33
67 1BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan Visi Menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pengelola Sumber Daya Air kelas dunia pada tahun 2025 Misi - Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air sesuai penugasan, secara profesional dan inovatif guna memberikan pelayanan prima untuk seluruh pemangku kepentingan - Menyelenggarakan pengusahaan dengan optimalisasi sumber daya perusahaan berdasarkan prinsip korporasi yang sehat dan akuntabel 4.1.2 Sejarah Singkat Perusahaan Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta (PJT) didirikan pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1990, dengan tujuan untuk turut membangun ekonomi nasional dengan berperan serta melaksanakan program pembangunan di dalam bidang pengelolaan air dan sumber air. Pada tahun 1999, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 93 tahun 1999, nama PJT diubah menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta I (PJT I). Pada awal pembentukannya, wilayah kerja PJT I meliputi 40 (empat puluh) sungai di Wilayah Sungai (WS) Kali Brantas. Berdasarkan

1BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek …repository.ub.ac.id/3044/5/BAB IV.pdf · 2020. 9. 8. · Manaj. Mutu (UMM) Biro Pengemb. SDM & Umum (BSU) Biro Keuanga n (BKU)

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 67

    1BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

    4.1.1 Visi dan Misi Perusahaan

    Visi

    Menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pengelola Sumber Daya Air

    kelas dunia pada tahun 2025

    Misi

    - Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air sesuai penugasan,

    secara profesional dan inovatif guna memberikan pelayanan prima untuk

    seluruh pemangku kepentingan

    - Menyelenggarakan pengusahaan dengan optimalisasi sumber daya

    perusahaan berdasarkan prinsip korporasi yang sehat dan akuntabel

    4.1.2 Sejarah Singkat Perusahaan

    Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta (PJT) didirikan pada tahun

    1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1990, dengan tujuan

    untuk turut membangun ekonomi nasional dengan berperan serta

    melaksanakan program pembangunan di dalam bidang pengelolaan air dan

    sumber air. Pada tahun 1999, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 93

    tahun 1999, nama PJT diubah menjadi Perusahaan Umum (PERUM) Jasa

    Tirta I (PJT I).

    Pada awal pembentukannya, wilayah kerja PJT I meliputi 40 (empat

    puluh) sungai di Wilayah Sungai (WS) Kali Brantas. Berdasarkan

  • 68

    Keputusan Presiden No. 129 tahun 2000 wilayah kerja PTJ I diperluas

    dengan menambahkan 25 (dua puluh lima) sungai WS Bengawan Solo.

    Pada tahun 2014 diberi amanah untuk mengelola WS Toba Asahan, WS

    Serayu Bogowonto, dan WS Jratunseluna.

  • 69

    4.1.3 Struktur Organisasi

    Gambar 4.1

    STRUKTUR ORGANISASI

    PERUM JASA TIRTA I

    Sumber: http://www.jasatirta1.co.id, diakses April 2017

    DIREKTUR UTAMA

    DIREKTUR I DIREKTUR II

    SEKERTARIS

    PERUSAHAAN

    DEPUTI

    OPERASIONAL I

    DEPUTI

    OPERASIONAL II DEPUTI TEKNIK

    SATUAN

    PENGAWASAN INTERN

    DJA WS

    BRANTAS

    I

    (DJA I)

    DJA WS

    BRANTAS

    II

    (DJA II)

    DJA WS

    BENGAWA

    N SOLO I

    (DJA III)

    DJA WS

    BENGAWA

    N SOLO II

    (DJA IV)

    DJA WS

    Jratun

    Seuna &

    Serayu

    Bogowono

    (DJA V)

    DJA WS

    Toba

    Asahan

    (DJA VI)

    Divisi

    Pengemb.

    Wilayah

    dan

    Optimasi

    Aset

    (DPWOA

    )

    Divisi

    SPAM &

    PLTAM

    (DSP)

    Divisi

    Pengemb.

    Jasa

    Umum

    (DPJU)

    Biro

    Perenc. &

    Program

    (BPP)

    Biro

    Informasi &

    Lingkungan

    (BLL)

    Biro

    Penelitian

    dan

    Pengemb

    (BLB)

    Unit

    Manaj.

    Mutu

    (UMM)

    Biro

    Pengemb.

    SDM &

    Umum

    (BSU)

    Biro

    Keuanga

    n (BKU)

    Unit

    Layanan

    Pengadaan

    (ULP)

    69

    http://www.jasatirta1.co.id/

  • 70

    4.1.4 Jenis Kegiatan Usaha

    Dalam rangka melaksanakan maksud dan tujuan Perusahaan,

    Perusahaan melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:

    Kegiatan Usaha Utama:

    a. Pelayanan air baku untuk air minum, industri, pertanian,

    penggelontaran, pelabuhan, pembangkit tenaga listrik, dan pemenuhan

    kebutuhan air lainnya;

    b. Penyediaan tenaga listrik kepada Perusahaan (Persero) PT Perusahaan

    Listrik Negara dan/atau selain Perusahaan Perseroan (Persero) PT

    Perusahaan Listrik Negara sesuai dengan ketentuan peraturan

    perundang-undangan;

    c. Pembangkitan, penyaluran listrik tenaga air, air minum, usaha jasa

    konsultansi di bisang teknologi Sumber Daya Air, penyewaan alat

    besar, dan jasa laboratorium kualitas air; dan

    d. Pengembangan SPAM.

    Selain kegiatan usaha utama, Perusahaan menyelenggarakan usaha

    optimalisasi potensi sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk

    perkantoran, pergudangan, pariwisata, perhotelan dan resort olah raga dan

    rekreasi, rumah sakit, prasarana telekomunikasi, pertanian, dan jasa

    penyewaan.

