Upload
dinhnguyet
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
35
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab II akan dibahas konsep-konsep yang menjadi dasar dalam
penelitian ini, yaitu ln return, volatilitas, data runtun waktu, kestasioneran, uji
ACF, uji PACF, uji ARCH-LM, model ARCH, model GARCH dan model
EGARCH. Selain itu, juga dibahas pemilihan model terbaik dengan pengukuran
keakuratan peramalan.
2.1 Ln Return
Perhitungan imbal hasil dalam harga saham, indeks saham maupun nilai
tukar mata uang asing sangat berkaitan erat dengan ln return karena ln return
serupa dengan proses transformasi data (Karlsoon, 2002). Rumus ln return pada
periode ke- adalah:
(
)
(2.1)
dengan merupakan harga pada periode dan merupakan nilai ln return pada
periode (Xiouros, 2012).
2.2 Volatilitas
Volatilitas merupakan besarnya jarak fluktuasi yang merupakan standar
deviasi dari return. Oleh karena itu, volatilitas dirumuskan sebagai (Ladokhin,
2009):
√
∑
(2.2)
6
dengan merupakan nilai ln return pada periode dan merupakan nilai mean
dari ln return selama periode.
Menurut Tsay (2005) ada beberapa jenis volatilitas pada data, yaitu:
1. Volatility clustering yang merupakan kecenderungan variabilitas data untuk
mengikuti sifat data sebelumnya.
2. Volatility evolves over time yang merupakan volatilitas pada data yang terus
meningkat dari waktu ke waktu.
3. Volatility does not diverge to infinity yang merupakan volatilitas yang
beragam dalam rentang waktu yang sama.
4. Volatility leverage effect yang merupakan volatilitas yang bereaksi terhadap
kenaikan atau penurunan nilai data, dapat berupa isu positif maupun isu
negatif.
2.3 Data Runtun Waktu
Data runtun waktu merupakan sekumpulan observasi yang terurut dalam
waktu dengan jarak interval waktu yang sama (Box & Jenkins, 1970). Data runtun
waktu disebut proses stokastik. Proses stokastik adalah keadaan saat data saling
berkaitan dalam rentang waktu yang sama (Wei, 2006).
Secara umum data runtun waktu dibagi menjadi dua, yaitu data runtun
waktu tunggal dan data runtun waktu ganda. Data runtun waktu tunggal adalah
data yang menggunakan satu variabel, sedangkan data runtun waktu ganda adalah
data yang menggunakan lebih dari satu variabel (Widarjono, 2013). Contoh data
runtun waktu tunggal adalah data harga minyak kelapa sawit, sedangkan contoh
7
data runtun waktu ganda adalah data harga minyak kelapa sawit dan harga minyak
kedelai.
2.4 Kestasioneran
Proses stokastik dikatakan stasioner apabila nilai mean dan nilai varians
bergerak konstan dari waktu ke waktu dan nilai kovarians antara dua periode
waktu tergantung dari jarak (lag) antara kedua periode waktu tersebut (Brooks,
2002), yaitu:
(2.3)
(2.4)
[ ] (2.5)
dengan dan secara berturut-turut merupakan nilai mean dan varians dari
populasi, sedangkan merupakan nilai autokovarians, yang
fungsinya hanya bergantung pada perbedaan waktu | |. Data dikatakan
stasioner dalam varians apabila struktur data dari waktu ke waktu memiliki
fluktuasi konstan. Namun apabila fluktuasi data berada di sekitar suatu nilai rata-
rata konstan dan tidak tergantung pada waktu dan varians dari fluktuasi, maka
data dikatakan stasioner dalam mean (Wei, 2006).
Secara umum, proses stasioner ada dua macam, yaitu stasioner kuat dan
stasioner lemah. Proses stasioner yang umum digunakan pada data runtun waktu
keuangan adalah stasioner lemah (Tsay, 2005). Misalkan menyatakan
pengamatan pada waktu dengan banyaknya pengamatan. Suatu
proses stokastik dikatakan stasioner lemah apabila untuk setiap
8
Gambar 2.1 Plot Data Log Return yang stasioner
Sumber: Tsay, 2005
waktu dan lag , dengan merupakan autokovarians antara dengan .
Contoh plot data log return yang stasioner lemah diberikan pada Gambar 2.1
(Tsay, 2005).
