23
Draft 14-04-2011 MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR ............. TENTANG PENGADAAN TENAGA KERJA DAN TATA CARA PEMBELIAN BARANG MODAL, PERALATAN, BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG LAINNYA PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengadaan Tenaga Kerja dan Tata Cara Pembelian Barang Modal, Peralatan, Bahan Baku dan Bahan Pendukung Lainnya Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia) Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279); 4. Undang-Undang … Apabila ada tanggapan terhadap draft ini mohon dikirimkan ke: [email protected]

20110414 Draft Permen TK Dan Brg Modal

  • Upload
    mncs80

  • View
    40

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Draft 14-04-2011

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR .............

TENTANG

PENGADAAN TENAGA KERJA DAN TATA CARA PEMBELIAN BARANG MODAL, PERALATAN, BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG LAINNYA

PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 Peraturan

Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengadaan Tenaga Kerja dan Tata Cara Pembelian Barang Modal, Peralatan, Bahan Baku dan Bahan Pendukung Lainnya Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia) Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

4. Undang-Undang …

Apabila ada tanggapan terhadap

draft ini mohon dikirimkan ke:

[email protected]

-2-

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111);

9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 110/PMK.010/2005 tanggal 11 November 2005 Tentang Tata Cara Pemberian dan/atau Keringanan Bea Masuk dan Pembebasan dan/atau Penundaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Barang dalam Rangka Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara;

10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.02/MEN/III/2008 tanggal 28 Maret 2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing;

11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 Tahun 2009 tanggal 30 September 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara;

12. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 18 Tahun 2010 tanggal 22 November 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;

MEMUTUSKAN …

-3-

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGADAAN TENAGA KERJA DAN TATA CARA PEMBELIAN BARANG MODAL, PERALATAN, BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG LAINNYA PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

BAB l

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.

2. Usaha Jasa Pertambangan adalah usaha jasa yang kegiatannya berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan.

3. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.

4. Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.

5. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan khusus pengolahan dan pemurnian.

6. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan khusus pengangkutan dan penjualan.

7. Izin Usaha Jasa Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan kepada Pelaku Usaha Jasa Pertambangan untuk melakukan kegiatan usaha jasa petambangan.

8. Perusahaan tambang adalah Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian, IUP Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan dan/atau pemegang IUJP.

9. Tenaga kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI, adalah tenaga kerja warga Negara Indonesia.

10. Tenaga kerja asing yang selanjutnya disebut TKA, adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.

11. Tenaga …

-4-

11. Tenaga kerja Indonesia pendamping yang selanjutnya disebut TKI pendamping, adalah tenaga kerja warga Negara Indonesia yang ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dan/atau calon pengganti TKA.

12. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut RPTKA, adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.

13. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut IMTA, adalah izin tertulis yang diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk kepada pemberi kerja TKA.

14. Program Indonesianisasi adalah program pengalihan penggunaan tenaga kerja dari TKA menjadi TKI pada perusahaan tambang.

15. Barang modal adalah benda dalam bentuk utuh maupun terurai, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi/peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh perusahaan tambang.

16. Masterlist adalah dokumen rencana induk kebutuhan barang modal dan bahan pendukung lainnya yang terdiri dari rencana pembelian dalam negeri dan rencana impor barang berdasarkan jenis, jumlah dan spesifikasi barang.

17. Impor sementara adalah pemasukan barang impor ke dalam daerah pabean yang benar-benar di masukkan untuk dieksport kembali dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun.

18. Remanufactured adalah proses pembongkaran dan pemulihan kembali pada bagian-bagian barang modal dan peralatan tanpa menghilangkan identitas barang aslinya yang dilakukan di luar negeri atau dalam negeri, sehingga barang tersebut kondisi dan fungsinya seperti barang baru.

19. Rekondisi barang adalah proses pembongkaran dan pemulihan kembali pada bagian-bagian barang modal dan peralatan yang dilakukan di luar negeri atau dalam negeri, sehingga barang tersebut bermanfaat kembali sesuai fungsinya.

20. Penghapusan adalah proses/tindakan menghapus barang dari daftar akuntansi perusahaan untuk membebaskan dari tanggung jawab secara administrasi dan fisik atas barang tersebut yang berada dalam penguasaannya.

21. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang bekas yang semula digunakan oleh perusahaan tambang kepada pihak lain.

