2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    1/17

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1

    Penelitian yang Relevan Sebelumnya

    Penelitian yang relevan sebelumnya berkaitan dengan interferensi leksikal

    bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan bahasa Indonesia lisan pada anak usia 9-

    10 tahun belum pernah diteliti. Namun penelitian tentang interferensi dalam berbagai

    bahasa pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Misalnya, Pakaya (2007)

    melakukan penelitian berjudul Interferensi Bahasa Gorontalo dalam Penggunaan

    Bahasa Indonesia oleh Peserta Didik kelas III SMA Negeri 3 Gorontalo. Penelitian

    tersebut menemukan adanya proses interferensi kalimat bahasa Gorontalo dalam

    penggunaan bahasa Indonesia yang tampak dalam struktur kalimat panggilan, kalimat

    pertanyaan, kalimat permohonan, dan kalimat pernyataan. Persamaan penelitian yang

    dilakukan oleh Pakaya dengan penelitian ini terletak pada kesamaan kajian, yakni

    tentang interferensi. Hanya saja perbedaannya terletak pada objek kajian.

    Lahabu (2010) melakukan penelitian berjudul Interferensi Bahasa

    Mongondow terhadap Bahasa Indonesia di Lingkungan Pegawai Kantor Walikota

    Kotamubagu. Berdasarkan penelitian tersebut, ditemukan adanya proses interferensi

    sintaksis bahasa Mongondow terhadap bahasa Indonesia yang terjadi di lingkungan

    pegawai kantor Walikota Kotamubagu tampak dalam kalimat pertanyaan, kalimat

    perintah, dan kalimat panggilan. Penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    2/17

    karena sama-sama meneliti interferensi. Perbedaannya terletak pada objek penelitian

    pula.

    Penelitian yang menggunakan objek bahasa Saluan pernah diteliti oleh

    Sangintang (2011) dengan judul penelitianFrasa Endosentris Atribut Bahasa Saluan.

    Penelitian tersebut menemukan frasa endosentris atribut bahasa Saluan baik jenis

    verba maupun jenis adjektiva. Antara penelitian tersebut dengan penelitian ini

    kerelevansiannya terletak pada kesamaan objek, yakni bahasa Saluan. Namun Dari

    segi masalah yang diangkat tidak memiliki kesamaan.

    Warijan (2013) melakukan penelitian berjudulInterferensi Struktur Kalimat

    Bahasa Jawa pada Bahasa Indonesia Lisan Oleh Siswa Kelas IV Ibtidaiyah

    Muhammadiyah Desa Sidomulyo Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Hasil

    penelitian tersebut menemukan adanya interferensi struktur kalimat bahasa Jawa pada

    bahasa Indonesia bagi siswa kelas IV Ibtidaiyah Muhammadiyah Desa Sidomulyo

    Kecamatan Boliyohuto Kabupaten Gorontalo. Kerelevansian penelitian tersebut

    dengan penelitian ini terletak pada kesamaan keinginan peneliti untuk mengangkat

    interferensi. Perbedaannya terletak pada objek kajian. Penelitian tersebut mengangkat

    interferensi struktur kalimat bahasa Jawa pada bahasa Indonesia, sedangkan

    penelitian ini mengangkat interferensi bahasa Melayu Saluan terhadap penggunaan

    bahasa Indonesia lisan pada anak usia 9-10 tahun di lingkungan keluarga desa

    Longkoga Barat Kecamatan Bualemo Kabupaten Banggai.

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    3/17

    2.2

    Landasan Teori

    2.2.1

    Interferensi

    2.2.1.1

    Hakikat Interferensi

    Perubahan bahasa dapat terjadi karena interferensi. Interferensi adalah

    pengaruh bahasa satu terhadap bahasa lain, dapat saja berlaku dalam tataran bunyi

    atau tata bunyi, tata kata, tata kalimat, atau juga dalam tata makna. Dalam proses

    interferensi terdapat tiga komponen yang berperan, yakni (1) bahasa sumber atau

    bahasa donor (sorce language); (2) bahasa sasaran, bahasa penerima, target language,

    resipeien; dan (3) unsur serapan atau impoetasi (Suwito dalam Pateda dan Pulubuhu,

    2008: 117). Pandangan tersebut berkaitan dengan komponen interferensi di antaranya

    bahasa donor, bahasa sasaran, dan impoetasi.

