137
i Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya Pengantar Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya, buku "Panduan Penyusunan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung" ini dapat kami wujudkan. Buku ini dimaksudkan sebagai informasi yang dikemas secara ringkas dan bersifat memandu bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah (Perda) tentang Bangunan Gedung. Secara garis besar, buku ini berisi tentang tahapan dalam proses penyusunan Perda Bangunan Gedung, mulai dari pemahaman mengenai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya sebagai payung hukum penyelenggaraan bangunan gedung, serta ketentuan umum dan ketentuan teknis dalam penyusunan Perda Bangunan Gedung. Diterbitkannya buku ini adalah merupakan salah satu tugas Pemerintah dalam menjalankan pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan produk pengaturan untuk peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam upaya percepatan penyusunan Perda Bangunan Gedung. Diharapkan, sampai dengan Tahun 2014 dapat tercapai target penerbitan Perda Bangunan Gedung di 226 Kabupaten/Kota sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 - 2014. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Mohon maaf atas segala kekurangan , dan masukan maupun saran tetap kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan Perda Bangunan Gedung pada tahun-tahun berikutnya. Jakarta, 2013 DIREKTUR PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN, Guratno Hartono

2_a-panduan_2014 (1).pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    PPeennggaannttaarr Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum

    Puji syukur kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya,

    buku "Panduan Penyusunan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung" ini

    dapat kami wujudkan.

    Buku ini dimaksudkan sebagai informasi yang dikemas secara ringkas dan

    bersifat memandu bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun Peraturan Daerah

    (Perda) tentang Bangunan Gedung. Secara garis besar, buku ini berisi tentang

    tahapan dalam proses penyusunan Perda Bangunan Gedung, mulai dari

    pemahaman mengenai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

    Bangunan Gedung beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya sebagai

    payung hukum penyelenggaraan bangunan gedung, serta ketentuan umum

    dan ketentuan teknis dalam penyusunan Perda Bangunan Gedung.

    Diterbitkannya buku ini adalah merupakan salah satu tugas Pemerintah dalam

    menjalankan pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan

    penyebarluasan produk pengaturan untuk peningkatan kapasitas aparat

    pemerintah daerah dalam upaya percepatan penyusunan Perda Bangunan

    Gedung. Diharapkan, sampai dengan Tahun 2014 dapat tercapai target

    penerbitan Perda Bangunan Gedung di 226 Kabupaten/Kota sesuai dengan

    Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 -

    2014.

    Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan dan

    kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Mohon maaf

    atas segala kekurangan , dan masukan maupun saran tetap kami harapkan

    demi penyempurnaan penyusunan Perda Bangunan Gedung pada tahun-tahun

    berikutnya.

    Jakarta, 2013

    DIREKTUR PENATAAN BANGUNAN

    DAN LINGKUNGAN,

    Guratno Hartono

  • ii

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    DDAAFFTTAARR IISSII

    PENGANTAR .............................................................................. i

    DAFTAR ISI ............................................................................... ii

    DAFTAR TABEL ....................................................................... vi

    DAFTAR GAMBAR .................................................................. vii

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1-1

    1.1. LATAR BELAKANG ...................................................... 1-2

    1.2. MAKSUD DAN TUJUAN ............................................... 1-3

    1.3. SASARAN ..................................................................... 1-4

    1.4. MANFAAT ..................................................................... 1-4

    1.5. SISTEMATIKA PEMBAHASAN .................................... 1-5

    BAB II PEMAHAMAN UMUM ............................................... 2-1

    2.1. PENGATURAN BIDANG PENYELENGGARAAN

    BG ................................................................................. 2-2

    2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi

    Penyelenggaraan Pekerjaan Umum ........................... 2-2 2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi ....... 2-3

    2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung .................................. 2-4

    2.1.4. Alur Pikir UU-BG ......................................................... 2-6

    2.1.5. Sistematika UU-BG ..................................................... 2-7

    2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL .................. 2-7

    2.2. PENYELENGGARAAN BG .......................................... 2-9

    2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia ...... 2-9 2.2.2. Alur Penyelenggraan BG pada Umumnya .................. 2-9

  • iii

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    2.2.3. Alur Penyelenggraan BG Tertentu ............................ 2-10

    2.3. AMANAH PENYUSUNAN PERDA BG ...................... 2-12

    2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002) ............... 2-12 2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005) ............... 2-12 2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002) .......... 2-13 2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan

    (38/2007) .................................................................. 2-13

    2.4. PENTINGNYA PERDA BG ......................................... 2-13

    2.4.1. Permasalahan Umum dalam Penyelenggaraan

    BG ............................................................................. 2-13 2.4.2. Ilustrasi Permasalahan dalam Penyelenggaraan

    BG ............................................................................. 2-14 2.4.3. Dasar Pemikiran Pentingnya Perda BG .................... 2-16 2.4.4. Manfaat Perda BG dalam Beberapa

    Pertimbangan ........................................................... 2-17

    2.5. LOKALITAS PENGATURAN

    PENYELENGGARAAN BG DI DAERAH ................... 2-19

    2.5.1. Terkait Kebencanaan ................................................ 2-19 2.5.2. Terkait Tradisionalitas ............................................... 2-32 2.5.3. Terkait Kearifan Lokal ............................................... 2-39

    BAB III KETENTUAN UMUM PENDAMPINGAN ................... 3-1

    3.1. PENGERTIAN ............................................................... 3-2

    3.2. LANDASAN HUKUM ..................................................... 3-7

    3.3. KLASIFIKASI STATUS PERDA BG .............................. 3-8

    3.4. NASKAH AKADEMIS .................................................... 3-9

    3.5. MODEL PERDA BG .................................................... 3-10

    3.6. METODOLOGI PENDAMPINGAN DI DAERAH ......... 3-12

    3.7. KELUARAN YANG DIHASILKAN ............................... 3-16

    3.8. HUBUNGAN DAN PERAN ANTAR PIHAK

    TERKAIT ..................................................................... 3-16

    3.9. METODOLOGI KEGIATAN DI PUSAT ....................... 3-19

    3.10 POLA KOORDINASI DI TINGKAT PUSAT ................ 3-22

  • iv

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    BAB IV TATACARA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN

    RANPERDA-BG ............................................................ 4-1

    4.1. TAHAP PERSIAPAN & PENYUSUNAN ...................... 4-2

    4.1.1. Pembentukan Tim Pokja ............................................. 4-3 4.1.2. Pendalaman KAK, Penyusunan Metodologi &

    Rencana Kerja ............................................................ 4-4 4.1.3. Pendalaman Substansi ............................................... 4-5 4.1.4. Penyusunan Ranperda BG Mengacu Model ............... 4-6 4.1.5. Pembahasan Draf Ranperda BG Simultan

    dengan Pembahasan Laporan Pendahuluan .............. 4-7 4.1.6. Partisipasi dalam Koordinasi Awal di Jakarta ............. 4-8

    4.2. TAHAP SURVEI ............................................................ 4-9

    4.2.1. Survei Sekunder ....................................................... 4-10 4.2.2. Survei Primer ............................................................ 4-11 4.2.3. Pengolahan Data dan Informasi ............................... 4-12

    4.3. TAHAP ANALISIS ....................................................... 4-13

    4.3.1. Kajian Kepustakaan .................................................. 4-14 4.3.2. Identifikasi Kondisi Eksisting, Inventarisasi

    Permasalahan dan Potensi yang Ada ....................... 4-15 4.3.3. Analisis Permasalahan dan Perumusan Materi

    Pengaturan ............................................................... 4-16 4.3.4. Penyusunan Naskah Akademis ................................ 4-17 4.3.5. Penajaman Muatan Lokal Ranperda BG sesuai

    Naskah Akademis ..................................................... 4-18 4.3.6. Workshop dengan Instansi Terkait dengan

    Pembahasan Laporan Antara ................................... 4-19

    4.4. TAHAP PENYEMPURNAAN ...................................... 4-20

    4.4.1. Penyempurnaan Naskah Akademis Berdasarkan

    Hasil Workshop ......................................................... 4-21 4.4.2. Penyempurnaan Ranperda BG Berdasarkan

    Hasil Workshop ......................................................... 4-22 4.4.3. Workshop dengan DPRD dengan Pembahasan

    Laporan Akhir ........................................................... 4-23 4.4.4. Partisipasi dalam Kolokium Akhir .............................. 4-24

  • v

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    4.5. TAHAP FINALISASI .................................................... 4-25

    4.5.1. Penyempurnaan Hasil Pembahasan ......................... 4-26 4.5.2. Penyiapan Produk Akhir Kegiatan ........................... 4-27

