Upload
umbujacky
View
54
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
coba
Citation preview
PEMBAHASAN
Perusahaan tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana. Pada situasi
tertentu, perusahaan akan mungkin mengalami kesulitan keuangan yang ringan
seperti mengalami kesulitan likuiditas (tidak bisa membayar gaji pegawai, bunga
utang). Jika tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan kecil tersebut bisa
berkembang menjadi kesulitan yang lebih besar. Dan bisa sampai pada
kebangkrutan. Makalah ini akan membicarakan kesulitan keuangan perusahaan,
yang didahului dengan kesulitan pengertian keuangan , kemudian diteruskan
dengan pembicaaan mengenai alternative penyelesaian perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan. Bagian akhir membicarakan prediksi
kebangkrutan.
1. PENGERTIAN DAN DEFENISIS KESULITAN KEUANGAN
Meskipun kesulitan usaha dan kebangkrutan mudah diucapkan, tetapi defenisi
yang lebih pasti mengenainistilah-istilah tersebut sulit dirumuskan. Pengertian
kebangkrutan sendiri bisa dilihat dari pendekatan aliran dan pendekatan stock.
Dengan pendekatan stock, perusahaan bisa dinyatakan bangkrut jika total
kewajiban melebihi total aktiva. Jika perusahaan mempunyai hutang Rp. 1 milyar,
sedangkan total asetnya hanya Rp. 500 juta, maka perusahaan tersebut sudah bisa
dinyatakan bangkrut.
Dengan pendekatan aliran, perusahaan akan bangkrut jika tidak bisa
menghasilkan aliran kas yang cukup. Dari sudut pandang stock, perusahaan bisa
dinyatakan bangkrut meskipun mungkin masih menghasilkan aliran kas yang
cukup, atau mempunyai prospek yang baik di masa mendatang.
2. PENYEBAB KESULITAN KEUANGAN
Penyebab Kesulitan Keuangan. Penyebab kesulitan keuangan dan
kebangkrutan cukup bervariasi. Jenis industri sendiri mempengaruhi penyebab
kegagalan usaha. Ada sektor usaha yang relatif mudah dikerjakan, ada yang sulit.
Kegagalam bisnis juga bervariasi tergantung umur usaha.
Tabel 1. Penyebab Kegagalan Bisnis
Penyebab Kegagal Usaha Persentase
Kekurangan pengalaman operasional
Kekurangan pengalaman manajerial
Pengaman tidak seimbang antara keuangan, produksi dan funsi
lainya
Manajemen yang tidak kompeten
Penyelewengan
Bencana
Kealpaan
Alas an lain yang tidak diketahui
15,6%
14,1%
22,3%
40.7%
0.9%
0.9%
1.9%
3.6%
Jumlah 100%
Kegagalan bisnis juga bervariasi tergantung umur usaha. Sebagi contoh, sekitar
55.7% kegagalan bisnis terjadi pada usaha dengan usia 5 tahun atau kurang, 22.4%
terjadi pada usaha dengan usia 6-10 tahun, dan 21.9% kegagalan bisnis terjadi pada
usaha dengan usia diatas 10 tahun.
3. ALTERNATIF PERBAIKAN KESULITAN KEUANGAN
Berikut ini beberapa alternatif perbaikan berdasarkan besar kecilnya
permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Tergantung tingkat keseriusan yang
dialami oleh perusahaan, pemecahan bisa dilakukan secara informal dan formal.
Berikut ringkasa perbaikan informal dan formal.
Pemecahan secara Informal
1) Dilakukan apabila masalah belum begitu parah.
2) Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan
masih bagus
Cara:
a) Perpanjangan (extension), dilakukan dengan memperpanjang jatuh
tempo hutang-hutang.
b) Komposisi (Composition), dilakukan dengan mengurangi besarnya
tagihan, missal klaim hutang diturunkan menjadi 60%. Kalau
hutang awal besarnya Rp 1 juta, maka hutang yang baru menjadi Rp
600.000 (60% x Rp 1 juta)
c) Likuidasi, jika nilai likuidasi lebih besar dibandingkan nilai going
concern, perusahaan bisa dilikuidasi secara informal.