Gambar 2.1 merupakan data log return bulanan pada International Busines
Machines (IBM). Pada Gambar 2.1, data runtun waktu hanya bergerak di sekitar
nilai 0,3 dan -0,3 yang berarti data stasioner dalam varians dan fluktuasi pada data
bergerak konstan sehingga fluktuasi terlihat seperti kumpulan garis lurus yang
berarti data stasioner dalam mean.
Apabila data tidak stasioner, maka perlu dilakukan modifikasi agar data
yang dihasilkan menjadi stasioner. Modifikasi dapat dilakukan menggunakan
metode pembedaan (differencing). Pada data runtun waktu, proses differencing
dapat dilakukan hingga beberapa periode sampai data stasioner, yaitu dengan cara
mengurangkan satu data dengan data sebelumnya (Makridakis, 1995).
Proses differencing adalah operator shift mundur (backward shift), yang
dapat ditulis sebagai (Makridakis, 1999):
9
dengan notasi dimaksudkan untuk menggeser data satu periode ke belakang.
Dua penerapan untuk akan berpengaruh menggeser data 2 periode ke
belakang, dan ditulis sebagai:
Demikian seterusnya, sehingga untuk menggeser data periode ke
belakang secara umum dapat ditulis sebagai:
Dengan menggunakan operator shift mundur, maka differencing pertama
dapat ditulis kembali menjadi:
(2.6)
Diperoleh bahwa differencing pertama dinyatakan oleh . Selanjutnya akan
dicari differencing kedua sebagai:
10
Dengan demikian, differencing orde kedua dinotasikan sebagai . Oleh
karena itu, apabila terdapat differencing orde ke-d maka dapat ditulis sebagai:
Untuk mengetahui suatu data stasioner atau tidak, dilakukan pengujian
menggunakan uji korelogram atau uji formal unit root yaitu Augmented Dickey-
Fuller (ADF).
2.4.1 Korelogram
Metode korelogram merupakan metode pengujian yang digunakan untuk
melihat kestasioneran data. Korelogram menunjukkan plot data harga minyak
kelapa sawit. Pada korelogram, suatu data dikatakan stasioner apabila plot
autokorelasi dari data tidak keluar dari garis Bartlett (garis putus-putus). Nilai
probabilitas dari lag pertama hingga lag terakhir akan bergerak mendekati nol
atau lebih kecil dari nilai taraf signifikansi (Rosadi, 2012). Contoh plot grafik
dan korelogram data tidak stasioner diberikan pada Gambar 2.2.
11
Gambar 2.2 Korelogram Data Nonstasioner
Sumber: Gujarati, 2004
Gambar 2.2 merupakan data triwulanan Gross Domestic Product United
States, dari triwulan pertama tahun 1970 sampai triwulan keempat tahun 1991.
Pada Gambar 2.2, plot autokorelasi dari data seluruhnya keluar dari garis Bartlett
sehingga dapat disimpulkan data nonstasioner.
2.4.2 Uji Augmented Dickey-Fuller (Unit Root Test)
Dickey dan Fuller mengembangkan pengujian kestasioneran untuk model
runtun waktu tunggal dengan orde tinggi yang disebut dengan Augmented Dickey-
Fuller (ADF). Uji ADF dapat digunakan pada model autoregresif berorde 2 atau
lebih. Misalkan pada model AR seperti berikut (Gujarati, 2004):
(2.7)
12
Melalui operasi penjumlahan dan pengurangan pada ruas kanan persamaan
(2.7) dengan , diperoleh:
Selanjutnya, kurangi ruas kiri dan kanan dengan , sehingga diperoleh:
(2.8)
Uji ADF pada model autoregresif berorde p atau AR adalah sebagai
(Gujarati, 2004):
(2.9)
Dari persamaan (2.8), hipotesis yang digunakan adalah:
(Terdapat unit root, variabel tidak stasioner)
(Tidak terdapat unit root, variabel stasioner)
Statistik uji yang digunakan adalah (Gujarati, 2004):
∑
(∑ )
(2.10)
dengan dan secara berturut-turut merupakan autokorelasi parsial
duga pada lag ke-k dan standar eror dari autokorelasi parsial duga pada lag ke-k
dengan . Jika nilai statistik uji lebih kecil dari nilai kritis ADF
13
(lihat tabel MacKinnon) yang dihasilkan maka hipotesis nol ditolak yang artinya
data runtun waktu bersifat stasioner. Tetapi, jika nilai statistik uji lebih besar
dari nilai kritis ADF (lihat tabel MacKinnon) maka hipotesis nol diterima yang
berarti data runtun waktu bersifat nonstasioner.