    LAMPIRAN .............................................................................. L-1

    LAMPIRAN-1. KERANGKA NASKAH AKADEMIK ............................ L-2

    LAMPIRAN-2. SISTEMATIKA RANPERDA-BG ................................ L-4

    LAMPIRAN-3. DOKUMEN PROSIDING PEMBAHASAN ............... L-10

    LAMPIRAN-4. SISTEMATIKA PELAPORAN .................................. L-12

    LAMPIRAN-5. FORMAT PEMANTAUAN & EVALUASI .................. L-17

    LAMPIRAN-6. CONTOH KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA

    TENTANG TIM PENYUSUN (POKJA)

    RANPERDA-BG ....................................................... L-23

    LAMPIRAN-7. CONTOH SURAT KETERANGAN DARI TIM

    PENYUSUN (POKJA) BAHWA PROSES

    PENYUSUNAN RANPERDA BG TELAH

    SELESAI .................................................................. L-28

  • vi

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    DDAAFFTTAARR TTAABBEELL Tabel 2.1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL ......................... 2-8

    Tabel 3.1. Keterkaitan antara Status Ranperda-BG dengan

    Kebutuhan Pendampingan ................................................ 3-8

    Tabel 3.2. Lingkup & Capaian Kegiatan di Daerah (Secara

    Umum) ............................................................................. 3-12

    Tabel 3.3. Lingkup & Capaian Kegiatan di Daerah (Fasilitasi

    JICA) ................................................................................ 3-14

    Tabel 3.4. Lingkup & Capaian Kegiatan di Pusat ............................. 3-20

  • vii

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    DDAAFFTTAARR GGAAMMBBAARR Gambar 2.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan

    Pekerjaan Umum ........................................................... 2-3

    Gambar 2.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi .......... 2-4

    Gambar 2.3. Pengaturan Bangunan Gedung ..................................... 2-5

    Gambar 2.4. Alur Pikir UU-BG ............................................................ 2-6

    Gambar 2.5. Sistematika UU-BG ........................................................ 2-7

    Gambar 2.6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan

    Gedung .......................................................................... 2-9

    Gambar 2.7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada

    Umumnya ..................................................................... 2-10

    Gambar 2.8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung

    Tertentu ........................................................................ 2-11

    Gambar 2.9. Dasar Pemikiran Pentingnya Perda-BG ...................... 2-17

    Gambar 2.10. Manfaat Perda-BG dalam Beberapa Aspek

    Petimbangan ................................................................ 2-19

    Gambar 3.1. Skema Metodologi Kegiatan Penyusunan Ranperda

    BG di Kabupaten/Kota (Secara Umum) ...................... 3-13

    Gambar 3.2. Skema Metodologi Kegiatan Penyusunan Ranperda

    BG di Kabupaten/Kota (Fasilitasi JICA) ...................... 3-15

    Gambar 3.3. Hubungan dan Peran Pihak Terkait (Secara Umum) .. 3-18

    Gambar 3.4. Hubungan dan Peran Pihak Terkait (Fasilitasi

    Sumber Lain) ............................................................... 3-19

    Gambar 3.5. Skema Metodologi Kegiatan Pendampingan

    Penyusunan Ranperda BG di Pusat ............................ 3-21

    Gambar 3.6. Pola Koordinasi Kegiatan Penyusunan Ranperda-

    BG ................................................................................ 3-23

  • BBAABB II

    PPEENNDDAAHHUULLUUAANN

    KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

  • 1 - 2

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I P E N D A H U L U A N

    1.1. LATAR BELAKANG

    Dalam kurun waktu 10 tahun lebih sejak diberlakukannya Undang-Undang

    Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UU-BG), perkembangan

    penyelesaian Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung (Perda-BG) relatif

    masih lambat. Dari total wilayah sebanyak 496 kabupaten/kota dan Provinsi DKI

    Jakarta, yang telah memiliki Perda-BG baru sebanyak 124 kabupaten/kota dan

    1 Perda Provinsi DKI Jakarta atau sekitar 25%. Sebenarnya, pemerintah

    menargetkan paling tidak seluruh kota metropolitan sudah memiliki dan

    memberlakukan Perda -BG pada tahun 2010, namun hal ini pun belum tercapai.

    DJCK-PU berupaya pada tahun 2020 seluruh seluruh kabupaten/kota di

    Indonesia sudah memberlakukan Perda-BG. Permasalahan utama

    penyelesaian Perda-BG adalah keterbatasan SDM Pemda, kurangnya

    komitmen dari stakeholder di daerah termasuk DPRD, serta konflik kepentingan

    terkait bangunan gedung.

    Tahun 2012 lalu merupakan momentum dasawarsa diundangkannya UU-BG,

    yang telah diturunkan ke dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005

    tentang Peraturan Pelaksanaan dari UU No. 28 Tahun 2002 (PP-BG), maka

    perlu tindak lanjut berupa percepatan penyusunan peraturan daerah tentang

    bangunan gedung, yang merupakan amanat langsung dari undang-undang

    tersebut, melalui kegiatan pembinaan kelembagaan bangunan gedung di

    daerah.

    Perda-BG, sebagai salah satu instrumen pengendali dalam penyelenggaraan

    bangunan gedung di kabupaten/kota, sangat di perlukan mengingat cukup

    banyak potensi bahaya dan bencana terkait bangunan gedung. Secara geo-

    tektonik posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng aktif yaitu Lempeng Eurasia,

    Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik; selain itu secara vulkanologis

    Indonesia terletak pada jalur Cincin Api Pasifik (The Pacific Ring of Fire), yang

    mengakibatkan potensi ancaman bahaya gempa bumi dan letusan gunung

    berapi yang cukup tinggi di Indonesia. Kondisi lainnya adalah letak geografis

    Indonesia yang berada pada posisi khatulistiwa sebagai negara kepulauan

    dengan iklim tropis lembab, yang berdampak terhadap curah hujan yang tinggi

    sehingga rawan terhadap banjir dan longsor, serta kerusakan bangunan akibat

    kelembaban, panas, dan air. Bahaya lain terkait bangunan gedung yang

    memberikan dampak kepada luas pada manusia adalah bahaya kebakaran

    yang kerap terjadi, khususnya di kawasan perkotaan.

  • 1 - 3

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    Pemda yang seharusnya lebih siap memberlakukan Perda-BG, terutama

    daerah perkotaan yang memiliki banyak bangunan bertingkat. Dimana setiap

    bangunan harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan yang

    memenuhi persyaratan. Efektifitas dari penerapan Perda-BG, sangat tergantung

    dari komitmen masing-masing daerah, dimana penerapan sanksinya dapat

    berupa administratif, penyegelan, pembongkaran, bahkan pidana.

    Dengan memperhatikan jiwa dan semangat otonomi dalam pembangunan

    daerah serta kemajuan pembangunan khususnya penyelenggaraan bangunan

    gedung dengan dampak positif maupun negatifnya, maka perlu adanya

    pengaturan Iebih lanjut tentang penyelenggaraan bangunan gedung di daerah

    dalam bentuk Perda-BG untuk mengurangi/menghilangkan dampak negatif

    yang dapat ditimbulkan akibat kemajuan perekonomian suatu wilayah serta

    mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib terhadap

    persyaratan teknis dan administratif.

    Demi tersusunnya Perda-BG perlu dilakukan penguatan aparat pemerintah

    daerah melalui pendampingan terhadap percepatan penyusunan Rancangan

    Perda tentang Bangunan Gedung di kabupaten/Kota.

    1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

    Buku panduan ini disusun dengan maksud untuk menghasilkan suatu dokumen

    panduan yang berisi muatan panduan substansial dan teknis sebagai acuan

    dan arahan teknis dalam rangka pelaksanaan kegiatan pendampingan

    penyusunan Rancangan Perda BG di Kabupaten/Kota, dimana dilaksanakan

    oleh Tim Penyusun (Pokja) dari Kabupaten/Kota dengan didampingi Konsultan

    Pendamping menggunakan alokasi dana APBN dari Direktorat Penataan

    Bangunan dan Lingkungan yang dikelola oleh Satuan Non Vertikal Tertentu

    (SNVT) Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi.

    Sedangkan tujuan disusunnya buku panduan ini adalah untuk:

    1. Memberikan pemahaman mengenai alur penyelenggaraan bangunan

    gedung di Indonesia;

    2. Memberikan pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai

    pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang ada;

  • 1 - 4

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I P E N D A H U L U A N

    3. Memberikan pemahaman mengenai amanah penyusunan Perda BG

    dan pentingnya Perda BG bagi penyelenggaraan bangunan gedung di

    daerah;

    4. Memberikan pemahaman mengenai muatan lokalitas dalam

    pengaturan Perda BG;

    5. Memberikan panduan mengenai berbagai ketentuan umum

    pelaksanaan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di

    daerah;

    6. Memberikan panduan secara detail mengenai tahapan dan tatacara

    pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah.

