Upload
james-gardner
View
68
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
208548114 Gaya Coriolis
Citation preview
METEOROLOGI LAUT GAYA CORIOLIS
Disusun Oleh:
Kelompok 2
Rahmi Nailah 230210120003
Ivan Adhitya Darman 230210120010
Miftahudin 230210120017
Ismail Maqbul 230210120053
ILMU KELAUTAN 2012
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1800an, kapal perang Eropa mulai mengembangkan cara menembakkan meriam
dari jarak yang cukup jauh, jika berhasil hal tersebut akan sangat menguntungkan dalam peperangan,
karena dari jarak jauh mereka dapat mengalahkan musuh. Namun saat pelaksanaannya para awak kapal
melihat suatu fenomena fisik yang aneh. Meriam mendarat pada posisi yang sedikit melenceng dari
target, bergeser dari kurva yang diperhitungkan. Hal tersebut tidak mengurangi tekad mereka, mereka
terus mengulang menembakkan meriam, namun tetap saja meriam jatuh tidak tepat pada target. Sampai
pada kesimpulan mereka berpendapat bahwa tidak ada yang salah dengan cara mereka, meriam
bergerak sesuai namun bumi lah yang bergeser sebagai akibat rotasi bumi.
Seorang ilmuan berkebangsaan Prancis, Gaspard Gustave de Coriolis mengungkapkan secara
matematis fenomena ini pada tahun 1835. Bahwa terdapat gaya semu bumi yang membelokkan benda
yang bergerak dari lintasan asalnya. Sekarang kita menyebutnya dengan Efek Coriolis atau Gaya
Coriolis. Hal tersebut terjadi akibat adanya partikel yang bergerak dengan kecepatan angular pada
permukaan bumi yang sedang berputar sehingga muncul suatu efek pembelokkan. Apabila benda
bergerak lambat maka benda tersebut akan dibelokkan lebih besar oleh gaya Coriolis, dan sebaliknya
bila benda bergerak lebih cepat maka benda tersebut akan dibelokkan lebih kecil oleh gaya Coriolis.
Bumi merupakan sebuah bola (globe), kecepatan rotasi bumi tercepat ada di khatulistiwa, dan
yang paling lambat adalah di kutub. Massa udara dari daratan kutub akan bergerak lebih cepat ketika
mencapai khatulistiwa. Sebagai akibatnya massa udara akan membelok ke arah kanan di belahan bumi
utara dan ke kiri di belahan bumi selatan. Perubahan arah massa udara ini lah yang disebut efek
Coriolis. Gaya Coriolis ini merupakan konsep penting dalam memahami secara penuh sirkulasi
atmosfer dan lautan.
BAB II
PEMBAHASAN
Seperti yang kita tahu bahwa bumi yang kita tempati ini berbentuk bola, dan selalu berputar
pada porosnya. Perputaran bumi pada porosnya sering kita sebut Rotasi bumi. Sejak dilahirkan kita
sudah terbiasa hidup dengan putaran bumi ini, sehingga kita sama sekali tidak merasakan gerakannya.
Padahal jika dihitung, laju gerak kita akibat rotasi bumi ini sangat besar. Satu kali putaran ditempuh
dalam 24 jam. Akibat langsung rotasi bumi yang kita rasakan hanyalah perubahan siang dan malam.
Matahari terbit dari timur dan tenggelam di sebelah barat, karena bumi berputar dari barat ke timur,
atau berlawanan dengan arah jarum jam jika dilihat dari atas kutub utara bumi.
Pada tahun 1800an, kapal perang Eropa mulai mengembangkan cara menembakkan meriam
dari jarak yang cukup jauh, jika berhasil hal tersebut akan sangat menguntungkan dalam peperangan,
karena dari jarak jauh mereka dapat mengalahkan musuh. Namun saat pelaksanaannya para awak kapal
melihat suatu fenomena fisik yang aneh. Meriam mendarat pada posisi yang sedikit melenceng dari
target, bergeser dari kurva yang diperhitungkan. Hal tersebut tidak mengurangi tekad mereka, mereka
terus mengulang menembakkan meriam, namun tetap saja meriam jatuh tidak tepat pada target. Sampai
pada kesimpulan mereka berpendapat bahwa tidak ada yang salah dengan cara mereka, meriam
bergerak sesuai namun bumi lah yang bergeser sebagai akibat rotasi bumi. Seperti pada gambar
dibawah ini.
