38292137 Bahan Belajar Keterampilan Medik Tahun Ajar 2009

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kmk

Citation preview

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    1

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    BAHAN BELAJAR KETERAMPILAN MEDIK

    FARMASI KEDOKTERAN Siti Rahmatul Aini, S.F, Apt, dr. Triana Dyah C, dr. Ilsa Hunaifi

    Andang Sari, S.Si, Apt, Drs. Agus Supriyanto, Apt, dr. Nurhidayati M.Kes, dr. Emmy Amalia

    PENDAHULUAN Ilmu farmasi kedokteran merupakan ilmu terintegrasi dengan ilmu farmasi dan ilmu kedokteran

    klinik. Ditilik dari sejarahnya, sebelum abad XX, obat yang digunakan masih sederhana yaitu obat

    tradisional dan Ars Prescribendi dan Ars Preparans dipegang oleh 1 ahli yaitu dokter/tabib. Sedangkan

    setelah abad XX, melalui perkembangan ilmu pengobatan maka diciptakan obat dari bahan kimia, Ars

    prescribendi oleh dokter dan Ars preparansi dilakukan oleh apoteker.

    PERIHAL OBAT BATASAN OBAT

    Obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis,

    mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia, hewan dan tumbuhan.

    Obat adalah unsur bahan aktif secara fisiologis, zat kimia, atau racun. Menurut Permenkes RI

    No.242/1990, obat adalah bahan atau panduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau

    menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan

    penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan

    sediaan biologis.

    Obat adalah unsur bahan aktif secara fisiologis, zat kimia, atau racun, sedangkan menurut

    Permenkes No.193/Kab/B-VII/71, obat adalah bahan/paduan bahan yang digunakan dalam menetapkan :

    Diagnosis Contoh: cairan kontras (BaSO4)

    Mencegah Contoh: vaksin, pil KB.

    Menghilangkan penyakit/ gejala, luka/kelainan Contoh: obat-obat simptomatis, contoh: parasetamol.

    Memperindah/memperelok tubuh Contoh: obat jerawat, pemutih

    KATEGORI OBAT

    Obat bisa dikategorikan menurut UU Farmasi, bentuk (fisik), cara pemberian dan khasiat/efek obat.

    Berdasarkan keamanannya obat dapat digolongkan (Peraturan MenKes No. 242/ Thn 90)

    Obat bebas Obat bebas terbatas Obat keras Obat Psikotropika Obat narkotika

    Menurut Jenisnya Obat Dapat Dibedakan Menjadi :

    Obat baku/bahan Substansi yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia atau buku

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    2

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    obat resmi lainnya yang ditetapkan pemerintah.

    Obat jadi Obat standart, obat generik: obat dengan komposisi dan nama teknis standart seperti dalam Farmakope Indonesia atau buku lain yang ditetapkan pemerintah.

    Obat paten Trade name: obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar seperti nama pabrik atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya dan obat tersebut obat yang masih dilindung oleh hak patennya. Obat paten tidak tersedia dalam bentuk generik, dan tidak boleh suatu perusahaan membuat nama paten yang lain dengan kandungan yang sama selama masa paten obat ini masih dikuasai oleh perusahaan leadernya atau selama hak paten kandungannya tidak dijual atau dilisensikan ke perusahaan lain yang berminat.

    Obat Off Paten obat yang telah habis masa patennya

    Obat Generik obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal (Obat Generik Berlogo). Obat Generik bisa berupa obat off paten yang terdiri atas branded generik dan generik (berlogo).

    Obat asli Obat tradisional, jamu, fitofarmaka: obat yang didapat langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia.

    Obat dengan Nama Dagang

    Obat generik yang dibuat oleh pabrik dengan nama yang berbeda dengan nama generiknya tetapi komposisinya sama dengan generiknya. Yang membedakan adalah bentuk sediaan, rasa, kemasan dan promosi.

    Menurut Cara Pemberiannya, Obat Dibedakan Menjadi:

    Obat sistemik, yaitu cara pemberian obat yang memungkinkan obat masuk dalam tubuh dan beredar dalam sirkulasi sistemik sehingga efek kerjanya bersifat sistemik. Cara pemberian obat sistemik ini

    misalnya pemberian per oral dan parenteral.

    Obat lokal, yaitu cara pemberian obat yang menghasilkan efek setempat atau hanya pada tempat pemberian. Obat lokal ini tidak atau minimal ditemukan dalam sirkulasi sistemik. Cara pemberian

    obat dengan efek lokal misalnya obat topikal seperti salep kulit, sampho anti ketombe, dan

    pemberian per inhalasi.

    Menurut khasiat/efek obat, obat dibedakan menjadi kelas terapi seperti tercantum dalam Daftar

    Obat Essensial Nasional ( DOEN).

    Penggolongan Berdasar Efek Farmakologi

    Contoh : Fenobarbital; dapat dikategorikan menurut:

    Tempat kerja dalam tubuh; merupakan obat yang bekerja pada SSP Aktivitas terapeutik; merupakan obat sedatif-hipnotik. Mekanisme kerja farmakologi; merupakan depressan SSP Sumber asal/ sifat-sifat kimia; merupakan turunan asam barbiturat.