2.5 Autocorrelation Function (ACF)
Korelasi adalah hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Nilai korelasi dinyatakan oleh koefisien yang nilainya bervariasi dari -1 hingga
+1. Koefisien yang bernilai positif menunjukkan hubungan antar variabel yang
bersifat positif, artinya jika satu variabel meningkat nilainya, maka variabel
lainnya juga akan meningkat nilainya. Koefisien yang bernilai negatif
menunjukkan hubungan antar variabel yang bersifat negatif, artinya jika satu
variabel meningkat nilainya, maka variabel lainnya akan menurun nilainya, atau
sebaliknya. Jika suatu koefisien bernilai nol, maka antar variabel-variabel tersebut
tidak memiliki hubungan, yakni apabila terjadi peningkatan/penurunan terhadap
suatu variabel, variabel lainnya tidak akan terpengaruh oleh perubahan nilai
tersebut (Wei, 2006).
Koefisien autokorelasi memiliki makna yang hampir sama dengan koefisien
korelasi. Pada korelasi, hubungan yang terjalin merupakan dua variabel yang berbeda
pada waktu yang sama, sedangkan pada autokorelasi, hubungan yang terjalin
merupakan dua variabel yang sama dalam rentang waktu yang berbeda. Autokorelasi
dapat dihitung menggunakan ACF.
Menurut Wei (2006), kovarians antara dan dapat ditulis sebagai:
14
[ ]
Korelasi antara dan ditulis:
√
dengan . Sebagai fungsi dari , disebut fungsi
autokovarians pada lag k dan disebut fungsi autokorelasi pada lag-k, sehingga
dan menggambarkan kovarians dan korelasi antara dan dari proses yang
sama yang hanya dipisahkan oleh lag ke- .
Fungsi autokovarians sampel dan autokorelasi sampel secara
berturut-turut dapat ditulis sebagai (Wei, 2006):
, ∑
dan
∑
∑
, (2.11)
dengan
∑
Fungsi autokovarians sampel dan autokorelasi memiliki sifat-sifat:
1.
15
2. | | | |
3. dan , untuk semua .
Sifat-sifat ini diperoleh dari perbedaan waktu antara dan . Oleh karena itu,
fungsi autokorelasi sering hanya diplotkan untuk lag non negatif. Plot ini disebut
korelogram.
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi pada suatu data runtun waktu,
perlu dilakukan pengujian hipotesis. Hipotesis yang digunakan adalah:
(Koefisien autokorelasi tidak berbeda secara signifikan dengan nol).
(Koefisien autokorelasi berbeda secara signifikan dengan nol).
Statistik uji yang digunakan adalah (Tsay, 2005):
√( ∑
) ⁄ (2.12)
dengan √( ∑
) ⁄ merupakan standar eror autokorelasi pada saat lag- .
Kriteria keputusan yang digunakan adalah tolak apabila | |
dengan derajat bebas . Nilai
dapat dilihat pada tabel t.
16
2.6 Partial Autocorrelation Function (PACF)
PACF digunakan untuk mengukur tingkat keeratan antara dan ,
apabila pengaruh dari lag 1,2,3, … dan seterusnya sampai dianggap terpisah
(Makridakis, 1995). Misalkan merupakan proses yang stasioner dengan
, selanjutnya dinyatakan sebagai model linier (Wei, 2006):
(2.13)
dengan adalah parameter regresi ke- dan merupakan nilai kesalahan yang
tidak berkorelasi dengan untuk .
Untuk mendapatkan nilai PACF, langkah pertama adalah mengalikan
persamaan (2.13) dengan pada kedua ruas, sehingga diperoleh:
(2.14)
Selanjutnya, dicari nilai ekspektasi pada persamaan (2.14), yaitu:
( ) ( ) ( )
dengan nilai ( ) , jika ( ) , maka:
(2.15)
Selanjutnya, persamaan (2.15) dibagi dengan , diperoleh:
17
atau:
(2.16)
Sistem persamaan (2.16) akan diselesaikan menggunakan aturan Cramer
untuk mencari nilai-nilai PACF lag- yaitu ,…, .
1. Untuk lag pertama dan diperoleh:
, karena maka , artinya bahwa PACF pada lag
pertama akan sama dengan ACF pada lag pertama.
