35
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ortodonsia (Orthodontia, Bld., Orthodontic, Ingg.) berasal dari bahasa Yunani (Greek) yaitu orthos dan dons yang berarti orthos (baik, betul) dan dons (gigi). Jadi ortodonsia dapat diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan memperbaiki atau membetulkan letak gigi yang tidak teratur atau tidak rata. Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh malposisi gigi, yaitu kesalahan posisi gigi pada masing-masing rahang. Malposisi gigi akan menyebabkan malrelasi, yaitu kesalahan hubungan antara gigi-gigi pada rahang yang berbeda. Lebih lanjut lagi, keadaan demikian menimbulkan maloklusi, yaitu penyimpangan terhadap oklusi normal. Maloklusi dapat terjadi karena adanya kelainan gigi (dental), tulang rahang (skeletal), kombinasi gigi dan rahang (dentoskeletal) maupun karena kelainan otot-otot pengunyahan (muskuler). I.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Cara Diagnosis Ortodonsia sesuai Kartu Status ? 2. Apa saja Etiologi Maloklusi ? 3. Bagaimana Rencana Perawatan Ortodonsia sesuai Kartu Status ? I.3 Tujuan Masalah 1. Mampu Menjelaskan Cara Diagnosis Ortodonsia sesuai Kartu Status. 2. Mampu Menjelaskan Etiologi Maloklusi. 3. Mampu Menjelaskan Rencana Perawatan Ortodonsia sesuai Kartu Status.

215437745-OD2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 215437745-OD2

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ortodonsia (Orthodontia, Bld., Orthodontic, Ingg.) berasal dari bahasa

Yunani (Greek) yaitu orthos dan dons yang berarti orthos (baik, betul) dan dons

(gigi). Jadi ortodonsia dapat diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan yang

bertujuan memperbaiki atau membetulkan letak gigi yang tidak teratur atau tidak

rata. Keadaan gigi yang tidak teratur disebabkan oleh malposisi gigi, yaitu

kesalahan posisi gigi pada masing-masing rahang. Malposisi gigi akan

menyebabkan malrelasi, yaitu kesalahan hubungan antara gigi-gigi pada rahang

yang berbeda. Lebih lanjut lagi, keadaan demikian menimbulkan maloklusi, yaitu

penyimpangan terhadap oklusi normal. Maloklusi dapat terjadi karena adanya

kelainan gigi (dental), tulang rahang (skeletal), kombinasi gigi dan rahang

(dentoskeletal) maupun karena kelainan otot-otot pengunyahan (muskuler).

I.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Cara Diagnosis Ortodonsia sesuai Kartu Status ?

2. Apa saja Etiologi Maloklusi ?

3. Bagaimana Rencana Perawatan Ortodonsia sesuai Kartu Status ?

I.3 Tujuan Masalah

1. Mampu Menjelaskan Cara Diagnosis Ortodonsia sesuai Kartu Status.

2. Mampu Menjelaskan Etiologi Maloklusi.

3. Mampu Menjelaskan Rencana Perawatan Ortodonsia sesuai Kartu

Status.

Page 2: 215437745-OD2

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis berasal dari bahasa Yunani, yaitu Dia berarti melalui dan Gnosis yang

berarti Ilmu pengetahuan. Jadi diagnosis berarti penetapan suatu keadaan yang

menyimpang dari keadaan normal melalui dasar pemikiran dan pertimbangan ilmu

pengetahuan. Setiap penyimpangan dari keadaan normal ini dikatakan sebagai suatu

keadaan abnormal atau anomali atau kelainan.

Diagnosis ortodonsi yaitu diagnosis yang menetapkan suatu kelainan atau

anomali oklusi gigi - geligi (bukan penyakit) yang membutuhkan tindakan

rehabilitasi. Menurut Salzmann diagnosis ortodonsi ada tiga macam, yang pertama

adalah Diagnosis Biogenetik (Biogenetic diagnosis), yaitu diagnosis terhadap

kelainan oklusi gigi - geligi (maloklusi) berdasarkan atas faktor-faktor genetik

atau sifat-sifat yang diturunkan (herediter) dari orang tua terhadap anak-anaknya.

Kemudian ada Diagnosis Sefalometrik (Cephalometric diagnosis), yaitu diagnosis

mengenai oklusi gigi-geligi yang ditetapkan berdasarkan atas data-data

pemeriksaan dan pengukuran pada sefalogram (Rontgen kepala). Dan yang

terakhir Diagnosis Gigi geligi (Dental diagnosis ), yaitu diagnosis yang ditetapkan

berdasarkan atas hubungan gigi-geligi hasil pemeriksaan secara klinis atau intra

oral atau pemeriksaan pada model studi.

Maloklusi didefinisikan sebagai ketidakteraturan gigi-gigi di luar ambang

normal. Maloklusi dapat meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi-gigi atau

malrelasi rahang pada tiap ketiga bidang ruang sagital, vertikal, atau transversal

(Huoston, 1989). Faktor penyebab maloklusi adalah karena faktor lokal dan faktor

umum. Faktor-faktor penyebab tersebut seringkali secara klinis ditemukan

merupakan penyebab-penyebab yang saling berkaitan. Diagnosis maloklusi sangat

dibutuhkan untuk menentukan rencana perawatan ortodontia.

Page 3: 215437745-OD2

3

Hasil pencegahan dan perawatan ortodonsi sangat tergantung pada

bagaimana etiologi maloklusi dapat dikurangi atau dihilangkan. Maloklusi gigi

adalah morfologis, tetapi seringkali fisiologis yaitu penyimpangan tanda-tanda

dentofasial yang dapat diterima oleh manusia. Rencana perawatan yang baik dan

tepat sangat dibutuhkan untuk memperbaiki maloklusi yang ada.

Perawatan ortodonsi mencakup memperbaiki anomali dari oklusi dan

posisi gigi gigi sejauh dibutuhkan dan sebisa mungkin. Sampai saat ini rencana

perawatan yang cermat berperan penting seperti halnya perawatan itu sendiri,

karena bila tidak dilakukan perencanaan dengan akurat, perawatan tidak akan

berhasil.

Page 4: 215437745-OD2

4

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Cara Diagnosis Ortodonsia sesuai Kartu Status

Prosedur diagnosis ortodonsia diperlukan untuk mendapatkan/

memperoleh diagnosis yang tepat dari suatu maloklusi gigi serta menentukan

rencana perawatan. Beberapa analisa yang diperlukan meliputi analisa umum,

analisa lokal, analisa fungsional, dan analisa model.

