3-282

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/18/2019 3-282

    1/33

    PEMBELAJARAN BERBASIS ASESMEN OTENTIK DALAM

    RANGKA IMPLEMENTASI SEKOLAH KATEGORI MANDIRI (SKM)1 

    Oleh: AAIN. Marhaeni2 

    =======================================================

    1. Pendahuluan

    Pergeseran paradigma pendidikan dari sentralisasi ke desentralisasi yang

    dicirikan dengan kebijakan dan pelaksanaan pendidikan bottom-up telah mengubah

    praktik pendidikan nasional kita. Hal ini tercermin dalam pengelolaan lembaga maupun

    pengelolaan pembelajaran. Di tingkat kebijakan, ditetapkannnya delapan StandarPendidikan Nasional (SNP) menunjukkan adanya upaya untuk memfasilitasi

    peningkatan mutu pendidikan dari berbagai perspektif yang mungkin dilakukan untuk

    itu. Penetapan sekolah dengan kualitas tertentu sebagai sekolah kategori mandiri

    (SKM) merupakan salahsatu upaya untuk itu.

    PP No 19 tahun 2005, pasal 11 ayat (3) menyatakan bahwa beban belajar untuk

    SMA dan bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal katagori mandiri

    dinyatakan dalam SKS. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa SKM harus

    menerapkan SKS. Penerapan sistem kredit semester didasarkan oleh kenyataan

    bahwa kecepatan belajar seseorang (siswa) tidak sama disebabkan oleh keunikan

    masing-masing dilihat dari potensi yang dimiliki dan minat. Dengan begitu, be ban

    belajar masing-masing siswa perlu disesuaikan dengan potensi yang dimiliki tersebut.

    Dalam SKM, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang telah

    ada pada SI disusun menjadi satuan kredit semester (sks), menjadi 120 sks, yang

    terdistribusi dalam berbagai mata pelajaran yaitu : (a) mata pelajaran wajib/pokok yangharus diambil oleh seluruh peserta didik; (b) pilihan paket, sebagai dasar untuk

    mendukung bidang kemampuan yang akan dipilih di Perguruan Tinggi, (c) pilihan

    1 Disampaikan dalam Pelatihan Peningkatan Kinerja Guru SMA 1 Kediri Tabanan, dalam Rangka Implementasi SKM;

    tanggal 30 Desember 20082 Dosen Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha

  • 8/18/2019 3-282

    2/33

    bebas, sesuai dengan bakat dan minat peserta didik, (d) kelompok MP Pilihan Paket,

    meliputi berbagai bidang kemampuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan

    ke pendidikan lebih lanjut, yang meliputi : Program akademik (teknik, Ilmu Kesehatan,

    Sains, Ekonomi, Ilmu Sosial, Bahasa, Hukum dan sebagainya, dan program profesional

    seperti politeknik. Beban belajar peserta didik dinyatakan dengan sks yaitu 16-27 sks

    per-semester, dimana kecepatan belajar normal rata-rata 20 sks per-semester.

     Adanya sistem ini mengisyaratkan pentingnya kinerja pembelajaran yang

    optimal, sebab sangat penting guru berusaha menggali potensi siswa dengan cara-

    cara pembelajaran yang berterima sesuai dengan karakteristik siswa. Sangat mungkin

    sistem SKS ini tidak berhasil jika pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru tidak

    bermutu.

    2. Student-Centered Learning   (SCL) Sebagai Inti Pembelajaran

    SCL adalah refleksi dari ciri kehidupan global yang penuh dengan kompetisi

    dalam perubahan yang sangat cepat. Lulusan SMP-BI harus memiliki kemampuan dan

    strategi  problem solving   dan kemampuan berfikir kritis. Siswa harus berkembang

    kompetensinya yang dibangun dari pengetahuan tentang fakta, konsep, prosedur, dan

    metakognisi (Anderson dan Krathwohl, 2004; bandingkan dengan B. S. Bloom yangmembagi kemampuan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif, dan

    psikomotor). Sejauh ini, hal yang masih dirasakan kurang dalam proses pendidikan kita

    adalah kurangnya latihan  problem solving.  Belajar secara  problem solving   adalah

    learning to learn, yaitu kemampuan yang dicapai akan membantu siswa belajar

    selanjutnya. Untuk itu, yang harus dibangun adalah kompetensi. Pembelajaran yang

    content-based   tidak tepat. Guru menggunakan konten/materi bukan sebagai sasaran

    pembelajaran, namun sebagai jalan membangun kompetensi.

    Menurut sejarahnya, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (Student-

    Centered Learning, disingkat SCL) lahir pada awal abad ke-20, yaitu pada saat orang-

    orang mulai meyakini bahwa pendidikan harus memperhitungkan peserta didik sebagai

    unsur aktif dalam proses inkuiri, yaitu proses memecahkan masalah yang dihadapinya

  • 8/18/2019 3-282

    3/33

    sendiri. Dibawah pengaruh perspektif pendidikan yang disebut Progressive Education 

    (lahir di Amerika Serikat) yang meyakini bahwa pengalaman langsung adalah inti dari

    belajar, para pendukung Progressive Education  menentang pembelajaran yang

    menganggap bahwa peserta didik sebagai kantong kosong yang baru berisi bila diisi

    oleh guru (teori Tabula Rasa). Bagi pendidikan progresif, peran guru adalah sebagai

    fasilitator dan pemandu dalam proses pemecahan masalah peserta didik.

    John Dewey adalah pelopor pandangan progresif ini. Dia menegaskan bahwa

    kelas adalah laboratorium yang memotret kehidupan yang sebenarnya. Dia mengajak

    guru untuk menggunakan masalah riil sehari-hari untuk dipecahkan oleh siswa, sebagai

    bahan pembelajaran. Dewey menekankan bahwa pembelajaran yang bermakna adalah

    pembelajaran yang memuat masalah-masalah nyata yang sedang dihadapi, tidak

    tentang hal-hal yang abstrak bagi siswa. Dewey dikenal dengan filosofi pendidikan

    learning by doing. Ciri-ciri pembelajaran progresif antara lain, ruang kelas yang diatur

    secara fleksibel, keleluasaan bagi peserta didik untuk bekerja kelompok maupun

    individual sesuai dengan kebutuhannya, peserta didik ikut berperan dalam menentukan

    aturan kelas, dan materi pembelajaran yang kaya dan variatif.