Pemecahan Secara Formal
Pemecahan secara formal ditempuh apabila masalah sudah parah, kreditur
dan pemasok dana lainnya ingin mempunyai jaminan keamanan dan keadilan.
Pemecahan secara formal melibatkan pihak ketiga yaitu pengadilan. Dengan cara :
a) Apabila nilai perusahaan lebih besar dari Nilai perusahaan dilikuidasi,
dilakukan Reorganisasi, dengan merubah struktur modal menjadi struktur
modal yang layak. Perubahan bisa dilakukan melalui perpanjangan,
perubahan komposisi, atau keduanya.
b) Apabila nilai perusahaan lebih kecil dari nilai perusahaan dilikuidasi,
likuidasi lebih baik dilakukan. Likuidasi dengan menjual asset-aset
perusahaan., kemudian didistribusikan ke pemasok modal di bawah
pengawasan pihak ketiga.
A. Perbaikan Informal
Secara prinsip, penyelesaian perusahaan mengalami kesulitan keuangan
dilakukan dengan prinsif berikut ini. Jika prospek perushaan dimasa
mendatang cukup baik, jika kesulitan tersebut bersifat permanen, maka
restrukturisasi perlu dilakukan.
1. Restrukturisasi
Restrukturisasi dilakukan agar perusahaan yang yang mengalami kesulitan
keuangan bisa bernafas lega. Cara yangbisa dilakukan adalah mengurangi
beban-beban yang menghimpit perusahaan, biasanya dengan membebaskan
atau meringankan perusahaan dari beban keuangan yang bersifat tetap (beban
bunga utang).
Extension. Melalui perpanjangan, kreditor bersedia memperpanjang masa
jatuh tempo hutangnya. Sebagai contoh, hutang yang pada mulanya jatuh
tempo dalam lima tahun, sekarang diperpanjang menjadi sepuluh tahun.
Komposisi (Composition). Komposisi dilakukan melalui perubahan nilai
hutang lama. Sebagai contoh, hutang lama sebesar Rp 100 diturunkan nilainya
menjadi Rp 60. Meskipun nilai hutang turun, kreditor masih bisa
menerimanya karena nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
hutang jika perusahaan dilikuidasi.
2. Likuidasi
Dalam beberapa situasi likuidasi informal juga bisa dilakukan. Jika nilai
perusahaan dilikuidasi lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan
yang going concern (berjalan terus), makan perusahaan sebaiknya dilikuidasi.
Likuidasi informal mempunyai kelebihan dibandingkan likuidasi formal,
karena lebih cepat dan biasa menghemat biaya pengadilan, sehingga nilai
likuidasi yang diperoleh bisa lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang
diperoleh jika likuidasi dilakukan melalui pengadilan.
B. Perbaikan Formal
1. Keuntungan Perbaikan Formal
Kenapa perusahaan menggunakan jalur resmi (perundang-perundang)
dalam proses kebangkrtutan. Ada dua alasan secara teoritis mendorong
peurshaan menggunakan jalur resmi. Yaitu: (1) permasalahan common pool,
dan (2) permasalahan hold-out
Common Pool. Misalkan suatu perusahaan mempunyai nilai hutang
nominal sebesar total Rp 20 milyar, yang berasal dari 10 kreditor dengan besar
masing-masing adalah sama (Rp 2milyar). Nilai pasar perusahaan tersebut jika
bertahan adalah Rp 15milyar. Jika dilikuidasi, asset perusahaan bisa dijual
menghasilkan kas sebesar Rp 10milyar. Misalkan kondisi perusahaan
memburuk sehingga tidak bisa membayar salah satu hutangnya, maka kreditor
tersebut bisa menuntut agar perusahaan dibangkrutkan.