22. Re-ekspor adalah pengeluaran barang impor dari wilayah pabean Negara Republik Indonesia.

23. Disposal …

-5-

23. Disposal adalah pembuangan/penyingkiran barang-barang yang tidak dipakai lagi untuk mendukung kegiatan perusahaan.

24. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara.

25. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertambangan Mineral dan Batubara.

BAB II

PENGADAAN TENAGA KERJA DI BIDANG USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Bagian Kesatu

Asas dan Tujuan

Pasal 2

Pembangunan ketenagakerjaan di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara diselenggarakan dengan berasaskan:

a. keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah; dan

b. manfaat, keadilan, dan keseimbangan.

Pasal 3

Dalam rangka mendukung pembangunan ketenagakerjaan dan memberi kesempatan kerja bagi TKI, tujuan pengadaan tenaga kerja di bidang usaha pertambangan mineral dan batubara adalah:

a. memenuhi hasrat TKI untuk menduduki jabatan-jabatan yang layak pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang sampai saat ini masih diduduki TKA;

b. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja setempat secara optimal dan manusiawi;

c. mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan lapangan kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

d. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan;

e. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya; dan

f. meningkatkan kompetensi tenaga kerja dalam kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

Bagian Kedua …

-6-

Bagian Kedua

Struktur Organisasi dan Pengadaan Tenaga Kerja

Paragraf 1

Struktur organisasi

Pasal 4

(1) Struktur organisasi perusahaan tambang wajib dikonsultasikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mendapat pengesahan.

(2) Dalam hal terjadi perubahan struktur organisasi, perusahaan tambang wajib mendapat pengesahan dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Paragraf 2

Pengadaan Tenaga Kerja Indonesia

Pasal 5

(1) Perusahaan tambang harus mengutamakan penggunaan TKI dalam pelaksanaan setiap tahap kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

(2) Pengutamaan penggunaan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara berjenjang kepada tenaga kerja setempat, tenaga kerja kabupaten/kota, dan tenaga kerja provinsi dimana lokasi tambang berada serta tenaga kerja dari wilayah provinsi lain.

(3) Pengutamaan penggunaan TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memperhatikan kompetensi kerja TKI.

Pasal 6

(1) Setiap perusahaan tambang wajib memberikan pelatihan dan pendidikan untuk TKI dalam berbagai jenjang sesuai dengan jabatannya.

(2) Setiap TKI yang menduduki jabatan struktural pada perusahaan wajib masuk dalam struktur organisasi perusahaan tambang.

Pasal 7

(1) Dalam hal pengutamaan penggunaan TKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tidak dapat terpenuhi maka perusahaan tambang dapat mengajukan pengadaan TKA dengan pembatasan berdasarkan jenis jabatan dan jangka waktu penggunaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Tidak terpenuhinya … -7-

(2) Tidak terpenuhinya TKI untuk menduduki suatu jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan pemasangan iklan di media massa baik cetak maupun elektronik.

Paragraf 3

Pengadaan Tenaga Kerja Asing

Pasal 8

(1) Perusahaan tambang yang akan mempekerjakan TKA wajib menyusun rencana pengadaan TKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 didasarkan kebutuhan pada tahapan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang sedang berlangsung.

(2) Rencana pengadaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan guna mewujudkan alih teknologi dan alih keahlian di bidang pertambangan mineral dan batubara atau bidang yang dikuasai oleh TKA kepada TKI.

(3) Rencana pengadaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dalam bentuk RPTKA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.

(4) Untuk setiap posisi jabatan yang akan diperuntukan bagi TKA dalam RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang telah diduduki TKA wajib tercantum dalam bagan struktur organisasi perusahaan tambang.

(5) Setiap posisi jabatan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib memiliki TKI pendamping yang posisi jabatannya harus memiliki level jabatan setingkat di bawah level jabatan TKA.

(6) TKI pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memiliki latar belakang pendidikan dan/atau kompetensi kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA yang didampingi.

(7) Khusus untuk posisi jabatan direktur dan jabatan lainnya yang membidangi personalia tidak dapat diduduki oleh TKA.

(8) Untuk setiap posisi jabatan yang diduduki TKA harus tercantum dalam bagan struktur organisasi perusahaan tambang dan wajib berkedudukan di Indonesia.