    Selain pengaruh pendidikan progresif, juga ada pengaruh perspektif open

    classroom yang meyakini bahwa peserta didik memiliki motivasi intrinsik untuk belajar,

    dan dorongan dari dalam ini hanya bisa dipuaskan melalui kegiatan eksplorasi dan

    pemecahan masalah ( problem solving ). Pada akhir tahun 70an, dibawah pengaruh

    psikologi kognitif, berkembang perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran.

    Konstruktivisme berarti bahwa peserta didik membangun (to construct )

    pemahamannya tentang dunia. Berbicara mengenai konstruktivisme bukanlah berbicara

    tentang suatu teknik tertentu dalam pembelajaran, melainkan kita berfikir tentang

    proses perolehan pengetahuan dan asesmennya. Ada dua kata kunci dalamkonstruktivisme, yaitu mahasiswa aktif (active) dan memperoleh makna (meaning )

    (Elliott, dkk, 2000); dimana pembelajaran konstruktivis tersebut digambarkan sebagai

    berikut:

    “Peserta didik tidak semata-mata merekam atau mengingat materi yang dipelajari,melainkan mengkonstruksi suatu representasi mental yang unik tentang materi

  • 8/18/2019 3-282

    4/33

    tersebut, tugas yang akan dipentaskan, memilih informasi yang dianggapnya relevan,dan memahami informasi tersebut berdasarkan pengetahuan yang ada padanya, dankebutuhannya. Siswa menambahkan informasi yang diperlukannya tidak selalu darimateri yang disediakan guru. Ini merupakan suatu proses yang aktif karena siswa harusmelakukan berbagai kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotorik agar informasi tersebut

    bermakna bagi dirinya “(p. 15, terjemahan oleh penulis makalah).Belakangan, berbagai interpretasi muncul tentang bagaimana konstruksi

    pengetahuan itu terwujud pada peserta didik; ada yang mengatakan bahwa peserta

    didik itu sendiri mampu membangunnya, tapi ada pula yang mengatakan bahwa

    konstruksi pengetahuan terjadi dalam interaksi sosial seperti teman sebaya, dan

    keluarga. Yang pertama diwakili oleh J. Piaget, yang mengatakan bahwa konstruksi

    makna terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah akuisisi

    pengetahuan yang sesuai dengan yang telah ada sebelumnya; dan akomodasi adalah

    proses akuisisi terhadap hal-hal baru yang belum ada dalam skema (pengetahuan yang

    tersimpan dibenak) yang bersangkutan. Di lain pihak, Vygotsky mengatakan bahwa

    konstruksi pengetahuan terjadi melalui proses interaksi sosial dengan orang lain yang

    lebih mampu (dalam istilah Vygotsky: skilled individuals). Diyakini bahwa konstruksi

    makna akan terjadi jika proses akuisisi pengetahuan dilakukan dalam lingkungan sosial

    budaya yang sesuai.

    Dibawah pengaruh perspektif konstruktivis, pembelajaran yang dianggap dapat

    menjawab tantangan pendidikan global sekarang ini (pendidikan yang bermakna, bukan

    pendidikan yang membebani hidup) adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa.

    Berdasarkan hakikat SCL tersebut di atas, maka dapat dilihat perbedaan antara

    SCL dengan pembelajaran yang berpusat pada guru dan berorientasi pencapaian

    materi (Teacher-centered, content-oriented/TCCO), sebagai berikut:

    Teacher Centered Stud ent-Centered Learning

    Pengetahuan ditransfer dari

    guru ke siswa

    siswa secara aktif mengembangkan

    pengetahuan dan keterampilan yang

    dipelajarinya

    siswa menerima pengetahuan

    secara pasif

    siswa secara aktif terlibat didalam

    mengelola pengetahuannya

  • 8/18/2019 3-282

    5/33

      Lebih menekankan pada

    penguasaan materi

    Penguasaan materi dan juga

    mengembangkan karakter siswa

    (life-long learning)

    Biasanya memanfaatkan

    media tunggal

    Multimedia

    Fungsi guru sebagai

    pensuplai informasi utama

    dan evaluator

    Guru sebagai fasilitator, evaluasi

    dilakukan bersama dengan siswa

    Proses pembelajaran dan

    asesmen dilakukan secara

    terpisah

    Terpadu dan berkesinambungan

    Menekankan pada jawaban

    yang benar saja

    Menekankan pada pengembangan

    pengetahuan. Kesalahan

    menunjukkan proses belajar dan

    dapat digunakan sebagai salahsatu

    sumber belajar

    Cocok untuk pengembangan

    ilmu dalam satu disiplin saja

    Untuk pengembangan ilmu

    interdisipliner

    Iklim belajar lebih individualdan kompetitif

    Iklim yang tercipta lebih bersifatkolaboratif, supaortif, dan kooperatif

    Proses pembelajaran hanya

    terjadi pada siswa

    siswa dan guru belajar bersama

    dalam mengembangkan konsep dan

    keterampilan

    Pengajaran mengambil porsi

    waktu terbanyak

    Pengajaran dan berbagai kegiatan

    lain dalam proses belajar

    Penekanan pada ketuntasan

    materi

    Penekanan pada pencapaian target

    kompetensi

    Penekanan pada cara

    pembelajaran yang dilakukan

    oleh guru

    Penekanan pada bagaimana cara

    siswa belajar. Penekanan pada

     problem-based learning   dan skill

    competency  

  • 8/18/2019 3-282

    6/33

  • 8/18/2019 3-282

    7/33

    Jadi, diperlukan asesmen baik terhadap proses maupun hasil belajar. Sebagai contoh,

    pembelajaran berbasis masalah memerlukan metode asesmen yang sesuai. Misalnya,

    cara penyelesaian masalah adalah proses belajar yang sangat penting untuk dipantau.

