Upload
karlina-rahmi
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/18/2019 3-282
1/33
PEMBELAJARAN BERBASIS ASESMEN OTENTIK DALAM
RANGKA IMPLEMENTASI SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SKM)1
Oleh: AAIN. Marhaeni2
=======================================================
1. Pendahuluan
Pergeseran paradigma pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi yang
dicirikan dengan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan bottom-up telah mengubah
praktik pendidikan nasional kita. Hal ini tercermin dalam pengelolaan lembaga maupun
pengelolaan pembelajaran. Di tingkat kebijakan, ditetapkannnya delapan StandarPendidikan Nasional (SNP) menunjukkan adanya upaya untuk memfasilitasi
peningkatan mutu pendidikan dari berbagai perspektif yang mungkin dilakukan untuk
itu. Penetapan sekolah dengan kualitas tertentu sebagai sekolah kategori mandiri
(SKM) merupakan salahsatu upaya untuk itu.
PP No 19 tahun 2005, pasal 11 ayat (3) menyatakan bahwa beban belajar untuk
SMA dan bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal katagori mandiri
dinyatakan dalam SKS. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa SKM harus
menerapkan SKS. Penerapan sistem kredit semester didasarkan oleh kenyataan
bahwa kecepatan belajar seseorang (siswa) tidak sama disebabkan oleh keunikan
masing-masing dilihat dari potensi yang dimiliki dan minat. Dengan begitu, be ban
belajar masing-masing siswa perlu disesuaikan dengan potensi yang dimiliki tersebut.
Dalam SKM, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah
ada pada SI disusun menjadi satuan kredit semester (sks), menjadi 120 sks, yang
terdistribusi dalam berbagai mata pelajaran yaitu : (a) mata pelajaran wajib/pokok yangharus diambil oleh seluruh peserta didik; (b) pilihan paket, sebagai dasar untuk
mendukung bidang kemampuan yang akan dipilih di Perguruan Tinggi, (c) pilihan
1 Disampaikan dalam Pelatihan Peningkatan Kinerja Guru SMA 1 Kediri Tabanan, dalam Rangka Implementasi SKM;
tanggal 30 Desember 20082 Dosen Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha
8/18/2019 3-282
2/33
bebas, sesuai dengan bakat dan minat peserta didik, (d) kelompok MP Pilihan Paket,
meliputi berbagai bidang kemampuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan
ke pendidikan lebih lanjut, yang meliputi : Program akademik (teknik, Ilmu Kesehatan,
Sains, Ekonomi, Ilmu Sosial, Bahasa, Hukum dan sebagainya, dan program profesional
seperti politeknik. Beban belajar peserta didik dinyatakan dengan sks yaitu 16-27 sks
per-semester, dimana kecepatan belajar normal rata-rata 20 sks per-semester.
Adanya sistem ini mengisyaratkan pentingnya kinerja pembelajaran yang
optimal, sebab sangat penting guru berusaha menggali potensi siswa dengan cara-
cara pembelajaran yang berterima sesuai dengan karakteristik siswa. Sangat mungkin
sistem SKS ini tidak berhasil jika pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru tidak
bermutu.
2. Student-Centered Learning (SCL) Sebagai Inti Pembelajaran
SCL adalah refleksi dari ciri kehidupan global yang penuh dengan kompetisi
dalam perubahan yang sangat cepat. Lulusan SMP-BI harus memiliki kemampuan dan
strategi problem solving dan kemampuan berfikir kritis. Siswa harus berkembang
kompetensinya yang dibangun dari pengetahuan tentang fakta, konsep, prosedur, dan
metakognisi (Anderson dan Krathwohl, 2004; bandingkan dengan B. S. Bloom yangmembagi kemampuan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan
psikomotor). Sejauh ini, hal yang masih dirasakan kurang dalam proses pendidikan kita
adalah kurangnya latihan problem solving. Belajar secara problem solving adalah
learning to learn, yaitu kemampuan yang dicapai akan membantu siswa belajar
selanjutnya. Untuk itu, yang harus dibangun adalah kompetensi. Pembelajaran yang
content-based tidak tepat. Guru menggunakan konten/materi bukan sebagai sasaran
pembelajaran, namun sebagai jalan membangun kompetensi.
Menurut sejarahnya, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (Student-
Centered Learning, disingkat SCL) lahir pada awal abad ke-20, yaitu pada saat orang-
orang mulai meyakini bahwa pendidikan harus memperhitungkan peserta didik sebagai
unsur aktif dalam proses inkuiri, yaitu proses memecahkan masalah yang dihadapinya
8/18/2019 3-282
3/33
sendiri. Dibawah pengaruh perspektif pendidikan yang disebut Progressive Education
(lahir di Amerika Serikat) yang meyakini bahwa pengalaman langsung adalah inti dari
belajar, para pendukung Progressive Education menentang pembelajaran yang
menganggap bahwa peserta didik sebagai kantong kosong yang baru berisi bila diisi
oleh guru (teori Tabula Rasa). Bagi pendidikan progresif, peran guru adalah sebagai
fasilitator dan pemandu dalam proses pemecahan masalah peserta didik.
