11
PERKEMBANGAN TEKTONIK PAPUA BARAT DAN DAERAH SEKITARNYA Edy Sutriyono Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Jalan Raya Palembang-Prabumulih Km 32 Inderalaya – Ogan Ilir (OI) [email protected] ABSTRAK Papua barat yang sebelumnya dikenal sebagai Kepala Burung merupakan mikrokontinen yang diinterpretasikan sebagai bagian paling utara dari pinggiran paparan baratlaut (North West Shelf) Australia. Interpretasi itu pada prinsipnya didasarkan atas kesamaan sikuen batuan Permo-Carboniferous yang melandasi kedua wilayah tersebut. Daerah ini dikelilingi oleh lempeng-lempeng litosfer yang terdiri dari Indo-Australia, Laut Banda, Philippine, Karolin, dan Teluk Cenderawasih. Secara tektonik, Papua barat berada pada rezim tektonik ekstensional dan kompresional. Rezim ekstensional diinterpretasikan telah menghasilkan singkapan batuan metamorfik regional yang membentuk jalur pegunungan di Semenanjung Wandamen, sedang episode kompresional direpresentasikan oleh jalur pegunungan lipatan Lengguru. Tatanan tektonik daerah Papua barat yang terlihat saat ini terbentuk pada Mio-Pliosen atau sekitar 12-4 Ma sebagai akibat dari konvergensi antara busur kepulauan volkanik Paleogen dan pinggiran utara kontinen Australia. Busur kepulauan ini pada awalnya berada di sepanjang batas selatan lempeng Karolin di samudera Pasifik, bergerak mengikuti sistem sesar geser mengiri, dan bertumburan dengan mikrokontinen Papua barat pada Neogen Akhir. Pada saat sekarang, komponen Pasifik tersebut membentuk Tosem Blok dan Arfak Blok di bagian paling utara Papua barat. Kata kunci: mikrokontinen, Papua barat, tektonik. ABSTRACT Western Papua, previously known as Bird’s Head, is microcontinent which is interpreted as the northern part of North West Shelf Australia. This interpretation is principally based on the Permo-Carboniferous sequence underlying these areas. The region is bounded by lithospheric plates consisting of Indo- Australian, Banda Sea, Philippine, Caroline, and Cenderawasih plates. Tectonically, the western Papua region is under extensional and compressional regimes. Extensional tectonics is interpreted to have resulted in regional metamorphic rocks constituting the Wandamen Peninsula mountain range, whereas a compressional episode is represented by Lengguru fold belt. The present tectonic setting of western Papua was formed in Mio-Pliocene at 12-4 Ma, as a result of collision between Paleogene volcanic arc and the northern margin of Australian continent. The island arc previously formed the southern part of Caroline plate in SW Pacific, which moved along a sinistral fault system, and eventually collided with the western Papua microcontinent in late Neogene. Presently, this Pacific component forms the Tosem and Arfak blocks in the northern extremity of western Papua. Keywords: microcontinent, western Papua, tectonics. 1. PENDAHULUAN Studi ini mempresentasikan hasil kajian terhadap evolusi tektonik pulau New Guinea, termasuk daerah Papua barat atau Kepala Burung. Adapun tujuan utama dari studi ini adalah untuk memahami secara komprehensif perkembangan model tektonik di wilayah tersebut, dengan demikian proses geologi yang bertanggungjawab terhadap tatanan tektonik daerah Papua barat di masa sekarang dapat dipelajari secara lebih baik. Upaya itu sangat penting untuk dilakukan mengingat pulau tersebut merupakan daerah yang sangat kompleks secara tektonik, dan sebagai konsekuensinya skenario mengenai perkembangan tektonik dari waktu ke waktu terlihat beragam. Kompleksitas daerah ini secara umum terkait dengan rezim tektonik yang berbeda, yaitu berkisar dari kompresi karena kolisi antara busur kepulauan dan kontinen (Hamilton, 1979; Dow and Sukamto, 1984; Henage, 1993b; Simanjuntak and Barber, 1996) sampai ke ekstensi yang menyebabkan pembentukan kompleks batuan metamorf regional (Hill dkk., 1993; Crowhurst dkk., 1996).

2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sd

Citation preview

Page 1: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

PERKEMBANGAN TEKTONIK PAPUA BARAT DAN DAERAH SEKITARNYA

Edy Sutriyono Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya Jalan Raya Palembang-Prabumulih Km 32 Inderalaya – Ogan Ilir (OI)

[email protected]

ABSTRAKPapua barat yang sebelumnya dikenal sebagai Kepala Burung merupakan mikrokontinen yangdiinterpretasikan sebagai bagian paling utara dari pinggiran paparan baratlaut (North West Shelf) Australia. Interpretasi itu pada prinsipnya didasarkan atas kesamaan sikuen batuan Permo-Carboniferous yang melandasi kedua wilayah tersebut. Daerah ini dikelilingi oleh lempeng-lempeng litosfer yang terdiri dari Indo-Australia, Laut Banda, Philippine, Karolin, dan Teluk Cenderawasih. Secara tektonik, Papua barat berada pada rezim tektonik ekstensional dan kompresional. Rezim ekstensional diinterpretasikan telah menghasilkan singkapan batuan metamorfik regional yang membentuk jalur pegunungan di Semenanjung Wandamen, sedang episode kompresional direpresentasikan oleh jalur pegunungan lipatan Lengguru. Tatanan tektonik daerah Papua barat yang terlihat saat ini terbentuk pada Mio-Pliosen atau sekitar 12-4 Ma sebagai akibat dari konvergensi antara busur kepulauan volkanik Paleogen dan pinggiran utara kontinen Australia. Busur kepulauan ini pada awalnya berada di sepanjang batas selatan lempeng Karolin di samudera Pasifik, bergerak mengikuti sistem sesar geser mengiri, dan bertumburan dengan mikrokontinen Papua barat pada Neogen Akhir. Pada saat sekarang, komponen Pasifik tersebut membentuk Tosem Blok dan Arfak Blok di bagian paling utara Papua barat.