A. Analisis umum

Biasanya pada bagian status awal suatu pasien tercantum nama, jenis

kelamin, umur, dan alamat pasien. Jenis kelamin dan umur pasien selain sebagai

identitas pasien juga sebagai data yang berkaitan dengan pertumbuhkembangan

dentomaksilofasial pasien, misalnya perubahan fase geligi dari fase geligi sulung

ke geligi pergantian akhirnya ke fase geligi permanen. Juga adanya perbedaan

pertumbuhkembangan muka pria dan wanita, demikian juga adanya perbedaan

pertumbuhkembangan pada umur tertentu pada jenis kelamin yang sama.

Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya, yang

dirasakan kurang baik sehingga mengganggu estetik dentofasial dan

mempengaruhi status sosial serta fungsi pengunyahannya. Pada tahap ini

sebaiknya dokter gigi mendengarkan apa yang menjadi keluhan seorang pasien

dan tidak mengambil kesimpulan secara sepihak tentang apa yang menjadi

keluhan pasien.

1. Keadaan Sosial

Keadaan ini kadang-kadang sukar diperoleh disebabkan orang tua

pasien kadang-kadang enggan menjawab kondisi emosional anaknya

sehingga bisa diganti dengan menanyakan prestasi anak di sekolah.

2. Riwayat kesehatan pasien dan keluarga

Page 5: 215437745-OD2

5

Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak lahir sampai pasien

datang untuk perawatan. Hal-hal yang perlu ditanyakan pada orang tua

pasien / pasien misalnya apakah pasien dilahirkan secara normal atau

tidak. Beberapa tindakan persalinan dapat mengakibatkan trauma pada

kondili mandibula sehingga menyebabkan maloklusi dikemudian hari.

3. Berat dan tinggi pasien

Dengan menimbang berat dan mengukur tinggi pasien diharapkan

dapat diketahui apakah pertumbuhkembangan pasien normal sesuai

dengan umur dan jenis kelaminnya.

4. Ras

Pengertian ras dalam lingkup ini adalah ras dalam pengertian fisik,

bukan dalam pengertian budaya. Penetapan ras pasien dimaksudkan untuk

mengetahui ciri fisik pasien karena setiap ras mempunyai ciri fisik

tertentu.

5. Bentuk skelet

Sheldon (1940), seorang antropologis, menggolongkan bentuk

skelet berdasar jaringan yang dominan yang mempengaruhi bentuk skelet.

Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak

digolongkan sebagai ektomorfik. Pada individu seperti ini yang dominan

adalah kulit dan saraf yang berasal dari ektoderm. Seseorang yang berotot

digolongkan sebagai mesomorfik dan orang yang pendek dengan otot yang

kurang berkembang akan tetapi mempunyai lapisan lemak yang tebal

disebut endomorfik. Bentuk skelet ini mempunyai hubungan dengan

pertumbuhkembangan. Anak dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai

kematangan lebih lambat daripada anank dengan tipe endomorfik maupun

mesomorfik.

Page 6: 215437745-OD2

6

Keterangan : bentuk skelet A. endomorfik, B. mesomorfik, C. ektomorfik

6. Ciri keluarga

Ciri keluarga adalah adanya pola-pola tertentu yang selalu ada pada

keluarga tersebut. Contoh klasik dibidang ortodontik adalah adanya

kelainan skelet yang berupa prognati mandibula pada dinasti Habsburg di

Eropa.

7. Penyakit anak

Meskipun biasanya anak dapat pernah menderita berbagai penyakit

akan tetapi dalam hal ini yang perlu diketahui adalah penyakit anak yang

dapat mengganggu pertumbuhkembangan normal seorang anak. Menurut

Moyers (1988), penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat

menyebabkan gangguan jadwal waktu pertumbuhkembangan gigi pada

masa bayi dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih berpengaruh pada

kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi. Suatu

maloklusi merupakan akibat sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan

neuropati atau merupakan sekuel dari perawatan skoliosis yang

berlangsung lama untuk imobilisasi tulang belakang.

8. Alergi

Alergi terhadap bahan perlu diketahui oleh operator dengan

menanyakan pada pasien atau orang tua pasien. Pada pemeriksaan pasien

perlu ditanyakan apakah ada alergi terhadap obat-obatan, produk

kesehatan, atau lingkungan.

9. Kelainan endokrin

Kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujud pada

hipoplasia gigi. Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan

percepatan atau hambatan pertumbuhan muka, mempengaruhi derajat

pematangan tulang, penutupan sutura, resorpsi akar sulung dan erupsi gigi

permanen.

Page 7: 215437745-OD2

7

10. Tonsil

Bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan

tonsil tersebut. Untuk menghindari keadaan ini mandibula secara reflex

diturunkan, gigi tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih luas

untuk lidah dan biasanya terjadi perdorongan lidah ke depan saat menelan.

Tonsil yang besar apalagi bengkak dapat mempengaruhi posisi lidah.

Kadang-kadang lidah terletak ke anterior sehingga mengganggu fungsi

menelan.

11. Kebiasaan bernafas

Seseorang disebut sebagai penapas mulut apabila dalam keadaan

istirahat maupun pada saat melakukan kegiatan selalu bernafas melalui

mulut. Seorang penapas hidung kadang-kadang bernafas lewat mulut juga

pada keadaan tertentu misalnya pada keadaan saluran pernafasan

terganggu oleh karena pilek.

Pasien yang biasa bernafas melalui mulut akan mengalami

kesukaran pada saat dilakukan pencetakan untuk membuat model studi

maupun model kerja.

B. Analisis local

1. Pemeriksaan ekstraoral

a.a Bentuk kepala

Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada

hubungannya dengan bentuk muka, palatum, maupun bentuk lengkung

gigi. Bentuk kepala ada 3, yaitu :

a. Dolikosefalik (panjang dan sempit)

Bentuk kepala ini akan membentuk muka yang sempit,

panjang, dan protrusive. Muka seperti ini disebut leptoprosop /

sempit. Fossa krania anterior yang panjang dan sempit akan

menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang sempit, panjang

dan dalam.

b. Mesosefalik (bentuk rata-rata)

c. Brakisefalik (lebar dan pendek)

Page 8: 215437745-OD2

8

Bentuk kepala ini akan membentuk muka yang lebih besar,

kurang protrusive dan disebut euriprosop / lebar. Fossa krania

anterior yang lebar dan pendek akan menghasilkan lengkung

maksila dan palatum yang lebar, pendek, dan lebih dangkal.

