Upload
arinda-mustikasari
View
203
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ciuo[pk
Citation preview
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 1/15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan etiologinya, Sindroma Kompartemen dapat di klasifikasikan
menjadi penurunan volume kompartemen dan peningkatan tekanan struktur
kompartemen, sdangkan berdasarkan lamanya gejala, dapat dibedakan menjadi
akut dan kronik. Penyebab umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah
fraktur, trauma jaringan lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar. Sedangkan
sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas yang
berulang-ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, pemain sepak bola dan
militer.
Compartment syndrome paling sering melibatkan kompartemen flexor dari
lengan bawah dan kompartemen tibia anterior dari tungkai bawah (meskipun
dapat terjadi pada kompartemen osteofsial manapun).
Insiden compartment syndrome tergantung pada traumanya. Pada fraktur
humerus atau fraktur lengan bawah, insiden dari compartment syndrome
dilaporkan berkisar antara 0,6-2%. Pasien dengan kombinasi ipsilateral fraktur
humerus dan lengan bawah memiliki insiden sebesar 30%. Secara keseluruhan,
prevalensi compartment syndrome meningkat pada kasus yang berhubungan
dengan kerusakan vascular.
Insidens compartment syndrome yang sesungguhnya mungkin lebih besar
dari yan dilaporkan karena sindrom tersebut tidak terdeteksi pada pasien yang
keadaanya sangat buruk. Prevalensinya juga lebih besar pada pasien dengan
kerusakkan vaskular. Insiden yang sesungguhnya mungkin tidak akan diketahui
karena banyak ahli bedah melakukan profilaksis fasiotomi ketika melakukan
perbaikkan vaskuler pada pasien risiko tinggi.
Sindrom Kompartemen Page 1
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 2/15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom Kompertemen
2.1 Definisi
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan dalam suatu kompartemen sehingga mengakibatkan
penekanan terhadap saraf, pembuluh darah dan otot di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan
interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti
dengan kematian jaringan.
2.2 Anatomi
Kompartemen merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang,
interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, saraf dan
pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana
fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok.
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak
yaitu terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan posterior), di lengan
bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, dan posterior). Di anggota gerak
bawah, terdapat tiga kompartemen di tungkai atas (kompartemen anterior, medial,
dan kompartemen posterior), empat kompartemen di tungkai bawah
(kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, posterior profundus).
Sindrom kompartemen yang paling sering terjadi di daerah tungkai bawah dan
lengan atas.Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor.
Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus, kompartemen lateral
memiliki nervus peroneus superfisial, kompartemen posterior profunda memiliki
nervus tibialis posterior dan kompartemen posterior superfisial memiliki nervus
suralis. Ketika tekanan kompartemen meningkat, suplai vaskuler ke nervus akan
terpengaruh menyebabkan timbulnya parestesia.
Sindrom Kompartemen Page 2
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 3/15
Tabel 1. Letak dan Isi Kompartemen
Letak Kompartemen Isi
Lengan
Atas
Anterior M. Biceps brachii, M. Coracobrachialis, M.
Brachialis;
A. Brachialis;
N. Musculocutaneus
Struktur yang Menembus Kompartemen : N.
Musculocutaneus, N. Medius, M. Ulnaris, A.
Brachialis, V. Basilica
Posterior M. Triceps brachii;
A. Profunda brachii, A. Collateralis ulnaris;
N. Radialis
Struktur yang Menembus Kompartemen : N.
Radialis dan N. Ulnaris
Lengan
Bawah
Anterior M. Pronator teres, M. Flexor carpi radialis, M.
Palmaris longus, M. Flexor carpi ulnaris, M.
Flexor digitorum superficialis, M. Flexor
pollicis longus, M. Flexor digitorum profundus,
M. Pronator quadratus;
A. Ulnaris, A. Radialis;
N. Medianus
Lateral M. Brachioradialis, m. Flexor carpi radialis
longus;
A. Radialis, a. Brachialis;
N. Radialis
Posterior M. Extensor carpi radialis brevis, M. Extensor
digitorum, M. Extensor digiti minimi, M.
Extensor carpi ulnaris, M. Anconeus, M.