Kata kunci: mikrokontinen, Papua barat, tektonik.

ABSTRACT Western Papua, previously known as Bird’s Head, is microcontinent which is interpreted as the northern part of North West Shelf Australia. This interpretation is principally based on the Permo-Carboniferous sequence underlying these areas. The region is bounded by lithospheric plates consisting of Indo-Australian, Banda Sea, Philippine, Caroline, and Cenderawasih plates. Tectonically, the western Papua region is under extensional and compressional regimes. Extensional tectonics is interpreted to have resulted in regional metamorphic rocks constituting the Wandamen Peninsula mountain range, whereas a compressional episode is represented by Lengguru fold belt. The present tectonic setting of western Papua was formed in Mio-Pliocene at 12-4 Ma, as a result of collision between Paleogene volcanic arc and the northern margin of Australian continent. The island arc previously formed the southern part of Caroline plate in SW Pacific, which moved along a sinistral fault system, and eventually collided with the western Papua microcontinent in late Neogene. Presently, this Pacific component forms the Tosem and Arfak blocks in the northern extremity of western Papua.

Keywords: microcontinent, western Papua, tectonics.

1. PENDAHULUAN Studi ini mempresentasikan hasil kajian terhadap evolusi tektonik pulau New Guinea, termasuk daerah Papua barat atau Kepala Burung. Adapun tujuan utama dari studi ini adalah untuk memahami secara komprehensif perkembangan model tektonik di wilayah tersebut, dengan demikian proses geologi yang bertanggungjawab terhadap tatanan tektonik daerah Papua barat di masa sekarang dapat dipelajari secara lebih baik. Upaya itu sangat penting untuk dilakukan mengingat pulau tersebut merupakan daerah

yang sangat kompleks secara tektonik, dan sebagai konsekuensinya skenario mengenai perkembangan tektonik dari waktu ke waktu terlihat beragam. Kompleksitas daerah ini secara umum terkait dengan rezim tektonik yang berbeda, yaitu berkisar dari kompresi karena kolisi antara busur kepulauan dan kontinen (Hamilton, 1979; Dow and Sukamto, 1984; Henage, 1993b; Simanjuntak and Barber, 1996) sampai ke ekstensi yang menyebabkan pembentukan kompleks batuan metamorf regional (Hill dkk., 1993; Crowhurst dkk., 1996).

Page 2: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

Hipotesis mengenai evolusi tektonik wilayah Papua barat hingga saat ini terlihat beragam. Namun beberapa diantaranya terdapat kesamaan pandangan, terutama dalam hal: (1) pulau New Guinea merupakan bagian utara pinggiran benua Australia, (2) sedimentasi di area pemekaran selama Mesozoikum berkembang hingga ke daerah Kepala Burung, (3) kolisi atau tumburan antara Busur Banda dan Kepala Burung terjadi sekitar 10-5 Ma (juta tahun yang lalu), (4) busur kepulauan yang awalnya berada di samudera Pasifik menyatu dengan Kepala Burung melalui sesar geser mengiri pada 5 Ma.

Studi ini memfokuskan bahasan pada elemen-elemen tektonik utama yang terdapat di daerah sekitar Papua barat, dan juga evolusinya. Dalam rangka memahami dan menginterpretasikan geologi daerah ini, beberapa konsep mengenai tatanan tektonik dan struktur regional wilayah kepulauan New Guinea dan sekitarnya perlu dikaji secara lebih komprehensif. Oleh karena itu, tulisan ini mendiskusikan pula tatanan tektonik dari Paparan Australia bagian baratlaut, busur Sunda, New Guinea, dan Laut Karolin (Caroline Sea).

2. TATANAN TEKTONIK REGIONAL Pulau New Guinea secara tektonik berada di sepanjang tepian benua Australia. Berdasarkan pada struktur regionalnya, pulau ini terdiri dari empat segmen besar, yaitu dari utara ke selatan berturut-turut Busur Volkanik Paleogen, Jalur Mobil Miosen, Jalur Pegunungan Lipatan Mio-Pliosen, dan Stable Platform yang memperlihatkan struktur Mesozoik atau yang berumur lebih tua (Gambar 1). Komponen-komponen tersebut secara ragional dihasilkan dari orogenesa Neogen yang disebabkan oleh konvergensi menyerong antara lempeng Indo-Australia dan lempeng Philippine. Konvergensi selama Neogen mengakibatkan tiga tumburan yang terkait dengan perubahan pergerakan lempeng bumi. Di timur New Guinea, kolisi antara kerak samudera Ontong-Java dengan busur Solomon terjadi pada Oligosen-Miosen