Untuk menentukan tipe kepala sebaiknya tidak hanya

mengandalkan pengamatan tetapi melakukan pengukuran untuk

menetapkan indeks sefalik, yang bisa dihitung dengan rumus :

Indeks sefalik : Lebar kepala x 100

Panjang kepala

Indeks untuk Dolikosefalik adalah < 0,75, sedangkan Brakisefalik

> 0,80, dan Mesosefalik antara 0,76 – 0,79.

Kepala yang brakisefalik

Kepala yang dolikosefalik

Page 9: 215437745-OD2

9

a.b Tipe profil

Tipe profil dibagi dalam 3 bentuk, yaitu : cekung, lurus, dan

cembung. Profil yang cembung mengarah ke maloklusi kelas II yang dapat

disebabkan rahang atas yang lebih anterior atau mandibula yang lebih

posterior. Muka yang cekung mengarah ke maloklusi kelas III yang dapat

disebabkan rahang atas lebih posterior atau rahang bawah lebih anterior.

Tipe profil A. cekung, B. lurus, C. cembung

Tujuan utama dari pemeriksaan profil muka secara seksama, adalah :

- Menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital

- Evaluasi bibir dan letak insisiv

- Evaluasi proporsi wajah dalam arah vertical dan sudut

mandibula

2. Pemeriksaan intraoral

Pemeriksaan intraoral terdiri dari jaringan mukosa mulut, lidah,

palatum, kebersihan rongga mulut, frekuensi karies, dan fase geligi.

a. Pemeriksaan Lidah

Berlebihnya ukuran lidah diindikasikan karena adanya gigi pada

margin lateral. Memberikan gambaran scallop pada lidah.

b. Pemeriksaan Palatum

Palatum harus diperiksaan untuk menemukan hal-hal berikut :

Page 10: 215437745-OD2

10

- Variasi kedalaman paltum terjadi pada hubungan dengan

variasi bentuk facial. Kebanyakan pasien dolicofacial memiliki

palatum yang dalam.

- Adanya swelling ( lekukan ) pada palatum dapat mengindikasi

suatu keadaan gigi impaksi, adanya kista atau patologis tulang

lainnya.

- Ulcerasi mukosa dan indentation adalah suatu gambaran dari

deep bite traumatic.

- Adanya celah palatum diasosiasikan dengan diskontinuitas

palatum.

- “The third rugae” biasanya pada garis dengan caninus. Hal ini

berguna dalam perkiraan proklinasi anterior maksilla.

c. Pemeriksaan Gingiva

Gingival diperiksa untuk inflamasi, resesi dan lesi mucogingival

lainnya.Biasanya temuan gingivitis marginal pada region anterior

disebabkan oleh postur open lip. Adanya oklusi traumatic diindikasikan

dengan resesi gingival terlokalisir.

d. Pemeriksaan Perlekatan Frenulum

Perlekatan frenulum abnormal didiagnosis dengan suatu tes

pemutihan dimana bibir atas upward dan outward beberapa lama.Adanya

pemutihan pada region papilla unter-dental mendiagnosis suatu frenulum

abnormal.

e. Taksiran Pertumbuhan Gigi

Hal-hal yang perlu dicatat:

- Gigi geligi yang terdapat / yang ada di dalam rongga mulut.

- Gigi-gigi yang belum erupsi.

- Gigi-gigi hilang.

- Status gigi ( gigi yang erupsi dan tidak erupsi).

Page 11: 215437745-OD2

11

- Adanya karies, restorasi, malformasi, hipoplasia, atrisi dan

diskolorasi.

- Menentukan relasi molar

- Overjet dan overbite, variasi seperti peningkatan overjet, deep

bite, open bite dan cross bite

- Malrelasi transfersal seperti crossbite dan pergeseran pada

midline atas dan bawah.

- Ketidakteraturan gigi individual seperti rotasi, displacement,

intruksi dan ekstruksi

- Lengkung atas dan bawah harus diperiksa secara individual

untuk mempelajari bentuk lengkungnya dan kesemetrisannya.

Bentuk lengkung bisa normal, sempit ( V shaped ) atau square.

C. Analisis fungsional

1. Path of closure

Adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi

sentrik. Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke posisi oklusi

maksimum berupa gerakan engsel sederhana melewati freeway space yang

besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan.

Ada 2 macam perkecualian path of closure yang bisa dilihat adalah

deviasi mandibula dan displacement mandibula, yaitu:

- Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula

akan tetapi gigi mencapai oklusi maksimum mandibula dalam

posisi relasi sentrik. Ini disebut deviasi mandibula.

- Path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan tetapi

oleh karena adanya halangan oklusal maka didapatkan

displacement mandibula.

2. Freeway space (interocclusal clearance)

Adalah jarak antara oklusal pada saat mandibula dalam posisi

istirahat. Nilai normal freeway space menurut Houston (1989) adalah 2-3

mm.

3. Temporo mandibular (TMJ)

Page 12: 215437745-OD2

12

Adalah gerakan mandibula saat membuka dan menutup mulut. Lebar

pembukaan maksimal pada keadaan normal dari TMJ antara 35-40 mm, 7

mm gerakan ke lateral, dan 6 mm ke depan. Tanda-tanda adanya masalah

pada TMJ adalah adanya rasa sakit pada sendi, suara, dan keterbatasan

pembukaan.

4. Pola Atrisi

Pola atrisi dikatakan tidak normal apabila terjadi pengikisan

dataran oklusal gigi permanen pada usia fase geligi pergantian.

D. Analisis model

1. Jumlah lebar 4 insisiv rahang atas

Cara pengukurannya adalah diukur masing-masing lebar mesio-

distal pada lengkung terbesar dari ke- 4 insisiv rahang atas kemudian

dijumlahkan. Apabila jumlahnya: 28-36 mm, berarti normal, kurang dari 28

mm disebut mikrodonti dan bila lebih dari 36 mm disebut makrodonti.

2. Diskrepansi model

Adalah selisih antara tempat yang tersedia dengan tempat yang

dibutuhkan. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menentukan adanya

kekurangan atau kelebihan tempat dari gigi geligi berdasarkan model studi

yang akhirnya untuk menentukan macam perawatan yang dilakukan pada

maloklusi yang ada.

3. Kurve of spee

Adalah kurva dengan pusat pada titik di tulang lakrimal dengan

radius pada orang dewasa 65-70 mm. kurva ini berkontak di 4 lokasi, yaitu

permukaan anterior kondili, daerah kontak distoklusal molar ketiga, daerah

kontak mesioklusal molar pertama, dan tepi insisal. Lengkung yang

menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir pada

rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi 1,5 mm.