    4.1.5 Stakeholder

    Stakeholder dapat diartikan sebagai orang/pihak yang mempunyai

    kepentingan dan pengaruh terhadap proses pencapaian tujuan perusahaan.

    Selain pengaruh terhadap pencapaian target pendapatann, stakeholder juga

  • 71

    dapat memberikan pengaruh yang dapat menentukan baik atau buruknya

    reputasi perusahaan. Stakeholder PJT I terdiri dari:

    1. Pelanggan

    a. Pelanggan Layanan Jasa Air, yang terdiri dari:

    1. Perusahaan pengelola Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

    2. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

    3. Industri

    b. Pelanggan Layanan Jasa Non Air meliputi antara lain:

    1. Pelanggan Layanan Jasa Konstruksi

    2. Pelanggan Layanan Jasa Konsultansi

    3. Pelanggan Layanan Jasa Peralatan

    4. Pelanggan Layanan Jasa Pariwisata

    5. Pelanggan Layanan Jasa Laboratorium

    2. Pihak Yang Berkepentingan (PYB)

    a. Instansi pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah

    Daerah

    b. Masyarakat yang pada umunya terkait dalam kegiatan pelayanan

    umum PJT I, misalnya penyediaan air irigasi, pengendalian banjir

    dan konservasi lingkungan

    c. Karyawan perusahaan (PJT I)

    4.1.6 Divisi SPAM dan PLTA/PLTM

    Divisi SPAM dan PLTA/PLTM adalah salah satu divisi yang berada

    dibawah Deputi Operasional III yang mengelola pengembangan Sistem

    Penyediaan Air Minum (SPAM) dan Pembangkit Listrik Tenaga Air dan

  • 72

    Tenaga Mini-Hidro (PLTA/PLTM). Perum Jasa Tirta I mengembangkan

    bisnis SPAM sebagai upaya diversifikasi usaha dan memperluas layanan

    kepada masyarakat. Terdapat dua usaha yang dilakukan Perum Jasa Tirta I

    di bidang SPAM tersebut, yaitu pengembangan prasarana SPAM di

    Kecamatan Sekaran dan Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, dan

    produksi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan merk Air Sehat

    Alami (ASA). Berikut adalah struktur organisasi Divisi SPAM dan

    PLTA/PLTM:

    Gambar 4.2

    STRUKTUR ORGANISASI DIVISI SPAM & PLTA/PLTM

    . Manajer UB. SPAM .

    Agus Mindarto, S.E.,

    M.M. . Manajer UB. LL .

    Rifda Churnia, A.Md.

    . Manajer UB. AMDK .

    Imam Buchori, S.T.,

    M.Sc.

    . KASUBDIV SPAM & AMDK .

    Imam Buchori, S.T., M.Sc.

    . Tenaga Ahli Pemula (Sipil) .

    Nina Meita Sari, A.Md.

    .Tenaga Ahli Muda (Keu).

    Wita Ryani Juniar, A.Md.

    . Tenaga Pelaksana .

    Ami Latief NRI, S.T.

    . Kepala Divisi SPAM & PLTA/PLTM .

    Gede Nugroho A., S.T., M.M. . Petugas Pengendali Dokumen .

    Fenny Maya Septiarin

    .Petugas Pemegang UMK.

    Faris Subrata

    KASUBDIV Perencanaan

    . & Pengembangan PLTA/PLTM .

    Hamim Gufroni, S.T.

    . Tenaga Ahli Pemula (Sipil) .

    Bayu Pramadya K., S.T.

    . Tenaga Ahli Pemula (Keu) .

    Risa Restu S., S.E.

    .Tenaga Ahli Pemula (Listrik).

    Zendy Yudha P., S.T.

    . Mekanik Tingkat III .

    M. Bakhtiyar T., S.T.

    Sumber: Perum Jasa Tirta I, April 2017

  • 73

    4.1.7 Unit Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ASA

    Unit Bisnis AMDK ASA berdiri dibawah komando manajer yang

    sekaligus merupakan Kepala Sub Divisi SPAM dan AMDK, Bapak Imam

    Buchori, S.T., M.Sc. Visi dari unit bisnis ini adalah “Menjadi salah satu

    bisnis bisnis strategis divisi SPAM dan PLTA/PLTM”. Untuk mencapai

    visi tersebut, AMDK ASA menerapkan dua misi yaitu:

    1. Menyelenggarakan pengelolaan Unit Bisnis Air Minum Dalam

    Kemasan merk “ASA” secara profesional dan inovatif guna

    memberikan kualitas produk yang berkualitas

    2. Menyelenggarakan Unit Bisnis Air Minum Dalam Kemasan dengan

    optimalisasi sumber daya berdasarkan prinsip dasar Sistem

    Manajemen Mutu ISO 9001:2008

    Misi tersebut didukung dengan adanya kebijakan mutu yang

    digunakan oleh AMDK ASA sebagai berikut:

    “Unit Bisnis Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Divisi

    SPAM & PLTA/PLTM Perum Jasa Tirta I memproduksi Air

    Minum Dalam Kemasan merk “ASA” yang memenuhi standar

    mutu SNI 01-3553-2006, sehingga layak untuk dikonsumsi dan

    memberikan jaminan produk serta pelayanan terbaik untuk

    kepuasan pelanggan serta berupaya melakukan perbaikan

    secara terus menerus melalui penerapan prinsip-prinsip

    Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.”

    Berikut ini adalah struktur organisasi Unit Bisnis AMDK ASA

    Perum Jasa Tirta I:

  • 74

    GAMBAR 4.3

    STRUKTUR ORGANISASI UNIT BISNIS AIR MINUM DALAM KEMASAN ASA

    . Supervisor Produksi .

