Upload
muh-fauzi-natsir
View
20
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Program
Citation preview
L A P O R A N PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. II-1
Program bangunan dan lingkungan merupakan penjabaran lebih lanjut dari
perencanaan dan peruntukan lahan yang telah ditetapkan untuk kurun waktu
tertentu, yang memuat jenis, jumlah, besaran, dan luasan bangunan gedung,
serta kebutuhan ruang terbuka hijau, fasilitas umum, fasilitas social dan sarana
pencahayaan.
Penyusunan program bangunan dan lingkungan dilakukan melalui analisis
kawasan dan wilayah perencanaan termasuk mengenai pengendalian dampak
lingkungan, dan analisis pengembangan pembangunan berbasis peran
masyarakat, yang menghasilkan konsep dasar perancangan tata bangunan dan
lingkungan.
Hasil analisis kawasan dan wilayah perencanaan mencakup indikasi program
bangunan dan lingkungan yang dapat dikembangkan pada kawasan
perencanaan, termasuk pertimbangan dan rekomendasi tentang indikasi potensi
kegiatan pembangunan kawasan/lingkunganyang memiliki dampak besar dan
penting serta yang memerlukan penyusunan AMDAL sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3.1. RENCANA UMUM
Rencana Umum merupakan ketentuan-ketentuan rancangan tata
bangunan dan lingkungan yang bersifat umum dalam mewujudkan
lingkungan/kawasan perencanaan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan
berkelanjutan. Manfaat dari rumusan rencana umum adalah :
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-2
1. Memberi arahan lugas dan sistematis bagi implementasi ketentuan dasar
dari perancangan tata bangunan dan lingkungan.
2. Memberi gambaran simulasi bangunan secara keruangan (3-dimensional)
sebagai model penerapan seluruh arahan materi pokok rencana tata
bangunan dan lingkungan.
3. Memudahkan pengembangan desain sesuai dengan visi dan arahan karakter
lingkungan yang telah ditetapkan.
4. Memudahkan pengelolaan, pengendalian pelaksanaan dan pengoperasian
kawasan sesuai dengan visi dan arahan karakter lingkungan yang telah
ditetapkan.
5. Mencapai intervensi desain kawasan yang berdampak baik, terarah dan
terukur pada suatu kawasan yang direncanakan.
6. Mencapai integrasi elemen-elemen desain yang berpengaruh pada suatu
perancangan kawasan.
3.2. STRUKTUR PERUNTUKAN LAHAN
Struktur Peruntukan Lahan adalah komponen rancang kawasan yang
berperan penting dalam alokasi penggunaan dan penguasaan lahan atau tata
guna lahan yang telah ditetapkan dalam kawasan perencanaan tertentu
berdasarkan ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah.
Komponen Struktur Peruntukan Lahan terdiri dari beberapa hal sebagai
berikut:
1. Peruntukan Lahan Makro. Merupakan rencana alokasi penggunaan dan
pemanfaatan lahan pada suatu wilayah. Peruntukan lahan makro
disebut juga dengan tata guna lahan. Peruntukan ini bersifat mutlak
karena telah diatur pada ketentuan dalam rencana tata ruang wilayah.
2. Peruntukan Lahan Mikro. Merupakan peruntukan lahan yang ditetapkan
pada skala keruangan yang lebih rinci termasuk secara vertikal
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-3
berdasarkan prinsip keragaman yang seimbang dan saling menentukan.
Hal yang diatur adalah Peruntukan lantai dasar, lantai atas, maupun
lantai basement serta peruntukan lahan tertentu.
Peruntukan lahan tertentu berkaitan dengan konteks lahan kawasan
Master Plan Kampus 2 UIN Samata, ataupun konteks tematikal pengaturan pada
spot bagian kawasan dengan tema masing. Dalam penetapan peruntukan lahan
mikro masih terbuka kemungkinan untuk melibatkan berbagai masukan desain
hasil interaksi berbagai pihak seperti perancang atau penata kawasan, pihak
kampus yang dapat melahirkan lingkungan dengan ruang yang berkarakter sesuai
dengan konsep struktur perancangan kawasan. Penetapan ini tidak berarti
mengubah alokasi tata guna lahan pada aturan rencana tata ruang wilayah yang
ada, namun berupa tata guna yang diterapkan dengan skala keruangan yang
lebih rinci.
Prinsip penataan struktur peruntukan lahan adalah sebagai berikut:
1. Secara fungsional meliputi :
a. Keragaman tata guna yang seimbang saling menunjang (compatible)
dan terintegrasi.
b. Pola distribusi jenis peruntukan yang mendorong terciptanya interaksi
aktivitas.
c. Pengaturan pengelolaan area peruntukan.
d. Pengaturan kepadatan pengembangan setiap fakultas dengan
pertimbangan daya dukung dan karakter kawasan serta variasi atau
pencampuran peruntukan.
