18
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir Kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Arti wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Wilayah pesisir ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 in Dahuri et al. 2004). Bengen (2001) menyatakan kawasan pesisir dari sudut ekologis sebagai lokasi dari beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan produktif. Bila ditinjau dari garis pantai (coast line), wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore) (Dahuri et al. 2004). Kawasan pesisir memiliki satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir. Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man- made). Ekosistem alami yang terdapat di kawasan pesisir antara lain terumbu karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al. 2004). Menurut Nybakken (1992), wilayah pesisir dapat dilihat dari segi horizontal dan vertikal (Gambar 2). Secara horizontal kawasan pelagik terbagi menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang mencakup daerah paparan benua dan laut lepas (lautan atau zona oseanik). Ekosistem pesisir mempunyai kemampuan terbatas terhadap masukan limbah. Kemampuan tersebut sangat tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut

2 TINJAUAN PUSTAKA · Kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Arti wilayah ... dengan kisaran dari sempit dan ... semi intensif dan ekstensif. Konsep

  • Upload
    lytuong

  • View
    227

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pesisir

Kawasan pesisir merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan.

Arti wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara

darat dan laut. Wilayah pesisir ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering

maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut,

angin laut, dan perembesan air asin. Wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian

laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia

di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto 1976 in Dahuri et

al. 2004). Bengen (2001) menyatakan kawasan pesisir dari sudut ekologis sebagai

lokasi dari beberapa ekosistem yang unik dan saling terkait, dinamis dan

produktif. Bila ditinjau dari garis pantai (coast line), wilayah pesisir memiliki dua

macam batas, yaitu batas yang sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang

tegak lurus terhadap garis pantai (cross shore) (Dahuri et al. 2004).

Kawasan pesisir memiliki satu atau lebih ekosistem dan sumberdaya pesisir.

Ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan

habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara

habitat tersebut. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami ataupun buatan (man-

made). Ekosistem alami yang terdapat di kawasan pesisir antara lain terumbu

karang (coral reef), hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir (sandy

beach), formasi pes-caprae, formasi baringtonia, estuaria, laguna dan delta.

Ekosistem buatan antara lain berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan

pariwisata, kawasan industri, agroindustri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al.

2004). Menurut Nybakken (1992), wilayah pesisir dapat dilihat dari segi

horizontal dan vertikal (Gambar 2). Secara horizontal kawasan pelagik terbagi

menjadi dua yaitu laut pesisir (zona neritik) yang mencakup daerah paparan benua

dan laut lepas (lautan atau zona oseanik). Ekosistem pesisir mempunyai

kemampuan terbatas terhadap masukan limbah. Kemampuan tersebut sangat

tergantung pada volume dan jenis limbah yang masuk. Apabila limbah tersebut

8

melampaui kemampuan asimilasi perairan pesisir, maka kerusakan ekosistem

dalam bentuk pencemaran akan terjadi.

Sumberdaya di kawasan pesisir terdiri dari sumberdaya alam yang dapat

pulih dan sumberdaya alam yang tidak dapat pulih. Sumberdaya yang dapat pulih

meliputi sumberdaya perikanan (plankton, bentos, ikan, moluska, krustacea,

mamalia laut), rumput laut, padang lamun, hutan mangrove dan terumbu karang.

Sumberdaya yang tidak dapat pulih dapat berupa minyak dan gas, bijih besi, pasir,

timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang lainnya. Pada kelompok

sumberdaya yang dapat pulih, hidup dan berkembang berbagai macam biota laut,

sehingga dengan keanekaragaman sumberdaya tersebut diperoleh potensi jasa-jasa

lingkungan yang dapat dimanfaatkan untuk perkembangan wisata (Dahuri et al.

2004).

Gambar 2 Zonasi wilayah pesisir dan laut secara horizontal dan vertikal(Nybakken 1992).

Wilayah pesisir menarik untuk urbanisasi, industrialisasi, wisata, tujuan

liburan, perikanan, akuakultur dan banyak aktivitas lainnya. Akhir-akhir ini mulai

banyak timbul keinginan untuk melindungi lingkungan alam dan alam bawah laut.

9

Di kawasan pesisir sering terjadi konflik, konflik yang berlangsung antara

aktifitas manusia dan wilayah yang menjadi tempat hidup fauna. Salah satu

konflik yang penting yaitu berasal dari wisata komersial dan adanya keinginan

untuk melindungi alam (Bellan dan Bellan-Santini 2001).