    Widya

    Operator Filling

    (Pencucian, Filling,

    . Labeling) .

    Andika

    Ervan

    Priyanto

    Imam

    Operator

    . Packing .

    Aji

    Agus

    Eko Dwi

    Ely Susanto

    Wahyu Eko

    Agung

    . Administrasi Gudang .

    Eva (Adm. Bahan Baku)

    Defri (Adm. Bahan Jadi)

    Petugas Bongkar

    . Muat Gudang .

    Gudang Bahan Baku:

    1. Misdi

    . Administrasi Keuangan .

    Eva (Sengguruh)

    Ema (Gadang)

    . Quality Assurance .

    Jejet Prihandoko

    . Supervisor Pemasaran .

    Defri

    Staf

    . Pemasara .

    Didik

    Kundariadi

    .Pengemudi.

    Agus

    Hamid

    Dandik

    . Manajer UB. AMDK .

    Imam Buchori, S.T., M.Sc.

    . Kepala Divisi SPAM & PLTA/PLTM .

    Gede Nugroho A., S.T., M.M.

    . Quality Assurance .

    Jejet Prihandoko

    PPC: Planning, Programming,

    Controlling

    CT: Controlling, Troubleshooting

    PPE: Planning, Programming,

    Evaluating

    Sumber: Perum Jasa Tirta I, April 2017 74

  • 75

    Pada awal pendiriannya, unit bisnis ini merupakan suatu usaha

    pemanfaatan sumber daya air untuk keperluan air minum dan konsumsi

    internal perusahaan. Melihat adanya potensi minat pasar akan produk

    ASA, pada tahun 2011 produk AMDK ASA mulai dijual untuk

    masyarakat umum melalui distributor-distributor rekanan di Kota Malang

    dan sekitarnya. Pada tahun 2012 Perum Jasa Tirta I melalui unit bisnis ini

    mampu meraup keuntungan sebesar dua ratus hingga tiga ratus juta rupiah

    per bulan. Pada Tahun 2016 AMDK ASA menghasilkan keuntungan

    sekitar tiga ratus enam puluh juta rupiah pada bulan high season.

    Unit bisnis ini memiliki fasilitas pabrik dan pengemasan di wilayah

    Bendungan Sengguruh, tepatnya pada Jalan Sengguruh, Desa Sengguruh,

    Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Di fasilitas ini Air yang berasal

    dari Bendungan Sengguruh diolah dan dikemas menjadi beberapa ukuran

    kemasan mulai dari cup 120 ml, cup 240 ml, botol 500 ml, dan galon 19 l.

    4.2 Pengendalian Bahan Baku Metode Aktual Objek Penelitian

    Divisi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Perum Jasa Tirta I

    menggunakan sumber air di Bendungan Sengguruh untuk kemudian diolah

    sehingga aman untuk dikemas dalam produk Air Minum Dalam Kemasan

    dengan merk dagang “ASA”. Perusahaan mengemas air murni olahan

    tersebut menjadi empat ukuran produk yaitu ukuran cup 120 ml, cup 240

    ml, botol 500 ml, dan galon 19 l. Data bahan baku yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah data bahan baku cup 120 ml. Data jumlah persediaan

    jenis produk cup 120 ml selama tahun 2016 dijabarkan pada tabel berikut:

  • 76

    Tabel 4.1

    Data Persediaan Bahan Baku Cup 120 ml

    Tahun 2016

    Bulan

    Persediaan

    Awal Bulan

    (Pcs)

    Pengadaan

    (Pcs)

    Penggunaan

    (Pcs)

    Sisa

    (Pcs)

    Total

    Persediaan

    (Pcs per

    bulan)

    Januari 310,895 674,499 848,285 137,109 985,394

    Februari 137,108 736,000 669,780 203,328 873,108

    Maret 203,329 688,000 677,457 213,872 891,329

    April 213,872 848,000 1,041,548 20,324 1,061,872

    Mei 20,324 1,856,000 1,732,682 43,642 1,876,324

    Juni 143,642 2,796,200 2,755,300 184,542 2,939,842

    Juli 184,542 1,746,400 1,727,707 203,235 1,930,942

    Agustus 203,235 956,000 731,621 427,614 1,159,235

    September 427,614 1,092,000 1,324,669 194,945 1,519,614

    Oktober 194,945 1,534,400 1,196,211 533,134 1,729,345

    November 533,134 461,820 71,314 533,134

    Desember 71,314 490,720 501,419 60,615 562,034

    Total 13,418,219 13,668,499 16,062,173

    Sumber: Data Diolah, 2017

    Gambar 4.4

    Grafik Persediaan Bahan Baku Cup 120 ml

    Tahun 2016

    Sumber: Data Diolah, 2017

    0

    500,000

    1,000,000

    1,500,000

    2,000,000

    2,500,000

    3,000,000

    3,500,000

    Grafik Jumlah Persediaan

  • 77

    Gambar 4.5

    Grafik Penggunaan Bahan Baku (Production Demand) Cup 120 ml

    Tahun 2016

    Sumber: Data Diolah, 2017

    Kebijakan perusahaan dalam melakukan pembelian bahan baku cup

    120 ml adalah dengan menyesuaikan jumlah persediaan di awal bulan

    dengan perkiraan kebutuhan produksi pada bulan tersebut. Jika dalam

    bulan tersebut persediaan di awal bulan sudah mampu mencukupi jumlah

    kebutuhan produksi maka perusahaan tidak melakukan pembelian bahan

    baku. Namun demikian, jumlah pesanan untuk setiap kali pesan tidak

    selalu 100% sesuai dengan selisih kebutuhan dengan persediaan pada

    bulan tersebut, melainkan jumlah yang dipesan lebih banyak dengan tujuan

    untuk menurunkan resiko lonjakan kebutuhan yang mendadak dalam bulan

    tersebut atau untuk sekaligus memenuhi kebutuhan pada bulan

    selanjutnya. Jumlah tersebut ditentukan dengan menggunakan perkiraan

    yang didasarkan pada pengalaman pada periode-periode sebelumnya.