    Untuk itu diperlukan teknik asesmen seperti lembar observasi, ceklis kinerja, dan

    sejenisnya. Jika dipilih tes objektif sebagai metode asesmennya, misalnya teknik pilihan

    ganda, maka kualitas proses penyelesaian masalah tersebut sulit untuk dipantau

    secara objektif. Oleh karena itu, asesmen harus dipahami sebagai upaya

    mengefektifkan proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran

    itu sendiri. Dibawah ini digambarkan hubungan antara pembelajaran dengan asesmen.

    4. Asesmen dalam SKM dalam Hubungannya dengan Pembentukan Kompetensi

    Menurut Standar Proses Pendidikan, penilaian dilaksanakan dalam :

    (a) Bentuk tugas-tugas dan asesmen otentik lainnya (penilaian proses), ujian tengah

    semester (midsemester), ujian akhir semester,

    (b) Penilaian menggunakan acuan kriteria/patokan (PAP) dengan katagori A, B, C, danD (dalam skala 4), (c) lulus minimum mencapai nilai C, dan (d) syarat lulus dari

    sekolah dengan IP minimum 2,0. Alternatif PAP adalah sbb:

    Tingkat Nilai Katagori Tingkat Nilai Katagori

    RENCANA

    PEMBELAJARAN

    ASESMEN

    ANALISIS & BALIKAN PROSES PEMBELAJARAN

  • 8/18/2019 3-282

    8/33

    Penguasaan

    (%)

    Penguasaan

    (%)

    90 – 100 4 A 90 - 100 4 A

    75 - 89 3 B 75 - 89 3 B

    55 - 74 2 C 65 - 74 2 C

    54 1 D 64 1 D

    Selanjutnya, Permen No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan

    menyebutkan bahwa hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan

    menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

    a. sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan

    yang diukur.

    b. objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak

    dipengaruhi subjektivitas penilai.

    c. adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena

    berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku, budaya,

    adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.

    d. terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang tak

    terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.

    e. terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan

    keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.

    f. menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakupsemua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang

    sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik.

    g. sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan

    mengikuti langkah-langkah baku.

  • 8/18/2019 3-282

    9/33

  • 8/18/2019 3-282

    10/33

      Dengan pengertian di atas, sangat jelas bahwa asesmen otentik sangat terkait

    dengan upaya pencapaian kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan,

    dan sikap yang terunjukkerjakan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam suatu

    persoalan yang dihadapi. Ciri utama kompetensi adalkah „able to do‟, yaitu siswa dapat

    melakukan sesuatu berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajarinya.

    Melalui asesmen otentik, hal tersebut sangat mungkin untuk diterjadikan. Oleh karena

    itu, KTSP dengan jelas menyarankan guru untuk mengurangi menggunakan tes-tes

    objektif, utamanya untuk asesmen yang bersifat formatif.

     Asesmen otentik adalah asesmen yang gayut dengan ciri peserta didik aktif

    membangun pengetahuan, hingga terbentuk kompetensi seperti yang ditetapkan dalam

    SKL, SK, KD, dan indikator. Tes-tes objektif bukan asesmen otentik karena jenis tes

    tersebut merupakan imposed target by the tester with only one single answer . Tes

    objektif tidak memberi kesempatan peserta didik menemukan jawaban atas persoalan

    yang dihadapi dengan caranya sendiri, tetapi dipaksa dengan hanya sedikit pilihan

    tanpa boleh mengambil pilihan diluar pilihan yang diberikan.

    Secara garis besar, asesmen otentik memiliki sifat-sifat (1) berbasis kompetensi 

    yaitu asesmen yang mampu memantau kompetensi seseorang. Asesmen otentik pada

    dasarnya adalah asesmen kinerja, yaitu suatu unjuk kerja yang ditunjukkan sebagai

    akibat dari suatu proses belajar yang komprehensif. Kompetensi adalah atribut individu

    peserta didik, oleh karena itu asesmen berbasis kompetensi bersifat (2) individual.

    Kompetensi tidak dapat disamaratakan pada semua orang, tetapi bersifat personal.

    Karena itu, asesmen harus dapat mengungkapkan seoptimal mungkin kelebihan setiap

    individu, dan juga kekurangannya (untuk bisa dilakukan perbaikan); (3) berpusat pada

    peserta didik karena direncanakan, dilakukan, dan dinilai oleh guru dengan melibatkan

    secara optimal peserta didik sendiri; Asesmen otentik bersifat tak terstruktur dan

    open-ended , dalam arti, percepatan penyelesaian tugas-tugas otentik tidak bersifat

    uniformed  dan klasikal, juga kinerja yang dihasilkan tidak harus sama antar individu di

    suatu kelompok. Untuk memastikan bahwa yang diases tersebut benar-benar adalah

    kompetensi riil individu (peserta didik) tersebut, maka asesmen harus dilakukan secara

    (4) otentik  (nyata, riil seperti kehidupan sehari-hari) dan sesuai dengan proses

  • 8/18/2019 3-282

    11/33

    pembelajaran yang dilakukan, sehingga asesmen otentik berlangsung secara (5)

    terintegrasi dengan proses pembelajaran.  Asesmen otentik bersifat (6) on-going  

    atau berkelanjutan,  oleh karena itu asesmen harus dilakukan secara langsung pada

    saat proses belajar mengajar berlangsung, dimana dapat terpantau roses dan produk

    belajar. Dengan demikian, asesmen otentik memiliki sifat berpusat pada peserta

    didik, terintegrasi dengan pembelajaran, otentik, berkelanjutan, dan individual.

    Sifat asesmen otentik yang komprehensif juga dapat membentuk unsur-unsur

    metakognisi dalam diri siswa seperti risk-taking , kreatif, mengembangkan kemampuan

    berfikir tingkat tinggi dan divergen, tanggungjawab terhadap tugas dan karya, dan rasa

    kepemilikan (ownership).