Gambar simulasi kapal menembakan meriam
http://www.uwf.edu/atc/projects/coriolis/main.swf
Suatu ketika sebuah pesawat terbang dari Anchorage Alaska langsung menuju Miami Florida,
mereka akan kehilangan target karena efek Coriolis. Target lokasi di mana pesawat itu menuju ketika
melepas telah bergerak dengan rotasi bumi, sehingga pesawat akan berakhir di sebelah kanan target
aslinya.
gambar target awal pesawat gambar tempat akhit pesawat
Begitupun yang terjadi pada Sebuah pesawat terbang dari Tierra del Fuego Argentina langsung
menuju Rio de Janeiro Brasil akan kehilangan target karena efek Coriolis. Target lokasi di mana
pesawat itu menuju ketika lepas landas telah bergerak dengan rotasi bumi, sehingga pesawat akan
berakhir disebelah kiri target aslinya. Seperti pada gambar dibawah ini.
gambar target awal pesawat gambar tempat akhit pesawat
Seorang ilmuan berkebangsaan Prancis, Gaspard Gustave de Coriolis mengungkapkan secara
matematis fenomena ini pada tahun 1835. Bahwa terdapat gaya semu bumi yang membelokkan benda
yang bergerak dari lintasan asalnya. Sekarang kita menyebutnya dengan Efek Coriolis atau Gaya
Coriolis. Hal tersebut terjadi akibat adanya partikel yang bergerak dengan kecepatan angular pada
permukaan bumi yang sedang berputar sehingga muncul suatu efek pembelokkan. Apabila benda
bergerak lambat maka benda tersebut akan dibelokkan lebih besar oleh gaya Coriolis, dan sebaliknya
Gambar Arah Nilai Gaya Coriolis
Bumi merupakan sebuah bola (globe), kecepatan rotasi bumi tercepat ada di khatulistiwa, dan
yang paling lambat adalah di kutub. Hal ini karena Bumi lebih lebar di khatulistiwa. Sebuah titik di
Khatulistiwa memiliki lebih jauh melakukan perjalanan dalam satu hari.Massa udara dari daratan kutub
akan bergerak lebih cepat ketika mencapai khatulistiwa. Sebagai akibatnya massa udara akan
membelok ke arah kanan di belahan bumi utara dan ke kiri di belahan bumi selatan. Perubahan arah
massa udara ini lah yang disebut efek Coriolis. Gaya Coriolis ini merupakan konsep penting dalam
memahami secara penuh sirkulasi atmosfer dan lautan.
Efek Coriolis melekat pada fenomena deeksi (pembelokan arah) gerak sebuah benda pada
sebuah kerangka acuan yang berputar, khususnya di permukaan Bumi. Pada intinya, sebuah benda yang
bergerak lurus dalam kerangka yang berputar, akan terlihat berbelok oleh pengamat yang diam di
dalam kerangka tersebut.
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa bumi selalu berotasi. Dan dari rotasi tersebut
selalu menimbulkan fenomena alam. Salah satunya adalah angin yang dikenal dengan angin utama
(angin timur, barat, dan pasat). Angin-angin utama itu berhembus dalam suatu arah yang hampir tetap
pada garis-garis lintang tertentu. Angin itu timbul karena peredaran atmosfer dan rotasi bumi.
Seandainya bumi tidak berotasi, angin akan bergerak lurus ke utara atau ke selatan. Namun rotasi bumi
menimbulkan gaya rotasi yang disebut gaya Coriolis, yaitu gaya yang membelokkan arah angin utama.
