16
BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek dapat menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya. Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Rasa sakit di bagian dahi, pipi, hidung atau daerang diantara mata terkadang dibarengi dengan demam, sakit kepala, sakit gigi atau bahan kepekaan indra penciuman kita merupaan salah satu gejala sinusitis. Terkadang karena gejala yang kita rasakan tidak spesifik, kita salah mengartikan gejala-gejala tersebut dengan penyakit lain sehingga membuat penyakit sinusitis yang diderita berkembang tanpa diobati. Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Selain itu dapat juga disebabkan oleh rhinitis akut, infeksi faring yaitu faringitis, adenoiditis dan tonsillitis. Penyebab lainnya ialah infeksi gigi rahang atas (Molar), berenang, menyelam dan trauma. Untuk lebih mengenal lagi tetang sinusitis dan pengobatannya, berikut uraiannya.

139711871-Rinosinusitis

  • Upload
    marx

  • View
    6

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

1

Citation preview

Page 1: 139711871-Rinosinusitis

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek dapat menyebabkan suatu

sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi

peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya.

Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara

yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang

berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang

kiri dan kanan. Rasa sakit di bagian dahi, pipi, hidung atau daerang diantara mata

terkadang dibarengi dengan demam, sakit kepala, sakit gigi atau bahan kepekaan

indra penciuman kita merupaan salah satu gejala sinusitis.

Terkadang karena gejala yang kita rasakan tidak spesifik, kita salah

mengartikan gejala-gejala tersebut dengan penyakit lain sehingga membuat penyakit

sinusitis yang diderita berkembang tanpa diobati.

Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Selain itu dapat juga

disebabkan oleh rhinitis akut, infeksi faring yaitu faringitis, adenoiditis dan tonsillitis.

Penyebab lainnya ialah infeksi gigi rahang atas (Molar), berenang, menyelam dan

trauma. Untuk lebih mengenal lagi tetang sinusitis dan pengobatannya, berikut

uraiannya.

Page 2: 139711871-Rinosinusitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Hidung

Ada 3 struktur penting dari anatomi hidung, yaitu :

Dorsum nasi (batang hidung)

Septum nasi

Kavum nasi

Dorsum Nasi (Batang Hidung)

Ada 2 bagian yang membangun dorsum nasi, yaitu :

Bagian kaudal dorsum nasi.

Bagian kranial dorsum nasi.

Bagian kaudal dorsum nasi merupakan bagian lunak dari batang hidung yang

tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan ikat yang keras

menghubungkan antara kulit dengan perikondrium pada kartilago alaris.

Bagian kranial dorsum nasi merupakan bagian keras dari batang hidung yang

tersusun oleh os nasalis kanan & kiri dan prosesus frontalis ossis maksila.

Septum Nasi

Fungsi septum nasi antara lain menopang dorsum nasi (batang hidung) dan

membagi dua kavum nasi.

Ada 2 bagian yang membangun septum nasi, yaitu :

Bagian anterior septum nasi.

Bagian posterior septum nasi.

Bagian anterior septum nasi tersusun oleh tulang rawan yaitu kartilago

quadrangularis. Sedangkan bagian posterior septum nasi tersusun oleh lamina

perpendikularis os ethmoidalis dan vomer. Kelainan septum nasi yang paling sering

kita temukan adalah deviasi septi.

Kavum Nasi

Ada 6 batas kavum nasi, yaitu :

Batas medial kavum nasi yaitu septum nasi.

Batas lateral kavum nasi yaitu konka nasi superior, meatus nasi superior,

konka nasi medius, meatus nasi medius, konka nasi inferior, dan meatus

nasi inferior.

Page 3: 139711871-Rinosinusitis

Batas anterior kavum nasi yaitu nares (introitus kavum nasi).

Batas posterior kavum nasi yaitu koane.

Batas superior kavum nasi yaitu lamina kribrosa.

Batas inferior kavum nasi yaitu palatum durum.

II. Anatomi Sinus Paranasal

Ada 2 golongan besar sinus paranasalis, yaitu :

Golongan anterior sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis

anterior, dan sinus maksilaris.

Golongan posterior sinus paranasalis, yaitu sinus ethmoidalis posterior dan

sinus sfenoidalis.

1. Sinus Maksila

Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil disebelah medial orbita.

Mula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus

mengalami penurunan, sehingga pada usia 8 tahun menjadi sama tinggi .

Perkembangannya berjalan kearah bawah, bentuk sempurna terjadi setelah erupsi

gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun. Sinus

maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, bentuk

piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya kearah

apeks prosessus zygomaticus os maksila.

2. Sinus Frontal

Perkembangan sinus frontal dimulai pada bulan keempat kehamilan kemudian

berkembang kearah atas dari hidung pada bagian frontal reses .