     Ada beberapa alasan mendasar kenapa guru seyogyanya menggunakan

    asesmen otentik. Pertama, asesmen otentik adalah pengukuran langsung terhadap

    atribut siswa. Sesungguhnya, tujuan akhir pembelajaran bukan sekadar siswa

    menguasai konten materi yang diajarkan, namun, mereka harus bias menggunakan

    pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi persoalan kehidupan sehari-

    hari. Oleh karena itu, sangatlah penting dilakukan asesmen secara langsung terhadap

    bagaimana siswa dapat melakukan tuntutan dunia nyata tersebut dalam situasi yang

    otentik. Dalam tes non otentik seperti pilihan ganda, hasil baik yang dicapai anak hanya

    dapat diasumsikan mewakili kompetensinya, namun ini hanya asumsi, alias bukti

    (evidence) tidak langsung. Maka, jika seorang guru mengajarkan tentang cara membuat

    pisang goring, tidaklah mewakili jika siswa dites pemahamannya hanya dengan tes tulis

    tentang cara membuat pisang goreng. Siswa harus diases kemampuannya dalam

    membuat pisang goring untuk memastikan bahwa kemampuan tersebut telah

    terakuisisi.

    Kedua,  asesmen otentik sesuai dengan perspektif belajar konstruktivis. Untukmembangun pengetahuannya, siswa tidak dapat hanya dengan mengulang informasi

    yang diperolehnya. Dengan menugaskan siswa melakukan kegiatan-kegiatan otentik

    seperti membuat pisang goreng berarti siswa menunjukkan atau mendemonstrasikan

    kemampuan yang telah dikuasainya. Siswa juga terlibat (engage) secara langsung

    dalam kegiatan asesmen. Dan hal ini merupakan proses belajar yang konstruktif.

  • 8/18/2019 3-282

    12/33

    Ketiga,  asesmen otentik memberi kesempatan siswa untuk menunjukkan

    kemampuannya dengan cara-cara yang bervariasi, bukan dengan satu cara saja.

    Sangat penting bagi guru untuk member kesempatan ini karena sebagaimana kita tahu,

    setiap orang (siswa) memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian pula setiap orang

    memiliki cara yang berbeda-beda dalam menunjukkan kemampuannya. Pada asesmen

    tradisional seperti tes pilihan ganda, samasekali tidak ada ruang variabilitas tersebut.

    Memang, tes-tes objektif dapat membandingkan siswa secara mudah karena apa yang

    diharapkan dilakukan siswa persis sama, namun, jika asesmen otentik seperti asesmen

    kinerja direncakan dan dilaksanakan secara baik, maka tetap saja antara siswa dapat

    dibandingkan karena unjuk kerja yang diharapkan sama, meskipun caranya mungkin

    berbeda. Dan yang juga penting diingat, dalam membangun kompetensi, siswa tidak

    dibandingkan dengan temannya, melainkan dibanding dengan suatu criteria ketuntasan

    kompetensi atau KKM.

    5. Menggunakan Asesmen Otentik Dalam Pembelajaran

    a. Asesmen Kinerja

     Asesmen kinerja adalah suatu prosedur yang menggunakan berbagai bentuk

    tugas-tugas untuk memperoleh informasi tentang apa dan sejauhmana yang telah

    dilakukan dalam suatu program. Pemantauan didasarkan pada kinerja ( performance)

    yang ditunjukkan dalam menyelesaikan suatu tugas atau permasalahan yang diberikan.

    Hasil yang diperoleh merupakan suatu hasil dari unjuk kerja tersebut.

     Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil

    kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis

    untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian

    program tersebut.

    Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja

    ( performance task ), rubrik performansi ( performance rubrics), dan cara penilaian

    (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas,

    deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu

  • 8/18/2019 3-282

    13/33

    rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari

    setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring ,

    yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas

    performansi; (2) analytic scoring , yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang

    berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3)  primary traits scoring , yaitu

    pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.

    Contoh unjuk kerja siswa yang dapat diases dengan asesmen kinerja antara lain

    penyajian lisan (seperti keterampilan berbicara, berpidato, baca puisi, membaca

    nyaring, bercerita, pemecahan masalah dalam kelompok. partisipasi dalam diskusi.

    Menari, memainkan alat musik, olah raga, menggunakan alat lab, dan bermain.

     Asesmen kinerja (Performance) otentik karena dalam asesmen kinerja siswa

    dituntut untuk mendemontrasikan inkuiri ilmiah mereka, melakukan penalaran dan

    keterampilan dalam menyelesaikan beberapa tugas menarik dan menantang dalam

    konteks kehidupan nyata (NSTA, 2002). Agar mendapatkan alat evaluasi yang valid

    tugas-tugas kinerja harus memiliki criteria berikut (Nur, 2001) (1) memusatkan pada

    elemen-elemen pengajaran yang penting . (2) sesuai dengan isi kurikulum yang diacu,

    (3) mengintegrasikan informasi, konsep, ketermpilan, dan kebiasaan kerja, (4)

    melibatkan siswa, (5) mengaktifkan kemauan siswa untuk bekerja, (6) layak dan pantas

    untuk seluruh siswa, (7) ada keseimbangan antara kerj akelompok dan kerja individu (8)

    tersetruktur dengan baik untuk memudahkan pemahaman, (9) memiliki proses dan

    produk yang otentik , (10) memasukan penilaian diri, (11) memungkinkan umpan balik

    dari orang lain.

    Langkah-langkah Implementasi Asesmen Kinerja

    Berikut langkah-langkah yang perlu diperhatikan untuk membuat penilaian

    kinerja yang baik antara lain :

    a. Identifikasi semua langkah-langkah penting yang diperlukan atau yang akan

    mempengaruhi hasil akhir yang terbaik

  • 8/18/2019 3-282

    14/33

    b. Tuliskan perilaku kemampuan-kemapuan spesifik yang penting dan diperlukan

    untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir yang terbaik;

    c. Usahakan untuk membuat criteria-kriteria kemampuan yang akan diukur tidak

    terlalu banyak sehingga semua criteria tersebut dapat diobservasi selama siswa

    melaksanakan tugas;

    d. Definisikan dengan jelas kriteria kemampuan yang akan diukur berdasarkan

    kemapuan siswa yang harus diamati (observable) atau karakteristik produk yang

    dihasilkan;

    e. Urutkan criteria kemampuan yang akan diukur berdarkan urutan yang dapat

    diamati;

    f. Kalau ada, periksa kembali dan bandingkan dengan criteria kemampuan yang

    sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain dilapangan.

    Metode Asesmen Kinerja

    Kriteria performansi merupakan indikator unjuk kerja. Dalam sebuah tugas

    tentukan dahulu proses, produk atau keduanya karena ini menentukan kriteria yang

    dibuat. Berikut contoh kriteria yang menunjukkan keterampilan siswa mwngukur volume

    air menggunakan gelas ukur.

