Upload
lindar-rin-
View
22
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh
pemerintah adalah adanya pergeseran pola penyakit di Indonesia.
Penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur turun, diikuti dengan
meningkatnya penyakit degeneratif atau tidak menular. Salah satunya
adalah Diabetes Mellitus.
Jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) di dunia mengalami
peningkatan dengan data yang ada pada tahun 1994 = 110,4 juta, 1998 =
±150 juta, tahun 2000 = 175,4 juta, tahun 2010 = 279,3 juta dan
diperkirakan tahun 2020 = 300 juta. Sedangkan di Indonesia atas dasar
prevalensi ± 1,5 % dapatlah diperkirakan jumlah penderita DM pada
tahun 1994 = 2,5 juta, 1998 = 3,5 juta, tahun 2010 = 5 juta dan 2020 =
6,5 juta (Majalah Diabetes Surabaya, 2001: Volume 1).
Meningkatnya prevalensi DM di Indonesia, diduga ada
hubungannya dengan cara hidup (pola makan) seiring dengan
kemakmuran yang meningkat, hal ini tidak jauh berbeda dengan
kenaikan jumlah penderita Diabetes Melitus(DM) di Sulawesi Tenggara
dimana untuk data di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara
jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) sejak tahun 2004 sampai tahun
1
2008 bervariasi dimana sejak tahun 2004 jumlah penderita DM dengan
ketergantungan insulin berjumlah 30 pasien atau sekitar 7,37% dari total
kunjungan tahun 2005 terjadi penurunan yaitu 20 pasien atau 4,18%
sedangkan penderita DM pada tahun 2006 mengalami peningkatan
dengan jumlah 32 atau 5,57% untuk tahun 2007 penderita berjumlah 16
pasien atau 2,63% dan tahun 2008 ketergantungan insulin mengalami
peningkatan dengan jumlah 22 pasien atau 2,58% sedangkan tahun
2009 jumlah penderita meningkat pada bulan Januari sampai dengan
Maret berjumlah 53 orang. Peningkatan jumlah kasus penderita DM
tersebut diakibatkan juga oleh dukungan dari keluarga dimana kurangnya
peran keluarga dalam pengelolaan pada salah satu anggota keluarga
yang menderita Diabetes Mellitus. Selain juga pola makan, gaya hidup
yang sangat sibuk, duduk di belakang meja menyebabkan tidak adanya
kesempatan untuk rekreasi atau olahraga sehingga menyebabkan
tingginya angka penyakit jantung koroner, Hipertensi, Diabetes dan
Hiperlipidemia. Di samping cara hidup dan gaya hidup, peran keluarga
dalam pengelolaan pasien Diabetes Mellitus juga belum optimal (Profile
RSUP Sultra, 2008).
Diabetes Mellitus jika tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata,
ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf dan lain-lain. Dengan
pengalaman yang baik, yaitu kerja sama antara pasien, keluarga, dan
2
petugas kesehatan, diharapkan komplikasi kronik DM akan dapat
dicegah, setidaknya dihambat perkembangannya. Untuk mencapai hal
tersebut, keikutsertaan pasien, keluarga untuk mengelola anggota
keluarganya menjadi sangat penting. Demikian pula adanya para petugas
kesehatan sebagai penyuluh bagi keluarga dalam membantu pasien
dengan Diabetes Mellitus. Guna mendapatkan hasil yang maksimal,
konseling oleh perawat terhadap keluarga sangat diperlukan agar
informasi yang diberikan pada keluarga dengan salah satu anggota
keluarga menderita Diabetes Melitus bermanfaat, karena selama ini
ternyata bahwa konseling tersebut belum pernah dilakukan oleh
petugas / perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sultra
Tahun 2010.
Berdasarkan penemuan fakta di atas, maka perlu dilakukan
penelitian guna membuktikan pengaruh konseling keluarga terhadap
peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM,
sehingga peneliti ingin meneliti “Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap
Perbaikan Peran Keluarga dalam Pengelolaan Anggota Keluarga dengan
Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2010”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian, yaitu :
3
“Apakah ada pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan
peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM? “
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh konseling keluarga terhadap
perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
dengan DM di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2010
2. Tujuan Khusus
a. Apakah ada pengaruh konseling keluarga dalam pengelolaan
anggota keluarga dengan DM di Rumah Sakit Umum Provinsi
Sulawesi Tenggara
b. Apakah ada peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
dengan DM di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara
c. Membuktikan pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan
peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu tentang
pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan peran keluarga
dalam pengelolaan pasien Diabetes Mellitus.
4
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi tempat
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan terutama dalam
bidang konseling.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk
melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan
konseling keluarga.
d. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, dan dapat dimanfaatkan ilmuwan lain untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
E. Relevansi
Pola makan dan gaya hidup merupakan penyebab terjadinya
penyakit DM. Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi
pada penderita DM adalah dengan adanya peran keluarga dalam hal
pengaturan pola makan, latihan jasmani, perawatan kaki dan
pengelolaan obat hypoglikemia, sehingga konseling tentang hal itu perlu
diberikan pada keluarga dengan salah satu anggota keluarga menderita
DM.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konseling Keluarga
Konseling adalah nasehat, anjuran, pembicaraan. Menurut
James F. Adam konseling merupakan suatu pertalian timbal balik antara
dua orang individu dimana yang seorang (counselor) membantu yang lain
(conselee) supaya ia dapat memahami dirinya dalam hubungan dengan
masalah – masalah hidup yang dihadapinya waktu itu dan yang akan
datang.
(http://mawardiumm.wordpress.com/2008/02/27/bimbingan-konseling
Frank parsons:
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang mengalami suatu masalah (klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Konseling keluarga pada dasarnya merupakan penerapan
konseling pada situasi khusus yang berfokus pada masalah-masalah
yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya
melibatkan anggota keluarga (Latipun, 2001: 174-175). Konseling
keluarga merupakan bagian penting dalam pengelolaan DM karena pada
konseling keluarga memandang bahwa keluarga tidak hanya dilihat
6
sebagai faktor yang menimbulkan masalah, tetapi menjadi bagian yang
perlu dilibatkan dalam penyelesaian masalah, dimana keluarga dan
anggota keluarga merupakan sistem yang saling mempengaruhi
sehingga untuk mengubah masalah yang dialami anggota keluarga
diperlukan perubahan dalam sistem keluarganya dan permasalahan yang
dialami seorang anggota keluarga akan efektif diatasi jika melibatkan
anggota keluarga yang lain.
Berdasarkan pengalaman dalam penanganan konseling keluarga
masalah yang dihadapi adalah: Keluarga dengan anak yang tidak patuh
terhadap harapan orang tua, konflik antar anggota keluarga, perpisahan
dengan anggota keluarga karena kerja diluar daerah, anak yang
mengalami kesulitan belajar atau sosialisasi dan salah dalam memberi
pengelolaan pada anggota yang bermasalah. Berbagai permasalahan
tersebut dapat terselesaikan melalui konseling keluarga. Konseling
keluarga ini menjadi lebih efektif untuk mengatasi masalah jika semua
anggota mau merubah sistem yang ada dengan cara yang baru untuk
membantu mengatasi anggota keluarga yang bermasalah.
1. Pendekatan Konseling Keluarga
Dalam pelaksanaan konseling keluarga dilakukan dengan tiga
pendekatan yaitu:
7
a. Pendekatan sistem keluarga
Menurut Murray Bowen (1985) dalam wahit ikbal (2006)
anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi
(Disfunctioning Family). Karenanya dalam keluarga terdapat
kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama
atau melawan yang mengarah pada individualitas.
b. Pendekatan Conjoint
Menurut Satir (1967) dalam Latipun (2001) anggota
keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan
mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota
keluarga yang lain, karena keluarga adalah fungsi bagi keperluan
komunikasi dan kesehatan mental sehingga masalah yang
dihadapi adalah harga diri (Self Esteem) dan komunikasi, dimana
masalah terjadi jika self esteem yang dibentuk oleh keluarga itu
sangat rendah dan komunikasi dalam keluarga itu juga tidak baik.
c. Pendekatan struktural
Minuchin (1974) dalam Latipun (2001) beranggapan
bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga
dan pola transaksi yang dibangun tidak tepat, dimana batas –
batas antara subsistem dari sistem keluarga itu tidak jalas,
sehingga untuk mengatasi keluarga yang bermasalah perlu
8
dirumuskan kembali struktur keluarga itu dengan memperbaiki
transaksi dan pola hubungan yang baru yang lebih sesuai.