2. Secara fisik meliputi:
a. Estetika, karakter, dan citra Kawasan Kampus 2 UIN
1). Path
Path merupakan jaringan pergerakan secara umum dimana
manusia akan bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Path
merupakan kerangka dasar dari suatu kawasan, sehingga perlu
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-4
dianalisis untuk menentukan bentuk, pola dan struktur fisik
kawasan perencanaan.
2). Edge
Edge merupakan batas dua kawasan tertentu yang berfungsi
sebagai pengakhiran dari suatu distrik atau kawasan tertentu,
seperti, tepi blok, tembok, dan lain-lain. Analisis edges ini
bertujuan untuk memberikan batas yang jelas antara dua
kawasan yang berbeda, misalnya antara kawasan terbangun
(built-up area) dengan kawasan belum terbangun, begitu juga
bila ada perubahan nyata dari suatu kawasan yang masih
asli/alamiah.
3). Landmark
Landmark merupakan titik referensi, merupakan bentuk visual
yang menonjol dalam sebuah kawasan. Analisis landmark
sangat penting bagi suatu kawasan karena akan menjadi suatu
orientasi bagi kampus 2 UIN Samata, dan dapat merupakan
salah satu indikator fisik kawasan yang bersangkutan.
b. Skala ruang yang manusiawi dan berorientasi pada pejalan kaki
serta aktivitas yang diwadahi.
c. Dari sisi lingkungan meliputi keseimbangan kawasan perencanaan
dengan sekitarnya, keseimbangan peruntukan lahan dengan daya
dukung lingkungan, serta kelestarian ekologis kawasan.
3.3. ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN
Analisis kawasan dan wilayah perencanaan merupakan proses untuk
mengidentifikasi, menganalisis, memetakan dan mengapresiasi konteks
lingkungan dan nilai lokal dari kawasan perencanaan dan wilayah sekitarnya,
dengan tujuan agar mendapatkan gambaran kemampuan daya dukung fisik dan
lingkungan serta kegiatan sosial ekonomi dan kependudukan yang tengah
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-5
berlangsung dan Mendapatkan kerangka acuan perancangan kawasan yang
memuat rencana pengembangan program bangunan dan lingkungan, serta dapat
mengangkat nilai kearifan dan karakter khas lokal sesuai dengan spirit dan
konteks kawasan perencanaan.
A. POTENSI PERKEMBANGAN MAHASISWA DAN PEGAWAI
Pengembangan Kampus 2 UIN Alauddin Makassar merupakan wujud dari
penyediaan saranan dan prasarana pendidikan yang lebih baik dalam
penyelenggaraan proses pendidikan dalam lingkungan Kampus 2 UIN Alauddin
Makassar. Sehingga dalam pengembangannya, jumlah Mahasiswa dan Pegawai
di Kampus 2 UIN Alauddin merupakan faktor pertimbangan yang sangat penting
dalam merumuskan perencanaan dan penataan kawasan.
Tabel 3.1. Potensi dan jumlah Mahasiswa dirinci berdasarkan Fakultas di
UIN Alauddin Makassar Tahun 2014 No Fakultas Jumlah Mahasiswa
1. Syariah Dan Hukum 2350
2. Tarbiyah Dan Keguruan 3923
3. Ushuluddin Dan Filsafat 1501
4. Adab Dan Humaniora 1867
5. Dakwah Dan Komunikasi 2105
6. Sains Dan Teknologi 2951
7. Ilmu Kesehatan 1483
8. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam 2687
9. Pascasarjana Kampus I
Jumlah 18.867
Sumber : Data Base UIN Alauddin Makassar Tahun 2014 (Bagian Kepegawaian)
Tabel 3.2. Rekapitulasi Jumlah Pegawai UIN Alauddin Makassar Keadaan Agustus Tahun 2014
No Pegawai Jumlah
A PNS 1. Tenaga Kependidikan 211 2. Tenaga Pendidik 526 B Non PNS 1. Tenaga Kependidikan Honorer (APBN = 121,BLU = 131) 252 a. Laboran Sains & Teknologi 20
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-6
No Pegawai Jumlah
b. Tenaga Kontrak Pusat Pangkalan data & Info 6 Karyawan P2B 33 Tenaga Honor Kopertais 5 2. Tenaga Pendidik (Dosen Non PNS) 150 3. Satpam (Honorer) 57 4. Monitoring Kampus (7 Polisi + 3 Tentara) 10
Total 1.282 Sumber : Data Base UIN Alauddin Makassar Tahun 2014 (Bagian Kepegawaian)
B. ANALISIS POTENSI DAN PERMASALAHAN KAWASAN PERENCANAAN
1. Analisis Daya Dukung Fisik Dan Lingkungan
Analisis kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
merupakan kemampuan suatu ekosistem untuk mendukung aktifitas
sampai pada batas tertentu. Analisis ini digunakan untuk menentukan
apakah suatu kegiatan masih dapat ditambahkan dalam ekosistem
tertentu atau untuk menentukan apakah suatu kawasan lingkungannya
masih mampu mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup
lain.
