Upload
arisnurhidayat
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-2-1
Purwokerto, 6 September 2014
34
Pengolahan Air Limbah Sohun dengan Metode Koagulasi Menggunakan
Koagulan Kitosan
Neni Damajanti
1,Endar Puspawiningtiyas
2
1,2 Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Jl. Raya Dukuhwaluh PO Box 202 Purwokerto 53182 1email: [email protected]
ABSTRAK
Industri sohun sebagai salah salah industri pangan menghasilkan air limbah dengan nilai
chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD) dan total disolved solid
(TDS) cukup tinggi. Salah satu cara pengolahan air limbah adalah dengan proses
koagulasi menggunakan bahan kimia, seperti aluminium sulfat (tawas) dan garam-garam
besi. Untuk mengurangi penggunaan bahan kimia, dapat digunakan koagulan alami seperti
kitosan. Kitosan dapat diperoleh dari kitin yang merupakan zat pembentuk cangkang
udang, kepiting dan rajungan. Kitosan dari cangkang udang memberikan keuntungan lain
selain sebagai koagulan dalam pengolahan air limbah, yaitu mengurangi limbah produksi
perikanan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam
pengolahan air limbah sohun dengan metode koagulasi menggunakan koagulan kitosan
diperoleh hasil terbaik pada dosis kitosan 4 mL dengan waktu pengadukan 20 menit (2
menit pengadukan cepat dan 18 menit pengadukan lambat). Hal ini ditunjukan dengan
tidak adanya perbedaan yang signifikan antara dosis kitosan 4 dan 5 mL pada waktu
pengadukan 20 dan 30 menit, sehingga diambil hasil terbaik pada dosis kitosan terkecil
dan waktu pengadukan tercepat. Namun kesimpulan ini belum berdasarkan pada hasil
kuantitatif, karena analisis COD, BOD dan TSS belum dapat dilakukan dengan sempurna.
Kata kunci: air limbah sohun, koagulasi, kitosan, COD, BOD.
PENDAHULUAN
Industri sohun sebagai salah salah industri pangan menghasilkan air limbah dengan nilai
chemical oxygen demand (COD), biological oxygen demand (BOD) dan total disolved solid (TDS) cukup
tinggi. Jika tidak diolah, kandungan senyawa organik di dalam air limbah tersebut akan sangat
mengganggu lingkungan sekitarnya, baik dari segi kesehatan maupun estetika. Salah satu cara pengolahan
air limbah adalah dengan proses koagulasi menggunakan bahan kimia, seperti aluminium sulfat (tawas)
dan garam-garam besi. Untuk mengurangi penggunaan bahan kimia, dapat digunakan koagulan alami
seperti kitosan.
Kitosan dapat diperoleh dari kitin yang merupakan zat pembentuk cangkang udang, kepiting dan
rajungan. Kitosan dari cangkang udang memberikan keuntungan lain selain sebagai koagulan dalam
pengolahan air limbah, yaitu mengurangi limbah produksi perikanan. Limbah produksi perikanan ini juga
menyumbangkan nilai COD dan BOD yang tidak kecil di perairan. Jadi, bisa dikatakan bahwa kitosan
merupakan produk dari limbah yang dapat digunakan untuk mengolah limbah.
Limbah Cair Sohun
Sohun merupakan suatu produk bahan makanan kering yang dibuat dari pati dengan bentuk khas
(SNI 01-3723-1995). Berbagai macam pati sebagai bahan baku sohun dapat berasal dari umbi-umbian,
kacang hijau, jagung, ubi jalar (sweet potato), sagu, aren, midro/ganyong (canna eduliker) dan tapioka. Di
Indonesia umumnya sohun dibuat dari bahan dasar pati sagu atau aren dan midro sebagai campuran. Di
negara lain seperti di Cina bahan bakunya adalah mung bean/pati kacang hijau atau di Korea dengan
bahan baku sweet potato.