Jadi pengertian dari gaya Coriolis adalah gaya semu yang timbul akibat efek dua gerakan yaitu gerak
rotasi bumi dan gerak benda relatif terhadap bumi. Dalam kata lain, gaya Coriolis merupakan gaya
yang membelokkan arah arus yang berasal dari tenaga rotasi bumi. Pembelokan itu akan mengarah ke
kanan di belahan bumi utara dan mengarah ke kiri di belahan bumi selatan. Gaya ini mengakibatkan
adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan bumi utara dan berlawanan dengan
arah jarum jam di belahan bumi selatan.
Gambar Simulasi Gaya Coriolis
Gaya Coriolis mempengaruhi aliran massa air, dimana gaya ini akan membelokkan arah arus
dari arah yang lurus. Gaya Coriolis juga yang menyebabkan timbulnya perubahan-perubahan arah arus
yang kompleks susunannya yang terjadi sesuai dengan makin dalamnya kedalaman suatu perairan.
Pada umumnya tenaga angin yang diberikan pada lapisan permukaan air dapat membangkitkan
timbulnya arus permukaan yang mempunyai kecepatan sekitar 2% dari kecepatan angin itu sendiri.
Kecepatan arus ini akan berkurang cepat sesuai dengan makin bertambahnya kedalaman perairan dan
akhirnya angin tidak berpengaruh sama sekali terhadap kecepatan arus pada kedalaman 200 m. Pada
saat kecepatan arus berkurang, maka tingkat perubahan arah arus yang disebabkan oleh gaya Coriolis
akan meningkat. Hasilnya akan dihasilkan sedikit pembelokan dari arah arus yang relaif cepat di
lapisan permukaan dan arah pembelokanya menjadi lebih besar pada aliran arus yang kecepatanya
makin lambat dan mempunyai kedalaman makin bertambah besar. Akibatnya akan timbul suatu aliran
arus dimana makin dalam suatu perairan maka arus yang terjadi pada lapisan-lapisan perairan akan
makin dibelokan arahnya. Hubungan ini dikenal sebagai Spiral Ekman.
Gambar Teori 6 Cells
(http://www.uwf.edu/atc/projects/coriolis/main.swf)
Model Sirkulasi 6 Sel
Udara permukaan akan naik di khatulistiwa dan jatuh di kutub. Sepanjang dari khatulistiwa ke
kutub tidak hanya terjadi satu sirkulasi, melainkan ada tiga sirkulasi, setiap sirkulasinya disebut sebagai
sel. Masing-masing belahan bumi baik utara maupun selatan memiliki 3 sel, yaitu Polar Cells, Ferrel
Cells dan Hadley Cells.
1) Polar Cells (Sel Kutub) Polar cells merupakan sirkulasi udara yang terjadi di bagian kutub bumi, baik kutub utara
maupun selatan. Udara dingin dari arah kutub bertiup ke arah ekuator, namun pergerakan udara
teralihkan ke arah barat. Pada derajat lintang 50 sampai 60 di setiap belahan bumi, udara telah cukup
panas dan lembab untuk naik. Kenaikan udara ini yang membuat sirkulasi terjadi penuh, yang
kemudian disebut sebagai Polar Cells (sel kutub).
2) Ferrel Cells (Sel Ferrel) Teori ini dibawa oleh William Ferrel, ini merupakan sirkulasi yang terjadi di pertengahan di
belahan bumi utara maupun selatan, antara derajat lintang 30 sampai kurang lebih 50-60. Udara
bergerak akibat tidak meratanya pemanasan, juga dipengaruhi oleh efek coriolis. Angin dibelokkan ke
kanan, mengalir dari barat dan membentuk angin barat.
3) Hadley Cells (Sel Hadley) Hadley cells merupakan arus tropis yang diberi nama seperti itu untuk menghormati George
Hadley. Sebagaimana udara yang naik di khatulistiwa, ini kehilangan kelembaban curah hujan
disebabkan oleh perluasan dan pendinginan. Setelah sampai pada derajat lintang 30 baik utara maupun
selatan, udara menjadi padat dan akan jatuh ke permukaan kembali. Efek coriolis membelokkan udara
permukaan ke kanan, aliran udara yang berlawanan ini membentuk pertukaran angin.