Sedangkan daya tampung lingkungan hidup dapat diukur dari tingkat
asimilasi media ketika menerima gangguan dari luar.Indikator yang
digunakan pada umumnya pencemaran dan kemampuan media
mempertahankan habitat di dalamnya. Hal ini dapat diukur dari
beberapa variabel antara lain daya dukung tanah/lahan dan air.
Daya dukung lingkungan hidup mmenurut UU No. 23 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lain; sedangkan pelestarian daya dukung
lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan atau dampak negatif
yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-7
PETA ORIENTASI KAWASAN
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-8
PETA EKSISTING
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-9
PETA DELENIASI KAWASAN
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-10
Daya dukung lingkungan adalah kapasitas atau kemampuan ekosistem
untuk mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus
mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi, dan kemampuan
memperbarui diri. Daya dukung lingkungan diartikan sebagai
kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia (Sunu,
2001: 6).Daya dukung lingkungan/ carrying capacity adalah batas atas
dari pertumbuhan suatu populasi, dimana jumlah populasi tersebut
tidak dapat lagi didukung oleh sarana, sumberdaya dan lingkungan yang
ada Atau secara lebih singkat dapat dijelaskan sebagai batas aktivitas
manusia yang berperan dalam perubahan lingkungan. Konsep ini
berasumsi bahwa terdapat kapastian keterbatasan lingkungan yang
bertumpu pada pembangunan (Zoeraini, 1997b).
Menurut Peraturan Negara Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun
2009 tentang pedoman penentuan daya dukung lingkungan hidup
dalam penataan ruang wilayah, daya dukung lingkungan hidup dapat
dibagi menjadi tiga pendekatan Kemampuan lahan yaitu sebagai
berikut.
2. Analisis Kemampuan Lahan
Penentuan kemampuan lahan di Kampus 2 UIN mengacu pada Permen
Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan
Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang.
Kemampuan lahan merupakan karakteristik lahan yang mencakup sifat
tanah (fisik dan kimia), topografi, drainase dan kondisi lingkungan hidup
lain. Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, dapat dilakukan klasifikasi
kemampuan lahan ke dalam tingkat kelas, sub kelas dan unit
pengelolaan. Dalam pembahasan ini akan di tentukan kemampuan
lahan di Kampus 2 UIN berdasarkan tingkat kelas.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-11
Klasifikasi daya dukung kesesuaian lahan merupakan perbandingan
(matching) antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan
yang diinginkan. Kesesuaian lahan ini dapat dipakai untuk klasifikasi
kesesuaian lahan secara kuantitatif maupun kualitatif tergantung pada
data yang tersedia. Dalam hal kesesuaian lahan untuk permukiman ini
yang dipakai adalah klasifikasi kesesuaian lahan secara kualitatif karena
penilaian kesesuaian lahan ditentukan berdasarkan penilaian
karakteristik (kualitas) lahan secara kualitatif (tidak dengan angka-
angka). Kesesuaian lahan diklasifikasikan menjadi beberapa macam.
Menurut FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat
dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Sub-kelas,
dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global, dimana
ia menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu. Pada tingkat Ordo kesesuaian lahan dibedakan
antara lahan yang tergolong sesuai (S= Suitable) dan lahan yang tidak
sesuai (N= Not Suitable).
Lahan yang termasuk pada golongan S atau sesuai merupakan lahan
yang bisa digunakan dalam jangka waktu lama dan tidak terbatas pada
penggunaan tertentu yang telah dipertmbangkan sebelumnya. Lahan
yang masuk dalam ordo ini tidak akan memiliki kerusakan yang berarti
saat digunakan. Sedangkan lahan yang masuk pada ordo N atau tidak
sesuai merupakan lahan yang memiliki kesulitan-kesulitan yang
sedemikian rupa sehingga menghambat penggunaan atau bahkan
mencegah penggunaannya untuk suatu tujuan.
Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo yang
menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan. Berdasarkan tingkat detail
data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi
detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-12
ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai
(S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang
tergolong ordo tidak sesuai (N) dibedakan ke dalam dua kelas yaitu N1
(tidak sesuai pada saat ini) dan N2 (tidak sesuai untuk selamanya). (2)
Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat
kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak
sesuai (N).
Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor
pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara
berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak
akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas,
dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap
produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input).
Pembatas ini biasanya masih dapat diatasi dengan cukup
mudah.
Kelas S3 (sesuai mariginal): Lahan mempunyai faktor pembatas
yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh
terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan
yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk
mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi,
sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan
(intervensi) pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N1 (tidak sesuai pada saat ini): Lahan memiliki faktor
pembatas yang sangat besar namun masih dapat digunakan
setelah mengalami pengolahan dengan modal yang juga tidak
sedikit.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-13
KelasN2 (tidak sesuai untuk selamanya): Lahan memiliki faktor
pembatas yang permanen sehingga tidak memungkinkan
digunakan untuk penggunaan lahan yang lestari dalam jangka
waktu yang sangat lama.
Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan.Kelas
kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan
karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang
menjadi faktor pembatas terberat.Sedangkan subkelas merupakan
pembagian tingkat lanjut dari subkelas berdasarkan atas besarnya faktor
pembatas.
Menurut UU RI No. 1 tahun 2011 permukiman adalah suatu kawasan
perumahan memiliki luas wilayah dengan jumlah penduduk tertentu
yang dilengkapi dengan sistem prasarana dan sarana lingkungan dengan
penataan ruang yang terencana dan teratur, tempat kerja terbatas
sehingga memungkinkan pelayanan dan pengelolaanyang optimal. Pada
penggunaan lahan untuk permukiman sangat penting untuk dikaji
kesesuaian lahannya apakah dengan dibangunnya permukiman di atas
sebuah lahan akan berpengaruh terhadap daya dukung lahan tersebut.
Terdapat sepuluh parameter penentu kelas kesesuaian lahan untuk
permukiman atau budidaya perkotaan yaitu:
Lereng,
Posisi jalur patahan (tidak ada, ada pengaruh, dan tepat pada
jalur),
Kekuatan batuan,
Kembang kerut tanah,
Sistem drainase,
Daya dukung tanah,
Kedalaman air tanah,
Bahaya erosi, longsor, dan Bahaya banjir.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-14
3. Kestabilan Lereng Kampus 2 UIN
Faktor dominan yang menjadi penghambat utama dalam penentuan
kawasan permukiman adalah, lereng, kekuatan batuan, kembang kerut
tanah, bahaya longsor, bahaya erosi, dan jalur patahan. Berikut
beberapa kriteria dalam penentuan kesesuaian lahan untuk
permukiman:
Satuan morfologi diKampus 2 UIN dirumuskan dalam satuan kemiringan
lereng, dimana satuan morfologi dataran adalah bentuk bentang alam
yang didominasi oleh daerah yang relatif datar atau sedikit
bergelombang atau landau dengan kisaran kemiringan lereng 0 8
%dan 8 15 % berdasarkan klasifikasi kemiringan kawasan.
Kestabilan dan kemudahanpengembangan lahan untuk kegiatan
permukiman Kampus 2 UIN dalam analisis ini mengandung pengertian
bahwa secara fisik, lahan tersebut cukup stabil (aman) untuk
dimanfaatkan sekaligus relatif mudah dalam pelaksanaan aktivitas
pembangunan baik dalam penggalian maupun pengurukan tanah dan
batuan. Pelaksanaan aktivitas pembangunan yang relatif mudah sudah
tentu teknologi dan peralatan yang digunakan sederhana pula sehingga
secara tidak langsung, biaya yang akan dikeluarkan relatif tidak terlalu
tinggi. Kemampuan Lahan morfologi-kestabilan lereng sangat
dipengaruhi oleh parameter fisik berupa faktor kemiringan lereng serta
karakteristik (sifat fisik) batuan dan tanah penyusun, dimana faktor-
faktor tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu dengan
lainnya.
Bentuk lahan dan ketinggian tempat dianalisis secara deskriptif
berdasarkan Peta Topografi dengan memperhatikan pola dan ketinggian
garis kontur.Kelas lereng diklasifikasikan sesuai dengan kerapatan garis
kontur. Pada bagian yang berbukit/bergunung Kampus 2 UIN selain
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-15
dengan analisis kerapatan kontur, penetapan kelas lereng juga dilakukan
secara sistematis dengan melihat puncak atau punggung bukit/gunung.
Panjang lereng ditentukan berdasarkan pengamatan di lapangan atau
analisis GIS dengan memprediksi rata-ratanya pada masing-masing kelas
lereng dan lokasinya.
