO2 juga terlarut di air, sebelum akhirnya mencapai titik jenuh dan akhirnya
terlepas ke udara. Air buangan seringkali mencapai saluran air buangan dengan
nilai pH dibawah 5,0.
Proses berikutnya yang terjadi adalah pemecahan asam organik oleh
bakteri. Keasaman dari air buangan terkadang disebabkan oleh asam yang masuk
dari limbah industri. Fermentasi asam seringkali menghambat aktifitas bakteri
yang menghasilkan produksi metan, dan hanya sebagian kecil dari reaksi ini
terbentuk kecuali keasaman ini dinetralkan (menggunakan penambahan soda),
atau sampai asam ini dipecahkan oleh bakteri secara lebih cepat daripada
pembentukannya dan reaksi alkali berkembang. Pada tahap kondisi asam ini,
proses pencairan dari materi nitrogen cukup terhambat.
Aktifitas biologis berjalan dengan sangat baik bila suhu larutan berada di
suhu antara 70º dan 85º F, dan biasanya terhenti pada 40º F.Oleh karena itu, suhu
memiliki peran yang sangat penting dalam menstimulasi proses biologi. Proses ini
berjalan lebih baik bila keseimbangan biologis dipertahankan. Bila sekelompok
organisme yang berfungsi untuk menguraikan materi karbohidrat berada dalam
proporsi yang terlalu besar maka akan terjadi penguraian materi nitrogen sehingga
kondisi di air buangan menjadi asam.
28
2.3.5 Kebutuhan Oksigen
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dekomposisi aerob air buangan hanya
terjadi apabila oksigen tersedia di sepanjang saluran. Proses yang terjadi di
jaringan saluran air buangan dianggap merupakan reaksi biokimia, yaitu
perubahan materi kimia oleh biomassa (Hvitved-Jacobsen, 2002). Kehadiran
biomassa heterotrof, materi karbon organik, beragam tipe akseptor elektron yaitu
oksigen terlarut, nitrat/nitrit dan sulfat adalah syarat yang dibutuhkan agar proses
biokimia dalam air buangan dapat terjadi selama proses penyaluran. Bahan
karbon organik yang ada di air buangan digunakan oleh biomassa sebagai sumber
karbon untuk pertumbuhan mikrobial dan sumber energi yang dibutuhkan untuk
mempertahankan hidup. Energi yang disimpan di materi organik digunakan untuk
proses degradasi, termasuk oksidasi dari karbon organik tersebut. Oleh karena itu,
karbon organik berperan sebagai donor elektron selama proses biokimia. Reduksi
yang muncul terhadap akseptor elektron eksternal terjadi saat terdapat kehadiran
oksigen terlarut, nitrat/nitrit atau sulfat.
Untuk bisa memahami dimensi proses yang terjadi di saluran air buangan,
dibutuhkan pemahaman akan kecepatan dan kinetika proses biologi. Jenis
mikroorganisme yang berada di saluran air buangan didominasi oleh bakteri
heterotrof, yang menguraikan dan mengubah komponen di air buangan. Saluran
air buangan adalah sistem yang sangat kompleks dan sangat dinamis dimana
transfer massa terjadi di antara sub-sistem saluran air buangan seperti ditunjukkan
oleh gambar. Sebuah pendekatan secara sistematis dibutuhkan untuk memiliki
pemahaman akan proses yang terjadi di jaringan saluran air buangan. Oleh karena
itu, lingkungan air buangan disederhanakan dengan membaginya menjadi empat
subsistem yaitu fase bulkwater, fase biofilm, sedimen saluran air buangan dan
atmosfer saluran air buangan.
Proses biologi terjadi di dalam dan di antara subsistem sewerage. Proses-
proses ini bisa terjadi dalam kondisi aerob, anaerob atau anoksik tergantung pada
jenis akseptor elektron yang ada di sistem saluran air buangan. Akseptor elektron
29
digunakan dalam urutan yang pasti : oksigen untuk respirasi oksigen, nitrat untuk
denitrifikasi, materi organik untuk fermentasi, sulfat untuk reduksi sulfat dan
karbon dioksida untuk metanogenesis (Nielsen et al., 1992; Bentzen et al., 1995).
Jenis akseptor elektron menunjukkan jenis proses yang terjadi, seperti ditunjukkan
oleh tabel 2.7.
Molekul organik kompleks yang merupakan donor elektron diuraikan di
proses respirasi aerob dengan cara memindahkan oksigen ke molekul oksigen
yang direduksinya. Karbon organik kemudian diubah secara berturutan menjadi
karbon anorganik dan dilepaskan ke atmosfer sebagai karbon dioksida.
Kandungan nitrogen dan fosfor dari molekul organik ini dilepaskan sebagai
substansi anorganik, amoniak dan fosfat. Energi yang dihasilkan oleh proses
degradasi materi organik ini digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbungan
dan perawatan (non pertumbuhan) sel. Sebuah contoh untuk reaksi aerob dari
reaksi mikrobial oleh bakteri heterotrof adalah degradasi glukosa :
(5)
Reaksi anoksik yang mengikutinya, menggunakan nitrat sebagai akseptor
elektron dan mengakhiri proses dengan pembentukan gas nitrogen adalah :
(6)
Kondisi anoksik membutuhkan kondisi dimana tidak terdapat oksigen
terlarut dan tersedianya nitrat. Kondisi ini hanya ditemukan bila diatur. Tahapan
degradasi proses secara aerob dan anoksik adalah sama. Penambahan nitrat ke air
buangan merupakan metode rekayasa lingkungan sistem untuk menghidari
terjadinya kondisi anaerob di saluran air buangan. Respirasi aerob dengan
menggunakan oksigen terlarut sebagai akseptor elektron terminal adalah proses
yang efisien untuk metabolisme energi. Molekul yang paling mudah
terbiodegradasi adalah asam lemak volatil. Senyawa volatil yang masuk ke dalam
30
saluran air buangan dalam kondisi aerob akan mudah terdiodegradasi dan
disisihkan dari air buangan secara efisien. .
Tabel 2.7 Akseptor elektron dan kondisi yang berpengaruh terhadap proses
redoks mikrobial di jaringan penyaluran air buangan Proses Akseptor Elektron Karakteristik Sistem Sewer
Aerob + oksigen Partly filled gravity sewer Aerated pressure sewer
Anoksik - oksigen + nitrat
Pressure sewer with addition of nitrate
Anaerob
- oksigen - nitrat + sulfat ( + CO2)
Pressure sewer Full flowing gravity sewer Gravity sewer with low slope
Sumber : Hraevit-jacobson, 2000
Dalam kondisi anaerob, proses respirasi dan fermentasi bisa digunakan untuk
menyediakan kebutuhan energi dari organisme. Berlawanan dengan respirasi,
fermentasi tidak membutuhkan adalah akseptor elektron eksternal. Apabila
dibandingkan dengan respirasi aerob, fermentasi tidak berjalan dengan efisien,
akan tetapi produk dari fermentasi tersebut akan digunakan oleh bakteri yang
menggunakan sulfat sebagai aksptor elektron terminalnya (Nielsen dan Hvitved
Jacobson, 1988). Apabila sulfat tidak tersedia, bakteri metanogenik menggunakan
produk fermentasi dengan berat molekul rendah untuk mendapatkan energi dan
menghasilkan metan sebagai produk akhir. Sebagian dari bakteri metanogenik
menggunakan karbon dioksida dan gas hidrogen. Dekomposisi materi organik
secara anaerob melalui fermentasi, metanogenesis dan respirasi sulfat
digambarkan dalam tabel 2.7.