    Menurut bentuk dan struktur kimia:

    Asam; contoh acetosal, acidum ascorbinium, barbitalum Basa; contoh alucol, bisacodyl, hidrochlorothiazida Garam; contoh : natrium chlorida, papaverine HCI, atropine sulfas

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    3

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Garam/senyawa kompleks; contoh: magnesium trisilikat, cynacobalamin, aluminium/ kalium sulfat. Ester; contoh: chloramphenicol palmitat, adrenaline bitartrat, gliceryl guayacolate Kristal mengandung aior: contoh ampiciline trihiodrat, calcii lactas, codein HCI Isotop radioaktif: contoh : chlormerodin Hg, natrii yodida.

    Hubungan antara struktur kimia-sifat kimia dan aktivitas biologis obat. Struktur kimia Sifat kimia-fisika Aktifitas biologis obat

    Jumlah Kelarutan Respon

    Macam Koefisien partisi Kenaikan jumlah ikatan obat reseptor

    Susunan dari atom molekul obat Adsorpsi

    Derajat ionisasi

    Penggolongan Obat Tradisional

    Penggolongan obat di atas adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga dikenal obat

    yang berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat tradisional.Obat tradisional Indonesia semula

    hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan

    semakin berkembangnya teknologi, telah diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses

    produksi sehingga industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak.

    Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan perkembangan penelitian

    sampai dengan uji klinik. Saat ini obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu jamu, obat

    ekstrak alam, dan fitofarmaka.

    1. Jamu (Empirical based herbal medicine)

    Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk

    seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut

    serta digunakan secara tradisional. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep

    peninggalan leluhur yang disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak,

    berkisar antara 5 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah

    sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah digunakan secara turun-

    menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin ratusan tahun, telah membuktikan

    keamanan dan manfaat secara langsung untuk tujuan kesehatan tertentu.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    4

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    2. Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal medicine)

    Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa

    tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan

    yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan

    pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi

    maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian

    pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart pembuatan ekstrak tanaman obat,

    standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

    3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)

    Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern

    karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan

    uji klinik pada manusia.. Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk

    menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk

    menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah.

    TATA NAMA Sesuai dengan Monografi Farmakope Indonesia, maka nama yang sah digunakan dalam penulisan resep

    adalah:

    Nama latin : contoh: acidium acetylsalicylicum,aecetaminofen, methampyronum Nama Indonesia : contoh:asam asetilsalisilat, asetaminofen, metampiron Nama lazim/generik : contoh: acetosal, paracetamol, antalgin

    DERIVAT OBAT (TURUNAN OBAT) Derivat (turunan) obat adalah sekelompok obat yang diturunkan dari senyawa yang sama dengan

    senyawa induk tetapi masing-masing punya struktur kimia yang berbeda, umumnya digunakan untuk

    sekelompok obat dengan khasiat yang sama, dan didapatkan dari hasil manipulasi molekuler senyawa

    induk (dengan struktrur kimia tertentu).

    Tujuan dibuatnya derivat obat adalah untuk mendapatkan obat baru dengan efek sama tapi lebih

    poten dan efek samping lebih kecil atau efek berbeda. Berdasarkan efek farmakologinya, derivat obat ini

    dapat dikategorikan menjadi obat lain. Sebagai contoh, SULFONAMID, suatu antimikroba, secara struktur

    kimia menyerupai PABA. Dari sulfonamid dapat diturunkan banyak obat baru dengan efek berbeda

    antara lain: chlorthiazide (berefek diuretika/ penurun tekanan darah); chlorpropamida yang mempunyai

    struktur mirip sulfonamid tapi berefek lain yaitu sebagai obat anti-diabetik.

    DOSIS OBAT

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    5

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Dosis lazim, dosis terapeutik adalah sejumlah obat ( dalam satuan berat/volume unit) yang

    memberikan efek terapeutik pada penderita ( dewasa). Selain dosis terapeutik, dikenal pula istilah, dosis

    awal, dosis pemeliharaan, dosis maksimum, dosis toksis, dan dosis letal.

    Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dosis antara lain adalah faktor obat, faktor pemberian,

    faktor penderita dan indikasi dan patologi penyakit.

    Dosis Maksimum (DM) kecuali dinyatakan lain, adalah dosis maksimum untuk dewasa untuk

    pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan dan rektal. Penyerahan obat dengan melebih DM dapat

    dilakukan, jika dibelakang jumlah obat bersangkutan pada resep dibubuhi tanda seru dan paraf dokter

    penulis resep. Dosis Lazim untuk dewasa, anak dan bayi hanya merupakan petunjuk dan tidak mengikat.

    FAKTOR OBAT

    Dipengaruhi oleh sifat fisika, daya larut (air/lemak), bentuk(kristal/amorf), sifat kimia (asam, basa,

    garam, ester), derajat keasaman (pH dan pKa), toksisitas.

    FAKTOR RUTE PEMBERIAN OBAT

    Dosis obat yang diberikan melalui rute/cara pemberian apapun, harus mencapai dosis terapi dalam

    pada target organ. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor, misanya faktor yang membatasi

    kemampuan absorbsi obat pada pemberian per oral, maka dosis oral berbeda dengan dosis obat yang

    diberikan secara parenteral. Dosis obat pada pemberian per oral lebih tinggi dari pada per parenteral.

    FAKTOR PENDERITA

    Dipengaruhi oleh umur (anak, dewasa, geriatri), berat badan (normal, obesitas, malnutrisi), luas

    permukaan tubuh, ras dan sensitivitas individual.

    INDIKASI DAN PATOLOGI PENYAKIT

    Penyebab penyakit Keadaan pato-fisiologis, misalnya pada gangguan fungsi hepar dan/atau gangguan fungsi ginjal,

    beberapa jenis obat dikontraindikasikan, atau dosis beberapa jenis obat perlu diturunkan atau

    interval pemberian diperlama.