C. ASPEK LEGAL KONSOLIDASI LAHAN PERENCANAAN
Kesiapan administrasi dari lahan yang direncanakan dari segi legalitas
hukumnya. Pada dasarnya konsolidasi lahan merupakan upaya untuk
membangun kawasan dengan biaya pembangunan dari masyarakat sendiri.Biaya
pembangunan di peroleh dari pengurangan luas persil dari para pemilik lahan.
1. Teknis Pelaksanaan
Kegiatan konsolidasi lahan tersebut mengubah lahan dengan bentuk
persil yang tidak beraturan dan tanpa infrastruktur dan fasilitas umum
menjadi lahan yang mempunyai bentuk persil yang relatif teratur yang
dilengkapi infrastruktur dan fasilitas umum.
Pelaksana pembangunan dapat dilakukan oleh berbagai pihak, seperti
pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta atau masyarakat pemilik
lahan sendiri. Hal penting dalam konsolidasi lahan:
a. Membangun dari persil yang tidak teratur menjadi teratur dan
mempunyai infrastruktur dan fasilitas umum.
b. Pemindahan kepemilikan lahan untuk infrastruktur dan fasilitas
umum dengan tidak mengeluarkan biaya.
c. Penerapan rencana penggunaan lahan.
d. Pembangunan kawasan yang memenuhi standar.
e. Pembiayaan bersama dengan komposisi yang patut antar pemilik
lahan.
f. Mencapai waktu yang baik dari daerah pinggiran agar siap untuk
dikembangkan.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-16
g. Menghasilkan kemungkinan pembangunan sistem infrastruktur.
Persyaratan dari konsolidasi lahan adalah:
a. Adanya interes pemerintah daerah (dan atau lembaga yang sesuai
dengan bidangnya).
b. Lahan yang menjadi obyek mempunyai potensi untuk berkembang,
tetapi masih belum teratur, belum mempunyai infrastruktur, dan
masih belum terbangun (atau masih sedikit terbangun)
c. Lahan obyek konsolidasi lahan dekat dengan sistem infrastruktur
d. Lokasi lahan tersebut strategis untuk dijual (sebagai kompensasi
biaya pembangunan)
e. Seluruh pemilik lahan menyetujui proyek konsolidasi lahan;
f. Pemerintah pusat mendukung dalam hal legalitas, hukum dan
administrasi pada pelaksanaan proyek konsolidasi lahan
g. Terdapat perangkat pelaksana yang mampu mengelola proyek
konsolidasi lahan.
2. Pelaksana Konsolidasi Lahan
Pelaksana dapat dilaksanakan oleh :
a. Pemerintah daerah dengan berkoordinasi dengan BPN. Perlu
ditetapkan lokasi yang potensial (sesuai dengan kriteria) atau
b. Pihak Kampus dengan petunjuk dari pemerintah daerah dan BPN.
Yang perlu dilakukan dalam pengembangan konsolidasi lahan di kawasan
perencanaan adalah:
a. Mempercepat perencanaan dan pembangunan pada lahan tidur
(milik masyarakat maupun swasta yang belum dibangun);
b. Pemberdayaan pemahaman pemilik lahan dalam pembangunan
kawasan;
c. Peningkatan produksivitas rencana kawasan;
d. Peningkatan pelayanan pada kawasan yang sudah tertata dan tertib;
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-17
e. Pengembangan struktur pembangunan kawasan dengan konsolidasi
lahan dalam hal sistem sistem infrastruktur.
Program di kawasan perencanaan sebaiknya meliputi berbagai kegiatan,
yaitu:
a. Pembentukan perangkat (peraturan, pelaksana, sistem organisasi)
pelaksanaan proyek yang baik,
b. Penyiapan dan pelaksanaan konsolidasi lahan sebagai pilot project;
c. Penjelasan pada masyarakat luas (pemilik lahan, pengembang,
profesional) mengenai proyek konsolidasi lahan(keuntungan,
prosedur, teknik dll) untuk kepentingan pengembangan kawasan
kampus;
d. Penyiapan peraturan dan prosedur kemitraan pelaksanaan
konsolidasi lahan dikawasan kampus dan sekitarnya dalam upaya
pengembangan dimasa yang akan datang.
e. Promosi konsolidasi lahan.
D. KONSEP KOMPONEN PERANCANGAN KAWASAN
Kriteria Penyusunan Konsep Komponen Perancangan Kawasan Secara
sistematis, konsep ini mencakup gagasan yang komprehensif dan terintegrasi
terhadap komponen-komponen perancangan kawasan, yang meliputi kriteria:
1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Kepadatan bangunan dalam kawasan perencanaan KDB-nya masih
sangat rendah, lahan yang terbangun dari seluruh luas lahan di
kawasan perencanaan atau kawasan terbangun di Kampus 2 UIN
hanya sekitar 14 % dari total luas kawasan perencanaan. Pola
penyebaran bangunan-bangunan yang ada dalam Kampus 2 UIN
umumnya masih menggunakan pola linier atau mengikuti jalur jalan
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-18
yang ada, sedangkan yang pola berkelompok atau terpusat hanya
terjadi di beberapa Fakultas.
