Upload
marx
View
6
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
1
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek dapat menyebabkan suatu
sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari. Namun jika terjadi
peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya.
Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara
yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang
berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang
kiri dan kanan. Rasa sakit di bagian dahi, pipi, hidung atau daerang diantara mata
terkadang dibarengi dengan demam, sakit kepala, sakit gigi atau bahan kepekaan
indra penciuman kita merupaan salah satu gejala sinusitis.
Terkadang karena gejala yang kita rasakan tidak spesifik, kita salah
mengartikan gejala-gejala tersebut dengan penyakit lain sehingga membuat penyakit
sinusitis yang diderita berkembang tanpa diobati.
Penyebab sinusitis dapat virus, bakteri atau jamur. Selain itu dapat juga
disebabkan oleh rhinitis akut, infeksi faring yaitu faringitis, adenoiditis dan tonsillitis.
Penyebab lainnya ialah infeksi gigi rahang atas (Molar), berenang, menyelam dan
trauma. Untuk lebih mengenal lagi tetang sinusitis dan pengobatannya, berikut
uraiannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Hidung
Ada 3 struktur penting dari anatomi hidung, yaitu :
Dorsum nasi (batang hidung)
Septum nasi
Kavum nasi
Dorsum Nasi (Batang Hidung)
Ada 2 bagian yang membangun dorsum nasi, yaitu :
Bagian kaudal dorsum nasi.
Bagian kranial dorsum nasi.
Bagian kaudal dorsum nasi merupakan bagian lunak dari batang hidung yang
tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan ikat yang keras
menghubungkan antara kulit dengan perikondrium pada kartilago alaris.
Bagian kranial dorsum nasi merupakan bagian keras dari batang hidung yang
tersusun oleh os nasalis kanan & kiri dan prosesus frontalis ossis maksila.
Septum Nasi
Fungsi septum nasi antara lain menopang dorsum nasi (batang hidung) dan
membagi dua kavum nasi.
Ada 2 bagian yang membangun septum nasi, yaitu :
Bagian anterior septum nasi.
Bagian posterior septum nasi.
Bagian anterior septum nasi tersusun oleh tulang rawan yaitu kartilago
quadrangularis. Sedangkan bagian posterior septum nasi tersusun oleh lamina
perpendikularis os ethmoidalis dan vomer. Kelainan septum nasi yang paling sering
kita temukan adalah deviasi septi.
Kavum Nasi
Ada 6 batas kavum nasi, yaitu :
Batas medial kavum nasi yaitu septum nasi.
Batas lateral kavum nasi yaitu konka nasi superior, meatus nasi superior,
konka nasi medius, meatus nasi medius, konka nasi inferior, dan meatus
nasi inferior.
Batas anterior kavum nasi yaitu nares (introitus kavum nasi).
Batas posterior kavum nasi yaitu koane.
Batas superior kavum nasi yaitu lamina kribrosa.
Batas inferior kavum nasi yaitu palatum durum.
II. Anatomi Sinus Paranasal
Ada 2 golongan besar sinus paranasalis, yaitu :
Golongan anterior sinus paranasalis, yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis
anterior, dan sinus maksilaris.
Golongan posterior sinus paranasalis, yaitu sinus ethmoidalis posterior dan
sinus sfenoidalis.
1. Sinus Maksila
Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil disebelah medial orbita.
Mula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga hidung, kemudian terus
mengalami penurunan, sehingga pada usia 8 tahun menjadi sama tinggi .
Perkembangannya berjalan kearah bawah, bentuk sempurna terjadi setelah erupsi
gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun. Sinus
maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus paranasal yang terbesar, bentuk
piramid ireguler dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya kearah
apeks prosessus zygomaticus os maksila.
2. Sinus Frontal
Perkembangan sinus frontal dimulai pada bulan keempat kehamilan kemudian
berkembang kearah atas dari hidung pada bagian frontal reses .
Sinus frontal terletak pada tulang frontal dibatas atas supraorbital dan akar hidung.
Sinus ini dibagi dua oleh sekat secara vertikal dibatas midline dengan ukuran masing-
masing yang bervariasi. Sinus frontal sangat berhubungan erat dengan tulang etmoid
anterior .
Dinding posterior dari sinus ini melebar secara inferior obliq dan posterior dimana
nantinya akan bertemu dengan atap dari orbita. Ostium alami dari sinus ini terletak di
anteromedial dari dasar sinus. Sel-sel infraorbita bisa terobstruksi dan membentuk
mukokel yang terisolasi dari ostium dan sinus etmoid .
