Upload
truongngoc
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Petra Deviana, dkk. (2011) yang
berlokasi di desa Toya Bungkah, Kintamani Bangli. Penelitian tersebut meneliti
tentang “Identifikasi Potensi Wisata Dan Perencanaan Paket Wisata Di Kawasan
Kintamani”. Observasi yang dilakukan terhadap potensi di kawasan Kintamani,
diketahui bahwa masih banyak potesni yang belum dikembangkan dan mendapat
perhatian secara maksimal terutama dari pemerintah daerah. Masyarakat lokal sendiri
telah memiliki kesadaran yang tinggi akan pariwisata dan berusaha untuk
mengembangkan kepariwisataan di daerahnya secara mandiri. Penelitian tersebut
memiliki tujuan memeratakan pembangunan di seluruh kawasan Kintamani sehingga
tak muncul ketimpangan antara daerah atas dengan bawah. Karena pengembangan
pariwisata hanya berfokus di daerah Kintamani di daerah atas saja.
Selain itu, pengembangan periwisata yang dilakukan lebih memperhatikan dan
memberdayakan masyarakat lokal sehingga tingkat kesejahteraan di Kintamani dapat
diangkat. Bagi Biro Perjalanan Wisata hendaknya dalam mebuat paket wisata lebih
memperhatikan keterlibatan masyarakat lokal serta membuat paket wisata minat
khusus sehingga tak muncul kejenuhan akan paket-paket wisata yang telah ada.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Petra Deviana
dkk adalah sama-sama mengidentifikasi potensi fisik dan membuat suatu perencanaan
8
paket wisata. Sedangkan untuk perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan oleh Petra Deviana dkk adalah pada penelitian ini lebih menonjolkan
bagaimana perencanaan paket wisata budaya yang didalamnya mengemas suatu
produk produk wisata budaya yang ada di Kota Denpasar sedangkan untuk penelitian
yang dilakukan oleh Petra Deviana dkk membuat suatu perencanaan paket wisata
yang mengemas produk produk wisata di kawasan Kintamani. Penelitian selanjutnya
dilakukan oleh Sudana (2010) yang berlokasikan di kabupaten Bangli khususnya di
kawasan Kintamani. Penelitian tersebut bertemakan “Strategi Pengembangan
Pariwisata Minat Khusus Di Kawasan Pariwisata Kintamani Kabupaten Bangli”.
Penelitian tersebut diketahui bahwa strategi pengembangan pariwisata minat
khusus di kawasan Pariwisata Kintamani terdapat ada 2 strategi, yakni strategi grow
dan strategi build, yaitu strategi insentif seperti strategi penetrasi pasar, strategi
pengembangan pasar, dan strategi pengembangan produk. Penelitian tersebut
memiliki tujuan untuk mengembangkan daya tarik wisata unik yang lain selain
penelokan yang ada di kawasan Kintamani seperti, Kedisan, Toya Bungkah, Gunung
Batur, dan Trunyan. Karena daerah-daerah tersebut nyaris tidak menjadi daerah yang
dikunjungi wisatawan dilihat dari daerah tujuan wisata yang hanya terpusat di daerah
penelokan saja yang dijadikan tujuan akhir dari paket wisata yang dirancang oleh biro
perjalanan.
Pada penelitian ini ditemukan perbedaan antara penelitian yang sebelumnya dan
yang akan dibuat berupa lokasi penelitian yang berada di Kota Denpasar namun
memiliki kesamaan karena peneltian yang sebelumnya dilakukan juga membahas
mengenai Paket Wisata di Kintamani.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wirawan (2009) yang berjudul
“Pengembangan Daya Tarik Wisata Bahari Secara Berkelanjutan di Nusa Lembongan
Kabupaten Klungkung”, tujuan dari penelitian ini untuk dapat mengetahui peran dari
stakehorlers dalam pengembangandan manfaat pengembangan bagi masyarakat.
Kesamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu sama-sama
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Perbedaan penelitian sebelumnya dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah tempat dibuatnya penelitian.
Penelitian yang dilakukan oleh Swandewi (2014) dengan judul “Pengemasan
Paket Wisata Tirta di Kabupaten Buleleng”, penelitian ini dilakukan di Kabupaten
Buleleng tepatnya pada tujuh Desa yaitu, Desa Gitgit, Desa Pemaron, Desa
Kalibukbuk, Desa Temukus, Desa Banjar, Desa Seririt, dan Desa Pejarakan. Adapun
perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis
pengemasan paket wisata, penelitian ini berupa pengemasan paket wisata tirta,
sedangkan penelitan yang akan dilakukan adalah pengemasan paket wisata city tour.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-
sama menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif.