Pada kurve spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam) biasanya

didapatkan gigi insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi

atau mungkin gabungan kedua keadaan tadi.

Page 13: 215437745-OD2

13

Kurva Spee

4. Diastema

Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi

kelihatan. Adanya diastema pada fase geligi pergantian masih merupakan

keadaan normal, tetapi adanya diastema pada fase geligi permanen perlu

diperiksa lebih lanjut untuk mengetahui apakah keaadaan tersebut suatu

keadaan yang tidak normal.

Diastema Multiple

5. Pergeseran gigi-gigi

Cara pemeriksaanya adalah dengan menggunakan simetroskop

yang diletakkan ditengah garis median gigi pada model studi, kemudian

dibandingkan antara gigi senama kiri dan kanan.

6. Gigi-gigi yang terletak salah

Page 14: 215437745-OD2

14

Menurut Angle (1907) dengan diketahuinya kelainan letak gigi

secara individu dapat direncanakan perawatan untuk meletakkan gigi-gigi

tersebut pada letaknya yang benar. Penyebutan letak gigi yang digunakan

diantaranya adalah sbb :

a. Versi : mahkota gigi miring ke arah tertentu tetapi akar gigi

tidak (misalnya mesioversi, distoversi, labioversi, linguoversi).

b. Infra oklusi : gigi yang tidak mencapai garis oklusal

dibandingkan dengan gigi lain dalam lengkung geligi.

c. Supra oklusi : gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan

dengan gigi lain dalam lengkung geligi.

d. Rotasi : gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bias sentries

atau eksentris.

e. Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat, misalnya kaninus

menempati tempat insisiv lateral dan insisiv lateral menempati

tempat kaninus.

f. Eksostema : gigi yang terletak di luar lengkung geligi

(misalnya kaninus atas).

Cara penyebutan lain seperti yang dianjurkan Lischer untuk gigi

secara individual adalah sbb :

a. Mesioversi : mesial terhadap posisi normal gigi.

b. Distoversi : distal terhadap posisi normal gigi.

c. Linguoversi : lingual terhadap posisi normal gigi.

d. Labioversi : labial terhadap posisi normal gigi.

e. Infraversi : inferior terhadap garis oklusi.

f. Supraversi : superior terhadap garis oklusi.

g. Aksiversi : inklinasi aksial yang salah (tipped).

h. Torsiversi : berputar menurut sumbu panjang gigi.

i. Transversi : perubahan urutan posisi gigi.

Page 15: 215437745-OD2

15

Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan sekelompok

gigi :

a. Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut

inklinasinya terhadap garis maksila > 110˚ untuk rahang bawah

sudutnya > 90˚ terhadap garis mandibula.

b. Retrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut

inklinasinya terhadap garis maksila < 110˚ untuk rahang bawah

sudutnya < 90˚ terhadap garis mandibula.

c. Berdesakan : gigi yang tumpang tindih.

d. Diastema : terdapat ruangan diantara dua gigi yang berdekatan.

A. gigi berdesakan, B. protrusi, C. retrusi

7. Pergeseran garis median

Pada palatum terdapat beberapa struktur anatomi yang penting

untuk menentukan garis median di palatum. Di anterior terdapat papilla

insisiva, di posterior terdapat rugae yang jumlahnya 3 pasang tiap sisi dan

rafe palatine di tengah palatum dalam arah anteroposterior. Titik pertemuan

rugae palatina kiri dan kanan dianggap paling stabil untuk dipakai acuan din

anterior sedangkan posterior yang dipakai adalah titik pada rafe palatine.

Bila dua titik ini dihubungkan didapat garis median rahang atas. Pada

keadaan normal garis ini melewati titik kontak insisivi sentral atas.

Penentuan garis median rahang bawah lebih sukar. Cara menentukan adalah

Page 16: 215437745-OD2

16

dengan membuat titik pada perlekatan frenulum labial dan lingual. Titik ini

biasanya melewati titik kontak insisivi sentral bawah. Pada keadaan normal

garis median muka / rahang dan garis median lengkung geligi terletak pada

satu garis (berimpit). Pada keadaan tidak normal karena sesuatu sebab maka

garis median muka dipakai sebagai acuan.

Untuk menilai apakah terdapat pergeseran garis median lengkung

geligi terhadap median muka dilihat letak insisivi sentral kiri dan kanan.

Bila titik kontak insisivi sentral terletak di sebelah kiri garis median muka

maka keadaan ini disebut terjadi pergeseran ke kiri, demikian pula

sebaliknya.

Cara melihat pergeseran garis median adalah dengan melihat

apakah garis median muka melewati titik kontak insisivi sentral masing-

masing rahang. Bila titik kontak terletak pada garis median berarti tidak

terdapat pergeseran akan tetapi bila titik kontak terletak di sebelah kiri atau

kanan garis median muka maka terdapat pergeseran ke kiri atau ke kanan.

Pergeseran garis median rahang bawah ke kiri

8. Relasi gigi posterior

Relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah dalam keadaan

oklusi. Gigi yang diperiksa adalah molar pertama permanen, dan kaninus

Page 17: 215437745-OD2

17

pertama permanen. Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal, dan

vertical.

a. Relasi jurusan sagital

Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah :

- Neutroklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas

terletak pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah.

- Distoklusi : tonjol distobukal molar pertama permanen atas

terletak pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah.

- Mesioklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas

terletak pada tonjol distal molar pertama permanen bawah.

- Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal molar pertama permanen

atas beroklusi dengan tonjol mesiobukal molar pertama

permanen bawah.

- Tidak ada relasi : bila salah satu molar pertama permanen tidak

ada misalnya oleh karena telah dicabut, atau bila kaninus

permanen belum erupsi.

Relasi molar pertama permanen jurusan sagital, A. neutroklusi, B.

distoklusi, C. mesioklusi, D. gigitan tonjol

Page 18: 215437745-OD2

18

Relasi molar pertama permanen A. neutroklusi, B. distoklusi, C.

mesioklusi, D. gigitan tonjol, E. tidak ada relasi, karena molar

bawah fraktur

b. Relasi jurusan transversal

Pada keadaan normal relasi transversal gigi posterior adalah gigitan

fisura luar rahang atas, oleh karena rahang atas lebih lebar daripada rahang

bawah. Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu lebar dapat

menyebabkan terjadinya perubahan relasi gigi posterior dalam jurusan

transversal. Perubahan yang dapat terjadi adalah : gigitan tonjol, gigitan

fisura dalam atas, dan gigitan fisura luar atas.