Pantai berpasir dicirikan dengan adanya pasir, gelombang dan pasang surut,

dengan kisaran dari sempit dan terjal terhadap luas dan ada yang datar, pasir

menjadi lebih luas saat surut dan lebih sempit saat pasang, (Short 1999, Finkl

2004 in Defeo et al. 2009). Pantai berhubungan dengan ombak dan terdapat

transpor dan pergantian pasir (Komar 1998 in Defeo et al. 2009). Transpor pasir

dikendalikan oleh gelombang pada sisi basah dan angin pada sisi yang kering

(Defeo et al. 2009)

2.2 Pariwisata dan Ekowisata

2.2.1 Pariwisata

Pariwisata dalam arti luas merupakan kegiatan rekreasi di luar domisili

dengan tujuan untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana

lain (Damanik dan Weber 2006). Pariwisata juga dapat diartikan sebagai suatu

perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, diselenggarakan dari suatu

tempat ke tempat lain dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang

dikunjungi, melainkan untuk menikmati perjalanan. Wisata merupakan bentuk

pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan

manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan

pariwisata (Yulianda 2007).

Menurut Munasef (1995) in Sulaksmi (2007), kegiatan pariwisata terdiri

dari tiga unsur utama. Tiga unsur tersebut diantaranya:

1) Manusia (man) yang merupakan orang yang melakukan perjalanan dengan

maksud menikmati keindahan dari suatu tempat (alam),

2) Ruang (space) yang merupakan daerah atau ruang lingkup tempat melakukan

perjalanan,

3) Waktu (time) yang merupakan waktu yang digunakan selama dalam perjalanan

dan tinggal di daerah tujuan wisata.

10

Berbagai istilah dalam pariwisata telah dikenal luas oleh masyarakat.

Dalam UU No 9 tahun 1990 (Menteri Sekretaris Negara 1990), beberapa istilah

yang berhubungan dengan kegiatan pariwisata antara lain:

1) Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang

dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan

daya tarik wisata,

2) Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata,

3) Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di

bidang tersebut,

4) Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

penyelenggaraan pariwisata,

5) Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa

pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek dan daya tarik wisata,

usaha sarana pariwisata dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut,

6) Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata,

7) Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau

disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.

Dalam kegiatan pariwisata aspek lingkungan merupakan bagian yang harus

diperhatikan (Dahuri 2003). Strategi pariwisata yang berhasil adalah terpenuhinya

manfaat maksimal ketika pelestarian lingkungan terlaksana dengan dengan baik.

Manfaat maksimal dari kegiatan pariwisata tersebut diindikasikan oleh adanya

sejumlah kunjungan turis atau wisatawan baik dari luar maupun dalam negeri

pada objek wisata yang dimaksud.

Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup orang-orang yang melakukan

perjalanan pergi dari rumahnya dan perusahaan-perusahaan yang melayani

mereka dengan cara memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka atau

membuatnya lebih menyenangkan. Seorang wisatawan didefinisikan sebagai

seseorang yang berada jauh dari tempat tinggalnya dimana jarak jauhnya ini

berbeda-beda (Lunberg et al. 1997). Definisi wisatawan menurut WTO in

Marpaung (2002) sebagai berikut :

11

1) Pengunjung adalah setiap orang yang berkunjung ke suatu negara lain dimana

ia mempunyai tempat tinggal, dengan alasan melakukan pekerjaan yang

diberikan oleh negara yang dikunjunginya,

2) Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa

memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara

yang sama untuk jangka waktu lebih dari 24 jam dengan tujuan perjalanannya

dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut:

(1) memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan,

pendidikan, keagamaan dan olahraga,

(2) bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.

Dahuri et al. (2004) menyatakan, pariwisata pesisir adalah kegiatan rekreasi

yang dilakukan di sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur,

berperahu, menyelam, snorkling, beachombing/reef walking, berjalan-jalan atau

berlari sepanjang pantai, dan menikmati keindahan suasana pesisir. Dahuri (2003)

menyatakan bahwa pariwisata pesisir diasosiasikan dengan tiga “S” (sun, sea dan

sand) yaitu jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami

dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai berpasir bersih.