Pengolahan sohun menghasilkan limbah cair, padat dan gas. Limbah cair dihasilkan dari sisa
proses pencucian pati yang mengadung kaporit. Limbah ini sebagian besar termasuk bahan organik yang
bersifat biodegradable yaitu secara alami dapat atau mudah diurai oleh mikro organisme. Limbah cair ini
dialirkan ke tempat penampungan, diendapkan, baru dialirkan ke sungai atau lubang penampungan
sehingga diserap tanah. Limbah ini tidak berbahaya bagi organisme tanah dan tanaman. Namun, bau yang
ditimbulkan dari limbah cair ini sangat mengganggu bagi lingkungan.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-2-1
Purwokerto, 6 September 2014
35
Kitosan sebagai Koagulan
Kitosan adalah suatu polimer yang terbuat dari kitin, yang berasal dari pengolahan limbah udang
dan kepiting. Protein dan mineral diekstrak dari cangkang crustacea tersebut, menghasilkan kitin (poli-N-
asetil-glukosamin) yang kemudian dihidrolisis menggunakan alkali pekat panas untuk menghilangkan
grup asetilnya. Produk dari hidrolisis kitin ini dinamakan dengan kitosan atau poli [β-(1-4)-2-amino-2-
deoksi-D-glukopiranosa] atau D-glukosamina. Glukosamin dari polimer ini berkaitan dengan karakter
polikationik, yang mana hal ini menempatkan kitosan pada kelompok yang sama dengan polielektrolit
lain yang telah digunakan, sebagai agen penggumpal atau koagulan (Bough, 1976).
Dalam bidang pengolahan limbah, kitosan lebih banyak digunakan sebagai koagulan bagi
logam-logam berat. Belum banyak kajian yang dilakukan sehubungan penggunaan kitosan sebagai
koagulan bagi senyawa organik, khususnya yang terkandung dalam air limbah tahu. Salah satu penelitian
tentang hal ini dilakukan oleh Hye Keong Jun dan kawan-kawan (1994). Dari penelitian ini didapatkan
hasil bahwa kitosan merupakan koagulan yang efektif untuk recovery padatan berprotein dari air limbah
tahu. Kekeruhan berkurang hingga 97% dengan perlakuan menggunakan 300 mg/L kitosan pada pH 5,8
(pH air limbah tahu), sedangkan uji kontrol menggunakan pengendapan secara gravitasi selama 1 jam
mengurangi kekeruhan sebesar 30%.
Pengolahan air limbah industri pangan lain yang menggunakan kitosan diteliti oleh E. Casal dan
kawan-kawan (2006), yaitu penggunaan kitosan untuk mengikat -Lactoglobulin dari whey keju. Whey
diperlakukan menggunakan kitosan dengan dosis 25 mg/100 mL pada rentang pH 4,5-6,5. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kandungan-Lactoglobulin dalam whey berkurang dengan meningkatnya
pH dan dosis kitosan. Pada pH 6,2 penambahan 1,9-3,0 mg/mL kitosan dapat mengikat -Lactoglobulin
secara maksimal, dengan meninggalkan sekurang-kurangnya 80% protein dalam whey.
Pada tahun 2008, Dewi Murniati melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan Kitosan
sebagai Koagulan untuk Memperoleh Kembali Protein yang Dihasilkan dari Limbah Cair Industri
Pemindangan Ikan. Dalam penelitiannya, dikaji proses koagulasi ion organik dalam larutan limbah cair
dengan penambahan kitosan sebagai koagulan dengan memvariasikan konsentrasi kitosan dan pH
koagulasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor, masing-
masing diulang 2 kali yaitu: penambahan dosis kitosan (200, 400, 600, 800, 1000 mg/L) dan pH (4, 5, 6,
7, 8). Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa dengan penambahan kitosan 1000 mg/L pada pH 7
ke dalam limbah cair industri pemindangan ikan dapat mengkoagulasi limbah cair tersebut sehingga
didapat kadar proteinnya 50,56%, sedangkan pada penambahan kitosan 800 mg/L dan pH 7 didapat kadar
lemaknya 4,75 % , serat 3,08% dan penambahan kitosan 1000 mg/L pada pH 8 didapat kadar airnya 11,87
% dan kadar abu sebesar 6,36 %.
Mohd Ariffin dan kawan-kawan meneliti pemanfaatan kitosan sebagai koagulan dalam proses
koagulasi dan flokulasi air limbah industri tekstil. Penelitian ini menggunakan variasi dosis kitosan (12 –
66 mg/L), pH (2 – 10) dan waktu pencampuran (10 – 30 menit). Kondisi optimum yang diperoleh adalah
dengan dosis kitosan 30 mg/L, pH 4, laju pencampuran 250 rpm selama 10 menit, 30 rpm selama 20
menit dan waktu pengendapan 30 menit. Penurunan COD yang dicapai adalah 72,5% dan 94,9% untuk
penurunan kekeruhan.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Proses Program Studi Teknik Kimia FT
UMP, dengan mengambil air limbah dari pabrik sohun yang berada di Desa Bojongsari, Kecamatan
Kembaran, Kabupaten Banyumas. Air limbah sohun diperlakukan menggunakan kitosan dengan variabel
yang sudah ditentukan. Selanjutnya, air limbah sohun yang sudah diperlakukan dianalisis kandungan
COD, BOD dan TSS-nya.