Fermentasi dapat terjadi di tiga subsistem utama mikrobial yaitu air buangan,
biofilm dan sedimen. Bakteri pengguna sulfat tumbuh secara lambat dan berada di
biofilm dan sedimen, dimana sulfat dari air buangan akan masuk. Aktifitas
mikrobial metanogenik biasanya membutuhkan kondisi tanpa sulfat atau sulfat
dalam konsentrasi yang rendah dan umumnya akan terjadi di lapisan dalam dari
sedimen dan tidak di biofim yang dipenuhi oleh sulfat. Tempat terjadinya proses
bisa dilihat pada gambar 2.4. Klasifikasi air buangan berdasarkan distribusi
31
ukuran biasanya dilakukan dari sudut pandang praktis. Umumnya, digunakan
pembedaan untuk bagian terlarut, koloidal dan tersuspensi, seperti bisa dilihat
pada gambar 2.5.
Gambar 2.4 Proses dan Tempat Terjadinya Reaksi Mikrobial (Langeveld,
2002)
Gambar 2.5 Klasifikasi Partikel di Air Buangan (Yulianto, 2004)
2.4 Sewerage sebagai Bioreaktor
Penelitian terhadap reaksi yang terjadi di dalam saluran air buangan baru
mulai dilakukan sejak ditemukannya bau yang menandakan adanya hidrogen
sulfida sebagai hasil dari reaksi mikrobial (Boon and Lister, 1975; Pomeroy dan
Parkhurst, 1977; Hvitved-Jacobsen dan Vollertsen, 2001). Setelah dilakukan
penelitian lebih lanjut, ditemukan bahwa reaksi pembentukan hidrogen sulfida
32
bisa diatasi dengan adanya oksigen terlarut. Huisman (2001) melakukan studi
terhadap saluran air buangan utama sepanjang 2 km dengan diameter 900 mm di
Swiss. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa proses yang terjadi di saluran air
buangan tidak bisa diabaikan karena sebagian besar komposisi fraksi air buangan
telah berubah sebelum tiba di instalasi pengolahan air buangan. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa saluran air buangan tidak bisa dianggap hanya sebagai
sistem penyaluran saja. Sedangkan di Portugal, Almeida (1999) melakukan studi
di saluran air buangan di kawasan Costa de Estoril. Panjang saluran yang diteliti
adalah 7,24 km. Bagian upstreamnya sepanjang 4,41 km dengan pipa berdiameter
800 mm, sedangkan downstreamnya sepanjang 2,83 km dengan diameter pipa
1000 mm. Studi ini mempelajari perubahan di kualitas air buangan sebagai hasil
dari aktifitas biomassa yang tersuspensi dan menempel di dinding saluran. Selama
penyaluran, terjadi penyisihan COD sebesar 19 %, yang membuktikan adanya
proses di dalam saluran air buangan akibat proses mikrobial yang harus
diperhatikan. Sebagai hasil dari penelitian ini, pemerintah di Eropa mengeluarkan
kebijakan yang menyatakan bahwa air buangan di kawasan tersebut hanya
membutuhkan pengolahan primer sebelum air buangan dibuang ke laut.
Keputusan ini dibuat berdasarkan penemuan bahwa hampir seluruh materi karbon
organik yang membutuhkan pengolahan sekunder telah disisihkan oleh proses di
dalam saluran air buangan. Penemuan ini juga yang memperkuat bukti bahwa
jaringan saluran air buangan bisa difungsikan sebagai bioreaktor.
2.4.1 Proses Yang Terjadi
Proses yang terjadi di dalam saluran air buangan merupakan sebuah sistem
yang kompleks karena terjadi dalam lima fase, yaitu fase air buangan, biofilm,
sedimen, atmosfer saluran, dinding saluran dan pertukaran zat antar fase. Proses
yang terjadi di dalam sistem air buangan mempengaruhi bagian-bagian lain yang
ada di sistem perkotaan. Selain itu, perlu diingat bahwa instalasi pengolahan air
buangan tidak hanya menerima materi yang dimasukkan ke saluran air buangan
tapi juga zat yang merupakan produk akhir dari proses yang terjadi selama proses
penyaluran air buangan. Kriteria desain dan operasi dari sebuah saluran air
33
buangan menentukan kondisi redoks mana yang akan terjadi. Keadaan anoksik
hanya terjadi bila oksigen sudah habis dan nitrat berada di dalam air buangan.
Pada kondisi aerob penyisihan materi organik yang mudah terbiodegradasi akan
berjalan dengan sangat baik. Bila oksigen terlarut atau nitrat tidak tersedia, maka
kondisi anaerob yang terbentuk dan sulfat menjadi akseptor elektron eksternal,
sehingga akan terjadi pembentukan hidrogen sulfida.
Karakteristik air buangan juga memegang peranan penting terutama dalam
hal jenis proses yang akan terjadi di dalam saluran. Sejumlah parameter seperti
pH, biodegradabilitas materi organik dan jumlah dari biomassa aktif, merupakan
hal yang penting yang dapat menentukan hasil dari transformasi. Transformasi
mikrobial dan kimiawi sangat menentukan kualitas dari proses biodegradasi yang
terjadi di dalam air buangan. Akan tetapi, karakteristik fisika-kimia memegang
peranan penting dan harus diintegrasikan dengan transformasi mikrobial.
Parameter hidrolis dan penyaluran zat padat melalui air buangan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kinerja saluran air buangan. Proses fisis ini
biasanya dihubungkan dengan hidrolika dan hanya dibahas apabila berhubungan
langsung dengan proses kimia dan biologi. Pada lapisan paling atas dari biofilm,
umumnya terdapat bakteri heterotrof yang dapat berkembang dengan cepat.
Biofilm tidak hanya tumbuh di dinding saluran yang berada di bawah permukaan
air, tapi juga di dinding saluran yang berada di fase gas. Biofilm bisa
mempertahankan dirinya sendiri namun tergantung pada udara jenuh air dan
persediaan nutrien oleh aerosol (Muller dan Bartocha, 1978). Biofilm yang padat
memiliki seluruh kelompok fisiologis. Jenis reaksi yang terjadi di dalam sakuran
aur buangan bisa dilihat di gambar 2.6.
34
Gambar 2.6 Transfer massa antara sub sistem saluran air buangan selama
proses (Hvitved-Jacobsen, 2002)
2.4.1.1 Reaksi Redoks
Transformasi mikrobial yang terjadi pada materi organik air buangan
menyertakan apa yang disebut sebagai proses biokimia yaitu perubahan unsur
kimia yang disebabkan oleh sel hidup. Biomassa heterotrof ditemukan di fase air
buangan, biofilm dan sedimen di saluran pembuangan limbah cair, yang
merupakan tempat terjadinya proses biokimia tersebut. Energi yang terkumpul di
materi organik tersedia untuk katabolisme mikroorganisme, yaitu proses
degradasi yang merupakan reaksi oksidasi materi organik (substrat). Oleh karena
itu, materi organik merupakan donor elektron. Tahap reduksi yang terjadi
setelahnya terhadap akseptor elektron eksternal terjadi apabila di sistem terdapat
oksigen terlarut (kondisi aerob), nitrat (kondisi anoksik) atau sulfat (kondisi
anaerob).