    PERHITUNGAN DOSIS OBAT UNTUK ANAK

    Anak bukanlah miniatur dewasa, oleh karena organ tubuhnya (hepar, ginjal, saluran pencernaan, dan SSP) belum berfungsi secara sempurna, luas permukaan tubuh, kecepatan metabolisme basal, serta volume dan distribusi cairan tubuh berbeda dengan orang dewasa, maka besar dosis pada anak ditentukan berdasarkan pada keadan fisiologi anak. Dalam menghitung dosis obat untuk anak, perlu dibedakan antara :

    Prematur Neonatus ( 1bln) Infant ( s.d 1 thn) Balita (>1-5 thn) Anak ( 6-12 tahun)

    Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan dosis anak:

    Faktor farmakokinetik obat

    Absorpsi : kemampuan absorpsi dipengaruhi oleh PH lambung dan usus Waktu pengosongan lambung Waktu transit Enzim pencernaan

    Distribusi : jumlah obat yang sampai di jaringan dipengaruhi oleh:

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    6

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Masa jaringan Kandungan lemak Aliran darah Permeabilitas membran Kadar protein plasma Volume cairan ekstraseluler

    Metabolisme : kecepatan metabolisme dipengaruhi oleh: Ukuran hepar Kemampuan enzim mikrosomal

    Eksresi : proses eksresi obat terutama melalui ginjal dan dipengaruhi oleh: Kecepatan filtrasi glomeruler Proses sekresi dan reabsopsi tubuler

    Cara menghitung dosis anak

    1. Didasarkan perbandingan dengan dosis dewasa.

    Berdasar perbandingan umur:

    Rumus young ( Anak umur 1 8 tahun)

    Da =

    Angka 12 menunjukkan berlaku untuk umur anak 20-24 tahun.

    Ket rumus diling:

    Da= dosis anak

    DM= dosis Maksimum

    n= umur

    2. Berdasar perbandingan berat badan

    dianggap berat badan orang dewasa 70 kg

    Rumus Clark =

    3. Berdasar perbandingan luas permukaan tubuh (LPT)

    Dianggap bahwa luas permukaan tubuh orang dewasa : 1,73 m2

    Rumus ( crawford- Terry Rouke) = LPT a

    1,73

    4. Didasarkan atas ukuran fisik anak secara individual

    x DM (mg)

    n 20 DM (mg)

    BBa

    70 DM (mg)

    DM (mg)

    n

    n +12

    Dosis A DM A

    + Dosis B DM B

    dan seterusnya + 1

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    7

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Sesuai dengan BB anak ( dalam kg) Sesuai dengan LPT anak ( dalam m2)

    CATATAN:

    Kelemahan perhitungan anak dengan perbandingan dengan dosis dewasa:

    Umur: tidak tepat oleh karena ada variasi BB dan LPT Berat Badan : tidak tepat untuk semua obat LPT : tidak praktis terutama kasus gawat

    Karena kelemahan-kelemahan tersebut maka diciptakan rumus baru untuk menghitung dosis anak yang

    lebih akurat oleh bagian farmasi kedokteran Unair.

    Untuk bayi 0-11 bulan

    Da=

    Da = dosis anak

    DM= Dosis Makanan

    m = umur dalam bulan

    atau

    Da =

    W= berat dalam kg

    Untuk balita 1 4 tahun

    Da =

    n = umur dalam tahun

    atau

    Da =

    W= berat badan dalam kg

    Catatan : rumus ini diturunkan dari Rumus Clark ( yang telah diseuaikan untuk anak Indonesia).

    PERHITUNGAN DOSIS OBAT PADA OBESITAS

    Dikatakan obesitas jika BB > 20%, BB ideal dan komposisi komponen tubuh berbeda dengan BB

    normal

    Untuk perhitungan dosisnya harus memperhatikan kelarutan obat dalam lemak (lipofisitas) :

    Berdasar berat badan tanpa lemak (BBTL) untuk obat non-lipofilik. Contoh: digitoksin, gentamisin

    Berdasar berat badan normal ( BBN) untuk obat lipofilik Contoh: thiopental

    DOSIS LAZIM / TERAPEUTIK

    Yang tertulis dalam pustaka

    13 + M

    89 DM

    1+ W

    28,8+0,9 W DM

    4,5 + n

    19,8 DM

    2,5 + W

    41 DM

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    8

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Dosis sekali (tunggal) Bisacodyl 5-10 mg/ dosis tunggal

    Dosis sehari Dexamethasone 0,2-2mg/ hari

    Diazepam 5-30 mg dalam dosis terbagi

    Dosis/kg.BB/hari Ampicilin 50-100 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Griseofulvin 0,5-1 g/ hari ( dosis tunggal atau terbagi) ; anak : 10 mg/kg BB/ hari

    DOSIS UNTUK EFEK BERBEDA

    Sebagai contoh; PHENOBARBITAL sebagai :

    sedative hipnotik, dosisnya 30 mg/ 3-4 d.d antikonvulsan, dosisnya 30-60 mg/2-3 DM

    KURVA BENTUK BEL

    Menunjukkan efek obat dalam populasi

    Kecil Rata-rata Besar

    EFEK

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    9

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    UNDANG-UNDANG FARMASI & KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM

    KEDOKTERAN

    UU FARMASI

    Peraturan MenKes no. 242/ thn 90 :

    Pasal 1 ayat 1

    Obat adalah bahan atau panduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki

    sisitem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit,

    penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan

    biologis.