(Kroenke, 1984). Di utara New Guinea, pertemuan antara tepian benua Indo-Australia dan busur kepulauan volkanik di sepanjang pinggiran lempeng Philippine-Karolin terjadi pada Oligosen (Hamilton, 1979). Di baratdaya New Guinea, tumburan antara Pulau Timor dan Busur Banda terjadi di akhir Miosen atau pada ~5-2 Ma, dan telah menghasilkan cekungan muka busur (Bowin dkk., 1980; Richardson dan Blundell, 1996; Lorenzo dkk., 1998). Di daerah ini tepian baratlaut Australia menurun di bawah Busur Banda (Hamilton, 1979). Selain itu, pertemuan antara pinggiran timurlaut New Guinea dan Busur Finisterre di timurlaut New Guinea masih berlangsung hingga sekarang (Cullen, 1996). Walaupun orogenesa akibat regim kompresi terjadi di pulau ini, daerah Peninsula New Guinea dan Jalur Pegunungan Lipatan Lengguru tampaknya mengalami peregangan atau extensi (Hall, 1997 dan 2002). Papua barat merupakan daerah yang secara tektonik sangat kompleks. Wilayah ini terdiri dari fragmen kerak kontinen yang berafiliasi dengan Australia bagian timur ataupun Papua New Guinea (Struckmeyer dkk., 1993), dan dikelilingi oleh batas-batas lempeng besar dan kecil. Di timurlaut Papua barat dijumpai lempeng Karolin, yang kemungkinan berupa cekungan belakang busur berumur Oligosen (Hegarty dan Weissel, 1988). Di timur mikrokontinen ini terdapat Teluk Cenderawasih dengan kedalaman lebih dari 1.000 m, dan kemungkinan didasari oleh kerak samudera. Sedangkan busur orogen New Guinea meliputi batuan-batuan yang berumur Kapur, Paleogen, busur volkanik Miosen Awal, kompleks melange, dan ophiolit (Davies dan Jaques, 1984; Hamilton, 1979), serta Jalur Pegunungan Lipatan Neogen. Di timurlaut Papua barat dijumpai lempeng Philippine yang dipisahkan oleh sesar geser mengiri Sorong (Gambar 1). Di baratdaya, daerah Papua barat dipisahkan dari Laut Banda (kedalaman ~5.000 m) oleh Palung Seram dan dari Australia oleh Palung Timor. Sedangkan di selatan Papua barat merupakan wilayah benua Australia yang relatif stabil.

Page 3: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

Gambar 1. Tatanan tektonik daerah New Guinea saat sekarang (dimodifikasi dari Hall, 1997 dan 2002). Ilustrasi Jalur Pegunungan New Guinea mengikuti Dow (1977), dan konfigurasi lempeng Karolin mendasarkan pada Hegarty dan Weissel (1988).

2.1. Lempeng Karolin (Caroline Plate) Lempeng Karolin terletak antara lempeng Pasifik dan Philippine, dan pecahan kerak bumi ini memperlihatkan bentuk poligon bersisi enam dengan batas lempeng yang kompleks (Gambar 1). Keberadaan lempeng ini telah diinvestigasi dengan menggunakan data seismologi, magnetik, dan graviti (Bracey, 1975; Weissel dan Anderson, 1978; Hegarty dan Wissel, 1988), dan dinyatakan sebagai daerah triple junction antara lempeng-lempeng Pasifik, Philippine, dan Karolin terutama yang dekat dengan daerah pertemuan antara Palung Sorol dan Palung Yap. Di utara Papua barat, batas barat Karolin adalah Palung Ayu yang merupakan pemekaran lantai samudera (Hegarty dan Weissel, 1988; Hall, 1997 dan 2002). Sedangkan batas selatan Karolin ditunjukkan

oleh (1) Palung New Guinea di barat, dimana lempeng Karolin menunjam ke bawah pinggiran benua Australia, dan (2) Palung Manus, dimana lempeng Karolin sedang mengalami penunjaman ke bawah lempeng Bismarck. Di timur, lempeng Karolin dipisahkan dari lempeng Pasifik bagian baratdaya oleh Palung Mussau yang miring ke timur, dimana lempeng Karolin menyusup ke bawah Pasifik. Di utara, batas lempeng lebih kompleks yang terdiri dari (1) Palung Sorol yang memisahkan lempeng Karolin dengan lempeng Pasifik, dan (2) Palung Palau dan Yap yang membatasi lempeng Karolin dengan lempeng Philippine (Gambar 1).

Hegarty dan Weissel (1988) menyatakan bahwa pemekaran Karolin terjadi pada Oligosen dan berakhir pada ~28 Ma, serta membentuk cekungan belakang busur. Pemekaran lantai samudera ini bersamaan

Page 4: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

dengan kegiatan volkanisme yang sekarang berada pada busur sepanjang pinggiran utara New Guinea. Model ini membuat Hill dkk. (1993) beranggapan bahwa busur Oligosen pada mulanya menyatu dengan lempeng Karolin. Lempeng ini secara perlahan menunjam ke bawah Papua, termasuk Kepala Burung, di sepanjang Palung New Guinea.

2.2. Zona Kompresional New Guinea Selama Kenozoikum Pulau New Guinea berada pada dua rezim kompresional yang telah bertanggungjawab atas pembentukan konfigurasi serupa burung (Gambar 1). Peristiwa orogen yang lebih awal terjadi pada Oligosen Akhir-Miosen Awal, sedangkan kejadian yang lebih akhir muncul pada Miosen Akhir-Pliosen. Visser dan Hermes (1962) menyatakan bahwa orogen pada Oligosen di New Guinea berbarengan dengan absennya pengendapan di seluruh Australia, dan bersamaan juga dengan metamorfisme regional yang melibatkan batuan pra-Oligosen di sepanjang pinggiran utara Australia (Dow dkk., 1972). Jaques dan Robinson (1977) menganggap bahwa tektonik regional pada Neogen telah diakibatkan oleh tumburan antara busur kepulauan dengan kontinen karena konvergensi lempeng Australia dan lempeng Pasifik. Sebaliknya, Hill dkk. (1993) dan Crowhurst dkk. (1996) menginterpretasikan bahwa peristiwa pembentukan batuan metamorfik regional yang terjadi pada Oligosen Akhir-Miosen Awal di New Guinea bagian utara telah diakibatkan oleh ekstensi yang diikuti oleh tumburan busur kepulauan-kontinen pada Miosen Akhir. Deformasi Oligosen kurang terdokumentasi secara baik, karena kejadian ini telah terdeformasi kembali oleh orogen Neogen Akhir (Dow dan Sukamto, 1984). Di daerah Papua barat deformasi Paleogen Akhir dianggap telah membentuk struktur tinggian Sele yang terletak di bagian baratlaut (Gambar 1), dimana Kelompok Kembelangan berumur Mesozoic dan Kelompok Batugamping New Guinea berumur Eosen telah tererosi (Dow dkk., 1988). Peristiwa tektonik Neogen yang lebih ekstensif dan dikenal sebagai orogen Melanesia secara lokal telah diakomodasikan