    Menurut Chaer dan Leonie (2010: 120), istilah interferensi pertama kali

    digunakan oleh Weinreich untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa

    sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa

    lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur yang bilingual adalah

    penutur yang menggunakan bahasa secara bergantian; dan penutur multilingual, kalau

    ada, tentu penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian.

    Namun, kemampuan setiap penutur terhadap B1 dan B2 sangat bervariasi. Ada

    penutur yang menguasai B1 dan B2 sama baiknnya, tetapi ada pula yang tidak. Malah

    ada yang kemampuannya terhadap B2 sangat minim. Penutur bilingual yang

    mempunyai kemampuan B1 dan B2 sama baiknya, tentu tidak mempunyai kesulitan

    untuk menggunakan kedua bahasa itu terpisah dan bekerja sendiri-sendiri.

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    4/17

    Hortman dan Strok (dalam Alwasilah, 1985: 131), menganggap interferensi

    sebagai kekeliruan yang disebabkan terbawanya kebiasaan-kebiasaan ujaran bahasa

    atau dialek kedua. Maksud interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh

    adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap

    bahasa lain, mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata.

    Interferensi ini bisa terjadi pada lafal, pembentukan kata, pembentukan kalimat dan

    kosakata. Melihat pandangan tersebut, dapat dikatakan bahwa interferensi terwujud

    dari kebiasaan-kebiasaan penutur menuturkan bahasa kedua dengan

    mencampuradukan bahasa pertamanya dalam tuturan bahasa kedua.

    2.2.1.2

    Jenis-jenis Interferensi

    Interferensi terbagi dalam beberapa jenis, yakni (1) interferensi fonologi; (2)

    interferensi gramatikal; (3) interferensi semantik; dan (4) interferensi leksikal.

    Berikut ini penjelasan keempat jenis interferensi tersebut.

    1. Interferensi fonologi

    Berkaitan dengan interferensi fonologi, Pateda (2005: 117), memberikan

    contoh berkaitan dengan interferensi dalam tata bunyi, misalnya pelavalan vokal

    /e/ dalam BI oleh penutur bahasa Gorontalo dilafalkan menjadi /o/. Hal itu

    disebabkan oleh tidak adanya vokal /o/ dalam bahasa Gorontalo. Akibatnya,

    semua kata yang mengandung /e/ diubah menjadi lafal /o/ dalam bahasa

    Gorontalo. Demikian juga dalam interferensi fonologi pagi penutur bahasa Jawa.

    Suwito (dalam Pateda, 2005: 117), menjelaskan bahwa jika penutur bahasa Jawa

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    5/17

    mengucapkan kata-kata nama tempat yang berawal bunyi /b, d, g, j/ terjadi

    penasalan di depannya, sehingga terjadi interferensi pelafalan nama tempat

    dalam BI, seperti Bandung, Deli, Gombong Jambi, akan dilafalkan (nbandung,

    ndeli, ngombong, njambi) oleh penutur bahasa Jawa.

    2.

    Interferensi gramatikal

    Interferensi gramatikal terjadi apabila dwibahasawan mengidentifikasikan

    morfem, kelas morfem, atau hubungan ketatabahasaan pada sistem bahasa

    pertama dan menggunakannya dalam tuturan bahasa kedua dan demikian

    sebaliknya.

    a. Intereferensi morfologi

    Ramlan (dalam Pateda, 2009:3), mengatakan morfologi adalah

    cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk bentuk kata serta

    pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap fungsi dan arti kata.