Hall (2001) in Adrianto (2006a) mengemukakan tentang konsep pariwisata

pesisir yang mencakup rentang penuh pariwisata, hiburan, dan kegiatan yang

berorientasi rekreasi yang terjadi di zona pantai dan perairan pantai. Pariwisata

pesisir juga termasuk di dalamnya pengembangan pariwisata pesisir seperti

akomodasi, restoran, industri makanan dan infrastruktur pendukung pembangunan

pesisir. Pariwisata juga mencakup kegiatan wisata seperti rekreasi berperahu,

rekreasi pantai dan laut berbasis ekowisata, kapal pesiar, berenang, memancing,

snorkling dan menyelam.

Kelly (1996) in Sulaksmi (2007) menyatakan klasifikasi bentuk wisata yang

dikembangkan berdasarkan pada bentuk utama atraksi atau daya tariknya yang

kemudian ditekankan pada pemasarannya. Bentuk wisata tersebut antara lain

ekowisata (ecotourism), wisata alam (nature tourism), wisata petualangan

(adventure tourism), wisata berdasarkan waktu (gateway and stay) dan wisata

budaya (cultural tourism). Menurut Gunn (1994) in Sulaksmi (2007), bentuk-

bentuk wisata dikembangkan dan direncanakan berdasarkan hal-hal berikut:

12

1) Kepemilikan (ownship) atau pengelolaan areal wisata tersebut yang dapat

dikelompokkan ke dalam tiga sektor yaitu sektor pemerintahan, sektor

organisasi nir laba, dan perusahaan konvensional,

2) Sumberdaya (resource), yaitu alam (natural) atau budaya (cultural),

3) Perjalanan wisata/lama tinggal (touring/longstay),

4) Tempat kegiatan yaitu di dalam ruangan (indoor) atau di luar ruangan

(outdoor),

5) Wisatawan utama atau wisatawan penunjang (primary/secondary),

6) Daya dukung (carrying capacity) tampak dengan tingkat penggunaan

pengunjung yaitu intensif, semi intensif dan ekstensif.

Konsep pariwisata pesisir (coastal tourism) merupakan hal-hal yang terkait

dengan kegiatan wisata, hal-hal yang menyenangkan dan aktivitas rekreasi yang

dilakukan di wilayah pesisir dan perairannya (Hall 2001 in Adrianto 2006a).

Sementara itu, Orams (1999) in Adrianto (2006a) mendefinisikan pariwisata

bahari (marine tourism) sebagai aktivitas rekreasi yang meliputi perjalanan dari

satu tempat ke tempat lain dan fokus pada lingkungan pesisir (Gambar 3).

Gambar 3 Kerangka pariwisata pesisir dan bahari (Hall 2001 dan Orams 1999 inAdrianto 2006a).

Konsep pariwisata pesisir yang selama ini dilaksanakan telah mengalami

perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan yang ada.

Perkembangan konsep tersebut telah mendorong ditekankannya aspek

keberlanjutan dalam penerapan pariwisata persisir. Pariwisata pesisir

berkelanjutan (sustainable coastal tourism) adalah pariwisata yang dapat

memenuhi kebutuhan wisatawan maupun daerah tujuan wisata pada saat kini,

Pariwisata pesisirdan bahari

Aktivitas dipantai

Aktivitas di air

- Menyelam- Berperahu- Snorkling- dll

- Melihat pemandangan- Wisata pantai- dll

13

sekaligus melindungi dan mendorong kesempatan serupa di masa yang akan

datang. Pariwisata berkelanjutan mengarah pada pengelolaan sumberdaya alam

dan lingkungan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial, estetika

dapat terpenuhi sekaligus memelihara integritas budaya, proses ekologi,

keanekaragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan (WTO 1980 in

Marpaung 2002). Pariwisata pesisir yang berkelanjutan harus dapat memenuhi

kebutuhan generasi saat ini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan

datang untuk memenuhi kebutuhannya.

Pariwisata pantai merupakan bagian dari wisata pesisir yang memanfaatkan

pantai sebagai objek dan daya tarik pariwisata yang dikemas dalam paket wisata.

Pariwisata pantai meliputi semua kegiatan wisata yang berlangsung di daerah

pantai seperti menikmati keindahan alam pantai, olahraga pantai, sun bathing,

piknik, berkemah dan berenang di pantai. Pada perkembangannya, jenis kegiatan

wisata yang dapat dilakukan di pantai sangat beragam tergantung pada potensi

dan arah pengembangan wisata di suatu kawasan pantai tertentu.