    Peraturan MenKes RI No. 922/thn 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek

    Pasal 1 ayat 1

    Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada apoteker

    pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    Masih tentang resep, Peraturan MenKes No. 26/ thn 1981 BAB III pasal 10 menjelaskan:

    1. Resep harus ditulis dengan jelas (terbaca red) dan lengkap

    2. Ketentuan mengenai resep yang dimaksud ayat ( 1) ditetapkan Menteri.

    Selain itu , dalam Keputusan Menkes No. 280/ thn 1981 tentang resep yang terdapat dalam

    BAB II yang berbunyi:

    Pasal II : disamping memuat pasal 10 ( no.26/thn 81) resep juga harus memuat juga:

    1. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dr, drg. drh

    2. Tanggal penulisan R/, nama setiap obat dan komposisi obat

    3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan R/

    4. Tanda tangan /paraf dokter penulis R/ sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

    5. Jenis hewan, nama, serta alamat pemilik untuk R/ dokter hewan

    6. Tanda seru dan paraf dokter untuk R/ yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis

    maksimal.

    Peraturan MenKes No. 922/ thn 93:

    Pasal 15 ayat 3

    Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam R/ apoteker wajib berkonsultasi

    dngan dokter untuk pemilihan obat yang tepat.

    Pasal 16:

    1. apabila apoteker menganggap bahwa dalam R/ terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang

    tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.

    2. apabila dalam hal dimkasud ayat (1) karena pertimbangan tertentu dokter penulis tetap pada

    pendirianya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang

    lazim diatas resep.

    Pasal 17 ayat 3: R/ atau salinan R/ hanya boleh diperlihatkan kepada :

    dokter penulis R/ atau yang merawat.

    Penderita yang bersangkutan

    Petugas kesehatan

    Petugas yang berwenang menurut perundang- undangan yang berlaku

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    10

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    GOLONGAN OBAT

    Peraturan MenKes no. 242/ thn 90 pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa obat digolongkan menjadi :

    1. Obat bebas

    obat bebas yaitu obat yang dijual bebas dan dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, di toko,

    dan toko obat. Obat ini ditandai dengan lingkaran warna hijau. Dibuku ISO ada tanda atau tulisan B.

    Lambang obat bebas

    Contohnya:

    Vitamin larut air 2-4 salep. Oralit Parasetamol 500mg Ibuprofen 200 mg

    2. Obat bebas terbatas

    yaitu obat yang dibeli secara bebas tanpa resep dokter, tapi juga dengan batasan jumlah dan isi

    berkhasiat serta tanda peringatan P. Pada kemasannya ada tanda lingkaran biru tua dan termasuk obat

    daftar W ( Werschuwin) ( Kep. Menkes No. 6355/69). Di buku ISO ditandai dengan tulisan T.

    Lambang obat bebas terbatas

    Sebagai contoh peringatannya :

    P No. I : awas obat keras, bacalah aturan pemakaiannya. Dulcolax tablet Acetaminofen = >600 mg/tab atau >40 mg/ml (kep Menkes no.66227/73) SG tablet.

    P No. 2 : awas obat keras, hanya untuk kumur , jangan ditelan Gargarisma khan Betadin gargarisma

    P NO. 3 : awas obat keras hanya untuk bagian luar badan Anthistamin pemakain luar , misal dalam bentuk cream, caladin, caladril. Lasonil Liquor burowl

    P No. 4 : awas obat keras hanya untuk dibakar Dalam bentuk rokok dan sebuk untuk penyakit asma yang mengandung scopolamin.

    P No.5 ; awas obat keras tidak boleh ditelan Dulcolax Suppos Amonia 10 % ke bawah

    P No. 6 : awas obat keras wasir jangan ditelan: Varemoid

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    11

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    3. Obat keras

    Adalah obat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI dan yang ditandai dengan lingkaran warna

    merah lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya dan di penandaanya harus

    dicantum kalimat Harus dengan Resep Dokter. Obat ini termasuk daftar G ( Gevarrlijk).

    Lambang obat keras

    Berdasarkan keputusan Menkes No. 347/ menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib Apotek (OWA 1)

    No. I, dan keputusan Menkes : 924/93 (OWA 2) maka menurut cara memperolehnya, obat keras terbagi

    2:

    a. Harus dengan resep dokter ( G1)

    Untuk semua injeksi Antibiotika dan virus Obat-obat jantung Obat-obat psikotropika.

    b. Disarankan oleh apoteker di apotek

    pil kb analgetik-antipiretik ( antalgin, asam mefenamat) antihistamin dan obat asma Psikotropika Kombinasi Obat Keras tertentu

    Menurut UU No. 49/1949 pasal 3 ayat 2, Apoteker hanya dapat menjual obat keras kepada:

    1. pasien dengan resep dokter untuk obat yang bukan OWA

    2. apoteker

    3. dokter/dokter gigi

    4. dokter hewan

    Yang berhak memiliki serta menyimpan obat daftar G dalam jumlah yang patut disangka bahwa

    obat tersebut tidak akan digunakan sendiri adalah:

    1. PBF (pedagang besar farmasi)

    2. APA (apoteker pengelola apotik)

    3. Dokter yang berizin (dr,drg)

    4. Dokter hewan (dalam batas haknya)

    4. Psikotropika

    Menurut Undang-undang RI no. 5 tahun 1997 tentang PSIKOTROPIKA yang terdiri atas 16 bab 74

    pasal, tertanggal 11 maret 1997, PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat baik alamiah maupun bukan

    narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang

    menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

    Pasal 2 ayat 2 tentang penggolongan psikotropika:

    Penggolongan psikotropika:

    1. psikotropika golongan I

    2. psikotropika golngan II

    3. psikotropika golongan III

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    12

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    4. psikotropika golongan IV

    Pasal 4

    1. psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau ilmu

    pengetahuan.