Hold-Out. Misalkan pada contoh di atas perusahaan berhasil meyakinkan
kreditor agar dilakukan restrukturisasi. Hutang yang lama (yang besarnya Rp
2 milyar untuk setiap kreditor), diganti dengan hutang baru yang nilainya lebih
rendah, missal Rp 1,4 milyar untuk setiap kreditor. Jika kreditor menyetujui
usulan tersebut, total hutang menjadi Rp 14milyar. Karena nilai perusahaan
jika jalan terus adalah Rp 15 milyar, maka pemegang saham memperoleh sisa
sebesar Rp 1 milyar. Perusahaan dengan demikian tidak perlu dilikuidasi,
tetapi masih bisa berjalan terus. Kreditor secara keseluruhan juga diuntungkan
(dibandingkan jika bangkrut), karena nilai Rp 14milyar lebih besar
dibandingkan dengan Rp 10milyar (jika dibangkrutkan dan dilikuidasi.
2. Reorganisasi
Langkah-langkah Reorganisasi. Secara umum langkah-langkah
restrukturisasi adalah sebagai berikut ini. Pertama, kurator akan menetukan
nilai perusahaan jika perusahaan going concern. Setelah langkah pertama
dilakukan, kemudian sturktur modal yang baru mulai ditentukan. Setelah
kedua langkah tersebut selesai, perusahaan bisa muncul dengan wajah baru
dan kembali menjalankan operasinya.
1. Menentukan nilai perusahaan.
Penilaian yang sering digunakan dan yang termasuk cukup sederhana,
adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi. Misalkan
kurator atau pihak penilai memperkirakan perusahaan setelah direorganisasi
mampu menghasilkan pendapatan bersih pertahunnya adalah Rp 10 milyar.
Tingkat kapitalisasi untuk perusahaan yang serupa adalah 20 %. Nilai
perusahaan tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini :
Nilai perusahaan = Rp 10 milyar/0,2 = Rp 50 milyar
Pihak lain bisa sampai pada angka yang berbeda. Perbedaan sangat mungkin
terjadi karena sangat sulit menghitung pendapatan bersih di masa mendatang.
2. Menentukan struktur modal yang baru.
Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar
perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban
tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi.
3. Likuidasi
Jika perusahaan lebih bernilai jika dilikuidasi dibandingkan dengan jika
diteruskan, maka alternatif likuidasi bisa dilakukan. Kas yang diperoleh dari
likuidasi aset perusahaan akan didistribusikan dengan urutan-ururtan tertentu,
misal dengan urutan berikut ini (dari yang paling berhak memperoleh pertama,
sampai paling terakhir memperoleh hak)
1. Biaya administrasi yang berkaitan dengan urursan likuidasi, termasuk
biaya untuk pengacara, dan kurator (trustee)
2. Klaim dari kreditor (utang) yang muncul dari kegiatan bisnis mulai dari
saaat kasus dibawa ke pengadilan sampai ke saat trustee (kurator) diangkat
3. Gaji pegawai yang diperoleh dalam waktu 90 hari sesudah (within) petisi
kebangkrutan. Jumlah ini dibatasi sampai $2.000 per pegawai.
4. Premi pensiunan pegawai untuk masa kerja dalam 120 hari petisi
kebangkrutan diajukan. Klaim ini dibatasi $2.000 per pegawai dikalikan
jumlah pegawai.
5. Uang muka dari pelanggan yang membeli barang tetapi belum
memperoleh barangnya.
6. Pajak pendapatan sampe tiga tahun sebelum kebangkrutan, pajak properti
sampai setahun sebelum kebangkrutan, dan semua pajak pendapatan yang
masih ditahan oleh perusahaan.