John Dewey adalah pelopor pandangan progresif ini. Dia menegaskan bahwa
kelas adalah laboratorium yang memotret kehidupan yang sebenarnya. Dia mengajak
guru untuk menggunakan masalah riil sehari-hari untuk dipecahkan oleh siswa, sebagai
bahan pembelajaran. Dewey menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna adalah
pembelajaran yang memuat masalah-masalah nyata yang sedang dihadapi, tidak
tentang hal-hal yang abstrak bagi siswa. Dewey dikenal dengan filosofi pendidikan
learning by doing. Ciri-ciri pembelajaran progresif antara lain, ruang kelas yang diatur
secara fleksibel, keleluasaan bagi peserta didik untuk bekerja kelompok maupun
individual sesuai dengan kebutuhannya, peserta didik ikut berperan dalam menentukan
aturan kelas, dan materi pembelajaran yang kaya dan variatif.
Selain pengaruh pendidikan progresif, juga ada pengaruh perspektif open
classroom yang meyakini bahwa peserta didik memiliki motivasi intrinsik untuk belajar,
dan dorongan dari dalam ini hanya bisa dipuaskan melalui kegiatan eksplorasi dan
pemecahan masalah ( problem solving ). Pada akhir tahun 70an, dibawah pengaruh
psikologi kognitif, berkembang perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran.
Konstruktivisme berarti bahwa peserta didik membangun (to construct )
pemahamannya tentang dunia. Berbicara mengenai konstruktivisme bukanlah berbicara
tentang suatu teknik tertentu dalam pembelajaran, melainkan kita berfikir tentang
proses perolehan pengetahuan dan asesmennya. Ada dua kata kunci dalamkonstruktivisme, yaitu mahasiswa aktif (active) dan memperoleh makna (meaning )
(Elliott, dkk, 2000); dimana pembelajaran konstruktivis tersebut digambarkan sebagai
berikut:
“Peserta didik tidak semata-mata merekam atau mengingat materi yang dipelajari,melainkan mengkonstruksi suatu representasi mental yang unik tentang materi
8/18/2019 3-282
4/33
tersebut, tugas yang akan dipentaskan, memilih informasi yang dianggapnya relevan,dan memahami informasi tersebut berdasarkan pengetahuan yang ada padanya, dankebutuhannya. Siswa menambahkan informasi yang diperlukannya tidak selalu darimateri yang disediakan guru. Ini merupakan suatu proses yang aktif karena siswa harusmelakukan berbagai kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotorik agar informasi tersebut
bermakna bagi dirinya “(p. 15, terjemahan oleh penulis makalah).Belakangan, berbagai interpretasi muncul tentang bagaimana konstruksi
pengetahuan itu terwujud pada peserta didik; ada yang mengatakan bahwa peserta
didik itu sendiri mampu membangunnya, tapi ada pula yang mengatakan bahwa
konstruksi pengetahuan terjadi dalam interaksi sosial seperti teman sebaya, dan
keluarga. Yang pertama diwakili oleh J. Piaget, yang mengatakan bahwa konstruksi
makna terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah akuisisi
pengetahuan yang sesuai dengan yang telah ada sebelumnya; dan akomodasi adalah
proses akuisisi terhadap hal-hal baru yang belum ada dalam skema (pengetahuan yang
tersimpan dibenak) yang bersangkutan. Di lain pihak, Vygotsky mengatakan bahwa
konstruksi pengetahuan terjadi melalui proses interaksi sosial dengan orang lain yang
lebih mampu (dalam istilah Vygotsky: skilled individuals). Diyakini bahwa konstruksi
makna akan terjadi jika proses akuisisi pengetahuan dilakukan dalam lingkungan sosial
budaya yang sesuai.
Dibawah pengaruh perspektif konstruktivis, pembelajaran yang dianggap dapat
menjawab tantangan pendidikan global sekarang ini (pendidikan yang bermakna, bukan
pendidikan yang membebani hidup) adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Berdasarkan hakikat SCL tersebut di atas, maka dapat dilihat perbedaan antara
SCL dengan pembelajaran yang berpusat pada guru dan berorientasi pencapaian
materi (Teacher-centered, content-oriented/TCCO), sebagai berikut:
Teacher Centered Stud ent-Centered Learning
Pengetahuan ditransfer dari
guru ke siswa
siswa secara aktif mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya
siswa menerima pengetahuan
secara pasif
siswa secara aktif terlibat didalam
mengelola pengetahuannya
8/18/2019 3-282
5/33
Lebih menekankan pada
penguasaan materi
Penguasaan materi dan juga
mengembangkan karakter siswa
(life-long learning)
Biasanya memanfaatkan
media tunggal
Multimedia
Fungsi guru sebagai
pensuplai informasi utama
dan evaluator
Guru sebagai fasilitator, evaluasi
dilakukan bersama dengan siswa
Proses pembelajaran dan
asesmen dilakukan secara
terpisah
Terpadu dan berkesinambungan
Menekankan pada jawaban
yang benar saja
Menekankan pada pengembangan
pengetahuan. Kesalahan
menunjukkan proses belajar dan
dapat digunakan sebagai salahsatu
sumber belajar
Cocok untuk pengembangan
ilmu dalam satu disiplin saja
Untuk pengembangan ilmu
interdisipliner
Iklim belajar lebih individualdan kompetitif
Iklim yang tercipta lebih bersifatkolaboratif, supaortif, dan kooperatif
Proses pembelajaran hanya
terjadi pada siswa
siswa dan guru belajar bersama
dalam mengembangkan konsep dan
keterampilan
Pengajaran mengambil porsi
waktu terbanyak
Pengajaran dan berbagai kegiatan
lain dalam proses belajar
Penekanan pada ketuntasan
materi
Penekanan pada pencapaian target
kompetensi
Penekanan pada cara
pembelajaran yang dilakukan
oleh guru
Penekanan pada bagaimana cara
siswa belajar. Penekanan pada
problem-based learning dan skill
competency
8/18/2019 3-282
6/33
8/18/2019 3-282
7/33
Jadi, diperlukan asesmen baik terhadap proses maupun hasil belajar. Sebagai contoh,
pembelajaran berbasis masalah memerlukan metode asesmen yang sesuai. Misalnya,
cara penyelesaian masalah adalah proses belajar yang sangat penting untuk dipantau.