    1.3. SASARAN

    Sasaran disusunnya buku Panduan Pendampingan Penyusunan Rancangan

    Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini yaitu:

    1. Tersedianya pemahaman umum mengenai alur dan persyaratan

    penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;

    2. Tersedianya pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai

    pengaturan bidang penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;

    3. Tersedianya pemahaman mengenai amanah penyusunan Perda BG

    dan pentingnya Perda BG yang mengandung muatan lokalitas bagi

    penyelenggaraan bangunan gedung di daerah;

    4. Tersedianya panduan mengenai muatan naskah akademis dan muatan

    pengaturan Perda BG;

    5. Tersedianya panduan mengenai metodologi dan tatacara pelaksanaan

    pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah;

    6. Tersedianya panduan mengenai produk keluaran yang dihasilkan dari

    kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah;

    7. Tersedianya panduan mengenai hubungan dan peran antar pihak yang

    terkait dalam pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah.

    1.4. MANFAAT

    Dengan disediakannya buku Panduan Pendampingan Penyusunan Rancangan

    Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini, maka manfaat yang

    diharapkan yaitu:

  • 1 - 5

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    1. Dipahaminya substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai

    peraturan perundang-undangan di Indonesia;

    2. Dipahaminya pentingnya Perda BG yang mengandung muatan lokal

    bagi penyelenggaraan bangunan gedung di daerah;

    3. Dipahaminya metodologi dan tatacara pelaksanaan pendampingan

    penyusunan Ranperda BG di daerah;

    4. Dipahaminya substansi Naskah Akademis dan muatan pengaturan

    dalam Perda BG serta berbagai produk keluaran lain yang akan

    dihasilkan;

    5. Dipahaminya hubungan dan peran antar pihak yang terkait dalam

    pendampingan penyusunan Ranperda BG di daerah;

    6. Meningkatnya kapasitas aparatur penyelenggara bangunan gedung di

    daerah;

    7. Terjadinya percepatan penyelesaian Ranperda BG yang siap untuk

    dibahas dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda).

    1.5. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

    Sistematika pembahasan buku Panduan Pendampingan Penyusunan

    Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung ini dapat dijelaskan

    sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN, merupakan substansi umum mengenai buku

    panduan ini. Bab ini berisi penjabaran mengenai latar belakang;

    maksud dan tujuan; sasaran; manfaat; serta sistematika

    pembahasan.

    BAB II PEMAHAMAN UMUM, merupakan pendalaman substansi

    mengenai bangunan gedung dan penyelenggaraannya berdasarkan

    peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bab ini berisi

    penjabaran mengenai pengaturan bidang penyelenggaraan BG; skema

    penyelenggaraan BG di Indonesia; amanah penyusunan Perda BG;

    pentingnya Perda BG; serta lokalitas pengaturan penyelenggaraan BG

    di daerah.

    BAB III KETENTUAN UMUM PENDAMPINGAN, merupakan berbagai

    arahan umum yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pendampingan

    penyusunan Ranperda BG di daerah. Bab ini berisi penjabaran

    mengenai pengertian; landasan hukum; klasifikasi status Perda BG;

  • 1 - 6

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I P E N D A H U L U A N

    naskah akademis; model Perda BG; metodologi pendampingan di

    daerah; keluaran yang dihasilkan; hubungan dan peran antar pihak

    terkait; metodologi kegiatan di pusat; serta pola koordinasi di tingkat

    pusat.

    BAB IV TATACARA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RANPERDA-BG,

    merupakan arahan teknis mengenai detail tatacara dan prosedur

    pelaksanaan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di

    daerah. Bab ini berisi penjabaran mengenai tatacara pelaksanaan

    pada tahap persiapan; tahap survei; tahap analisis; tahap

    penyempurnaan; serta tahap finalisasi.

    LAMPIRAN, merupakan arahan berbagai dokumen penunjang dalam

    pelaksanaan kegiatan pendampingan penyusunan Ranperda BG di

    daerah. Lampiran ini berisi penjabaran mengenai berbagai format

    dokumen penunjang, seperti kerangka naskah akademik; sistematika

    Ranperda-BG; dokumen prosiding pembahasan; sistematika

    pelaporan; format pemantauan dan evaluasi; contoh Keputusan

    Bupati/Walikota tentang Tim Penyusun (Pokja) Ranperda-BG; serta

    contoh surat keterangan dari Tim Penyusun (Pokja) bahwa proses

    penyusunan Ranperda BG telah selesai dengan baik dan akan

    ditindaklanjuti dalam Prolegda.

  • BBAABB IIII

    PPEEMMAAHHAAMMAANN UUMMUUMM

    KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

  • 2 - 2

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    2.1. PENGATURAN BIDANG PENYELENGGARAAN BG

    2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan

    Pekerjaan Umum

    Kementerian Pekerjaan Umum sebagai sebuah institusi yang bertanggung

    jawab dalam penyelenggaraan pekerjaan umum, bekerja berdasarkan

    beberapa landasan hukum. Beberapa undang-undang yang melandasi

    penyelenggaraan pekerjaan umum antara lain:

    1. Sebagai payung yang melandasi arahan pembangunan adalah

    Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

    2. Sebagai pilar yang melandasi pelaksanaan pembangunan, terdiri dari:

    a. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya

    Air;

    b. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;

    c. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan

    Gedung;

    d. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan

    dan Kawasan Permukiman;

    e. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan

    Sampah;

    3. Sebagai pondasi yang melandasi penyelenggaraan pembangunan

    adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa

    Konstruksi.

    Secara lebih jelas mengenai landasan hukum yang menjadi dasar

    penyelenggaraan pekerjaan umum dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

  • 2 - 3

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    Gambar 2.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi

    Undang-undang jasa konstruksi (UUJK) dan undang-undang bangunan gedung

    (UUBG) dalam industri konstruksi pada prinsipnya memiliki korelasi yang

    sangat erat. Dalam melihat keterkaitan antara UUJK dan UUBG maka perlu

    dilihat tiga pihak yang saling berkaitan dalam industri konstruksi, yaitu

    pemerintah, penyedia jasa dan pemilik/pengguna jasa.

    Dalam pelaksanaannya, ketiga pihak tersebut pada prinsipnya memiliki

    kepentingan masing-masing, yaitu:

    1. Pemerintah memiliki landasan hukum yang mendasari kinerjanya, baik

    berupa UU, PP, Perpres, Permen, maupun Perda.

    2. Penyedia Jasa memiliki berbagai landasan kinerjanya, baik berupa

    kode etik, standar teknis, ataupun anggaran dasar/rumah tangga.

    3. Pemilik/Pengguna Jasa memiliki kepentingan yang mendasari

    kinerjanya yaitu berupa program kebutuhan.

    Terdapat tiga bentuk interaksi antara ketiga pihak tersebut:

    1. Hubungan antara Pemerintah dengan Pemilik/Pengguna Jasa.

    Dimana dalam konteks bangunan gedung, interaksi keduanya banyak

    diatur dalam UUBG yaitu dalam hal dengan IMB, SLF dan TABG.

  • 2 - 4

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    2. Hubungan antara Penyedia Jasa dengan Pemilik/Pengguna Jasa.

    Dimana interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK, yaitu dalam

    hal hubungan kerjasama (kontrak).

    3. Hubungan antara Pemerintah dengan Penyedia Jasa. Dimana

    interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK dalam hal Izin Usaha

    dan Sertifikasi serta diikat dengan berbagai ketentuan dalam lingkup

    asosiasi profesi, asosiasi badan usaha, dan lain-lain.

    Secara lebih jelas skema mengenai peran UUJK dan UUBG dalam industri

    konstruksi dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

    Gambar 2.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung

    Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, perangkat

    pengaturan mengenai bangunan gedung secara berhirarki dapat dijelaskan

    sebagai berikut:

    1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

    yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi

    norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

    Pelaksanaan UUBG, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan

    IJIN USAHA SERTIFIKASI

    KONTRAK IMB SLF

    TABG

  • 2 - 5

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    gedung yang berisi aturan pelaksanaan dari setiap norma dalam

    UUBG;

    3. Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan

    Bangunan Gedung Negara, yaitu dokumen pengaturan bidang

    bangunan gedung negara yang berisi aturan teknis yang secara

    khusus mengatur mengenai gedung dan rumah negara;

    4. Pedoman Teknis dalam bentuk Peraturan Menteri bidang bangunan

    gedung, yaitu dokumen-dokumen pengaturan yang berisi aturan teknis

    yang secara khusus mengatur mengenai hal-hal tertentu dalam

    penyelenggaraan bangunan gedung;

    5. Standar Teknis dalam bentuk Standar Nasional Indonesia bidang

    bangunan gedung, yaitu dokumen-dokumen yang berisi standar teknis

    hasil penelitian mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan

    bangunan gedung;

    6. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen

    pengaturan di daerah yang mengatur norma-norma penyelenggaraan

    bangunan gedung di daerah yang bersifat spesifik sesuai karakteristik

    lokal.