Supinator, M. Abductor pollicis longus, M.
Extensor pollicis brevis, M. Extensor pollicis
longus, M. Extensor indicis;
Arteriae interoseus anterior dan posterior;
Ramus profundus nervi radialis
Tungkai Anterior M. Sartorius, M. Iliacus, M. Psoas, M.
Sindrom Kompartemen Page 3
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 4/15
Atas Pectineus, M. Quadriceps femoris;
A. Femoralis;
N. femoralis
Medial M. Gracilis, M. Adductor longus, M. Adductor
brevis, M. Adductor magnus, M. Obturatorius
externus;
A. profunda femoris, A. Obturatoria;
N. obturatorius
Posterior M. Biceps femoris, M. Semitendinosus, M.
Semimembranosus, M. Adductor magnus;
Cabang-cabang a. Profunda femoris
Tungkai
Bawah
Anterior M. Tibialis anterior, M. Extensor digitorum
longus, M. Peroneus tertius, M. Extensor
hallucis longus, M. Extensor digitorum brevis;
A. Tibialis anterior;
N. Peroneus profundus
Lateral M. Peroneus longus, M. Peroneus brevis;
Cabang-cabang dari a. Peronea;
N. peroneus superficialisPosterior
Superfisial
M. Gastrocnemius, M. Plantaris, M. Soleus;
A. Tibialis posterior;
N. Tibialis
Posterior
Profundus
M. Popliteus, M. Flexor digitorum longus, M.
Flexor hallucis longus, M. Tibialis posterior;
A. Tibialis posterior;
N. Tibialis
2.3 Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal
normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah
kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan hipoksia.
Sindrom Kompartemen Page 4
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 5/15
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan
terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah meninggi. Pada
titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler, menyebabkan
kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan dalam kompartemen
semakin meningkat. Penekanan saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri
hebat.
Bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia jaringan
( pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang
akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen tersebut.
Ada 3 teori tentang penyebab iskemia, yaitu:
1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
2. “Theori of critical closing pressure.” Akibat diameter yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang tinggi, tekanan transmural secara signifikan
berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini dibutuhkan untuk
memelihara patensi. Bila tekanan jaringan meningkat atau tekanan arteriol
menurun perbedaan tidak ada, yaitu critical closing pressure dicapai,
arteriol akan menutup.
3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan jaringan
melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara kontinyu dari kapiler,
tekanan vena secara kontinyu akan meningkat pula sampai melebihi
tekanan jaringan dan drainase vena dibentuk kembali.
Sedangkan respon otot terhadap iskemia yaitu dilepaskannya histaminelike substances mengakibatkan dilatasi kapiler dan peningkatan permeabilitas
endotel. Ini berperan penting pada transudasi plasma dengan endapan sel darah
merah ke intramuskular dan menurunkan mikrosirkulasi.
Alasan yang mendasari untuk peningkatan tekanan pada sindrom
kompartemen yaitu peningkatan isi cairan atau berkurangnya ukuran
kompartemen.
1. Peningkatan isi cairan dapat disebabkan sebagai berikut :
Sindrom Kompartemen Page 5
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 6/15
a. Penggunaan otot yang terus-menerus (antara lain : tetanus, kejang)
b. Aktivitas sehari-hari (bersepeda, menunggang kuda)
c. Terbakar
d. Injeksi intraarterial (paling sering karena iatrogenik)
e. Osmolaritas serum menurun
f. Perdarahan (terutama dari cedera pembuluh darah yang besar)
2. Penurunan volume kompartemen dapat disebabkan sebagai berikut :
a. Military Antishock Trousers (MAST)
b. Terbakar
c. Penutupan defek fascia
d. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2.4 Manifestasi klinik
Secara klasik ada 5 P yang terkumpul dalam sindrom kompartemen, yaitu
Pain, Paresthesia, Pallor, Paralysis, Pulseness.
1. Pain (Nyeri ) :
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika
ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting,
terutama jika munculnya nyeri tak sebanding dengan keadaan klnik (pada
anak-anak tampak semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak
dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang
spesifik dan sering. Gambarannya biasa berat, konstan dan nyeri terlokalisasi.