Dari berbagai pandangan para ahli tentang pendekatan
konseling keluarga maka akan memudahkan penetapan strategi yang
tepat untuk membantu keluarga.
2. Tujuan Konseling Keluarga
Tujuan konseling keluarga oleh para ahli dirumuskan secara
berbeda sesuai dengan pendekatan yang dikemukakan di atas. Pada
umumnya tujuan konseling keluarga adalah:
a. Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota.
b. Mengganti gangguan, ketidakfleksibelan peran dan kondisi.
c. Memberi pelayanan sebagai model dan pendidikan peran
tertentu yang ditujukan kepada anggota keluarganya yang lain.
3. Bentuk Konseling Keluarga
a. Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks sistem
Pada pelaksanaan bentuk konseling ini klien merupakan
bagian dari system keluarga, sehingga masalah yang dialami dan
pemecahannya tidak bisa mengesampingkan peran keluarga.
b. Berfokus pada saat ini
Pelaksanaan bentuk konseling ini adalah mengatasi
masalah yang dihadapi klien saat ini, bukan masa lampau.
9
Untuk bentuk konvensionalnya, konseling disesuaikan dengan
keperluannya dimana seluruh anggota keluarga harus ikut serta
dalam konseling karena mereka tidak hanya berbicara tentang
keluarganya tetapi juga terlibat dalam penyusunan rencana
perubahan dan tindakannya.
4. Proses dan Tahap Konseling Keluarga
Dalam mengatasi masalah pada keluarga terjadi beberapa
tahap:
a. Sesi pengenalan
Pada sesi ini terjadi perkenalan antara petugas dengan
keluarga , dan juga adanya identifikasi masalah.
b. Sesi Pengajaran
Pada sesi ini keluarga mendapatkan pendidikan dalam
bentuk perilaku.
c. Sesi Model
Pada sesi ini keluarga melihat cara mengimplementasikan
perilaku yang telah dipelajari pada sesi pengajaran.
d. Sesi Terapis/trial
Dimana sesi ini keluarga mencoba mengimplementasikan
perilaku yang telah didapat.
10
e. Sesi penerapan dan evaluasi
Pada sesi ini keluarga menerapkan apa yang telah didapat
dan perawat mengevaluasi dengan cara melakukan kunjungan
rumah.
5. Faktor yang berpengaruh pada keberhasilan konseling yang
berhubungan dengan karakteristik subyek.
a. Usia klien
Usia dapat mempengaruhi hasil konseling. Klien berusia
dewasa dimungkinkan lebih sulit dilakukan modifikasi persepsi
dan tingkah lakunya dibandingkan dengan klien yang berusia
belasan tahun, karena berhubungan dengan fleksibelitas
kepribadiannya.
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin, terutama berkaitan dengan perilaku model,
bahwa individu melakukan modeling sesuai dengan jenis
seksnya. Dalam proses konseling, factor modeling ini sangat
penting dalam upaya pembentukan tingkah laku baru.
c. Tingkat pendidikan
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya
terhadap diri dan lingkungannya, sehingga akan berbeda cara
menyikapi proses berlangsungnya konseling pada klien yang
berpendidikan tinggi dengan berpendidikan rendah.
11
d. Intelegensi
Intelegensi pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan
penyesuaian diri dan cara – cara pengambilan keputusan. Klien
yang berintelegensi tinggi akan banyak berpartisipasi dalam
proses konseling, lebih cepat dan tepat dalam membuat
keputusan.
e. Status sosial ekonomi
Status social ekonomi berpengaruh terhadap tingkah
lakunya. Individu yang berasal dari keluarga status social
ekonomi yang baik akan mempunyai sikap dan pandangan
yang positif tentang masa depannya dibandingkan mereka yang
berstatus social ekonomi rendah.
f. Sosial budaya
Yang termasuk dalam sosial budaya adalah pandangan
keagaman, kelompok etnis dimana hal ini sangat berpengaruh
pada proses berlangsungnya konseling.
B. Peran Keluarga
1. Pengertian
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu
system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam
maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku
12
yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier
Barbara, 1995:21).
(http://www.fadlie.web.id/bangfad/peran-dan-fungsi- perawat.html).
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing – masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Salvian G Bailon
dan A. Maglaya, 1989) dalam Wahit (2006)
2. Fungsi Keluarga
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, yaitu:
a. Fungsi pendidikan
Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan
masa depan bila kelak dewasa nanti.
b. Fungsi sosialisasi anak
Tugas keluarga adalah mempersiapkan anak menjadi
anggota masyarakat yang baik.
c. Fungsi perlindungan
Dalam hal ini keluarga bertugas melindungi anak dari
tindakan – tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga
merasa terlindung dan aman
13
d. Fungsi perasaan
Tugas keluarga adalah menjaga secara intuitif, merasakan
perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga
sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.
e. Fungsi religius
Dalam fungsi ini keluarga bertugas memperkenalkan dan
mngajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan
beragama dan kepala keluarga bertugas menanamkan keyakinan
bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini serta ada
kehidupan lain sebelum ini.
f. Fungsi ekonomis
Dalam fungsi ini kepala keluarga bertugas mencari sumber
penghidupan dalam memenuhi fungsi keluarga yang lain, kepala
keluarga bekerja memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan
sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
g. Fungsi rekreatif
Pada fungsi ini tidak berarti harus pergi ke tempat rekreasi,
tetapi bagaimana untuk menciptakan suasana yang
menyenangkan sehingga dapat mencapai keseimbangan
kepribadian masing - masing anggotanya.
14
h. Fungsi biologis
Yang utama dalam tugas ini adalah untuk meneruskan
keturunan sebagai generasi penerus dalam keluarga.
Dari berbagai fungsi di atas ada tiga fungsi pokok keluarga
terhadap anggota keluarga, yaitu :
a. Asih, yang berarti memberikan kasih sayang, perhatian,
rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga, sehingga
memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan
kebutuhannya.
b. Asuh, yaitu menuju pada kebutuhan dan perawatan anak
agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga mereka menjadi
anak – anak yang sehat baik fisik, mental, social dan spiritual.
c. Asah, yang berarti memenuhi kebutuhan pendidikan
anak, sehingga menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam
mempersiapkan masa depannya.
3. Peran Keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang
memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan baik sehat
maupun sakit pada anggota keluarga yang lain.
Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika
mereka tidak lagi sanggup merawat. Oleh karena itu asuhan
keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan
15
keadaan anggota keluarga yang sakit, tetapi juga mengembangkan
dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan dalam keluarga tersebut.
Dari bermacam pandangan teori yang ada disebutkan bahwa
keluarga adalah sebagai faktor kontribusi dalam pengelolaan anggota
keluarga dengan Diabetes Mellitus. Faktor kontribusi tersebut adalah
Menurut L. Green yang dikutip oleh Herawati …(et. al) (2001)
mengemukakan teori yang menggambarkan hubungan pendidikan
kesehatan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan menjadi 3 faktor yaitu faktor predisposisi yang merupakan
faktor internal yang ada pada diri individu, keluarga dan
kelompok/masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku.
Faktor yang kedua adalah faktor pemungkin yaitu yang memunkinkan
individu untuk berperilaku karena tersedianya sumber daya,
keterjangkauan, rujukan dan keterampilan. Sedangkan faktor yang
ketiga adalah faktor penguat yaitu yang menguatkan perilaku seperti
sikap dan keterampilan petugas, teman sebaya, orang tua dan
anggota keluarga yang lain.
Dari bermacam pandangan teori yang ada disebutkan bahwa
keluarga adalah sebagai faktor kontribusi dalam pengelolaan anggota
keluarga dengan Diabetes Mellitus. Faktor kontribusi tersebut adalah :
a. Tingkat pengetahuan
16
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
(Notoatmodjo, 1997 ). Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni; indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan suatu keluarga, karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)(dikutip dari
Friedman) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, begitu juga dalam keluarga, yaitu :
1. Awareness (kesadaran) dimana orang atau
keluarga tersebut menyadari dalam arti lebih mengetahui lebih
dulu terhadap stimulus atau obyek.
2. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus
atau obyek tersebut, disini sikap subyek sudah mulai timbul.
3. Evaluation (menimbang – nimbang) terhadap
baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi diri atau keluarganya.
Dalam hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi.
17
4. Trial, dimana subyek sudah mulai mencoba
melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh
stimulus.
5. Adaption, dimana subyek telah berperilaku
baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati
tahap-tahap seperti tersebut di atas.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku
melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan ,
kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng dan sebaliknya jika tidak didasari oleh
pengetahuan , kesadaran dan sikap yang positif perilaku tersebut
akan bersifat tidak langgeng.