    Secara lebih jelas skema mengenai pengaturan bangunan gedung di Indonesia

    dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

    Gambar 2.3. Pengaturan Bangunan Gedung

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

  • 2 - 6

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    2.1.4. Alur Pikir UU-BG

    Secara umum, alur pikir dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang

    Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Identifikasi kondisi yang ada sebagai dasar pembentukan UUBG, yaitu

    mengenai penyelenggaraan bangunan gedung, karakteristik bangunan

    gedung di Indonesia dan berbagai kejadian yang terjadi terkait dengan

    bangunan gedung (termasuk bencana alam;

    Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dirumuskan asas dari UUBG, yaitu

    kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.

    Mengacu pada keempat azas tersebut, dirumuskan Lingkup Pengaturan

    dalam UUBG, dimana terdapat 3 kelompok pengaturan utama yaitu

    Fungsi, Persyaratan dan Penyelenggaraan bangunan gedung. Selain itu

    terdapat 3 kelompok pengaturan yang menunjang operasionalisasi

    penyelenggaraan bangunan gedung yaitu Peran Masyarakat, Pembinaan

    dan Sanksi.

    Keseluruhan lingkup pengaturan tersebut diharapkan dapat menjawab

    tujuan dari pembentukan UUBG, yaitu tercapainya BG yang fungsional dan

    efisien, tercapainya tertib penyelenggaraan BG dan tercapainya kepastian

    hukum dalam penyelenggaraan BG.

    Secara lebih jelas skema mengenai alur pikir muatan pengaturan Undang-Undang

    Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dapat dilihat pada ilustrasi di

    bawah ini.

    Gambar 2.4. Alur Pikir UU-BG

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

  • 2 - 7

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    2.1.5. Sistematika UU-BG

    Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terdiri dari

    10 bab dan 49 pasal pengaturan. Secara umum, muatan pengaturan dalam

    UUBG dapat dikelompokan menjadi: 1) Pembukaan, yang terdiri dari Judul,

    Konsideran dan Dasar Hukum; 2) Pengaturan Umum, yang terdiri dari

    Ketentuan Umum, Azas, Tujuan dan Lingkup; 3) Pengaturan Pokok, yang

    terdiri dari Fungsi, Persyaratan, Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Peran

    Masyarakat, dan Pembinaan; serta 4) Pengaturan Penunjang, yang terdiri dari

    Sanksi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.

    Secara lebih jelas mengenai sistematika muatan pengaturan UUBG dapat

    dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

    Gambar 2.5. Sistematika UU-BG

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL

    Tahun 2012 merupakan dasawarsa atau sepuluh tahun sejak diundangkannya

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undang-

    undang ini mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

    penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia yang bersifat pokok dan

    normatif. Sebagai turunan dari undang-undang tersebut, telah ditetapkan

    Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan

    dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

    Sebagai peraturan operasionalisasinya, dalam PP nomor 36 tahun 2005

    diamanahkan penyusunan peraturan menteri, dimana terdapat 9 substansi

  • 2 - 8

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    pengaturan yang perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri. Namun

    demikian untuk menjawab kebutuhan operasionalisasi penyelenggaraan

    bangunan gedung, sejak tahun 2006 telah ditetapkan sebanyak 16 peraturan

    menteri di bidang penataan bangunan dan lingkungan, sebagai turunan dari UU

    dan PP tentang bangunan gedung.

    Secara lebih jelas mengenai daftar pengaturan Kementerian Pekerjaan Umum

    dalam bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan dapat dilihat pada tabel di

    bawah ini.

    Tabel 2.1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL

    TAHUN PRODUK PERATURAN

    2006

    1. PERMEN PU No. 19/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN TEKNIS RUMAH DAN BANGUNAN GEDUNG TAHAN GEMPA

    2. PERMEN PU No. 29/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG

    3. PERMEN PU No. 30/PRT/M/2006 TTG PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS PADA BG DAN LINGKUNGAN

    2007

    4. PERMEN PU No. 05/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS RUSUNA BERTINGKAT TINGGI

    5. PERMEN PU No. 06/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

    6. PERMEN PU No. 24/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

    7. PERMEN PU No. 25/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN SERTIFIKAT LAIK FUNGSI

    8. PERMEN PU No. 26/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG

    9. PERMEN PU No. 45/PRT/M/2007 TTG PEDOMAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA

    2008

    10. PERMEN PU No. 24/PRT/M/2008 TTG PERAWATAN DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN GEDUNG

    11. PERMEN PU No. 25/PRT/M/2008 TTG RENCANA INDUK SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN KOTA

    12. PERMEN PU No. 26/PRT/M/2008 TTG SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG DAN LINGKUNGAN

    2009 13. PERMEN PU No. 20/PRT/M/2009 TTG MANAJEMEN PROTEKSI KEBAKARAN

    DI PERKOTAAN

    2010

    14. PERMEN PU No. 16/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN TEKNIS PEMERIKSAAN BERKALA BANGUNAN GEDUNG

    15. PERMEN PU No. 17/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN TEKNIS PENDATAAN BANGUNAN GEDUNG

    16. PERMEN PU No. 18/PRT/M/2010 TTG PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN

    2011 MODEL PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG aa

    Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2011 Ttg Pembangunan Bangunan Gedung Negara

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

  • 2 - 9

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    2.2. PENYELENGGARAAN BG

    2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia

    Secara umum, penyelenggaraan bangunan gedung dapat dijelaskan sebagai

    berikut:

    1. Pembangunan, yang terdiri dari:

    a. Perencanaan Pembangunan, yang dilengkapi dengan

    dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dilanjutkan

    dengan Pendataan.

    b. Pelaksanaan Konstruksi, yang dilengkapi dengan dokumen

    Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

    2. Pemanfaatan, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.

    3. Pelestarian, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.

    4. Pembongkaran, yang didahului dengan dokumen Rencana Teknis

    Pembongkaran (RTB).

    Secara lebih jelas skema umum mengenai penyelenggaraan bangunan gedung

    dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

    Gambar 2.6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    2.2.2. Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya

    Berdasarkan skema umum tersebut, maka secara lebih detail siklus

    penyelenggaraan bangunan gedung berdasarkan peraturan perundang-

    undangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini.

  • 2 - 10

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    Gambar 2.7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Umumnya

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah alur yang

    dibuat terlihat lebih lengkap dan lebih komprehensif. Pada skema ini dapat

    dilihat bahwa penyelenggaraan bangunan gedung dilaksanakan dengan

    mengacu pada UU, peraturan, pedoman, standar teknis dan Perda BG. Selain

    itu dapat dilihat juga bahwa setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung

    dapat dilaksanakan dengan melibatkan penyedia jasa (pihak ketiga).

    Hal lain yang berbeda juga dapat dilihat pada tahap perencanaan setiap

    bangunan gedung yang direncanakan harus mengacu pada RTRW, RDTR dan

    RTBL serta dilengkapi AMDAL dan Persetujuan/Rekomendasi Instansi lain

    untuk fungsi-fungsi tertentu.

    2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu

    Menurut PP nomor 36 tahun 2005, bangunan gedung tertentu adalah bangunan

    gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi

    khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan

    pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat

    menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

  • 2 - 11

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat lebih jelas bahwa bangunan gedung

    tertentu yang cenderung memiliki kompleksitas tertentu, sehingga

    membutuhkan pengelolaan secara khusus yang berbeda dengan bangunan

    gedung pada umumnya. Oleh karena itu, detail siklus penyelenggaraan

    bangunan gedung tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di

    Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini.

    Gambar 2.8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    Secara umum, alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu hampir

    sama dengan alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.

    Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah pada setiap

    tahapannya (Penyusunan RTBL, Perencanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan,

    Pelestarian dan Pembongkaran), bangunan gedung tertentu dipersyaratkan

    untuk melibatkan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) dan mendapatkan

    rekomendasi dari menteri yang terkait.

  • 2 - 12

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    2.3. AMANAH PENYUSUNAN PERDA BG

    2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002)

    UU 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanahkan disusunnya

    Perda Bangunan Gedung sebagai peraturan pelaksanaan UU ini dalam konteks

    penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Penyusunan Perda Bangunan

    Gedung diamanahkan di dalam UU- BG pada bagian Penjelasan Umum.