Pasal 9

Setiap perusahaan tambang dilarang mempekerjakan TKA:

a. pada lebih dari 1 (satu) jabatan;

b. yang telah dipekerjakan oleh perusahaan tambang lain; dan

c. diluar jabatan yang tercantum pada RPTKA yang telah mendapat rekomendasi Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Bagian Keempat …

-8-

Bagian Keempat

Rekomendasi RPTKA

Paragraf 1

Tata Cara Pemberian

Pasal 10

(1) Setiap perusahaan tambang yang akan mempekerjakan TKA wajib mendapatkan pengesahan RPTKA dari Menteri yang lingkup tugasnya di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Perusahaan tambang sebelum mengajukan permohonan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mendapatkan rekomendasi RPTKA dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk mengajukan permohonan: a. pengesahan RPTKA;

b. perubahan terhadap RPTKA yang telah disahkan; dan

c. pengesahan perpanjangan RPTKA.

kepada Menteri yang lingkup tugasnya dibidang ketenagakerjaan.

Pasal 11

(1) Untuk mendapatkan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi RPTKA secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran I A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. struktur organisasi perusahaan;

b. alasan penggunaan TKA;

c. pernyataan tertulis mengenai kesanggupan untuk alih keahlian dan teknologi kepada TKI;

d. daftar isian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I B Peraturan Menteri ini; dan

e. Copy Kontrak Kerja serta Izin Usaha Jasa bagi pemegang IUJP.

Pasal 12 …

-9-

Pasal 12

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan rekomendasi RPTKA diterima secara lengkap dan benar wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi RPTKA harus melakukan evaluasi teknis terhadap permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).

(3) Dalam hal pelaksanaan evaluasi teknis terhadap permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan klarifikasi lebih lanjut, Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota dapat berkoordinasi dengan perusahaan atau dengan instansi terkait.

Pasal 13

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi RPTKA kepada perusahaan tambang.

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan rekomendasi RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya.

Pasal 14

Pengesahan RPTKA pada jabatan tertentu di luar jabatan struktural dapat diberikan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Pasal 15

Perusahaan tambang wajib menyampaikan salinan RPTKA yang telah mendapat pengesahan dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Paragraf 2 …

-10-

Paragraf 2

Rekomendasi Perpanjangan RPTKA

Pasal 16

(1) Setiap perusahaan tambang yang akan memperpanjang RPTKA wajib mendapatkan pengesahan perpanjangan RPTKA dari Menteri yang lingkup tugasnya dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Perusahaan tambang sebelum mengajukan permohonan pengesahan perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mendapatkan rekomendasi perpanjangan RPTKA dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Untuk mendapatkan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling lambat 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya RPTKA.

(4) Permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran I A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. alasan perpanjangan RPTKA;

b. laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepada TKI pendamping;

c. salinan keputusan RPTKA yang masih berlaku; dan

d. salinan IMTA yang masih berlaku.

Pasal 17

Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA dari perusahaan diterima secara lengkap dan benar.

Pasal 18

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 maka diterbitkan surat rekomendasi perpanjangan RPTKA kepada perusahaan tambang.

(2) Dalam hal …

-11-

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan rekomendasi perpanjangan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan disertai dengan alasannya.

Bagian Kelima

Hubungan Industrial

Pasal 19

(1) Perusahaan tambang yang hendak melakukan pemutusan hubungan kerja serta menyelesaikan perselisihan hubungan industrial wajib menyampaikan dan mengkonsultasikan kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.

(2) Perusahaan tambang wajib memperlakukan sama terhadap seluruh tenaga kerja tanpa memandang kebangsaan dalam pemberian fasilitas, kesempatan karier serta dalam sistem penggajian.

Bagian Keenam

Program Indonesianisasi

Pasal 20

Perusahaan tambang wajib:

a. menyusun rencana program Indonesianisasi;

b. menyusun rencana program pendidikan dan pelatihan bagi seluruh TKI dalam rangka proses Indonesianisasi; dan

c. melaksanakan suatu program untuk memperkenalkan kepada TKA tentang hukum, dan budaya Indonesia.

BAB III

TATA CARA PEMBELIAN BARANG MODAL, PERALATAN, BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG LAINNYA

PADA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Bagian Kesatu

UMUM

Pasal 21

(1) Perusahaan tambang dalam melaksanakan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara harus mengutamakan barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya produk dalam negeri dan produk impor yang dijual di Indonesia.