Penelitian lainnya yang dikutif dari jurnal internasional yang dilakukan oleh
David Bowie (2005) penelitian ini dilakukan di London dengan judul “Tourist
Satisfaction : A View from a Mixed International Guided Package Tour”, penelitian
ini dilakukan untuk mengidentifikasi variabel yang terkait dengan kepuasan
pelanggan dalam suatu paket wisata, baik itu pengaturan jadwal serta pelayanan.
Adapun persamaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah sama-
sama meneliti tentang paket wisata. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif,
sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif.
Penelitian selanjutnya terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Erica (2011) yang berjudul “Hotel Location and Tourist Activity in
Cities”. Penelitian ini dilakukan di China yang berfokus pada pariwisata perkotaan.
Peneliti menyimpulkan bahwa lokasi hotel memiliki dampak besar pada gerakan
wisata, dengan pangsa besar dari total anggaran waktu wisatawan menghabiskan
disekitar hotel. Penelitian ini mempunyai persamaan dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang wisata kota. Perbedaan dari penelitian
ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah tempat atau lokasi dari penelitian.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Zekri Yazdi (2014) yang berjudul
“Promoting Tourism Destination :Heritage, History and Culture in International
Tourism”. Penelitian ini dilakukan di Malaysia membahas tentang wisata budaya,
sejarah, dan arkeologi. Penelitian ini mencoba untuk meneliti hubungan antara
budaya dengan kepuasan wisatawan. Perbedaan dari penelitian ini adalah
menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif sedangkan penelitian yang akan
dilakukan menggunakan teknik analisi deskriptif kualitatif. Adapun persamaan dari
penelitian ini yaitu sama-sama membahas tentang pariwisata budaya.
2.2 Tinjauan Konsep
2.2.1 Tinjauan Tentang Pariwisata
Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari
seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan
kepergiannya adalah karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi,
sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena
sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar. Istilah pariwisata
berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan
tempat tinggal sementara seseorang diluar tempat tinggalnya karena suatu alasan
bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa perjalanan wisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan
memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang
berhubungan dengan kegiatan olahraga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan, dan
keperluan usaha yang lainnya (Suwantoro, 1997:3-4)
Pada undang-undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan
dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang
atau sekekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan probadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi, dalam jangka waktu sementara.
2.2.2 Tinjauan Tentang Potensi Wisata
Potensi wisata merupakan segala seusuatu yang menjadi andalan daya tarik
wisata untuk dikunjungi di suatu tempat. Daya tarik tersebut sengaja ditonjolkan
sebagai atraksi wisata. Atraksi wisata adalah semua yang menjadi daya tarik dan
mengapa wisatawan tertarik berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata, diantaranya :
1. Natural attraction yang berupa pemandangan dan segi geografis dari suatu
daerah tujuan wisata.
2. Cultural attraction yang berupa sejarah dan cerita rakyat, religi, seni, dan
kegiatan khusus.
3. Social attraction yang berupa kebiasaan penduduk, mata pencaharian
penduduk, bahasa, dan kesempatan untuk pertemuan sosial.
4. Built attraction yang berupa bangunan bersejarah dan bangunan
berarsitektur modern (Yoeti, 2002).
Erlingta Desty Fikriyondha (dalam Oka A, Yoeti, 1998) berpendapat bahwa
berhasilnya suatu tempat wisata hingga tercapainya kawasan wisata sangat tergantung
pada 3A yaitu atraksi ( attraction ), mudah dicapai (accessibility), dan fasilitas
(amenities).
Menurut Pendit (2002), secara umum potensi wisata dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
1. Potensi Alamiah yaitu potensi yang ada di masyarakat yang berupa
potensi fisik, geografi, seperti potensi alam.
2. Potensi Budaya atau potensi non fisik yaitu potensi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat, seperti adat-istiadat , mata pencaharian,
kesenian, dan sebagainya.
Obioma (2013) menjelaskan pariwisata adalah semua tentang kenyamanan
dan kesenangan, orang suka mengunjungi tempat-tempat dan peristiwa yang mampu
membuat mereka berkesempatan untuk bersantai dan bersenang-senang. Tempat-
tempat dan acara menarik bisa seperti : alam budaya atau buatan (situasi dan
peristiwa buatan manusia). Berdasarkan pandangan ini, jenis-jenis potensi pariwisata
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Potensi wisata alam atau Eco-Tourism adalah yang ada hubungannya
dengan alam yang indah seperti gua, dataran tinggi, pegunungan, air
terjun, batu, dan wisata alam lainnya seperti satwa liar, sumber daya air.