Sinus frontal terletak pada tulang frontal dibatas atas supraorbital dan akar hidung.

Sinus ini dibagi dua oleh sekat secara vertikal dibatas midline dengan ukuran masing-

masing yang bervariasi. Sinus frontal sangat berhubungan erat dengan tulang etmoid

anterior .

Dinding posterior dari sinus ini melebar secara inferior obliq dan posterior dimana

nantinya akan bertemu dengan atap dari orbita. Ostium alami dari sinus ini terletak di

anteromedial dari dasar sinus. Sel-sel infraorbita bisa terobstruksi dan membentuk

mukokel yang terisolasi dari ostium dan sinus etmoid .

3. Sinus Etmoid

Sel-sel etmoid mulai terbentuk pada bulan ketiga dan keempat setelah kelahiran

yang merupakan invaginasi dari dinding lateral hidung pada daerah meatus medial

Page 4: 139711871-Rinosinusitis

(etmoid anterior) dan meatus superior (etmoid posterior). Saat setelah lahir, biasanya

tiga atau empat sel baru tampak.

Anatomi dari sinus etmoid ini cukup kompleks, bervariasi dan merupakan subjek

penelitian yang baik. Sinus etmoid memiliki dinding yang tipis dengan jumlah dan

ukuran yang bervariasi. Pada bagian lateral berbatasan dengan dinding medial orbita

(lamina papyracea) dan bagian medial dari kavum nasi .

Sinus ini terletak di inferior dari fossa kranial anterior dekat dengan midline.

Beberapa sel melebar mengelilingi frontal sfenoid dan tulang maksila. Kelompok sel

anterior kecil-kecil dan banyak, drainasenya melalui meatus media, sedangkan sel-sel

posterior drainasenya melalui meatus superior .

4. Sinus Sfenoid

Sinus sfenoid mulai berkembang saat bulan ketiga setelah kelahiran yang

merupakan invaginasi dari mukosa bagian superior posterior dari kavum nasi, yang

juga dikenal sebagai sphenoethmoidal recess .

Pneumatisasi sfenoid ini terjadi selama pertengahan usia kanak-kanak dan

mengalami pertumbuhan yang cepat saat berusia 7 tahun. Sinus ini mengalami

pertumbuhan maksimal dan terhenti setelah berusia 12 sampai 15 tahun.

Sumber : Anatomy and Function of Nasal Cavity

http://www.sinus-cure.com.au/nasanat.htm

Page 5: 139711871-Rinosinusitis

Fungsi Sinus Paranasal :

Pengkondosian udara dan penahan suhu sebagai termoregulator.

Membantu keseimbangan kepala dan meringankan tulang wajah

Resonansi suara

Peredam tekanan dan frekuensi udara

Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

SINUSITIS

a. Definisi

Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi

sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus spenoidalis. Sinusitis yang

paling sering terjadi adalah sinusitis maxillaris dan sinusitis etmoidalis.

b. Patofisiologi Sinusitis

Kesehatan sinusitis di pengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya

klirens mukosiliar di dalam KOM. Mucus juga mengandung antimicrobial dan zat-zat

yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk

bersama udara pernapasan. Organ–organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan

dan bila terjadi edema, mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga

silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di

dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.

Kondisi ini bisa di anggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh

dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media

baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini

di sebut rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak

berhasil (misalnya kerena faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia

dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan

rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik

yaitu hipertropi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini

mungkin di perlukan tindakan operasi.

Page 6: 139711871-Rinosinusitis

c. Faktor Predisposisi

1. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan atau penyakit sistemik

2. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran:

a. Atresia atau strenosis koana

b. Deviasi septum

c. Hipertrofi konka media

d. Polip yang dapat terjadi pada 30 % anak yang menderita fibrosis kistik

e. Tumor atau neoplasma

f. Hipertrofi adenoid

g. Udem mukosa karna infeksi atau alergi

h. Benda asing

3. Kelainan imunologi seperti imunodefisiensi karna leukemia dan imunosupresi

karna obat

4. Kelainan akar gigi rahang atas pada gigi molar.

d. Klasifikasi Sinusitis

Berdasarkan waktu :

1. Akut

Sumber :

Chronic Sinusitis Pain

http://www.howtocopewithpain.org/blog/3735/chronic-sinusitis-pain/

Page 7: 139711871-Rinosinusitis

Yaitu kurang dari 12 minggu, frequensi serangan/eksaserbasinya kurang dari 4x

dalam 1 tahun, mukosanya dapat sembuh dengan sempurna.

2. Kronis

Lebih dari 12 minggu, frequensi serangan/eksaserbasinya lebih dari 4x dalam 1

tahun, mukosanya abnormal jadi tidak sembuh dengan sempurna.