7. Kreditor umum
8. Saham preferen
9. Saham biasa
Tujuan poko dari likuidasi formal adalah likuidasi aset yang teratur dan
adil kepada pihak-pihak yang terlibat. Kelemahan likuidasi semacam itu
adalah proses yang lambat dan lebih mahal dibandingkan dengan likuidasi
informal. Likuidasi formal bisa dihindari jika kreditor dan perusahaan bisa
sampai pada kesepakatan untuk melakukan penyelesaian secara informal.
4. Contoh Likudasi dan Reorganisasi
Berikut ini contoh langkah-langkah yang dilakukan untuk reorganisasi.
1. Menghitung nilai perusahaan
Misalkan pihak pengadilan dan kurator mengestimasi penjualan di masa
mendatang bisa mencapai Rp 75 juta pertahun. Profit margin yang bisa
dicapai diperkirakan sekitar 10%. Dengan kata lain keuntungan yang
diperkirakan diperoleh perusahaan tersebut adalah Rp 7,5 juta pertahun.
2. Menghitung tingkat kapitalisasi atau tingkat multiple dan nilai
perusahaan
Setelah pendapatan bersih diperkirakan, lamgkah berikutnya adalah
menghitung tingkat kapitalisasi yang akan dijadikan basis menghitung nilai
perusahaan. Misalkan saja tingkat kapitalisasi perusahaan yang sejenis adalah
sekitar 12%. Dengan menggunakan angka tersebut nilai perusahaan bisa
dihitung sebagai:
Nilai = 7,5 juta / 0,12 = Rp 62,50 juta.
Teknik multiple (seperti PER) juga bisa digunakan. Misalkan saja rasio PER
(Price Earning Ratio)untuk perusahaan lain adalah sekitar 8 kali. Pihak
penilai menganggap rasio tersebut cukup wajar untuk perusahaan tersebut.
Dengan menggunakan teknik tersebut nilai perusahaan adalah :
Nilai perusahaan = Rp 7,5 juta x 8 = Rp 60 juta.
Tentu saja teknik atau cara yang berbeda akan menghasilkan angka yang
berbeda. Misalkan saja pihak kurator menentukan nilai perusahaan adalah Rp
60 juta.
3. Menentukan Struktur Modal yang Baru
Karena jumlah Rp 60 juta tersebut lebih rendah dibandingkan total klaim
(total pasiva), maka struktur modal yang baru perlu ditentukan. Struktur modal
yang baru diharapkan lebih meringankan beban tetap perusahaan.
Utang gaji dan pajak dibayar penuh, sehingga total sebesar Rp 10 juta
tetap dibayarkan. Utang dengan jaminan juga ditanggung penuh sebesar Rp 10
juta. Karen itu sisanya adalah Rp 40 juta yang akan dialokasikan untuk kreditur
lainnya. Kemudian untuk meringankan beban perusahaan, semua kreditur yang
lain sepakat untuk mengkoversikan 50% total dari klaim ke dalam saham.
4. PREDIKSI KEBANGKRUTAN
A. Prediksi Kebangkrutan dengan Rasio Keuangan
1. Analisis Univariate
Analisis univariate dilakukan dengan melihat variabel keuangan yang
diperkirakan mempengaruhi kebangkrutan, dengan manganilisis terpisah (utuk
setiap variabelnya). Sebagai contoh, tabel berikut ini menyajikan perbandingan
dua variabel, yaitu rasio biaya tetap/ pendapatan operasional (BT/PO) dan
Times Interest Earned. Perusahaan yang bangkrut diperkirakan merupakan
perusahaan yang tidak efesien, karena itu mempunyai rasio BT/PO lebih
randah. Sedangkan untuk TIE, perusahaan yang bangkrut diperkirakan
mempunyai bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan labanya, sehingga
TIE yang lebih rendah.