(2) Untuk memenuhi …

-12-

(2) Untuk memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan dapat mengajukan permohonan : a. masterlist;

b. impor sementara; atau

c. remanufactured dan/atau rekondisi barang.

(3) Barang modal, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung lainnya yang tidak digunakan lagi oleh perusahaan tambang, dapat diajukan permohonan : a. penghapusan dan/atau pemanfaatan (pemindah tanganan,

hibah, pemusnahan);

b. re-ekspor; atau

c. disposal.

Bagian Kedua

Masterlist

Pasal 22

(1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a wajib mendapatkan rekomendasi masterlist dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk mendapatkan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi masterlist secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran II A Peraturan Menteri ini untuk kebutuhan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan harus dilampiri: a. rencana kerja dan anggaran biaya;

b. laporan realisasi masterlist sampai dengan triwulan III;

c. surat persetujuan tahapan terakhir;

d. softcopy masterlist;

e. daftar proyek lanjutan dan/atau baru; dan

f. daftar perusahaan pemasok barang.

(4) Khusus untuk IUJP, yang dapat mengajukan Masterlist adalah perusahaan-perusahaan yang memiliki fasilitas dari Pemerintah.

Pasal 23 …

-13-

Pasal 23

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan rekomendasi masterlist diterima secara lengkap dan benar.

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi masterlist harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3).

Pasal 24

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi masterlist kepada perusahaan tambang dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II B Peraturan Menteri ini.

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan rekomendasi masterlist sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya.

Pasal 25

(1) Perusahaan tambang yang melakukan impor barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya tidak menggunakan masterlist harus menanggung semua biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Penambahan dan/atau perubahan masterlist dapat dilakukan maksimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun dan diajukan paling lambat tanggal 30 September tahun berjalan.

(3) Pengecualian dari ketentuan ayat (2) dapat diberikan dalam keadaan kahar dengan disertai dokumen lengkap dan alasan-alasan yang spesifik.

(4) Penambahan masterlist melebihi 10% (sepuluh persen) dari nilai yang disetujui, harus mengajukan revisi rencana kerja dan anggaran biaya perusahaan tambang.

Bagian Ketiga …

-14-

Bagian Ketiga

Impor Sementara

Pasal 26

(1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf b wajib mendapatkan rekomendasi impor sementara dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk mendapatkan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi impor sementara secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A Peraturan Menteri ini untuk penggunaan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang;

b. deskripsi barang;

c. jumlah barang;

d. harga barang;

e. negara asal barang;

f. daftar proyek lanjutan dan/atau baru; dan

g. alasan penggunaan barang.

Pasal 27

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar.

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi impor sementara harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3).

Pasal 28 …

-15-

Pasal 28

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi impor sementara dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran III B Peraturan Menteri ini.

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan rekomendasi impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya.

Bagian Keempat

Remanufactured dan/atau Rekondisi Barang

Pasal 29

(1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c wajib mendapatkan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk mendapatkan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang;

b. negara tujuan dan/atau negara asal barang; dan

c. dasar/alasan remanufactured dan/atau rekondisi.

Pasal 30

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar.

(2) Menteri …

-16-

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3).

Pasal 31

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran IV B Peraturan Menteri Ini.

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan rekomendasi remanufactured dan/atau rekondisi barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya.

Bagian Kelima

Penghapusan dan/atau Pemanfaatan

Pasal 32

(1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf a wajib mendapatkan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk mendapatkan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran V A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang;

b. asal barang;

c. dokumen sales agreement;

d. surat …

-17-

d. surat pernyataan kesanggupan untuk menyelesaikan kewajiban kepabeanan dan pajak atau bukti pembayaran kewajiban kepabeanan dan pajak; dan

e. dasar/alasan melakukan penghapusan dan pemanfaatan.

Pasal 33

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar.

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3).

Pasal 34

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran V B Peraturan Menteri ini.

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan rekomendasi penghapusan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya.

Bagian Keenam

Re-Ekspor

Pasal 35

(1) Setiap perusahaan tambang yang akan mengajukan permohonan re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf b wajib mendapatkan rekomendasi re-ekspor dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk …

-18-

(2) Untuk mendapatkan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan rekomendasi re-ekspor secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan re-ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang;

b. jenis dan jumlah barang serta harga saat pembelian;

c. negara tujuan; dan

d. dasar/alasan melakukan re-ekspor.