A. gigitan fisura luar rahang atas, B. gigitan silang total luar rahang atas, C.

gigitan fisura dalam rahang atas, D. gigitan silang total dalam rahang

atas

c. Relasi dalam jurusan vertical

Page 19: 215437745-OD2

19

Kelainan dalan jurusan vertical dapat berupa gigitan terbuka yang

berarti tidak ada kontak antara gigi atas dan bawah pada saat oklusi.

d. Relasi gigi anterior rahang atas dan rahang bawah

Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertical.

Relasi yang normal dalam jurusan sagital adalah adanya jarak jarak gigit /

overjet. Pada keadaan normal gigi insisivi akan berkontak, insisivi atas di

depan insisivi bawah dengan jarak selebar ketebalan tepi insisal insisivi atas,

kurang lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila insisivi bawah lebih anterior

daripada atas disebut jarak gigit terbalik atau gigitan silang anterior atau

gigitan terbalik.

Jarak gigit dan tumpang gigit normal

Untuk mendapatkan pengukuran yang sama maka di klinik

digunakan pengertian jarak gigit adalah jarak horizontal antara insisal atas

dengan bidang labial insisivi bawah. Jarak gigit pada gigitan silang anterior

diberi tanda negative, misalnya -3 mm. Pada relasi gigitan edge to edge jarak

gigitnya 0 mm.

A. Gigitan terbalik

B. Edge to edge

Page 20: 215437745-OD2

20

Pada jurusan vertical dikenal adanya tumpang gigit / over bite yang

merupakan vertical overlap of the incisors. Di klinik tumpang gigit diukur

dari jarak vertical insisal insisivi atas dengan insisal insisivi bawah, yang

normal ukurannya 2 mm. Tumpang gigit yang bertambah menunjukkan

adanya gigitan dalam. Pada gigitan terbuka tidak ada overlap dalam jurusan

vertical, tumpang gigit ditulis dengan tanda negative, misalnya -5 mm. Pada

relasi edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.

A. Gigitan dalam

B. Edge to edge

C. Gigitan terbuka

e. Klasifikasi maloklusi

Klasifikasi Angle:

1. Kelas I : terdapat relasi lengkung anteroposterior yang normal dilihat

dari relasi molar pertama permanen (neutroklusi). Kelainan yang

menyertai dapat berupa, misalnya, gigi berdesakan, gigitan terbuka,

protrusi, dll.

2. Kelas II : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol lebih ke

distal daripada lengkung atas dilihat dari relasi molar pertama

permanen (distoklusi).

- Kelas II divisi 1 : insisivi atas protrusi sehingga didapatkan

jarak gigit besar, tumpang gigit besar, dan kurva spee positif.

Page 21: 215437745-OD2

21

- Kelas II divisi 2 : insisivi sentral atas retroklinasi, insisivi

lateral atas proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam).

Jarak gigit bias normal atau sedikit bertambah.

- Kelas III : lengkung rahang bawah paling tidak setengah tonjol

lebih ke mesial terhadap lengkung atas dilihat dari relasi molar

pertama permanen (mesioklusi) dan terdapat gigitan silang

anterior.

Maloklusi kelas I Angle disertai A. Gigitan terbuka, B. Berdesakan dan

pergeseran garis median, C. Protrusi, D. Gigitan dalam, E. Berdesakan dan edge

to edge.

Page 22: 215437745-OD2

22

Maloklusi kelas II divisi 1

Maloklusi kelas II divisi 2 Angle

Maloklusi kelas III disertai berdesakan

Page 23: 215437745-OD2

23

E. Hasil Analisis Model pada Skenario

a. Bentuk lengkung geligi: normal, berbentuk parabola.

b. Relasi molar: relasi kelas I Angle, dengan diastema sentral RA dan

gigitan silang anterior dan berdesakan anterior. Atau dapat juga

diklasifikasikan sebagai maloklusi kelas I Angle Tipe 1 Dewey.

c. Pergeseran garis median: pergeseran 2mm kekiri pada RA dan 3mm

kekiri pada RB.

d. Relasi caninus: tidak ada relas, karena caninus permanennya hanya ada

satu.

e. Perpindahan gigi geligi: pada RA, gigi 11 dan 12 bergeser ke mesial,

dan pada RB, gigi 41 dan 42 bergeser kearah mesial juga.

f. Gigi yang salah letak: gigi 11 (mesio labial rotasi sentrik), gigi 12

(palatoversi), gigi 22 (palatoversi), gigi 41 (rotasi sentrik), gigi 42

(linguoversi).

g. Kurve of spee: cekung (positif) yang disebabkan karena adanya

kekurangan tempat.

III.2 Etiologi Maloklusi

.Keadaan ini terjadi pada awal pertumbuhan atau saat proses pematangan

selanjutnya. Menurut Graber, menentukan klasifikasi faktor-faktor etiologi

maloklusi yang meliputi :

A. Faktor Umum

1. Herediter

Lundstorm, meneliti pada anak kembar dan menemukan ciri-ciri yang

sama berhubungan dengan keturunan, yaitu:

Page 24: 215437745-OD2

24

a. ukuran gigi

b. panjang dan lebar lengkung

c. gigi berdesakan dan diastema

d. overjet

Faktor keturunan juga berperan pada keadaan-keadaan sebagai berikut ini:

a. kelainan kongenital

b. asimetri muka

c. macrognatia dan micrognatia

d. oligodonti dan anodonti

e. variasi ukuran gigi

f. cleft palate dan harelip

g. frenulum

h. deep overbite

i. gigi berdesakan dan rotasi

j. retrusi mandibula

k. prognansi mandibula

Pada ras yang berbeda memiliki bentuk kepala yang berbeda. Pada

individu dengan bentuk muka yang lebar memiliki bentuk lengkung

rahang yang lebar pula, demikian juga pada bentuk muka sempit terdapat

lengkung rahang yang sempit pula.

2. Kelainan kongenital

Kelainan kongenital sangat berhubungan dengan keturunan.

Contoh kelainan kongenital: celah palatum dan celah bibir. Pada unilateral

celah gigi-gigi ada daerah/sisi celah ters tetapi biasanya terdapat cross bite,

gigi rahang atas malposisi, gigi insisiv lateral mungkin missing tau

bentuknya tidak normal. Contoh lain: cerebral palsy, torticollis,

cleidocranial dysostosis, dan syphilis congenital.

3. Lingkungan

Page 25: 215437745-OD2

25

a. Lingkungan prenatal

Posisi abnormal pada fetus dapat menyebabkan cacat cranial atau

simetri muka. Diet dan metabolism ibu dapat menyebabkan kelainan

pertumbuhan. Obat-obatan, trauma dan German Measles, menyebabkan

kelainan kongenital dan maloklusi.

b. Lingkungan postnatal

Proses kelahiran dengan forceps, kecelakaan, jatuh yang

mengakibatkan fraktur pada kondil dapat menyebabkan asimetri muka.