SEWER
SEWER ATMOSPHERE
BULKWATER PHASE
SEDIMENT BIOFILM
MASS TRANSFER
WASTEWATER FROM
HOUSEHOLDS AND INDUSTRY
RUNOFF WATER
FROM URBAN SURFACES
URBAN ATMOSPHERE
WASTEWATER TREATMENT
RECEIVING WATERS
GROUNDWATER AND SOILS
INFILTRATION AND EXFILTRATION
OVERFLOW
SLUDGE
TREATED WASTEWATER
MASS TRANSFER
35
Gambar 2.7 Reaksi Redoks yang terjadi di lapisan biofilm (Jacobsen, 2001)
Pemahaman yang paling sederhana untuk proses mikrobial di air buangan
didasarkan atas penggunaan substrat oleh biomassa untuk pertumbuhan yang
terjadi secara bersamaan dengan penyisihannya untuk keperluan energi sebagai
akseptor elektron. Gambar 2.7 menggambarkan transformasi mikrobial yang
terjadi di dalam sistem sewer.
Proses katabolik mikrobial, yang terjadi di air buangan, menghasilkan
energi untuk biomassa. Proses ini terjadi dalam dua tahap, yaitu oksidasi materi
organik dan reduksi akseptor elektron. Konsep dasar dari proses redoks yang
menyertakan senyawa kimia A, B, C, D bisa digambarkan sebagai berikut :
Reaksi redoks yang terjadi di air buangan pada jaringan sewer
mempengaruhi proses katabolik yang menghasilkan energi. Dalam hal ini, materi
organik berperan sebagai donor elektron yang mengalami oksidasi. Sedangkan
pada tahap reduksi, mikroorganisme heterotrof bisa menggunakan beberapa jenis
akseptor elektron. Apabila tersedia oksigen, maka oksigen terlarut berperan
36
sebagai akseptor elektron utama dan prosesnya berlangsung dalam kondisi aerob.
Apabila tidak terdapat oksigen dan tersedia nitrat, maka nitrat berperan sebagai
akseptor elektron. Proses redoks kemudian terjadi dalam kondisi anoksik. Apabila
oksigen dan nitrat tidak tersedia, maka terbentuk kondisi anaerob dimana sulfat
atau karbon dioksida (pembentukan metan) merupakan akseptor elektron yang
potensial.
Gambar 2.8 Hubungan antara biomassa dengan substrat dalam berbagai
kondisi lingkungan sewer (Huisman, 2001)
Unsur utama yang memiliki peran penting dalam hal transformasi materi
organik di air buangan di jaringan sewer adalah C, H, O, N dan S. Karbon
merupakan unsur utama yang menunjukkan karakteristik spesifik. Untuk
membantu pemahaman, perlu dipelajari terlebih dahulu stabilitas unsur-unsur
tersebut dan hubungannya dengan elektron yang berada di atomnya untuk
37
membentuk molekul yang stabil. Penyeimbangan reaksi redoks dilakukan
berdasarkan transfer elektron dari tahap oksidasi ke tahap reduksi dengan
prosedur yang berdasarkan pada perhitungan energi dan kesetimbangan elektron.
Tahapannya adalah sebagai berikut :
1. Penyeimbangan elektron
2. Penyeimbangan muatan
3. Penyeimbangan H
4. Kendalikan O
2.4.1.2 Nitrifikasi dan Denitrifikasi
Menurut Lemmer (1994), konsentrasi bakteri nitrifikasi adalah 1000x
lebih rendah dari konsentrasi heterotrof yang tedapat di lapisan biofilm.
Denitrifikasi bisa terjadi selama air buangan mengandung nitrat, yang berasal dari
air tanah infiltrasi atau dari air minum. Kuhl dan Barker-Jorgensen (1992)
menunjukkan dengan pengukuran mikroelektroda bahwa kehadiran nitrat tidak
mempengaruhi kedalaman penetrasi oksigen. Hidrolisis urea dan protein
merupakan sumber penting untuk amonia di air buangan.
Gambar 2.9 Siklus nitrat di lapisan biofilm (Langeveld, 2002)
38
2.4.1.3 Reduksi Sulfur, Oksidasi dan Daur ulang
Senyawa sulfur bisa menjadi donor atau akseptor elektron di banyak
proses, karena menyumbangkan hampir 1% dari berat kering organisme dimana
mereka melayani fungsi organik dan enzimatik. Akan tetapi, sulfur yang terdapat
di saluran air buangan umumya dikenal untuk dampaknya dalam permasalahan
karat dan bau. Hal ini merupakan permasalahan operasional dan perawatan utama
di dalam sistem pengumpulan air buangan, yang dihasilkan oleh produksi,
transpor dan reaksi dari hidrogen sulfida (H2S), seperti dijelaskan di gambar.
Biofilm yang terdapat di saluran air buangan tebalnya hanya beberapa
milimeter, sedangkan reduksi sulfat bisa terjadi di lapisan biofilm yang lebih
dalam. Reoksidasi sulfat oleh oksigen bisa terjadi di lapisan yang lebih dekat ke
permukaan, tergantung dari konsentrasi oksigen bulkwater (Norsker et al, 1995).
Keterkaitan terhadap degradasi di saluran air buangan adalah bahwa COD
dikonversi menjadi CO2 dan biomassa selama siklus senyawa sulfur terjadi.
Siklus ini menghasilkan konversi COD menjadi CO2. Produksi biomassa untuk
tiap jumlah COD yang dikonversi lebih rendah dibandingkan dengan konversinya
dengan oksigen.
Gambar 2.10 Siklus senyawa sulfur di lapisan biofilm (Langeveld, 2002)
39
Gambar 2.11 Reaksi senyawa sulfat di atmosfer saluran air buangan
(Langeveld, 2002)
2.5 Kesetimbangan Massa
2.5.1 Hidrodinamika Saluran
2.5.1.1 Pemilihan Model Hidrodinamika
Konstanta waktu bisa digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
prioritas proses yang berbeda di dalam sistem. Metode ini diaplikasikan untuk
menentukan jenis model hidrodinamika. Skala waktu untuk proses di saluran air
buangan adalah waktu tinggal air buangan (didapat dari penelitian oleh Rumlang).
uL tr /sec=τ ( 7 )
Dimana L = panjang bagian
2.5.2 Kesetimbangan Massa Sewer
2.5.2.1 Kesetimbangan Dinamis
Persamaan kesetimbangan massa untuk oksigen di dalam saluran air
buangan bisa digambarkan sebagai berikut (Huisman, 2001) :
40
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛+
⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜
⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
suspensidalamkonversi
biofilmolehkonversi
keluaraliran
permukaanaerasire
masukaliran
akumulasi (8)
Persamaan ini juga bisa dikonversi menjadi persamaan matematis sebagai
berikut (Huisman, 2001) :
( ) wocr
wnfooo
cr
oo rAP
rSSAwkt
xS
ut
S,,
* .... −−−+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛∂∂
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛∂∂
(9)
Dimana :
So = Konsentrasi oksigen dalam cairan
t = waktu
u = rata-rata kecepatan
x = koordinat longitudinal
r o,w = tingkat konversi oleh biomassa tersuspensi
r o.f = tingkat penggunaan oksigen per luas permukaan
k t = kecepatan transfer massa fase cair
w = lebar permukaan
S*o = konsentrasi oksigen dalam kesetimbangan dengan atmosfer (konsentrasi
jenuh)
2.5.2.2 Kesetimbangan Tunak
Kesetimbangan massa dalam keadaan tunak bisa dijadikan perkiraan yang
baik ketika akumulasi yang muncul ternyata kecil dibandingkan dengan kondisi
transpor dan konversi, dan ketika karakteristik waktu pengukuran ternyata lebih
pendek dari perubahan yang terjadi di dalam fluks. Keseimbangan yang terjadi
adalah :
gwosurfoinowofoouto ,,,,,, φφφφφφ ++=++ (10)
Infiltrasi air tanah dimasukkan karena air buangan seringkali bocor.