oleh kompleks sesar geser (strike-slip fault) yang mengarah timur-barat melalui Papua barat bagian utara. Henage (1993b) mengenali zona sesar ini sebagai daerah pemekaran pinggiran utara, antara busur kepulauan Eosen-Miosen di utara dan New Guinea Mobile Belt (NGMB) di selatan. Di NGMB peristiwa pemendekan kerak bumi pada Neogen melibatkan pensesaran naik batuan metamorfik dan ophiolit (Dow, 1977; Hamilton, 1979). Unit batuan tersebut kemungkinan merupakan kerak samudera yang berada di pinggiran utara Australia dan mengalami obduksi karena kolisi busur kepulauan (Simanjuntak and Barber, 1996). Punggungan New Guinea yang ditunjukkan oleh jalur pegunungan lipatan Papua terbentuk akibat kompresi yang terjadi pada Neogen, memanjang barat-timur di sebelah selatan jalur NGMB (Dow, 1977). Di barat jalur pegunungan ini secara mendadak berubah arah ke baratlaut-tenggara, dan dikenal sebagai jalur pegunungan Lengguru (Gambar 1). Henage (1993b) menyatakan bahwa pegunungan Lengguru merupakan daerah pertemuan antara “North West Australian Shelf rift” yang membujur baratlaut-baratdaya dengan “northern rift zone” yang memanjang barat-timur.

2.3. Busur Banda (Banda Arc) Busur Banda yang memperlihatkan bentuk seperti tapal kuda dikelilingi oleh Laut Banda, pinggiran cekungan yang terletak antara tepi tenggara lempeng Philippine dan tepi baratlaut benua Australia (Gambar 2). Daerah Laut Banda dilandasi oleh kerak samudera dengan ketebalan sekitar 11 km (Bowin dkk., 1980), tetapi asal muasal dan waktu pembentukan kerak tersebut telah diinterpretasikan secara beragam. Hamilton (1979) beranggapan bahwa Laut Banda terbentuk karena peristiwa pemekaran cekungan belakang busur (back arc basin) pada pertengahan Tersier, sedangkan Bowin dkk. (1980) menyatakan Laut Banda merupakan serpihan kerak samudera Hindia yang terjebak di wilayah tersebut pada Neogen. Sclater dkk. (1981) mengidentifikasi umur Laut Banda berkisar dari Kapur Akhir sampai Tersier Awal.

Page 5: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

Selain itu, Laut Banda diinterpretasikan juga sebagai kelanjutan dari zona subduksi Sunda-Jawa yang membentuk batas konvergensi antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia (Montecchi, 1976; Bowin dkk., 1977; Hamilton, 1979; Hall, 1997 dan 2002). Dengan demikian, skenario ini menyimpulkan bahwa di masa lampau keseluruhan busur memiliki orientasi barat-timur, kemudian di bagian timur busur ini mengalami pembengkokan ke arah berlawanan jarum jam dan membentuk konfigurasi seperti tapal kuda. Pembelokan busur Banda dianggap sebagai akibat dari pergerakan lempeng Indo-Australia ke utara dan lempeng Pasifik ke barat (Katili, 1991).

Berdasarkan pada arsitektur morfologinya, Busur Banda telah dibagi dari bagian luar sampai dalam menjadi palung, lekukan lereng palung dari busur luar non-volkanis, lereng atas cekungan sedimen, busur dalam volkanis, dan tepian cekungan sedimen (Cardwell and Isacks, 1978). Palung di sekitar busur Banda diperlihatkan oleh elemen-elemen laut dalam, termasuk parit Timor, Seram, dan Buru (Gambar 2). Bagian laut dalam tersebut lebih jauh dibagi lagi menjadi elemen Timor-Aru di selatan dan elemen Seram-Buru di utara (Cardwell dan Isacks, 1978). Kedua segmen ini dihubungkan oleh sesar Tarera-Aiduna yang mengarah barat-timur sepanjang daerah Papua barat bagian selatan.

Gambar 2. Peta memperlihatkan kepulaun Indonesia Timur, lokasi Busur Banda dan Palung bawah laut. Batimetri yang diperlihatkan pada peta dalam meter (dimodifikasi dari Cardwell dan Isacks, 1978; Hamilton, 1979).