    2. psikotropika golongan I untuk ilmu pengetahuan

    3. selain pasal 4 ayat 2 psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.

    Pasal 14 ayat 5

    Dokter hanya diperbolehkan menyerahkan obat psikotropika apabila:

    a. menjalankan praktek dan diberikan dengan suntikan

    b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat

    c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

    BAB XIV. Ketentuan Pidana ( 13 pasal)

    Pasal 59

    1. Barang Siapa:

    a. menggunakan psikotropika selain yang dimaksud pasal 4 ayat 2

    b. memproduksi atau menggunakan psikotropika golongan I

    c. mengedarkan psikotropika golongan I

    d. mengimpor selain kepentingan ilmu pengetahuan

    e. secara tanpa hak memiliki menyimpan atau membawa psikotropika golongan I dipidana penjara

    paling sedikit 4 tahun dan selama-lamanya 15 tahun dan membayar denda paling sedikit 150

    juta dan paling bayak 750 jt.

    2. Jika terorganisasi maka akan dipidana mati atau seumur hidup dan membayar denda 750 juta.

    Pasal 68 : tindak pidana di bidang Psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-undang ini

    adalah kejahatan:

    5. Narkotika

    Obat narkotika ditandai dengan lingkaran warna putih ada palang merah di tengah-tengahnya dan

    termasuk daftar O (Opiat). Untuk memperolehnya harus dengan resep dokter dan apotik wajib

    melaporkan jumlah dan macamnya. Peresepan tidak boleh diulang dan ada tanda tangan dokter penulis

    resep. Di buku ISO ditandai dengan tulisan N.

    Lambang obat golongan narkotika

    UU Narkotika No. 9 thn 1976 yang terdiri atas 10 bab 55 pasal diganti dengan UU no. 22 tahun 1997

    tentang Narkotika dengan 15 BAB 104 pasal.

    BAB I

    pasal 1

    Narkotika : zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun

    semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

    mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    13

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Oleh karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan

    ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek

    wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.

    BAB II

    Pasal 2

    Narkotika digolongkan menjadi:

    a. Narkotika golongan I- kokain, heroin

    b. Narkotika golongan II= Metadon, morfina, opium, petidin, tebain

    c. Narkotika golongan III- kodein.

    Tujuan pengaturan Narkotika

    1. menjamin ketersediaannya narkotika untuk keperluan pelayanan kesehatan dan atau

    pengembangan ilmu pengetahuan.

    2. mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika

    3. memberantas peredaran gelap narkotika.

    Pasal 4

    Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau

    pengembangan ilmu pengetahuan.

    Pasal 5

    Narkotika golongan I hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan

    dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.

    BAB III. Pengadaan

    Pasal 6

    I. Menkes : mengupayakan tersedianya narkotika untuk pelayanan kesehatan atau pengembangan

    ilmu pengetahuan

    Pasal 9

    I. narkotika golongan I dilarang diproduksi atau digunakan dalam proses produksi, kecuali jumlah

    sangat terbatas untuk pengembangan ilmu pengetahuan dengan pengawasan ketat dari Menkes.

    BAB V PEREDARAN

    Pasal 33

    Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada Depkes

    Pasal 37

    Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat tertentu atau pedagang besar

    farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu

    pengetahuan.

    Pasal 39

    1. penyerahan narkotika hanya dilakukan oleh: apotek, rumah sakit, Puskesmas, balai pengobatan

    dan dokter.

    2. apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada : rumah sakit, puskesmas, apotik lain , balai

    pengobatan, dokter, pasien.

    3. rumah sakit, apotek, puskesmas, balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada

    pasien berdasarkan R/ dokter.

    4. Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dilakukan dalam:

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    14

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    a. menjalankan praktek dan diberikan melalui suntikan.

    b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan.

    c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

    5. narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu , disarankan dokter dimaksud ayat 4

    hanya dapat diperoleh di apotek.

    BAB XII. KETENTUAN PIDANA ( PASAL 78-99)

    Pasal 84

    Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

    a. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk

    orang lain, dipidana paling lama 15 tahun dan didenda 750 jt

    b. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk

    orang lain, dipidana paling lama 10 tahun dan didenda 500 jt.

    c. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk

    orang lain, dipidana paling lama 5 tahun dan didenda 250 jt.

    Pasal 99

    Dipidana penjara paling lama 10 tahun dan didenda 200 juta bagi pimpinan Rumah Sakit,

    Puskesmas, Balai Pengobatan, sarana penyimpanan pemerintah, apotek, dan dokter yang

    mengedarluaskan narkotika golongan II dan III bukan untuk pelayanan kesehatan.

    HAK DAN KEWAJIBAN DOKTER TENTANG PENGELOLAAN OBAT SESUAI

    PERATURAN PERUNDANGAN Hal ini dicantumkan dalam peraturan Menkes No. 385 tahun 1989

    Pasal 26

    Ayat 1

    Dokter dan dokter gigi dilarang:

    a. melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kode etik kedokteran

    b. memberikan suntikan atau meracik obat kecuali suntikan.

    Ayat 2

    Larangan pada ayat 1b tidak berlaku bagi dokter yang bertugas di Puskesmas atau daerah

    terpencil yang tidak ada apotek atau menolong orang sakit dalam keadaan darurat.

