38
Pengembangan Kelembagaan dan Pembentukan Modal Sosial

3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Pengembangan Kelembagaan

dan Pembentukan Modal Sosial

Page 2: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

1. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan, Modal Sosial

James Christenson dan Jerry Robinson tahun 1980 seperti dikutip oleh Lyon (1987:114) menyatakan bahwa dalam pembangunan masyarakat, komunitas digambarkan sebagai elemen-elemen pokok: (i) masyarakat, (ii) yang ada dalam batas geografis tertentu, (iii) mengembangkan interaksi sosial, dan (iv) dengan ikatan-ikatan psikologi satu sama lain dan dengan tempat mereka tinggal.

Selanjutnya James Christenson mengidentifikasi tiga pendekatan dalam pengembangan masyarakat: (i) Menolong diri sendiri (self-help), (ii) Pendampingan teknik (technical assistance), (iii) Pendekatan konflik

Page 3: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Menolong diri sendiri (self-help)

Masyarakat menjadi partisipan yang aktif dalam proses pembangunan. Agen-agen pembangunan menjadi fasilitator.

Komunitas (local residents) memegang tanggung jawab utama dalam hal: (i) memutuskan apa yang menjadi kebutuhan komunitas, (ii) bagaimana memenuhi kebutuhan itu, dan (iii) mengerjakannya.

Tujuan agen pembangunan adalah melembagakan pola pengambilan keputusan horisontal dan implementasinya. Tugas-tugas khusus ditentukan oleh komunitas. Hal yang paling penting dari pendekatan ini adalah proses mengantar komunitas pada kebersamaan.

Page 4: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Pendampingan teknik (technical assistance) Mendasarkan pada perkiraan kebutuhan oleh para

perencana yang dapat mengantarkan dan mengevaluasi proses pengembangan masyarakat.

Perencana seolah-olah ditugasi oleh masyarakat setempat untuk mengembangkan sikap rasionalitas mereka.

Pengembangan masyarakat dari pespektif ini bersifat spesifik mencakup pengembangan ekonomi, pengembangan sistem pelayanan sosial dan kordinasi atas pelayanan yang ada.

Page 5: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Pendekatan konflik

Menekankan pada perubahan kepercayaan agen pembangunan bahwa terdapat ketidakadilan dalam struktur yang ada dalam komunitas. Untuk itu dibutuhkan perubahan struktur komunitas untuk menciptakan pemerataan.

Page 6: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Pembangunan yang berorientasi pada kerakyatan Syarat pembangunan kerakyatan menurut Corten (1990:

110) adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam dan adanya partisipasi masyarakat.

Dalam konteks seperti itu maka pembangunan merupakan gerakan masyarakat, seluruh masyarakat, bukan proyek pemerintah yang dipersembahkan kepada rakyat di bawah.

Pembangunan adalah proses dimana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri.

Page 7: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Pengembangan kapasitas

Pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang memiliki hak yang sama terhadap sumberdaya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka (Eade, 1997: 2-3).

Jadi, sementara terdapat kapasitas dasar tertentu (sosial, ekonomi, politik dan praktek) dimana pembangunan itu bergantung, juga mencari dukungan organisasi untuk bekerja demi keadilan sosial yang berkelanjutan.

Pengembangan kapasitas masyarakat bertujuan untuk mengkombinasikan fokus yang lebih rinci pada setiap situasi dengan visi strategi yang luas dalam jangka panjang. Hal ini mengandung beberapa implikasi (Eade, 1997: 3)

Page 8: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Isu Pokok Pengembangan Kapasitas (Eade,

1997: 34-35):

1. Menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek-proyek pembangunan.

2. Upaya mendukung organisasi untuk menjadi katalis dialog politik dan atau memberikan kontribusi dalam mencari alternatif pembangunan

Page 9: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

3. Fokusnya adalah:1. mengembangkan hubungan antara struktur,

proses, dan kegiatan organisasi. Kriteria efektivitas terkonsentrasi pada dampaknya di tingkat lokal.

2. misi organisasi yang berimbang, dan pertautannya dengan lingkungan eksternalnya, strukturnya dan aktivitasnya. Kriteria efektivitasnya akan berhubungan dengan faktor luar dimana misi itu dirasakan tepat, masuk akal dan terpenuhi.