Untuk itu diperlukan teknik asesmen seperti lembar observasi, ceklis kinerja, dan
sejenisnya. Jika dipilih tes objektif sebagai metode asesmennya, misalnya teknik pilihan
ganda, maka kualitas proses penyelesaian masalah tersebut sulit untuk dipantau
secara objektif. Oleh karena itu, asesmen harus dipahami sebagai upaya
mengefektifkan proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran
itu sendiri. Dibawah ini digambarkan hubungan antara pembelajaran dengan asesmen.
4. Asesmen dalam SKM dalam Hubungannya dengan Pembentukan Kompetensi
Menurut Standar Proses Pendidikan, penilaian dilaksanakan dalam :
(a) Bentuk tugas-tugas dan asesmen otentik lainnya (penilaian proses), ujian tengah
semester (midsemester), ujian akhir semester,
(b) Penilaian menggunakan acuan kriteria/patokan (PAP) dengan katagori A, B, C, danD (dalam skala 4), (c) lulus minimum mencapai nilai C, dan (d) syarat lulus dari
sekolah dengan IP minimum 2,0. Alternatif PAP adalah sbb:
Tingkat Nilai Katagori Tingkat Nilai Katagori
RENCANA
PEMBELAJARAN
ASESMEN
ANALISIS & BALIKAN PROSES PEMBELAJARAN
8/18/2019 3-282
8/33
Penguasaan
(%)
Penguasaan
(%)
90 – 100 4 A 90 - 100 4 A
75 - 89 3 B 75 - 89 3 B
55 - 74 2 C 65 - 74 2 C
54 1 D 64 1 D
Selanjutnya, Permen No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
menyebutkan bahwa hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yang diukur.
b. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak
dipengaruhi subjektivitas penilai.
c. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena
berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya,
adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
d. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak
terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
e. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
f. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakupsemua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.
g. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikuti langkah-langkah baku.
8/18/2019 3-282
9/33
8/18/2019 3-282
10/33
Dengan pengertian di atas, sangat jelas bahwa asesmen otentik sangat terkait
dengan upaya pencapaian kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang terunjukkerjakan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam suatu
persoalan yang dihadapi. Ciri utama kompetensi adalkah „able to do‟, yaitu siswa dapat
melakukan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya.
Melalui asesmen otentik, hal tersebut sangat mungkin untuk diterjadikan. Oleh karena
itu, KTSP dengan jelas menyarankan guru untuk mengurangi menggunakan tes-tes
objektif, utamanya untuk asesmen yang bersifat formatif.
Asesmen otentik adalah asesmen yang gayut dengan ciri peserta didik aktif
membangun pengetahuan, hingga terbentuk kompetensi seperti yang ditetapkan dalam
SKL, SK, KD, dan indikator. Tes-tes objektif bukan asesmen otentik karena jenis tes
tersebut merupakan imposed target by the tester with only one single answer . Tes
objektif tidak memberi kesempatan peserta didik menemukan jawaban atas persoalan
yang dihadapi dengan caranya sendiri, tetapi dipaksa dengan hanya sedikit pilihan
tanpa boleh mengambil pilihan diluar pilihan yang diberikan.
Secara garis besar, asesmen otentik memiliki sifat-sifat (1) berbasis kompetensi
yaitu asesmen yang mampu memantau kompetensi seseorang. Asesmen otentik pada
dasarnya adalah asesmen kinerja, yaitu suatu unjuk kerja yang ditunjukkan sebagai
akibat dari suatu proses belajar yang komprehensif. Kompetensi adalah atribut individu
peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat (2) individual.
Kompetensi tidak dapat disamaratakan pada semua orang, tetapi bersifat personal.
Karena itu, asesmen harus dapat mengungkapkan seoptimal mungkin kelebihan setiap
individu, dan juga kekurangannya (untuk bisa dilakukan perbaikan); (3) berpusat pada
peserta didik karena direncanakan, dilakukan, dan dinilai oleh guru dengan melibatkan
secara optimal peserta didik sendiri; Asesmen otentik bersifat tak terstruktur dan
open-ended , dalam arti, percepatan penyelesaian tugas-tugas otentik tidak bersifat
uniformed dan klasikal, juga kinerja yang dihasilkan tidak harus sama antar individu di
suatu kelompok. Untuk memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah
kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara
(4) otentik (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari) dan sesuai dengan proses
8/18/2019 3-282
11/33
pembelajaran yang dilakukan, sehingga asesmen otentik berlangsung secara (5)
terintegrasi dengan proses pembelajaran. Asesmen otentik bersifat (6) on-going
atau berkelanjutan, oleh karena itu asesmen harus dilakukan secara langsung pada
saat proses belajar mengajar berlangsung, dimana dapat terpantau roses dan produk
belajar. Dengan demikian, asesmen otentik memiliki sifat berpusat pada peserta
didik, terintegrasi dengan pembelajaran, otentik, berkelanjutan, dan individual.