Variabel Penelitian:
a. Dosis koagulan (kitosan): 20, 30, 40, 50, dan 60 mg/L (larutan kitosan 1% dalam asam asetat 1%)
b. Waktu koagulasi (rapid mixing – flocculation): 10, 20, 30 menit (masing-masing dengan waktu rapid
mixing 10% dari waktu total, dan dilanjutkan dengan waktu sedimentation 30 menit)
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-2-1
Purwokerto, 6 September 2014
36
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitosan pabrikan, Ag2SO4, H2SO4, K2Cr2O7,
indikator ferroin, ferro ammonium sulfat (FAS), aquadest, dan kertas saring. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini berupa rangkaian alat koagulasi.
Pelaksanaan Penelitian
Air limbah sohun disaring untuk memisahkan kotoran-kotoran yang berukuran besar, kemudian
diukur sebanyak 500 mL dan dimasukkan dalam beaker glass 1000 mL. Ke dalam beaker glass yang
berisi air limbah tadi dimasukkan kitosan dengan dosis sesuai variabel, kemudian dilakukan pengadukan
dengan waktu sesuai variabel.
Air limbah yang telah diaduk tersebut kemudian didiamkan tanpa pengadukan selama 30 menit.
Selanjutnya dilakukan penyaringan untuk memisahkan flok-flok yang terbentuk. Filtrat hasil penyaringan
dianalisis untuk mengetahui kandungan COD, BOD dan TSS-nya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika dari air limbah sohun hasil perlakuan terlihat pada Gambar 1 hingga 3.
Gambar 1. Air limbah sohun yang telah mengalami perlakuan selama 10 menit
Gambar 2. Air limbah sohun yang telah mengalami perlakuan selama 20 menit
Gambar 3. Air limbah sohun yang telah mengalami perlakuan selama 30 menit
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-2-1
Purwokerto, 6 September 2014
37
Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa sampel air limbah sohun mengalami pengurangan kekeruhan
bertahap sesuai dengan penambahan dosis kitosan. Semakin besar dosis kitosan, semakin jernih air
limbah sohun yang dihasilkan. Pada dosis kitosan terbesar, yaitu 60 mg/L, terlihat hasil air limbah sohun
mulai kembali keruh.
Untuk waktu pengadukan yang berbeda-beda, penambahan dosis kitosan sebesar 30 mg/L
menunjukkan hasil yang serupa, yaitu terdapatnya flok-flok yang terapung di permukaan air limbah,
disamping flok-flok yang mengendap di bagian dasar air limbah, seperti terlihat pada Gambar 4. Hal ini
menyebabkan proses penyaringan setelah tahap pengendapan memerlukan kehati-hatian agar flok-flok
yang mengapung tersebut tidak tercampur dengan filtrat air limbah.
Penambahan dosis kitosan sebesar 30 hingga 50 mg/L pada waktu pengadukan 10 menit juga
menunjukkan hasil adanya flok-flok yang mengapung, meskipun air limbah yang dihasilkan berkurang
kekeruhannya. Hasil ini dapat terlihat pada Gambar 5. Waktu pengadukan 20 dan 30 menit tidak
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kekeruhan air limbah sohun yang dihasilkan pada
penambahan dosis kitosan 40 dan 50 mg/L. Pada waktu pengadukan dan penambahan dosis kitosan pada
variabel tersebut, air limbah sudah terlihat jernih dan tidak banyak flok yang mengapung (Gambar 6).
Gambar 4. Flok-flok yang mengapung pada penambahan kitosan 3 mL
Gambar 5. Flok-flok yang mengapung pada waktu pengadukan 10 menit
Gambar 6. Air limbah sohun hasil perlakuan dengan waktu pengadukan 30 menit dan
penambahan dosis kitosan 4 dan 5 mL
Tingkat kekeruhan ini sebenarnya dapat dilihat dari Total Disolve Solid (TDS). Namun hasil
pembacaan yang diperoleh belum dapat dianalisis dengan baik untuk dapat disimpulkan hasilnya, seperti
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-2-1
Purwokerto, 6 September 2014
38
terlihat pada Gambar 7. TDS yang semakin meningkat dengan meningkatnya penambahan dosis kitosan,
boleh jadi disebabkan oleh melarutnya sejumlah kitosan dalam air limbah, dikarenakan keasaman air
limbah yang berkisar pada pH 4,5 – 5,5.