    Sedangkan menurut Pateda (2009:4), morfologi adalah subdisiplin linguistik

    yang mengaji bentuk kata, perubahan bentuk, dan makna yang yang timbul

    akibat perubahan bentuk itu. Kedua definisi tersebut sama-sama

    mendefinisikan morofologi sebagai cabang ilmu bahasa yang membicarakan

    bentuk kata, baik pengaruh maupun perubahan bentuk kata. Berdasarkan

    pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa morfologi merupakan

    subdisiplin ilmu yng membicarakan tentang bentuk-bentuk kata, yang melihat

    perubahan yang terjadi pada bentuk kata baik dilihat dari segi perubahan

    bentuk dan perubahan makna kata.

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    6/17

    Satuan terkecil yang dipakai dalam morfologi adalah morfem,

    sedangkan satuan yang terbesar yang dipakai adalah kata (Pateda, 2009:8).

    Menurut Harimurti (dalam pateda, 2009:10), morfem adalah satuan bahasa

    terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian

    bermakna yang lebih kecil, misalnya (di), (pensil), (ter-) dsb. Kata adalah

    bentuk bebas yang minimun yang terdiri dari satu bentuk bebas dan ditambah

    bentuk-bentuk yang tidak bebas (Chaer, 2003:72). Misalnyapukul, pemukul,

    danpukulanadalah kata, sedangkanpe,dananbukan kata; tetapi semuanya

    pe-,-an, danpukuladalah morfem.

    Interferensi Morfologi (tata bahasa) terjadi apabila seorang penutur

    mengidentifikasi morfem atau tata bahasa pertama dam kemudian

    menggunakannya dalam bahasa kedua. Interferensi tata bentuk kata atau

    morfologi terjadi bila dalam pembentukan kata-kata bahasa pertama penutur

    menggunakan atau menyerap awalan atau akhiran bahasa kedua. Misalnya

    awalan ke- dalam kata ketabrak, seharusnya tertabrak, kejebak seharusnya

    terjebak, kekecilan seharusnya terlalu kecil. Interferensi dalam bidang

    morfologi dapat terjadi anatara lain pada penggunaan unsure-unsur

    pembentukan kata, pola proses morfologi, dan proses penanggalan afiks.

    b. Interferensi sintaksis

    Interferensi sintaksis (kosakata) terjadi karena pemindahan morfem

    atau kata pada bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua. Biasa juga

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    7/17

    terjadi perluasan pemakaian kata bahasa pertama, yakni memperluas makna

    kata yang sudah ada sehingga kata dasar tersebut memperoleh kata baru atau

    bahkan gabungan dari kedua kemungkinan di atas.

    Interferensi kata dasar terjadi apabila misalnya seorang penutur bahasa

    Indonesia juga menguasai bahasa Inggris dengan baik, sehingga dalam

    percakapannya sering terselip kata-kata bahasa Inggris, sehingga sering

    terjebak dalam interferensi. Contohnya:

    -

    Planningku setelah lulus sarjana adalah melanjutkan sekolah ke luar

    negeri.

    - Mereka akan married bulan depan.

    3. Interferensi semantik

    Interferensi semantik (tata makna) dapat dibagi menjadi tiga bagian.

    a.

    Interferensi perluasan makna atau expansive interference, yakni peristiwa

    penyerapan unsur- unsur kosakata ke dalam bahasa lainnya. Misalnya konsep

    kata distanz yang berasal dari kosakata bahasa Inggris distance menjadi

    kosakata bahasa Jerman. Atau kata democration menjadi demokration dan

    demokrasi.

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    8/17

    b.

    Interferensi penambahan makna atau additive interference, yakni penambahan

    kosakata baru dengan makna yang agak khusus meskipun kosakata lama

    masih tetap dipergunakan dan masih mempunyai makna lengkap. Misalnya

    kata father dalam bahasa Inggris atau vater dalam bahasa Jerman menjadi

    vati. Pada usaha-usaha penghalusan makna juga terjadi interferensi, misalnya:

    penghalusan kata gelandangan menjadi tunawisma dan tahanan menjadi

    narapidana.

    c.

    Interferensi penggantian makna atau replasive interference, yakni interferensi

    yang terjadi karena penggantian kosakata yang disebabkan adanya perubahan

    makna seperti katasayayang berasal dari bahasa melayusahaya.