Sifat asesmen otentik yang komprehensif juga dapat membentuk unsur-unsur
metakognisi dalam diri siswa seperti risk-taking , kreatif, mengembangkan kemampuan
berfikir tingkat tinggi dan divergen, tanggungjawab terhadap tugas dan karya, dan rasa
kepemilikan (ownership).
Ada beberapa alasan mendasar kenapa guru seyogyanya menggunakan
asesmen otentik. Pertama, asesmen otentik adalah pengukuran langsung terhadap
atribut siswa. Sesungguhnya, tujuan akhir pembelajaran bukan sekadar siswa
menguasai konten materi yang diajarkan, namun, mereka harus bias menggunakan
pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi persoalan kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, sangatlah penting dilakukan asesmen secara langsung terhadap
bagaimana siswa dapat melakukan tuntutan dunia nyata tersebut dalam situasi yang
otentik. Dalam tes non otentik seperti pilihan ganda, hasil baik yang dicapai anak hanya
dapat diasumsikan mewakili kompetensinya, namun ini hanya asumsi, alias bukti
(evidence) tidak langsung. Maka, jika seorang guru mengajarkan tentang cara membuat
pisang goring, tidaklah mewakili jika siswa dites pemahamannya hanya dengan tes tulis
tentang cara membuat pisang goreng. Siswa harus diases kemampuannya dalam
membuat pisang goring untuk memastikan bahwa kemampuan tersebut telah
terakuisisi.
Kedua, asesmen otentik sesuai dengan perspektif belajar konstruktivis. Untukmembangun pengetahuannya, siswa tidak dapat hanya dengan mengulang informasi
yang diperolehnya. Dengan menugaskan siswa melakukan kegiatan-kegiatan otentik
seperti membuat pisang goreng berarti siswa menunjukkan atau mendemonstrasikan
kemampuan yang telah dikuasainya. Siswa juga terlibat (engage) secara langsung
dalam kegiatan asesmen. Dan hal ini merupakan proses belajar yang konstruktif.
8/18/2019 3-282
12/33
Ketiga, asesmen otentik memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan
kemampuannya dengan cara-cara yang bervariasi, bukan dengan satu cara saja.
Sangat penting bagi guru untuk member kesempatan ini karena sebagaimana kita tahu,
setiap orang (siswa) memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian pula setiap orang
memiliki cara yang berbeda-beda dalam menunjukkan kemampuannya. Pada asesmen
tradisional seperti tes pilihan ganda, samasekali tidak ada ruang variabilitas tersebut.
Memang, tes-tes objektif dapat membandingkan siswa secara mudah karena apa yang
diharapkan dilakukan siswa persis sama, namun, jika asesmen otentik seperti asesmen
kinerja direncakan dan dilaksanakan secara baik, maka tetap saja antara siswa dapat
dibandingkan karena unjuk kerja yang diharapkan sama, meskipun caranya mungkin
berbeda. Dan yang juga penting diingat, dalam membangun kompetensi, siswa tidak
dibandingkan dengan temannya, melainkan dibanding dengan suatu criteria ketuntasan
kompetensi atau KKM.
5. Menggunakan Asesmen Otentik Dalam Pembelajaran
a. Asesmen Kinerja
Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk
tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah
dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja ( performance)
yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan.
Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut.
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil
kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis
untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian
program tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja
( performance task ), rubrik performansi ( performance rubrics), dan cara penilaian
(scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas,
deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu
8/18/2019 3-282
13/33
rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari
setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring ,
yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas
performansi; (2) analytic scoring , yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang
berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring , yaitu
pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
Contoh unjuk kerja siswa yang dapat diases dengan asesmen kinerja antara lain
penyajian lisan (seperti keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi, membaca
nyaring, bercerita, pemecahan masalah dalam kelompok. partisipasi dalam diskusi.
Menari, memainkan alat musik, olah raga, menggunakan alat lab, dan bermain.
Asesmen kinerja (Performance) otentik karena dalam asesmen kinerja siswa
dituntut untuk mendemontrasikan inkuiri ilmiah mereka, melakukan penalaran dan
keterampilan dalam menyelesaikan beberapa tugas menarik dan menantang dalam
konteks kehidupan nyata (NSTA, 2002). Agar mendapatkan alat evaluasi yang valid
tugas-tugas kinerja harus memiliki criteria berikut (Nur, 2001) (1) memusatkan pada
elemen-elemen pengajaran yang penting . (2) sesuai dengan isi kurikulum yang diacu,
(3) mengintegrasikan informasi, konsep, ketermpilan, dan kebiasaan kerja, (4)
melibatkan siswa, (5) mengaktifkan kemauan siswa untuk bekerja, (6) layak dan pantas
untuk seluruh siswa, (7) ada keseimbangan antara kerj akelompok dan kerja individu (8)
tersetruktur dengan baik untuk memudahkan pemahaman, (9) memiliki proses dan
produk yang otentik , (10) memasukan penilaian diri, (11) memungkinkan umpan balik
dari orang lain.