Kondisi ini bisa mempengaruhi kesetimbangan massa. Persamaan secara utuhnya
adalah :
gwgwoolininwffon
outout SoQQSSakSoQQroArSoQ ,..)..(,...,.,. inf,*
, +−+=++ ττ (11)
41
Dimana :
Q = debit keluaran
Af = area biofilm basah
τr = waktu tinggal
Q = debit keluaran rata-rata
Kla = koefisien re-aerasi
A = daerah permukaan perubahan spesifik
Q gw,inf = infiltrasi air buangan
S o,gw = Konsentrasi oksigen air tanah
2.6 Model Aliran Reaktor
Reaktor adalah bentuk fisik dimana bioproses terjadi. Kompleksisitas dari
bentuk fisik ini akan bervariasi tergantung pada tingkat kontrol bioproses yang
diinginkan, dalam hubungannya dengan kebutuhan nutrisi dan kondisi lingkungan
(Wisjnuprapto, 1995). Berdasarkan pola alirannya, reaktor dapat dibedakan
menjadi reaktor kontinu dan tidak kontinu. Pada reaktor batch atau sistem tidak
kontinu, tidak terjadi aliran, baik masuk ataupun keluar dari reaktor. Reaktor
hanya menerima satu kali masukan pada awal pengoperasian reaktor, dan
dibiarkan bereaksi dalam jangka waktu tertentu pada kondisi tercampur sempurna.
Reaktor dengan sistem aliran kontinu menerima masukan secara terus menerus
begitu juga keluarannya agar volume cairan yang berada di reaktor konstan.
Reaktor dengan pola aliran tercampur merupakan suatu bejana terbuka dimana
terdapat persediaan reaktan yang konsentrasi kedalamnya dan buangan biomassa
serta produk hasil secara kontinu dari dalam dengan laju alir influen sama dengan
laju alir efluen. Pada pola aliran kontinu, dimana aliran terjadi secara terus
menerus baik pada inlet maupun outlet, reaktor ini berada pada kondisi stasioner,
dimana aliran masuk, keluar maupun kondisi proses yang terjadi dalam reaktor
tidak berubah dengan waktu. Sehingga waktu reaksi tidak sama dengan lamanya
reaksi berlangsung namun sama dengan lamanya reaktan dalam reaktor, yang
disebut waktu detensi (td).
42
Menurut Grady & Lim (1980), berdasarkan pola alirannya, reaktor kontinu
dapat dibedakan menjadi :
1. Reaktor CSTR (continuous flow stirred tank reactor)
Pada reaktor ini pengadukan dilakukan secara kontinu untuk memperoleh
konsentrasi reaktan yang seragam secara sempurna pada seluruh bagian
reaktor, sehingga sering disebut juga reaktor tercampur sempurna
(completely mixed). CSTR umumnya dilengkapi dengan alat pengaduk
yang dioperasikan dengan kecepatan yang cukup tinggi untuk
menghasilkan pengadukan sempurna, sehingga reaktan yang masuk ke
dalam reaktor akan tersebar secara merata ke seluruh bagian reaktor dan
sampel yang diambil dari setiap titik dalam reaktor mempunyai
konsentrasi yang sama.
2. Reaktor PFR (plug flow reactor)
Pada reaktor ini penyebaran reaktor seragam hanya terjadi pada arah tegak
lurus terhadap arah aliran, sedangkan sepanjang aliran dalam reaktor
terjadi gradien konsentrasi reaktan.
Pada kondisi lapangan, reaktor yang digunakan seringkali menunjukkan
penyimpangan terjadap sifat reaktor ideal, meski telah dirancang berdasarkan
kondsi ideal. Penyimpangan tersebut terjadi karena adanya pengadukan yang
kurang sempurna, short circuit (aliran langsung dari inlet menuju outlet),
recycling (aliran yang berputar-putar) atau terjadinya stagnant region / dead
space (Levenspiel,1995 dikutip dari Gustiani, 2007).
2.6.1 Reaktor Aliran Sumbat (PFR)
2.6.1.1 Gambaran Umum Reaktor Aliran Sumbat (PFR)
Plug Flow Reactor (PFR) atau reaktor aliran sumbat ditandai dengan rasio
lebar per panjang yang besar. Suspensi nutrien masuk ke dalam reaktor melalui
inlet sementara biomassa dan produk keluar melalui titik outlet. Konversi reaksi
terjadi antara inlet dan outlet (van Dam – Mieras et al, 1992) ditunjukkan pada
43
gambar 2.13. PFR ditunjukkan dengan adanya gradien konsentrasi dalam reaktor
searah aliran. Tidak terjadi pencampuran dalam arah aliran. Karena perbandingan
lebar dan panjang yang besar, isi reaktor dianggap tercampur sempurna dalam
arah tegak terhadap aliran. Setiap bagian terpisah dan yang bergerak melalui
reaktor dapat dianggap sebagai sistem reaktor kecil dalam reaktor itu sendiri.
Maka, PFR dapat dinyatakan sebagai sejumlah rangkaian CSTR.
Gambar 2.12 Gradien Konsentrasi PFR
Dalam reaktor PFR reaktan dimasukkan secara kontinu melalui inlet,
sedangkan efluen yang mengandung produk hasil dan sisa reaktan keluar melalui
outlet. Pada reaktor ini diasumsikan kecepatan aliran dan konsentrasi seragam
pada arah radial di setiap titik sepanjang reaktor. Antara reaktan dan produk hasil
tidak terjadi pencampuran baik dari arah longitudinal maupun dari arah aksial.
Oleh karena itu akan terjadi gradient konsentrasi reaktran dan produk hasil dalam
reaktor pada arah aliran (Benefield & Randall, 1980). Kecepatan aliran dan
konsentrasi di seluruh penampang reaktor adalah sama (Grady & Lim, 1980).