2. Untuk lag kedua dan diperoleh:
(2.17)
Persamaan (2.17) dalam bentuk matriks dapat ditulis menjadi:
*
+ [
]
*
+ (2.18)
[
] [
], dengan menggunakan aturan Cramer yaitu
maka diperoleh:
|
|
|
|
3. Secara umum, untuk lag ke- diperoleh:
18
(2.19)
Persamaan (2.19) jika ditulis dalam bentuk matriks menjadi:
[
]
[
]
[
]
dengan menggunakan aturan Cramer diperoleh:
[
]
[
]
Oleh karena itu,
||
||
||
||
(2.20)
19
Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi parsial pada suatu data runtun
waktu, perlu dilakukan pengujian hipotesis. Hipotesis yang digunakan adalah:
(Koefisien autokorelasi parsial tidak berbeda secara signifikan dengan
nol).
(Koefisien autokorelasi parsial berbeda secara signifikan dengan nol).
Statistik uji yang digunakan adalah (Tsay, 2005):
(2.21)
dengan
Kriteria keputusan yang digunakan adalah tolak apabila | |
dengan derajat bebas . Nilai
dapat dilihat pada tabel t.
2.7 Uji ARCH-LM
Terdapat dua uji yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas di
dalam data yaitu dengan melalui korelogram dan uji ARCH Lagrange Multiplier
atau ARCH-LM dari residual kuadrat data (Rosadi, 2012). Uji ARCH-LM yang
diperkenalkan oleh Engle pada tahun 1982 menyatakan bahwa varians dari
variabel gangguan yang berbentuk tergantung pada
seperti
persamaan ARCH berikut (Widarjono, 2013):
20
(2.22)
Hipotesis pada pengujian ARCH-LM adalah:
(Tidak ada efek ARCH/GARCH dalam residual
sampai lag ke-m)
(Ada efek ARCH/GARCH dalam residual)
Statistik uji yang digunakan adalah sum of squared residual (SSR) (Tsay,
2005):
⁄
⁄ (2.23)
dengan ∑
, ∑
merupakan nilai mean dari
dan merupakan derajat bebas. Kriteria keputusan yang digunakan adalah tolak
apabila nilai . Nilai dapat dilihat pada tabel
F.
2.8 Model Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH)
Model ARCH yang diperkenalkan oleh Engle tahun 1982 digunakan untuk
mengestimasi suatu data runtun waktu yang mempunyai varians error tidak
konstan dan bergantung pada volatilitas error. Model ARCH dan
perkembangannya paling umum digunakan untuk peramalan return dan
volatilitas. Pada model ARCH, standar deviasi kuadrat digunakan sebagai varians.
Model ARCH didefinisikan sebagai (Ladokhin, 2009):
(2.24)
21
, { (2.25)
(2.26)
∑
dengan merupakan return bersyarat pada periode dengan mean nol dan
merupakan residual (error term) pada periode ke , merupakan rangkaian
independent and identically distributed (iid) atau sering diasumsikan berdistribusi
normal standar . Nilai untuk merupakan parameter
model dengan yang menjamin bahwa varians bernilai positif.
Model ARCH tidak efektif digunakan untuk orde yang lebih tinggi (Tsay,
2006). Oleh karena itu, model GARCH dibentuk untuk mengatasi masalah
tersebut.
2.9 Model Generalized-ARCH (GARCH)
Bollerslev pada tahun 1986 mengusulkan model generalized ARCH
(GARCH). Secara umum model GARCH didefinisikan sebagai (Ladokhin,
2009):
(2.27)
∑
∑
22
dengan merupakan parameter, secara
berturut-turut merupakan parameter model dengan , hal ini untuk
memastikan bahwa varians bernilai positif.
Model GARCH mengasumsikan bahwa volatilitas bersifat simetris
sehingga beberapa ahli mengembangkan model lain untuk menangkap sifat
asimetris pada data.
2.10 Model Exponential-GARCH (EGARCH)
Model ARCH dan GARCH mengasumsikan bahwa volatilitas bersifat
simetris, akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Oleh karena itu, Nelson pada
tahun 1991 memperkenalkan model eksponensial GARCH (EGARCH) yang
digunakan untuk menangkap sifat asimetris yaitu adanya perbedaan pengaruh isu
positif dan isu negatif. Bentuk umum model EGARCH adalah (Karlsson,
2002):
,
∑
( ) ∑
Agar model memenuhi sifat asimetris pada return dan perubahan
volatilitas maka model harus memiliki fungsi sign effect dan magnitude effect.