2. Parestesia : Rasa kesemutan
3. Pallor (pucat) : diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut
4. Pulseness : berkurangnya atau hilangnya denyut nadi.
5. Paralisis : merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang
berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom
kompartemen.. Pemeriksaan dengan uji sensasi raba dengan jarum dan peniti )
pada saraf kulit.
Sindrom Kompartemen Page 6
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 7/15
Gambar 1. Sindrom Kompartemen
2.5 Diagnosis
Dalam mendiagnosis suatu kasus sindrom kompartemen, sama seperti
kasus lainnya, dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik menyeluruh dan
dengan bantuan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan carilah tanda-tanda
khas dari sindrom kompartemen yang ada pada pasien, karena dapat membantu
penegakkan diagnosis.
Pada anamnesis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri hebat
setelah kecelakaan atau patah tulang, ada dua yang dapat dijadikan dasar untuk
mendiagnosis kompartemen sindrom yaitu nyeri dan parestesia (namun parestesia
gejala klinis yang datangnya belakangan).
Pada pemeriksaan fisik kita harus mencari tanda-tanda fisik tertentu yang
terkait dengan sindrom kompartemen, diawali dengan rasa nyeri dan rasa terbakar,
penurunan kekuatan dan akhirnya kelumpuhan ekstremitas. Pada bagian distal
didapatkan pallor (pucat) dan pulseness (denyut nadi melemah) akibat
menurunnya perfusi ke jaringan tersebut. Menindak lanjuti pemeriksaan fisik
penting untuk mengetahui perkembangan gejala yang terjadi, antara lain nyeri
pada saat istirahat atau saat bergerak dan nyeri saat bergerak ke arah tertentu,
terutama saat peregangan otot pasif dapat meningkatkan kecurigaan kita danmerupakan awal indikator klinis dari sindrom kompartemen. Nyeri tersebut
biasanya tidak dapat teratasi dengan pemberian analgesik termasuk morfin.
Kemudian bandingkan daerah yang terkena dan daerah yang tidak terkena.
Nyeri yang dikeluhkan pasien, harus kita pantau dan pertimbangkan ada
saraf yang terkena.
a. Saraf sensoris mulai hilang kemampuannya, diikuti oleh saraf motorik.
b. Beberapa saraf dapat mengakibatkan efek meningkatkan tekanan.
Sindrom Kompartemen Page 7
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 8/15
c. Sebagai contoh, dalam kompartemen tungkai bawah bagian depan, saraf
peroneal cepat terpengaruh, dan sensasi di anatara jari-jari kaki bisa hilang.
2.6 Diagnosis BandingDiagnosis yang paling sering membingungkan dan sangat sulit dibedakan
dengan sindrom kompartemen adalah oklusi arteri dan kerusakan saraf primer,
dengan beberapa ciri yang sama yang ditemukan pada masing-masingnya.
Pada sindrom kompartemen kronik didapatkan nyeri yang hilang timbul,
dimana nyeri muncul pada saat berolahraga dan berkurang pada saat beristirahat.
Sindrom kompartemen kronik dibedakan dengan claudikasio intermitten yang
merupakan nyeri otot atau kelemahan otot pada tungkai bawah karena latihan dan
berkurang dengan istirahat, biasanya nyeri berhenti 2-5 menit setelah beraktivitas.
Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi atau obstruksi pada arteri bagian
proksimal, tidak ada peningkatan tekanan kompartemen dalam hal ini. Sedangkan
sindrom kompartemen kronik adanya kontraksi otot berulang-ulang yang dapat
meningkatkan tekanan intramuskuler sehingga menyebabkan iskemia kemudian
menurunkan aliran darah dan otot menjadi kram. Diagnosis banding dari sindrom
kompartemen antara lain :
1. Selulitis
2. Coelenterate dan Jellyfish Envenomations
3. Deep Vein Trombosis dan Thrombophlebitis
4. Gas Ganggrene
5. Necrotizing Fasciitis
6. Peripheral Vascular Injuries
7. Rhabdomyolis
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus-kasus dengan sindrom kompartemen dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, antara lain :
1. Laboratorium
Sindrom Kompartemen Page 8
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 9/15
Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk
mendiagnosis kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan diagnosis
banding lainnya.