Busur luar non-volkanis di bagian selatan dari busur Banda meliputi Pulau Sumba dan Pulau Timor (Gambar 2), sedangkan busur dalam di bagian utara mencakup Pulau Seram dan Pulau Buru. Studi geologi di daerah busur luar memperlihatkan bahwa wilayah tersebut mengandung material kontinen Australia (Bowin dkk., 1980; Price dan Audley-Charles, 1987; Charlton dkk., 1991; Sawyer dkk., 1993). Dengan demikian hasil studi ini menunjukkan bahwa bagian luar busur Banda merupakan tepian benua Australia yang

menyatu dengan busur ketika terjadi kolisi. Namun demikian, faktor penyebab pemisahan elemen kontinen Australia yang membentuk busur luar Banda belum bisa dipastikan hingga sekarang. Sedangkan interpretasi mengenai waktu terjadinya kolisi antara busur Banda dengan pinggiran baratlaut benua Australia tampaknya berbeda-beda. Daly dkk. (1991) menyatakan bahwa kolisi terjadi pada ~8 Ma, konsisten dengan episode metamorfose regional di Timor yang dilaporkan oleh Berry dan Grady (1981). Lain halnya dengan Bowin

Page 6: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

dkk. (1980) yang telah menginterpretasikan peristiwa tumburan busur Banda dengan pinggiran Australia terjadi pada 3-5 juta tahun terakhir. Interpretasi lebih akhir diajukan oleh Richadson dan Blundell (1996) yang menunjukkan bahwa kolisi terjadi pada 2,5 Ma. Sebaliknya, Reed dkk. (1996) mempercayai pertemuan busur kepulauan Banda dengan Australia dimulai pada pertengahan Eosen. Selain umur, determinasi komponen geologi yang membatasi busur Banda tampaknya masih problematik. Henage (1993b) menegaskan bahwa busur ini dibatasi oleh zona sesar naik di bagian selatan dan timur, tetapi oleh sesar geser di sepanjang tepi utara busur yang terletak di utara Pulau Seram. Milsom dkk. (1996) memperlihatkan sesar ekstensional yang memotong zona sesar naik di bagian paling timur lekukan busur Banda, sedangkan Keep dkk. (1998) menarik zona sesar geser di bagian timur busur. Walau demikian, kebanyakan peneliti mempercayai bahwa busur Banda dipisahkan dari daerah sekitarnya oleh sesar naik (Cardwell dan Isacks, 1978; Daly dkk., 1991; McCaffrey dan Abers, 1991; Richardson dan Blundell, 1996). Hasil studi terhadap hiposentrum dan bidang sesar di sekitar palung Seram-Buru sebelah utara Banda memperlihatkan penunjaman lempeng yang mengarah ke selatan di bawah Laut Banda (Cardwell dan Isacks, 1978; McCaffrey dan Abers, 1991). Demikian juga hasil observasi profil seismik refleksi di sepanjang busur Banda bagian selatan memperlihatkan struktur penunjaman ke utara yang dianggap sebagai batas pertemuan antara busur kepulauan dengan kontinen (Daly dkk., 1991; Richardson dan Blundell, 1996). Di sisi lain, interpretasi batas kolisi di bagian timur lengkungan busur Banda masih kontroversial. Audley-Charles dan Milsom (1974) menempatkan jalur penunjaman pada cekungan Weber (Weber basin), sedangkan beberapa peneliti menganggap palung Aru sebagai batas kolisi (Fitch dan Hamilton, 1974; Cardwell dan Isacks, 1978; Henage, 1993b; Milsom dkk., 1996; Hall, 1997 dan 2002). Struktur geologi yang mencirikan batas interaksi antara busur Banda dan

mikrokontinen Papua barat hingga kini belum diketahui secara pasti. Henage (1993b) beranggapan bahwa kolisi menempati sistem sesar geser mengiri dengan arah barat-timur hingga segmen pemekaran Australia bagian utara, termasuk jalur pegunungan Lengguru-Papua. Dari perspektif yang lain, interaksi busur-kontinen dipercayai telah bertanggungjawab atas pembentukan struktur tinggian Kumawa-Onin-Missol di baratdaya Papua barat. Lebih jauh lagi, Henage (1993b) mengemukakan pensesaran di utara orogen Banda telah pula membentuk struktur perlipatan Kumawa.

2.4. Paparan Baratlaut Australia Paparan baratlaut Australia meluas ke arah timurlaut-baratdaya sepanjang garis pantai baratlaut Australia (Gambar 3). Daerah ini dilandasi oleh kerak kontinen dengan ketebalan berkisar dari 30 sampai 40 km (Snyder dkk., 1996). Paparan ini menerus ke timurlaut sepanjang tepian Kraton Australia hingga daerah Papua barat. Wilayah paparan, termasuk juga Papua barat bagian baratdaya, didasari oleh sikuen batuan berumur Permo-Karbon, dan runtunan batuan tersebut tidak diketahui kehadirannya di daerah Australia timur dan Papua New Guinea. Oleh karena itu, paket informasi geologi Paleozoikum dan Mesozoikum di daerah paparan merupakan data yang sangat signifikan guna mendukung interpretasi evolusi tektonik daerah mikrokontinen Papua barat.

Di bagian utara dari paparan, evolusi benua Australia dimulai bersamaan dengan terjadinya pemekaran (rifting) di sepanjang tepian megakontinen Gondwana (Gondwanaland) pada Akhir Trias. Peristiwa ini kemudian berkembang menjadi fase pemekaran dasar laut (sea floor spreading) di wilayah samudera Tethyan pada Jura, dan fase ini selanjutnya bertanggungjawab atas pemisahan kontinen Australia dari kontinen India. Veevers dkk. (1985) menyatakan bahwa peristiwa pemekaran yang menghasilkan dataran Argo Abyssal (Argo Abyssal Plain) terjadi pada Jura Tengah atau ~155 Ma, sedangkan Fullerton dkk. (1989) dan Sager dkk. (1992) mempercayai bahwa pemekaran dimulai sebelum 155 Ma.

Page 7: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

Gambar 3. Peta yang menggambarkan struktur daerah paparan baratlaut Australia (dimodifikasi dari AGSO North West Shelf Study Group, 1994; Shuster dkk., 1998; Keep dkk., 1998).