BT/PO TIE
Tidak bangkrut pada tahun 1970
1. Ann Arbor
2. Central Georgia
3. Cinciminati
4. Florida East
5. Illinois central
6. Norfolk
7. Southern Pasific
8. Southern Railway
0.524
0.348
0.274
0.237
0.388
0.359
0.400
0.314
-1.37
2.16
2.91
2.82
3.10
2.81
2.56
3.93
Rata-rata yang tidak bangkrut 0.356 2.49
Bangkrut pada tahun 1970
1. Boston dan maine
2. Penn-cendtral
0.461
0.485
-0.68
0.16
Rata-rata yang bangkrut 0.473 -0.26
Perusahaan yang mempunyai rasio tersebut semakin buruk, harus mulai
waspada dan melakukan perbaikan-perbaikan.
2. Analisis Multivariate
Analisis multivariate menggunkan dua variabel atau lebih secara bersama-
sama kedalam satu persamaan. Analisis ini bisa dipakai untuk menghilangkan
kelemahan analisis univariate yang mempunyai kemungkinan konflik
antarvariabel. Untuk membuat model mulltivariat, kita perlu mendefenisikan
variabel bebas dan variabel tidak bebas, seperti berikut ini (seperti model regresi).
Y = a + a1 X1 + …… + an Xn
Model prediksi kebangkrutan multivariate cukup terkenal dan menjadi
pioner adalah model kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman (1969).
Model tersebut menggunakan teknik statistik analisis diskriminan, dan secara
umum bisa dituliskan sebagai berikut:
Z = a + a1 X1 + ….. +an Xn
Dimana Z merupakan skor kebangkrutan, sedangkan X1 ….. Xn variabel
bebas. Model yang dikembangkan oleh Altman menghasilkan persamaan sebagai
berikut
Zi = 1,2 X1 + 1.4 X2 + 3.3 X3 + 0.6 X4 + 1.0 X5
Dimana:
X1 =(aktiva lancar – utang lancara)/ Total Aktiva,
X2 = Laba yang ditahan/ Total Aset,
X3 = Laba sebelum bungan dan pajak/ Total Aset,
X4 = Nilai pasar saham biasa dan saham preferen / Nilai buku total utang,
X5 = Penjualan/ Total Aset
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan data di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa skor kritis untuk model tersebut adalah 1,8. Jika perusahaan mempunyai
skor dibawah 1,8 maka perusahaan tersebut mempunyai probabilitas yang tinggi
untuk bangkrut, dan sebaliknya.
Sedangkan untuk di Indonesia menggunakan nilai buku saham biasa dan
saham preferen sebgai salah satau komponen variabel bebas, karean sedikit
perusahaan Indonesia yang go Public. Kemudiam mengembangkan model
diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh model sebagai berikut.
Zi = 0.717 X1 + 0.847 X2 + 3.107 X3 + 0.42 X4 + 0.998 X5
Dimana:
X1 =(aktiva lancar – utang lancara)/ Total Aktiva
X2 = Laba yang ditahan/ Total Aset
X3 = Laba sebelum bungan dan pajak/ Total Aset
X4 = Nilai pasar saham biasa dan saham preferen / Nilai buku total utang
X5 = Penjualan/ Total Aset
Nilai Z kritis kemudia sebagi 1,2. Hak tersebut berarti jika suatu perusahaan
memounyai nilai Z diatas 1.2 maka perusahaan diperkirakan tidak mengalami
kebangkrutan, dan sebaliknya.
RABGKUMAN
Makalah ini membeciraka kesulitan usaha yang berjuang pada
restrukturisasi atau kebangkrutan. Kesulitan usaha, meskipun nampaknya jelas,
tetapi sulit didefenisikan dengan tegas. Ada beberapa usaha yang sebenarnya
sudah bangkrut tapi tidak bangkrut karena ditolong oleh lembaga lain. Penyebab
kegalalan perusahaan bervariasi, mulai dari kekurangan pengalaman manajerial
sampai kekurangan modal. Ada beberapa alternatif untuk menyelesaikan kesulitan
usaha seperti restrukturisasi atu reorganisasi dan likudasi.