Langkah-langkah Implementasi Asesmen Kinerja
Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk membuat penilaian
kinerja yang baik antara lain :
a. Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan
mempengaruhi hasil akhir yang terbaik
8/18/2019 3-282
14/33
b. Tuliskan perilaku kemampuan-kemapuan spesifik yang penting dan diperlukan
untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik;
c. Usahakan untuk membuat criteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak
terlalu banyak sehingga semua criteria tersebut dapat diobservasi selama siswa
melaksanakan tugas;
d. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan
kemapuan siswa yang harus diamati (observable) atau karakteristik produk yang
dihasilkan;
e. Urutkan criteria kemampuan yang akan diukur berdarkan urutan yang dapat
diamati;
f. Kalau ada, periksa kembali dan bandingkan dengan criteria kemampuan yang
sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain dilapangan.
Metode Asesmen Kinerja
Kriteria performansi merupakan indikator unjuk kerja. Dalam sebuah tugas
tentukan dahulu proses, produk atau keduanya karena ini menentukan kriteria yang
dibuat. Berikut contoh kriteria yang menunjukkan keterampilan siswa mwngukur volume
air menggunakan gelas ukur.
Setelah menentukan kriteria seperti di atas, selanjunya dibuat penskoran dengan
menggunakan rubrik. Rubrik adalah suatu pedoman penskoran yang digunakan untuk
menentukan tingkat kemahiran ( proficiency ) siswa dalam mengerjakan tugas. Rubrik
juga digunakan untuk menilai pekerjaan siswa. Apabila dua orang guru atau lebih
sedang menilai jenis pekerjaan yang sama, maka penggunaan rubrik yang sama
membantu mereka memandang produk itu dengan cara yang sama.
1. Cara meletakkan gelas ukur
2. Cara menuangkan air
3. Cara menambahkan volume air
4. Cara mebaca ukuran/volume air
5. Cara mencatat hasil pengukuran
8/18/2019 3-282
15/33
Penilaian dapat dilakukan dengan ceklis dan rating (peringkat). Penilaian dengan
“rating scale” dikenal ada tiga jenis, yaitu : (1) numerical rating scale; (2) graphic rating
scale; dan (3) descriptive scale. Contoh ceklis dan ketiga “rating scale” di atas dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan ceklis
Nama : …………………………………………….
Kelas : …………………………………………….
Petunjuk :
Berilah tanda centang (√) pada kolom yang disediakan mengenai
aspek-aspek kinerja siswa yang diamati pada saat berpidato
Komponen Kinerja Centang
(cek)
I. Ekspresi Fisik (Physical Expression )
1. Berdiri tegak melihat pada penonton …………
2. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan
pernyataan yang disajikan…………
3. Mata melihat pada penonton
II Ekspresi Suara (Vocal Expression )
1. Berbicara dengan kata-kata yang jelas ................
2. Nada suaranya berubah-ubah sesuai pernyataan
yang ditekankan................
3. Berbicara cukup keras untuk didengar oleh penonton ................
8/18/2019 3-282
16/33
III Ekspresi Verbal (Verbal Expression )
1. Memilih kata-kata yang tepat untuk menegaskan arti ................
2. Tidak mengulang-ulang pernyataan ................
3. Menggunakan kalimat yang lengkap untuk
mengutarakan satu pikiran................
4. Menyimpulkan pokok-pokok pikiran yang penting ...............
Skor Total
Tabel 2. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan numerical Rating Scale
Nama : ………………………………………….
Kelas : …………………………………………
Petunjuk:
Berilah lingkaran pada setiap aspek kinerja yang sesuai dengan
ketentuan sebagai berikut
1 bila siswa selalu melakukan
2 bila kadang-kadang
3 bila jarang, dan
4 bila tidak pernah
I Ekspresi Fisik (Physical Expression)
A. Berdiri tegak melihat pada penonton
8/18/2019 3-282
17/33
1 2 3 4
B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan
yang disajikan
1 2 3 4
C. dst.
Tabel 3. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan Menggunakan
Graphic Rating Scale
Nama : .....................................................
Kelas : ....................................................
Petunjuk
Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek
kinerja siswa teramati pada waktu berpidato
1. Ekspresi Fisik (Physical Expression)
A. Berdiri tegak melihat pada penonton
Selalu Kadang-
kadang
Jarang Tidak Pernah
B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan
8/18/2019 3-282
18/33
yang disajikan
Selalu Kadang-
kadang
Jarang Tidak
Pernah
C. dst.
Tabel 4. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan
Descriptive rating Scale
Nama : .....................................................
Kelas : ....................................................
Petunjuk
Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek
kinerja siswa teramati pada waktu berpidato
1. Ekspresi Fisik (Physical Expression)
A. Berdiri tegak melihat pada penonton
Bridiri tegak,
selalu melihat
pada
penonton
Kadang-kadang
berdiri tegak,
melihat ke
langit-langit
kadang-kadang
Tidak pernah
berdiri tegak, maka
tidak pernah
kontak dengan
penonton
8/18/2019 3-282
19/33
melihat
penonton
B. dst.
b. Asesmen Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005) asesmen diri adalah suatu cara untuk
melihat kedalam diri sendiri. Melalui asesmen diri peserta didik dapat melihat kelebihan
maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan
(improvement goal ). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap
proses dan pencapaian tujuan belajarnya.
Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan asesmen diri
merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu
pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang
merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.
Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan
kontribusi asesmen diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan
bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk
menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan
usaha yang lebih keras (effort ). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi
(achievement ); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-
judgment ) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, „Apakah tujuanku telah tercapai‟?
Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti „Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?‟
Goals, effort, achievement, self-judgment , dan self-reaction dapat terpadu untuk
membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan
bahwa sesungguhnya, asesmen diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment
dan self-reaction dalam model tersebut.