Ferrel Cells
Hadley Cells
Horse Latitude
Doldrums
Polar Cells
Pola Angin
1) Horse Latitude Pada daerah ini tekanan atmosfer tinggi dan angin permukaan kecil yang merupakan angin
subtropis, sirkulasi kering berpusar di sekitar derajat lintang 30 yang merupakan persimpangan antara
Hadley cells dan Ferrel cells.
2) Doldrums Istilah ini diciptakan oleh para pelaut untuk area khatulistiwa dimana bertemunya dua angin
permukaan dari Hadley cells.
Efek coriolis menyebabkan sirkulasi sel angin permukaan di belahan bumi utara dibelokkan
searah jarum jam ke arah kanan, dan sirkulasi sel angin permukaan di belahan bumi selatan dibelokkan
berlawanan dengan arah jarum jam ke arah kiri. Arah angin akan menentukan kecepatan dan arah arus
permukaan di laut.
Coriolis di Indonesia
Dalam Hukum Boys Ballot dikatakan bahwa Angin siklon di belahan bumi utara akan berputar berlawanan dengan arah jarum jam, namun sebaliknya dengan di belahan bumi bagian selatan akan
berputar searah jarum jam. Hal tersebut berkaitan dengan efek coriolis yang sedang dibahas, angin di belahan bumi bagian utara maupun selatan akan dibelokkan ke kanan oleh efek rotasi bumi. Semakin
ke arah khatulistiwa, gaya coriolis semakin kecil. Hal tersebut menyebabkan hampir tidak pernah
terjadi siklon di wilayah khatulistiwa, begitu pun dengan Indonesia yang berada di khatulistiwa.
Sebuah berita yang dikeluarkan oleh kompas.com Hingga 31 Januari 2013, peta arus angin yang dipublikasikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menunjukkan pusat tekanan
rendah di Samudra Hindia barat daya Lampung. Keadaan serupa berlangsung berhari-hari, tetapi tak
pernah meningkat intensitasnya menjadi badai atau siklon tropis yang meluluhlantakkan daratan
Indonesia. Biasanya, pusat tekanan rendah berpotensi menjadi siklon seperti halnya yang terjadi di perairan
timur Filipina yang menjadi penyebab siklon tropis. Namun hal tersebut tidak terjadi di Indonesia,
karena wilayah Indonesia berada di khatulistiwa. Pusat tekanan rendah di barat daya Lampung lebih dekat khatulistiwa sehingga terkena efek Coriolis dan tak pernah meningkat intensitasnya menjadi
siklon tropis, kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian, Minggu (27/1/2013), di Jakarta.
Pusat tekanan rendah di Indonesia seperti yang terjadi di beberapa daerah di Sumatera dan
Jambi awal tahun 2013 lalu hanya menyebabkan peningkatan aktivitas pertumbuhan awan sehingga
mendatangkan hujan lebat yang memicu banjir dan longsor. Namun hal ini tetap saja menimbulkan
kerugian baik harta benda maupun nyawa.
Juga telah diketahui bahwa rumusan untuk gaya Coriolis ini adalah:
Fc = 2 sin v Keterangan:
= Kecepatan sudut rotasi bumi (7,29 x 10-5) = Lintang tempat v = Kecepatan angin
Semakin besar lintang maka semakin besar gaya Coriolis, alasan secara matematik yang
membuktikan bahwa di Indonesia tidak terjadi angin siklon.