Secara umum, jika nilai perusahaan diteruskan lebih tinggi dibandingkan
nilai perusahaan jika dibubarkan, maka penyelesaian restrukturisasi akan dipilih
dibandingkan dengan likuidasi. Penyelesaian restrukturisasi atau likuidasi bisa
dilakukan secara informal maupun formal. Ada keuntungan dan kekurangna untuk
masing-masing pilihan. Pembicaraan diteruskan untuk dengan memberikan
contoh reorganisasi dan likuidasi dengan menggunakan prinsip absolute dan
relative priority
Bagian akhir membicarakan prediksi kebangkrutan dengan menggunakan
alanisis unvariate dan multivariate. Model diskriminan bisa dipakai untuk
memprediksi kebangkrtuan dengan anailsis multivariate.
Tahun 2011 tercatat rekor lonjakan kebangkrutan di
Amerika Serikat. Yang terbesar dari proses perlindungan
kebangkrutan di AS selama tahun 2011 adalah MF Global
pada bulan Oktober.
Kebangkrutan juga meluas dari mulai sektor penerbangan,
telekomunikasi, energi dan perbankan. Menurut Moody’s
dan Standard & Poor’s, naiknya trend gagal bayar
diperkirakan berlanjut pada tahun 2012 akibat
ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global, krisis utang
Eropa dan ketatnya kondisi likuiditas.
Berikut 10 kebangkrutan paling besar di AS selama tahun
2011 yang dibuat berdasarkan data banktruptcydata.com,
seperti dikutip dari CNBC, Selasa (3/1/2012).(berdasarkan
kurs Rp 9.379)
1. MF Global Holdings
Aset: US$ 40,54 miliar atau Rp 380.224.660.000.000
Karyawan: 2.850
Tanggal kebangkrutan: 31 Oktober
Perusahaan berusia lebih dari 200 tahun ini akhirnya
mendaftarkan kebangkrutan dan menjadi kasus
kebangkrutan korporasi terbesar di Wall Street setelah
bangkrutnya Lehman Brothers pada September 2008.
Malapetakan perusahaan pialang derivatif itu terjadi
karena melakukan pertaruhan yang sangat berisiko pada
surat utang Eropa.
MF Global yang dipimpin mantan eksekutif Goldman Sachs
dan mantan senator dan Gubernur New Jersey, Jon Corzine
diketahui meningkatkan eksposure pada surat utang
pemerintah Eropa pada akhir 2010 dari US$ 1,5 miliar
pada US$ 6,3 miliar. Namun meningkatnya masalah krisis
Eropa telah menekan MF Global hingga titik berbahaya,
sebelum kemudian Moody’s memangkas peringkatnya ke
satu notch di atas ‘sampah’.
2. AMR Corp
Aset: US$ 25,09 miliar atau Rp 235.319.110.000.000
Karyawan: 78.250
Tanggal kebangkrutan: 29 November
AMR merupakan induk dari maskapai penerbangan
terbesar ketiga di AS, American Airlines. Maskapai berusia
80 tahun itu akhirnya mendaftarkan kebangkrutan akibat
terus melonjaknya harga bahan bakar dan pesawat-
pesawatnya yang sudah tua. Maskapai itu memiliki rata-
rata penerbangan berusia 15 tahun, sehingga membuat
American Airlines sebagai maskapai tertua dan paling tidak
efisien dibandingkan rivalnya.
Biaya tenaga kerja juga mencatat beban finansial terbesar
bagi perusahaan tersebut. Pada laporan keuangan tahun
2010, American Airlines memperkirakan biaya tenaga kerja
yang sekitar US$ 600 juta per tahun lebih besar ketimbang
rivalnya. Menurut Pension Benefit Guaranty Corp. rencana
pensiun maskapai tersebut mencakup 130.000 pekerja dan
pensiunan dengan dana sekitar US$ 10 miliar.