Ekowisata adalah perjalanan yang tujuannya ke daerah-daerah alami untuk
memahami budaya dan sejarah alam lingkungan dan tidak mengubah
integritas ekosistem, dan memproduksi peluang ekonomi yang membuat
konservasi sumber daya alam bermanfaat bagi masyarakat setempat.
2. Potensi wisata budaya adalah yang ada hubungannya dengan keunggulan
budaya dan keunikan dari orang, baik buatan manusia atau diwariskan. Di
antara warisan budaya dari orang yang menjadi sumber tempat wisata
seperti : tarian, musik, adat istiadat, monumen bersejarah, gambar, seni
dan kerajinan, keagamaan tradisional, pernikahan tradisional dan
penguburan, dan lain-lain.
3. Potensi wisata buatan atau artificial pariwisata adalah potensi pariwisata
berdasarkan pada penciptaan atau teknologi inovasi manusia dibidang
hiburan (bioskop, teater, taman, museum, dan pusat-pusat hiburan lainnya)
olah raga dan rekreasi (seperti kolam renang, klub olah raga, klub sosial,
dan pusat-pusat rekreasi lainnya) akomodasi (seperti hotel, motel, rumah
tamu, dan paket liburan berkemah) restoran, hotel dan fasilitas transportasi
seperti agen perjalanan, operator tur, pusat informasi wisata dan lain-lain.
Poerwadarminta (1993:766) mendefinisikan potensi sebagai kekuatan,
kesanggupan, kemampuan. Dikaitkan dengan potensi wisata, maka dapat dijelaskan
bahwa pengertian potensi wisata adalah seluruh potensi wisata alam dan budaya.
Potensi wisata merupakan segala sesuatu yang terdapat disuatu daerah yang dapat
dikembangkan menjadi daya tarik wista.
2.2.3 Tinjauan Tentang Paket Wisata
Paket wisata merupakan istilah yang sering kita dengar dalam dunia
pariwisata, khususnya pada wisatawan yang akan datang melalui biro perjalanan
wisata baik itu secara peroranganatau group. Paket wisata ini memberikan
kemudahan dan keuntunganbagi wisatawan yang datang secara rombongan sebab
semua komponen tour sudah termasuk dalam harga tour, dan harga tournya juga lebih
murah tergantung dari jumlah anggota rombongan
Menurut (Suwantoro, 1997:15) menyatakan bahwa : “package tour atau paket
wisata adalah sesuatu produk perjalanan wisata yang dijual oleh suatu Perusahaan
Biro Perjalanan atau Perusahaan Transport yang bekerja sama dengannya dimana
harga paket wisata tersebut telah mencakup biaya perjalanan, hotel, ataupun fasilitas
lainnya yang memberikan kenyamanan bagi pembelinya. Dengan kata lain paket
wisata ini adalah suatu produk wisata yang merupakan suatu komposisi perjalanan
yang disusun dan dijual guna memberikan kemudahan dan kepraktisan dalam
melakukan perjalanan wisata.
Paket wisata juga dapat diartikan sebagai suatu perjalanan wisata dengan satu
atau beberapa tujuan kunjungan yang disusun dari berbagai fasilitas perjalanan yang
tetap, serta dijual sebagai harga tunggal yang menyangkut dari seluruh komponen
dari perjalanan (Nuriata, 2014:11). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
paket wisata adalah suatu rencana perjalanan yang disusun berdasarkan beberapa
komponen tour dengan harga tertentu dimana harga tersebut termasuk biaya-biaya
yang diperlukan wisatawan selama mengikuti atau memakai paket wisata tersebut
diatas. Paket wisata tersebut digunakan oleh wisatawan agar mereka puas dalam
memilih objek wisata yang sudah disusun dalam bentuk paket.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam membuat paket wisata
menurut Suyitno (2001 : 35-38), yaitu :
1. Rute Perjalanan
Rute perjalanan sebaiknya berbentuk putaran atau circle route, kecuali jika
kondisi tidak memungkinkan atau karena jarak yang terlalu dekat. Apabila antara
objek satu dengan yang lainnya dinyatakan dalam satuan jarak (kilometer) maka
terlebih dahulu harus ditransformasikan ke dalam satuan waktu (menit) dengan
menggunakan rumus :
Keterangan :
a = Jarak (distance)
b = Kecepatan rata-rata kendaraan (average velocity)
60 menit = Transformasi satuan waktu (1 jam = 60 menit)
2. Variasi Objek
Penyusunan objek yang dikunjungi disusun dengan urutan tertentu agar objek
wisata yang dikunjungi terkesan bervariasi dan tidak monoton. Karakteristik objek
merupakan dasar pertimbangan untuk membuat objek yang dikunjungi harus
divariasikan.