Coriolis sebagai Bukti bahwa Bumi Berputar
Kenyataan bahwa adanya matahari dan bulan yang bergantian menyinari bumi belum
sepenuhnya membuktikan bahwa bumi berputar. Jika semua hal di bumi memiliki sebab dan akibat,
maka ibaratkan perputaran bumi adalah sebuah sebab, dan yang menjadi akibat adalah gaya
coriolisnya. Efek coriolis tidak jauh daripada fenomena defleksi (pembelokkan arah) gerak sebuah
benda pada sebuah kerangka acuan yang berputar, khususnya di permukaan bumi. Sebuah benda yang
bergerak lurus dalam kerangka yang berputar, akan terlihat berbelok oleh pengamat yang diam di
dalam kerangka tersebut. Efek coriolis diterima sebagai suatu fakta ilmiah dan juga sebagai bukti
bahwa bumi sesungguhnya berputar pada sumbunya.
Coriolis, konflik 4 abad
Coriolis merupakan satu bagian dari mekanisme pembelokkan yang ditemukan dan dibahas
pada abad yang berbeda, diantaranya:
1. Defleksi horizontal gerak vertikal pada abad 17 dan awal abad 19 2. Defleksi vertikal gerakan hotizontal (Efek Etvs) di akhir abad 19 dan awal abad 20 3. Defleksi horizontal gerak horizontal (Efek Coriolis) pada awal abad 18 sampai sekarang.
Tidak hanya satu dua nama yang terlibat dalam perumusan untuk setiap mekanisme
pembelokkan benda bergerak, pada defleksi horizontal gerak vertikal disebut-sebut beberapa nama
yang sudah tidak asing dalam dunia ilmu perngetahuan alam seperti Newton, juga dua pria kebangsaan
Jerman yaitu Carl Friedrich Gauss dan Pierre Simon de Laplace. Gauss dan Leplace merupakan ilmuan
pertama yang berkontribusi akan pemahaman efek Coriolis dan pembuktian bumi berotasi. Salah satu
percobaannya adalah dengan menjatuhkan 29 kerikil ke mineshaft dengan jarak 90 meter kemudian
menghitung rata-rata defleksinya.
Defleksi vertikal gerakan horizontal atau dikenal sebagai efek Etvs dibuktikan oleh tim dari
Institut Geodesi, Postdam-Jerman dengan melakukan pengukuran gravitasi kapal bergerak di Atlantik,
Samudra Hindia dan Pasifik. Juga mempelajari hasil oleh bangsawan Hungaria dan fisikawan Lorand
Roland Etvs yang melihat pembacaan lebih rendah ketika kapal bergerak ke arah timur dan lebih
tinggi ketika pindah ke barat. Dia mengidentifikasi bahwa kejadian tersebut merupakan akibat dari
rotasi bumi.
Pada perumusan mekanisme efek coriolis, ilmuwan yang telibat sangat lah banyak dan
merupakan sebuah proses yang panjang. Pada awalnya pada 1735 George Hadley mengemukakan
bahwa pembelokkan di khatulistiwa lebih besar dibandingkan dengan di daerah yang lintangnya lebih
besar. Hal tersebut merupakan suatu kesalahan. Hadley hanya menjelaskan bahwa defleksi terjadi
hanya untuk gerak meridional. Kemudian beberapa tahun kemudian adanya ilmuwan Prancis, AC
Clairaut membahas defleksi dari gerak relatif pada platform datar yang berputar juga dalam hal
konservasi kecepatan mutlak. Hal tersebut dibantah seperti halnya pernyataan Hadley. Dan masih
disebutkan beberapa ilmuan lain sampai pada akhirnya Coriolis lah yang pernyataannya diakui secara
ilmiah juga dipakai sampai sekarang.
BAB III
KESIMPULAN
Gaya coriolis, yaitu gaya yang membelokkan arah arus yang berasal dari tenaga rotasi bumi.
Pembelokan itu akan mengarah ke kanan di belahan bumi utara dan mengarah ke kiri di belahan bumi
selatan. Gaya ini mengakibatkan adanya aliran gyre yang searah jarum jam (ke kanan) pada belahan
bumi utara dan berlawanan dengan arah jarum jam di belahan bumi selatan.