Menurut Bloom dalam Notoatmojo, pengetahuan yang
dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni:
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang
dipelajari sebelumnya, termasuk didalam pengetahuan tingkat
ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
18
yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang obyak yang diketahuai, dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
atau keluarga yang telah paham terhadap materi harus dapat
menjelaskan, menyimpulkan terhadap obyek yang dipelajari.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi-materi yang dipelajari pada situasi atau
kondisi real (sebenarnya).
4. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi
masalah didalam suatu struktur organisasi tersebut dan
masalah tersebut ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis
Sintesis menunjukkan kepada suatu bentuk kemampuan
untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi
baru yang ada.
19
6. Evaluasi
Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Mengacu pada konsep pengetahuan di atas, bila kita kaitkan
dengan berbagai alasan ketidakmampuan dalam melaksanakan tugas-
tugas keluarga, maka perawat bertugas membantu keluarga dalam
melakukan 5 tugas keluarga dalam memahami kebutuhan kesehatan
anggotanya. Baylon dan Maglaya (1978) menyatakan bahwa 5 tugas
keluarga tersebut adalah :
1) Mengenal masalah kesehatan keluarga.
2) Mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang tepat.
3) Merawat anggota keluarga yang sakit.
4) Memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi
kesehatan dan perkembangan pribadi anggota keluarga
5) Menggunakan sumber di masyarakat guna memelihara kesehatan.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah
adalah dapat mencegah (pencegahan primer), menanggulangi
(pencegahan sekunder) dan memulihkan (pencegahan tersier) untuk
dapat menjalankan peran tersebut, maka keluarga perlu mendapat
konseling agar peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
dengan Diabetus Mellitus bisa optimal.
4. Tingkat kemampuan keluarga
20
Yang dimaksud kemampuan keluarga adalah menyangkut
tingkat keterampilan keluarga dalam merawat anggota keluarganya
yang mengalami gangguan kesehatan. Ketrampilan dapat
berkembang bukan hanya dengan cara membaca ataupun mendengar
tetapi juga dengan mengerjakan secara berulang-ulang setelah
diberikan pembelajaran. Sedangkan bentuk ketrampilan tersebut dapat
berupa ketrampilan bergerak atau bertindak dan ketrampilan verbal
atau nonverbal.
Wahyo Samijo, (1987) mengungkapkan bahwa ketrampilan
merupakan salah satu faktor yang mendorong keluarga untuk
berperilaku. Pendapat lain mengungkapkan ketrampilan merupakan
penguatan bagi perilaku yang dikehendaki dan sebaiknya dilakukan
secara konsisten (BF. Sekiner, 1997) dalam Notoatmodjo,93).
Sehubungan dengan peran dan tugas dalam kesehatan,
keluarga diharapkan memiliki kemampuan yang dapat mengatasi
problem-problem kesehatan dalam anggota keluarganya. Nasrul
Efendy, (1998) menyatakan bahwa kemampuan yang harus dimiliki
oleh keluarga dalam melakukan tugas kesehatan keluarga tersebut
meliputi:
a) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
b) Memelihara sumber daya yang ada dalam keluarga
21
c) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan
kedudukannya
d) Sosialisasi antar anggota keluarga
e) Pengaturan jumlah anggota keluarga
f) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga
C. Pengelolaan Diabetes Mellitus Oleh Anggota Keluarga
1. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gejala pada
seseorang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai
normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif, dengan tanda dan gejala awal yang sering dikeluhkan
pasien atau penderita DM adalah rasa haus, banyak kencing, rasa
lapar, badan terasa lemas, dan berat badan yang turun (Dalimartha,
2002 )
2. Tujuan Pengelolaan
Untuk dapat berhasil mengelola pasien dengan baik diperlukan
Pengawasan yang matang berupa tujuan jangka pendek, tujuan
jangka panjang, tindakan dan kegiatan yang dilakukan, pemeriksaan
berkala, serta penyuluhan. Berikut ini Pengawasan yang dimaksud:
a. Tujuan jangka pendek
Yaitu menghilangkan keluhan dan gejala penyakit Diabetes
Mellitus.
22
b. Tujuan jangka panjang
Yaitu mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang
pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit dan kaki.
3. Tindakan yang dilakukan
Adalah menormalkan kadar glukosa, lemak, insulin dalam darah
dan memberikan pengobatan bila terdapat penyakit kronis lainnya.
4. Kegiatan yang dilakukan
Kunjungan pertama dilakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk
mengetahui status gizi, komplikasi yang mungkin sudah timbul, dan
adanya penyakit kronis lainnya. Pemeriksaan fisik lengkap meliputi:
1. Pengukuran tinggi badan, berat badan, tekanan darah
2. Menanyakan dan mencari tanda gangguan syaraf seperti rasa
3. kesemutan
4. Memeriksa keadaan kaki dan denyut nadi
5. Pemeriksaan EKG
6. Rotgen dada
7. Pemeriksaan fundus mata.
8. Pemeriksaan laboratorium standart, yang meliput:
a) Darah; darah rutin, gula darah puasa dan dua jam setelah
makan, albumin, total colesterol, HDL & LDL colesterol, HbA1c,
creatinin, SGPT (ALT) serta trigliserida.
b) Urine; sedimen, albumin, bakteri
23
c) Laboratorium tambahan yang sesuai dengan kebutuhan.
9. Pemeriksaan HbA1c, gula darah puasa dan dua jam setelah puasa
setiap tiga bulan.
10.Pemeriksaan fisik lengkap diulang tiap satu tahun
11.Penyuluhan.
5. Kriteria pengendalian
Kriteria pengendalian penyakit Diabetes Mellitus meliputi
No Bagian yang diperiksa Baik Sedang Buruk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kadar glukosa darah
(plasma vena mg/dl)
puasa
2 jam pp*
HbA1c (%)
Kolesterol total (mg/dl)
Kolesterol LDL (mg/dl)
Tanpa PJK **
Dengan PJK
Kolesterol HDL (mg/dl)
Trigliserida (mg/dl)
Tanpa PJK
Dengan PJK
Indeks massa tubuh***
80-109
110-159
4-5,9
< 200
< 130
< 100
45
< 200
< 150
110-139
160-199
6-8
200-239
130-159
100-129
35-45
200-245
150-199
140
200
8
240
160
130
< 35
250
200
24
No Bagian yang diperiksa Baik Sedang Buruk
8.
Wanita
Pria
Tekanan darah (mmHg)
18,5-
22,9
20-24,9
< 140/90
23-25
25-27
140-
160/90-95
25/
<18,5
27/
<20
>
160/95
Sumber : Dalimartha Setiawan, (2002 hal 22)
Keterangan :
*) PP = Post Prandial, sesudah makan
**) PJK = Penyakit jantung koroner
***) Indeks masa tubuh (IMT) = Body mass indeks (BMI)
Pasien dengan usia > 60 tahun, nilai normal glukosanya
adalah: puasa < 150 mg/dl, sesudah makan < 200 mg/dl. Hal ini
disebabkan karena sifat khusus dari usia lanjut dan mencegah
kemungkinan timbulnya hypoglikemia.
6. Cara menentukan status gizi (Dalimartha Setiawan, hal 23 -
24)
a. Indeks Masa Tubuh (IMT)
Keterangan :
BB : Berat Badan
25
TB : Tinggi Badan
BB Idaman (100%) : IMT Normal
Wanita = 18,5 – 22,9 kg/m2
Pria = 20 – 24,9 kg/m2
BB Normal : 90 – 110% BB Idaman
BB Kurang : <90% BB Idaman
BB over (Gemuk) : 110 – 120% BB Idaman
Obesitas (tambun) : > 120% BB Idaman
b. Berat Badan Relatif (BBR)
Keterangan:
Normal (ideal) : BBR 90 – 110%
Kurus (underweight) : BBR <90%
Gemuk (over weight) : BBR >110%
Obesitas (tambun) : BBR >120%
Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 – 140%
Obesitas berat : BBR 140 - 200%
Obesitas morbid : BBR >200%
c. Berat Badan Ideal (BBI)
Rumus Broca :
Bbi (kg) = (TB(cm) – 100) – 10% (BB)
26
Dengan catatan orang yang berusia > 40 tahun dan tinggi
badan < 150 cm tidak dikurangi dengan 10 % berat badan
(Dalimartha Setiawan, 2002 hal 24 )
7. Pengawasan makan
Dalam buku yang berjudul ramuan tradisional untuk
pengobatan Diabetes Mellitus, Dalimartha Setiawan menyebutkan
bahwa Pengawasan makan sebenarnya merupakan penyesuaian pola
makan dengan kebutuhan kalori penderita sesuai dengan usia, berat
badan (status gizi), aktivitas sehari – hari, jenis kelamin, beratnya
penyakit yang diderita serta penyakit lainnya. Sehingga total kalori dan
komposisi makanan ditentukan dalam range (kisaran persentasi,
bukan suatu angka mutlak).