3. membantu mitra kerja menjadi lebih mandiri dan aktor otonom dalam hubungan jangka panjang atau penyertaan donor dan agen-agen yang relevan lainnya

Page 10: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Pengembangan kapasitas masyarakat menurut Maskun (1999) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatan-kekuatan dari bawah secara nyata.

Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu local capasity.

Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintahan daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat desa terutama dalam bentuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi tantangan pengembangan potensi alam dan ekonomi setempat. Organisasi-organisasi lokal diberi kebebasan untuk menentukan kebutuhan organisasinya dan kebutuhan masyarakat

Page 11: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Dalam konteks seperti itu otonomi dan pembangunan masyarakat oleh masyarakat adalah suatu konsep yang sejalan. Karena itu kebutuhan penting di sini adalah bagaimana mengembangkan kapasitas masyarakat, yang mencakup kapasitas institusi dan kapasitas sumberdaya manusia. Dalam konteks seperti itu pemerintah memiliki fungsi menciptakan strategi kebijakan sebagai landansan bagi organisasi lokal untuk mengembangkan kreaktivitasnya

Page 12: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Selanjutnya dinyatakan bahwa suatu pendekatan pengembangan kapasitas terhadap pembangunan berkonsentrasi pada upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat mengatasi tindakan diskriminasi yang membatasi kesempatan hidup mereka. Hal itu dapat dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut (Eade, 1997: 65-76):

Page 13: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

1. Mendorong keadilan jender melalui: organisasi wanita, pengembangan pengetahuan dan jaringan kerja;

2. Mendukung kapasitas etnik dan kebudayaan minoritas: mendukung hak manusia untuk bekerja, memperoleh pelayanan dan pendidikan, memperkuat identitas budaya dan penengahan konflik;

Page 14: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

3. Terhadap anak-anak: meningkatkan kesejahteraan fisik dan sosial, pendidikan, organisasi sosial bagi anak jalanan, mengembangkan kapasitas anak jalanan, dan meciptakan sistem pelayanan domestik bagi anak-anak;

4. Mendukung kapasitas tokoh masyarakat untuk mengorganisasikan perubahan, lingkungan dan perumahan dan program bantuan darurat; dan

5. Mendukung kapasitas golongan tak mampu (disabilities), rehabilitasi berbasis komunitas, pengembangan pendidikan, pelatihan dan keterampilan: membangun kerja kelompok, dan pengembangan jaringan.

Page 15: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Medan sosial Pada tingkat komunitas simpul-simpul interaksi

itu membentuk suatu pusat interaksi yang disebut medan sosial.

Barnes dikutip oleh Frankenberg (1973: 243) membedakan tiga medan sosial.

1. Medan sosial berdasarkan teritori, dimana masyarakat hidup dalam satu lokalitas tertentu dengan eksistensi yang jelas.

2. Medan sosial berdasarkan lingkup pekerjaan dimana hubungan antara anggotanya tidak permanen, tetapi mempunyai intensitas interaksi yang tinggi dalam suatu waktu tertentu.

3. Medan sosial jaringan sosial dengan satu figur sebagai fokus interaksi pada suatu kondisi tertentu.

Page 16: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Melalui medan sosial itu kemudian terbentuk jaringan kerja. Jaringan kerja adalah proses berkeinginan untuk saling mendengarkan dan saling belajar satu sama lain.

Setiap medan sosial itu menghasilkan satu tipe komunitas yang unik yang oleh Wirutomo (1996: 120) dikelompokkan dalam tiga tipe komunitas, yaitu: Komunitas spasial: suatu ikatan yang berdasar pada

kesamaan tempat tinggal; Komunitas profesional/okupasional: suatu ikatan atas

dasar persamaan profesi atau pekerjaan; dan Komunitas primordial: suatu ikatan atas dasar

persamaan ciri-ciri sosial yang mendasar dan sulit untuk dirubah seperti kesamaan agama, ras, kesukuan (daerah asal) dan sebagainya.

Page 17: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Menurut Portes (1998:3) jaringan sosial bukanlah sesuatu yang alamiah melainkan harus dikonstruksikan melalui penentuan strategi yang berorientasi pada hubungan-hubungan kelembagaan dalam kelompok.

Hubungan kelembagaan itu dapat digunakan sebagai sumberdaya yang dapat dipercaya menghasilkan sumberdaya lain.