3. Dynegy Holdings
Aset: US$ 9,95 miliar atau Rp 93.321.050.000.000
Karyawan: 1.650
Tanggal kebangkrutan: 7 November
Dynegy Holdings, unit dari produsen energi Dynegy Inc.
mendaftarkan kebangkrutan setelah menderita
kemerosotan permintaan listrik secara menyeluruh sejak
terjadinya krisis tahun 2008. Perusahaan berbasis di
Houston itu juga menderita akibat rendahnya tarif listrik.
Penurunan harga gas yang sudah mencapai 45% dalam 2
tahun telah menciptakan harga listrik yang murah.
Berbarengan dengan lingkungan ekonomi yang negatif,
perusahaan tersebut akhirnya terbelit beban utang hingga
US$ 6,2 miliar.
4. PMI Group
Aset: US$ 4,21 miliar atau Rp 39.485.590.000.000
Karyawan: 700
Tanggal kebangkrutan: 23 November
PMI Group merupakan perusahaan swasta mortgage
insurer terbesar ketiga di AS. Sejak meletusnya gelembung
sektor perumahan di tahun 2007, PMI Group harus
membayar miliaran dolar kompensasi kepada para
peminjam yang merupakan pembeli asuransinya.
Sebagai hasilnya, pada Agustus, unit operasional utama
PMI, PMI Mortgage Insurance erbarengan dengan unit
lainnya PMI Insurance diperintahkan untuk menghentikan
penjualan dari kebijakan baru Departemen Asuransi
Arizona karena pendanaannya turun tajam dari permintaan
regulator negara bagian.
Dua bulan kemudian, PMI Mortgage Insurance,
berbarengan dengan PMI Insurance, keduanya dibekukan
oleh regulator asuransi Arizona karena kerugian gagal
bayar hipotek perumahan dan mengeringnya keuangan
perusahaan. Mereka juga diperintahkan membayar klaim
50%, dan sisanya dilunasi pada waktu yang belum
diketahui.
5. NewPage Corp
Aset: US$ 3,51 miliar atau Rp 32.920.290.000.000
Karyawan: 6.000
Tanggal kebangkrutan: 7 September
NewPage, perusahaan pembuat kertas yang berbasis di
Ohio dan dimiliki oleh Cerberus Capital ini mengoperasikan
pabriknya di AS dan Kanada. Produksi kertasnya mencapai
3,5 juta ton per tahun yang digunakan untuk koran,
majalah dan brosur.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, sirkulasi koran
terus merosot akibat berkompetisi dengan media online
dan adanya pengalihan iklan via brosur ikut mempengaruhi
perusahaan tersebut. Ditambah lagi harga kayu, bahan
kimia dan pulp yang semakin mahal sehingga menggerus
pendapatan NewPage. Perusahaan itu melaporkan
kerugian hingga US$ 229 juta untuk 6 bulan yang berakhir
pada 30 Juni 2011.
6. Integra Bank Corp
Aset: US$ 2,42 miliar atau Rp 22.697.180.000.000
Karyawan: 500
Tanggal kebangkrutan: 30 Juli
Perusahaan berbasis di Indiana itu mengoperasikan 52
pusat perbankan dan 100 ATM di Kentucky, Indiana dan
Illinous sebelum akhirnya mendaftarkan kebangkrutan
Chapter 7 pada Juli.
Bank dengan operasional bank komunitas yang cukup kuat
ini harus berjuang menghadapi tingginya utang dan
menderita sejumlah kerugian akibat eksposure pada sektor
real estate komersial.
Sekitar setengah aktivitas pinjaman bank terkait properti
komersial, segmen pasar yang sangat terpukul akibat
resesi di AS. Turunnya harga properti komersial telah
menggerus nilai dari kolateral yang dimiliki bank itu.
7. General Maritime Corp
Aset: US$ 41,78 miliar atau Rp 391.854.620.000.000
Karyawan: 1.137
Tanggal kebangkrutan: 17 November
General Maritime adalah pemiliki tanker minyak terbesar
kedua di AS. Operator itu itu ikut menderita akibat
turunnya permintaan minyak, rendahnya biaya dan
terjadinya kelebihan suplai kapal.