    4. Interefensi leksikal

    Interferensi dalam bidang leksikal terjadi apabila seorang dwibahasawan

    dalam peristiwa tutur memasukkan leksikal bahasa pertama ke dalam bahasa

    kedua atau sebaliknya. Menurut Aslinda dan Leni (2007:73), interferensi dalam

    bidang leksikal terjadi apabila seorang dwibahasawan dalam peristiwa tutur

    memasukkan leksikal bahasa pertama ke dalam bahasa kedua atau sebaliknya.

    Interferensi leksikal terbagi atas lima kelas kata yaitu kelas verba, kelas adjektiva,

    kelas nomina, kelas pronominal, dan kelas kata numeralia.

    a.

    Kelas kata verba

    Verba atau kata kerja biasanya dibatasi dengan kata-kata yang

    menyatakan perbuatan atau tindakan. Menurut Moelino dan Dardjowidjojo

    (1997:76), secara umum verba dapat dibedakan dari kelas kata yang lain, yakni:

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    9/17

    1)

    Verba berfungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam

    kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.

    2)

    Verba mengandung makna dasar perbuatan (aksi), proses, atau keadaan

    yang bukan sifat atau kualitas.

    3)

    Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter-

    yang berarti paling.

    b.

    kelas kata adjektiva

    Secara tradisional, adjektiva dikenal sebagai kata yang mengungkapkan

    kualitas atau keadaan suatu benda. Alwi et al (2003:171), berpendapat bahwa

    adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan. Adapun ciri-cirinya sebagai

    berikut.

    1)

    Adjektiva dapat diberi keterangan pembanding seperti lebih, kurang, dan

    paling.Contoh pada kata lebih besar, kurang baik, paling mahal.

    2)

    Adjektiva dapat diberikan keterangan penguat sepertisangat, amat, benar,

    sekali,dan terlalu.Contohsangat indah, amat tinggi, pandai benar, murah

    sekali, terlalu murah.

    3)

    Adjektiva dapat diingkari dengan kata ingkar tidak. Contoh tidak bodoh,

    tidak salah, tidak benar

    4)

    Adjektiva dapat diulang dengan awalan se- dan akhiran nya. Hal tersebut

    dapat dilihat pada kata sebaik-baiknya, serendah-rendahnya, sejelek-

    jeleknya.

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    10/17

    5)

    Adjektiva pada kata tertentu dapat berakhir antara lain dengan er, -(w)I, -

    iah, -if, -al, dan ik. Mislnya honorer, duniawi, ilmiah, negatif, formal,

    elektronik.

    c.

    Kelas kata nomina

    Nomina sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari dua segi,

    yakni segi semantik dan segi sintaksis (Moelino dan Dardjowidjojo, 1997:152).

    Dari segi semantik kita dapat mengatakan bahwa nomina adalah kata yang

    mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan

    demikian, kata sepertiguru, kucing, meja,dan kebangsaanadalah nomina. Dari

    segi sintaksisnya, nomina mempunyai ciri-ciri tertentu.

    1)Dalam kalimat yang predikatnya verba, nomina cenderung menduduki

    fungsi subjek, objek, atau pelengkap.

    2)

    Nomina tidak dapat dijadikan bentuk ingkar dengan tidak kata

    pengingkarnya yaitu bukandan tidak pernah berkontras dengan tidak.

    3)

    Nomina lazimnya dapat diikiuti oleh adjektiva baik secara langsung maupun

    dengan perantaraan katayang.

    d.

    Kelas kata pronomina

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    11/17

    Pronomina merupakan kata ganti yang dapat menggantikan bagian

    kalimat, kalimat, atau kata. Beberapa ahli mendefinisikan mengenai Pronomia.

    Menurut Chaer (2008:87) pronomina lazim disebut kata ganti karena tugasnya

    memang menggantikan nomina yang ada.

    e.

    Kelas kata numeralia

    Numeralia atau kata bilangan adalah kata-kata yang menyatakan

    bilangan, jumlah, nomor, urutan dan himpunan (Chaer, 2008:93). Menurut

    bentuk dan fungsinya biasanya dibicarakan adanya kata bilangan utama,

    bilangan genap, bilangan ganjil, bilangan bulat, bilangan pecahan, bilangan

    tingkat, dan kata bantu bilangan.