Beberapa lokasi di sekitar kawasan perencanaan sudah terlihat adanya
ketidak teraturan sistem jalan terutama dari segi lebar maupun arah
jalannya, begitu pula perletakan antar fakultas satu sama lain mulai
tidak menunjukkan keteraturan. Tingkat kepadatan bangunan pada
kawasan perencanaan digambarkan dari arahan Koefisien Dasar
Bangunan (KDB). Dalam hal ini, ditentukan rumusan maksimum
perbandingan luas lahan yang tertutup bangunan dalam suatu luas
wilayah tertentu, dibandingkan dengan luas wilayah tersebut.
Batasan luas lahan yang diperkenankan tertutup oleh bangunan
bertujuan untuk :
Mewujudkan kawasan yang serasi dan selaras dengan
lingkungannya.
Mewujudkan kawasan yang menjamin keandalan teknis bangunan
dari segi keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan.
Dalam penentuan KDB, perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut:
Faktor Teknis, yang mencakup daya dukung lahan, kondisi fisik
lahan, rencana blok peruntukan, luas wilayah dibandingkan
dengan kebutuhan luas bangunan yang diperlukan serta resiko
kebakaran.
Faktor Kesehatan, yang mencakup, ketersediaan air dalam jumlah
dan tekanan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, cahaya
matahari, udara serta ruang gerak dalam beraktifitas.
Faktor Sosial, yang mencakup ruang terbuka hijau, perlindungan
kebakaran dan keamanan lingkungan, dan fasilitas sosial.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-19
Pengaturan besaran kepadatan bangunan atau Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) diklasifikasikan sebagai berikut :
KDB Sangat Tinggi : > 81 % atau >- 0,81
KDB Tinggi : 61 80 % atau 0,61 - 0,80
KDB Sedang : 41 60 % atau 0,41 - 0,60
KDB Rendah : 11 40 % atau 0,11 - 0,40
KDB Sangat Rendah : < 10 % atau < - 0,10
Koefisien Dasar Bangunan di kawasan perencanaan dapat diuraikan
sebagai berikut :
Bangunan Rumah (perumahan pendukung), KDB maksimum 60%
Bangunan Pusat Kegiatan, KDB maksimum 60% dengan
penyediaan tempat parkir 1 mobil setiap 10 m2 luas lantai
bagunan.
Bangunan Kantor dan Gedung Kuliah, KDB maksimum 40% dengan
pentediaan area parkir 1 mobil setiap 10 m2 luas lantai bangunan
Jenis fasilitas perkantoran yang ada terbagi menjadi perkantoran
swasta (yang merupakan fasilitas penunjang Kampus seperti Bank, dll)
dan Rektorat serta bangunan lainnya yang berfungsi sebagai pusat
pelayanan administrasi akademik. Untuk bangunan perkantoran yang
ada saat ini di kawasan perencanaan umumnya masih memiliki KDB
yang sedang dan tinggi, sehingga perlu dilakukan penataan ruang
parkir dan RTH serta sirkulasi yang baik.
2. Koefisen Lantai Bangunan (KLB)
Bangunan-bangunan yang ada di kawasan perencanaan secara umum
masih dalam klasifikasi bangunan dengan ketinggian sedang dan tinggi.
Pengamatan kondisi ketinggian bangunan dilakukan untuk
memperoleh gambaran awal serta input bagi proses perhitungan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Ketinggian bangunan adalah jumlah
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-20
lantai penuh dalam satu bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai
dengan lantai tertinggi.Tinggi bangunan adalah jarak dari lantai dasar
sampai puncak atap atau bangunan yang dinyatakan dalam meter.
Pengaturan ketinggian bangunan didasarkan pada daya dukung tanah
setempat.
Dasar-dasar pertimbangan penentuan ketinggian bangunan meliputi :
Keadaan fisik dasar kawasan seperti kemiringan lahan, struktur
geologi dan hidrologi,
Jenis dan intensitas penggunaan ruang,
Nilai lahan dan aspek urban design seperti kesan proporsi antara
lebar dan tinggi bangunan, kesan ritmik, monumental, sudut sinar
matahari, kesesuaian dengan lingkungan sekitarnya, dan lain-lain.