Luka bakar juga dapat menyebabkan maloklusi.

4. Disharmoni Dento Maxilar ( DDM )

Disharmoni dentomaksiler merupakan disproporsi besar gigi

dengan lengkung geligi. Faktor utama penyebab DDM adalah faktor

herediter atau keturunan, misalnya seorang anak mewarisi ukuran gigi

ibunya yang cenderung berukuran kecil dan anak tersebut mewarisi ukuran

lengkung geligi ayahnya yang berukuran relatif besar. Sehingga terjadi

diastema menyeluruh dikarenakan disproporsi ukuran gigi dan lengkung

geligi. Selain itu ada beberapa faktor lain yang juga mendukung timbulnya

kelainan ini, yaitu faktor lokal seperti gaya hidup, misalnya anak tersebut

kurang mengkonsumsi makanan keras sehingga pertumbuhan rahang kurang

maksimal, dan ukuran rahang menjadi lebih kecil dari ukuran yang

seharusnya. Hal ini menyebabkan DDM tipe transitoir. Pada DDM tidak

harus terjadi pada kedua rahang ataupun pada kedua sisi, DDM bisa terjadi

hanya pada salah satu sisi ataupun pada salah satu rahang. Namun pada

umumnya DDM lebih sering terlihat pada rahang atas, karena lengkung

rahang untuk tempat erupsi gigi permanen pada rahang atas hanya terbatas

pada tuberositas maksila saja, sedangkan pada rahang bawah sampai pada

ramus ascenden. DDM dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:

a. Tipe berdesakan, merupakan keadaan yang sering dijumpai yaitu ukuran gigi-

gigi yang berukuran besar pada lengkung geligi yang normal, atau ukuran gigi

Page 26: 215437745-OD2

26

normal pada lengkung geligi yang kecil sehingga menyebabkan letak gigi

berdesakan.

b. Diastema menyeluruh, tidak adanya harmoni antara besar gigi dan lengkung

gigi yaitu ukuran gigi kecil dengan lengkung geligi normal ataupun ukuran gigi

normal dengan lengkung geligi yang besar.

c. Tipe transitoir, ketidakharmonisan erupsi gigi dengan pertumbuhan tulang,

yang menyebabkan gigi berdesakan. DDM tipe transitoir ini bias terkoreksi

seiring bertambahnya usia karena pertumbuhan tulang rahang dan ukuran gigi

tetap, sehingga keterlambatan pertumbuhan, maka tidak dianjurkan melakukan

pencabutan karena dapat menyebabkan diastema. Untuk mendiagnosa DDM

tipe transitoir bias dilakukan perbandingan antara gambaran normal gigi geligi

saat itu dengan gambaran dari gigi pasien.

5. Gangguan metabolisme

Exanthematous fevers, dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan

dan perkembangan gigi, yaitu dapat mempengaruhi waktu erupsi, resorbsi

dan tanggal premature. Penyakit-penyakit dengan gangguan fungsi otot

seperti dystrophy otot dan serebral palsy, dapat menyebabkan efek pada

lengkung gigi. Penyakit dengan efek paralysis seperti poliomyelitis juga

dapat menyebabkan maloklusi, yaitu dapat menyebabkan anteroposterior

discrepancy.

6. Problema diet

Gangguan seperti penyakit rickets, scurvy dan beri-beri dapat

menyebabkan maloklusi ringan. Problema utamanya adalah terjadi

gangguan waktu pertumbuhan gigi, yaitu akan terjadi tanggal premature,

erupsi gigi permanen yang lama, kesehatan jaringan yang buruk dan pola

erupsi yang abnormal yang dapat menimbulkan maloklusi. Cronic

alcoholism dan gangguan metabolisme yang menyebabkan penggunaan

zat-zat esensial oleh tubuh terganggu, yang menyebabkan terjadi

malnutrisi.

7. Kebiasaan jelek (abnormal pressure habits)

Page 27: 215437745-OD2

27

Tulang merupakan jaringan yang responsive terhadap tekanan.

Peranan otot sangat menentukan. Bila terjadi malrelasi RA dan RB fungsi

normal otot terganggu, akan terjadi aktivitas adaptasi dari otot-otot.

Gangguan kseimbangan tekanan intra dan ekstra oral akan menyebabkan

maloklusi. Penelanan abnormal dapat menyebabkan gigi anterior terbuka

dan gigi anterior terdorong ke labial.

8. Posisi tubuh

Posisi tubuh yang kurang baik dapat menimbulkan maloklusi.

Posisi dimana kepala menggantung dengan dagu menempel di dada,

menyebabkan mandibula retrusi. Kepala diletakkan pada tangan, tidur

pada lengan dan guling dapat menyebabkan maoloklusi.

9. Trauma dan kecelakaan

Gigi sulung non vital akibat trauma memiliki pola resorbsi

abnormal dan dapat mempengaruhi gigi penggantinya. Gigi non vital harus

diperiksa secara radiografi pada interval waktu tertentu untuk mengetahui

resorbsi akar dan kemungkinan terjadinya infeksi apical.

B. Faktor local

1. Anomali jumlah gigi

Kelainan jumlah gigi merupakan salah satu penyebab terjadinya

maloklusi gigi, dibandingkan dengan faktor etiologi yang faktor ini relatif

lebih jarang ditemukan karena etiologi dari adanya kelainan jumlah gigi

sangat terpaut dengan adanya faktor herediter atau keturunan. Kelainan

jumlah gigi secara garis besar terdiri dari:

a. Kelebihan jumlah gigi

Kelebihan jumlah gigi pada lengkung rahang biasanya dapat

menyebabkan suatu keadaan yang crowded atau berdesakan. Frekuensi

terbesar dari kelainan ini adalah adanya kelebihan jumlah gigi yang

terdapat diantara kedua insisvus sentral yang biasanya disebut dengan

mesiodens, gigi ini bila erupsi tepat pada sutura palatine maka akan

Page 28: 215437745-OD2

28

menyebabkan terjadinya diastema sentral yang cukup besar, namun bila

mesiodens erupsinya dibagian palatinal maka akan menyebabkan crowded.