Oleh karena itu persamaan neraca massa untuk PFR secara keseluruhan dibuat
dengan meninjau elemen diferensial volum (dv). Pola aliran dalam reaktor dapat
menggambarkan apakah reaktor tersebut termasuk jenis aliran sumbat (PFR)
adalah dapat dihitung dengan rumus (Metcalf & Eddy, 2003) :
Faktor dispersi (D) = 1,01 ν NRe0,875 (12)
44
Dimana : ν = Kekentalan kinematik, cm/detik
D = Faktor dispersi, cm2/detik
NRe = Bilangan Reynolds
Nilai dispersi untuk menentukan pola aliran PFR adalah 0,1 – 1. Nilai yang
kecil ini disebabkan karena aliran dalam reaktor relatif tenang walaupun NRe >
4000. Pola PFR ditunjukkan dengan gradasi penurunan konsentrasi. Semakin
panjang reaktor konsentrasi semakin berkurang (Metcalf & Eddy, 2003). Untuk
model dispersi jika faktor dispersinya kecil atau sama dengan 0 (nol) (DL/VxL =
0), maka pola aliran yang terjadi adalah ideal Plug Flow. Sebaliknya, jika faktor
dispersinya besar (DL/VxL = ~) pola aliran yang terjadi adalah CSTR.
2.6.1.2 Kinetika Penyisihan Substrat pada Reaktor Aliran Sumbat
Faktor penting dalam pengolahan air buangan antara lain adalah
perubahan komposisi dan konsentrasi material yang terjadi dimana air buangan
diolah dalam reaktor. Perubahan ini disebabkan oleh transport hidrolik material ke
dalam dan keluar sebaik reaksi yang terjadi dalam reaktor. Definisi sistem dan
desain reaktor secara lengkap diperlukan untuk mengetahui laju perubahan yang
terjadi dan tingkat perubahannya (N.J Horan, 1993). Desain proses biologi
umumnya ditekankan pada laju berbagai komponen (misalnya bahan organik)
yang disisihkan dari air buangan dan laju biomassa yang dihasilkan dalam reaktor.
Laju perubahan ini penting karena secara langsung mempengaruhi ukuran reaktor
yang dibutuhkan untuk suatu derajat spesifik pengolahan tertentu. Reaksi kimia
dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1. Jumlah molekul yang bereaksi membentuk produk reaksi.
2. Kinetika orde reaksi.
Kebanyakan proses biologi menggunakan klasifikasi berdasarkan pada laju
kinetika yang terjadi. Pada reaksi-reaksi yang didasarkan pada kinetikanya, maka
berbagai orde reaksi dapat terjadi dan tergantung pada jenis organisme, substrat,
maupun kondisi lingkungan (Djumali & Suryani, 1994). Hubungan antara laju
45
reaksi, konsentrasi reaktan dan orde reaksi dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut :
Laju= (konsentrasi)n (13)
Atau dalam bentuk logaritmis :
Log (laju) = n log (konsentrasi) (14)
Dengan menerapkan persamaan diatas, hasil eksperimen dapat
diinterpretasikan untuk mendapatkan orde reaksi dan laju reaksi. Untuk suatu orde
reaksi yang konstan, apabila bentuk logaritma laju perubahan konsentrasi reaktan
pada rentang waktu tertentu dialurkan sebagai fungsi logaritmis dari konsentrasi
reaktan, maka diperoleh garis lurus (Djumali Mangunwidjaja & Ani Suryani,
1994). Metode untuk menganalisis data kecepatan reaksi pada PFR adalah metode
integral dan diferensial, yang mengekspresikan bentuk hubungan langsung
kecepatan reaksi sebagai fungsi konsentrasi. Dengan adanya pergerakan dalam
reaktor PFR, konsentrasi S menurun secara terus menerus.
Gambar 2.13 Plug Flow Reactor (van Dam – Mieras et al, 1992)
Gambar 2.13 menunjukkan sebuah PFR dengan laju aliran F, konsentrasi
substrat awal Csi, konsentrasi biomassa awal CMi, volume V dan luas penampang
A. Dikarenakan komposisi cairan dalam PFR tidak homogen (bertolak belakang
dengar reaktor CSTR dan batch), misalnya kandungan didekat inlet reaktor
A
∆Z
V
Z
F, Csi, CMi
46
didominasi oleh substrat, sedangkan mendekati outlet reaktor sel mikroba dan
produknya akan mendominasi. Hal tersebut menyebabkan dalam PFR aplikasi
hukum konservasi massa menerapkan kesetimbangan mikro. Untuk tiga spesies
sistem, S M + P persamaan kesetimbangan massa sepanjang aliran z pada PFR
dengan volume A. Δz, kecepatan alir vz sepanjang arah Z maka :
Untuk spesies S :
( ) ( )[ ] zARCvACvAzAdt
dCszzzszzzszz
s Δ+−=Δ Δ+ ....... (15)
Untuk spesies M :
( ) ( )[ ] zARCvACvAzAdt
dCMzzzMzzzMzz
M Δ+−=Δ Δ+ ....... (16)
Untuk spesies P :
( ) ( )[ ] zARCvACvAzAdt
dCPzzzPzzzPzz
P Δ+−=Δ Δ+ ....... (17)
Dimana :
Z = jarak dari inlet reaktor (L)
Δz = panjang fraksi kecil dari reaktor (L)
A = luas penampang reaktor (L2)
Rsz, RMz, RPz = laju penggunaan substrat spesifik, pembentukan biomassa dan
pembentukan produk (ML2T)
Csz, CMz, CPz = konsentrasi substrat, biomassa dan produk (ML-3)
Dengan asumsi keadaan steady state / tunak (kondisi dimana tidak ada
perubahan terhadap waktu), persamaan diatas dibagi dengan A dan Δz serta
mensubtitusikan vz dari F/A menghasilkan :
Untuk spesies S :
[ ] [ ]sz
zzszzszz R
zCC
v =Δ− Δ+. (18)
47
Untuk spesies M :
[ ] [ ]Mz
zzMzzMzz R
zCC
v =Δ− Δ+. (19)
Untuk spesies P :
[ ] [ ]Pz
zzPzzPzz R
zCC
v =Δ− Δ+. (20)
Dimana vz = kecepatan aliran sepanjang arah Z = laju alir/area = F/A
Persamaan diatas menggambarkan laju peningkatan penggunaan substrat,
pertumbuhan sel biomassa dan pembentukan produk. Selanjutnya persamaan
dalam bentuk diferensial menjadi :
Untuk spesies S :
Ps
Mz
MS
Mzszz Y
CrpYC
dzdC
v ..0
−−= μ (21)
Untuk spesies M :
MzMz
z Cdz
dCv .μ−= (22)
Untuk spesies P
MzPz
z Crpdz
dCv .= (23)
Sedangkan ss
szmaks
CKC
+=
.μμ dan PnPg kkrp += μ. (24)
Kondisi batas untuk ketiga persamaan diferensial tersebut adalah :
Csz = CSi pada z = 0
CMz = CMi pada z = 0
CPz = 0 pada z = 0
48
Dimana :
μ = laju pertumbuhan spesifik (t-1)
μmaks = laju pertumbuhan spesifik masksimum (t-1)
rp = laju pertumbuhan produk spesifik (MsL-3 t-1)
YMs0 = yield sel biomassa yang diamati (Mm Ms-1)
YPs = yield produk mikroba
CMz = konsentrasi biomassa pada titik sepanjang reaktor (Mm L-3)
kPg = koefisien pembentukan produk yang berhubungan dengan pertumbuhan
(MPMm-1)
kPn = koefisien pembentukan produk yang tidak berhubungan dengan
pertumbuhan (MPMm-1 t-1)
Gambar 2.14 Perubahan konsentrasi substrat, biomassa dan produk dalam
Plug Flow Reactor (van Dam-Mieras et al, 1992)
2.6.1.3 Model Pertumbuhan Mikroorganisme
Pada umumnya pertumbuhan bakteri pada substrat dapat digambarkan
melalui kinetika Monod (Schulz, 1994) dengan persamaannya sebagai berikut :
SKS
s
maks
+=
.μμ (25)
Dimana :
produk
biomassa
substrat
Kon
sent
rasi
(g .
m-3
)
Panjang (m)
49
μ = laju pertumbuhan spesifik
μm = laju pertumbuhan spesifik maksimum
S = konsentrasi substrat
Ks = nilai tetapan jenuh substrat
Gambar 2.15 menunjukkan bahwa nilai konstatnta laju pertumbuhan
spesifik merupakan fungsi dari konsentrasi awal nutrient pembatas pertumbuhan.