Setelah episode pemekaran, paparan baratlaut Australia mengalami beberapa peristiwa tektonik selama kurun waktu Kapur-Tersier. Muller dkk. (1998) telah mengidentifikasi tiga episode: (1) Pertengahan Kapur antara 100-90 Ma, (2) Kapur Akhir-Paleogen antara 70-60 Ma, dan (3) Miosen Akhir-Resen antara 10 and 0 Ma. Peristiwa tektonik pasca pemisahan pada pertengahan Kapur mengakibatkan penurunan (subsidence) hingga mencapai kedalaman beberapa ratus meter. Muller dkk. (1992) mengenali kejadian tektonik ini secara khusus di Terban Malita (Malita Graben) dan cekungan Browse (Browse Basin), dimana penurunan kulit bumi tidak melebihi 550 m dan 200 m. Lebih jauh lagi mereka menyimpulkan bahwa peristiwa tektonik tersebut terkait dengan reposisi lempeng Australia dan lempeng India. Tektonik kala Paleogen di paparan baratlaut Australia telah pula menyebabkan penurunan struktur dataran (platforms) dan pengangkatan cekungan. Peristiwa tersebut mengindikasikan pergerakan kerak bumi yang elastis akibat tekanan antar lempeng (Muller dkk., 1998). Daerah yang mengalami penurunan pada periode tersebut termasuk dataran Sahul dan Ashmore, sedangkan yang mengalami pengangkatan yaitu cekungan Vulkan dan Terban Malita. Gambar 4 mengilustrasikan bentuk paparan sebelum peristiwa tumburan antara paparan baratlaut Australia dengan busur Banda pada Neogen

(Muller dkk., 1998). Pada pre-Neogen daerah ini memiliki kenampakan ireguler yang kemungkinan dibentuk oleh serangkaian struktur sembul dan terban (horst dan graben). Dalam konteks ini, mikrokontinen Papua barat membentuk struktur tinggian di bagian baratlaut paling ujung dari sistem. Peristiwa tektonik selama 10 juta tahun terakhir telah merubah secara dramatis tatanan tektonik di sekitar paparan baratlaut Australia. Walau demikian, perubahan paling signifikan terjadi pada Miosen Akhir-Pliosen, dan secara umum ditafsirkan sebagai akibat tumburan antara pinggiran kontinen Australia bagian baratlaut dengan busur Banda (Lorenzo dkk., 1998). Selama interval ini, banyak cekungan sedimen yang berada di sepanjang paparan baratlaut Australia mengalami percepatan penurunan, dan struktur tua mengalami reaktivasi. Demikian juga pembentukan sesar mendatar regional, struktur inversi, dan cekungan muka daratan (foreland basin) dimulai selama tumburan busur Banda (Etheridge dkk., 1991; Lorenzo dkk., 1998; Shuster dkk., 1998). Kolisi Mio-Pliosen dianggap telah terjadi bersamaan dengan pembentukan palung Timor yang mengarah baratlaut-tenggara, dan telah pula membentuk orogen Banda (Hamilton, 1979; Simanjuntak and Barber, 1996), dimana tepian kontinen menunjam ke bawah kerak samudera. Johnston dan Bowin (1981) menyatakan bahwa kehadiran pinggiran kontinen di

Page 8: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

daerah tumburan berlangsung pada 2,4 Ma. Hasil studi mengenai sejarah pengendapan sikuen batuan di Timor (De Mets dkk., 1990) telah mengenali setidaknya dua periode pengangkatan cepat (rapid uplift) yang berasosiasi dengan peristiwa tumburan busur. Episode pertama terjadi pada 2 Ma, dan disusul oleh episode kedua yang terjadi pada 100.000 tahun lalu.

Sebaliknya, Keep dkk. (1998) menganggap batas interaksi tumburan Neogen di tepi baratlaut Australia terdiri dari (1) zona subduksi sepanjang palung Sunda-Java yang terbentuk akibat dari tumburan

ortogonal antara dataran Argo Abyssal dan komponen Sundaland, dan (2) zona tanpa subduksi sepanjang palung Timor di selatan pulau ini (Gambar 5). Selanjutnya, Keep dkk. (1998) mempercayai bahwa reaktifasi struktur regional sepanjang paparan baratlaut Australia selama Neogen pada dasarnya terkait dengan pergerakan rotasi lempeng Pasifik dan peningkatan penyerongan konvergensi lempeng sekitar Timor akibat bentuk ireguler batas antara kontinen dan samudera (continental-ocean boundary atau COB).

Gambar 4. Peta yang memperlihatkan konfigurasi paparan baratlaut Australia sebelum terjadinya kolisi dengan busur Banda. Garis tebal yang digambarkan di sini mengikuti Muller dkk. (1988), sedang garis putus-putus mengilustrasikan batas kontinen-samudera pada studi ini.

Gambar 5. Model ini memperlihatkan batas kontinen-osean (continent-ocean boundary atau COB), jalur pegunungan tidak aktif, zona rekahan, dan pusat pemekaran yang diinterpretasikan oleh Mihut and Muller (1998) dengan mengkombinasikan data gravity, magnetik, topografi, dan seismic. Lokasi palung Sunda-Jawa dan Timor dimodifikasi dari Keep dkk. (1998).

Page 9: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

3. KESIMPULAN Berdasarkan pada pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Daerah Papua barat disusun oleh dua komponen utama, yaitu kontinen yang berafiliasi ke Australia dan busur kepulauan (island-arc) yang berasal dari kawasan Pasifik baratdaya.

(2) Peristiwa tektonika yang berpengaruh terhadap evolusi geologi di wilayah Papua barat dapat dikategorikan menjadi dua rezim, yaitu ekstensional dan kompresional.