    Penjelasan Umum UU-BG berbunyi: ... Undang-undang ini mengatur hal-hal

    yang bersifat pokok dan normatif, sedangkan ketentuan pelaksanaannya akan

    diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah dan/atau peraturan perundang-

    undangan lainnya, termasuk Peraturan Daerah, dengan tetap

    mempertimbangkan ketentuan dalam undang-undang lain yang terkait dalam

    pelaksanaan undang-undang ini.

    2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005)

    Penyusunan Perda BG juga diamanahkan oleh PP 36 tahun 2005 tentang

    Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

    Bangunan Gedung. Terdapat 6 pasal yang mengamanahkan perlunya disusun

    Perda BG di daerah, yaitu:

    Pasal 9 ayat 4, yaitu mengenai Bangunan Gedung Adat;

    Pasal 98 ayat 3, yaitu mengenai penjagaan ketertiban

    penyelenggaraan bangunan gedung oleh masyarakat;

    Pasal 108 ayat 2, yaitu mengenai evaluasi substansi Perda BG oleh

    pemerintah pusat;

    Pasal 109 ayat 1, yaitu mengenai pengaturan Perda BG oleh Pemda

    sesuai ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan

    memperhatikan kondisi setempat;

    Pasal 109 ayat 2, yaitu mengenai penyusunan Perda-BG

    mempertimbangkan pendapat penyelenggara BG;

    Pasal 112 ayat 1, yaitu mengenai pengawasan Pemda terhadap

    penerapan Perda BG.

  • 2 - 13

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002)

    Sesuai dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam UU

    Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan

    bangunan gedung di daerah merupakan kewenangan Pemda setempat.

    Penyusunan Perda BG yang merupakan bentuk pengaturan dari

    penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, merupakan kewenangan

    Pemda setempat.

    2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan

    (38/2007)

    PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan juga

    mengamanahkan bahwa penyusunan Perda BG di daerah merupakan

    kewenangan Pemda. Hal ini dapat dilihat pada bagian Lampiran, dimana dalam

    bidang Bangunan Gedung dan Lingkungan, pada aspek pengaturan disebutkan

    bahwa:

    Pemerintah: Menetapkan peraturan perundang-undangan dan NSPK

    bidang bangunan gedung dan lingkungan;

    Pemerintah Provinsi: Menetapkan Perda BG Provinsi dengan

    mengacu pada NSPK nasional;

    Pemerintah Kabupaten/Kota: Menetapkan Perda BG Kabupaten/Kota

    dengan mengacu pada NSPK nasional.

    2.4. PENTINGNYA PERDA BG

    2.4.1. Permasalahan Umum dalam Penyelenggaraan BG

    Beberapa permasalahan yang umum terjadi dalam konteks penyelenggaraan

    bangunan gedung di Indonesia, antara lain:

    1. Bangunan gedung didirikan pada lokasi yang tidak sesuai dengan

    peruntukan tata ruang;

    2. Belum semua bangunan gedung mempunyai Izin Mendirikan

    Bangunan (IMB);

  • 2 - 14

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    3. Masyarakat membangun bangunan gedungnya sendiri, namun tidak

    memakai kaidah-kaidah teknis bangunan gedung yang benar;

    4. Bangunan gedung yang telah mempunyai IMB, masih banyak yang

    belum memenuhi persyaratan teknis.

    2.4.2. Ilustrasi Permasalahan dalam Penyelenggaraan BG

    Beberapa ilustrasi dari permasalahan yang umum terjadi dalam konteks

    penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia sebagaimana disebutkan di

    atas, adalah sebagai berikut:

    1 Bangunan Gedung Dibangun Tidak Sesuai Peruntukan

    2 Bangunan Gedung Dibangun Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis

  • 2 - 15

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    3 Rusaknya Bangunan Gedung Akibat Gempa Membahayakan Penghuninya

    4 Ketidakmampuan Bangunan Gedung Menanggulangi Kebakaran

    5 Ketidakmampuan Bangunan Gedung Mencegah Kecelakaan yang Terjadi

  • 2 - 16

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    6 Bangunan Gedung Dibangun Tidak Aksesibel Bagi Penderita Cacat

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    2.4.3. Dasar Pemikiran Pentingnya Perda BG

    Dalam pemanfaatannya, bangunan gedung dihadapkan dengan berbagai aspek

    yang mempengaruhinya, seperti:

    1. Ancaman bencana, seperti ancaman bencana gempa tektonik dan

    vulkanik, banjir, gunung berapi, tsunami, serta bahaya kebakaran.

    2. Tekanan iklim tropis, seperti kondisi curah hujan, cahaya matahari,

    kelembaban, dan kecepatan angin yang relatif tinggi sepanjang tahun.

    3. Kesesuaian konteks lingkungan, seperti adaptasi kearifan lokal,

    arsitektur lokal, dampak lingkungan serta tata bangunan dan lingkungan.

    4. Kepastian operasionalisasi, seperti fungsi, klasifikasi dan

    penyelenggaraan bangunan gedung.

    5. Peran stakeholders, seperti peran pemerintah, peran masyarakat dan

    peran tim ahli bangunan gedung.

    6. Kepastian hukum, seperti persyaratan administrasi, ketentuan

    perizinan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggaran.

    Setiap aspek tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

    penyelenggaraan bangunan gedung. Secara skematis berbagai aspek yang

    mempengaruhi bangunan gedung tersebut dapat dilihat pada gambar berikut

    ini.

  • 2 - 17

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    Gambar 2.9. Dasar Pemikiran Pentingnya Perda-BG

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    2.4.4. Manfaat Perda BG dalam Beberapa Pertimbangan

    Setiap aspek yang mempengaruhi bangunan gedung tersebut membutuhkan

    antisipasi dalam berbagai bentuk pengaturan. Hal inilah yang menjadi dasar

    pemikiran mengenai pentingnya Perda-BG di daerah sebagai bentuk antisipasi

    terhadap berbagai aspek yang mempengaruhi bangunan gedung. Berbagai

    bentuk pengaturan Perda-BG sebagai bentuk antisipasi dari berbagai aspek

    yang mempengaruhi yaitu:

    1. Terkait Antisipasi Ancaman Bencana, pengaturan meliputi:

    Pengaturan Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung

    2. Terkait Antisipasi Kondisi Iklim Tropis, pengaturan meliputi:

    Pengaturan Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung

    3. Terkait Kesesuaian Konteks Lingkungan, pengaturan meliputi:

    Pengaturan Persyaratan arsitektur

    Pengaturan Persyaratan dampak lingkungan

    Pengaturan Persyaratan Tata Bangunan

    Pengaturan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan

    Bangunan Gedung

    Manfaat: Wadah Kegiatan

    Manusia

    Ancaman

    Bencana Tekanan

    Iklim Tropis

    Kesesuaian Konteks

    Lingkungan

    Kepastian Operasiona-

    lisasi

    Kepastian Hukum

    Kab/Kota

    Membutuhkan arahan kenyamanan BG untuk mengadaptasi kondisi iklim tropis

    Membutuhkan arahan fungsi, klasifikasi dan penyelenggaraan

    BG untuk memudahkan operasionalisasi BG

    Membutuhkan arahan arsitektur, dampak lingkungan, dan tata bangunan untuk menyesuaikan BG dalam konteks lingkungan lokal

    Membutuhkan arahan keandalan BG untuk meminimalisasi dampak (jiwa dan materil) akibat bencana terhadap BG

    Peran Stakeholders

    Membutuhkan arahan peran pemerintah, masyarakat,

    dan TABG sebagai stakeholders dalam

    penyelenggaraan BG

    Membutuhkan arahan administratif, perizinan, dan sanksi sebagai bentuk kepastian hukum

    Dampak Dampak

    Pengaruh

    Pengaruh Pengaruh

    Pengaruh

  • 2 - 18

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    4. Terkait Kepastian Operasionalisasi, pengaturan meliputi:

    Pengaturan Fungsi Bangunan Gedung

    Pengaturan Klasifikasi Bangunan Gedung

    Pengaturan Penyelenggaraan Bangunan Gedung

    5. Terkait Peran Stakeholders, pengaturan meliputi:

    Pengaturan Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)

    Pengaturan Peran Masyarakat

    Pengaturan Pengawasan

    Pengaturan Pembinaan

    6. Terkait Kepastian Hukum, pengaturan meliputi:

    Pengaturan Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung

    Pengaturan Perizinan Bangunan Gedung

    Pengaturan Sanksi Pelanggaran

    Secara skematis, berbagai bentuk pengaturan mengenai bangunan gedung

    dalam Perda-BG, yang merupakan bentuk antisipasi dari berbagai aspek yang

    mempengaruhinya, dapat dilihat pada gambar berikut ini.