Gambar 7. Grafik hubungan antara TDS dengan waktu pengadukan dan dosis kitosan
Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia dari air limbah sohun hasil perlakuan diterjemahkan dalam bentuk
kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD), seperti terlihat
pada Gambar 8 dan 9. Kandungan COD dan BOD menunjukkan besarnya jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam air limbah untuk dapat melakukan tugasnya dalam menguraikan
senyawa-senyawa organik. Semakin sedikit jumlah COD dan BOD, berarti air limbah tersebut semakin
baik kualitasnya, karena artinya jumlah oksigen bagi mikroorganisme sudah cukup tersedia, sehingga
hanya butuh sejumlah kecil oksigen lagi.
Gambar 8. Grafik hubungan antara COD dengan waktu pengadukan dan dosis kitosan
Dari grafik hubungan antara COD dengan waktu pengadukan dan dosis kitosan terlihat angka
yang naik turun. Hal ini dapat terjadi karena pengenceran sampel saat analisis belum tepat, mengingat
pengenceran sangat tergantung pada jumlah COD awal sebelum perlakuan. Selain itu, pemanasan saat
analisis pada suhu 150oC selama 2 jam hanya menggunakan oven, dikarenakan tabung COD sulit
dimasukkan ke dalam COD Reactor. Kedua hal tersebut juga diperkirakan menyebabkan hasil
pengukuran COD pada hasil air limbah dengan waktu pengadukan 30 menit tidak dapat dibaca.
440 460 480 500 520 540 560 580 600 620 640 660 680 700
0 1 2 3 4 5 6 7
TDS
(mg/
L)
Dosis pemakaian kitosan (mg/L)
10 menit
20 menit
30 menit
0
50
100
150
0 2 4 6 8
CO
D (
mg/
L)
Dosis pemakaian kitosan (mg/L)
10 menit, 2x pengenceran 10 menit, 4x pengenceran
20 menit, 2x pengenceran 20 menit, 4x pengenceran
Prosiding Seminar Hasil Penelitian LPPM UMP 2014
ISBN 978-602-14930-2-1
Purwokerto, 6 September 2014
39
Gambar 9. Grafik hubungan antara BOD dengan waktu pengadukan dan dosis kitosan
Hal yang sama juga terlihat pada grafik hubungan antara BOD dengan waktu pengadukan dan
dosis kitosan. Selain masalah pengenceran yang belum tepat, pengambilan sampel air limbah yang
berulang-ulang menyebabkan perbandingan hasil pada variabel waktu pengadukan belum dapat terlihat.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dalam pengolahan air
limbah sohun dengan metode koagulasi menggunakan koagulan kitosan diperoleh hasil terbaik pada dosis
kitosan 40 mg/L dengan waktu pengadukan 20 menit (2 menit pengadukan cepat dan 18 menit
pengadukan lambat). Hal ini ditunjukan dengan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara dosis
kitosan 40 dan 50 mg/L pada waktu pengadukan 20 dan 30 menit, sehingga diambil hasil terbaik pada
dosis kitosan terkecil dan waktu pengadukan tercepat.
Namun kesimpulan ini belum berdasarkan pada hasil kuantitatif, karena analisis COD, BOD dan
TSS belum dapat dilakukan dengan sempurna. Akibatnya, hasil perhitungan yang diperoleh juga
menunjukkan angka yang belum dapat dianalisis dengan baik. Selain itu, pH air limbah yang tidak diatur
menyebabkan sejumlah kitosan dapat melarut dalam air limbah, yang justru meningkatkan TDS.
DAFTAR PUSTAKA
Bough, W.A., and D.R. Landes. 1976. Recovery and Nutritional Evaluation of Proteinaceous Solids
Separated from Whey by Coagulation with Chitosan. Journal of Dairy Science 59: 1874-1880.
Casal, E. Use of Chitosan for Selective Removal of b-Lactoglobulin from Whey. Journal of Dairy Science
89: 1384-1389.
Hye Keong Jun, et al. 1994. Chitosan as a Coagulant for Recovery pf Proteinaceous Solids from Tofu
Wastewater. Journal of Agricultural and Food Chemistry, Vol. 42 No. 8, pp. 1834-1838.
Mohd Ariffin, A.H., T.P. Li, and Z.Z. Noor. Coagulation And Flocculation Treatment Of Wastewater In
Textile Industry Using Chitosan. Journal of Chemical and Natural Resources Engineering,
Vol.4(1):43-53.
Murniati, D. 2008. Pemanfaatan Kitosan ssebagai Koagulan untuk Memperoleh Kembali Protein yang
Dihasilkan dari Limbah Cair Industri Pemindangan Ikan. Master Theses. Chemical Engineering
Universitas Sumatera Utara.
0
0,2
0,4
0,6
0,8
0 1 2 3 4 5 6 7 B
OD
(m
g/L
) Dosis pemakaian kitosan (mg/L)
10 menit 20 menit 30 menit