8/18/2019 3-282
20/33
Asesmen diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam
proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser
dan Ross menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti
mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan
semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta
didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya,
(3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4)
arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.
Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Pengajar mengajak
peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk
sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini
dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian
adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan
menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama
dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis asesmen diri
dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya.
Daftar cek pada asesmen kinerja di atas, bila digunakan siswa pada saat proses
belajarnya, akan menjadi alat asesmen diri yang memberinya informasi tentang
kemajuan belajarnya. Ada juga cara lain untuk melakukan asesmen diri, misalnya
dengan mengajukan pertanyaan sendiri dan menjawabnya, menyatakan hal-hal yang
disukai dari aktivitas yang dilakukannya, dan lain sebagainya.
Ada kecenderungan peserta didik akan menilai diri terlalu tinggi dan subyektif.
Karena itu, penilaian diri dilakukan berdasarkan criteria yang jelas dan objektif.
Untuk itu penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut.
a. Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian diri
b. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai
c. Menentikan criteria penilaian yang akan digunakan
d. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda
cek atau skala penilaian.
8/18/2019 3-282
21/33
e. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri
f. Guru mengkaji hasil penilaian, untuk mendorong peserta didik supaya
senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif
g. Lakukan tindakan lanjutanm antara lain guru memberikan balikan tertulis, guru
dan siswa membahas bersama proses dan hasil penilaian.
Asesmen diri merupakan suatu model yang menghubungkan antara hakikat
penilaian diri dengan hasil belajar siswa. Apabila siswa merancang sendiri tujuan
kemampuannya, maka ia memiliki kesempatan untuk mendemonstrasikan
kemampuannya. Keuntungan lainnya adalah member kesempatan kepada siswa untuk
terlibat dalam proses asesmen. Bila asesmen dipandang sebagai bagian tak
terpisahkan dari proses pembelajaran, maka fokus berpindah dari member tes menjadi
memebantu siswa memehami tujuan pengalaman belajar dan kriteria keberhasilan.
Selain itu hasil studi mengatakan bahwa melalui penilaian diri memberi kesempatan
pada siswa untuk berinteraksi social dengan teman sejawat mulai dari siswa
berkemampuan rendah sampai tinggi. Ada hubungan positif antara kebutuhan dan
prestasi siswa dan hal ini sangat tampak apabila guru menggunakan teknik belajar
kooperatif. Karena dalam pembelajaran kooperatif menuntut siswa dapat berinteraksi
bersama teman sejawat. Oleh karena itu dalam penilaian diri terdapat tiga proses
regulasi diri yaitu :a. Siswa melakukan observasi sendiri yang berfokus pada aspek kinerja yang
relevan denga tujuan dan standar keberhasilan
b. Siswa mempertimbangkan sendiri dan menentukan tujuan khusus dan umum
yang akan dicapai
c. Siswa melakukan reaksi diri, menafsirkan tingkat pencapaian tujuan, dan
menghayati keberhasilan/kemajuan sebagau bahan refleksi diri.
Contoh Lembar Evaluasi Diri Siswa
Inventori Minat Membaca
Nama Pebelajar:_____________________________
No. Deskripsi Ya/
8/18/2019 3-282
22/33
Tidak
1. Saya suka membaca cerita apapun, terutama kisah-kisah orang
terkenal
2. Saya lebih banyak membaca cerita untuk waktu luang saya
3. Saya tidak sabar untuk mengetahui akhir dari kisah yang saya
baca
4. Banyak hal yang menarik dalam cerita-cerita yang saya baca
5. Saya sering melihat kehidupan dalam cerita-cerita
6. Saya lebih asyik membaca dibandingkan dengan melakukan hal-
hal yang lain
7. Dst……..
e. Projek
Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek ( project approach) adalah
investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, siswa mendapat
kesempatan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya. Pelaksanaan projek
dapat dianalogikan dengan sebuah cerita, yaitu memiliki fase awal, pertengahan, danakhir projek.
Kegiatan projek adalah cara yang amat baik untuk melibatkan siswa dalam
pemecahan masalah karena bersifat sangat ilmiah apalagi ditunjang dengan kegiatan
yang berhubungan dengan dunia nyata. Projek dapat melibatkan siswa secara aktif dan
menemukan situasi baru yang mendorong siswa menemukan suatu masalah sehingga
dapat menuntut mereka merumuskan hipotesis yang membutuhkan penyelidikan lebih
lanjut. Untuk sekolah tingkat dasar melalui projek juga menyediakan peluang bagi siswauntuk mengekplorasi ide-ide ilmiah dengan menggunakan materi fisik atau teknologi
baru. Siswa dapat diarahkan untuk melakukan investigasi permasalahan yang ada di
sekitar kehidupan siswa baik lingkungan sekolah maupun tempat tinggal siswa. Projek
yang diberikan dalam konten(isi) pemecahan masalah, dapat digunakan siswa untuk
8/18/2019 3-282
23/33
melakukan ekplorasi belajar dan berfikir tantangan ide yang mengembangkan
pemahaman mereka dalam berbagai area isi kurikulum.