3. Tata Urutan Kunjungan
Tata urutan kunjungan menyangkut pemilihan kunjungan objek yang mana
dikunjungi lebih awal atau yang mana dikunjungi dibagian akhir, dan objek-objek
mana yang waktunya sudah ditentukan sehingga dalam menyusun urutan objek
kunjungan berdasarkan pada kondisi dan kebutuhan wisatawan.
Dalam pembuatan paket wisata ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu :
1) Titik Awal (Starting Point)
Titik awal/starting point merupakan tempat yang ditentukan sebagai awal dari
perjalanan wisatawan untuk memulai tour. Titik awal untuk memulai tour dapat
(a:b) x 60 menit
berupa hotel, villa, airport atau tempat sesuai dengan kesepakatan antara wisatawan
dengan supir atau pramuwisata.
2) Titik Akhir (Finishing Point)
Titik akhir/finishing point merupakan tempat yang terletak pada akhir tour
yang merupakan akhir dari perjalanan wisatawan. Hotel, villa, dan airport merupakan
titik akhir dari sebuah tour, atau tempat yang telah disepakati antara wisatawan
dengan pramuwisata dan supir.
3) Waktu Tempuh Antar Objek Wisata
Waktu tempuh dalam dunia pariwisata terdapat usaha interprestasi dari
pramuwisata untuk menambah nilai lebih bagi wisatawan. Dalam artian waktu
tempuh ini tidak berarti balapan. Dalam menghitung waktu tempuh, perjalanan
diasumsikan lancar, tanpa adanya pemberhentian tambahan, tanpa kerusakan
kendaraan, tanpa kemacetan, dan yang terpenting adalah kenyamanan bagi wisatawan
dalam melakukan perjalanan.
Adapun acara wisata yang dibuat oleh Tour Operator biasanya berbagai
macam sesuai dengan kreativitas masing-masing. Acara wisata dibagi dalam tiga
bentuk yang diantaranya sebagai berikut :
1. Bentuk Uraian (essai style)
Dalam hal ini, acara wisata disajikan dalam bentuk uaraian singkat tentang
program yang akan dilakukan terdiri dari hari atau tanggal pelaksanaan serta
kegiatan setiap harinya.
2. Bentuk Tabel (tabulated sytle)
Penyajian berupa tabel dengan kolom-kolom antara lain :
1) Hari/tanggal (day/date)
2) Tempat (place)
3) Waktu (time)
4) Acara (itinerary)
5) Keterangan (remark)
3. Bentuk Grafik
Acara wisata yang disajikan dalam bentuk gambar atau grafik, berupa lambing-
lambang komponen yang digunakan dalam urutan acara. Dalam penyusunan
acara wisata, sebaiknya selalu memperhatikan pendistribusian waktu agar sesuai
dengan aktivitas dan sesuai dengan kebutuhan. Komponen yang lain selain
pembuatan acara wisata yaitu harga wisata karena wisatawan akan
memperhitungkan mengenai biaya yang harus dikeluarkan sebelum memutuskan
untuk melakukan perjalanan wisata. Suyitno (1999) juga menyatakan bahwa
harga wisatawan merupakan jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk
mengelola wisatawan ditambah dengan keuntungan yang diharapkan. Langkah-
langkah untuk menghitung harga suatu wisata antara lain :
1) Harga Wisata
Harga wisata merupakan jumlah keseluruhan biaya yang dkeluarkan untk
mengelola wisata, ditambah dengan keuntungan yang diharapkan. Harga wisata
dapt dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
TP = Tour Price (harga wisata)
TC = Total Cost (jumlah biaya)
SC = Surcharge (keuntungan)
Surcharge dinyatakan dalam persentase tertentu dan diperhitungkan dari
jumlah biaya. Untuk memudahkan penghitung biaya wisata, maka hasil akhir
yang dicari dari penghitungan ini adalah harga wisata per orang. Akan tetapi,
suatu jumlah biaya dapat juga merupakan tanggungan kelompok. Berdasarkan hal
tersebut, maka biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya tanggungan kelompok wisatawan
dan besarnya biaya ditentukan oleh jumlah kelompok seperti tip pengemudi,
ongkos parker, waiter’s tip, tip pemandu, biaya administrasi dan lain-lain. Selain
itu, biaya ridak tetap (variable cost) merupakan biaya tanggungan peserta secara
perorangan dan besarnya biaya ditentukan oleh jumlah peserta, misalnya airport