    Selama tahun 2016, perusahaan memesan sebanyak 13,418,219 buah cup

    0

    500,000

    1,000,000

    1,500,000

    2,000,000

    2,500,000

    3,000,000

    Grafik Penggunaan Bahan Baku

  • 78

    120 ml dengan frekuensi 11 kali pemesanan, dengan demikian maka rata-

    rata jumlah pemesanan bahan baku (Q) cup 120 ml adalah sebagai berikut:

    Hasil dari perhitungan tersebut diasumsikan sebagai jumlah bahan

    baku (Q) untuk setiap kali pemesanan dengan menggunakan metode aktual

    perusahaan, yaitu dengan memesan 1,219,838 buah cup 120 ml pada setiap

    pembelian bahan baku.

    4.3 Analisis Biaya Persediaan Bahan Baku Metode Aktual Objek

    Penelitian

    4.3.1 Rata-rata Persediaan Bahan Baku Cup 120 ml per Bulan

    Data persediaan (tabel 4.1) diatas menunjukkan jumlah persediaan

    bahan baku cup 120 ml yang disimpan didalam gudang selama tahun 2016

    adalah sebanyak 16,062,173 buah. Data yang perlu diketahui selanjutnya

    adalah rata-rata persediaan bahan baku tersebut per bulan, yaitu dapat

    dicari dengan perhitungan berikut:

    Perusahaan menyimpan 1,338,514 buah bahan baku cup 120 ml

    setiap bulannya. Nilai tersebut diasumsikan sebagai jumlah rata-rata bahan

    baku cup 120 ml yang harus tersedia agar perusahaan mampu menjalankan

    produksinya dengan lancar berdasarkan metode aktual perusahaan. Jika

    perusahaan tidak memiliki persediaan bahan baku dengan jumlah tersebut,

    maka besar kemungkinan perusahaan akan terhambat dalam menjalankan

    proses produksinya, dimana hal ini akan menurunkan jumlah produk yang

  • 79

    bisa dibuat dan pada akhirnya akan menurunkan penjualan dan pendapatan

    perusahaan.

    4.3.2 Biaya Pemesanan

    Biaya pemesanan meliputi biaya-biaya untuk melakukan pemesanan

    (misalnya biaya telepon, biaya internet, biaya kirim surat, dan sebagainya)

    (Haming, 2012). Pada proses pemesanan bahan baku cup 120 ml,

    perusahaan mengeluarkan biaya-biaya sebagai berikut:

    1. Biaya Telepon, biaya ini muncul saat perusahaan melakukan kontak

    kepada supplier untuk memberitahukan bahwa perusahaan akan

    melakukan pesanan. Komponen biaya ini ditentukan sebesar Rp

    8.300 untuk setiap kali pemesanan. Penentuan nilai komponen biaya

    ini didasarkan pada perkiraan penggunaan telepon setiap kali

    melakukan pesanan bahan baku cup 120 ml selama kurang lebih 2

    menit.

    2. Biaya pengiriman dokumen pesanan, biaya ini muncul saat

    perusahaan menyampaikan detail pesanan berupa form Purchase

    Order (PO) melalui e-mail (internet) dan dokumen fisik (perusahaan

    jasa logistik) kepada supplier. Komponen biaya ini ditentukan

    sebesar rata-rata Rp 45.000 untuk setiap kali pemesanan. Penentuan

    nilai komponen biaya ini didasarkan pada alokasi biaya pokok

    produksi untuk produk cup 120 ml.

    3. Biaya transfer atau pembayaran, biaya ini muncul karena adanya

    pungutan biaya tambahan oleh bank yang digunakan perusahaan saat

    melakukan pembayaran kepada supplier yang menggunakan bank

  • 80

    yang berbeda dengan perusahaan. Nilai komponen biaya ini

    ditentukan berdasarkan rata-rata alokasi biaya pokok produksi untuk

    produk cup 120 ml, yaitu sebesar rata-rata Rp 21.900 untuk setiap

    kali pemesanan.

    Perhitungan biaya pemesanan dapat secara lebih ringkas disajikan

    dalam tabel sebagai berikut:

    Tabel 4.2

    Komponen dan Perhitungan Biaya Pemesanan

    No. Komponen Biaya Jumlah Biaya

    1. Biaya Telepon Rp 8.300

    2. Biaya Pengiriman PO Rp 45.000

    3. Biaya Transfer/Pembayaran Rp 21.900

    Total Rp 75.200

    Sumber: Data Diolah, 2017

    Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dipahami bahwa nilai total biaya

    pemesanan yang harus dikeluarkan perusahaan untuk pemesanan bahan

    baku cup 120 ml adalah sebesar Rp 75.200 untuk setiap kali melakukan

    pesanan.