Asesmen projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kamampuan
mengaplikasikan, kamampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan dari
siswa pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian projek setidaknya ada
3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
a. Kemampuan pengelolaan, kemampuan peserta didik dalam memilih topik,
mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan
laporan.
b. Relevansi, kesesuaian dengan mata pelajaran dengan memepertimbangkan
tahap pengetahuan, pamahaman dan keterampilan dalam pembelajaran
c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya
dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan
terhadap proyek peserta didik
Teknik asesmen projek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan,
sampai hasil akhir projek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang
perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data dan
menyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan
dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen
penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Beberapa contoh kegiatan siswa
dalam penilaian projek, misalnya penelitian sederhana tentang dampak limbah terhadap
kesehatan, pementasan drama, dan sebagainya.
Berikut ini diberikan contoh suatu asesmen projek dengan tugas projek berupa
pertunjukan drama.
Fase awal: Guru memberikan tugas projek pada siswa, sebagai berikut.
Tugas Projek : Pertunjukan Drama
8/18/2019 3-282
24/33
Petunjuk :
- Pilihlah salahsatu drama karya Putu Wijaya
- Setiap kelompok terdiri dari 5 – 10 orang siswa
- Pertunjukan akan dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2007 di auditorium
sekolah
- Lama waktu pertunjukan adalah satu jam untuk setiap kelompok, karena itu
naskah dapat dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya.
Fase Pengembangan;
Siswa mencari bahan, memodifikasi naskah, berdiskusi dengan ahli, berlatih secara
terbimbing maupun mandiri.
Fase Akhir: siswa menampilkan hasil kerja mereka, yaitu berupa petunjukan drama.
Untuk tugas projek tersebut di atas, guru mengembangkan rubric penilaian seperti
dibawah ini.
No. Aspek Deskripsi Skor (1-5) Bobot
1. Persiapan Pemilihan naskah
Pemilihan pemain
Jadwal kegiatan
………………..
………………….
2. Pelaksanaan Kerjasama
Intensitas dan kualitas
latihan
…………………….
……………………..
……………………..
8/18/2019 3-282
25/33
3. Akhir Ketepatan
pembawaan karakter
Improvisasi
Aplikasi konsep tata
panggung dan
pendukung lainnya
Kekuatan
penyampaian pesan
…………………..
4. …………….. …………………….
d. Asesmen Portofolio
Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti
(evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program.
Penggunaan portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan,
terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum
yang berbasis kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen
berbasis kelas.
Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan
semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun
berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya
sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan
showcase portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan
langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan
mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga
perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah
portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan
diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio adalah
8/18/2019 3-282
26/33
portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja
tertentu.
Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target
kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang
komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara
bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat
memfasilitasi kepentingan dan kemajuan peserta didik secara individual. Dengan
demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat
tepat untuk menjawab tantangan KBK.
Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1) sampel karya
peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka.
(1) Karya
Karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu.
Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem
matematika, maupun eksperimen. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis
tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi pengajar, maupun preferensi peserta
didik. Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan
hasil sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti
proses mendapatkan porsi penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen
konvensional yang hanya menilai hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan
memang, penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi
kesempatan peserta didik mencapai produk yang sebaik-baiknya.
Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh peserta didik, baik yang
berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri (entry ). Sumber informasidapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal).
Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yang
dapat menunjukkan perkembangan peserta didik sebagai peserta didik. Catatan dan
bahan evaluasi-diri juga merupakan bagian dalam folder.
8/18/2019 3-282
27/33
(2) Asesmen Diri dalam Asesmen Portofolio
O‟Malley dan Valdez Pierce (dalam Marhaeni, 2008) bahkan mengatakan bahwa
„self-assessment is the key to portfolio‟. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri
peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau
perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri
peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya
kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal ). Dengan demikian peserta
didik lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian tujuan
belajarnya.
Asesmen diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri yang
dibahas dalam bagian b. di atas. Memang, asesmen portofolio adalah asesmen otentik
yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-
jenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai (lihat lampiran: contoh
implementasi asesmen portofolio).
(3) Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka
Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi „rahasia‟
pengajar atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan
kepada peserta didik secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini mencakup prosedur
dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen
tersebut ditetapkan bersama-sama dengan peserta didik, atau paling tidak diumumkansecara jelas. Rubrik penilaian yang digunakan guru untuk menilai kinerja siswa.
Model Asesmen Portofolio
8/18/2019 3-282
28/33
Berikut ini adalah modifikasi dari model asesmen portofolio oleh Moya dan
O‟Malley (1994). Model tersebut (Portfolio Assessment Model ) disesuaikan dengan tiga
komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, dan Analisis dan
Pelaporan.
(a). Perencanaan
(1) Menentukan tujuan dan fokus (standar kompetensi, kompetensi dasar, kriteria
keberhasilan)
(2) Merencanakan isi portofolio, yang meliputi pemilihan prosedur asesmen,
menentukan isi/topik, dan menetapkan frekuensi dan waktu dilakukannya
asesmen.
(3) Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau
kriteria penilaian, menetapkan cara memadukan hasil penilaian dari berbagai
sumber, dan menetapkan waktu analisis.
(4) Merencanakan penggunaan portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa
pemberian umpan balik.
(5) Menentukan prosedur pengujian keakuratan informasi, yaitu menetapkan cara
mengetahui reliabilitas informasi dan validitas penilaian.
(b). Implementasi model (terpadu dengan pembelajaran)
(1) Mengumumkan tujuan dan fokus pembelajaran kepada siswa.
(2) Menyepakati prosedur asesmen yang digunakan serta kriteria penilaiannya.
(3) Mendiskusikan cara-cara yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil
maksimal.