Jumlah wisatawan yang meningkat dapat memberikan dampak terhadap

penurunan jumlah kunjungan apabila melampaui daya dukung. Dampak wisata

terhadap masyarakat terdapat beberapa jenis sehingga terdapat enam kategori

(Diedrich dan Garcia-Buades 2009):

1. Dampak ekonomi (seperti: bertambahnya pendapatan (uang), bertambahnya

lapangan pekerjaan pekerjaan)

2. Perkembangan masyarakat (seperti: bertambahnya fasilitas, bertambahnya

infrastruktur)

3. Dampak negatif sosial (seperti: kejahatan, serakah)

4. Dampak positif sosial (seperti: sadar budaya)

5. Dampak positif lingkungan (sadar lingkungan)

6. Dampak negatif lingkungan (pencemaran)

2.2.2 Ekowisata

Ekowisata pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh organisasi The

Ecotourism Society, sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang

dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat

setempat (Blangy dan Wood 1993 in Linberg dan Hawkins 1993). Ekowisata

14

merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan

perlindungan sumberdaya alam dan industri kepariwisataan (META 2002).

Kegiatan ekowisata dapat menciptakan dan memuaskan keinginan akan alam,

tentang eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan serta

mencegah dampak negatif terhadap ekosistem, kebudayaan, dan keindahan

(Western 1993 in Lindberg dan Hawkins 1993). Pada awalnya ekowisata

dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan daerah tujuan wisata

tetap utuh dan lestari, dimana budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap

terjaga. Ekowisata berkembang karena banyak disukai oleh wisatawan yang ingin

berkunjung ke daerah alami. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk

baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualang yang dapat

menciptakan industri pariwisata (Eplerwood 1999 in Fandeli dan Muchlison

2000).

Ekowisata dapat berkontribusi untuk melindungi keanekaragaman dan

fungsi ekosistem dalam pengelolaan (Goosling 1999). Ekowisata merupakan

kegiatan wisata yang berbasis kepada potensi keindahan alam dan secara

bersamaan membantu dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tujuan utama

ekowisata adalah sebagai sumber pendapatan ekonomi baik bagi masyarakat lokal

maupun pemerintah tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan bersifat

berkelanjutan. Beberapa prinsip penting dalam pengembangan ekowisata yaitu (1)

berbasis lingkungan yang alami, (2) mendukung konservasi, (3) pemanfaatan

yang merujuk pada etika, (4) meminimalkan dampak, (5) memberikan manfaat

sosial-ekonomi kepada masyarakat, (6) kepuasan wisatawan dan (7) manajemen

pengelolaan yang mendukung seluruh unsur-unsur tersebut (Fennell 2001 in Tsaur

et al. 2006 ).

Sumberdaya yang dimanfaatkan dalam ekowisata terdiri atas sumberdaya

alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen

terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu (Fandeli 2000; META 2002):

1) Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan

pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya,

15

2) Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan

budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan,

3) Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism),

merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani

kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri

kepariwisataan.

From (2004) in Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga konsep dasar

tentang ekowisata. Pertama, perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak

menimbulkan kerusakan lingkungan. Kedua, wisata ini mengutamakan

penggunaan fasilitas yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat kawasan

wisata. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan

alam dan budaya lokal. Ekowisata memiliki beberapa prinsip (TIES 2000 in

Damanik dan Weber 2006), yaitu sebagai berikut:

1) Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan

dan budaya lokal akibat kegiatan wisata,

2) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di

destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku

wisata lainnya,

3) Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun

penduduk lokal,

4) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi

melalui kontribusi,

5) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal

dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal,

6) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di

daerah tujuan wisata,

7) Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan

kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi

wisata sebagai wujud hak asasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan

disepakati bersama dalam transaksi-transaksi wisata.

Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari

dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Menurut

16

Yulianda (2007), wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan

sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olahraga dan

menikmati pemandangan, sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata

yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut (Tabel 1).

Wisata pantai lebih banyak melakukan aktivitas wisata di area pantai berpasir.

Wisata bahari lebih banyak melakukan aktivitas di perairannya seperti snorkling,

selam dan lainnya.