tax, meals entrance fee dan lainnya. Kedua jenis biaya tersebut dapat dipadukan
menjadi biaya per orang dengan rumus sebagai berikut :
TP = TC + SC
Keterangan :
TCP = Jumlah biaya per orang (total cost per person)
TFC = Jumlah biaya tetap (total fixed cost)
TVC = Jumlah biaya tidak tetap (total variable cost)
n = Jumlah peserta (number of participants)
2) Komplimen (complimentary)
Complimentary disebut juga Free Of Charge (FOC) yaitu pembebasan
jumlah peserta tertentu dari pembayaran jika syarat yang ditentukan oleh tour
operator dipenuhi. Persyaratan tersebut berkaitkan dengan jumlah peserta yang
membeli tur secara bersama-sama. Harga wisata dengan memperhitungkan
complimentary dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
PC = Harga dengan complimentary tour price with complimentary
NP = Harga bersih (nett price)
n = Jumlah peserta (number of participants)
c = Jumlah peserta mendapat FOC
TCP = ���
� + TVC
PC = ���
(���)
3) Harga Jual (selling price)
Penjualan produk wisata dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
langsung dan tidak langsung (melalui perantara). Jika distribusi produk dilakukan
melalui perantara,maka tour operator memberikan imbalan jasa tertentu kepada
perantara (agen) berupa komisi agen (agency commission). Agency Commission
dinyatakan dalam presentase tertentu. Harga yang memperhitungkan komisi agen
ini disebut dengan Harga Jual (selling price) dengan rumus perhitungan sebagai
berikut :
Keterangan :
SP = Harga jual (selling price)
AC = Komisi agen (agency commission)
PP = Harga akhir sebelumnya (previous price)
Patokan yang dipakai dalam perhitungan harga jual adalah hasil akhir
perhitungan harga sebelumnya. Jika harga sebelumnya sampai pada Nett Price,
maka harga itulah yang dipakai sebagai dasar. Namun jika perhitungan harga
sebelumnya adalah Price with Complimentary (PC), maka PC yang dipakai
sebagai patokan (Suyitno, 1999).
SP = ���
(������)× ��
2.2.4 Tinjauan Tentang City Tour
Menurut Law (1996:1), kota merupakan jenis destinasi pariwisata yang paling
penting di dunia sejak tahun 1980-an. Sebagai fenomena kepariwisataan dunia, kota
dipandang sebagai suatu proses kompleks yang terkait dengan budaya, gaya hidup,
dan sekumpulan permintaan yang berbeda terhadap liburan dan perjalanan (Page,
1995:1).
Kota merupakan destinasi dengan multimotivasi, tidak seperti resor-resor
pada umumnya (Law, 1996: 3). Orang-orang datang ke suatu kota untuk berbagai
tujuan: bisnis, kegiatan hiburan dan rekreasi, mengunjungi keluarga dan kerabat, atau
urusan pribadi lainnya. Seringkali, mereka mengunjungi kota untuk lebih dari satu
alasan. Orang yang pergi ke suatu kota untuk berbisnis, menyempatkan diri untuk
mengunjungi museum atau galeri seni di kota yang dikunjunginya. Atau mereka yang
dari luar negeri (wisatawan mancanegara) mengunjungi dan berwisata di kota tertentu
sebagai pintu gerbang untuk mengunjungi daerah lain di sekitarnya. Misalkan,
wisatawan mengunjungi Kota Tarakan karena fungsinya sebagai gerbang masuk yang
paling dekat dengan Pulau Derawan di Kabupaten Berau.
Pariwisata perkotaan memiliki karakteristik lain yang khas, berbeda dengan
pariwisata pada umumnya yang daya tarik wisatawanya memang ditujukan hanya
untuk mereka yang berwisata. Wisatawan perkotaan menggunakan fasilitas perkotaan
yang juga digunakan oleh penduduk kota sebagai daya tarik wisatanya (Law, 1996:
4). Misalnya, pusat-pusat perbelanjaan di Kota Bandung tidak hanya digunakan oleh
penduduk sebagai fasilitas belanja, tetapi juga menjadi daya tarik utama wisatawan
mengunjungi Bandung. Dalam konteks restrukturisasi perekonomian global dan
deindustrialisasi di beberapa kota di dunia, pariwisata dan pengembangan pariwisata
berperan penting dalam memperbaiki perekonomian kota yang mulai menurun (Law,
2000).