(4) Melaksanakan asesmen portofolio (folder, evaluasi diri)
(4) Memberikan umpan balik terhadap karya dan evaluasi diri
(c). Analisis dan pelaporan
(1) Mengumpulkan folder
8/18/2019 3-282
29/33
(2) Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi
(3) Memadukan berbagai informasi yang ada
(4) Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati
(5) Melaporkan hasil asesmen
c. Esai
(Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan,
dan mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban,
akan tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas.
Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka
(extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung
pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau
menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban
terbuka atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1)
menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun
ide-idenya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada
tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan
ruang lingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang
harus diberikan oleh peserta didik. Esai terbuka/tak terstruktur merupakan bentuk
asesmen otentik.
Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih
tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus
mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang
tersusun atau terorganisasi. Kelemahan esai adalah berkaitan dengan penskoran.
Ketidakkonsistenan pembaca merupakan penyebab kurang objektifnya dalam
8/18/2019 3-282
30/33
memberikan skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan
melalui penggunaan rubrik penilaian, dan penilai ganda (inter-rater).
Asesmen terhadap esai memerlukan pedoman penilaian/rubrik penilaian.
Pedoman penilaian (disebut dengan benchmark ), dibuat untuk setiap tugas/soal esai.
Sebagai contoh, sebuah esai berupa pendapat terhadap suatu fenomena tertentu,
misalnya, perilaku metroseksual. Untuk mengembangkan pedoman penilaian tersebut,
guru melakukan langkah-langkah seperti pada pengembangan rubrik kinerja. Untuk
esai tentang perilaku metroseksual, guru misalnya menetapkan kriteria: kualitas
argumentasi, keruntutan (koherensi) pengungkapan ide, dan penggunaan bahasa.
No. Kriteria
Penilaian
Deskriptor Skor (1-
10)
Bobot
1. Kualitas
argumentasi
Mengambil posisi secara jelas,
argumentasi rasional, menggunakan
fakta pendukung secara proporsional
5
2. Keruntutan ide
(koherensi)
Pengungkapan secara logis, hubungan
antar fakta dan konsep dibangun
terangkai dengan baik, menggunakan
ungkapan penyambung dan transisisecara tepat
3
3. Penggunaan
Bahasa
Lugas, mudah dimengerti, kalimat-
kalimat gramatikal, kaya, dan variatif.
2
Untuk melakukan asesmen-asesmen otentik di atas, dapat dilakukan dengan
berbagai teknik dan instrumen. Yang penting, teknik dan instrumen tersebut dapat
menampilkan otentisitas pembelajaran dan hasil belajar siswa. Beberapa teknikasesmen otentik adalah 0bservasi, presentasi, diskusi, investigasi, jurnal, wawancara,
dan konferensi. Berikut ini diberikan beberapa contoh instrumen yang digunakan dalam
asesmen otentik (disamping instrumen lainnya yang telah ada di atas).
8/18/2019 3-282
31/33
LEMBAR OBSERVASI
Beri tanda cek!
Nama Siswa Mengerjakan
Tugas (On-
Task )
Tidak mengerjakan
tugas (Off-Task )
Catatan guru
Ayu
Damar
Dst…
CEKLIS PENGAMATAN
Beri tanda cek pada aspek yang muncul!
NO. Nama Siswa Kerjasama Respek Inisiatif
1. Ayu
2. Damar
3. Dst…….
Asesmen Kinerja
Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis
NO. Komponen Bobot skor
(1 – 5)
Indikator
1. Isi Karangan 3 Relevansi topik dengan substansi
tugas, Pengembangan thesis
statement , Wawasan tentang topik
8/18/2019 3-282
32/33
2. Organisasi Ide 2 Susunan ide-ide, Pengungkapan ide-ide
3. Penggunaan
Kosakata
2 Kompleksitas dan efektivitas kalimat,
Akurasi penggunaan tatabahasa
4. PenggunaanTatabahasa
2 Keluasan kosakata, Ketepatanpenggunaan kata dan idiom, Ketepatan
bentuk-bentuk kata
5. Penggunaan
Mekanika (ejaan
dan tandabaca)
1 Kepatuhan pada konvensi/aturan-
aturan penulisan, Ketepatan
penggunaan tanda-tanda baca dan
huruf besar, Kebenaran ejaan
Rekap Nilai Kemampuan Menulis
No. Nama
Pebelajar
Komponen Kemampuan Menulis Jml Rerata
1. Ayu Tika H. Isi Org. Kskt. Ttbhs. Mknk.
2. Damar S.
3. Dst….
Referensi
Hibbard, M. (1995). Performance Assessment in the Science Classroom. N.Y: The
McGrawhill Companies.
Marhaeni, A. A. I. N. (2006). Menggunakan Asesmen Otentik dalam Pembelajaran.
Makalah disampaikan dalam pelatihan pembelajaran bagi guru-guru SMA
Negeri 1 Denpasar tanggal 19 Agustus 2006.
Marhaeni, A.A.I.N. Marhaeni (2008). Asesmen Pembelajaran Tematik di SD Kelas
Awal . Makalah disampaikan pada pelatihan guru Sd di Karangasesm (DBEP)
8/18/2019 3-282
33/33
Nitko A.J. (1996). Educational Assessment of Students, 2nd
Ed. Columbus Ohio :
Prentice Hall.
Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know . Boston:
Allyn and Bacon.
Stiggins, R. J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. N.Y: Maxwell
Macmillan International.