Tabel 1 Kegiatan wisata pantai dan bahari yang dapat dikembangkan

Wisata Pantai Wisata Bahari

1. Rekreasi pantai2. Panorama3. Resort/peristirahatan4. Berenang, berjemur5. Olahraga pantai (volley pantai, jalan

pantai, lempar cakram, dll)6. Berperahu7. Memancing8. Wisata mangrove

1. Rekreasi pantai dan laut2. Resort/peristirahatan3. Wisata selam (diving) dan wisata snorkling4. Selancar, jet ski, banana boat, perahu kaca,

kapal selam5. Wisata ekosistem lamun, wisata nelayan,

wisata pulau, wisata pendidikan, wisatapancing

6. Wisata satwa (penyu, duyung, paus, lumba-lumba, burung, mamalia, buaya)

Sumber: Yulianda (2007)

Ekowisata tidak dapat dipisahkan dari wisata pesisir. Kegiatan ekowisata

selain memberikan dampak positif juga dapat membawa dampak negatif terhadap

lingkungan di sekitarnya, baik dampak negatif terhadap lingkungan obyek wisata

alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Dampak

negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai akibat dari perencanaan dan

pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan pengembangan kegiatan

wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kurangnya

pengetahuan, kesadaran serta pendidikan masyarakat dan wisatawan terhadap

kelestarian lingkungan (Soeriaatmaja 1997).

Perkembangan ekowisata telah mampu memberikan keuntungan sosial,

ekonomi dan ekologi/lingkungan pada berbagai wilayah pesisir. Kecenderungan

wisatawan untuk menikmati wisata di wilayah pesisir telah mendorong

pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Berkembangnya kawasan pesisir

menjadi daerah ekowisata akan meningkatkan jumlah masyarakat yang terlibat

dalam kegiatan pariwisata dan secara tidak langsung akan memberikan dampak

positif terhadap peningkatan fasilitas dan aksesibilitas (Ulhaq 2006).

17

2.3 Perikanan

Dalam UU No. 31 Tahun 2004 junto UU No. 45 Tahun 2009 tentang

Perikanan, definisi perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari

praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan

dalam suatu sistem bisnis perikanan. Kegiatan perikanan di wilayah pesisir dapat

dibedakan dalam 2 kategori utama yaitu perikanan tangkap dan perikanan

budidaya. Perikanan tangkap di Indonesia, menurut lokasi kegiatannya

dikelompokkan menjadi perikanan lepas pantai, perikanan pantai dan perikanan

darat. Perikanan pantai adalah kegiatan menangkap ikan, udang, kerang-kerangan

dan hewan air lainnya yang secara liar hidup di perairan sekitar pantai.

Komponen utama perikanan tangkap adalah unit penangkapan yang terdiri

atas alat tangkap, kapal dan nelayan. Unit penangkapan tersebut merupakan satu

kesatuan yang saling mempengaruhi dan sangat menentukan terhadap

keberhasilan usaha perikanan tangkap. Menurut Kesteven (1973), komponen-

komponen perikanan tangkap terdiri atas sarana produksi, usaha penangkapan,

prasarana pelabuhan, unit pengolahan, unit pemasaran dan unit pembinaan.

1) Sarana produksi

Sarana produksi merupakan salah satu fasilitas yang menunjang

berlangsungnya kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut antara lain

penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan, instalasi, air tawar, instalasi

listrik, dan pendidikan pelatihan tenaga kerja.

2) Usaha penangkapan

Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan, aspek legal dan unit

sumber daya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi

penangkapan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan. Aspek legal

menyangkut sistem informasi dan perijinan. Unit sumberdaya terdiri dari

spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta

musim.

3) Prasarana pelabuhan

Pembangunan pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan tanggung jawab

pemerintah. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk

18

meningkatkan produksi. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai pusat

pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat

pendaratan ikan hasil perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil

tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan serta pusat

pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data.

4) Unit pengolahan

Unit pengolahan termasuk didalamnya pengawetan yang bertujuan untuk

mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap

sempurna segar atau dalam wujud olahan, secara ekonomi nilai tambah

produk juga meningkat. Pengolahan tersebut dapat dilakukan secara

tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan ataupun

dengan cara modern (Moeljanto 1996).