Pariwisata menjadi motivasi penting bagi revitalisasi kota pada masa itu.
Dengan bangkitnya kembali kota-kota di dunia, masyarakat menjadi makmur, dan
muncul kelompok menengah yang memacu peningkatan permintaan akan pariwisata
dan rekreasi, baik domestik maupun antar negara. Kota besar yang memiliki berbagai
daya tarik berupa peninggalan sejarah atau berbagai proyek baru menjadi sasaran
kunjungan masyarakat negara maju, di samping kunjungan ke kawasan wisata di
lokasi khusus (pantai, pegunungan).
Page (2003) mengemukakan bahwa pariwisata perkotaan tumbuh sebagai
akibat globalisasi perekonomian pada akhir tahun 1970an. Globalisasi yang terjadi
mengubah struktur perekonomian dunia, mengintegrasikan struktur perekonomian
nasional ke dalam struktur perekonomian internasional dalam bentuk perdagangan,
investasi asing, migrasi, dan teknologi. Hubungan antarnegara pada awal tahun 1980-
an meningkat semakin interaktif, multipolar, dan memiliki saling ketergantungan
yang tinggi. Hal ini mengakibatkan pola organisasi ekonomi terdesentralisasi pada
skala global sehingga otonomi kota-kota terhadap perekonomian menjadi menurun.
Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya deindustrialisasi di perkotaan yang
membangkitkan investasi di industri jasa yang sangat besar, khususnya yang terkait
dengan konsumsi, pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Kemudian, dominasi
industri jasa ini lah menjadi ciri kota-kota pada saat ini (Page, 2003:27).
Penanaman modal yang tinggi di industri jasa (Page, 2003:27) serta upaya
revitalisasi kota-kota pada masa post-industrialisasi (van der Berg, Van der Borg dan
Van der Meer 1995: 5) ini memotivasi pemerintah kota-kota untuk mengembangkan
pariwisata sebagai stimulus utama bagi perbaikan ekonomi lokal dan regional (Roche,
1992 dalam Page, 2003:28). Pariwisata juga diharapkan dapat memacu perubahan-
perubahan kondisi politik kota sehingga dapat membangkitkan kembali daya tarik
lingkungan untuk investasi (Doorne, 1998 dalam Page, 2003:28).
Pertumbuhan pariwisata perkotaan pada masa itu mengakibatkan
berkembangnya tourism urbanisation, yaitu urbanisasi yang diakibatkan oleh
perkembangan pariwisata, yang fenomenya dijelaskan oleh Mullins (1991 dalam
Page, 2003: 39) sebagai berikut:
“...cities providing a great range of consumption opportunities, with the consumers
being resort tourists, people who move into these centres to reside for a short
time.....in order to consume some of the great range of goods and services on offer”.
Mullins (1991) juga mengatakan bahwa tourism urbanisation sebagai
urbanisasi yang didasarkan pada penjualan dan konsumsi kesenangan/pleasure.
Dalam perkembangannya, tourism urbanisation kemudian menumbuhkan bentuk –
bentuk khusus dari pariwisata perkotaan. Tidak banyak ahli-ahli pariwisata yang
mengungkapkan definisi dari pariwisata perkotaan. Klingner (2006:1) mendefinisikan
pariwisata perkotaan secara sederhana sebagai sekumpulan sumber daya atau
kegiatan wisata yang berlokasi di kota dan menawarkannya kepada pengunjung dari
tempat lain.
“a set of tourist resources or activities located in towns and cities and offered to
visitors from elsewhere”.
Definisi lain dikemukakan oleh Inskeep (1991:163) yang menekankan pada
peran pariwisata dalam perkotaan sebagai berikut:
“urban tourism……..a very common form of tourism takes place in large cities
where tourism may be important but is not a primary activity of the urban area”.