  • 2 - 19

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    Gambar 2.10. Manfaat Perda-BG dalam Beberapa Aspek Petimbangan

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dilihat manfaat Perda-BG

    berkaitan dengan setiap aspek yang mempengaruhi bangunan gedung. Dengan

    diberlakukannya dan diimplementasikannya Perda-BG di daerah, maka

    berbagai dampak maupun pengaruh dari setiap aspek tersebut dapat

    diantisipasi untuk mencapai asas dan tujuan penyelenggaraan bangunan

    gedung.

    2.5. LOKALITAS PENGATURAN PENYELENGGARAAN

    BG DI DAERAH

    2.5.1. Terkait Kebencanaan

    Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung, aspek kebencanaan di

    Indonesia menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Faktor kebencanaan

    yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah bersifat

    spesifik lokal, artinya antara daerah satu dengan daerah yang lainnya memiliki

    kondisi kebencanaan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan perlakuan

    yang berbeda-beda pula.

    PERDA tentang Bangunan Gedung

    Asas & Tujuan

    Pengaturan

    Terkait Kepastian Operasionalisasi:

    Pengaturan Fungsi

    Bangunan Gedung Pengaturan Klasifikasi

    Bangunan Gedung Pengaturan

    Penyelenggaraan Bangunan Gedung

    Terkait Kesesuaian Konteks Lingkungan:

    Pengaturan Persyaratan

    arsitektur Pengaturan Persyaratan

    dampak lingkungan Pengaturan Persyaratan

    Tata Bangunan Pengaturan Rencana Tata

    Bangunan dan Lingkungan

    Terkait Peran Stakeholders: Pengaturan Tim Ahli Bangunan

    Gedung (TABG) Pengaturan Peran Masyarakat Pengaturan Pengawasan Pengaturan Pembinaan

    Terkait Kepastian Hukum:

    Pengaturan Persyaratan Administrasi Bangunan Gedung

    Pengaturan Perizinan Bangunan Gedung

    Pengaturan Sanksi Pelanggaran

    Terkait Antisipasi Kondisi Iklim Tropis:

    Pengaturan Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung

    Terkait Antisipasi Ancaman Bencana:

    Pengaturan Persyaratan Keandalan

    Bangunan Gedung

    Manfaat Manfaat

    Manfaat

    Manfaat

    Manfaat

    Manfaat

  • 2 - 20

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    United Nations International Stategy for Disaster Reduction (UNISDR; Badan

    PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana) menilai bahwa

    Indonesia merupakan negara yang paling rawan terjadi bencana alam di dunia.

    Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,

    banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan rawan terjadi di

    Indonesia. Hal yang sama juga diperkuat oleh Indeks Rawan Bencana

    Indonesia (IRBI) yang dipublikasi oleh Badan Nasional Penanggulangan

    Bencana (BNPB) pada tahun 2011.

    Berdasarkan Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2011, hasil

    penilaian dengan pendekatan Multiple Hazard dilakukan untuk tingkat provinsi

    dan tingkat kabupaten/kota.

    Indeks Rawan Bencana Multiple Hazard merupakan kajian dan penilaian

    terhadap kerawanan setiap daerah terhadap bahaya bencana secara multiple,

    yaitu Banjir, Gempa Bumi, Gempa Bumi Dan Tsunami, Kebakaran

    Permukiman, Kekeringan, Angin Topan, Banjir Dan Tanah Longsor, Tanah

    Longsor, Letusan Gunung Api, Gelombang Pasang/Abrasi, Kebakaran Hutan

    Dan Lahan, Kecelakaan Industri, Kecelakaan Transportasi, Konflik / Kerusuhan

    Sosial, Kejadian Luar Biasa (KLB).

    Indeks rawan bencana ini bertujuan untuk memberikan informasi tingkat

    kerawanan bencana tiap-tiap kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan tingkat

    kerawanan ini dapat digunakan oleh berbagai pihak untuk melakukan analisis

    mengenai kelembagaan, pendanaan, perencanaan, statistik dan

    operasionalisasi penanggulangan bencana.

    Kementerian PU telah menetapkan Peta Zonasi Gempa Indonesia sebagai

    sumber informasi zonasi gempa tiap wilayah di Indonesia, pada tanggal 1 Juli

    2010 sebagai materi revisi SNI 03-1726-2002 tentang tata cara perencanaan

    ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.

  • 2 - 21

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  • 2 - 22

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

  • 2 - 23

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  • 2 - 24

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

  • 2 - 25

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  • 2 - 26

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

  • 2 - 27

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  • 2 - 28

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

  • 2 - 29

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  • 2 - 30

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

  • 2 - 31

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

  • 2 - 32

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    2.5.2. Terkait Tradisionalitas

    Indonesia merupakan bangsa majemuk yang terdiri dari beragam elemen

    multikultural di dalamnya. Secara administratif, Indonesia terdiri dari 34 provinsi dan

    502 kabupaten/kota. Indonesia terdiri dari 3 etnis besar, 50 suku bangsa, dan 700

    kelompok etnis dengan adat istiadat dan norma adatnya masing-masing. Di

    Indonesia diakui 6 agama besar serta kepercayaan kepada Tuhan YME.

    Kota-kota di Indonesia dapat dikatakan sedang mengalami krisis identitas. Relatif

    tidak ada ciri khusus yang membedakan satu kota dengan kota lainnya. Wajah kota

    mengalami penyeragaman. Di beberapa daerah terlihat ada upaya untuk

    menampilkan ciri berupa elemen arsitektur tradisional setempat, namun kebanyakan

    terjebak pada pemasangan tempelan yang tidak terencana dengan baik, sehingga

    terkesan dipaksakan.

    Mestinya kota-kota di Indonesia menggali sumber identitas dari khasanah arsitektur

    tradisional yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Dengan kekayaan arsitektur

    Nusantara yang dimiliki, sangat potensial untuk menampilkan kota-kota yang

    berwajah cantik dan masing-masing memiliki ciri sesuai dengan daerahnya. Bila hal

    ini dapat direalisasikan, sangat membanggakan kota-kota yang berwajah khas dan

    memberikan kesan mendalam bagi para pengunjungnya.

    Patut disayangkan, dari sekian banyak daerah di Indonesia nampaknya hanya Bali

    yang mampu menghadirkan kota-kota berwajahkan khasanah arsitektur lokal yang

    tidak berkesan dipaksakan. Di daerah lain, upaya menampilkan elemen arsitektur

    tradisional kurang digarap dengan baik, sehingga hasilnya adalah tempelan atap

    Minangkabau, atap joglo atau atap Toraja yang tidak pas dengan bangunan yang

    ditempeli.

    Potret tradisionalitas yang bersifat spesifik lokal setiap wilayah di Indonesia

    dapat dilihat pada kompilasi sebagai berikut.

  • 2 - 33

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    WILAYAH SUMATERA

  • 2 - 34

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    WILAYAH JAWA

  • 2 - 35

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    WILAYAH BALI DAN NUSA TENGGARA

  • 2 - 36

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    WILAYAH KALIMANTAN

  • 2 - 37

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    WILAYAH SULAWESI

  • 2 - 38

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    WILAYAH MALUKU

  • 2 - 39

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    WILAYAH PAPUA

    Sumber: Tim Penyusun, 2012

    2.5.3. Terkait Kearifan Lokal

    Sebagai negara yang memiliki keragaman adat istiadat yang sangat tinggi, di

    Indonesia juga dikenal dan berlaku berbagai bentuk kearifan lokal yang

    berkaitan dengan bangunan gedung. Kearifan lokal yang dimaksud berkaitan

    dengan ketentuan atau hukum adat yang berlaku di beberapa daerah di

    Indonesia sebagai warisan turun temurun dari leluhur dalam komunitas

    tersebut.

    Dalam hal ini, di beberapa daerah di Indonesia diketahui bahwa ketentuan atau

    hukum adat yang berlaku mempengaruhi penyelenggaraan bangunan gedung

    di daerah tersebut. Beberapa daerah yang memiliki ketentuan atau hukum adat

  • 2 - 40

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

    yang kuat dan memiliki pengaruh terhadap penyelenggaraan bangunan gedung

    diantaranya adalah di Sumatera Barat, Kalimantan, Bali, Tana Toraja dan

    Papua. Namun demikian menurut penelitian antropologi oleh Ter Haar, (Bushar

    Muhammad), dijelaskan bahwa hampir di seluruh kepulauan Indonesia pada

    tingkat rakyat jelata terdapat nilai, tata aturan ataupun norma adat yang

    mengikat masyarakat di suatu komunitas dengan batasan tertentu.

    Beberapa aspek nilai, tata aturan ataupun norma adat yang memiliki pengaruh

    terhadap penyelenggaraan bangunan gedung antara lain:

    1. Masyarakat Adat

    Pada beberapa masyarakat adat yang memiliki nilai yang kuat,

    ketentuan yang berlaku di dalamnya memiliki pengaruh luas ke

    berbagai perikehidupan masyarakat, bahkan dalam hal pengaturan

    kampung, orientasi bangunan, langgam tradisional, hingga hal teknis

    seperti ukuran ataupun konstruktsi bangunan.