a. Complete Metabolic Profile (CMP)
b. Hitung sel darah lengkap
c. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
d. Serum myoglobin
e. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi tidak
membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
f. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat mengarah
ke diagnosis rhabdomyolisis.
g. Protrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTTT)
2. Imaging
a. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam memvisualisasi
Deep Vein Thrombosis (DVT)
3. Pemeriksaan Lainnya
a. Pengukuran tekanan kompartemen
Gambar 2. Alat Pengukur Tekanan Kompartemen
b. Pulse oximetry Sangat membantu dalam mengidentifikasi
hipoperfusi ekstremitas, namun tidak cukup sensitif.
2.8 Tatalaksana
Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, biasanya dengan
bedah dekompresi. Tindakan non-operatif tertentu mungkin bisa berhasil, seperti
Sindrom Kompartemen Page 9
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 10/15
menghilangkan selubung eksternal. Jika hal tersebut tidak berhasil maka tindakan
operasi dekompresi perlu dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk operasi
dekompresi sulit untuk ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen
memiliki individualitas yang berpengaruh pada cara untuk menindaklanjutinya.
Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi kompartemen sindrom
sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun fasciotomi
disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti timing , masih
diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular
adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi.
Penanganan sindrom kompartemen meliputi :
1. Terapi medikamentosa/non operatif
Pemilihan terapi secara medikamentosa digunakan apabila masih menduga
suatu sindrom kompartemen, yaitu :
a. Menempatkan ekstremitas yang terkena setinggi jantung, untuk
mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari
karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat
iskemia.
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan
pembalut konstriksi dilepas.
c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindrom kompartemen.
d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,
dengan memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi
sel otot yang nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
2. Terapi pembedahan / operatif
Terapi operatif untuk sindrom kompartemen apabila tekanan
intrakompartemen lebih dari 30 mmHg memerlukan tindakan yang cepat dan
segera dilakukan fasciotomi. Tujuannya untuk menurunkan tekanan dengan
Sindrom Kompartemen Page 10
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 11/15
memperbaiki perfusi otot. Apabila tekanannya kurang dari 30 mmHg, tungkai
dapat diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya,
kalau keadaan tungkai itu membaik, evaluasi klinik yang berulang-ulang
dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada perbaikan, atau kalau
tekanan kompartemen meningkat, fasiotomi harus segera dilakukan. Keberhasilan
dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam.
Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi
ganda. Tidak ada keuntungan yang utama dari kedua teknik ini. Insisi ganda pada
tungkai bawah paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif,
sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko
kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah, fasiotomi dapat berarti
membuka ke empat kompartemen, kalau perlu dengan mengeksisi satu segmen
fibula. Luka harus dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan
debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan), atau
dilakukan pencangkokan kulit.
Terapi untuk sindrom kompartemen biasanya adalah operasi. Insisi
panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan yang meningkat di
dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka (ditutup dengan pembalut steril) dan
ditutup pada operasi kedua, biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis
otot, dapat dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa
regangan), atau skin graft mungkin diperlukan untuk menutup luka ini.
Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi antara lain:
1. Adanya tanda-tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.
2. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien koma, pasien
dengan masalah psikiatrik, dan dibawah pengaruh narkotik) dengan tekanan
jaringan lebih dari 30 mmHg pada pasien yang diharapkan memiliki tekanan
jaringan yang normal.
Bila ada indikasi, operasi dekompresi harus segera dilakukan karena
penundaan dapat meningkatkan kemungkinan kerusakan jaringan intra-
kompartemen.
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen.
Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya hipertensi
Sindrom Kompartemen Page 11
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 12/15
intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom kompartemen, pengukuran
tekanan dan konsultasi yang diperlukan harus segera dilakukan secepatnya.
Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk semua
sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa torniket untuk
mencegah terjadinya periode iskemia yang berkepanjangan dan operator juga
dapat memperkirakan derajat dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap
yang berpotensi membatasi ruang, termasuk kulit, dibuka di sepanjang daerah
kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada palpasi setelah prosedur
selesai. Debridemant otot harus seminimal mungkin selama operasi dekompresi
kecuali terdapat otot yang telah nekrosis.