3. Sinus Etmoid
Sel-sel etmoid mulai terbentuk pada bulan ketiga dan keempat setelah kelahiran
yang merupakan invaginasi dari dinding lateral hidung pada daerah meatus medial
(etmoid anterior) dan meatus superior (etmoid posterior). Saat setelah lahir, biasanya
tiga atau empat sel baru tampak.
Anatomi dari sinus etmoid ini cukup kompleks, bervariasi dan merupakan subjek
penelitian yang baik. Sinus etmoid memiliki dinding yang tipis dengan jumlah dan
ukuran yang bervariasi. Pada bagian lateral berbatasan dengan dinding medial orbita
(lamina papyracea) dan bagian medial dari kavum nasi .
Sinus ini terletak di inferior dari fossa kranial anterior dekat dengan midline.
Beberapa sel melebar mengelilingi frontal sfenoid dan tulang maksila. Kelompok sel
anterior kecil-kecil dan banyak, drainasenya melalui meatus media, sedangkan sel-sel
posterior drainasenya melalui meatus superior .
4. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid mulai berkembang saat bulan ketiga setelah kelahiran yang
merupakan invaginasi dari mukosa bagian superior posterior dari kavum nasi, yang
juga dikenal sebagai sphenoethmoidal recess .
Pneumatisasi sfenoid ini terjadi selama pertengahan usia kanak-kanak dan
mengalami pertumbuhan yang cepat saat berusia 7 tahun. Sinus ini mengalami
pertumbuhan maksimal dan terhenti setelah berusia 12 sampai 15 tahun.
Sumber : Anatomy and Function of Nasal Cavity
http://www.sinus-cure.com.au/nasanat.htm
Fungsi Sinus Paranasal :
Pengkondosian udara dan penahan suhu sebagai termoregulator.
Membantu keseimbangan kepala dan meringankan tulang wajah
Resonansi suara
Peredam tekanan dan frekuensi udara
Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung
SINUSITIS
a. Definisi
Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasal. Peradangan ini meliputi
sinus maxillaris, sinus frontalis, sinus etmoidalis, dan sinus spenoidalis. Sinusitis yang
paling sering terjadi adalah sinusitis maxillaris dan sinusitis etmoidalis.
b. Patofisiologi Sinusitis
Kesehatan sinusitis di pengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar di dalam KOM. Mucus juga mengandung antimicrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk
bersama udara pernapasan. Organ–organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan
dan bila terjadi edema, mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga
silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous.
Kondisi ini bisa di anggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh
dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen. Keadaan ini
di sebut rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak
berhasil (misalnya kerena faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan
rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik
yaitu hipertropi, polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini
mungkin di perlukan tindakan operasi.
c. Faktor Predisposisi
1. Gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan atau penyakit sistemik
2. Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran:
a. Atresia atau strenosis koana
b. Deviasi septum
c. Hipertrofi konka media
d. Polip yang dapat terjadi pada 30 % anak yang menderita fibrosis kistik
e. Tumor atau neoplasma
f. Hipertrofi adenoid
g. Udem mukosa karna infeksi atau alergi
h. Benda asing
3. Kelainan imunologi seperti imunodefisiensi karna leukemia dan imunosupresi
karna obat
4. Kelainan akar gigi rahang atas pada gigi molar.
d. Klasifikasi Sinusitis
Berdasarkan waktu :
1. Akut
Sumber :
Chronic Sinusitis Pain
http://www.howtocopewithpain.org/blog/3735/chronic-sinusitis-pain/
Yaitu kurang dari 12 minggu, frequensi serangan/eksaserbasinya kurang dari 4x
dalam 1 tahun, mukosanya dapat sembuh dengan sempurna.
2. Kronis
Lebih dari 12 minggu, frequensi serangan/eksaserbasinya lebih dari 4x dalam 1
tahun, mukosanya abnormal jadi tidak sembuh dengan sempurna.
Berdasarkan lokasi :
1. Sinus frontal
2. Sinus maxila
3. Sinus sfenoid
4. Sinus etmoid
Berdasarkan jumlah sinus yang terkena :
1. Multisinusitis
Peradangan yang mengenai mukosa beberapa sinus paranasal.