    Pasal 1 ayat 1

    Daerah terpencil adalah daerah yang sulit komunikasinya meliputi wilayah administrasi yang luas

    serta berpenduduk jarang. Peraturan ini juga berlaku untuk obat dan golongan psikotropika dan narkotika.

    KODE ETIK KEFARMASIAN DALAM KEDOKTERAN Etika adalah suatu perbuatan, tingkah laku, sikap dan kebiasaan manusia dalam pergaulan

    sesama manusia dalam masyarakat yang mengutamakan kejujuran terhadap diri sendiri dan sesama

    manusia.

    Bagi apoteker:

    1. R/ adalah rahasia tidak boleh dibicarakan kepada siapapun kecuali bila diperlukan untuk

    membuktikan kebenaran yaitu berdasarkan perintah pengadilan.

    2. tidak boleh merubah obat yang tertulis dalam R/, tanpa konsultasi dokter penulis R/

    3. apabila seorang pasien meminta nasehatnya dalam bidang pengobatan, maka apoteker harus

    menyarankan atau menasehati pasien untuk datang ke dokternya, kecuali jika pertolongan atau

    pengobatan itu sangat diperlukan, maka apoteker harus memberi pertolongan dalam batas

    pengetahuan dan kemampuannya.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    15

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    4. seorang apoteker hendaknya menghindarkan diri dari tindakan atau pernyataan yang dapat

    menyebabkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan pasien pada dokter.

    Bagi dokter:

    1. perlu dijaga agar kertas R/ jangan sampai digunakan orang lain untuk memberi atau menerima

    sebagaimana telah terjadi

    2. jangan meninggalkan kertas R/ kosong yang sudah ditanda tangani

    3. kalau ada kesalahan dengan apoteker saat memberikan obat, maka bertentangan sekali dengan

    kode etik bila hal ini dibicarakan dengan pasien. Hendaknya dokter langsung berhubungan

    dengan apoteker, demikian juga sebaliknya.

    4. menghindarkan semua tindakan yang berentangan dengan etika kedokteran diantaranya:

    memberikan atau meracik obat, kecuali suntikan menulis R/ harus obat produk dari perusahaan farmasi tertentu menjual obat ditempat praktek kecuali dengan ketentuan tertentu menjual contoh obat.

    BENTUK SEDIAAN OBAT Bentuk sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/ zat berkhasiat dalam

    farmakoterapi dapat secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang optimal. Umumnya BSO

    mengandung satu atau lebih senyawa obat/ zat yang berkhasiat dan bahan dasar/ vehikulum yang

    diperlukan untuk formulasi tertentu.

    MANFAT BENTUK SEDIAAN OBAT

    Bentuk sediaan obat dipilih agar:

    1. dapat melindungi obat dari faktor-faktor yang menimbulkan kerusakan baik di luar maupun dalam

    tubuh.

    2. dapat menutupi rasa pahit dan tidak enak dari bahan obat

    3. dapat menyediakan kerja yang luas

    4. dapat melengkapi kerja obat yang optimum ( topikal, inhalasi)

    5. merupakan sediaan yang cocok untuk:

    obat yang tidak stabil, tidak larut setiap cara penggunaan penyakit pada berbagai tubuh

    6. dapat dikemas/ dibentuk lebih menarik dan menyenangkan

    Dalam memilih BSO perlu memperhatikan sifat bahan obat, sifat sediaan, kondisi penderita dan

    penyakitnya, harga, dll. Disamping itu perlu diperhatikan pula penulisan resepnya agar jelas dan lengkap ,

    sehingga tidak memberikan permasalahan dalam pelayanannya.

    FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENENTUKAN PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN OBAT

    1. Umur penderita:

    a. anak balita: sebaiknya diberikan oral dalam bentuk sediaan cairan ( solutio, suspensi, emulsi,

    guttae) , karena bentuk sediaan cair lebih mudah diminum daripada bentuk padat. Bentuk

    sediaan padat yang masih dapat diberikan ialah bentuk pulveres ( puyer), sedang bentuk tablet

    atau kapsul hendaknya dihindari bagi anak dibawah umur lima tahun.

    b. Orang dewasa : obat yang diberikan per oral lebih sering diberikan dalam bentuk sediaan padat

    daripada bentuk sediaan cair, oleh karena bentuk sediaan padat (tablet/kapsul) umumnya lebih

    stabil dalam penyimpanan daripada sediaan cair.

    c. Geriatri : dalam hal kesulitan menelan pada penderita lanjut usia, pilih bentuk sediaan cair

    seperti bentuk sediaan pada anak-anak.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    16

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    2. Keadaan umum penderita

    a. penderita tidak sadar atau koma: dipilih bentuk sediaan injeksi atu rektal

    b. penderita masuk rumah sakit atau berobat jalan.

    3. Lokasi tubuh dimana obat harus bekerja:

    a. efek lokal: bentuk sediaan dapat berupa solutio/mixtura; suspensi/mixtura agitanda;

    unguentum/pasta. Bentuk sediaan tersebut harus dapat dibedakan untuk dipakai pada kulit

    biasa atau kulit berambut atau mukosa dan untuk kulit yang utuh atau terluka.

    b. Penyerapan atau penetrasi obat melalui kulit: bentuk sediaan injeksi, atau linimentum/

    cream/ unguentum/ cream dengan vehikulum tertentu.

    c. Efek sistemik : bentuk sediaan dapat berupa cairan atau padat, per oral, rektal atau injeksi.