Sign effect menunjukkan adanya perbedaan pengaruh antara isu positif dan isu
negatif pada periode t terhadap varians saat ini, sedangkan magnitude effect
menunjukkan seberapa besar pengaruh volatilitas pada periode yang
(2.28)
23
memengaruhi varians saat ini (Nelson, 1991). Jika sign effect dan magnitude effect
bernilai , artinya sign effect dan magnitude effect berpengaruh terhadap harga
minyak kelapa sawit. Sign effect dan magnitude effect pada model EGARCH
ditunjukkan sebagai:
⏟⏟
[| | [| |]]⏟
(2.29)
dengan berdistribusi . Pada sign effect, batasan ,
dengan yang merupakan fungsi linier pada bernilai , sedangkan
untuk batasan , yang merupakan fungsi linier pada bernilai
. Oleh karena itu, fungsi disebut varians bersyarat dari yang
menunjukkan adanya efek asimetris baik positif maupun negatif. Jika parameter
bernilai positif artinya pengaruh dari isu positif lebih besar dibandingkan
pengaruh dari isu negatif, dan sebaliknya (Nelson, 1991).
Pada magnitude effect, apabila nilai dan , maka akan
bernilai positif saat pengaruh volatilitas dari lebih besar dari nilai harapan, dan
sebaliknya akan bernilai negatif saat pengaruh volatilitas dari lebih kecil dari
nilai harapan. Jika nilai dan maka varians bersyarat saat ini akan
bernilai positif saat return bernilai negatif, dan sebaliknya varians bersyarat saat
ini akan bernilai negatif saat return bernilai positif (Nelson, 1991). Berbeda
dengan model GARCH, model EGARCH tidak memiliki batasan parameter pada
model.
24
Distribusi yang digunakan pada penelitian ini adalah distribusi student (t)
dan distribusi generalized error (GED).
2.11 Distribusi Student (t)
Distribusi student-t adalah pengujian hipotesis yang menggunakan
distribusi-t sebagai uji stasistik. Tabel pengujiannya disebut tabel t-student.
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh W.S. Gosset pada tahun 1908.
Namun, distribusi-t hanya dapat digunakan untuk sampel yang berukuran kurang
dari 30. Kemudian W.S Gosset mengembangkan metode ini sehingga dapat
dikenal sebagai distribusi student-t. Distribusi student-t dapat digunakan untuk
sampel kecil maupun besar. Distribusi student-t memiliki fungsi densitas (Yang,
2011):
(
)
√ (
)(
)
(2.30)
dengan merupakan derajat kebebasan, merupakan
fungsi gamma,
merupakan fungsi beta. Jika
adalah nol,
maka distribusi-t adalah distribusi normal standar.
2.12 Distribusi Generalized Error (GED)
GED adalah distribusi eksponensial simetris. GED memiliki fungsi
densitas (Yang, 2011):
| |
[ ]
dengan
(2.31)
25
[ [ ]
[ ]]
dengan merupakan fungsi gamma dan merupakan
derajat kebebasan.
2.13 Pemilihan Model Terbaik (AIC dan SIC)
Menentukan model terbaik dapat dilakukan dengan perbandingan kriteria
informasi yaitu AIC (Akaike’s Information Criterion) dan SIC (Schwarz
Information Criterion). Nilai AIC dan SIC dapat diperoleh secara berturut-turut
melalui persamaan (Tsay, 2005):
ln (∑
)
(2.33)
ln (∑
)
ln (2.34)
dengan adalah banyaknya parameter.
Semakin kecil nilai AIC dan SIC, hasil estimasi semakin baik dan layak
untuk digunakan. Kriteria informasi SIC lebih sering digunakan karena hasil
estimasi model lebih akurat dibanding AIC (Rosadi, 2012).
2.14 Pengukuran Keakuratan Peramalan
Pengukuran keakuratan peramalan dapat dilakukan dengan menghitung
nilai Root Mean Square Error (RMSE) dan Mean Heteroscedastic Error (MHSE)
(Ladokhin, 2009). Root Mean Square Error (RMSE) didefinisikan sebagai:
(2.32)
26
√
∑
(2.35)
dengan merupakan return bersyarat pada periode .
Selanjutnya, Mean Heteroscedastic Error (MHSE) didefinisikan sebagai:
∑ (
)
(2.36)
RMSE digunakan untuk mengukur kesalahan dalam hal penyimpangan
nilai mean dan MHSE digunakan untuk relatif kesalahan nilai mean. Semakin
kecil perbedaan nilai RMSE dan MHSE, maka hasil estimasi semakin baik dan
layak untuk digunakan (Ladokhin, 2009).