Semakin tinggi konsentrasi awal substrat tersebut maka semakin besar konstanta
laju pertumbuhan spesifik. Selanjutnya akan mencapai konsentrasti substrat
tertentu, laju pertumbuhan spesifik mulai mendekati asimtot tertentu yang
merupakan nilai maksimumnya. Setelah laju pertumbuhan spesifik mendekat nilai
maksimumnya maka nilainya menjadi konstan dan tidak tergantung pada
konsentrasi substrat (Grady & Lim, 1980).
Gambar 2.15 Hubungan μ dan S pada Persamaan Monod (Grady & Lim,
1980)
Ada tiga kondisi sehubungan dengan gambar yaitu :
1. Konsentrasi substrat S jauh lebih tinggi daripada harga Ks.
Dalam kondisi ini harga Ks dapat diabaikan, sehingga persamaan
menjadi : μ=μm (persamaan Blackman)
Kondisi ini menunjukkan bahwa laju reaksi konstan dan akan sama
dengan laju reaksi maksimum. Reaksi akan berorde nol.
µm
½ µm
Ks Konsentrasi Substrat
Laj
u Pe
rtum
buha
n Sp
esifi
k/µ
50
2. Konsentrasi substrat S jauh lebih rendah dari harga Ks.
Pada kondisi ini S dapat diabaikan, sehingga persamaan menjadi :
s
maks
KS.μ
μ = (26)
Karena nilai μm adalah konstan, persamaan menjadi
s
maks
Kk
μ= (27)
K menyatakan konstanta laju reaksi (waktu-1). Subtitusi dua persamaan
diatas, menjadi :
Sk.=μ (28)
Pada kondisi ini, laju reaksi sebanding dengan konsentrasi substrat S
sehingga reaksi akan berorde satu.
3. Konsentrasi substrat S memiliki harga yang sama dengan Ks, maka :
mmaks
SSS
μμ
μ21.
=+
= (29)
Salah satu teknik untuk menentukan nilai Ks dan μm adalah dengan
linearisasi persamaan Monod dan diplotkan ke dalam sebuah kurva. Salah satu
transformasi dari persamaan monod adalah persamaan Lineweaver-Burk. Bentuk
linear persamaan monod berdasarkan persamaan Lineweaver-Burk adalah :
m
s
m
KS μμμ
.111+= (30)
Plot antara μ1 terhadap
S1 yang diperlihatkan pada gambar memberikan
suatu persamaan garis regresi linier, dimana nilai Ks dapat dicari dari slope atau
kemiringan garis yang dibentuk sedangkan nilai dapat dicari dari interceptnya.
Ks menunjukkan afinitas sel terhadap substrat dimana nilai Ks merupakan
konsentrasi substrat pada saat mμμ21
= . Apabila sel mikroba memiliki afinitas
tinggi terhadap substrat yang ditunjukkan dengan nilai Ks yang rendah maka
energi aktivasi yang dibutuhkan mikroba untuk tumbuh juga rendah. Artinya
semakin rendah nilai Ks maka konsentrasi substrat untuk mencapai laju
51
pertumbuhan maksimum dari mikroba juga rendah. Jika bakteri ditumbuhkan
pada konsentrasi dibawah nilai Ksnya maka laju pertumbuhan maksimum dari
mikroba tidak akan tercapai. Sebaliknya jika mikroba ditumbuhkan pada
konsentrasi diatas nilai Ksnya maka sebanyak apapun substrat yang ditambahkan
tidak akan menaikkan laju pertumbuhan maksimum dari mikroba tersebut. Oleh
karena itu substrat yang diberikan pada mikroba untuk tumbuh sebaiknya sama
atau lebih tinggi dari nilai Ksnya.
Gambar 2.16 Linearisasi pers. Monod menggunakan Lineweaver-Burk plot
2.6.2 Kinetika Kimia dalam Sistem Mikrobial
Kinetika kimia dipengaruhi oleh kecepatan dari terjadinya reaksi kimia,
termasuk penggambaran kecepatan dalam sistem baik secara homogen maupun
heterogen. Proses mikrobial menggabungkan aktifitas dari sel hidup dengan
transpor reaktan kimia dan produk di antara fase air buangan, dinding sel dan di
dalam sel, semua proses mikrobial merupakan proses heterogen. Akan tetapi
untuk menyederhanakan, proses mikrobial yang terjadi di fase air buangan bisa
dianggap homogen, sedangkan proses yang terjadi di biofilm terjadi secara
heterogen.
1/S
1/µ Ks/µm
1/µm
-1/Ks
52
2.6.2.1 Reaksi Homogen
i. Reaksi Orde Nol
Reaksi orde nol tidak tergantung kepada konsentrasi reaktan, sehingga
kecepatan reaksinya setara dengan konstanta yang dikalikan dengan konsentrasi
reaktan dalam orde nol, yaitu :
(31)
Dimana : C = konsentrasi reaktan (g/m3)
t = waktu ( jam atau detik )
k = konstanta orde nol (g/m3jam atau g/m3detik )
Jika konsentrasi awal C pada t = t0 adalah C0, maka persamaan yang
berlaku adalah :
(32)
Dalam sistem mikrobial, reaksi orde nol bisa terjadi dalam kondisi dimana
biomassa atau konsentrasi substrat cukup tinggi bila dibandingkan dengan
perubahannya. Kondisi tersebut jarang ditemui di fase air buangan dalam sewer.
Akan tetapi, reaksi orde nol bisa terjadi bila faktor seperti area permukaan yang
mengalami adsopsi akan membatasi kecepatan reaksi.
ii. Reaksi Orde Satu
Reaksi orde satu tergantung pada konsentrasi dari reaktan yang terjadi
dalam faktor 1, atau bisa digambarkan dengan reaksi sebagai berikut :
(33)
Dimana : C = konsentrasi reaktan
t = waktu (jam atau detik)
k = konstanta kecepatan reaksi
53
Jika konsentrasi awal dari C untuk t = t0 adalah C0, maka persamaan yang
terjadi dalam integrasi t0 ke t adalah :
(34)
Seperti ditunjukkan di persamaan sebelumnya, sebuah reaksi orde satu
adalah seimbang dengan perubahan eksponensial sebuah senyawa. Sejumlah
proses mikrobial dalam kondisi sewer dianggap mengikuti jenis kinetika ini dan
reaksi orde satu digunakan untuk menggambarkan dekomposisi materi organik
oleh proses mikrobial di air buangan.
iii. Kinetika Pertumbuhan Terbatas
Jika kondisi pertumbuhan tidak terbatas, pertumbuhan eksponensial bisa
terjadi dan perubahan di biomassa dan substrat terjadi secara maksimal. Kinetika
pertumbuhan eksponensial mencapai tingkat maksimal dan memiliki kecepatan
pertumbuhan spesifik yang konstan dan waktu yang minimal juga konstan.