    Menurut Harimurti (dalam Pateda, 2005:122-124), kelas kata dalam BI

    terbagi atas 13 kelas yakni (1) verba; adjektiva; (3) nomina; (4) pronomina; (5)

    numeralia; (6) adverbial; (7) interogativa; (8) demonstrativa; (9) artikula; (10)

    preposisi; (11) konjungsi; (12) kategori fatis; dan (13) injeksi. Berikut ini

    pembagian berdasarkan subkategorinya.

    1)

    Verba yang subkelasnya (i) intransitive, verba yang menghindari objek,

    misalnya Saya menulis; (ii) verba transitif, dan bentuk ini dibagi lagi atas

    verba monotransitif, verba satu objek, misalnya Saya menulis surat; verba

    bitransitif, verba dua objek, misalnyaIbu memberi adik kue; verba transitif,

    verba transitif yang objeknya tidak muncul, misalnyaAdik sedang makan;

    (iii) verba aktif, misalnyaIa mengapur dinding; (iv) verba pasif, misalnya

    Adik dipukul ayah; (v) verba negatif, yakni verba pasif yang tidak dapat

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    12/17

    diubah menjadi verba aktif, misalnyaIbu kecopetan; (vi) verba anti-pasif,

    yakni verba aktif yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif, misalnyaIa

    haus akan kasih sayang; (vii) verba resiprokal, yakni verba berbalasan,

    misalnya bermaaf-maafan; (viii) non-resiprokal, yakni yang tidak

    menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak berbalasan;

    (ix) verba refleksif, misalnya bercukur; (x) verba non-refleksif; (xi) verba

    kopulatif, misalnya adalah; (xii) verba ekuatif, misalnya terdiri dari,

    berdasarkan; (xiii) verba telis, verba yang menyatakan perbuatan tuntas,

    misalnya Saya menanam padi; (xiv) verba atelis, verba yang menyatakan

    pekerjaan belum tuntas, misalnya Ia bertukar pakaian; (xv) verba

    performatif, misalnya berjanji; (xvi) verba konstatatif, yakni verba yang

    menyatakan gambaran peristiwa, misalnya menembaki.

    2)

    Adjektiva yang subkelasnya (i) adjektiva predikatif, misalnya mahal; (ii)

    adjektiva bertaraf, misalnya agak; (iii) adjektiva atributif, misalna nasional;

    (iv) adjektiva tak bertaraf, misalnya verba yang tidak dapat berdampingan

    dengan agak, sangat, misalnya nasional.

    3)

    Nomina yang subkelasnya (i) nomina bersenyawa dan tak bersenyawa,

    misalnyasapi, batu; (ii) nomina persona, misalnya ia; (iii) nomina flora dan

    fauna, misalnya pisang, kuda; (iv) nomina terbilang dan tak terbilang,

    misalnya kampung, udara; (v) nomina korektif, misalnya keluarga; (vi)

    nomina bukan kolektif, misalnya batu.

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    13/17

    4)

    Pronomina yang subkelasnya (i) pronominal intelektual, misalnya Pak

    Karta sopir kami. Rumahnya jauh; (ii) pronominal ekstratektual, misalnya

    Aku memilikinya; (iii) pronominal takrif, misalnya saya; (iv) pronominal

    tak takrif, misalnyaseseorang.

    5)

    Numeralia yang subkelasnya (i) numeralia takrif, misalnya satu; (ii)

    numeralia tingkat, misalnya pertama; (iii) numeralia koloktif, misalnya

    ribuan; (iv) numeralia tak takrif, misalnyasegenap.

    6)

    Adverbia yang subkelasnya (i) adverbia intraklausal, misalnya alangkah;

    (ii) adverbial ekstraklausal, misalnya barangkali.

    7) Interogativa, misalnya apa.

    8) Demonstrativa yang subkelasnya (i) intratekstual, misalnya demikian; (ii)

    ekstraktekstual, misalnya begini.

    9)

    Artikula, misalnyasi.