5) Unit pemasaran

Hanafiah dan Saefuddin (1983) menyebutkan bahwa pemasaran merupakan

tindakan yang berkaitan dengan pergerakan barang-barang dan jasa dari

produsen ke tangan konsumen.

6) Unit pembinaan

Pembinaan merupakan suatu proses untuk peningkatan produksi dan

produktivitas perikanan yang merupakan salah satu tujuan pembangunan

sektor perikanan. Pembinaan tersebut terdiri dari pembinaan usaha perikanan

dan pembinaan mutu hasil perikanan. Pembinaan usaha perikanan bertujuan

untuk pengembangan usaha di bidang perikanan yang merupakan bagian dari

dunia usaha pada umumnya. Pembinaan usaha perikanan terdiri dari

pembinaan kelembagaan usaha perikanan, perkreditan dan permodalan dan

pembinaan perijinan usaha perikanan.

Permasalahan umum dalam perikanan tangkap saat ini antara lain penurunan

hasil tangkapan yang disebabkan adanya penangkapan berlebih, degradasi kualitas

fisik, kimia dan biologi lingkungan perairan (Dahuri et al. 2004). Berbagai

strategi telah dilakukan nelayan dalam rangka mempertahankan keberlanjutan

usahanya. Penurunan hasil tangkapan telah mendorong nelayan untuk mencari

pendapatan tambahan di luar pekerjaan utamanya menangkap ikan. Dalam upaya

penguatan mata pencaharian alternatif pada kegiatan perikanan berkelanjutan,

19

Smith et al. (2005) telah mengungkap beberapa strategi seperti disajikan pada

Tabel 2.

Tabel 2 Pengembangan strategi untuk peningkatan pendapatan pada kegiatanperikanan berkelanjutan

No Strategi Mata Pencaharian Fungsi mata pencaharian perikanan1 Bertahan Subsisten (produksi makanan dan pendapatan

Nutrisi (protein, mikronutrien, vitamin)2 Diversifikasi semi subsisten Konsumsi sendiri-nutrisi dan keamanan pangan

Tenaga kerja dalam pertanianSumber keruanganDiversifikasi untuk :

- Tenaga kerja dan konsumsi rokok- Pengurangan resiko- Strategi perlawanan terhadap stok

3 Spesialisaskbbii sebagai nelayan Pasar (produksi dan pendapatan)Akumulasi

4 Akumulasi diversifikasi AkumulasiPertahanan dari strategi akumulasi diversifikasiRekreasi

Sumber: Smith et al. (2005)

2.4 Penataan Ruang (Zonasi)

Ruang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang

udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat

manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara

kelangsungan hidupnya (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2007). Penataan

ruang (zonasi) merupakan pembentukan wilayah daratan dan perairan untuk

dialokasikan ke penggunaan yang lebih spesifik, wilayah dibagi dalam beberapa

zona dimana tiap zona direncanakan untuk penggunaan tertentu (Clark 1974).

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia 2007).

Zonasi didasarkan pada konsep pemisahan dan kontrol pemanfaatan yang

secara spasial tidak sesuai, diterapkan dalam berbagai situasi dan dapat di

sesuaikan dengan berbagai lingkungan ekologi, sosial ekonomi dan politik (Kay

dan Alder 2005). Penataan ruang merupakan kegiatan yang kompleks karena

bersifat multi sektor dan multi disiplin. Aspek yang dikaji dalam penataan ruang

pesisir antara lain aspek ekologi, sosial ekonomi, budaya dan kebijakan. Pada

prinsipnya, sistem zonasi merupakan pengaturan ruang untuk mengatur kegiatan

20

manusia dalam kawasan sehingga dapat saling mendukung dan dapat

mengakomodir semua kegiatan masyarakat di sekitar kawasan.

2.5 Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung dapat didefinisikan sebagai intensitas penggunaan terhadap

sumberdaya alam yang berlangsung terus menerus tanpa merusak alam (Pearce

dan Kirk 1986). Daya dukung dapat memperkirakan dampak dari perubahan

lingkungan yang sesuai dengan tujuan manajemen lingkungan. Konsep daya

dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas

maksimum untuk mendukung pertumbuhan suatu organisme (Bengen 2002).

Konsep ini berkembang untuk mencegah terjadinya degradasi sumberdaya alam

dan lingkungan. Daya dukung dapat dibedakan atas daya dukung ekologis, daya

dukung fisik, daya dukung ekonomi dan daya dukung sosial (Bengen 2002).