    Setelah menentukan kriteria seperti di atas, selanjunya dibuat penskoran dengan

    menggunakan rubrik. Rubrik adalah suatu pedoman penskoran yang digunakan untuk

    menentukan tingkat kemahiran ( proficiency ) siswa dalam mengerjakan tugas. Rubrik

     juga digunakan untuk menilai pekerjaan siswa. Apabila dua orang guru atau lebih

    sedang menilai jenis pekerjaan yang sama, maka penggunaan rubrik yang sama

    membantu mereka memandang produk itu dengan cara yang sama.

    1.  Cara meletakkan gelas ukur

    2.  Cara menuangkan air

    3.  Cara menambahkan volume air

    4.  Cara mebaca ukuran/volume air

    5.  Cara mencatat hasil pengukuran

  • 8/18/2019 3-282

    15/33

    Penilaian dapat dilakukan dengan ceklis dan rating (peringkat). Penilaian dengan

    “rating scale” dikenal ada tiga jenis, yaitu : (1) numerical rating scale; (2) graphic rating

    scale; dan (3) descriptive scale. Contoh ceklis dan ketiga “rating scale” di atas dapat

    dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 1. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan ceklis

    Nama : ……………………………………………. 

    Kelas : ……………………………………………. 

    Petunjuk :

    Berilah tanda centang (√) pada kolom yang disediakan mengenai

    aspek-aspek kinerja siswa yang diamati pada saat berpidato

    Komponen Kinerja Centang

    (cek)

    I. Ekspresi Fisik (Physical Expression )

    1. Berdiri tegak melihat pada penonton ………… 

    2. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan

    pernyataan yang disajikan………… 

    3. Mata melihat pada penonton

    II Ekspresi Suara (Vocal Expression )

    1. Berbicara dengan kata-kata yang jelas ................

    2. Nada suaranya berubah-ubah sesuai pernyataan

    yang ditekankan................

    3. Berbicara cukup keras untuk didengar oleh penonton ................

  • 8/18/2019 3-282

    16/33

    III Ekspresi Verbal (Verbal Expression )

    1. Memilih kata-kata yang tepat untuk menegaskan arti ................

    2. Tidak mengulang-ulang pernyataan ................

    3. Menggunakan kalimat yang lengkap untuk

    mengutarakan satu pikiran................

    4. Menyimpulkan pokok-pokok pikiran yang penting ...............

    Skor Total

    Tabel 2. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan numerical Rating Scale

    Nama : …………………………………………. 

    Kelas : ………………………………………… 

    Petunjuk:

    Berilah lingkaran pada setiap aspek kinerja yang sesuai dengan

    ketentuan sebagai berikut

    1 bila siswa selalu melakukan 

    2 bila kadang-kadang 

    3 bila jarang, dan

    4 bila tidak pernah

    I Ekspresi Fisik (Physical Expression)

     A. Berdiri tegak melihat pada penonton

  • 8/18/2019 3-282

    17/33

      1 2 3 4

    B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan

    yang disajikan

    1 2 3 4

    C. dst.

    Tabel 3. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan Menggunakan

    Graphic Rating Scale

    Nama : .....................................................

    Kelas : ....................................................

    Petunjuk

    Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek

    kinerja siswa teramati pada waktu berpidato

    1. Ekspresi Fisik (Physical Expression)

     A. Berdiri tegak melihat pada penonton

    Selalu Kadang-

    kadang

    Jarang Tidak Pernah

    B. Mengubah ekspresi wajah sesuai dengan perubahan pernyataan

  • 8/18/2019 3-282

    18/33

      yang disajikan

    Selalu Kadang-

    kadang

    Jarang Tidak

    Pernah

    C. dst.

    Tabel 4. Instrumen Asesmen Kinerja Berpidato dengan

    Descriptive rating Scale

    Nama : .....................................................

    Kelas : ....................................................

    Petunjuk

    Berikanlah tanda silang (X) pada garis dimana aspek

    kinerja siswa teramati pada waktu berpidato

    1. Ekspresi Fisik (Physical Expression)

     A. Berdiri tegak melihat pada penonton

    Bridiri tegak,

    selalu melihat

     pada

     penonton

    Kadang-kadang

    berdiri tegak,

    melihat ke

    langit-langit

    kadang-kadang

    Tidak pernah

    berdiri tegak, maka

    tidak pernah

    kontak dengan

     penonton

  • 8/18/2019 3-282

    19/33

    melihat

     penonton

    B. dst.

    b. Asesmen Diri

    Menurut Rolheiser dan Ross (2005) asesmen diri adalah suatu cara untuk

    melihat kedalam diri sendiri. Melalui asesmen diri peserta didik dapat melihat kelebihan

    maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan

    (improvement goal ). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap

    proses dan pencapaian tujuan belajarnya.

    Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan asesmen diri

    merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu

    pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang

    merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.

    Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan

    kontribusi asesmen diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan

    bahwa, ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk

    menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan

    usaha yang lebih keras (effort ). Kombinasi dari goals dan effort  ini menentukan prestasi

    (achievement ); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-

     judgment ) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, „Apakah tujuanku telah tercapai‟?

     Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti „Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?‟ 

    Goals, effort, achievement, self-judgment , dan self-reaction  dapat terpadu untuk

    membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan

    bahwa sesungguhnya, asesmen diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment  

    dan self-reaction dalam model tersebut.

  • 8/18/2019 3-282

    20/33

      Asesmen diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam

    proses belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser

    dan Ross menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti

    mengajukan empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan

    semua komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta

    didik tahu bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya,

    (3) berikan umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4)

    arahkan mereka untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.

    Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Pengajar mengajak

    peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk

    sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini

    dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian

    adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan

    menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama

    dengan mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis asesmen diri

    dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya.

    Daftar cek pada asesmen kinerja di atas, bila digunakan siswa pada saat proses

    belajarnya, akan menjadi alat asesmen diri yang memberinya informasi tentang

    kemajuan belajarnya. Ada juga cara lain untuk melakukan asesmen diri, misalnya

    dengan mengajukan pertanyaan sendiri dan menjawabnya, menyatakan hal-hal yang

    disukai dari aktivitas yang dilakukannya, dan lain sebagainya.