Pasal 36

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar.

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan rekomendasi re-ekspor harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3).

Pasal 37

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) maka diterbitkan surat rekomendasi re-ekspor dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran VI B Peraturan Menteri Ini.

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan rekomendasi re-ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis kepada perusahaan tambang disertai dengan alasannya.

Bagian Ketujuh …

-19-

Bagian Ketujuh

Disposal

Pasal 38

(1) Setiap perusahaan tambang dapat mengajukan permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) huruf c untuk mendapatkan persetujuan disposal dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Untuk mendapatkan persetujuan disposal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan tambang wajib mengajukan permohonan disposal secara tertulis kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Permohonan Disposal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menggunakan formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII A Peraturan Menteri ini dan harus dilampiri: a. daftar dan spesifikasi barang; dan

b. dasar/alasan melakukan disposal.

Pasal 39

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya persyaratan secara lengkap dan benar.

(2) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan persetujuan disposal harus melakukan penelitian dan evaluasi terhadap permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3).

Pasal 40

(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujuan atas permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) maka diterbitkan surat persetujuan disposal dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran VII B Peraturan Menteri Ini.

(2) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya memberikan penolakan atas permohonan disposal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) maka penolakan harus disampaikan secara tertulis dengan disertai alasannya.

BAB IV …

-20-

BAB IV

PELAPORAN

Pasal 41

(1) Perusahaan tambang wajib menyampaikan: a. copy RPTKA yang telah mendapat persetujuan dari

Menteri yang lingkup tugasnya di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. daftar dan posisi jabatan TKA yang dipekerjakan;

c. program pendidikan dan pelatihan untuk seluruh TKI dan TKI pendamping;

d. laporan realisasi pendidikan dan pelatihan terhadap seluruh TKI dan TKI pendamping;

e. realisasi program alih teknologi yang telah diberikan oleh TKA kepada TKI pendamping

kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Perusahaan tambang wajib menyampaikan laporan realisasi masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor, dan disposal kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

(3) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan setiap triwulan dan tahunan sesuai dengan format yang tercantum dalam Lampiran VIII, Lampiran IX A dan IX B Peraturan Menteri ini.

BAB V

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 42

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan secara berkala terhadap penggunaan tenaga kerja, pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setiap saat.

Pasal 43 …

-21-

Pasal 43

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) berhak melakukan verifikasi terhadap masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor, dan disposal.

(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek legal, teknis, tingkat kebutuhan, dan asal barang.

(3) Verifikasi terhadap aspek teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi jenis/kategori, deskripsi barang, spesifikasi, jumlah dan harga, serta tujuan penggunaan barang modal.

BAB VI

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 44

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat mengenakan sanksi administratif kepada perusahaan tambang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 6, Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (4), (5), (6), dan (8), Pasal 9, Pasal 10 ayat (2), Pasal 11, Pasal 15, Pasal 16 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 41.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; dan/atau

b. tidak diberikan pelayanan terhadap permohonan yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja dan pembelian barang modal, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung lainnya.

Pasal 45

(1) Sanksi admisitratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-masing untuk jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja.

(2) Perusahaan tambang yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah peringatan tertulis ke 3 (tiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi Pasal 31 ayat (2) huruf b.

(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf b dikenakan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.

(4) Apabila …

-22-

(4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan perusahaan tidak menyampaikan laporan, maka Perusahaan tambang tidak diberikan pelayanan penggunaan tenaga kerja dan pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun berikutnya.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 46

Pemegang kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara yang ditandatangani sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, dalam permohonan pengadaan tenaga kerja, masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi barang, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor dan disposal wajib mengikuti Ketentuan Peraturan Menteri ini.

Pasal 47

Permohonan pengadaan tenaga kerja, masterlist, impor sementara, remanufactured dan/atau rekondisi barang, penghapusan dan/atau pemanfaatan, re-ekspor dan disposal yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan dan belum mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, diproses sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini.

BAB VIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Pada saat mulai diberlakukannya Peraturan Menteri ini, maka ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja dan pembelian barang modal, peralatan, bahan baku dan bahan pendukung lainnya masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 49 …

-23-

Pasal 49

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal …… …………………. 2011

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

DARWIN ZAHEDY SALEH

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal……………………2011

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR……..