Dalam penyusunan menu sebaiknya diusahakan mendekati
kebiasaan makan sehari – hari, sederhana, bervariasi, dan mudah
dilaksanakan, seimbang serta sesuai kebutuhan dengan tidak
mengesampingkan cara hidup, selera, adat serta kebiasaan penderita.
Kalau tidak pasti akan ditinggalkan (Dalimartha Setiawan, 2002).
Jadwal makan penderita DM adalah porsi kecil tapi sering. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah peningkatan kadar glukosa darah
yang sekaligus tinggi dan juga hipoglikemia bagi pemakai insulin.
Komposisi menu pada makanan sehari – hari dianjurkan
seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, sayur dan buah –
27
buahan. Komposisi standart makanan yang dianjurkan pada penderita
DM sehari – hari adalah:
Karbohidrat : 60 – 70 %
Protein : 10 – 15 %
Lemak : 20 – 25 %
Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari, dengan mengutamakan
serat yang larut dalam air
Garam secukupnya untuk menghindari darah tinggi.
Pemanis secukupnya.
Untuk jumlah kalori yang dibutuhkan penderita DM setiap hari
yang bekerja biasa adalah:
Kurus : BB x 40 – 60 kalori / hari
Normal : BB x 30 kalori / hari
Gemuk : BB x 20 kalori / hari
Obesitas : BB x 10 – 15 kalori / hari
Adapun jumlah kalori yang terkandung dalam zat makan pada setiap
gramnya adalah:
No. Zat Makanan Jumlah kalori
1.
2.
3.
4.
1 gram karbohidrat
1 gram protein
1 gram lemak
1 gram alkohol
4 kalori
4 kalori
9 kalori
7 kalori
28
Sumber : Dalimartha Setiawan, (2002 hal 26).
Apabila terjadi keseimbangan antara makanan yang masuk
dengan kebutuhan, dan kemampuan tubuh untuk mengolahnya maka
diharapkan glukosa darah terkontrol dalam batas – batas normal.
Selain itu juga tersedia cukup tenaga untuk kegiatan sehari – hari
penderita dan berat badan juga ideal.
8. Latihan Jasmani
Menurut Dalimartha Setiawan (2002), yang dimaksud dengan
latihan jasmani bagi penderita DM adalah Aerobic yaitu olahraga yang
berjalan terus menerus dan berlangsung dalam waktu cukup lama
serta dilakukan secara sadar. Dengan melakukan latihan jasmani
secara teratur dan berkesinambungan diharapkan kadar glukosa
darah akan turun.
Untuk penderita yang tergantung insulin ringan atau sedang
latihan jasmani bisa dilakukan dengan aman, tapi bagi penderita yang
mempunyai resiko atau disertai komplikasi maka latihan jasmani
sebaiknya dikonsultasikan ke dokter terlebih dahulu.
Manfaat dari latihan jasmani adalah untuk kesegaran tubuh,
membuang kelebihan kalori, mengontrol glukosa darah, mengurangi
kebutuhan obat atau insulin, dan untuk penderita yang beresiko latihan
jasmani berguna untuk menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi
resistensi insulin, dan memperbaiki profil lemak darah yang terganggu.
29
Latihan jasmani dilakukan selama 50 – 60 menit, dan selama
latihan denyut nadi harus mencapai zona latihan yaitu denyut nadi
yang harus dicapai selama latihan untuk memperoleh suatu manfaat.
Untuk mengetahui denyut nadi yang diperbolehkan selama latihan,
dapat dihitung dengan rumus :
Denyut nadi maximal = 220 – umur
Zona latihan = 70 – 85 % dari denyut nadi maximal
Latihan jasmani sebaiknya dilakukan sesuai dengan program
CRIPE yaitu :
- Continuous : Latihan jasmani dilakukan secara terus
menerus selama 50 – 60 menit tanpa berhenti.
- Rhytmical : Latihan dilakukan secara berirama dan teratur.
- Interval : Latihan dilakukan berselang – seling, kadang
cepat, kadang lambat tetapi tanpa berhenti.
- Progresive : Latihan dilakukan secara bertahap dengan
beban latihan ditingkatkan perlahan – lahan.
- Endurance : Latihan ketahanan untuk meningkatkan
kesegaran jantung dan pembuluh darah
9. Pemeliharaan Kaki
Pemeliharaan kaki adalah usaha yang dilakukan dengan selalu
memperhatikan dan menjaga kebersihan, serta melakukan latihan
30
secara baik sebelum terjadi gangguan atau komplikasi (Dalimartha
Setiawan, 2002 : 31 ).
Dalam pemeliharaan kaki ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu :
10. Perawatan Kaki
Yaitu segala usaha yang dilakukan untuk menjaga kebersihan
kaki. Langkah – langkahnya meliputi:
a. Periksalah kaki tiap hari untuk menemukan lecet atau luka secara
dini.
b. Cuci kaki setiap hari dengan air hangat dan sabun, lalu keringkan
terutama sela jari.
c. Oleskan cream atau lotion pelembut untuk kaki yang pecah –
pecah tapi hindari sela jari.
d. Gunakan alas kaki baik didalam maupun luar rumah.
e. Gunakan kaos kaki tiap hari.
f. Gunakan sepatu yang sesuai, jangan terlalu sempit. Dan periksa
sepatu setiap hari untuk menghindari hal yang menyebabkan luka
pada kaki.
g. Gunting kuku secara melintang. Bila terjadi infeksi segera ke
dokter.
h. Jangan mengompres atau merendam kaki dengan air panas,
karena respon panas pada kaki menurun sehingga tidak terasa jika
sampai melepuh.
31
11. Latihan Kaki
Menurut Dalimartha (2002) yang dimaksud latihan kaki yaitu
gerakkan yang dilakukan untuk melatih jari dan otot kedua kaki serta
mengaktifkan aliran darah, dimana dilakukan secara teratur. Latihan
kaki yang dapat dilakukan antara lain :
a. Berjalan cepat setiap hari selama ½ - 1 jam dengan jarak tempuh
yang makin hari makin jauh.
b. Naik tangga dengan menggunakan telapak kaki bagian depan atau
jalan ditempat dengan hanya menggunakan jari – jari kaki.
c. Duduk tegak dibelakang kursi, kedua tangan memegang sandaran
kursi, angkat kedua tumit secara serentak keatas dan kebawah
secara berulang – ulang.
d. Duduk tegak disamping kursi, satu tangan memegang sandaran
kursi lipat kedua lutut secara serentak sampai paha dengan posisi
horizontal dan kedua tumit terangkat, kemudian berdiri tegak
lakukan berulang – ulang.
e. Duduk tegak pada kursi, kedua tangan dilipat dan didekapkan
kedada, lakukan gerakan duduk dan bangun berulang –
ulang.Berdiri tegak pada satu kaki pada alas setebal 10 cm, satu
tangan berpegangan pada dinding atau sandaran kursi, ayunkan
kaki kedepan dan kebelakang lakukan berulang – ulang dan
bergantian.
32
f. Duduk pada lantai sambil bersandar kedinding, kedua kaki lurus
kedepan, naikkan sebelah kaki keposisi lurus, lalu putar pada
pergelangan kaki searah jarum jam, lakukan berulang – ulang dan
bergantian.
g. Latihan kaki setiap kali dilakukan sampai 10 kali hitungan dan
dapat diulang bila perlu dan penderita tidak merasa lelah.
12. Obat Hipoglikemic
Menurut Dalimarta (2002) obat hypoglikemic adalah obat untuk
penderita DM yang berguna untuk menurunkan kadar glukosa dalam
darah yang penggunaannya sesuai petunjuk dokter.
Ada dua macam obat hypoglikemic, yaitu berupa suntikan dan
tablet dapat diminum dan biasa disebut OHO (obat hypoglikemic oral)
atau OAD (oral antidiabetic).
a. Obat tablet
Yang dimaksud obat tablet adalah obat yang cara
penggunaannya dengan diminum. Berdasar waktu paruh masing –
masing OHO, obat dibagi atas tiga jenis :
Short – acting : waktu paruh 4 jam, diberikan 1 – 3 x/hari
Intermediate : waktu paruh 5 – 8 jam, diberikan 1 – 2 x/hari.