    4. Kecepatan dan lama obat yang dikehendaki

    a. obat berbentuk sediaan injeksi lebih cepat diabsorpsi daripada bentuk sediaan per oral atau

    per rektal

    b. obat dengan bentuk sediaan sustained release ( berupa tablet atau capsul) bekerja lebih

    lama daripada bentuk sediaan tablet atau kapsul biasa, pemberiaan obat cukup sekali atau

    dua kali sehari.

    5. Bentuk teraupetik obat yang optimal dan efek samping yang minimal bagi penderita:

    a. Emetin HCI, morphin HCI diberikan dalam bentuk sediaan injeksi, tidak dalam bentuk oral.

    b. Vitamin C dalam bentuk sediaan cairan (oral) akan terurai, sehingga diberikan dalam bentuk

    sediaan tablet.

    6. Bentuk sediaan yang paling enak/ cocok bagi penderita:

    a. Bahan oral yang sangat pahit meskipun mudah larut dalam air tidak diberikan dalam bentuk

    sediaan cair, sehingga akan lebih enak diberikan dalam bentuk sediaan padat (

    tablet/kapsul)

    Misalnya; Chloramphenicol, Cotrimoxsazol, Metronidazol

    b. bahan obat yang berbau amis: dipilih dalam bentuk sediaan tablet atau kapsul atau lebih

    baik dalam bentuk dagree. Misalnya berbagai garam Fe ( Ferosi Sulfat, Ferosi klorida,

    Ferosi carbonas), karena bila diberikan dalam bentuk sediaan cair akan berasa seperti besi

    karatan pada lidah sangat tidak menyenangkan.

    MACAM BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) 1. Bentuk sediaan padat : pulvis, pulveres, capsula, tabula, supositoria

    2. Bentuk sediaan cair: solutio/mixtura, suspensi, emulsi, guttae, infusa, dll

    3. Bentuk sediaan setengah padat : unguenta, cream, pasta, dll.

    BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) PADAT

    PULVIS DAN GRANULA (SERBUK DAN GRANUL) Serbuk adalah campuran kering bahan obat dan zat kimia yang dihaluskan, ditujukan untuk pemakaian oral atau luar. Karena mempunyai pemakaian yang luas., serbuk lebih mudah terdispersi dan lebih larut daripada bentuk sediaan yang dipadatkan. Anak-anak atau orang dewasa yang sukar menelan kapsul atau tablet lebih mudah menggunakan obat dalam bentuk serbuk. Masalah stabilitas yang sering dihadapi dalam sediaan bentuk cair, tidak ditemukan dalam bentuk serbuk. Obat yang tidak stabil diberikan dalam bentuk suspensi atau larutan air dapat dibuat dalam bentuk serbuk atau granul. Serbuk oral yang dapat diserahkan dalam bentuk terbagi ( pulveres) atau tidak terbagi ( pulvis). Serbuk oral yang tidak terbagi hanya terbatas pada obat yang relatif tidak paten, seperti laksan, antasida,makanan diet dan beberapa analgetika tertentu dan pasien dapat menakar secara syarat pulvis maupun pulveres :

    Serbuk halus , kering dan homogen Ukuran partikel 1,25 um-1,7 um

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    17

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Macam-macam serbuk

    PULVERES ( serbuk terbagi)

    Suatu serbuk yang terbagi dalam bobot yang kurang lebih sama, dibungkus menggunakan

    bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum. Diracik berdasarkan formula resep dokter. Berat

    pulveres antara 300-500 mg.

    Keuntungan dan kerugiannya:

    1. pada umumnya untuk pemakaian oral

    2. penyerapan oleh gastrointestinal cukup baik

    3. dokter hanya menyusun kombinasi dan dosis obat secara tepat sesuai kebutuhan

    4. rasa pahit yang tidak enak dan tidak dapat disembunyikan.

    5. tidak semua obat dapat diberikan dengan bentuk ini, misalnya beberapa obat yang saling

    berinteraksi.

    PULVIS ADSPERSORIUS (serbuk tabur)

    Serbuk ringan untuk topikal, dapat dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus

    untuk memudahkan penggunaan pada kulit. Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan

    derajat 100 mesh seperti tertera pada pengayak dan derajat halus serbuk 1141 agar tidak menimbulkan

    iritasi pada bagian yang peka. Sediaan ini sebagai obat luar untuk terapetik, profilaksi dan lubricant

    Penggunaan:

    untuk tujuan menyerap tubuh untuk mengurangi gesekan antara 2 lipatan sebagai vehicle (pengisi) tidak diberikan untuk luka yang terbuka.

    FINELY DIVIDE POWDERS

    Sediaan serbuk yang dimaksudkan untuk disuspensikan/dilarutkan dalam air atau dicampur

    dengan makanan lunak/ bahan lain. Yang tersedia merupakan sediaan paten.

    EFER VERSENT POWDER

    Sediaan yang mengandung selain bahan obat juga bahan pembantu yaitu Na bicarbonat dan

    asam citrat, asam tetrat, atau Na bisosfat. Yang tersedia merupakan sediaan paten.

    GRANULA

    Sediaan serbuk kasar yang dimaksudkan untuk di suspensikan /dilarutkan dalam air, atau

    dicampur dengan makanan lunak/bahan lain.Granula dibagi bulk granula dan divided granula. Bentuk

    sediaannnya pada umumnya paten yang tidak stabil dalam penyimpanan cukup lama. Contoh: antibiotik

    syrup (dry syrup), serbuk untuk injeksi. Ukuran partikel granul adalah 2-4 mm.