2.9 Komplikasi
Tekanan yang tidak dapat teratasi dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis
jaringan, saat perfusi kapiler mengalami gangguan terjadi hipoksia pada jaringan.
Hal ini dapat meningkatkan Volkman contracture. Bila semakin parah tidak
teratasi maka akan terjadi rhabdomyolis dan kidney failure.
Sindrom kompartemen dapat mengalami komplikasi antara lain :
1. Kerusakan saraf yang permanen
2. Infeksi
a. Sepsis
b. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
3. Deformitas kosmetik akibat fasciotomi
4. Kehilangan anggota tubuh
5. Kematian
2.10 Prognosis
Prognosis pada kasus sindrom kompartemen bisa menjadi baik atau
bertambah buruk, tergantung seberapa cepat penanganan kompartemen sindrom
dilaksanakan dan pada ada tidaknya komplikasi.
Sindrom Kompartemen Page 12
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 13/15
2.11 Pencegahan
1. Lakukan pemeriksaan dengan yang ahli dan dipantau
perkembangan
2. Hubungi atau kembali ke rumah sakit bila nyeri terasa berat, kaku,
sensasi terbakar atau kelemahan pada ekstremitas yang terkena.
3. Rujuk bila sindrom kompartemen disertai dengan :
a. ketidakmampuan atau tidak akurat dalam mendiagnosis
sindrom kompartemen karena keterbatasan alat atau diagnostik imaging
b. Penanganan dengan bedah yang tidak memadai
c. Tidak tersedianya fasilitas ICU
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Kompartemen Page 13
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 14/15
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan dalam suatu kompartemen sehingga mengakibatkan penekanan terhadap
saraf, pembuluh darah dan otot didalam kompartemen osteofasial yang tertutup.
Kompartemen merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang, interosseus
membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, saraf dan pembuluh darah.
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak. Sindrom
kompartemen paling sering terjadi di tungkai bawah dan lengan atas.
Dapat disimpulkan bahwa compartment syndrome adalah sindrom yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam
kompartemen osteofasial yang kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah
(di antara lutut dan pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi
otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan
kerusakan jaringan di dalam kompartemen tersebut dan pada pemeriksaan
ditemukan tekanan intrakompartemen yang meningkat di atas 45 mmHg atau
selisihnya dari tekanan diastolik kurang dari 30 mmHg serta ditandai dengan
tanda dan gejala berupa 7P yaitu pain (nyeri), paresthesi, pallor (pucat), puffiness
(kulit yang tegang), pulselessness (hilangnya pulsasi), paralisis, dan poikilotermis
(dingin).
Untuk penatalaksanaan sindrom kompartemen dapat dilakukan dengan
menempatkan ekstremitas yang terkena sejajar dengan jantung dan harus segera
dilakukan fasciotomi untuk mencegah kerusakan jaringan intrakompartemen.
Pada pasien ini fasciotomi dilakukan segera setelah pasien dirawat di rumah sakit.
Penatalaksanan yang dianjurkan pada pasien ini meliputi ketorolac sebagai
analgesik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien. Ceftriaxon dan
gentamisin diberikan sebagai antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi pada pasien ini. Pada pasien ini juga diberikan ranitidine untuk mencegah stress ulcer.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, A Grahm. Solomo, Louis. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur system
Apley. Edisi ketujuh. 2007. Jakarta: Widya Medika.
Sindrom Kompartemen Page 14
7/16/2019 135116405-Sindrom-Kompartemen
http://slidepdf.com/reader/full/135116405-sindrom-kompartemen 15/15
2. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. 2006.
Jakarta : EGC.
3. Snell, Richard S.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi keenam.
2006. Jakarta : EGC.
4. Salter R B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System;
edisi ke-3. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2009: 464, 468-476.
5. Skinner H B. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics; edisi ke-2.
Singapore: The McGraw-Hill Companies, 2008: 60-61, 352, 504-506
6. Netter FH. Interactive Atlas of Human Anatomy. 2010. NDMC. 934-935.
Sindrom Kompartemen Page 15