Long – acting : waktu paruh 24 36 jam, diberikan tiap pagi.
Cara minum obat dengan dosis terbagi adalah:
Pemakaian 1 x/hari : pagi hari
33
Pemakaian 2 x/hari : pagi dan siang hari
Pemakaian 3 x/hari : pagi, siang dan sore hari
Apabila obat jenis intermediate perlu diberikan 2x/hari,
sedangkan penderita butuh 3 tablet maka obat diberikan pagi hari
dua tablet dan siang satu tablet.
Golongan obat ini tidak diminum pada malam hari karena
akan menyebabkan hypoglikemic serta menyebabkan
dikeluarkannya beberapa hormon misal katekolamin, kortisol dan
growth hormon, dimana dalam jangka lama akan mempercepat
kerusakan pembuluh darah.
Untuk menambah khasiat menurunkan kadar glukosa darah,
maka obat diminum ½ jam sebelum makan.
b. Obat Suntik / Insulin
Yaitu obat anti hypoglikemia yang pemberiannya melalui
suntikan, baik secara intra muscular, subcutan maupun intra vena.
Obat jenis ini biasanya diberikan pada penderita DM tipe I, DM
dengan gangren, ketoasidosis, koma, DM dengan kehamilan, berat
badan penderita menurun cepat,tidak berhasil dengan tablet
hypoglikemic,dan DM yang disertai gangguan hati dan ginjal.
Tempat atau lokasi penyuntikan insulin adalah lengan atas,
dinding perut, paha dan pant
13. Pencegahan pada penderita DM
34
DM dapat dicegah dengan menerapkan hidup sehat sedini
mungkin yaitu dengan mempertahankan pola makan sehari - hari yang
sehat dan seimbang dengan meningkatkan konsumsi sayuran, buah
dan serat, membatasi makanan yang tinggi kabohidrat, protein dan
lemak,mempertahankan berat badan yang normal sesuai dengan
umur dan tinggi badan serta olahrga teratur sesuai umur dan
kemampuan.
Tujuan pengobatan penderita DM ialah: untuk mengurangi
gejala, menurunkan berat badan bagi yang kegemukan mencegah
terjadinya komplikasi
a. Diit
Penderita DM sangat dianjurkan untuk menjalankan diit
sesuai yang dianjurkan,yang mendapat pengobatan anti diuretic
atau insulin, harus mentaati diit terus menerus baik dalam jumlah
kalori,komposisi dan waktu makan harus diatur.ketaatan ini sangat
diperlukan juga pada saat melakukan perjalanan,olahraga dan
aktifitas lain (disampaikan dalam rangka Seminar Pekan Diabetes
tanggal 25 – 27 Maret 2003 di Depkes RI)
b. Obat – obatan
Tablet / suntikan anti Diabetes diberikan, namun therapy diit
tidak boleh dilupakan dan pengobatan penyulit lain yang menyertai/
suntikan insulin.
35
c. Olahraga
Dengan olahraga teratur sensitivitas sel terhadap insulin
menjadi lebih baik, sehingga insulin yang ada walaupun relative
kurang, dapat dipakai dengan lebih efektif. Lakukan olahraga 1 – 2
jam sesudah makan terutama pagi hari selama ½ - 1 jam perhari
minimal 3 kali / minggu
Menurut WHO tahun 1994,upaya pencegahan pada
penderita DM ada tiga jenis atau tahap yaitu :
1) Pencegahan primer : semua aktifitas yang ditujukan untuk
pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko
untuk jadi Diabetes atau pada populasi umum
2) Pencegahan sekunder : menemukan pengidap DM sedini
mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada
populasi risiko tinggi, dengan demikian pasien Diabetes yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan
demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi
atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible
3) Pencegahan tersier : Semua upaya untuk mencegah komplikasi
atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi
- Mencegah timbulnya komplikasi
- Mencegah progresi daripada komplikasi itu supaya tidak
menjadi kegagalan organ
36
- Mencegah kecacatan tubuh (Aru W,2007)
37
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka konseptual dan
hipotesis.
A. Kerangka Konseptual
Variabel independent Variabel dependent
Keterangan gambar :
: Variabel yang diteliti
: Penghubung variabel
Gambar : Kerangka Konsep Penelitian
B. Definisi Operasional
1. Konseling Keluarga
Konseling keluarga merupakan pemberian materi kepada
keluarga penderita DM meliputi Pengawasan makan, latihan jasmani,
pemeliharaan kaki dan pemberian obat.
38
Konseling keluarga
- Pengawasan makan
- Latihan jasmani
- Pemeliharaan kaki
- Pemberian obat
Peran Keluarga DM
Skala penilaian adalah skala Guttman, dimana jawaban ya diberi skor
1 dan jawaban tidak diberi skor 0
Jumlah pertanyaan : 24
Interval kelas dihitung berdasarkan rumus menurut Sudjana (2002)
yaitu:
Skor tertinggi : 24x 1 = 24 (100%)
Skor terendah : 24 x 0 = 0 ( 0 % )
Interval Kelas :
= 12 (50%)
dengan tingkat penilaian atau kriteria objektif :
a. Baik : apabila penerapan konseling keluarga mencapai 50% dari
total skor (13- 24)
b. kurang : apabila penerapan konseling keluarga pada salah satu
anggota keluarga dengan DM mencapai <50% (0-12)
2. Peran Keluarga Penderita DM
Yang dimaksud dengan peran keluarga penderita DM adalah
keikutsertaan keluarga dalam mengambil peranan pada peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan penderita DM mulai dari Pengawasan
39
Dimana : I = Interval,
R = Range/kisaran,
K = Jumlah kategori
makan, latihan jasmani, pemeliharaan kaki, dan pemberian obat
hypoglikemik,. Hasil ukur menggunakan mean, instrument dalam
bentuk pernyataan. Alat ukur kuesioner.
Skala penilaian adalah skala Guttman dengan tingkat penilaian
atau kriteria objektif :
a. Baik apabila keikutsertaan keluarga dalam penerapan konseling
keluarga mencapai 50 % (13-24)
b. Kurang apabila keikutsertaan keluarga dalam penerapan konseling
keluarga mencapai < 50% (0-12)
C. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini yakni :
Ha : Ada pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Ho : Tidak ada pengaruh konseling keluarga terhadap perbaikan peran
keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian experimental dengan rancangan
preeksperimental (Pre-Experimental Designs). Desain penelitian adalah
keseluruhan dari Perencanaan untuk menjawab pertanyaan penelitian
dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul selama
proses penelitian (Burns & Goreve, 1991 :171)
Dalam penelitian ini menggunakan ”One-Group pretest posttest”
dimana suatu kelompok sebelum dilakukan perlakuan tertentu ( x ) diberi
pretest, kemudian diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan tersebut dilakukan
post test atau suatu pengukuran untuk mengetahui akibat dari perlakuan.
Subyek Pre-test Perlakuan Post-test
K O X O1
Keterangan :
K : Subyek
O : Pretest (sebelum konseling)
X : Perlakuan (konseling)
O1 : Posttest (sesudah Konseling)
Gambar : Desain penelitian ”pre post test non control group design” pada
penelitian yang berjudul ”Pengaruh konseling keluarga terhadap
perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
41
dengan DM di Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi
Tenggara.
B. Kerangka Kerja
Gambar : Kerangka Kerja Penelitian dengan Judul ”Pengaruh Konseling
Keluarga Terhadap Perbaikan Peran Keluarga dalam
Pengelolaan Anggota Keluarga dengan DM di Rumah Sakit
Umum Provinsi Sultra.