Berdasarkan lokasi :

1. Sinus frontal

2. Sinus maxila

3. Sinus sfenoid

4. Sinus etmoid

Berdasarkan jumlah sinus yang terkena :

1. Multisinusitis

Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus paranasal.

2. Pansinusitis

Peradangan yang mengenai mukosa seluruh sinus paranasal.

e. Gejala Sinusitis

Gejala utama pada sinusitis ialah pilek, dan lebih dari 2 minggu pada rinosinusitis

kronis. Gejala lainnya ialah mengalami demam dan badan terasa lesu, adanya

gangguan penciuman, adanya lender dari tenggorokan (post nasal drip) dan terdapat

rinopuluren. Gejala penyertanya berupa rasa nyeri dan rasa berat pada wajah.

f. Pemeriksaan fisik dan penunjang

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan :

1. Rinoskopi Anterior dan Posterior

2. Pemeriksaan Nasoendoskopi

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.

Pemeriksaan penunjang yang penting, yaitu antara lain :

1. Foto Polos atau CT Scan

Foto polos pada posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu

menilai kondisi sinus – sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan

akan terlihat perselubungan, batas udara – cairan ( air fluid level ) atau

penebalan mukosa.

Page 8: 139711871-Rinosinusitis

CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu

menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus

secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan

sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan

pengobatan atau pra – operasi sebagai panduan operator saat melakukan

operasi sinus.

2. Pemeriksaan Transiluminasi Sinus

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau

gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas

kegunaannya.

3. Pemeriksaan Mikrobiologik

Pemeriksaan ini dilakukan serta tes resistensi dilakukan dengan mengambil

sekret dari meatus medius / superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat

guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus

maksila.

4. Sinuskopi

Ini dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui

meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang

sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.

g. Penatalaksanaan

1. Antibiotika

Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai

terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi

sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam,

sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik

diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan

Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin,

golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob,

dapat diberi metronidazol .

Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali

apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan

nasoendoskopi maupun CT-Scan.

Page 9: 139711871-Rinosinusitis

2. Anti inflamasi

Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan

bukan karena mikroorganisme (non infeksi)..

3. Analgesik

Analgesik diberikan untuk rasa sakit kepala atau rasa sakit disekitar sinus,

Ketiga pengobatan diatas diberikan selama 2-3minggu. Jika selama 2-3minggu

tidak sembuh sakit tersebut berarti terjadi sinusitis kronis dan mukosa dalam keadaan

abnormal. Maka tindakan yang diberikan selanjutnya dilakukan :

Operasi Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)

Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat

terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan

patologi dirongga-rongga sinus. Fungsinya untuk mengembalikan fungsi yang

terganggu. Indikasinya sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat.

h. Komplikasi

Osteomielitis dan abses subperiostal

Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-

anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada

pipi.

Kelainan Intrakranial

Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus

kavernosus.

Kelainan Paru

Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal

kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial

yang sukar dihilangkan sebelum sinusitis disembuhkan.

Diare dan Polip

Diare sering terjadi pada anak kecil apabila mucus masuk ke kerongkongan dan

tertelan. Polip juga bisa terjadi akibat sinusitis.

Page 10: 139711871-Rinosinusitis

BAB III

PENUTUP

Dari penjelasan – penjelasan sebelumnya dan dari hasil anamnesis yang kami

dapatkan dari pasien seperti hidung tersumbat, gangguan penciuman dan sering

merasakan adanya lender yang turun ke tengorok pada saat menelan, serta dari hasil

dari pemeriksaan penunjang, maka disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita

Rinosinusitis kronis.

Prognosis untuk Rinosinusitis kronik yaitu Dubia Ad bonam, jika dilakukan

pengobatan, tindakan dan pasien mentaati pengobatan dan anjuran dokter serta

kontrol kembali setelah operasi maka akan mendapatkan hasil yang baik.

Page 11: 139711871-Rinosinusitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rostuti RD. Buku ajaran ilmu

kesehatan THT-K.edisi 6.Jakarta:Balai penerbit FKUI;2007.

2. Soedjak S, Rukmini S, Herawati S, Sukesi S. Teknik Pemeriksaan Telinga,

Hidung & Tenggorok. 2000. Jakarta : EGC

3. Lane. A.P, Kennedy. D.W. Sinusitis and Polyposis. In Otorhinolaryngology

Head and Neck Surgery. 16th edition. B.C Decker 2003 : p. 760-87

4. Busquets. J.M, Hwang. P.M. Nonpolypoid Rhinosinusitis: Classification,

Diagnosis and Treatment. In Head and Neck Surgery – Otorhinolaryngology.

4th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 2006 : p. 405-16

5. Clary RA, Cuningham. MJ, Eavery. RD. Orbital Complications of Acute

Sinusitis : Comparison of Computed Tomography Scan and Surgical Finding,

Am Otorhinolaryngol. 1992 (101) : 598-600