2. Pansinusitis
Peradangan yang mengenai mukosa seluruh sinus paranasal.
e. Gejala Sinusitis
Gejala utama pada sinusitis ialah pilek, dan lebih dari 2 minggu pada rinosinusitis
kronis. Gejala lainnya ialah mengalami demam dan badan terasa lesu, adanya
gangguan penciuman, adanya lender dari tenggorokan (post nasal drip) dan terdapat
rinopuluren. Gejala penyertanya berupa rasa nyeri dan rasa berat pada wajah.
f. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan :
1. Rinoskopi Anterior dan Posterior
2. Pemeriksaan Nasoendoskopi
Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini.
Pemeriksaan penunjang yang penting, yaitu antara lain :
1. Foto Polos atau CT Scan
Foto polos pada posisi Waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu
menilai kondisi sinus – sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan
akan terlihat perselubungan, batas udara – cairan ( air fluid level ) atau
penebalan mukosa.
CT scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus
secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan
sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra – operasi sebagai panduan operator saat melakukan
operasi sinus.
2. Pemeriksaan Transiluminasi Sinus
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas
kegunaannya.
3. Pemeriksaan Mikrobiologik
Pemeriksaan ini dilakukan serta tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius / superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat
guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus
maksila.
4. Sinuskopi
Ini dilakukan dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui
meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang
sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
g. Penatalaksanaan
1. Antibiotika
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai
terapi awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi
sinusitis akut lini ke II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam,
sefalosporin generasi kedua, makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik
diteruskan mencukupi 10 – 14 atau lebih jika diperlukan
Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin,
golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob,
dapat diberi metronidazol .
Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali
apakah ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan
nasoendoskopi maupun CT-Scan.
2. Anti inflamasi
Anti inflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan
bukan karena mikroorganisme (non infeksi)..
3. Analgesik
Analgesik diberikan untuk rasa sakit kepala atau rasa sakit disekitar sinus,
Ketiga pengobatan diatas diberikan selama 2-3minggu. Jika selama 2-3minggu
tidak sembuh sakit tersebut berarti terjadi sinusitis kronis dan mukosa dalam keadaan
abnormal. Maka tindakan yang diberikan selanjutnya dilakukan :
Operasi Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat
terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan
patologi dirongga-rongga sinus. Fungsinya untuk mengembalikan fungsi yang
terganggu. Indikasinya sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat.
h. Komplikasi
Osteomielitis dan abses subperiostal
Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-
anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada
pipi.
Kelainan Intrakranial
Dapat berupa meningitis, abses ektradural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus.
Kelainan Paru
Seperti bronkitis kronis dan brokiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial
yang sukar dihilangkan sebelum sinusitis disembuhkan.
Diare dan Polip
Diare sering terjadi pada anak kecil apabila mucus masuk ke kerongkongan dan
tertelan. Polip juga bisa terjadi akibat sinusitis.
BAB III
PENUTUP
Dari penjelasan – penjelasan sebelumnya dan dari hasil anamnesis yang kami
dapatkan dari pasien seperti hidung tersumbat, gangguan penciuman dan sering
merasakan adanya lender yang turun ke tengorok pada saat menelan, serta dari hasil
dari pemeriksaan penunjang, maka disimpulkan bahwa pasien tersebut menderita
Rinosinusitis kronis.
Prognosis untuk Rinosinusitis kronik yaitu Dubia Ad bonam, jika dilakukan
pengobatan, tindakan dan pasien mentaati pengobatan dan anjuran dokter serta
kontrol kembali setelah operasi maka akan mendapatkan hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rostuti RD. Buku ajaran ilmu
kesehatan THT-K.edisi 6.Jakarta:Balai penerbit FKUI;2007.
2. Soedjak S, Rukmini S, Herawati S, Sukesi S. Teknik Pemeriksaan Telinga,
Hidung & Tenggorok. 2000. Jakarta : EGC
3. Lane. A.P, Kennedy. D.W. Sinusitis and Polyposis. In Otorhinolaryngology
Head and Neck Surgery. 16th edition. B.C Decker 2003 : p. 760-87
4. Busquets. J.M, Hwang. P.M. Nonpolypoid Rhinosinusitis: Classification,
Diagnosis and Treatment. In Head and Neck Surgery – Otorhinolaryngology.
4th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia 2006 : p. 405-16
5. Clary RA, Cuningham. MJ, Eavery. RD. Orbital Complications of Acute
Sinusitis : Comparison of Computed Tomography Scan and Surgical Finding,
Am Otorhinolaryngol. 1992 (101) : 598-600