Gaya cariolis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan angin Gaya
coriolis menyebabkan perubahan gerak angin ke arah kanan pada belahan bumi bagian utara dan
pembelokan angin ke arah kiri pada belahan bumi bagian selatan. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi arah angin adalah:
1) Gradien barometrik
2) Rotasi bumi
3) Kekuatan yang menahan (rintangan).
Efek Coriolis sangat erat dengan fenomena defleksi (pembelokan arah) gerak sebuah benda
pada sebuah kerangka acuan yang berputar, khususnya di permukaan Bumi. Sebagaimana yang telah
kita ketahui bahwa udara bergerak dari daerah yang tekanan udaranya tinggi di belahan bumi bagian
utara akan di belokan oleh gaya corriolis kearah kanan. Sedangkan daerah bagian selatan memiliki
tekanana udara yang rendah di belokan kearah kiri permukaan bumi.besrnya defleksi atau pembelokan
udara membuat terbentuknya dua angin yang berbeda kecepatan.angin yang bertiup secara perlahan-
perlahan akan mengalami sedikit oleh gaya coriolis sedangkan angina yang bertiup lebih kencang akan
mengalami pembelokan yang jauh.
Angin yang bertiup mendekati wilayah kutub akan dibelokan lebih dari pada angin yang bertiup
di sekitar khatulistiwa.sedangkan nilai gaya coriolis adalah sama dengan nol tepat di garis
khatulistiwa.adanya gaya coriolis mennyebabakan munculnya anagin siklon disekitar wilayah yang
dipengaruhinya, Jika gaya coriolis lemah maka siklon tropis tidak terbentuk. Diekuator gaya coriolis
menuju nol, sehingga daerah ini bebas dari jejak siklon tropis. Pada tempat lintang tinggi meskipun
gaya coriolis cukup besar, siklon tropis jarang muncul karena lautnya lebih dingin.
DAFTAR PUSTAKA
Anders Persson. 1998. How do we understand the coriolis force. European centre for medium-range
weather forecasts, reading, Berkshire, United Kingdom.
Anonim. 2012. Coriolis Effect.
http://education.nationalgeographic.com/education/encyclopedia/coriolis-effect/?ar_a=1
(Diakses pada Jumat 15 November 2013 pukul 22.00)
Anonim. 2012. Earth Science.
http://www.classzone.com/books/earth_science/terc/content/visualizations/es1904/es1904page0
1.cfm( diakses pada Jumat, 15 November 2013 pukul 21.00 WIB)
Anonim. 2013. Efek Coriolis Hadang Bibit Badai.
http://sains.kompas.com/read/2013/02/01/1035565/Efek.Coriolis.Hadang.Bibit.Badai (Diakses
pada Jumat 15 November 2013 pukul 22.30)
Hermawan, Rian. 2012. Gaya Coriolis ananlis kasus.
http://blogs.unpad.ac.id/rianhermawan/2012/11/13/gaya-coriolis-analisi-kasus/ (Diakses pada
Jumat, 15 November 2013 pukul 22.00 WIB)
Jihan, Baby. Efek Coriolis Bukti Bumi Berputar. http://baby-jihan.blogspot.com/2011/07/efek-coriolis-
bukti-bumi-berputar.html (Diakses pada Jumat, 15 November 2013 pukul 21.40 WIB)
Meteorologi ITB.2013. Coriolis 1. http://www.meteo.itb.ac.id/?page_id=122 (Diakses pada Jumat, 15 November 21.30 WIB)
Putu.2009.The Coriolis Force.http://putu-mcc.blogspot.com/2012/09/the-coriolis-force.html (Diakses
pada Minggu 17 November 2013 pukul 10.18 WIB)
University od West Florida. 2013. Coriolis. http://www.uwf.edu/atc/projects/coriolis/main.swf
(Diakses pada Jumat, 8 November 2013 pukul 20.00 WIB)
Persson, Anders O. 2005. The Coriolis Effect: Four centuries of conflict between common sense and
mathematics, Part I: A history to 1885. SE 601 71 Norrkping, Sweden: Department for research and
development Swedish Meteorological and Hydrological Institute