Pada awal tahun 2010, General Maritime mengambil
pinjaman yang cukup besar untuk membeli 7 tanker senilai
US$ 620 juta karena industri transportasi mulai
menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Namun saat kapal-
kapal dikirimkan, proses pemulihan memudar dan
perusahaan terpaksa melakukan kebijakan pengetatan.
General Maritime mulai pemangkasan biaya dan mencari
investor untuk membiayai utang yang ada. Perusahaan
berhasil mendapatkan pinjaman US$ 200 juta, tapi tidak
cukup untuk bertahan sehingga akhirnya mendaftarkan
kebangkrutan.
Sejak itu, perusahaan investasi Oaktree Capital telah
sepakat untuk menginvestasikan saham senilai US$ 175
juta. Sebuah grup yang dipimpin Nordea Bank Finland juga
telah menawarkan pendanaan US$ 100 juta untuk proses
reorganisasi.
8. Borders Group
Aset: US$ 43 miliar atau Rp 403.297.000.000.000
Karyawan: 19.500
Tanggal kebangkrutan: 16 Februari
Borders Group, merupakan peritel buku terbesar kedua di
AS setelah Barnes & Noble. Perusahaan itu pada awal
beroperasi pada pertengahan tahun 1990-an sempat
disebut sebagai pembunuh toko-toko buku di kota kecil.
9. Terrestar Corp
Aset: US$ 1,38 miliar atau Rp 12.943.020.000.000
Karyawan: 104
Tanggal kebangkrutan: 16 Februari
Terrestar Corp, perusahaan operator jaringan satelit
selular yang berbasis di Virginia mendaftarkan
kebangkrutan pada Februari, beberapa bulan setelah
unitnya TerreStar Networks dan 12 afiliasinya melakukan
restrukturisasi serupa pada Oktober 2010.
10. Lee Enterprises
Aset: US$ 1,15 miliar atau Rp 10.785.850.000.000
Karyawan: 6.200
Tanggal kebangkrutan: 12 Desember
Lee Enterprises merupakan penerbit koran di AS yang
memiliki 40 harian di 23 negara bagian, termasuk St. Louis
Post-Dispatch.
Sumber : Research & Edukasi Monex Yogyakarta
1. Macetnya arus kas (Cash Flow)
2. Gagalnya kegiatan pemasaran dan penjualan yang tidak mampu
mewujudkan sebuah transaksi penjualan
3. Gagalnya transaksi penjualan yang tidak mampu menghasilkan
keuntungan yang cukup sesuai dengan batas kontribusi
(Contribution Margin) yang ditargetkan perusahaan.
4. Manajemen perusahaan berjalan tanpa mempunyai catatan dan
pelaporan keuangan yang bisa digunakan sebagai navigasi untuk
merencanakan strategi perusahaan yang lebih baik
5. Banyaknya kredit penjualan (piutang) yang macet dikarenakan
kegagalan dalam mengelola arus kas masuk dari pelanggan
6. Terlalu besarnya investasi di asset yang bersifat tetap (tanah,
mesin,dll) sehingga kas perusahaan terjadi kekosongan (arus kas
yang keluar menjadi biaya besar) dan terkuras habis yang
mengakibatkan kesulitan likuiditas akhirnya perusahaan tidak
mampu memenuhi kewajibannya
7. Pemisahan antara pengelola uang perusahaan dan uang pemilik
tidak dilakukan pemisahan secara jelas
8. Prosedur aliran kas keluar-masuk yang tidak ada dan belum
dijalankan dengan baik
9. Adminitrasi, pencatatan dan pelaporan yang tidak dilakukan
dengan baik oleh perusahaan
10.Terjadinya korupsi dan manipulasi yang besar hingga bisnis macet
dan bangkrut