Ketinggian dari bangunan-bangunan perlu diatur dengan
memperhatikan daerah pengawasan jalan yang telah ditentukan.Bagi
kawasan yang daerah pengawasan jalannya berhimpit dengan daerah
milik jalan, maka ketinggian bangunannya ditentukan atas lebar
daerah milik jalan, agar pemakai jalan tidak kehilangan ruang bebas
dan keleluasaan ruang pribadi terhadap lingkungan.
Ruang bebas pandangan manusia normal membentuk sudut kira-kira
60 ke atas dan 20 ke bawah.Dengan berpedoman pada besarnya
sudut bebas pandangan serta lebar daerah milik jalan maka pada
bidang penyinaran diusahakan jatuh tepat di sisi jalan lainnya,
sehingga dapat diperkirakan ketinggian bangunan maksimum yang
diperkenankan.
Beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masalah ketinggian
bangunan anatara lain sebagai berikut :
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-21
a) Ketinggian peil lantai dasar
Ketinggian peil lantai bangunan disesuaikan jarak bangunan
dengan permukaan drainase terdekat, dengan kemiringan 1,5-
2% kearah saluran.
Mengingat kondisi kawasan perencanaan yang masih
dominan lahan terbuka/kosong dan relatif datar, maka dasar
penentuan peil lantai bangunan didasarkan pada permukaan
jalan poros khususnya di Kampus 2 UIN dengan mengacu pada
rencana peningkatan fungsi ruas jaringan jalan tersebut atau
permukaan saluran drainase yang ada di kedua sisi jalan
tersebut.
Untuk menghindari terjadinya genangan dalam tapak,
ketinggian peil lantai juga dipengaruhi oleh jarak sempadan
bangunan, semakin lebar jarak sempadan bangunannya
semakin tinggi pula penentuan peil lantainya dan sebaliknya.
Bagi daerah yang masih terpengaruh banjir ketinggian peil
tanah lantai dasar minimal 15 cm.
Untuk kasus-kasus dimana bangunan menghadap jalan lebih
dari satu, ketinggian peil diperhitungkan dari jalan utama yang
lebih tinggi tingkatannya.
b) Perhitungan ketinggian bangunan
Ketinggian ruang (jarak vertikal) dari lantai dasar ke lantai
penuh di atasnya disesuaikan dengan fungsi ruang dan
arsitektur bangunannya. Jika jarak vertikal dari lantai dasar ke
lantai penuh lebih dari 5 meter, maka ketinggian bangunan
dianggap sebagai 2 lantai.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-22
Gambar 3.4. Konsep Ketinggian Peil Lantai Bangunan
Mezzanine yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar,
dianggap sebagai lantai penuh.
Ruangan-ruangan tertutup pada lantai atap dasar yang
luasnya lebih dari 50% dari luas atap tersebut, dianggap
sebagai satu lantai penuh.
c) Ketentuan tinggi bangunan
Tinggi puncak suatu atap bangunan tidak bertingkat
maksimum 8 meter dari lantai dasar.
Tinggi puncak atap suatu bangunan dua lantai maksimum 12
meter.
Dalam pengaturan ketinggian bangunan, terdapat beberapa kriteria
yang dipertimbangkan :
a) Ketinggian bangunan ditetapkan berdasarkan pertimbangan:
Daya dukung dan daya tampung ruang;
Intensitas pemanfaatan lahan;
Sifat lingkungan dan karakteristik lokasi;
Keserasian lingkungan/estetika;
Potensi sarana/prasarana lingkungan yang bersangkutan;
Keselamatan bangunan itu sendiri apabila tertimpa bencana.
b) Batasan ketinggian bangunan dapat berupa batasan lapis/tingkat
bangunan atau dalam satuan ketinggian (meter), baik yang
membatasi ketinggian lantai yang dapat digunakan, maupun yang
membatasi ketinggian bangunan yang tidak digunakan (seperti
antena dll).
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-23
c) Apabila pada daerah perencanaan terdapat lebih dari satu nilai
ketetapan batasan ketinggian bangunan, maka nilai paling besar
dan nilai batasan ketinggian bangunan yang ada menjadi
ketinggian bangunan yang baru dan berlaku pada keseluruhan
daerah perencanaan tersebut.
d) Apabila terdapat pelampauan ketinggian bangunan maka
pengenaan denda/sangsi pelampauan ketinggiannya
diperhitungkan secara proporsional terhadap luas lantai yang
melanggar tersebut.