Persamaan yang menggambarkan fase ini adalah persamaan (1) dan (2).
Persamaan tersebut sangat penting untuk kondisi sewer, tidak hanya karena
kondisi pembatas pertumbuhan yang mungkin terbentuk. Persamaan tersebut juga
merupakan dasar untuk menggambarkan kinetika pertumbuhan dari biomassa
yang terjadi di bawah substrat atau kondisi pembatas lingkungan lainnya yang
bisa membatasi kecepatan pertumbuhan. Pertumbuhan yang dibatasi substrat
dalam lingkup ketersediaan yang direduksi oleh elektron donor dan akseptor
elektron merupakan hal yang sering ditemui dalam sistem sewer. Berdasarkan
konsep kinetika yang dikembangkan oleh Michaelis Menten untuk proses
enzimatik, Monod (1949) merumuskan, untuk kepentingan operasional, hubungan
antara konstanta kecepatan pertumbuhan maksimum dan aktual dengan
konsentrasi dari substrat yang membatasi.
54
2.6.2.2 Hubungan Temperatur dengan Kecepatan Reaksi Mikrobial, Kimia
dan Fisika-Kimia
Suhu di dalam saluran air buangan tergantung kepada beberapa kondisi
yang berbeda, yaitu iklim, sumber air buangan dan karakteristik sistem.
Konsorsium mikrobial yang berkembang di saluran air buangan ditentikan oleh
variasi suhu yang terjadi di dalam saluran air buangan tersebut, dan untuk
beberapa kasus, variasi harian. Sistem mikrobial yang berbeda bisa tumbuh dalam
kondisi suhu yang berbeda dan kecepatan proses yang relevan untuk
mikroorganisme bisa berubah tergantung pada suhu. Perubahan dalam jangka
waktu yang lama akan mempengaruhi populasi mikrobial yang tumbuh di dalam
saluran air buangan, sedangkan variasi dalam waktu singkat akan mempengaruhi
proses mikrobial yang terjadi di dalam sel dan tingkat difusi dari substrat.
Ketergantungan kecepatan reaksi proses mikrobial, kimiawi dan fisika-
kimia terhadap suhu bisa digambarkan dengan persamaan Arrhenius :
(35)
Dimana : k = konstanta kecepatan
T = suhu (K)
Ea = energi aktivasi reaksi (JKg/mol)
R = konstanta gas universal (R = 8,314 Jg/molK)
Apabila persamaan (54) diintegrasikan pada suhu T1 dan T2 dan
berhubungan dengan konstanta kecepatan k1 dan k2, maka hasilnya adalah
persamaan berikut :
(36)
55
Untuk menyederhanakan penggambaran dan apabila perbedaan suhunya
tidak terlalu besar, maka untuk reaksi mikrobial yang terjadi dalam saluran air
buangan, nilai koefisien suhu , dimana α adalah konstan. Hal ini
terjadi karena produk yang dihasilkan pada T1 dan T2 tidak banyak berbeda. Akan
tetapi, bila α tidak bisa dianggap konstan, maka mungkin dibutuhkan lebih dari
satu nilai α untuk menggambarkan ketergantungan temperatur aktual, dengan tiap
nilai yang berpengaruh terhadap sebagian dari keseluruhan proses.
Ketergantungan konstanta kecepatan terhadap temperaur pada rentang yang
mendekati konstan, maka nilai α bisa ditentukan dengan persamaan berikut,
dimana nilai α untuk proses yang spesifik hanya bisa ditentukan melalui
percobaan.
(37)
2.6.3 Nitrat dan Nitrit
Nitrogen dalam air dapat berada dalam berbagai bentuk : nitrit, nitrat,
amonia atau N yang terikat oleh bahan organik atau anorganik. Nitrit dan nitrat
merupakan bentuk nitrogen teroksidasi dengan tingkat oksidasi +3 dan +5. Nitrit
biasanya tidak bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses oksidasi
antara amonia dan nitrat yang dapat terjadi dalam air sungai, sistem drainase,
instalasi air buangan dan sebagainya. Sedangkan nitrat adalah bentuk senyawa
yang stabil. Bau yang berasal dari air seni dan tinja sebenarnya adalah amonia.
Amonia ini akan diubah menjadi nitrat oleh proses yang dinamakan nitrifikasi.
Nitrifikasi berjalan melalui dua tahap, dan setiap tahap melibatkan bakteri
yang berbeda. Pada tahap pertama terjadi oksidasi amonia menjadi nitrit oleh
ammonia oxidizing bacteria dengan hasil akhirnya adalah ion hidrogen dan ion
nitrit. Oleh nitrite oxidizing bacteria ion hidrogen dan ion nitrit ini dipecah
menjadi ion nitrat. Kedua bakteri itu hidup di tanah, air buangan, atau lingkungan
berair. Sayangnya, bakteri ini tak mudah diisolasi di laboratorium. Mereka lambat
berkembang biak dan dijumpai dalam jumlah terbatas di tanah. Untuk itu, para
56
mikrobiolog menggunakan teknik pengayaan sebelum mengembangbiakkannya
dalam medium tumbuh.
Nitrifikasi adalah oksidasi biologis amonia oleh oksigen menjadi nitrit dan
diikuti dengan oksidasi nitrit menjadi nitrat. Oksidasi amonia menjadi nitrit dan
kemudian menjadi nitrat dilakukan oleh dua jenis bakteri nitrifikasi. Tahap
pertama dilakukan oleh bakteri dalam genus Nitrosomonas dan Nitrosococcus,
sedangkan tahap keduanya dilakukan oleh bakteri dengan genus Nitrobacter,
keduanya menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk sintesa ATP. Bakteri
nitrifikasi adalah bakteri kemoautotrof yang menggunakan karbon dioksida
sebagai sumber karbon untuk pertumbuhannya. Nitrifikasi juga berperan penting
dalam penyisihan nitrogen di air buangan domestik. Tahap umumnya adalah
nitrifikasi yang diikuti oleh denitrifikasi. Tahap denitrifikasi terjadi dalam kondisi
aerob dan membutuhkan sumber karbon tambahan. Nitrifikasi adalah proses
oksidasi senyawa nitrogen, sebagaimana berikut :
NH3 + O2 → NO2− + 3H+ + 2e−
NO2− + H2O → NO3
− + 2H+ + 2e−
Menurut Rompas (1998), bakteri autotrof (bakteri nitrifikasi) dapat
menggunakan N-anorganik untuk melakukan nitrifikasi, seperti genus bakteri
Nitosomonas, Nitrosococcus, Nitrosospira, Nitrosovibrio, dan Nitrosolobus. Pada
proses tahap pertama reaksi berlangsung dari ammonium ke nitrit yang
melibatkan bakteri Nitrosomonos dan Nitrosococcus dengan persamaan reaksi
sebagai berikut:
NH4 + 3/2 O2 → NO2 + H2O + 2 H
Sedangkan reaksi kedua diperankan oleh bakteri Nitrobacter dan
Nitrococcus sp yang melakukan oksidasi dari nitrat ke nitrit dengan persamaan
reaksi sebagai berikut :
NO2 + ½ O2 → NO3+
57
Reaksi nitrifikasi seperti di atas dapat berlangsung jika adanya oksigen.