tetapi juga menyebutkan adanya town resort yaitu:
“……….typically oriented to a specific attraction feature such as snow skiing, beach,
lake, and marine recreation, spa facilities, mountain scenery, a desert climate,
important archaelogical and historic site, and religions pilgrimage” (Inskeep, 1991:
162). Mengacu pada definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas, secara lebih
luas pariwisata perkotaan dapat didefinisikan sebagai bentuk umum dari pariwisata
yang memanfaatkan unsur-unsur perkotaan (bukan pertanian) dan segala hal yang
terkait dengan aspek kehidupan kota (pusat pelayanan dan kegiatan ekonomi) sebagai
daya tarik wisata. Pariwisata perkotaan tidak selalu harus berada di wilayah kota atau
pusat kota. Pariwisata perkotaan dapat berkembang di wilayah pesisir, misalnya,
dengan mengembangkan hal-hal yang terkait perkotaan sebagai daya tarik wisatanya,
berbeda dengan kota wisata. Kota wisata adalah kota yang memang dibangun untuk
pariwisata dan wisatawan, mengandalkan pariwisata sebagai sektor utama penggerak
perekonomian kota. Kota memiliki arti yang penting bagi pariwisata. Page (1995:9)
mengatakan karena fungsi – fungsinya yang khas, kota mampu menarik kunjungan
wisatawan. Karakteristik dari kota yang menarik bagi wisatawan adalah:
1. Daerah perkotaan memiliki sifat yang heterogen, artinya bahwa kota memiliki
ukuran (kota besar, kota kecil), lokasi (laut, pegunungan), fungsi (industri,
jasa, perdagangan), wujud, dan warisan budaya yang berbeda dan beragam.
2. Skala daerah perkotaan dan fungsi-fungsi berbeda yang secara terus-menerus
dipertahankan mengakibatkan kota bersifat multifungsi (pusat pemerintahan
juga pusat perdagangan, juga destinasi pariwisata utama).
3. Fungsi-fungsi yang berkembang di kota diproduksi untuk dan dikonsumsi
tidak hanya oleh wisatawan, tetapi juga oleh beragam pengguna. (Shaw dan
Williams, 1994 dalam Page 1995:9)
Mengidentifikasi arti pariwisata bagi kota tidak semudah mengidentifikasi arti
kota bagi pariwisata. Penggunaan fasilitas perkotaan bersama antara wisatawan dan
penduduk membuat perhitungan tentang arti penting pariwisata bagi kota menjadi
sulit untuk dilakukan. Walaupun demikian, beberapa penelitian telah berhasil
mengidentifikasi arti penting pariwisata bagi kota. European Commission, Tourism
Unit (2002) mengungkapkan bahwa pariwisata menjadi landasan kebijakan
pengembangan perkotaan yang mengkombinasikan sediaan/supply yang kompetitif
sesuai dengan harapan pengunjung dengan kontribusi positif terhadap terhadap
pembangunan kota dan kesejahteraan penduduknya.
Manente (2005) dan Page (2003) memperkuat pernyataan European
Commission di atas dengan mengatakan bahwa :
1. Pariwisata menempatkan dirinya pada struktur perekonomian yang kuat.
2. Pariwisata mendorong pembangunan perkotaan dan transportasi daerah.
3. Pariwisata dapat merevitalisasi perekonomian lokal.
4. Pariwisata perkotaan dapat mempengaruhi moral lokal dan citra kota yang
positif sehingga meningkatkan investasi dan produktivitas tenaga kerja lokal.
Seperti yang sudah dijelaskan, akibat dari perkembangan tourism
urbanization, Page (1995: 16) mengidentifikasikan tipologi bagi pariwisata perkotaan
sebagai berikut:
1. Ibu kota (Paris, London, New York, Jakarta, Bandung) dan kota budaya
(Roma, Yogyakarta).
2. Pusat metropolitan (Jakarta), kota sejarah (Rengasdengklok), dan kota-kota
pertahanan.
3. Kota-kota sejarah yang besar (Oxford, Cambridge, Venice, Jakarta)
4. Daerah dalam kota (Manchester)
5. Daerah waterfront yang direvitalisasi (London Dockland, Taman Impian Jaya
Ancol)
6. Kota-kota industri (Bradford, Bekasi, Karawang)
7. Resor tepi laut (Pangandaran) dan resor olahraga musim dingin (Lillehamer)
8. Kawasan wisata hiburan (Disneyland, Las Vegas, Taman Impian Jaya Ancol).
9. Pusat pelayanan wisata khusus (destinasi ziarah, spa: Lourdes, Cirebon,
Demak).
10. Kota seni/budaya (Florence, Denpasar, Bandung).
Tipologi yang dikemukakan oleh Page memungkinkan suatu kawasan
perkotaan memiliki dua tipologi pariwisata perkotaan. Misalnya Bandung, selain
daya tariknya sebagai ibu kota provinsi, Bandung juga merupakan kota seni dan
budaya. Tipologi lain dikemukakan oleh Law (1996: 2-3) yang mengelompokkan
pariwisata perkotaan ke dalam empat kategori, yaitu:
1. Ibu kota : memiliki peran administratif dan bisnis yang dapat menarik
wisatawan. Biasanya memiliki museum nasional, bangunan, dan monumen
memiliki nilai sejarah nasional.