C. Populasi dan Sampel
42
Populasi
Sampel
Identifikasi peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
(pengisian Questioner/pretest)
Konseling keluarga tentang peran keluarga dalam pengelolaan DM
Identifikasi perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
(Pengisian Questioner/Post test)
Analisa Data
Penyajian Hasil
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari obyek penelitian atau yang
akan diteliti (Notoatmodjo, 2002: 79). Populasi dalam penelitian ini
adalah salah satu anggota keluarga dengan salah satu anggota
keluarganya yang dirawat di RSU Sultra karena menderita Diabetes
Mellitus pada tahun 2010 dengan jumlah 53 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti dengan
”sampling” tertentu untuk bisa memenuhi / mewakili populasi
(Nursalam , 2003 : 95).
dimana
Keterangan :
N = Jumlah populasi
n = Ukuran sampel dan no adalah nilai dari ratio antara Z2.P.Q dan d2
P = Proporsi sampel yang diteliti (0,05)
Q = 1 – Pp
Z = Kofisien tingkat kepercayaan 95% (1,86)
D = Derajat ketetapan yang diinginkan (0,05)
(Arikunto, 2003)
43
= = 65,7324
Maka besar sampel kasus adalah
=
= 29,5909184 = 30
Jadi besar sampel kasus adalah 30 orang keluarga pasien
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini:
- Anggota Keluarga bersedia untuk diteliti
- Keluarga yang mendapatkan konseling (suami, istri, anak, cucu
dan lain-lain)
- Keluarga dekat dengan salah satu anggota keluarga menderita
Diabetes Mellitus
Kriteria Ekslusi dalam penelitian ini:
- Keluarga tidak bersedia untuk diteliti
- Keluarga yang tidak mendapatkan konseling
- Keluarga yang tidak dengan salah satu anggota keluarga
menderita daibetes mellitus
Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan
sampel (Chandra, 1995: 41).
Sehubungan dengan keterbatasan biaya dan waktu yang
dimiliki peneliti, sehingga tidak memungkinkan mengambil semua
44
populasi. Oleh karena itu kami mengambil sampel yang kami anggap
representatif, 30 keluarga dengan salah satu anggota keluarga
menderita Diabetes Mellitus
Penelitian ini menggunakan ”purposive sampling”. Pada
sampling ini dipilih keluarga yang memenuhi kriteria dan dapat
mewakili karakteristik populasi yaitu keluarga dengan salah satu
anggota keluarga menderita Diabetes Mellitus. (Nursalam,2003 : 98).
D. Pengumpulan Dan Pengolahan Data
1. Instrumen
Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui kuesioner pada
keluarga yang akan diteliti, Semua pertanyaan berjumlah 24.
2. Tempat
Tempat penelitian adalah Rumah Sakit Umum Provinsi
Sulawesi Tenggara yang menempati seluruh ruang perawatan di
Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara.
3. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 2 – 31 Agustus 2010
4. Prosedur
Responden (keluarga) yang diintervensi untuk diberikan
konseling keluarga, sebelumnya dilakukan kunjungan untuk observasi
langsung dengan perkenalan, penyampaian maksud dan tujuan.
Kemudian diberikan pretest. Setelah itu baru diberikan konseling peran
45
keluarga terhadap pengelolaan anggota keluarga dengan DM. Setelah
3 – 4 minggu responden (keluarga) di observasi dan diberikan post
test.
5. Cara analisis data
Kuesioner yang telah diisi oleh responden diberi kode sesuai
kriteria yang ditentukan, didistribusikan dan dianalisa secara
kwantitatif. Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel bebas, yaitu konseling keluarga dengan variabel terikat, yaitu
peran keluarga penderita DM. Pada penelitian ini, variabel bebas
menggunakan skala kategorik dan variabel terikat menggunakan skala
numerik maka uji statistik yang digunakan adalah paired t-test dengan
program SPSS yang digunakan untuk mengetahui peningkatan skor
peran keluarga DM dengan tingkat kemaknaan p < 0.05, dan
confidence interval (CI) 95%.
Dengan rumus paired t-test:
E. Masalah Etika
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan rekomendasi
dari Prodi Keperawatan Mandala Waluya Stikes Mandala Waluya dan
permintaan ijin ke kepala RSU Provinsi Sulawesi Tenggara dan kepala
wilayah Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara.
46
Setelah mendapat persetujuan barulah melakukan penelitian
dengan menekankan masalah etika yang meliputi:
1. Lembar persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan riset yang dilakukan serta
dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data.
Jika keluarga bersedia diteliti, maka harus menandatangani lembar
persetujuan tersebut, jika keluarga menolak untuk diteliti maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak – haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan keluarga, peneliti tidak
mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data, cukup
dengan memberikan nomer kode pada masing – masing lembar
tersebut.
3. Confidentiallity ( kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi keluarga dijamin oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan
sebagai hasil riset.
F. Keterbatasan
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian
(Burns & Grove, 1991, 121). Dalam penelitian ini, keterbatasan yang
dihadapi peneliti adalah:
47
1. Sampel yang digunakan terbatas pada keluarga dengan
anggota keluarga menderita dibetes mellitus di wilayah kerja Rumah
Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara saja, sehingga kurang
representatif untuk mewakili keluarga dengan anggota keluarga
menderita Diabetes Mellitus yang ada di wilayah lain.
2. Instrumen pengumpulan data dirancang oleh peneliti sendiri
tanpa melakukan uji coba, oleh karena itu validitas dan realibilitasnya
masih perlu diuji coba.
3. Penelitian ini hanya dilakukan selama satu bulan dengan
pelaksanaan hari pertama datang memberikan pretest dan konseling
kemudian datang lagi hari ketiga puluh untuk memberikan post test,
sehingga kurang dapat menggambarkan pengaruh konseling keluarga
terhadap peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan
Diabetes Mellitus.
48
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Letak Geografis
Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di ibu
Kota Provinsi yaitu Kota Kendari tepatnya di jalan Dr. Ratulangi No.
151 Kelurahan Kemaraya Kecamatan Mandonga.
Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara berdiri di atas
tanah seluas 37,020 m2. Luas seluruh bangunan adalah 11.313,66
m2. Lokasi ini sangat strategis karena mudah dijangkau dengan
kendaraan umum dengan batas wilayahnya sebagai berikut :
Sebelah Utara : Jalan Dr. Ratulangi
Sebelah Timur : Jalan La Redo
Sebelah Selatan : Jalan Bunga Kamboja
Sebelah Barat : Jalan Saranani
2. Status
Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan
klasifikasi type B non pendidikan berdasarkan SK Menkes No.
1482/Menkes/SK/XII/1998 dan ditetapkan dengan Perda No. 3 tahun
1999 tanggal 8 Mei 1999. Kedudukan Rumah Sakit Umum Provinsi
Sulawesi Tenggara berada di bawah Dinas Kesehatan Provinsi
49
Sulawesi Tenggara dan secara teknis fungsional berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sejak tanggal 18 Januari 2005, RSU Provinsi Sulawesi Tenggara telah
terakriditasi untuk 5 pelayanan yaitu: Administrasi Manajemen,
Pelayanan Medik, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan
dan Rekam Medis.
3. Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok dan fungsi RSU Provinsi Sulawesi Tenggara
mengacu pada Perda No. 3 tahun 1999 tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja RSU Provinsi Sulawesi Tenggara yang meliputi
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan penyembuhan, pemulihan yang
dilaksanakan secara teratur, terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta upaya rujukan untuk penyelenggaraan tugas pokok
tersebut. RSU Provinsi Sultra mempunyai fungsi antara lain :
a. Menyelenggarakan pelayanan medik.
b. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik.
c. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan
keperawatan.
d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan.
e. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan.
f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
50
4. Jumlah Ketenagaan
Untuk tenaga kesehatan dari 14 ruangan berjumlah 282 Orang
yang terdiri dari tenaga Perawat, Kesehatan Masyarakat, Bidan, Gizi,
Analisis Kesehatan, SMA dan tenaga Kontrak. Sementara pada bulan
Juli 2009 sesuai SK Direktur RSU Sultra No 750/1.3/ST/RSU/VII/2009
tentang penugasan CPNS tenaga baru keperawatan di RSU Sultra
berjumlah 39 Orang sehingga total secara keseluruhan untuk tenaga
kesehatan (Non Struktural) berjumlah 39 + 282 = 321 Orang. Untuk
jumlah perawat pada tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Data Jumlah Perawat di Ruang Perawatan RSU Prov. Sultra
Menurut Tingkat Pendidikan Januari Tahun 2010.
No. Nama Ruangan Tingkat Pendidikan Jumlah
SPK D III S1
1. Anggrek 3 11 1 15
2. Mawar 6 14 2 22
3. Asoka 2 11 1 14
4. Seruni 3 13 1 17
5. Delima 0 1 0 1
6. Bayi 2 5 0 7
7. Melati 5 13 0 18
8. Tulip 4 11 1 16
9. Teratai 7 17 1 25
10. ICU 4 13 0 17
11. IGD 6 22 1 29
12. OK (Kamar Operasi) 5 15 0 20
13. Anastesi 0 0 0 0
14. Poliklinik 10 22 0 22
Jumlah 57 168 8 223
51
Sumber: Data Sekunder
5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Fasilitas/sarana pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit
Umum Provinsi Sulawesi Tenggara adalah :
a. Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan.