Proses oksidasi dari NO2 ke nitrit umumnya lebih cepat dari pada proses oksidasi
dari NH4 ke nitrit, dan nitrit ini terakumulasi di lingkungan.
Gambar 2.17 Siklus Nitrogen
Denitrifikasi merupakan proses reduksi senyawa N-nitrat menjadi gas
nitrogen dan/atau gas nitrogen oksida, dengan nitrogen bertindak sebagai
penerima hidrogen. Produksi nitrogen bebas dari senyawa-senyawa organik
tidaklah melalui aksi mikroorganisme, namun terbentuk secara tidak langsung
oleh saling tindak antara asam nitrat bebas dengan senyawa amino, yang
keduanya dihasilkan secara bersama melalui biang bakteri (Mas’ud, 1993).
Menurut Rompas (1998), dalam keadaan anaerob, bakteri aerob dapat
memanfaatkan nitrat untuk menggantikan oksigen sebagai penerima elektron,
sehingga mengurangi gas-gas produk akhir seperti NO, N2O atau N2, tahapan
dalam nitrifikasi adalah sebagai berikut:
8 NH4++ 2O2 → NO3
-+ H2O + 2H
58
Gas dinitrogen dan nitrogen oksida adalah dua komponen produk akhir
yang sangat penting dan N2 biasanya diproduksi dari N2O sedang dari NO dapat
terjadi tetapi dalam kondisi tertentu. Terbentuknya N2O dan N2 tidak saja dari
nitrat selama respirasi, tetapi dapat juga konversi dengan cara asimilasi ke NH4+
dalam komponen organik biomassa. Tentu pula mikroorganisme dapat merubah
NO3- ke NH4
+ melalui mekanisme diasimilasi pada kondisi anaerob, mekanisme
ini bersama denitrifikasi adalah proses memanfaatkan energi.
Gambar 2.18 Konsep Model Transformasi Anoksik (Abdul-Talib,
2002)
Studi tentang proses transformasi di fase air buangan dalam kondisi
anoksik dilaukkan oleh Abdul Talib (2002). Studi ini dilakukan untuk
mempelajari kinetika proses transformasi anoksik di fase air buangan pada air
buangan domestik. Hasil studi ini menunjukkan bahwa transformasi anoksik pada
air buangan terjadi dalam dua tahap pada nitrat dan nitrit yang berperan sebagai
akseptor elektron. Dalam saluran air buangan, nitrat dan nitrit tidak ditemukan
atau sangat sedikit. Akan tetapi, nitrat bisa digunakan untuk mengotrol
pembentukan hidrogen sulfida di saluran air buangan. Untuk proses denitrifikasi
air buangan akan terjadi penambahan nitrit. Setelah nitrat digunakan (25–75%),
nitrit yang terakumulasi akan tereduksi menjadi unsur nitrogen dan tidak terjadi
penambahan senyawa oksida nitrogen. Transformasi anoksik di biofilm memiliki
kecenderungan yang sama untuk penambahan nitrit. Konsep model trasnformasi
anoksik ditunjukkan oleh gambar 2.18.
59
Variasi yang umum ditemukan pada konsentrasi nitrat dan nitrit pada
tahap anoksik ditunjukkan oleh gambar 2.19. Transformasi anoksik terjadi pada
dua tahap. Pada tahap pertama, nitrat digunakan sehingga terjadi akumulasi nitrit,
sedangkan pada tahap 2 nitrit digunakan setelah nitrat habis bereaksi. Apabila
penambahan nitrit tidak sesuai dengan konsentrasi awal nitrat, bisa dianggap
bahwa nitrit sudah digunakan bersamaan dengan nitrat pada tahap 1. Berdasarkan
gambar tersebut, bisa dianggap bahwa pertumbuhan anoksik terjadi untuk nitrat
dan nitrit terlebih dahulu, kemudian baru untuk nitrit saja.
Gambar 2.19 Variasi konsentrasi nitrat dan nitrit pada kondisi
anoksik (Abdul-Talib, 2002)
2.7 Pengolahan Air Buangan Terintegrasi
Saluran pembuangan air buangan hanya mempertimbangkan sistem input di
batasan daerah dimana sewer tersambung dengan IPAL dan struktur overflow
yang mengalirkan air buangan yang tidak terolah ke badan air selama hujan.
Pendekatan tradisional untuk kinerja sewer membutuhkan pengembangan.
Dengan mempertimbangkan proses yang terjadi di dalam sewer sebagai bagian
dalam perancangan dan pengoperasian sewer, maka penambahan ini akan
memberikan sudut pandang yang baru untuk pengelolaan saluran air buangan dan
pembangunan yang berkelanjutan. Gambar 2.20 menggambarkan bahwa saluran
air buangan, IPAL dan badan air penerima tidak bisa dilihat sebagai unit satuan
60
tapi harus sebagai sebuah keseluruhan sistem yang terintegrasi. Oleh karena itu,
perhitungan teknis juga harus mempertimbangkan hal-hal berikut ini secara
menyeluruh :
- Sumber air buangan
- Sewer sebagai reaktor fisik, kimia dan biologis untuk air buangan yang
sedang disalurkan menuju hilir
- Interaksi saluran air buangan dengan IPAL
- Pengaruhnya terhadap badan air penerima.
Bukti bahwa sewer merupakan sebuah reaktor untuk proses kimia dan biologis
belum memiliki peran yang terlalu banyak dalam menentukan fungsi dari sebuah
sewer. Anggapan bahwa kualitas air buangan hanya digambarkan berdasarkan
kualitas yang masuk melalui inlet saat dialirkan menuju ke IPAL atau titik
pembuangan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, bisa dibuktikan bahwa air
buangan mengalami transformasi selama berada di dalam jaringan saluran air
buangan. Hal ini didukung oleh waktu retensi hidrolis yang cukup lama, namun
ini belum cukup untuk disertakan dalam pengelolaan air buangan secara
menyeluruh.
Gambar 2.20 Pengelolaan air buangan secara menyeluruh dengan
menyertakan sewer sebagai reaktor untuk reaksi kimia dan biologis
61
Proses bakteri heterotrof mendominasi transformasi yang terjadi di dalam
sewer. Terdapat persamaan dengan proses yang terjadi di instalasi pengolahan air
buangan secara biologis. Meskipun begitu, transformasi yang terjadi di dalam air
buangan dalam kondisi sewer dan lumpur aktif atau sistem biofilm terjadi dengan
cara yang berbeda. Kondisi lingkungan yang berpengaruh juga dimasukkan
sebagai faktor pertimbangan. Hidrolika dan penyaluran zat padat, detail
pemasangan, bahan dan desain tradisional juga pengelolaan akan sangat
berhubungan dengan proses biologis dan kimia. Oleh karena itu, sebuah
pendekatan baru diperlukan untuk menyertakan proses kimia dan biologi di dalam
sewer khususnya dalam tahap desain dan pengoperasian sewer. Adanya aspek
proses kimia dan biologis masih membutuhkan pengkajian yang lebih mendalam
dan pengalaman dalam mengaplikasikannya di jaringan air buangan masyarakat
perkotaan.