    10)

    Preposisi, misalnya ke.

    11)

    Konjungsi yang subkelasnya (i) konjungsi intrakalimat, misalnya agar; (ii)

    konjungsi ekstrakalimat, misalnya bahwa; (iii) konjungsi intratekstual,

    misalnya biarpun; (iv) konjungsi ekstratekstual, misalnya adapun.

    12)

    Kategori fatis, yakni kategori yang bertugas memulai, mempertahankan,

    atau mengukuhkan pembicaraan, misalnya deh, yok.

    13)Injeksi, misalnya aduh.

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    14/17

    2.3

    Faktor Penyebab Terjadinya Interferensi

    Selain kontak bahasa, menurut Weinreich (dalam Suwito, 1993:64-65), ada

    beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, antara lain.

    1)

    Kedwibahasaan peserta tutur

    Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya interferensi

    dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa daerah maupun

    bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam diri penutur

    yang dwibahasawan, yang pada akhirnya dapat menimbulkan interferensi.

    2) Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima

    Tipisnya kesetiaan dwibahasawan terhadap bahasa penerima cenderung

    akan menimbulkan sikap kurang positif. Hal itu menyebabkan pengabaian kaidah

    bahasa penerima yang digunakan dan pengambilan unsur-unsur bahasa

    sumber yang dikuasai penutur secara tidak terkontrol. Sebagai akibatnya akan

    muncul bentuk interferensi dalam bahasa penerima yang sedang digunakan oleh

    penutur, baik secara lisan maupun tertulis.

    3)

    Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima

    Perbendaharaan kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada

    pengungkapan berbagai segi kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang

    bersangkutan, serta segi kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika

    masyarakat itu bergaul dengan segi kehidupan baru dari luar, akan bertemu dan

    mengenal konsep baru yang dipandang perlu, karena mereka belum mempunyai

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    15/17

    kosakata untuk mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan

    kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkannya. Secara sengaja pemakai

    bahasa akan menyerap atau meminjam kosakata bahasa sumber untuk

    mengungkapkan konsep baru tersebut. Faktor ketidakcukupan atau terbatasnya

    kosakata bahasa penerima untuk mengungkapkan suatu konsep baru dalam bahasa

    sumber cenderung menimbulkan terjadinya interferensi.

    Interferensi yang timbul karena kebutuhan kosakata baru cenderung

    dilakukan secara sengaja oleh pemakai bahasa. Kosakata baru yang diperoleh dari

    interferensi ini cenderung akan lebih cepat terintegrasi karena unsur tersebut

    memang sangat diperlukan untuk memperkaya perbendaharaan kata bahasa

    penerima.

    4)

    Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan

    Kosakata dalam suatu bahasa yang jarang dipergunakan cenderung akan

    menghilang. Jika hal itu terjadi, berarti kosakata bahasa yang bersangkutan akan

    menjadi kian menipis. Apabila bahasa tersebut dihadapkan pada konsep baru dari

    luar, di satu pihak memanfaatkan kembali kosakata yang sudah menghilang dan

    di lain pihak menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu penyerapan atau

    peminjaman kosakata baru dari bahasa sumber.

    Interferensi yang disebabkan oleh menghilangnya kosakata yang jarang

    dipergunakan tersebut akan berakibat seperti interferensi yang disebabkan tidak

    cukupnya kosakata bahasa penerima, yaitu unsur serapan atau unsur pinjaman itu

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    16/17

  • 7/24/2019 2013-2-88201-311409116-bab2-10012014110053

    17/17

    kurangnya penguasaan terhadap bahasa penerima. Hal itu dapat terjadi pada

    dwibahasawan yang sedang belajar bahasa kedua, baik bahasa nasional maupun

    bahasa asing. Dalam penggunaan bahasa kedua, pemakai bahasa kadang-kadang

    kurang kontrol. Karena kedwibahasaan mereka itulah kadang-kadang pada saat

    berbicara atau menulis dengan menggunakan bahasa kedua yang muncul adalah

    kosakata bahasa ibu yang sudah lebih dulu dikenal dan dikuasainya.