Melalui kesertaan dalam suatu jaringan sosial atau struktur sosial lainnya orang dapat menjamin perolehan manfaat dari interaksinya itu.

Page 18: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Menurut Prijono dalam Prijono dan Pranarka (1996: 116-117), pada umunya terdapat dua jenis jaringan, yakni:

1. fungsional, yang mementingkan partisipasi, relevansi dan pragmatisme, dan

2. institusional, yang mementingkan keanggotaan, koordinasi, dan formalitas. Dengan demikian jaringan kerja merupakan perwujudan dari tindakan berorganisasi.

Page 19: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

2. Modal Sosial Organisasi Lokal dan

Pengembangan Masyarakat Secara umum modal sosial didefinisikan sebagai

informasi, kepercayaan dan norma-norma timbalbalik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial Woolcock (1998: 153).

Dengan mengulas pandangan beberapa ahli, Woolcock menggolongkan modal sosial menjadi 4 (empat) tipe utama, yaitu:

1. tipe ikatan solidaritas (bounded solidarity), dimana modal sosial menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam situasi yang merugikan kelompok:

2. tipe pertukaran timbal-balik (reciprocity transaction), yaitu pranata yang melahirkan pertukaran antar para pelaku,

Page 20: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

3. tipe nilai luhur (value introjection), yakni gagasan dan nilai, moral yang luhur, dan komitmen melalui hubungan-hubungan kontraktual dan menyampaikan tujuan-tujuan individu dibalik tujuan-tujuan instrumental, dan

4. tipe membina kepercayaan (enforceable trust), bahwa institusi formal dan kelompok-kelompok partikelir menggunakan mekanisme yang berbeda untuk menjamin pemenuhan kebutuhan berdasarkan kesepakatan terdahulu dengan menggunakan mekanisme rasional (Woolcock , 1998: 161).

Page 21: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Keempat tipe modal sosial di atas selalu terkait dengan penggunaan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu dan bersifat timbal balik.

Sumber dari modal sosial itu dapat bersifat consummatory, yaitu nilai-nilai sosial budaya dasar dan solidaritas sosial, dan dapat pula bersifat instrumental, yaitu pertukaran yang saling menguntungkan dan rasa saling percaya (Portes, 1998: 8).

Page 22: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Menurut Putman dan Fukuyama (Webstarmaster, 1998: 6) konsep modal sosial tidak saja diterapkan pada tingkat individu, tetapi juga pada kelompok, komunitas bahkan nasional.

Komunitas membangun modal sosial melalui pengembangan hubungan-hubungan aktif, partisipasi demokrasi dan penguatan pemilikan komunitas dan kepercayaan.

Sumber-sumber modal sosial itu muncul dalam bentuk tanggung jawab dan harapan-harapan yang tergantung pada kepercayaan dari lingkungan sosial, kemampuan aliran informasi dalam struktur sosial dan norma-norma yang disertai sanksi (Coleman, 1998 dalam Dasgupta dan Serageldin, 1999: 13).

Page 23: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Konsekuensi Positif dan Negatif Modal Sosial Portes menyatakan bahwa modal sosial

memiliki konsekuensi positif dan konsekuensi negatif. Konsekuensi positif: berupa sumber pengawasan sosial, sumber dukungan bagi keluarga, dan sumber manfaat sosial ekonomi melalui jaringan sosial luar.

Konsekuensi negatif berupa pembatasan peluang bagi pihak lain (eksklusifitas), pembatasan kebebasan individu, klaim berlebihan atas keanggotaan kelompok, dan penyamarataan norma bagi semua anggota (konformitas).

Page 24: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Woolcock: konsep modal sosial menjangkau aspek yang lebih luas sehingga dapat mengatasi konsekuensi-kosekuensi negatif yang dimaksudkan oleh Portes, dengan apa yang disebutnya sebagai “embeddednes” (kerekatan) dan “aoutonomy” (otonomi) yang mencakup tingkat mikro dan tetapi tingkat makro.

Kerekatan pada tingkat mikro merujuk pada ikatan-ikatan intra komunitas dan pada tingkat makro merujuk pada hubungan negara dan masyarakat. Otonomi pada tingkat mikro merujuk pada jaringan antar komunitas, dan pada tingkat makro merujuk pada pengembangan kapasitas dan kredibilitas (Woolcock, 1998: 164).