     Ada kecenderungan peserta didik akan menilai diri terlalu tinggi dan subyektif.

    Karena itu, penilaian diri dilakukan berdasarkan criteria yang jelas dan objektif.

    Untuk itu penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui langkah-

    langkah sebagai berikut.

    a. Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian diri

    b. Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai

    c. Menentikan criteria penilaian yang akan digunakan

    d. Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda

    cek atau skala penilaian.

  • 8/18/2019 3-282

    21/33

    e. Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri

    f. Guru mengkaji hasil penilaian, untuk mendorong peserta didik supaya

    senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan objektif

    g. Lakukan tindakan lanjutanm antara lain guru memberikan balikan tertulis, guru

    dan siswa membahas bersama proses dan hasil penilaian.

     Asesmen diri merupakan suatu model yang menghubungkan antara hakikat

    penilaian diri dengan hasil belajar siswa. Apabila siswa merancang sendiri tujuan

    kemampuannya, maka ia memiliki kesempatan untuk mendemonstrasikan

    kemampuannya. Keuntungan lainnya adalah member kesempatan kepada siswa untuk

    terlibat dalam proses asesmen. Bila asesmen dipandang sebagai bagian tak

    terpisahkan dari proses pembelajaran, maka fokus berpindah dari member tes menjadi

    memebantu siswa memehami tujuan pengalaman belajar dan kriteria keberhasilan.

    Selain itu hasil studi mengatakan bahwa melalui penilaian diri memberi kesempatan

    pada siswa untuk berinteraksi social dengan teman sejawat mulai dari siswa

    berkemampuan rendah sampai tinggi. Ada hubungan positif antara kebutuhan dan

    prestasi siswa dan hal ini sangat tampak apabila guru menggunakan teknik belajar

    kooperatif. Karena dalam pembelajaran kooperatif menuntut siswa dapat berinteraksi

    bersama teman sejawat. Oleh karena itu dalam penilaian diri terdapat tiga proses

    regulasi diri yaitu :a.  Siswa melakukan observasi sendiri yang berfokus pada aspek kinerja yang

    relevan denga tujuan dan standar keberhasilan

     b.  Siswa mempertimbangkan sendiri dan menentukan tujuan khusus dan umum

    yang akan dicapai

    c.  Siswa melakukan reaksi diri, menafsirkan tingkat pencapaian tujuan, dan

    menghayati keberhasilan/kemajuan sebagau bahan refleksi diri.

    Contoh Lembar Evaluasi Diri Siswa

    Inventori Minat Membaca

    Nama Pebelajar:_____________________________

    No. Deskripsi Ya/

  • 8/18/2019 3-282

    22/33

    Tidak

    1. Saya suka membaca cerita apapun, terutama kisah-kisah orang

    terkenal

    2. Saya lebih banyak membaca cerita untuk waktu luang saya

    3. Saya tidak sabar untuk mengetahui akhir dari kisah yang saya

    baca

    4. Banyak hal yang menarik dalam cerita-cerita yang saya baca

    5. Saya sering melihat kehidupan dalam cerita-cerita

    6. Saya lebih asyik membaca dibandingkan dengan melakukan hal-

    hal yang lain

    7. Dst…….. 

    e. Projek

    Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek ( project approach) adalah

    investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, siswa mendapat

    kesempatan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya. Pelaksanaan projek

    dapat dianalogikan dengan sebuah cerita, yaitu memiliki fase awal, pertengahan, danakhir projek.

    Kegiatan projek adalah cara yang amat baik untuk melibatkan siswa dalam

    pemecahan masalah karena bersifat sangat ilmiah apalagi ditunjang dengan kegiatan

    yang berhubungan dengan dunia nyata. Projek dapat melibatkan siswa secara aktif dan

    menemukan situasi baru yang mendorong siswa menemukan suatu masalah sehingga

    dapat menuntut mereka merumuskan hipotesis yang membutuhkan penyelidikan lebih

    lanjut. Untuk sekolah tingkat dasar melalui projek juga menyediakan peluang bagi siswauntuk mengekplorasi ide-ide ilmiah dengan menggunakan materi fisik atau teknologi

    baru. Siswa dapat diarahkan untuk melakukan investigasi permasalahan yang ada di

    sekitar kehidupan siswa baik lingkungan sekolah maupun tempat tinggal siswa. Projek

    yang diberikan dalam konten(isi) pemecahan masalah, dapat digunakan siswa untuk

  • 8/18/2019 3-282

    23/33

    melakukan ekplorasi belajar dan berfikir tantangan ide yang mengembangkan

    pemahaman mereka dalam berbagai area isi kurikulum.

     Asesmen projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kamampuan

    mengaplikasikan, kamampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan dari

    siswa pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian projek setidaknya ada

    3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu :

    a. Kemampuan pengelolaan, kemampuan peserta didik dalam memilih topik,

    mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan

    laporan.

    b. Relevansi, kesesuaian dengan mata pelajaran dengan memepertimbangkan

    tahap pengetahuan, pamahaman dan keterampilan dalam pembelajaran

    c. Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya

    dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan

    terhadap proyek peserta didik

    Teknik asesmen projek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan,

    sampai hasil akhir projek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang

    perlu dinilai, seperti penyusunan desain, pengumpulan data, analisis data dan

    menyiapkan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan

    dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen

    penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Beberapa contoh kegiatan siswa

    dalam penilaian projek, misalnya penelitian sederhana tentang dampak limbah terhadap

    kesehatan, pementasan drama, dan sebagainya.

    Berikut ini diberikan contoh suatu asesmen projek dengan tugas projek berupa

    pertunjukan drama.

    Fase awal: Guru memberikan tugas projek pada siswa, sebagai berikut.

    Tugas Projek : Pertunjukan Drama

  • 8/18/2019 3-282

    24/33

    Petunjuk :

    - Pilihlah salahsatu drama karya Putu Wijaya

    - Setiap kelompok terdiri dari 5 – 10 orang siswa

    - Pertunjukan akan dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2007 di auditorium

    sekolah

    - Lama waktu pertunjukan adalah satu jam untuk setiap kelompok, karena itu

    naskah dapat dimodifikasi tanpa meninggalkan pesan aslinya.