1. Poliklinik Penyakit Dalam.
2. Poliklinik Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
3. Poliklinik Penyakit Paru.
4. Poliklinik Kesehatan Anak.
5. Poliklinik Bedah.
6. Poliklinik THT.
7. Poliklinik Mata.
8. Poliklinik Kulit dan Kelamin.
9. Poliklinik Neurologi.
10. Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
11. Poliklinik Gizi.
12. Poliklinik Gigi.
13. Poliklinik Rehabilitasi Medik.
14. Poliklinik Akupuntur.
15. Instalasi Gawat Darurat.
b. Pelayanan Kesehatan Rawat Inap.
1. Penyakit Dalam.
52
2. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah.
3. Penyakit Paru.
4. Kesehatan Anak.
5. Bedah.
6. THT.
7. Mata.
8. Kulit dan Kelamin.
9. Gigi dan Mulut.
10.Neurologi.
11.Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
12.Perawatan Intensif.
13.Perawatan Bayi/Perinatologi.
c. Pelayanan Penunjang Medik.
1. Patologi Klinik.
2. Patologi Anatomi.
3. Radiologi.
4. Farmasi/Apotik.
d. Pelayanan lain.
1. Binatu.
2. Ambulans.
3. Perawatan dan Pengantaran Jenazah.
53
6. Fasilitas Tempat Tidur.
Berdasarkan hasil Sensus Harian Rumah Sakit Umum Provinsi
Sulawesi Tenggara pada tanggal 31 Desember 2006 jumlah tempat tidur
adalah 214 tempat tidur.
7. Pola Penyakit
Tabel 2. 10 penyakit terbesar untuk pasien rawat inap di RSU Propinsi
Sulta
No Pola Penyakit Jumlah Pasien %
1 Katarak & gangguan 448 7,84
lain lensa
2 Gangguan refraksi & 398 6,97
Akomodasi
3 Hipertensi Esensial (primer) 293 5,13
4 TB Paru lainnya 258 4,52
5 Sindrom paralitik lainnya 216 3,78
6 Ddorsopati lainnya 193 3,38
7 Konjungtivitis & gangguan 179 3,13
lain konjungtiva
8 Artropati & arbitis 161 2,82
9 Dispepsia 123 2,15
10 Hiperplasia Prostat 107 1,87
11 penyakit lain 3337 58,41
Jumlah 5,713 100
Sumber : Data Sekunder
54
Tabel 3. 10 Penyakit Terbesar untuk Pasien Rawat Jalan
No Pola Penyakit Jumlah Pasien %
1 Cedera lainnya 4636 5,55
2 ISPA 3634 4,35
3 Gangguan refraksi & 2990 3,58
akomodasi
4 Migren & sindrom nyeri 2542 3,04
kepala lainnya
5 Dispepsia 2536 3,03
6 Diare & gastroenteritis oleh 1883 2,25
penyebab infeksi tertentu
(kolitis infeksi)
7 Penyakit kulit & jaringan 1736 2,07
Sub kutan lainnya
8 TB paru lainnya 1661 1,98
9 Hipertensi Esensial (primer) 1421 1,7
10 Dorsopati lainnya 1335 27,55
11 Penyakit lain 59139 44,9
Jumlah 83.513 100Sumber : Data Sekunder
B. Hasil Penelitian
Keberhasilan kegiatan konseling dapat dilihat melalui jumlah skor
atau nilai pre dan post test. Pre test adalah tes yang diberikan kepada
55
responden sebelum diberikan konseling. Post test adalah tes yang
diberikan kepada responden setelah menerima konseling.
Tabel 4. Hasil Pretest Pada Keluarga Penderita DM di RSU Propinsi
Sulawesi Tenggara
Peran keluarga penderita DM
Min Max Mean (SD)
9 20 12,6 3,1
Dari tabel diatas terlihat bahwa hasil pre test diperoleh nilai
minimun dari 30 responden adalah 9 dan nilai maximum adalah 20. Hasil
perhitungan mean pretest sebesar 12,6 dengan standar deviasi (SD)
sebesar 3,1.
Tabel 5. Hasil Posttest Pada Keluarga Penderita DM di RSU Propinsi
Sulawesi Tenggara
Peran keluarga penderita DM
Min Max Mean (SD)
9 24 15,7 3,9
Untuk hasil post test setelah pemberian konseling mengenai
Pengawasan makan, latihan jasmani, pemeliharaan kaki dan pemberian
obat diperolah skor peran keluarga nilai minimun 9 sedangkan nilai
maximum meningkat menjadi 24. Hasil perhitungan nilai mean diperoleh
sebesar 15,7 dengan standar deviasi 3,9.
Tabel 6. Hasil analisis pretest dan posttest dengan menggunakan uji
paired t test
56
Peran keluarga penderita DM
t p value
3,1 (1,9-4,2) 5,7 0,000*
Ket: * t-test
Sumber: Data primer 2010
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan rata-rata skor peran keluarga antara pretest dan posttest
setelah pemberian konseling. Peningkatan skor mean pada peran
keluarga DM sebesar 3,1 dengan confident interval (CI) 95% berada pada
1,9 – 4,2 yang berarti secara statistik bermakna yakni ada hubungan yang
signifikan antara konseling dengan peran keluarga. Nilai p: 0,000 ini
menunjukkan bahwa skor peran keluarga antara nilai pretest dan postest
terdapat peningkatan yang bermakna atau signifikan secara praktis.
Kegiatan konseling dapat meningkatkan peran keluarga DM, hal ini
terlihat dari nilai rata-rata yang mereka peroleh pada saat pre test dan
post test. Nilai rata-rata pada saat post test lebih tinggi daripada nilai pre
test. Dapat disimpulkan bahwa konseling dapat meningkatkan peran
keluarga penderita DM.
57
Gambar 2. Grafik Peningkatan Skor Mean Pretest dan Posttest
C. Pembahasan
Penelitian ini untuk melihat pengaruh pemberian konseling
keluarga terhadap peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
dengan Diabetes Mellitus. Pengukuran yang dilakukan adalah dengan
melihat hasil evaluasi sebelum perlakuan (pretest) dan setelah perlakuan
(posttest). Seperti yang dinyatakan oleh Wilkes (1999), evaluasi intervensi
pendidikan kesehatan reproduksi berorientasi melalui tes sebelum dan
setelah perlakuan, sedangkan yang berorientasi program adalah dengan
membandingkan hasil program sebelum dan setelah peserta diberi
perlakuan. Pengukuran dengan cara ini diperlukan untuk melihat
seberapa besar pengaruh perlakuan terhadap peran keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan Diabetes Mellitus. Pre-test
digunakan untuk melihat besar nilai dasar peran keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan Diabetes Mellitus responden
58
Ket : 1. Pretest
2. Posttest
sebelum diberi perlakuan, sedangkan posttest digunakan untuk melihat
seberapa besar responden dapat menyerap materi yang diberikan pada
saat perlakuan.
Berdasarkan hasil analisis statistik pada penelitian ini hasil
perhitungan dengan uji paired t-test dalam penelitian ini hasil posttest
menunjukkan bahwa pemberian konseling pada keluarga memberikan
kontribusi peningkatan skor peran keluarga yang signifikan. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa metode konseling tersebut dapat meningkatkan
skor peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga yang
mengalami DM. Dengan adanya peningkatan peran ini berarti bahwa
responden memahami materi dan mampu menyerap materi yang
diberikan pada saat perlakuan. Notoatmojo (2005) juga menyatakan
bahwa pengetahuan yang terukur pada masa ini telah tersimpan dalam
memori jangka panjang subjek. Selang waktu 15 sampai 30 hari adalah
cukup untuk memenuhi persyaratan. Apabila selang waktu terlalu pendek,
kemungkinan responden masih ingat pertanyaan-pertanyaan pada tes
pertama, sedangkan bila selang waktu terlalu lama, kemungkinan pada
responden telah terjadi perubahan dalam variabel yang akan diukur.