(3) Perkembangan tektonik di daerah ini tampaknya sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng-lempeng litosfer di sekitarnya, termasuk lempeng Indo-Australia, lempeng Laut Banda, lempeng Philippine, lempeng Karolin, dan lempeng Teluk Teluk Cenderawasih.

(4) Tatanan tektonik Papua barat saat ini merupakan hasil dari kolisi busur kepulauan berumur Paleogen dengan pinggiran utara kontinen Australia kala Mio-Pliosen.

DAFTAR PUSTAKA

AGSO North West Shelf Study Group, 1994. Deep reflections on the North West Shelf: changing perceptions of basin formation. Proceedings Western Australian Basins Symposium, Perth, hal. 63-67.

Audley-Charles, M.G. dan Milsom, J., 1974. Comment on “plate convergence, trunscurrent faults and internal deformation adjacent to SE Asia” by T.J. Fitch. Journal of Geophysical Research, 79: hal. 4980-4981.

Berry, R.F. dan Grady, A.E., 1981. The age of the major orogenisis in Timor. In. A.J. Barber dan S. Wiryosujono (editor): the geology and tectonics of eastern Indonesia. GRDC Special Publication, 2: hal. 171-181.

Bowin, C., Purdy, G.M., Johnston, C., Shor, G., Lawver, L., Hartono, H.M.S., dan Jezek, P., 1980. Arc-continent collision

in Banda sea region. American Association of Petroleum Geologist Bulletin, 64: hal. 868-915.

Bracey, D.J., 1975. Reconnaissance geophysical survey of the Caroline basin. Geological Society of America Bulletin, 86: hal. 775.

Cardwell, R.K. dan Isacks, B.L., 1978. Geometry of the subducted lithosphere beneath the Banda sea in eastern Indonesia from seismicity and fault plane solutions. Journal of Geophysical Research, 83: hal. 2825-2838.

Charlton, T.R., Hall, R., dan Partoyo, E., 1991. The geology and tectonic evolution of Waigeo island, NE Indonesia. Journal of SE Asian Earth Sciences, 6: hal. 289-298.

Crowhurst, P.V., Hill, K.C., Foster, D.A., dan Bennet, A.P., 1996. Thermochronological and geochemical constraints on the tectonic evolution of northern Papua New Guinea. In R. Hall dan D.J. Blundell (editor): tectonic evolution of SE Asia. The Geological Society of London, Special Publication, hal. 525-537.

Cullen, A.B., 1996. Ramu basin, Papua New Guinea: a record of Late Miocene terrane collision. American Association of Petroleum Geologist Bulletin, 80: hal. 663-684.

Daly, M.C., Cooper, M.A., Wilson, I., Smith, D.G., dan Hooper, B.G.D., 1991. Cenozoic plate tectonics and basin evolution in Indonesia. Marine and Petroleum Geology, 8: hal. 2-21.

Davies, H.L dan Jaques, A.L, 1984. Emplacement of ophiolith in Papua New Guinea. The Geological Society of London, Special Publication, 13: hal. 341-349.

De Mets, C., Gordon, R.G., Argus, D.F., dan Stein, S., 1990. Current plate motion. Geophysical Journal International, 101: hal. 425-478.

Dow, M.C., 1977. A geological synthesis of Papua New Guinea. BMR Bulletin, 201.

Dow, D.B. dan Sukamto, R., 1984.Western Irian Jaya: the end product of oblique plate convergence in the Late Tertiary. Tectonophysics, 106: hal. 109-139.

Page 10: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

Dow, D.B., Smith, J.A.J, Bain, J.H.C., dan Ryburn, R.J., 1972. Geology of the south Sepik region, New Guinea. BMR Bulletin, 133.

Dow, D.B., Robinson, G.P, Hartono, U., dan Ratman, N., 1988. Geology of Irian Jaya: preliminary report. GRDC-BMR, 298 hal.

Etheridge, M., McQueen, H., dan Lambeck, K., 1991. The role of intraplate stress in Tertiary (and Mesozoic) deformation of the Australian continent and its margin: a key factor in petroleum trap formation. Exploration Geophysics, 22: hal. 123-128.

Fullerton, L. G., Sager, W.W., dan Handschumacher, D.W., 1989. Late Jurassic-Early Cretaceous evolution of eastern Indian ocean adjacent to northwest Australia. Journal of Geophysical Research, 94: hal. 2937-2958.

Hall, R., 1997. Cenozoic tectonics of SE Asia and Australasia. In J.V.C. Howes dan R.A. Nobel (editor): Petroleum system of SE Asia and Australasia. Proceedings of International Conference, IPA, hal. 47-62.

Hall, R., 2002. Cenozoic geological and plate tectonic evolution of SE Asia and the SW Pacific: computer-based reconstructions, model and animations. Journal of Asian Earth Sciences, Special Issue, 20: hal. 353-431.

Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian region. U.S. Geological Survey Professional Paper, 1078, 345 hal.

Hegarty, K.A. dan Weissel, J.K., 1988. Complexities in the development of the Caroline plate region, western equatorial Pacific. In A.E.M. Nairn, F.G. Stehli, dan Uyeda, S. (editor): the ocean basins and margins 7B, the Pacific ocean. Plenum Press, New York and London, hal. 277-301.

Henage, L.F., 1993b. Mesozoic and Tertiary tectonics of Irian Jaya: evidence for non-rotation of Kepala Burung. Proceedings 22nd Annual Convention, IPA, hal. 763-792.