    Fase Pengembangan;

    Siswa mencari bahan, memodifikasi naskah, berdiskusi dengan ahli, berlatih secara

    terbimbing maupun mandiri.

    Fase Akhir: siswa menampilkan hasil kerja mereka, yaitu berupa petunjukan drama.

    Untuk tugas projek tersebut di atas, guru mengembangkan rubric penilaian seperti

    dibawah ini.

    No. Aspek Deskripsi Skor (1-5) Bobot

    1. Persiapan Pemilihan naskah

    Pemilihan pemain

    Jadwal kegiatan

    ……………….. 

    …………………. 

    2. Pelaksanaan Kerjasama

    Intensitas dan kualitas

    latihan

    ……………………. 

    …………………….. 

    …………………….. 

  • 8/18/2019 3-282

    25/33

    3. Akhir Ketepatan

    pembawaan karakter

    Improvisasi

     Aplikasi konsep tata

    panggung dan

    pendukung lainnya

    Kekuatan

    penyampaian pesan

    ………………….. 

    4. ……………..  ……………………. 

    d. Asesmen Portofolio

    Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti

    (evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program.

    Penggunaan portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan,

    terutama dalam pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum

    yang berbasis kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen

    berbasis kelas.

    Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan

    semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun

    berdasarkan tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya

    sebuah portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan

    showcase portfolio.  Developmental portfolio  disusun demikian rupa sesuai dengan

    langkah-langkah kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan

    mengenai kapan suatu artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga

    perkembangan program tersebut dapat dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah

    portofolio karya terbaik. Karya terbaik diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan

    diberikan alasannya. Karya terbaik dapat lebih dari satu. Showcase portfolio  adalah

  • 8/18/2019 3-282

    26/33

    portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja

    tertentu.

    Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target

    kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang

    komprehensif karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara

    bersama-sama, (2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat

    memfasilitasi kepentingan dan kemajuan peserta didik secara individual. Dengan

    demikian, asesmen portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat

    tepat untuk menjawab tantangan KBK. 

     Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1) sampel karya

    peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka.

    (1) Karya

    Karya peserta didik menunjukkan perkembangan belajarnya dari waktu ke waktu.

    Sampel tersebut dapat berupa tulisan/karangan, audio atau video, laporan, problem

    matematika, maupun eksperimen. Isi dari sampel tersebut disusun secara sistematis

    tergantung pada tujuan pembelajaran, preferensi pengajar, maupun preferensi peserta

    didik. Asesmen portoflolio menilai proses maupun hasil. Oleh karena itu proses dan

    hasil sama pentingnya. Meskipun asesmen ini bersifat berkelanjutan, yang berarti

    proses mendapatkan porsi penilaian yang besar (bandingkan dengan asesmen

    konvensional yang hanya menilai hasil belajar) tetapi kualitas hasil sangat penting. Dan

    memang, penilaian proses yang dilakukan tersebut sesungguhnya memberi

    kesempatan peserta didik mencapai produk yang sebaik-baiknya.

    Isi folder adalah berbagai produk yang dihasilkan oleh peserta didik, baik yang

    berupa bahan/draf maupun karya (terbaik), dan disebut entri (entry ). Sumber informasidapat diperoleh dari tes maupun non-tes (dengan tes objektif diupayakan minimal).

    Bahan non-tes antara lain karya (artefak), rekaman, draf, kinerja, dan lain-lain yang

    dapat menunjukkan perkembangan peserta didik sebagai peserta didik. Catatan dan

    bahan evaluasi-diri juga merupakan bagian dalam folder.

  • 8/18/2019 3-282

    27/33

     

    (2) Asesmen Diri dalam Asesmen Portofolio

    O‟Malley dan Valdez Pierce (dalam Marhaeni, 2008) bahkan mengatakan bahwa

    „self-assessment is the key to portfolio‟. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri

    peserta didik dapat membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau

    perkembangannya apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri

    peserta didik dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya

    kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement goal ). Dengan demikian peserta

    didik lebih bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian tujuan

    belajarnya.

     Asesmen diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri yang

    dibahas dalam bagian b. di atas. Memang, asesmen portofolio adalah asesmen otentik

    yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-

     jenis asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai (lihat lampiran: contoh

    implementasi asesmen portofolio).

    (3) Kriteria Penilaian yang Jelas dan Terbuka

    Bila pada jenis-jenis asesmen konvensional kriteria penilaian menjadi „rahasia‟

    pengajar atau pun tester, dalam asesmen portofolio justru harus disosialisasikan

    kepada peserta didik secara jelas. Kriteria tersebut dalam hal ini mencakup prosedur

    dan standar penilaian. Para ahli menganjurkan bahwa sistem dan standar asesmen

    tersebut ditetapkan bersama-sama dengan peserta didik, atau paling tidak diumumkansecara jelas. Rubrik penilaian yang digunakan guru untuk menilai kinerja siswa.

    Model Asesmen Portofolio

  • 8/18/2019 3-282

    28/33

      Berikut ini adalah modifikasi dari model asesmen portofolio oleh Moya dan

    O‟Malley (1994). Model tersebut (Portfolio Assessment Model ) disesuaikan dengan tiga

    komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, dan Analisis dan

    Pelaporan.

    (a). Perencanaan

    (1) Menentukan tujuan dan fokus (standar kompetensi, kompetensi dasar, kriteria

    keberhasilan)

    (2) Merencanakan isi portofolio, yang meliputi pemilihan prosedur asesmen,

    menentukan isi/topik, dan menetapkan frekuensi dan waktu dilakukannya

    asesmen.

    (3) Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau

    kriteria penilaian, menetapkan cara memadukan hasil penilaian dari berbagai

    sumber, dan menetapkan waktu analisis.

    (4) Merencanakan penggunaan portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa

    pemberian umpan balik.

    (5) Menentukan prosedur pengujian keakuratan informasi, yaitu menetapkan cara

    mengetahui reliabilitas informasi dan validitas penilaian.