Pada metode konseling ini responden lebih banyak mendengarkan
yang disampaikan oleh peneliti . Walaupun responden diberi kesempatan
untuk bertanya, tetapi hal tersebut terbatas karena adanya waktu yang
terbatas. Di sini peran fasilitator lebih dominan. Hasil penelitian ini sesuai
59
dengan pendapat Notoatmodjo (2005) yang mengatakan bahwa belajar
adalah proses kerja sama dan kolaborasi. Kerja sama akan memperkuat
proses belajar. Kerja sama, saling berinteraksi dan berdiskusi, di samping
memperoleh pengalaman dari orang lain juga dapat mengembangkan
pemikiran-pemikiran dan daya kreasi individu. Implikasi prinsip ini di
dalam pendidikan kesehatan adalah dengan pembentukan kelompok dan
diskusi kelompok akan sangat mempermudah proses belajar. Situasi
proses belajar yang menguntungkan, mempunyai ciri-ciri komunikasi yang
bebas dan terbuka, konfrontasi penerimaan, respek, diakuinya hak untuk
salah, kerja sama kolaborasi, saling mengevaluasi, keterlibatan tiap
individu, aktif, kepercayaan, dan sebagainya. Selain itu, dalam buku
Emilia (2008) metode diskusi sering dianggap lebih unggul dibandingkan
dengan metode ceramah untuk audiens yang homogen dan memiliki
tujuan sama. Hal ini dikarenakan adanya perasaan identitas yang sama,
sebagai kelompok yang mengalami masalah sama, risiko sama, sehingga
muncul saling tukar pikiran dan pendapat di antara mereka tanpa adanya
unsur pengganggu dari kelompok mereka.
Peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM
Sebelum dan sesudah dilakukan konseling kemudian dilakukan uji
paired t- test diperoleh hasil yang signifikan yang berarti ada pengaruh
antara konseling keluarga dengan peran keluarga dalam pengelolan
anggota keluarga dengan DM. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh
60
antara konseling keluarga dengan peran keluarga dalam pengelolaan
anggota keluarga dengan DM yang ditunjukkan adanya perubahan ke
arah yang lebih baik. Untuk dapat berhasil mengelola pasien dengan baik
diperlukan Pengawasan yang matang berupa tujuan jangka pendek,
tujuan jangka panjang, tindakan dan kegiatan yang dilakukan,
pemeriksaan berkala, serta penyuluhan.
Menurut Latipun (2001) konseling keluarga merupakan bagian
penting dalam memperoleh perubahan perilaku yang langgeng karena
pada konseling keluarga, memandang bahwa keluarga tidak hanya dilihat
sebagai faktor yang menimbulkan masalah, dimana keluarga menjadi
bagian yang perlu dilibatkan dalam penyelesaian masalah, dimana
keluarga dan anggota yang lain merupakan suatu sistem yang saling
mempengaruhi sehingga untuk mengubah masalah yang dialami anggota
keluarga diperlukan perubahan dalam sistem keluarga lainnya dan
permasalah yang akan dialami seorang anggota keluarga akan lebih
efektif diatasi jika melibatkan anggota keluarga yang lain. Konseling ini
akan memperoleh hasil yang baik apabila dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan, sehingga diharapkan konseling keluarga tentang
pengelolaan anggota keluarga dengan DM yang diberikan pada keluarga
dengan salah satu anggota keluarga menderita DM akan dapat
meningkatkan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga yang
menderita DM secara optimal.
61
Pengaruh konseling terhadap perbaikan peran keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan DM
Konseling keluarga secara signifikan memberikan perubahan ke
arah yang lebih baik terhadap perbaikan peran keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan DM yang ditunjukkan dari pre test
dan post test yang kemudian dilakukan uji dengan uji paired t-test
terhadap semua komponen pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
Berdasarkan hasil penelitian keluarga sebagai sistem pendukung utama
yang memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan baik sehat
maupun sakit terhadap anggota keluarga yang lainnya mengacu pada
konsep tersebut, bila kita kaitkan dengan berbagai alasan
ketidakmampuan dalam melaksanakan tugas-tugas keluarga, maka
perawat bertugas membantu keluarga dalam melakukan tugas keluarga
dalam memahami kebutuhan kesehatan anggotanya.
Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah adalah
dapat mencegah (pencegahan primer), menanggulangi (pencegahan
sekunder) dan memulihkan (pencegahan tersier) untuk dapat
menjalankan peran tersebut, maka keluarga perlu mendapat konseling
agar peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga dengan
Diabetus Mellitus bisa optimal.
Menurut Latipun (2001) keberhasilan konseling pada
pelaksanaannya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah
62
yang berhubungan dengan karakteristik subyek. Karakteristik tersebut
adalah tingkat pendidikan dimana pendidikan seseorang mempengaruhi
cara pandang terhadap diri dan lingkungannya sehingga akan berbeda
cara menyikapi proses berlangsungnya konseling pada orang yang
berpendidikan tinggi dan yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan
responden yang sebagian besar adalah Perguruan tinggi dan tingkat SMA
sehingga tingkat pemahaman keluarga relatif cukup baik. Dengan
demikikian keluarga cepat memahami penjelasan yang dijelaskan oleh
peneliti (sebagai konselor) pada pelaksanaan konseling. Hal ini
mendukung terjadinya perubahan peran dalam pengelolaan anggota
keluarga dengan DM ke arah yang lebih baik. Materi dan pelaksanaan
konseling yang dilakukan oleh peneliti dipersiapkan dengan baik sesuai
dengan kriteria pelaksanaan konseling keluarga, dimana hal ini
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling
yang berhubungan dengan konselor dan proses konseling.
Selain tingkat pendidikan tingkat pengetahuan juga mempunyai
kontribusi dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM dimana orang
yang berpengetahuan luas atau mempunyai informasi lebih banyak
tentang pengelolaan DM maka ia akan mempunyai atau dapat berperan
dalam keluarga. Peran tersebut akan menjadi langgeng apabila didasari
oleh suatu pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (1997) Pengetahuan
adalah hasil ”tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
63
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan pada suatu keluarga, karena
dari pengalaman dan penelitian, prilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Konseling keluarga merupakan salah satu penginderaan yang bisa
dilakukan untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Latipun (2001)
konseling keluarga merupakan bagian penting dalam memperoleh
perubahan perilaku yang langgeng karena pada konseling keluarga,
memandang bahwa keluarga tidak hanya dilihat sebagai faktor yang
menimbulkan masalah, dimana keluarga menjadi bagian yang perlu
dilibatkan dalam penyelesaian masalah, dimana keluarga dan anggota
yang lain merupakan suatu sistem yang saling mempengaruhi sehingga
untuk mengubah masalah yang dialami anggota keluarga diperlukan
perubahan dalam sistem keluarga lainnya dan permasalah yang akan
dialami seorang anggota keluarga akan lebih efektif diatasi jika melibatkan
anggota keluarga yang lain.
Berdasarkan data, ulasan teori di atas perlu kiranya diberikan
konseling secara berkala dan berkesinambungan pada keluarga dengan
anggota keluarga menderita DM sebab kecukupan informasi yang dimiliki
oleh keluarga akan meningkatkan pengetahuan keluarga dimana hal ini
akan menimbulkan kesadaran serta sikap yang positif dari anggota
64
keluarga yang lain dan dapat meningkatkan peran keluarga dalam
pengelolaan anggota keluarga dengan DM.
65
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konseling keluarga
terhadap perbaikan peran keluarga dalam pengelolaan anggota keluarga
yang menderita Diabetes Mellitus dapat disimpulkan sebagai berikut :
Ada pengaruh pemberian konseling terhadap perbaikan peran keluarga
dalam pengelolaan anggota keluarga dengan DM di RSU Provinsi
Sulawesi Tenggara Tahun 2010
B. Saran
1. Diharapkan Kepada Direktur Rumah Sakit Umum Provinsi
Sulawesi Tenggara dan Kepala Bidang Keperawatan, agar
menegaskan kepada perawat untuk kemudian menerapkan pemberian
konseling keperawatan yang sesuai dengan standar dan kode etik
keperawatan di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Provinsi Sultra
tersebut.
2. Diharapkan bagi perawat di ruang rawat inap Rumah Sakit
Umum Provinsi Sulawesi Tenggara, agar mempunyai kesadaran,
kemauan, pengetahuan dan keterampilan dalam menerapkan serta
meningkatkan pemberian konseling keperawatan yang sesuai dengan
66
standar dan kode etik keperawatan sehingga waktu rawat inap pasien
dapat menjadi lebih efektif dan efisien.
3. Perlunya kehadiran supervisi sebagai petugas yang memantau
perawat dalam melaksanakan tugas harian, khususnya terhadap para
perawat maupun mahasiswa keperawatan PKL dalam melaksanakan
proses konseling keperawatan, agar tercipta mutu pelayanan
keperawatan yang ideal di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum
Provinsi Sulawesi Tenggara.
4. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang faktor lain yang
dapat menyebabkan peningkatan peran keluarga pada pasien DM di
ruang Rawat inap Rumah Sakit Umum Provinsi Sulawesi Tenggara.
67