Terkadang ditemukan pula mesiodens yang tidak erupsi, jika

terjadi hal yang demikian maka biasanya disebut dengan dentigerous cyst,

apabila keberadaannya tidak mengganggu dan tidak terjadi keluhan oleh

penderita maka keadaan ini dibiarkan saja. Mesiodens yang mampu erupsi

terkadang memiliki bentuk dan ukuran yang tidak normal (konus).

Selain mesiodens gigi syang sering mengalami kelainan kelebihan

jumlah gigi dalah latordens (terdapat diantara insisivus sentral dan

insisivus lateral), para premolar (terdapat diantara gigi premolar) dan para

molar (terdapat diantara gigi-gigi molar).

b. Kekurangan jumlah gigi

Kekurangan jumlah gigi atau hipodonsia adalah tidak tumbuhnya

satu atau lebih elemen gigi yang secara normal dijumpai pada gigi geligi

akibat agenesis yaitu tidak terbentuknya benih gigi. Agenesis dapat terjadi

pada satu atau lebih elemen dimana bila terjadi pada beberapa gigi disebut

dengan agenesis soliter (satu atau dua gigi) dan dikatakan oligodonsia bila

agenesis terjadi pada multi elemen. Namun kekurangan jumlah gigi yang

disebabkan oleh karena retensi (tidak dapat erupsi), ekstraksi atau trauma

tidak dikategorikan dalam hipodonsia.

Umumnya kelainan ini disebut dengan aginisi. Aginisi yang paling

sering terjadi secara berurutan adalah molar ketiga pada rahang atas dan

rahang bawah, insisivus lateral rahang atas, premolar kedua rahang bawah,

insisivus lateral rahang bawah, dan terakhir premolar kedua rahang atas,

namun tidak menutup kemungkinan terjadinya aginisi pada gigi-gigi yang

lain mengingat etiologi dari kelainan ini adalah faktor keturunan.

Kekurangan jumlah gigi selain aginisi dapat juga disebabkan oleh

faktor trauma sehingga gigi permanen tanggal pada usia muda, biasanya

sering terjadi pada insisivus sentral rahang atas.

2. Anomali ukuran gigi

Page 29: 215437745-OD2

29

Sama dengan kelainan jumlah gigi, kelainan ukuran gigi juga

disebabkan oleh faktor keturunan. Kelainan ini dapat mempengaruhi

perkembangan oklusi gigi geligi karena terdapat ketidakharmonisan antara

ukuran gigi dengan ukuran rahang. Secara garis besar kelainan dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Makrodonsi

Istilah makrodonsi dapat diartikan gigi yang ukurannya melebihi

ukuran gigi normal. Kelainan ini menyebabkan kekurangan tempat pada

lengkung rahang sehingga elemen-elemen pengganti terakhir tidak dapat

tumbuh pada tempat yang salah. Maloklusi yang ditimbulkan oleh

kelainan ini adalah gigi geligi akan tumbuh saling berdesakan.

b. Mikrodonsi

Merupakan kebalikan dari makrodonsi, gigi-gigi yang mengalami

mikrodonsi adalah gigi-gigi yang ukurannya lebih kecil dari normal,

biasanya kelainan mikrodonsi ini diikuti oleh kelainan bentuk gigi.

Maloklusi yang diakibatkan adalah diastema patologis pada daerah gigi

yang mengalami mikrodonsi, bahkan apabila terjadi lebih satu gigi maka

akan menyebabkan diastema multiple.

3. Anomali bentuk gigi

Kelainan ini sangat erat hubungannya dengan kelainan ukuran gigi.

Frekuensi paling sering terjadi adalah insisivus sentral rahang atas dan

premolar kedua rahang bawah biasanya terdapatnya extra lingual cusp.

Etiologi dari kelainan ini adalah faktor keturunan dan faktor-faktor

kelainan pertumbuhan misalnya delelopmental defect, amelogenesis

imperfect, hipoplasia, germination dan Hutchinson’s.

4. Frenulum labial yang tinggi

Frenulum labial yang tinggi pada rahang atas terkadang dapat

menyebabkan malposisi dari gigi, terutama pada kedua gigi insisivus

sentral. Frenulum labial pada masa bayi, normalnya mempunyai daerah

perlekatan yang rendah di dekat puncak prosesus alveolaris diatas garis

Page 30: 215437745-OD2

30

tengah. Pada fase geligi sulung frenulum labial sering terlihat melekat

pada prosesus alveolaris diantara gigi-gigi insisisvus sentral rahang atas.

5. Tanggal premature gigi sulung

Salah satu fungsi dari gigi sulung adalah menyediakan tempat bagi

gigi permanen penggantinya dan secara tidak langsung juga

mempertahankan panjang lengkung geligi. Penyebab kelainan ini adalah

karies dan trauma.

6. Letak salah benih

Pada umumnya letak salah benih menyababkan erupsi gigi yang

bersangkutan tidak pada lengkung yang benar. Secara klinis letak salah

benih biasanya ditandai dengan adanya rotasi atau versi, dimana rotasi

merupakan sumbu gigi pada arah vertical sedangkan versi adalah

perputaran sumbu gigi dalam arah horizontal.

7. Persistensi

Persistensi dapat didefinisikan sebagai gigi sulung yang tidak

tanggal dimana gigi permanen penggantinya sudah mulai erupsi, jadi jelas

kelainan ini haya terjadi pada gigi sulung saja.

8. Karies proksimal

Karies pada daerah proksimal merupakan etiologi local dari

terjadinya maloklusi karena apabila daerah proksimal mengalami karies

dan tidak dirawat maka akan terjadi pergeseran gigi-gigi sebelahnya

menuju daerah yang kosong dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya

pemendekan lengkung rahang sehingga apabila gigi permanen pengganti

telah erupsi semua akan terjadi kekurangan tempat.

9. Pengaruh jaringan lunak

Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memberi pengaruh yang

besar terhadap letak gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih

kecil daripada tekanan otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama.

Menurut penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat

Page 31: 215437745-OD2

31

mengubah letak gigi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa bibir, pipi

dan lidah yang menempel terus pada gigi hampir selama 24 jam dapat

sangat mempengaruhi letak gigi. Tekanan dari lidah, misalnya karena letak

lidah pada posisi istrahat tidak benar atau karena adanya makroglosi dapat

mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan pipi sehingga

insisivus bergerak ke labial. Dengan demikian patut dipertanyakan apakah

tekanan lidah dapat mempengaruhi letak insisivus karena meskipun

tekanannya cukup besar yang dapat menggerakkan gigi tetapi berlagsung

dalam waktu yang singkat. Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah

bibir dan langit-langit kadang-kadang mengandung jaringan parut yang

selain tekanannya yang besar oleh karena bibir pada keadaan tertentu

menjadi pendek sehingga memberi tekanan yang lebih besar dengan akibat

insisivus tertekan ke palatal.