1) Daya dukung ekologis

Merupakan tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan dari segi jumlah

maupun kegiatan yang dilakukan di dalamnya sebelum terjadi penurunan

kualitas ekologis kawasan. Perhatian utama dalam daya dukung ekologis

adalah jenis ekosistem yang tidak dapat pulih seperti lahan basah (rawa).

Indikator kerusakan ekosistem dilakukan dengan pendekatan ekologis antara

lain dapat digambarkan dengan adanya kerusakan vegetasi, habitat, degradasi

tanah dan kerusakan obyek visual wisata alam.

2) Daya dukung fisik

Merupakan jumlah maksimum penggunaan yang dapat dilakukan dalam

kawasan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan

tersebut secara fisik kawasan yang telah melampaui daya dukung secara fisik

dapat dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan, banyaknya

sampah kota, suhu kota yang meningkat, konflik sosial dan sebagainya.

Terlampauinya daya dukung fisik suatu kawasan akan memberikan dampak

negatif tidak hanya pada aspek fisik namun juga aspek lainnya seperti sosial,

ekonomi bahkan ekologis.

21

3) Daya dukung ekonomi

Merupakan tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum dan

ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi. Dalam hal ini digunakan

parameter kelayakan usaha (secara ekonomi).

4) Daya dukung sosial

Merupakan gambaran persepsi seseorang dalam menggunakan ruang dalam

waktu bersamaan. Konsep ini terkait dengan tingkat kenyamanan pemakai

kawasan.

Daya dukung lingkungan dapat diketahui dengan memperhitungkan semua

potensi yang ada dalam kawasan yang bersangkutan serta kendala yang

mempengaruhi potensi tersebut dalam jangka panjang. Daya dukung lingkungan

terlampaui ditandai dengan kerusakan lingkungan. Batasan daya dukung untuk

manusia adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh luas sumberdaya dan

lingkungan. Konsep daya dukung awalnya dikembangkan untuk mempelajari

pertumbuhan populasi dalam suatu unit ekosistem. Penghitungan daya dukung

misalnya adalah penghitungan kapasitas ekologi yaitu jumlah individu yang dapat

ditampung oleh suatu habitat. Tujuan utama dari penghitungan daya dukung

adalah untuk mempertahankan potensi sumberdaya alam di areal tersebut pada

batas-batas penggunaan yang dimungkinkan serta untuk menentukan bentuk

pengelolaan yang dapat dilakukan terhadap sumberdaya alam yang ada di suatu

wilayah.

Pengukuran daya dukung dibatasi untuk faktor yang bisa di ukur. Daya

dukung fisik umumnya mengukur jumlah maksimum pengunjung pada waktu

yang sama dimana ruang yang tersedia dapat mendukung. Faktor kuncinya yaitu

jumlah pengunjung, ruang yang tersedia adalah pada satu tempat (kondisi alami)

atau ditingkatkan melalui akomodasi infrastruktur atau bahkan lahan reklamasi

dalam kasus ekstrim (Tejada et al. 2009). Pantai memiliki nilai yang tinggi

sebagai sumberdaya wisata, oleh karena itu penentuan daya dukung perlu

dilakukan sebagai faktor yang harus ada untuk dapat melakukan pemanfaatan dan

pengelolaan yang memperhatikan lingkungan (Silva 2002).

22

2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Perpaduan antara sub model ekologi, ekonomi maupun sosial dapat

menggunakan model SIG. Konsep dasar SIG merupakan sistem yang

mengorganisir perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan data

serta dapat mendayagunakan sistem penyimpanan, pengolahan, maupun analisis

data secara simultan sehingga diperoleh informasi yang berkaitan dengan aspek

keruangan (Prahasta 2004).

Sistem informasi geografis dapat menampilkan dalam bentuk spasial yang

dapat digunakan untuk pengelolaan dan ilmu pengetahuan. Sistem informasi

geografis dapat menggambarkan secara abstrak dalam bentuk peta permukaan

bumi. Jenis data SIG terdiri atas data spasial dan data atribut. Data spasial

(keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau tempat-tempat di

permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog, foto udara dan

penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas. Data atribut (deskriptif), yaitu data

yang terdapat pada ruang atau tempat. Atribut menjelaskan suatu informasi. Data

atribut diperoleh dari statistik, sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang

disimpan dalam bentuk tabel) lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas,

misalnya kekuatan pohon. Dan dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya jumlah

pohon.