    (b). Implementasi model (terpadu dengan pembelajaran)

    (1) Mengumumkan tujuan dan fokus pembelajaran kepada siswa.

    (2) Menyepakati prosedur asesmen yang digunakan serta kriteria penilaiannya.

    (3) Mendiskusikan cara-cara yang perlu dilakukan untuk mencapai hasil

    maksimal.

    (4) Melaksanakan asesmen portofolio (folder, evaluasi diri)

    (4) Memberikan umpan balik terhadap karya dan evaluasi diri

    (c). Analisis dan pelaporan

    (1) Mengumpulkan folder

  • 8/18/2019 3-282

    29/33

      (2) Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi

    (3) Memadukan berbagai informasi yang ada

    (4) Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati

    (5) Melaporkan hasil asesmen

    c. Esai

    (Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan,

    dan mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban,

    akan tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas.

    Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka

    (extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung

    pada kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau

    menyusun ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban

    terbuka atau jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1)

    menyebutkan pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun

    ide-idenya, dan (4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada

    tes esai jawaban terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan

    ruang lingkup jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang

    harus diberikan oleh peserta didik. Esai terbuka/tak terstruktur merupakan bentuk

    asesmen otentik.

    Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih

    tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

    menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus

    mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang

    tersusun atau terorganisasi. Kelemahan esai adalah berkaitan dengan penskoran.

    Ketidakkonsistenan pembaca merupakan penyebab kurang objektifnya dalam

  • 8/18/2019 3-282

    30/33

    memberikan skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan

    melalui penggunaan rubrik penilaian, dan penilai ganda (inter-rater).

     Asesmen terhadap esai memerlukan pedoman penilaian/rubrik penilaian.

    Pedoman penilaian (disebut dengan benchmark ), dibuat untuk setiap tugas/soal esai.

    Sebagai contoh, sebuah esai berupa pendapat terhadap suatu fenomena tertentu,

    misalnya, perilaku metroseksual. Untuk mengembangkan pedoman penilaian tersebut,

    guru melakukan langkah-langkah seperti pada pengembangan rubrik kinerja. Untuk

    esai tentang perilaku metroseksual, guru misalnya menetapkan kriteria: kualitas

    argumentasi, keruntutan (koherensi) pengungkapan ide, dan penggunaan bahasa.

    No. Kriteria

    Penilaian

    Deskriptor Skor (1-

    10)

    Bobot

    1. Kualitas

    argumentasi

    Mengambil posisi secara jelas,

    argumentasi rasional, menggunakan

    fakta pendukung secara proporsional

    5

    2. Keruntutan ide

    (koherensi)

    Pengungkapan secara logis, hubungan

    antar fakta dan konsep dibangun

    terangkai dengan baik, menggunakan

    ungkapan penyambung dan transisisecara tepat

    3

    3. Penggunaan

    Bahasa

    Lugas, mudah dimengerti, kalimat-

    kalimat gramatikal, kaya, dan variatif.

    2

    Untuk melakukan asesmen-asesmen otentik di atas, dapat dilakukan dengan

    berbagai teknik dan instrumen. Yang penting, teknik dan instrumen tersebut dapat

    menampilkan otentisitas pembelajaran dan hasil belajar siswa. Beberapa teknikasesmen otentik adalah 0bservasi, presentasi, diskusi, investigasi, jurnal, wawancara,

    dan konferensi. Berikut ini diberikan beberapa contoh instrumen yang digunakan dalam

    asesmen otentik (disamping instrumen lainnya yang telah ada di atas).

  • 8/18/2019 3-282

    31/33

    LEMBAR OBSERVASI

    Beri tanda cek!

    Nama Siswa Mengerjakan

    Tugas (On-

    Task )

    Tidak mengerjakan

    tugas (Off-Task )

    Catatan guru

     Ayu

    Damar

    Dst… 

    CEKLIS PENGAMATAN

    Beri tanda cek pada aspek yang muncul!

    NO. Nama Siswa Kerjasama Respek Inisiatif

    1. Ayu

    2. Damar

    3. Dst……. 

    Asesmen Kinerja

    Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis

    NO. Komponen Bobot skor

    (1 – 5)

    Indikator

    1. Isi Karangan 3 Relevansi topik dengan substansi

    tugas, Pengembangan thesis

    statement , Wawasan tentang topik

  • 8/18/2019 3-282

    32/33

    2. Organisasi Ide 2 Susunan ide-ide, Pengungkapan ide-ide

    3. Penggunaan

    Kosakata

    2 Kompleksitas dan efektivitas kalimat,

     Akurasi penggunaan tatabahasa

    4. PenggunaanTatabahasa

    2 Keluasan kosakata, Ketepatanpenggunaan kata dan idiom, Ketepatan

    bentuk-bentuk kata

    5. Penggunaan

    Mekanika (ejaan

    dan tandabaca)

    1 Kepatuhan pada konvensi/aturan-

    aturan penulisan, Ketepatan

    penggunaan tanda-tanda baca dan

    huruf besar, Kebenaran ejaan

    Rekap Nilai Kemampuan Menulis

    No. Nama

    Pebelajar

    Komponen Kemampuan Menulis Jml Rerata

    1. Ayu Tika H. Isi Org. Kskt. Ttbhs. Mknk.

    2. Damar S.

    3. Dst…. 

    Referensi

    Hibbard, M. (1995). Performance Assessment in the Science Classroom. N.Y: The

    McGrawhill Companies.

    Marhaeni, A. A. I. N. (2006). Menggunakan Asesmen Otentik dalam Pembelajaran.

    Makalah disampaikan dalam pelatihan pembelajaran bagi guru-guru SMA

    Negeri 1 Denpasar tanggal 19 Agustus 2006.

    Marhaeni, A.A.I.N. Marhaeni (2008).  Asesmen Pembelajaran Tematik di SD Kelas

     Awal . Makalah disampaikan pada pelatihan guru Sd di Karangasesm (DBEP)

  • 8/18/2019 3-282

    33/33

    Nitko A.J. (1996). Educational Assessment of Students, 2nd

      Ed. Columbus Ohio :

    Prentice Hall.

    Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know . Boston:

     Allyn and Bacon.

    Stiggins, R. J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment.  N.Y: Maxwell

    Macmillan International.