    2. Lembaga Adat

    Dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung, lembaga adat

    dalam struktur masyarakat pada tingkatan kaum, suku ataupun nagari

    memiliki peran dalam pemberian izin pemanfaatan terhadap harta

    kekayaan berupa tanah ulayat. Oleh karena itu dalam konteks

    penyelenggaraan bangunan gedung yang dilakukan di atas tanah

    ulayat, kelembagaan adat memiliki pengaruh yang cukup penting.

    3. Tanah Ulayat

    Tanah ulayat sebagai harta kekayaan masyarakat adat, dapat

    dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat adat tersebut, termasuk

    pembangunan bangunan gedung di atasnya. Namun demikian, karena

    di atas tanah ulayat berlaku ketentuan atau hukum adat maka dalam

    proses penyelenggaraan bangunan gedung di atas tanah ulayat harus

    menyesuaikan dengan ketentuan atau hukum adat yang berlaku.

    4. Aturan Adat

    Di dalam setiap masyarakat adat memiliki berbagai aturan adat yang

    mengikat komunitas yang bersangkutan dalam berbagai aspek

    kehidupannya. Dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung, di

    beberapa daerah di Indonesia dikenal berbagai aturan adat yang

    mengikat masyarakat lokal. Aturan adat dalam konteks

    penyelenggaraan bangunan gedung di dalam masyarakat adat

  • 2 - 41

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    umumnya memiliki makna filosofis yang diyakini kebenarannya secara

    turun temurun.

    Beberapa contoh kearifan lokal yang mempengaruhi penyelenggaraan

    bangunan gedung di beberapa daerah di Indonesia antara lain:

    1. Di Bali terdapat aturan adat yang membatasi ketinggian bangunan

    gedung, dimana ketinggian bangunan gedung tidak boleh melebihi

    tinggi pohon kelapa yaitu setinggi 15 meter. Aturan ini dipatuhi oleh

    masyarakat adat setempat dan juga mengikat masyarakat umum

    lainnya yang membangun bangunan di wilayah Bali. Bahkan dalam

    perkembangannya, aturan ini dikukuhkan dalam Perda RTRW Provinsi

    Bali, sehingga memiliki kekuatan hukum yang kuat.

    2. Di Toraja terdapat aturan yang bersifat teknis untuk rumah

    tradisionalnya, yaitu Tongkonan. Secara umum, Tongkonan memiliki

    ketentuan sebagai berikut:

    Rumah harus menghadap utara (Puang Matua) sebutan

    untuk tuhan yang maha esa.

    Letak pintu di bagian depan rumah, sedangkan di sisi barat

    dan timur terdapat jendela kecil.

    Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kolong (Sulluk Banua), badan

    bangunan (Kale Banua) dan atap (Ratiang Banua).

    Bentuk atapnya melengkup mirip tanduk kerbau, karena

    melambangkan kemakmuran & status

    3. Di Minangkabau terdapat aturan yang mengatur pembangunan

    rumah gadang. Sejak tahap awal, proses pembangunan rumah

    gadang tidak bisa diputuskan sendiri oleh masyarakat melainkan harus

    melalui permusyawarahan antara orang-orang sekaum. Hal-hal yang

    dimusyawarahkan antara lain yaitu patut tidaknya pembangunan

    rumah gadang itu dilaksanakan, penentuan bentuk dan ukuran rumah

    gadang, jumlah gonjong pada rumah gadang, letak yang tepat rumah

    gadang dibangun. Selain itu, juga terdapat persyaratan pembangunan

    rumah gadang seperti peraturan dan luas perkampungan, tidak boleh

    didirikan di atas tanah yang basah, rendah atau labil, atau di atas

    lahan pertanian, serta orientasi yang tidak membelakangi Gunung

    Merapi.

  • 2 - 42

    Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    B A B I I P E M A H A M A N U M U M

  • BBAABB IIIIII

    KKEETTEENNTTUUAANN UUMMUUMM

    PPEENNDDAAMMPPIINNGGAANN

    KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA

  • B A B I I I K E T E N T U A N U M U M

    3 - 2 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    3.1. PENGERTIAN

    Beberapa pengertian yang berkaiatn dalam Peraturan Daerah tentang

    Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang

    menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya

    berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi

    sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian

    atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan

    sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

    2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya

    untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha,

    maupun fungsi sosial dan budaya.

    3. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan

    untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang

    dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan

    pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat

    menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

    4. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan

    gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan

    persyaratan teknisnya.

    5. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan

    oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung

    untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,

    dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan

    administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

    6. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan

    yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah

    untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.

    7. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase

    perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan

  • P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    3 - 3 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai

    rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    8. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase

    perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas

    tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana

    tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    9. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan

    antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang

    diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah

    perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata

    ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    10. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase

    perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah

    perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata

    ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    11. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil

    perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan

    dengan peraturan daerah.

    12. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTR-KP) adalah

    penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam

    rencana pemanfaatan kawasan perkotaan.

    13. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan

    rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan

    ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan,

    rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan

    pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

    14. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan

    gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan

    gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem.

    15. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran

    lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis

    penyelenggaraan bangunan gedung.

  • B A B I I I K E T E N T U A N U M U M

    3 - 4 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    16. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata

    cara, standar spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar

    Nasional Indonesia maupun standar internasional yang diberlakukan

    dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

    17. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan

    yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi,

    serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan

    gedung.

    18. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung,

    penyedia jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan

    gedung.

    19. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok

    orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik

    bangunan gedung.

    20. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung

    dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan

    dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau

    mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai

    dengan fungsi yang ditetapkan.

    21. Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang

    terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan

    pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis

    dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan

    masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan

    gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per

    kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu

    tersebut.

    22. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi

    persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi

    bangunan gedung yang ditetapkan.

    23. Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan

    gedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana,

    pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja yang terdiri

  • P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    3 - 5 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    atas: rencana arsitektur, rencana struktur, rencana mekanikal/elektrikal,

    rencana tata ruang luar, rencana tata ruang-dalam/interior serta rencana

    spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis

    pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.

    24. Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan

    gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan

    pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses

    pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran

    bangunan gedung.

    25. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang

    perorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan

    jasa konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencana teknis,

    pelaksana konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk

    pengkaji teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi lainnya.

    26. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung

    beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik

    fungsi.

    27. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian

    bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana

    dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

    28. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan

    adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung

    ke bentuk aslinya.

    29. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta

    pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk

    mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya

    atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.

    30. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung

    adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan

    kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga

    ketertiban, memberi masukan, menyampaikan pendapat dan

    pertimbangan, serta melakukan gugatan perwakilan berkaitan dengan

    penyelenggaraan bangunan gedung.

  • B A B I I I K E T E N T U A N U M U M

    3 - 6 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    31. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha

    dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan

    gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang

    berkepentingan dengan penyelenggaraanbangunan gedung.

    32. Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan

    penyelenggaraan bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau

    lebih yang mewakili kelompok dalam mengajukan gugatan untuk

    kepentingan mereka sendiri dan sekaligus mewakili pihak yang

    dirugikan yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil

    kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.

    33. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan

    pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka

    mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap

    penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan

    tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya,

    serta terwujudnya kepastian hukum.

    34. Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan

    perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan

    gedung sampai di daerah dan operasionalisasinya di masyarakat.

    35. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan

    peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya

    penegakan hukum.

    36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden

    Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

    Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

    Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    37. Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah

    sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk

    Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.

    38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan

    di bidang pekerjaan umum.

  • P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    3 - 7 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    3.2. LANDASAN HUKUM

    Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum

    penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung yaitu:

    1. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat atribusi, yaitu

    peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenanganan

    kepada Pemerintahan Daerah untuk membuat Perda, antara lain:

    a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945;

    b. Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota

    bersangkutan;

    c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

    Daerah.

    2. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat delegasi, yaitu

    peraturan perundang-undangan yang memberikan amanah untuk

    disusunnya Perda tentang bangunan gedung, antara lain:

    a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan

    Gedung;

    b. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan

    Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

    Bangunan Gedung.

    3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis, yaitu peraturan

    perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai teknis

    penyusunan Perda, antara lain:

    a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan

    Peraturan Perundang-undangan;

    b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2011 tentang

    Pembentukan Produk Hukum Daerah.