    4.3.3 Biaya Penyimpanan

    Biaya penyimpanan merupakan biaya persediaan yang muncul akibat

    adanya aktivitas penyimpanan persediaan yang umumnya terdiri dari biaya

    sewa gudang, biaya penerangan, dan biaya perawatan bahan baku

    (Haming, 2012). Berdasarkan data yang didapatkan dari perusahaan,

    komponen biaya penyimpanan terdiri dari beberapa poin sebagai berikut:

  • 81

    1. Biaya listrik, biaya ini muncul karena adanya kegiatan operasional

    perusahaan yang berhubungan dengan gudang dan kantor di area

    pabrik. Biaya listrik untuk proses produksi tidak termasuk dalam

    komponen biaya ini. Penentuan nilai biaya ini dilakukan dengan

    memperhitungkan alokasi biaya pokok produksi untuk produk cup

    120 ml. Nilai dari biaya ini sebesar rata-rata Rp 738.551 untuk setiap

    bulannya, atau Rp 8.862.611 selama satu tahun.

    2. Biaya keamanan dan administrasi, biaya ini muncul karena adanya

    usaha perusahaan untuk meningkatkan keamanan di lokasi pabrik

    (termasuk gudang dan kantor) serta adanya tenaga kerja untuk

    kegiatan administrasi pabrik. Komponen biaya ini dihitung dengan

    berdasarkan alokasi biaya pokok produksi untuk cup 120 ml. Nilai

    dari komponen biaya ini adalah sebesar Rp 2.295.779 untuk setiap

    bulannya, atau sebesar Rp 27.549.349 per tahun.

    Perhitungan biaya penyimpanan dapat secara lebih ringkas disajikan

    dalam tabel sebagai berikut:

    Tabel 4.3

    Komponen dan Perhitungan Biaya Penyimpanan

    No. Komponen Biaya Jumlah Biaya

    1. Biaya Listrik Rp 738.551

    2. Biaya Keamanan dan administrasi Rp 2.295.779

    Total Rp 3.034.330

    Total per Tahun Rp 36.411.960

    Sumber: Data Diolah, 2017

  • 82

    4.3.4 Total Biaya Persediaan (Total Inventory Cost, TIC) Aktual Perusahaan

    Perhitungan total biaya persediaan dapat dilakukan dengan

    menjumlahkan total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan selama

    periode yang diperhitungkan. Total biaya persediaan aktual perusahaan

    dapat diperhitungkan dengan cara sebagai berikut (Heizer, 2015):

    Biaya pemesanan (S) = Rp 75,200 per pemesanan

    Biaya penyimpanan (H) = Rp 36,411,960 : 16,062,173

    = Rp 2.267 per unit per tahun

    Jumlah bahan baku setiap pemesanan (Q) = 1,219,838 unit

    Jumlah rata-rata bahan baku yang tersimpan di gudang

    (Qi) = 16,062,173 : 12 = 1,338,514 unit per bulan

    Rumus yang digunakan adalah:

    [

    ] [

    ]

    [

    ] [

    ]

    [ ] [ ]

    Hasil dari perhitungan diatas menunjukkan total biaya persediaan

    yang harus dikeluarkan perusahaan untuk bahan baku cup 120 ml selama

    satu tahun adalah sebesar Rp 2,507,364.019, atau jika dibulatkan dengan

    aturan uang Rupiah yang beredar di Indonesia menjadi Rp 2,507,400 per

    tahun.

  • 83

    4.4 Pengendalian Bahan Baku Cup 120 ml Metode Economic Order

    Quantity (EOQ), Periodic Order Quantity (POQ), dan Min-Max

    Terdapat perbedaan data yang digunakan dalam perhitungan biaya

    persediaan metode aktual perusahaan dengan metode yang digunakan

    penulis. Data yang digunakan dalam perhitungan biaya persediaan metode

    aktual perusahaan adalah data jumlah total persediaan selama tahun 2016,

    sedangkan data yang digunakan sebagai input metode EOQ, POQ, dan

    Min-Max adalah data jumlah total penggunaan bahan baku selama tahun

    2016. Perbedaan data ini dilakukan karena dalam perhitungan biaya

    persediaan metode aktual perusahaan biaya total dari seluruh persediaan

    yang pernah masuk ke dalam gudang harus dihitung untuk mengetahui

    biaya aktual berdasarkan total persediaan aktual. Lain halnya dengan data

    yang dibutuhkan untuk metode yang diteliti, jumlah persediaan yang akan

    dihitung disesuaikan dengan kebutuhan produksi, sehingga kelebihan

    biaya akibat jumlah bahan baku yang tidak efisien dapat diminimalisir.

    Perhitungan pengendalian persediaan bahan baku cup 120 ml dengan

    menggunakan metode yang diajukan akan dijabarkan sebagai berikut:

    4.4.1 Metode Economic Order Quantity (EOQ)

    Metode EOQ adalah salah satu teknik pengendalian persediaan yang

    sederhana untuk permintaan-permintaan produk yang bersifat independen

    (Heizer, 2015). Jumlah kuantitas barang yang dicari dalam metode EOQ

    mampu memberikan tingkat biaya minimal, jumlah ini dapat juga disebut

    jumlah pembelian yang optimal (Riyanto, 2001).

  • 84

    Ada beberapa langkah yang harus dilakukan sebelum biaya total

    persediaan (TC) dapat dihitung, yaitu menentukan komponen-komponen

    yang dibutuhkan dalam model EOQ sebagai berikut:

    1. Menentukan biaya pemesanan (S)

    2. Menentukan biaya penyimpanan (H)

    3. Menentukan jumlah kebutuhan bahan baku (D)

    4. Menentukan rata-rata penjualan per bulan ( ̅

    ̅

    5. Menentukan kebutuhan bahan perhari (d)

    ̅

    6. Menentukan waktu tunggu atau Lead Time (L)

    Setelah komponen-komponen yang dibutuhkan sudah ditentukan,

    langkah selanjutnya adalah menghitung kuantitas pesanan menurut EOQ

    dengan perhitungan rumus sebagai berikut (Heizer, 2015):

  • 85

    Berdasarkan hasil perhitungan diatas kuantitas pesanan optimal

    menurut metode EOQ adalah 952,266.641 unit, atau dapat dibulatkan

    menjadi 952,267 unit untuk setiap kali pemesanan.