2.7 Ekologi Ekonomi

Ekologi ekonomi mengidentifikasi pentingnya tiga konsep yang sesuai

norma yaitu efisiensi ekonomi, keberlanjutan ekologi dan pemerataan sosial

dalam mengelola keterkaitan antara sistem ekologi dan ekonomi (Constanza dan

Folke 1997 in Wilson dan Howarth 2002). Pertanyaan penting berdasarkan

perspektif pemerataan sosial adalah bagaimana seharusnya mengevaluasi jasa dan

ekosistem dalam melibatkan perlakuan yang adil pada persaingan di kelompok

sosial. Estimasi nilai ekonomi dapat membantu pembuat kebijakan menentukan

isu dari pengelolaan konservasi, pengembangan berkelanjutan dan dukungan

keuangan untuk pengelolaan (Lee dan Mjelde 2007).

23

2.8 Pengelolaan berkelanjutan

Suatu kegiatan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut secara

ekologi, ekonomi dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara

ekonomi berarti kegiatan harus dapat menumbuhkan ekonomi, pemeliharaan

kapital dan menggunakan sumberdaya serta investasi secara efisien.

Berkelanjutan secara ekologis berarti kegiatan dapat mempertahankan integritas

ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya

alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity) sehingga diharapkan

pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan (Cicin-Sain dan Knecht 1998).

Pengelolaan merupakan indikator dalam pengembangan pengelolaan yang

berkelanjutan terdiri atas empat kelompok yaitu (1) menggambarkan adanya

tekanan-situasi-respons, dimana indikator spesifik terletak pada tekanan yang

diterima lingkungan dan pada dampak dan respons yang terjadi pada lingkungan.

(2) Indikator berdasarkan skala spasial, secara global, nasional dan lokal. (3)

Berkonsentrasi pada lingkungan sebagai indikator penengah seperti udara, air,

lahan dan lainnya. (4) Klasifikasi berdasarkan dimensi utama keberlanjutan

seperti lingkungan, lamanya pengembangan terhadap dampak lingkungan (Tsaur

2006).

Pengelolaan wilayah pesisir berkelanjutan memberikan makna bahwa

wilayah peisir dengan seluruh isinya perlu dihargai dan secara berencana dapat

dimanfaatkan, sehingga diperlukan upaya-upaya perlindungan makhluk hidup.

Perlu dilakukan penjagaan dan pelestarian wilayah pesisir dan laut yang sangat

rentan terhadap perubahan ekosistem, dimana diperlukan perhatian yang serius

dalam pengembangan dan pengelolaannya agar senantiasa berjalan secara

berkelanjutan dan lestari. Arah tujuan dari pengembangan dan pengelolaan

potensi sumberdaya pesisir adalah untuk meningkatkan pengelolaan secara

terpadu dalam pemanfaatan sumberdaya secara optimal, efisien, efektif yang

mengarah pada peningkatan upaya pelestarian lingkungan.

Pengelolaan secara berkelanjutan berkembang dari pemeliharaan

sumberdaya alam untuk saat ini dan generasi yang akan datang. Pengelolaan

tersebut menekankan nilai yang berhubungan dengan budaya dan

keanekaragaman masyarakat, perhatian terhadap isu keadilan sosial yang

24

berorientasi terhadap stabilitas (Ahn et al. 2002). Hubungan antara pengelolaan

berkelanjutan dengan wisata seringkali muncul.dua aspek: a) banyak yang tidak

tahu mengenai hubungan wisata dengan lingkungan, b) masih jarang informasi

empiris yang menunjukkan dengan jelas bahwa wisata bisa mempengaruhi

keberlanjutan alam (Ahn et al. 2002). Wisata dan ekowisata yang berkelanjutan

dikenal dengan luas sebagai peningkatan pengembangan dimana terdapat

perlindungan lingkungan alam, tradisi dan warisan budaya (Carta di rimini 2001

in Sala 2010). Partisipasi pemerintah cukup bermanfaat untuk mengatasi isu

pengelolaan keberlanjutan dan untuk perencanaan strategi lokal pada pengelolaan

(Sala 2010).