    4. Peraturan perundang-undangan yang bersifat substansial, yaitu

    peraturan perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai

    substansi penyelenggaraan bangunan gedung, antara lain:

    a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006

    tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;

    b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006

    tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas pada Bangunan

    Gedung dan Lingkungan;

  • B A B I I I K E T E N T U A N U M U M

    3 - 8 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007

    tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung

    Negara;

    d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007

    tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan;

    e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007

    tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi bangunan Gedung;

    f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007

    tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;

    g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008

    tentang Pedoman Pemeliharan dan Perawatan Bangunan Gedung;

    h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008

    tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistim

    Proteksi Kebakaran;

    i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008

    tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada

    Bangunan Gedung dan Lingkungan;

    j. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009

    tentang Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di

    Perkotaan.

    3.3. KLASIFIKASI STATUS PERDA BG

    Klasifikasi status Ranperda-BG menurut kondisi dari setiap kabupaten/kota

    pada dasarnya dapat dikelompokan dalam 5 status. Setiap klasifikasi status

    Ranperda-BG menurut kondisinya dapat dikaitkan dengan kebutuhan

    pendampingan penyusunan Ranperda-BG. Keterkaitan antara klasifikasi status

    Ranperda-BG menurut kondisinya dengan kebutuhan pendampingan dapat

    dilihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 3.1. Keterkaitan antara Status Ranperda-BG dengan Kebutuhan Pendampingan

    STATUS KONDISI KEBUTUHAN INTERVENSI

    PENDAMPINGAN

    STATUS 1 Belum Menyusun

    Ranperda-BG

    1. Tahap persiapan

    2. Tahap survei

    3. Tahap penyusunan naskah akademik

    4. Tahap perumusan Ranperda-BG

    5. Tahap pembahasan Ranperda-BG

    6. Tahap konsensus

    7. Tahap finalisasi

  • P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    3 - 9 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    STATUS KONDISI KEBUTUHAN INTERVENSI

    PENDAMPINGAN

    STATUS 2 Proses Penyusunan

    Ranperda-BG

    1. Tahap penyusunan naskah akademik

    2. Tahap perumusan Ranperda-BG

    3. Tahap pembahasan Ranperda-BG

    4. Tahap konsensus

    5. Tahap finalisasi

    STATUS 3 Proses Legislasi

    DPRD

    1. Percepatan Program Legislasi Daerah

    (Prolegda)

    2. Advokasi kepada Legislatif dan

    Masyarakat

    STATUS 4 Sudah Memiliki Perda-

    BG

    Tidak membutuhkan pendampingan

    Sumber: Tim Penyusun, 2011

    3.4. NASKAH AKADEMIS

    Naskah akademis merupakan suatu dokumen kajian akademis yang disusun

    menggunakan pendekatan dan langkah-langkah ilmiah sehingga dapat

    dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Naskah akademis tidak berarti harus

    disusun oleh akademisi atau perguruan tinggi saja, tetapi dapat disusun oleh

    siapa saja selama menggunakan pendekatan dan langkah-langkah ilmiah serta

    dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

    Berdasarkan UU No 12 tahun 2011, Naskah Akademis untuk Perda Provinsi

    dan Kabupaten/Kota bersifat tidak wajib, artinya boleh dibuat atau boleh tidak

    dibuat. Pada pasal 56 ayat 2 disebutkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah

    Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan penjelasan atau

    keterangan dan/atau Naskah Akademik (Ketentuan untuk Kabupaten/Kota

    berlaku mutatis mutandis). Dengan adanya frasa dan/atau menegaskan

    bahwa Naskah Akademis boleh dibuat atau boleh tidak dibuat, sedangkan yang

    wajib dibuat adalah penjelasan atau keterangan dari Ranperda tersebut.

    Walaupun tidak diwajibkan oleh UU namun dalam Kegiatan Pendampingan

    Penyusunan Ranperda BG ini, penyusunan Naskah Akademis menjadi salah

    satu keluaran yang diwajibkan untuk dibuat.

    Ketentuan mengenai penyusunan Naskah Akademis mengacu pada Lampiran I

    UU No 12 tahun 2011 mengenai Teknik Penyusunan Naskah Akademik

    Rancangan UU, Rancangan Perda Provinsi, Dan Rancangan Perda

    Kabupaten/Kota. Dimana berdasarkan ketentuan tersebut, muatan Naskah

    Akademis terdiri dari 6 bab, yang meliputi:

  • B A B I I I K E T E N T U A N U M U M

    3 - 10 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    Judul

    Kata Pengantar

    Daftar Isi, Daftar Tabel Dan Daftar Gambar

    Bab I Pendahuluan

    Bab II Kajian Teoretis Dan Praktik Empiris

    Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait

    Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Dan Yuridis

    Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan, Dan Ruang Lingkup Materi

    Muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

    Bab VI Penutup

    Daftar Pustaka

    Lampiran: Rancangan Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung

    3.5. MODEL PERDA BG

    Untuk membantu pemerintah daerah dalam proses penyusunan Perda BG,

    pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Penataan Bangunan dan

    Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum,

    menyiapkan Model Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung.

    Hal ini dilakukan sesuai amanah pasal 106 ayat 3 dari PP Nomor 36 tahun

    2005 yang berbunyi: Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis dalam

    penyusunan peraturan dan kebijakan daerah di bidang bangunan gedung yang

    dilakukan oleh pemerintah daerah. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 106

    ayat 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain

    memberikan Model Perda BG dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan

    peraturan daerah tentang bangunan gedung.

    Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan

    contoh pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang telah

    mengakomodasi berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan,

    pedoman teknis dan standar teknis di Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini

    adalah Model Perda BG yang dibuat merupakan acuan dan contoh, sehingga

    tidak bersifat mengikat dan tidak mengharuskan setiap norma pengaturan

    untuk sama persis. Akan tetapi Model Perda BG dibuat untuk memudahkan

    dan mempercepat proses penyusunan di daerah yang pada proses

    penyusunannya berbagai norma pengaturan dalam Model Perda BG perlu

    ditajamkan dengan berbagai muatan lokal yang ada dan berlaku di setiap

  • P A ND UA N Pendampingan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung

    3 - 11 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    daerah. Sehingga walaupun pada awalnya mengacu pada Model Perda BG,

    namun pada akhirnya diharapkan setiap Perda BG yang dihasilkan setiap

    daerah dapat berbeda satu dengan yang lain dan bersifat spesifik.

    Model Perda BG yang telah disusun ini, selanjutnya dikuatkan dengan

    legalisasi berbentuk Surat Edaran dari Menteri Pekerjaan Umum. Legalisasi ini

    dimaksudkan agar Model Perda BG memiliki kejelasan legalitas untuk dapat

    dijadikan acuan dalam proses penyusunan Ranperda BG di daerah.

    Secara kronologis, Model Perda BG sudah 3 kali mengalami penyempurnaan

    sejak pertama kali dibuat. Model Perda BG pertama kali dibuat pada tahun

    2003 pasca UU-BG (UU 28/2002) ditetapkan. Selanjutnya dilakukan

    penyempurnaan pertama kali pada tahun 2007 pasca PP-BG (PP 36/2005)

    ditetapkan. Penyempurnaan kedua kali dilakukan pada tahun 2010 pasca

    terjadinya bencana di Padang dan Yogyakarta. Penyempurnaan kedua ini

    dilakukan PBL bekerjasama dengan JICA yang memiliki pengalaman dalam hal

    penyelenggaraan bangunan gedung tahan gempa. Terakhir penyempurnaan

    ketiga kali dilakukan pada tahun 2012 pasca UU 12/2011 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan dan bertepatan

    dengan momentum dasawarsa UU-BG.

    Sistematika penjabaran dalam Model Perda BG antara lain meliputi:

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Judul;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Pembukaan;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Batang Tubuh;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Penutup;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Penjelasan

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Lampiran (Jika Diperlukan).

    Sedangkan muatan pengaturan minimal yang dijabarkan di dalam Model Perda

    BG meliputi 12 bab, yaitu:

    Bab I Ketentuan Umum;

    Bab II Fungsi Dan Klasifikasi Bangunan Gedung;

    Bab III Persyaratan Bangunan Gedung;

    Bab IV Penyelenggaraan Bangunan Gedung;

    Bab V Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG);

    Bab VI Peran Masyarakat;

  • B A B I I I K E T E N T U A N U M U M

    3 - 12 Kem e n t er i a n P ek er j aa n U m u m

    Di rek t o r a t J e n de r a l C i p t a K a r ya

    Bab VII Pembinaan;

    Bab VIII Sanksi Administratif;

    Bab IX Ketentuan Penyidikan;

    Bab X Ketentuan Pidana;

    Bab XI Ketentuan Peralihan; dan

    Bab XII Ketentuan Penutup.

    3.6. METODOLOGI PENDAMPINGAN DI DAERAH

    Metodologi pelaksanaan kegiatan Pendampingan Penyusunan Ranperda BG di

    Daerah secara umu