Page 25: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Berdasarkan uraian di atas maka anlisis modal sosial dapat digunakan untuk menjelaskan konteks kehidupan masyarakat secara holistik dalam perspektif jaringan baik secara horisontal maupun secara vertikal. Di sinilah pentingnya membahas organisasi lokal.

Banyak istilah mengenai organisasi lokal seperti asosiasi, paguyuban, kelompok akar rumput dan lain-lain istilah yang menunjuk pada pengelolaan oleh masyarakat setempat; segala bentuk kelompok masyarakat yang diorganisasikan melalui mekanisme dari bawah

Page 26: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Asosiasi dalam atmosfir sosial (Social sphere) termasuk organisasi pemerintah, organisasi amal, kelompok seperguruan dan gerakan sosial (Rulen and Ladavalya, 1993: 60).

Organisasi yang dimaksud memiliki komitmen terhadap pelayanan publik atau pribadi atau terhadap penyakit-penyakit ekonomi, sosial dan perubahan-perubahan kebudayaan.

Lingkup aktivitasnya lebih luas daripada organisasi-organisasi ekonomi, karena fungsinya tidak saja mendorong dan melindungi kepentingan-kepentingan anggotanya, tetapi sering kali mencari jalan untuk memberikan pelayanan kepada publik.

Organisasi-organisasi itu tertutama didorong oleh motivasi kemanusiaan dari pada tujuan-tujuan pribadi. Mereka melayani masyarakat atas dasar solidaritas.

Page 27: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Uphoff (1986: 44, 1992: 5, 1993: 607) telah membagi organisasi lokal menjadi empat tingkatan, yaitu: tingkat lokalitas (locality level), tingkat komunitas (community level), tingkat kelompok (group level) dan tingkat rumahtangga (household).

Keempat tingkat organisasi ini berhubungan secara fungsional. Karena itu dipandang sebagai suatu sistem kelembagaan lokal yang mempengaruhi kehidupan komunitas.

Page 28: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Locality level, dicirikan oleh kesatuan komunitas yang mempunyai relasi sosial dan ekonomi, dengan satu pusat interaksi sebagai pusat pertumbuhan.

Community level, digambarkan sebagai unit interaksi sosial ekonomi yang lebih menunjuk pada sistem administrasi/teritorial yang lebih rendah.

Group level sebagai kesatuan masyarakat yang mengidentifikasi diri berdasarkan karakteristik tertentu, misalnya lingkup pekerjaan, jender, kekerabatan dan lain-lain.

Lingkup organisasi yang lebih kecil adalah keluarga. Organisasi ini tunduk pada pengaruh dari ketiga tingkat organisasi di atas.

Page 29: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Pada tingkat keluarga organisasi menurut Elizabeth Bott sebagaimana dikutip oleh Frankenberg (1973: 19) terdiri dari tiga jenis. 1. organisasi keluarga complementery, dimana aktivitas

suami dan isteri berbeda, namun saling mengisi satu sama lain sebagai satu kesatuan aktivitas, seperti organisasi dalam kegiatan usahatani keluarga.

2. organisasi keluarga independent, yang dicirikan oleh kegiatan suami dan isteri masing-masing berdiri sendiri, sehingga tidak terjadi interaksi antara keduanya dalam lingkup pekerjaan.

3. joint organization, dimana aktivitas suami dan isteri tidak ada pembedaan, baik dalam waktu yang sama maupun dalam waktu yang berbeda.

jika dalam suatu masyarakat lebih dominan terjadi tipe organisasi pertama dan kedua, maka terdapat pemisahan peran yang tegas antara laki-laki dan perempuan.

Page 30: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Memahami beragam tipe jaringan hubungan sosial di atas, maka dapat pula difahami bahwa setiap individu dalam perilaku sehari-hari tak terlepas dari kesatuan unit sosial lokal baik berdasarkan sistem kelembagaan, jaringan kegiatan dalam organisasi maupun medan-medan interaksi.

Menurut McNicoll dan Cain (1989: 87), keterkaitan penting antara tekanan populasi dan pembangunan pedesaan terletak pada susunan kelembagaan.

Konfigurasi kelembagaan/institusi yang menjadi perhatian utama dalam hal ini adalah hubungan antara kepemilikan dan tenaga kerja, yang tersusun dalam pola keluarga, organisasi lokal, dan administrasi pemerintahan.