2. Kota-kota industri : karakter dan citra industrial menjadi daya tarik bagi
wisatawan.
3. Kota dengan high-amenities : memiliki beragam fasilitas dari mulai
pemandangan alam, hiburan, sampai bisnis yang dapat menarik wisatawan.
4. Kota-kota daya tarik utama : kota yang fokus pada wisatawan dari luar
daerah/negara, biasanya kota dengan multifungsi.
Konsep pariwisata perkotaan berkembang seiring dengan perkembangan
pariwisata perkotaan di seluruh dunia. Konsep pariwisata perkotaan yang saat ini
berkembang di dunia sedikitnya ada enam konsep, yaitu tourist-historic city, cultural
city, resort city, fantasy city, creative city, dan urban ecotourism.
2.2.5 Tinjauan Tentang Pariwisata Budaya
Pariwisata budaya telah dikategorikan sebagai salah satu dari tiga jenis
pariwisata, di mana budaya menjadi faktor dominan untuk menarik kunjungan
wisatawan atau menjadi motivasi orang untuk melakukan perjalanan (McKercher &
du Cros, 2012:4). United Nations World Travel Organisation (UNWTO) (dalam
Csapo, 2012:205) memberikan definisi pariwisata budaya dari dua perspektif yakni
konseptual dan teknis. Definisi pariwisata budaya secara konseptual lebih
menekankan bahwa dalam jenis wisata ini wisatawan akan memperoleh informasi
dan pengalaman baru mengenai budaya dari destinasi yang dikunjunginya.
Sedangkan definisi secara teknis, lebih ditekankan pada jenis wisata yang berbasis
sumber daya budaya berupa atraksi budaya yang dimiliki oleh suatu destinasi yang
berbeda dengan negara asal wisatawan (Aristrawati, 2015). Pariwisata budaya
merupakan suatu ragam pariwisata yang melestarikan sumber-sumber yang
dimanfaatkannya, yaitu ragam pariwisata yang mengembangkan budaya secara
berkelanjutan (Picard, 2006:188).
Berdasarkan definisi UNWTO dapat diketahui bahwa pariwisata budaya
merupakan jenis wisata yang berbasis sumber daya budaya berupa atraksi budaya
sebagai daya tarik utama untuk menarik kunjungan wisatawan sehingga wisatawan
akan memperoleh informasi dan pengalaman baru mengenai budaya dari destinasi
yang dikunjunginya.
Pariwisata budaya berorientasi kepada keinginan seseorang untuk
menghabiskan waktu senggangnya ditengah-tengah masyarakat dengan
kebudayaannya yang dianggap menarik. Wisatawan seolah-olah menenggelamkan
diri kedalam kebudayaan setempat dengan melihat hiburan rakyat, makan diwarung
setempat, berbelanja di pasar, mengunjungi dan menjadi tamu penduduk, dan
sebagainya (Soekadijo 1997:55). Jadi dapat disimpulkan bahwa pariwisata budaya
merupakan suatu kegiatan wisata yang dilakukan dengan cara melibatkan diri ke
dalam masyarakat suatu daerah untuk melihat kebudayaan dari suatu daerah.
2.2.6 Tinjauan Tentang Daya Tarik Wisata
Dalam UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata
adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilaiyang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata itu harus dikelola dengan
sedemikian rupa agar keberlangsungannya dan kesinambungannya terjamin
(Ismayanti, 2010:148).
Suwantoro (2004:19) Daya tarik wisata juga disebut objek wisata merupakan
potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dikelompokkan ke dalam :
1. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam.
2. Pengusahaan objek dan daya tarikwisata budaya.
3. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus.
Dalam kedudukannya yang sangat menentukan itu maka daya tarik wisata
harus dirancang dan dibangun/dikelola secara professional sehingga dapat menarik
wisatawan untuk datang. Membangun suatu objek wisata harus dirancang sedemikian
rupa berdasarkan kriteria tertentu.
Umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasarkan pada :
1. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan
bersih.
2. Adanya aksebilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.
3. Adanya cirri khusus/spesifikasi yang bersifat angka.
4. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang
hadir.
5. Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam dan
pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan, dan sebagainya.
6. Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus
dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur yang terkandung
dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.