Hill, K.C., Grey, A., Foster, D., dan Barret, R., 1993. An alternative model for the Oligo-Miocene evolution of northern PNG and the Sepik-Ramu basin. In G.J. Carman dan Z. Carman (editor): petroleum exploration in Papua New Guinea. Proceedings 2nd PNG Petroleum Convention, hal. 241-259.

Jaques, A.L. dan Robinson, G.P., 1977. Continent-island arc collision in northern Papua New Guinea. The BMR Bulletin of Australia Geology and Geophysics, 2: hal. 289-303.

Johnston, C.R. dan Bowin, C.O., 1981. Crustal rections resulting from the mid-Pliocene to Recent continent-island arc collision in the Timor region. The BMR Bulletin of Australia Geology and Geophysics, 6: hal. 223-243.

Katili, J.A., 1991. Tectonic evolution of eastern Indonesia and its bearing on the occurrence of hydrocarbons. Marine and Petroleum Geology, 8: hal. 70-83.

Keep, M., Powell, C. McA., dan Baillie, P.W., 1998. Neogen deformation of the North West Shelf, Australia. In P.G. dan R.R. Purcell (editor): the sedimentary basins of western Australia, 2: hal. 81-91.

Kroenke, L.W., 1984. Cenozoic tectonic development of the southwest Pacific. ESCAP, CCOP/SOPAC Tectonical Bulletin, 6: 122 hal.

Lorenzo, J.M., O’brian, Stewart, J., dan Tandon, K., 1998. Inelastic yielding and forebulge shape across a modern foreland basin: North West Shelf of Australia, Timor sea. Geophysical Research Letters.

McCaffrey, R. dan Abers, G.A., 1991. Orogeny in arc-continent collision: the Banda arc and western New Guinea. Geology, 19: hal. 563-566.

Mihut, D. dan Muller, R.D., 1998. Revised sea-floor spreading history of the Argo Abyssal Plain. In P.G. dan R.R. Purcell (editor): the sedimentary basins of western Australia, 2: hal. 73-80.

Milsom, J., Kaye, S., dan Sardjono, 1996. Extension, collision, and curvature in the eastern Banda arc. In R. Hall dan D.J. Blundell (editor): tectonic evolution of SE Asia. The Geological Society of London, Special Publication, hal. 85-94.

Page 11: 2011_Evolusi Tektonik Papua Barat_Sutriyono

Montecchi, P.A., 1976. Some shallow tectonic consequences of “subduction” and their meaning to the hydrocarbon explorationist. In M.T. Halbouty, J.C. Maher dan H.M Lian (editor): circum Pacific energy and mineral resources. American Association of Petroleum Geologist Bulletin, Memoir 25.

Muller, R.D., Mihut, D., dan Baldwin, S., 1998. A new kinematic model for the formation and evolution of the west and northwest Australian margin. In P.G. dan R.R. Purcell (editor): the sedimentary basins of western Australia, 2: hal. 55-72.

Reed, T.A., De Smet, M.E.M., Harahap, B.H., dan Sjapawi, A., 1996. Structural and depositional history of east Timor. Proceedings 25th Annual Convention, IPA, hal. 297-312.

Richardson, A.N. dan Blundell, D.J., 1996. Continental collision in the Banda arc. In R. Hall dan D.J. Blundell (editor): tectonic evolution of SE Asia. The Geological Society of London, Special Publication, hal. 47-60.

Sager, W.W., Fullerton, L.G., Buffler, R.T., dan Handschumecher, D.W., 1992. Argo Abyssal Plain magnetic lineations revisited: implication for the onset pf seafloor spreading and tectonic evolution of the eastern Indian ocean. Proceedings of the ODP, Scientific Results, ODP, College Station, Texas.

Sawyer, R.K., Sani, K., dan Brown, S., 1993. The stratigraphy and sedimentology of west Timor, Indonesia. Proceedings 22nd

Annual Convention, IPA, hal. 533-574. Sclater, J.G., Parsons, B., dan Jaupart, C.,

1981. Oceans and continents: similarities and differences in the mechanism of heat loss. Journal of Geophysical Research, 86: hal. 11535-11552.

Shuster, M.W., Eaton, S., Wakefield, L., dan Kloosterman, H.J., 1998. Neogene tectonics, greater Timor sea, offshore Australia: implications for trap risk. The APPEA Journal, 38: hal. 351-379.

Simanjuntak, T.O. dan Barber, A.J., 1996. Contrasting tectonic styles in the Neogene orogenic belts of Indonesia. In R. Hall dan D.J. Blundell (editor): tectonic evolution of SE Asia. The

Geological Society of London, Special Publication, hal. 185-201.

Snyder, D.B., Milsom, B., dan Prasetyo, H., 1996. Geophysical evidence for local indentor tectonics in the Banda arc east of Timor. In R. Hall dan D.J. Blundell (editor): tectonic evolution of SE Asia. The Geological Society of London, Special Publication, hal. 61-74.

Struckmeyer, H.I.M., Yueng, M., dan Pigram, C.J., 1993. Mesozoic to Cainozoic plate tectonic evolution and paleogeography of the New Guinea region. In. G.J. Carman dan Z. Carman (editor): petroleum exploration in Papua New Guinea. PNG 2nd Petroleum Convention, hal. 261-290.

Veevers, J.J., Tayton, J.W., Johnson, B.D., dan Hansen, L., 1985. Magnetic expression of the continent-ocean boundary between the western margin of Australia and the eastern Indian ocean. Journal of Geophysics, 56: hal. 106-120.

Visser, W.A. dan Hermes, J.J., 1962. Geological results of the exploration for oil in Netherlands New Guinea. Koninklijk Nerderlands Geologisch Mijnbouwkundig Genootschap Verhandelingen, Geologische series, 20: 265 hal.