Page 31: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Sistem keluarga, menunjuk pada bagaimana mengalihkan kepemilikan antar generasi, kontrol mereka terhadap pembentukan keluarga baru, dan mempertahankan perbedaan-perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan.

Sistem jender, menyangkut pola organisasi, peran berdasarkan jenis kelamin dan pola produksi; sudah termasuk dalam pengertian sistem keluarga. Sistem keluarga juga secara khusus memiliki ketahanan dalam menghadapi perubahan-perubahan ekonomi, demografi dan budaya dalam masyarakat.

Perubahan-perubahan ekonomi, demografi dan budaya juga dipengaruhi oleh organisasi komunitas, administrasi pemerintahan lokal, dan sistem internasional.

Page 32: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Merujuk pada hasil penelitian Tjondronegoro di pedesaan Jawa bahwa unit sosial yang memiliki ikatan yang kuat terdapat pada tingkat pedukuhan atau kampung dimana orientasi penduduk lebih cenderung pada teritorium tempat tinggal bersama. Kesatuan masyarakat kecil itu yang disebut sodality – sebagai bidang silang antara masyarakat mutakhir dan masyarakat tradisional - dan kebanyakan berfungsi dalam lingkungan dukuh atau lapisan bawah masyarakat dusun.

Ciri utamanya adalah kepekaan yang tinggi terhadap norma dan sosialisasi menyeluruh, karena kaitan kebutuhan (antar institusi) yang masih kuat (Tjondronegoro dalam Koentjaraningrat 1982: 237-241)

Page 33: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Merujuk pada Portes (1998), maka pada tingkat dusun itu terkonsentrasi modal sosial.

Dalam hal ini konstruksi sodality merupakan unsur penting dalam konsep modal sosial.

itu terfokus pada kecenderungan bertambahnya kemampuan perorangan berdasarkan partisipasi dalam kelompok dan usaha membangun hubungan harmonis bagi pencapaian modal sosial itu

Page 34: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Jadi modal sosial adalah kemampuan untuk mempertahankan keunggulan suatu unit sosial yang diperoleh melalui keanggotaan dalam struktur jaringan dan struktur sosial lainnnya, yang dapat diurai menjadi:

(1) relasi sosial itu sendiri yang memungkinkan individu memiliki akses terhadap sumberdaya yang dimiliki suatu kelompok, dan

(2) jumlah dan kualitas sumberdaya itu.

Page 35: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Sumber dari modal sosial itu adalah: (1) nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, (2) ikatan solidaritas, (3) adanya pertukaran timbal balik yang saling

meguntungkan dan (4) saling pengertian yang terus menerus untuk

melaksanakan kewajiban masing-masing (Portes, 1998: 7-8).

Dengan demikian konsep modal sosial maupun konsep sodality menunjuk pada keterkaitan antara lingkungan sosial dan dan lingkungan fisik.

Page 36: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Kedua konsep di atas (modal sosial dan sodality) digunakan untuk membedah jaringan interaksi anggota komunitas baik dalam organisasi komunitas maupun dengan organisasi atau kelompok-kelompok strategis di luar komunitas. Jaringan interaksi ini dapat terkait dengan atau pun terlepas dari relasi jender.

Page 37: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Modal sosial yang ada pada tingkat komunitas dapat menjadi energi dalam pelayanan kepada masyarakat.

Peran modal sosial dalam hal ini adalah sebagai perekat atau mediator antar pelaku dalam proses pelayanan.

Dalam kaitan dengan model yang telah dirumuskan, faktor yang terkait dengan keefektifan model dikaji berdasarkan kerangka pemikiran Sarwono (1993) mengenai faktor internal dan faktor eksternal yang mungkin mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pelayanan.

Page 38: 3. Pengembangan Kelembagaan_Pembentukan Modal Sosial

Model Anderson yang menilai penggunaan pelayanan formal dan nonformal terdiri dari:

1. faktor yang berpengaruh, mencakup variabel-variabel demografis (seks, umur, status perkawinan, bersama-sama dengan variabel struktur sosial seperti pendidikan dan lokasi tempat tinggal.

2. Faktor-faktor yang memungkinkan, mencakup: pendapatan/penge-luaran, dan

3. Faktor kebutuhan