    Perhitungan selanjutnya adalah menghitung jumlah frekuensi

    pemesanan yang harus dilakukan perusahaan berdasarkan kuantitas

    pesanan optimal yang sudah dihitung diatas, yaitu sebagai berikut:

    Tingkat frekuensi pemesanan yang harus dilakukan perusahaan

    menurut perhitungan dengan metode EOQ diatas adalah 14.35 kali, atau

    dibulatkan menjadi 14 kali dalam satu tahun.

    Setelah mengetahui kuantitas optimal dan frekuensi pemesanan

    perusahaan dapat menghitung tingkat persediaan pengaman (safety stock)

    untuk mengurangi resiko kehabisan bahan baku jika bahan baku yang

    dipesan tidak dapat diterima tepat waktu. Perhitungan safety stock

    memerlukan adanya analisis standard deviation, sehingga penghitungan

    standard deviation dilakukan dengan langkah berikut:

  • 86

    Tabel 4.4

    Perhitungan Nilai Standard Deviation

    Bulan Penggunaan

    Cup 120 ml ̅ ̅ ̅

    Januari 848,285 1,139,042 -290,757 84,539,633,049

    Februari 669,780 1,139,042 -469,262 220,206,824,644

    Maret 677,457 1,139,042 -461,585 213,060,712,225

    April 1,041,548 1,139,042 -97,494 9,505,080,036

    Mei 1,732,682 1,139,042 593,640 352,408,449,600

    Juni 2,755,300 1,139,042 1,616,258 2,612,289,922,564

    Juli 1,727,707 1,139,042 588,665 346,526,482,225

    Agustus 731,621 1,139,042 -407,421 165,991,871,241

    September 1,324,669 1,139,042 185,627 34,457,383,129

    Oktober 1,196,211 1,139,042 57,169 3,268,294,561

    November 461,820 1,139,042 -677,222 458,629,637,284

    Desember 501,419 1,139,042 -637,623 406,563,090,129

    Total 4,907,447,380,687

    Sumber: Data Diolah, 2017

    Setelah nilai total akhir tabel diketahui, maka nilai standard

    deviation dapat dihitung dengan rumus berikut:

    √∑( ̅)

    Nilai diatas perlu dikonversikan menjadi nilai perhari untuk menyesuaikan

    dengan nilai Lead Time, dilakukan dengan perhitungan berikut:

  • 87

    Data selanjutnya yang diperlukan dalam perhitungan safety stock adalah

    tingkat pelayanan atau service level yang ditetapkan perusahaan agar persediaan

    mampu memenuhi kebutuhan produksi. Jika diasumsikan perusahaan menetapkan

    service level pada tingkat 90%, maka nilai Z tabel dapat ditentukan dengan

    melihat tabel distribusi Z. Dengan nilai Z=0.10 maka dapat diketahui bahwa nilai

    Z tabel adalah 1.281. Setelah semua komponen perhitungan safety stock dapat

    diketahui, maka nilai safety stock dapat dicari dengan rumus berikut:

    Berdasarkan perhitungan diatas nilai persediaan pengaman atau

    safety stock yang harus dimiliki perusahaan untuk meminimalkan resiko

    kehabisan stok adalah 67,362.56 unit, atau dibulatkan menjadi 67,363 unit.

    Langkah selanjutnya adalah menghitung titik pemesanan kembali

    atau re-order point agar perusahaan mengetahui kapan saat yang tepat

    untuk melakukan pesanan, sehingga bahan baku yang dipesan dapat tiba

    pada waktu yang tepat. Perhitungan re-order point dapat dilakukan setelah

    kebutuhan bahan baku cup 120 ml per hari diketahui. Penentuan jumlah

    kebutuhan bahan baku per hari yaitu:

    ̅

  • 88

    Setelah kebutuhan bahan baku per hari sudah diketahui, perhitungan

    re-order point dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

    Tingkat persediaan dimana perusahaan harus melakukan pemesanan

    ulang bahan baku cup 120 ml adalah pada tingkat 222,686.48 unit,

    dibulatkan menjadi 222,686 unit.

    Selanjutnya dapat dicari biaya persediaan total dengan menggunakan

    metode Economic Order Quantity (EOQ) sebagai berikut:

    [

    ] [(

    ) ]

    [

    ] [(

    ) ]

    Hasil dari perhitungan diatas menunjukkan biaya persediaan total yang

    harus dikeluarkan perusahaan jika menggunakan metode pengendalian persediaan

    Economic Order Quantity (EOQ). Besarnya biaya tersebut berdasarkan metode ini

    adalah sebesar Rp 2,311,200 dalam satu tahun.

  • 89

    4.4.2 Metode Periodic Order Quantity (POQ)

    Metode POQ merupakan salah satu metode dalam pengendalian

    persediaan bahan baku yang bertujuan menghemat total biaya persediaan

    dengan menekankan pada efektifitas frekuensi pemesanan bahan baku.

    Metode POQ merupakan salah satu pengembangan dari metode EOQ,

    yaitu dengan mentransformasikan kuantitas pesanan menjadi frekuensi

    pemesanan yang optimal (Divianto, 2011).

    Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam metode POQ tidak

    jauh berbeda dengan langkah-langkah pada metode EOQ. Langkah awal

    yang harus dilakukan adalah menentukan variabel-variabel yang

    dibutuhkan dalam model POQ. Variabel yang perlu dicari tidak jauh

    berbeda dengan metode EOQ, yaitu:

    1. Menentukan biaya pemesanan (S)

    2. Menentukan biaya penyimpanan per unit per tahun (H)

    3. Menentukan jumlah kebutuhan bahan baku per tahun (D)

    4. Menentukan rata-rata kebutuhan bahan baku per bulan ( ̅

    ̅

    5. Menentukan kebutuhan bahan perhari (d)

    ̅

  • 90

    6. Menentukan waktu tunggu atau Lead Time (L)

    Setelah variabel-variabel yang dibutuhkan sudah ditentukan, langkah

    selanjutnya adalah menghitung Economic Order Interval (EOI) dengan

    perhitungan rumus sebagai berikut:

    Atau

    Berdasarkan perhitungan EOI tersebut, maka frekuensi pemesanan

    dapat ditentukan sebagai berikut:

  • 91

    Frekuensi pemesanan yang harus dilakukan perusahaan dalam satu

    tahun (12 bulan) berdasarkan metode POQ diatas adalah sebanyak 14.35

    kali, atau dibulatkan menjadi 14 kali.

    Seperti halnya metode EOQ, metode POQ juga menggunakan safety

    stock untuk meredam resiko kehabisan stok jika terjadi masalah. Nilai

    variabel Z dan standard deviation (s) yang digunakan adalah nilai yang

    sama dengan yang digunakan pada metode EOQ. Perhitungan nilai safety

    stock pada metode POQ adalah sebagai berikut:

    Nilai safety stock yang harus tersedia di gudang bahan baku

    perusahaan adalah sebanyak 205,795.91 unit, atau dibulatkan menjadi

    205,796 unit cup 120 ml.

    Metode POQ membatasi besarnya persediaan maksimum dengan

    tujuan agar jika penggunaan bahan baku ternyata dibawah perkiraan maka

    penumpukan bahan baku digudang tidak melambung tinggi dan masih bisa

  • 92

    dibatasi. Perhitungan nilai maximum inventory (Imax) adalah sebagai

    berikut:

    ̅

    Nilai maximum inventory yang harus diterapkan perusahaan

    berdasarkan metode POQ adalah 1,268,863.4194 unit, atau dibulatkan

    menjadi 1,268,863 unit.

    Average Inventory Level ( ̅ ) atau rata-rata persediaan

    diperhitungkan dalam metode ini dengan menggunakan rumus berikut:

    ̅

    ̅

    ̅

    ̅

    Pada metode POQ jumlah atau kuantitas pesanan juga

    diperhitungkan berdasarkan tingkat persediaan maksimum dan tingkat

    rata-rata persediaan, yaitu sebagai berikut:

    ̅

  • 93

    Besarnya kuantitas bahan baku pada setiap kali perusahaan

    melakukan pesanan berdasarkan metode POQ adalah 588,485.8338 unit,

    atau dibulatkan menjadi 588,486 unit.

    Perhitungan terakhir yang dilakukan dalam penerapan metode POQ

    ini adalah perhitungan biaya persediaan total jika pengendalian persediaan

    menggunakan metode POQ. Perhitungan untuk bahan baku botol 500 ml

    disajikan sebagai berikut:

    [ ] [(∑

    ) ]

    [ ] [(

    ) ]

    [ ]

    Jika perusahaan menggunakan metode POQ untuk melakukan

    pengendalian persediaan bahan baku, maka dalam satu tahun perusahaan

    perlu mengeluarkan biaya sebesar Rp 2,212,700 untuk biaya persediaan

    bahan baku cup 120 ml.

    4.4.3 Metode Min-Max

    Konsep metode Min-Max tidak menggunakan dasar perhitungan

    pesanan berkala tetap, melainkan pemesanan dapat dilakukan setiap waktu

    dengan konsep titik pemesanan kembali atau re-order point (Indrajit,

    2005). Konsep Min-Max dimulai dengan langkah pertama menentukan

    komponen-komponen berikut:

  • 94

    1. Biaya pemesanan (S)

    2. Biaya penyimpanan per unit per tahun (H)

    3. Jumlah kebutuhan bahan baku per tahun (D)

    4. Rata-rata kebutuhan bahan baku per bulan ( ̅

    ̅

    5. Menentukan kebutuhan bahan perhari (d)

    ̅

    6. Waktu tunggu atau Lead Time (L)

    Langkah kedua metode Min-Max, adalah menentukan tingkat Safety

    Stock (SS), perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

    Nilai safety stock yang dibutuhkan perusahaan adalah sebesar

    1,139,041.583 unit, atau dibulatakn menjadi 1,139,042 unit per bulan.

  • 95

    Setelah mengetahui nilai safety stock, maka tingkat kuantitas

    maksimum dan kuantitas minimum dalam metode Min-Max dapat

    dihitung, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut:

    ̅

    ̅

    Perhitungan kuantitas persediaan maksimum (Qmax) dan kuantitas

    persediaan minimum (Qmin) diatas menunjukkan tingkat persediaan yang

    harus diterapkan perusahaan menurut metode Min-Max. Perusahaan harus

    memiliki persediaan minimal sebanyak 1,252,946 unit (pembulatan) cup

    120 ml untuk memastikan kelancaran proses produksi produk cup 120 ml.

    Kuantitas maksimum yang boleh dimiliki perusahaan agar biaya

    persediaan tetap efisien yaitu sejumlah 1,366,850 unit (pembulatan) cup

    120 ml.

    Kuantitas yang harus dipesan oleh perusahaan jika jumlah

    persediaan sudah mencapai batas kuantitas persediaan minimum (Qmin)

    ditentukan dengan perhitungan berikut:

  • 96

    Kuantitas bahan baku (QMin-Max) yang harus dipesan perusahaan

    dalam setiap kali memesan kepada supplier adalah sebanyak 113,904.1583

    unit, atau dibulatkan menjadi 113,904 unit.