10. Faktor iatrogenic

Pengertian kata iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan

profesional. Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya

kelainan iatrogenik. Misalnya, pada saat menggerakkan kaninus ke distal

dengan peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat

menempatkan pegas tidak benar sehingga yag terjadi gerakan gigi kedistal

dan palatal. Contoh lain adalah pemakaian kekuatan yang besar untuk

menggerakkan gigi dapat menyebabkan resobsi akar gigi yang digerakkan,

resobsi yang berlebihan pada tulang alveolar selain kematian pulpa gigi.

Kelainan jaringan periodontal dapat juga disebabkan adanya perawatan

ortodontik, misalnya gerakkan bibir kearah labial/bukal yang berlebihan

dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.

III.3 Rencana Perawatan Ortodonsia sesuai Kartu Status

1. Ekstraksi Seri

Ekstraksi seri merupakan suatu metode untuk melakukan

perawatan orthodonti dalam periode geligi campuran (mixed dentition)

untuk mencegah terjadinya maloklusi pada gigi - gigi tetap (permanent

Page 32: 215437745-OD2

32

dentition) dengan jalan melakukan pencabutan gigi - gigi yang dipilih pada

interval waktu yang tertentu serta menurut cara - cara yang telah

dilaksanakan dengan observasi dan diagnosa yang tepat dan teliti sehingga

merupakan suatu prosedur yang memerlukan kesabaran dan penelitian yang

lama tanpa memakai alat orthodonti. Jadi, merupakan suatu cara untuk

mendapatkan koereksi sendiri (self correction). (Buku Ajar Orthodonsi 2.

2003. 67)

Indikasi dan kontraindikasi Ekstraksi Seri:

Indikasi :

a. Adanya Disharmony Dento-Maksiler.

b. Pada fase geligi pergantian.

c. Perawatan hanya dapat dilakukan bila diyakini bahwa basis apical terlalu

kecil untuk memuat semua geligi dalam lengkung yang rata.

d. Protrusi bimaksilar.

e. Pada maloklusi kelas I.

f. Pada maloklusi kelas II divisi 1.

g. Tanggal gigi sulung satu atau lebih yang mengakibatkan lengkung gigi

menjadi pendek.

Kontraindikasi :

a. Maloklusiklas I angle dengan kekurangan tempat yang kecil (sedikit

berdesakan).

b. Ada mutilasi.

c. Deep overbite atau open bite.

d. Maloklusi kelas II divisi 2 dan kelas III.

Kemungkinan tindakan dalam Ekstraksi Seri:

Pelaksanaan ekstraksi seri yang mungkin dilakukan sebagai berikut :

a. Kaninus sulung > m1 > P1

b. Kaninus sulung > P1

Page 33: 215437745-OD2

33

Pencabutan kaninus sulung:

a. Untuk member tempat bagi insisif permanen agar dapat terletak baik

dalam lengkung.

b. Perlu dipikirkan untuk tempat C permanen >setelah + 1 th, I permanen

terletak baik, perlu dilakukan foto lokal, bila semua benih ada dan

letaknya baik > tentukan rencana perawatan selanjutnya.

Pencabutan m1 & P1:

a. Di RA tidak dilakukan pencabutan m1, karena biasanya P1 lebih dulu

dari caninus > biarkan erupsi sendiri dengan meresopsi m1.

b. Di RB > kaninus sering erupsi lebih dahulu dari P1.

Pencabutan P1 :

a. Dilakukan bila kaninus permanen sudah waktunya erupsi, sebab kalau

terlalu cepat dicabut kemungkinan besar M1 dan m2 akan bergeser ke

mesial sehingga tempat untuk kaninus permanen menjadi berkurang.

Dapat dilakukan ekstraksi seri gigi 52 dan 82 sesuai pada kasus.

2. Koreksi berdesakan: dapat digunakan alat kantilever aktif

3. Koreksi garis median

4. Koreksi diastema: dapat digunakan alat kantilever aktif

5. Koreksi gigitan silang: dapat digunakan alat kantilever ganda.

Page 34: 215437745-OD2

34

BAB IV

KESIMPULAN

1. Cara diagnosis ortodonsia sesuai dengan kartu status ada empat macam,

yaitu analisis umum, analisis local, analisis fungsional dan juga analisis

model.

2. Etiologi maloklusi dapat berupa factor umum, seperti: herediter, kelainan

congenital, lingkungan, Disharmoni Dento Maxilar ( DDM ), gangguan

metabolism, problema diet, kebiasaan jelek (abnormal pressure habits),

posisi tubuh, dan juga trauma dan kecelakaan. Atau dapat berupa factor

local, seperti: anomali jumlah gigi, anomali ukuran gigi, anomali bentuk

gigi, frenulum labial yang tinggi, tanggal premature gigi sulung, letak

salah benih, persistensi, karies proksimal, pengaruh jaringan lunak, dan

juga faktor iatrogenic.

3. Rencana perawatan ortodonsia pada scenario sesuai kartu status yaitu

ekstraksi seri, dilanjutkan koreksi berdesakan, koreksi garis median,

koreksi diastema danyang terkahir koreksi gigitan silang.

Page 35: 215437745-OD2

35

DAFTAR PUSTAKA

Foster, T.D. 1997. Buku ajar ortodonsi edisi III. Jakarta: EGC.

Graber, T.M. 1972. Orthodontics, Principles and Practice, 3rd

ED. Philadhelphia,

London, Toronto: W.B. Saunders Co.

Herniyati, dkk. 2012. Buku Ajar Ortodonsia I Edisi Pertama. Jember: FKG

UNEJ.

Kusnoto, H. 1977. Penggunaan Sefalometri Radiografi dalam bidang Orthodonti.

Jakarta: Bagian Orthodonti, Fakultas Trisakti.

Moyers, R.E. 1988. Handbook of Ortodontics, 4th

Ed. Chicago, London, Boca

Raton: Year Book Medical Publisher, Inc.

Proffit, W.R.,Fields, H.W., Ackermann, J.L., Thomas, P.M. and Camilla Tulloch,

J.F. 1986. Contemporary Orthodontics. Toronto, London: The C.V. Mosby

Co,. St. Louis.

Rahardjo, Pambudi. 2009. Peranti Ortodonti Lepasan. Surabaya: Airlangga

University Press.

Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University

Press.

Salzmann, J.A. 1950. Principles of Orthodontics, 2nd

Ed. Philadelphia, London:

J.B. Lippincott Co.