Ketinggian bangunan merupakan rumusan ketinggian yang
diperkenankan untuk setiap bangunan. Pertimbangan yang digunakan
dalam merumuskan ketinggian bangunan ini adalah:
a) Penataan ketinggian bangunan yang direncanakan dari jumlah
lantai bangunan disesuaikan dengan daya dukung lahan dan fungsi
lahan yang ditetapkan.
b) Jenis penggunaan lahan dalam rencana tata ruang akan
mempengaruhi juga ketinggian bangunan yang diperkenankan.
c) Adanya nilai ekonomi lahan yang berbeda di dalam suatu kawasan
akan berpengaruh dalam penentuan alokasi bangunan berlantai
satu dan bangunan yang berlantai banyak (bertingkat).
d) Estetika atau kenyamanan pandang dikaitkan dengan topografi
dan sky line yang diinginkan tanpa melupakan segi-segi
keamanan bangunan.
Berpedoman pada pertimbangan tersebut di atas, maka kawasan
perencanaan dibedakan dalam 4 (empat) klasifikasi, yaitu:
1. Bangunan sangat rendah adalah bangunan yang tidak bertingkat
atau berlantai satu dengan tinggi puncak atap maksimum 8
(delapan) meter dari rata-rata permukaan tanah setempat.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-24
2. Bangunan rendah adalah bangunan bertingkat satu atau
bangunan berlantai dua dengan tinggi puncak atap maksimum 12
(dua belas) meter dari rata-rata permukaan tanah setempat.
3. Bangunan sedang adalah bangunan bertingkat dua atau bangunan
bertingkat tiga dengan tinggi atap maksimum 16 (enam belas)
meter dari rata-rata permukaan tanah setempat.
4. Bangunan tinggi adalah bangunan bertingkat empat sampai
delapan dengan tinggi atap maksimum 54 (lima puluh empat)
meter dari rata-rata permukaan tanah setempat.
Penataan ketinggian bangunan di kawasan perencanaan sangat
diperlukan untuk menciptakan suatu streetscape yang teratur, rapi,
dan indah.
3. Garis Sempadan Bangunan
Garis sempadan bangunan adalah garis yang membatasi jarak bebas
minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan gedung terhadap
batas lahan yang dikuasai, antar massa bangunan lainnya, rencana
saluran, dan/atau jaringan listrik tegangan tinggi. Dalam menentukan
garis sempadan bangunan yang perlu dipertimbangkan, antara lain:
Fungsi jaringan jalan yang terkait dengan lebar jalan yang berada
di depannya.
Daerah bebas pandang untuk pemakai jalan dan jarak bebas
pandang bagi penghuninya.
Memberikan jarak tertentu yang dikaitkan dengan adanya bagian
jalan, yaitu Damaja, Damija, dan Dawasja.
Memberikan jarak tertentu untuk keamanan bangunan dari
pengaruh getaran akibat lintasan kendaraan dan proses produksi
disekitarnya.
L A P O R A N A K H I R PENYUSUNAN MASTER PLAN KAWASAN KAMPUS 2 UIN ALAUDDIN MAKASSAR
Hal. III-25
Tingkat kebisingan yang diakibatkan kendaraan yang melintas dan
kemungkinan aktifitas lain yang terjadi disekitarnya.
Penerapan Garis sempadan bangunan bertujuan, antara lain:
Menciptakan kenyamanan kawasan yang meliputi kenyamanan
ruang gerak dan hubungan antarblok, kondisi pergerakan udara,
pandangan, serta tingkat getaran dan kebisingan.
Menciptakan pergerakan udara yang lancar, sehingga diperoleh
temperatur dan kelembaban udara yang nyaman dalam kawasan.
Meminimalkan tingkat getaran dan kebisingan yang timbul baik
dari dalam bangunan gedung maupun dari lingkungannya,
sehingga menciptakan kenyamanan beraktifitas.
Menciptakan keamanan, kesehatan, kemudahan, serta
keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan.
Ketentuan garis sempadan bangunan pada kawasan Kampus 2 UIN
Alauddin ditetapkan seragam dengan ketentuan minimum 15 m dari as
jalan.
4. Garis Sempadan Pagar
Garis Sempadan Pagar (GSP) merupakan salah satu komponen dalam
perencanaan kawasan, maka GSP ditetapkan sekurang-kurangnya 1
meter diukur dari tepi pondasi pagar sampai pinggir luar pasangan
saluran drainase (got). Ruang untuk GSP ini tidak diperbolehkan untuk
tempat parkir atau kegiatan lain yang bertentangan dengan fungsinya.
Ketentuan garis sempadan pagar pada kawasan Kampus 2 UIN
Alauddin ditetapkan seragam dengan ketentuan minimum 7 m dari as
jalan atau disesuaikan dengan kondisi geometrik jalan (sekurang-
kurangnya 1 meter diukur dari tepi pondasi pagar sampai pinggir luar
pasangan saluran drainase/tepi badan jalan terluar).