    Perhitungan frekuensi pemesanan memang tidak secara eksplisit

    disebutkan dalam metode ini, namun perhitungan frekuensi tetap dapat

    dilakukan karena frekuensi pemesanan tetap menjadi komponen penentu

    dalam memperhitungkan biaya persediaan total. Perhitungan frekuensi

    dapat dilakukan dengan cara berikut:

    Berdasarkan metode Min-Max dengan mempertimbangkan kuantitas

    pesanan (QMin-Max) terhadap penggunaan bahan baku selama satu tahun

    (D), banyaknya frekuensi pemesanan yang harus dilakukan perusahaan

    adalah 120 kali selama satu tahun.

    Setelah seluruh perhitungan variabel biaya persediaan dihitung,

    maka biaya persediaan dapat ditentukan. Perhitungan biaya persediaan

    menggunakan metode Min-Max adalah sebagai berikut:

    [

    ] *(∑ ) +

    [

    ] [ ]

  • 97

    Berdasarkan pada perhitungan menggunakan rumus Total Cost

    metode Min-Max (TCMin-Max) diatas, biaya yang harus dikeluarkan

    perusahaan sebagai biaya persediaan bahan baku cup 120 ml selama satu

    tahun adalah sebesar Rp 40,010,500.

    4.5 Analisis Perbandingan Metode Pengendalian Persediaan Aktual

    Perusahaan dengan Metode Pengendalian Persediaan Economic Order

    Quantity (EOQ, Periodic Order Quantity (POQ), dan Min-Max.

    Perhitungan yang sudah dilakukan pada point 4.3 dan 4.4

    menunjukkan adanya selisih biaya antara metode pengendalian persediaan

    aktual perusahaan dengan metode pengendalian persediaan yang

    digunakan penulis. Perbandingan tersebut dapat secara lebih jelas

    diterangkan pada tabel berikut:

    Tabel 4.5

    Perbandingan Metode Aktual dan Metode yang Diteliti

    No Uraian Metode

    aktual EOQ POQ Min-Max

    1 Unit yang dipesan

    (unit) 1,219,838 952,267 588,486 113,904

    2 Total biaya persediaan

    (Rupiah) 2,507,400 2,311,200 2,212,700 40,010,500

    3 Frekuensi pemesanan

    (kali) 13 14 14 120

    4 Safety Stock (unit) 67,363 205,796 1,139,042

    5 Reorder Point (unit) 222,686

    6 Persediaan maksimum

    (unit) 1,268,863 1,366,850

    7 Persediaan minimum

    (unit) 1,252,946

    Sumber: Data Diolah, 2017

  • 98

    Tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa metode Periodic Order

    Quantity (POQ) menawarkan tingkat biaya yang paling rendah diantara

    tiga metode yang diajukan penulis dan metode aktual perusahaan, yaitu

    dengan biaya persediaan Rp 2,212,700 setiap tahun dengan rata-rata

    kuantitas bahan baku setiap kali melakukan pesanan sebanyak 588,486

    unit.. Terlihat pula bahwa terdapat dua kelemahan yang dimiliki oleh

    metode pengendalian persediaan aktual perusahaan jika dibandingkan

    dengan metode POQ, yaitu tidak adanya persediaan pengaman (safety

    stock) dan informasi persediaan maksimum.

    Perusahaan dapat meminimalisir kehabisan persediaan bahan baku

    cup 120ml dengan menerapkan persediaan pengaman pada metode POQ,

    yaitu dengan menyediakan persediaan pengaman sebesar 205,796 unit.

    Kuantitas persediaan pengaman ini menyebabkan biaya penyimpanan

    menjadi lebih tinggi karena bahan baku yang disimpan menjadi lebih

    banyak, namun dengan demikian dapat mengurangi resiko kekosongan

    persediaan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kebutuhan. Hal tersebut

    sangat perlu diperhatikan mengingat pada catatan penggunaan bahan baku

    perusahaan tahun 2016 permintaan atau kebutuhan bahan baku cenderung

    sangat fluktuatif atau tidak stabil.

    Perusahaan dapat memanfaatkan informasi persediaan maksimum

    pada metode POQ untuk membatasi jumlah persediaan sehingga biaya

    persediaan dapat lebih terkendali. Persediaan maksimum yang

    diperbolehkan jika menggunakan metode POQ adalah 1,268,863 unit.

  • 99

    Pada metode EOQ, tingkat biaya yang ditawarkan adalah Rp

    2,311,200 dengan kuantitas bahan baku yang dipesan sebanyak 952,267

    unit setiap kali pesan. jumlahTitik pemesanan kembali juga dapat

    membuat perusahaan tahu secara pasti kapan dan pada tingkat persediaan

    mana perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku sehingga bahan

    baku tersebut dapat datang pada waktu yang tepat atau setidaknya tidak

    terlambat. Tingkat persediaan yang dianjurkan oleh metode EOQ untuk

    melakukan pesanan adalah pada saat persediaan di gudang mencapai

    jumlah 222,686 unit. Tingkat safety stock yang ditawarkan metode EOQ

    adalah 67,363 unit.

    Hasil perhitungan dari metode Min-Max yaitu biaya persediaan

    sebesar Rp 40,010,500 dan jumlah unit bahan baku yang dipesan setiap

    kali melakukan pesanan sebesar 113,904 unit. Berdasarkan perhitungan

    diatas metode Min-Max tidak mampu menurunkan tingkat biaya

    persediaan.