    TABULAE ( COMPRESI, TABLET) Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pembantu ( pengisi, pengikat, pengancur, pelicin).Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan tablet cetak dan tablet kempa. Syarat : memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia yaitu keseragaman bobot dan kadar, kekerasan, waktu hancur. Sedangkan menurut Farmakope USA ditambah kecepatan disolusi ( kecepatan hancur dalam tubuh, biasanya 15 menit) dan bioavalibilitas . Penggunaan : pengobatan lokal dan sistemik. Bentuk sediaan tablet pada saat ini disiapkan oleh pabrik obat dengan alat dan teknik khusus, serta dibuat besar-besaran. Beberapa produk obat dirancang untuk melepaskan zat yang berkhasiat dan diabsorspsi tubuh secara cepat dan sempurna, produk lain mungkin dirancang untuk melepaskan zat secara perlahan-lahan supaya diabsorspsi secara lambat sehingga dapat memperpanjang aksinya. Oleh karena itu, pembuatan tablet memerlukan bahan tambahan yang disesuaikan terhadap fungsi/penggunaannya.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    18

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    PERJALANAN OBAT DALAM BENTUK SEDIAAN TABLET

    M

    acam-macam tambahan untuk pembuatan tablet: (adanya bahan tambahan akan mempengaruhi

    kecepatan disolusi dan bioavailabilitas)

    1. Pengisi (diluent)

    Untuk memperbesar volume tablet. Contoh: sakarum laktis, amilum, Ca-fosfat, Ca-karbonat.

    2. Pengikat (binder)

    Dengan tujuan supaya tablet tidak mudah pecah dan bahan tablet dan saling merekat. Contoh:

    Mucilago gummi arabicium 10-20%

    3. Penghancur (disintegrator)

    Dengan tujuan supaya tablet dapat/cepat hancur di lambung. Contoh: amilum kering, gelatin, agar-

    agar, dan Na-alginat.

    4. Pelicin ( lubricant)

    Supaya talet tidak melekat pada cetakan (matriks). Contoh: talkum 5% , Mg-stearat.

    5. Bahan pembantu lain, misal zat warna.

    MACAM MACAM TABLET

    1. TABLET KEMPA (Compressed Tablet)

    a. Tablet triturat.

    Merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silindris, digunakan untuk

    memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat. Jenis tablet ini sekarang sudah

    jarang digunakan.

    b. Tablet Hipodermik

    TABLET

    DISENTEGRASI

    GRANUL

    PARTIKEL

    OBAT

    DISOLUSI LAMBAT

    DISOLUSI

    MODERAT

    DISOLUSI

    CEPAT

    OBAT TERLARUT DALAM CAIRAN GIT

    OBAT DIABSORBSI

    OBAT DALAM DARAH

    DIAGREGASI

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    19

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Merupakan tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam

    air dan digunakan untuk memberikan sediaan injeksi hipodermik.

    c. Tablet bukal

    Digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara gusi dan pipi. Zat aktif terserap langsung

    melalui mukosa mulut. Efek yang ditimbulkan bersifat sistemik dan lambat.

    d. Tablet sub lingual

    Digunakan dengan cara meletakkan di bawah lidah. Zat aktif diserap langsung melalui mukosa

    mulut dan efek yang ditimbulkan bersifat sistemik dan cepat.

    e. Tablet effervescent

    Dibuat dengan cara kempa, selain zat aktif juga mengandung campuran asam ( asam sitrat,

    asam tartrat) dan Na-bikarbonat dan apabila dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon

    dioksida. Tablet dilarutkan atau didespresikan dalam air sebelum pemberian. Penyimpanan

    dalam wadah tertutup rapat atau kemasan tahan lembab dan pada etiket tertera tidak untuk

    langsung ditelan.

    f. Tablet kunyah ( chewable)

    Dimaksud untuk dikunyah, memberikan residu dengan rasa enak di rongga mulut, mudah

    ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak. Jenis ini digunakan pada formulasi tablet

    untuk anak, terutama formulasi multivitamin, anatasida, dan antibiotika tertentu.

    g. Tablet lozenges ( tablet hisap)

    Adalah sediaan padat mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar

    beraroma manis yang dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut.

    Tablet hisap yang dibuat dengan cara dituang kadang-kadang disebut dengan pastiles,

    sedangkan tablet hisap yang dibuat dengan cara kempa disebut dengan troches/trochisi. Tablet

    lozenges umumnya ditujukan untuk pengobatan iritasi lokal atau infeksi mulut atau tenggorokan,

    tetapi dapat juga mengandung bahan aktif yang ditujukan untuk absorpsi sistemik.

    h. Tablet vagina

    Adalah talet yang dimasukkan ke dalam rongga tubuh, khususnya vagina. Guna tablet vagina

    dimaksudkan untuk : kontrasepsi, pengobatan vaginitis, pengobatan infeksi candida albicans.

    i. Tablet implantasi

    Tablet implantasi juga disebut sebagai pelet/implants. Cara penggunaanya dengan

    mengimplementasi pelet di bawah kulit, penyerapan bahan obat terjadi secara perlahan dalam

    kurun waktu yang lama. Pelet umumnya mengandung zat berkhasiat hormon alami atau hormon

    sintesis tablet implantasi untuk Keluarga Berencana disebut susuk. Pada tablet ada yang

    namanya kaplet yaitu tablet yang bentuknya menyerupai kapsul.

    2. TABLET SALUT

    Tablet disalut untuk berbagai alasan, anatara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembapan atau

    cahaya,menutupi rasa dan bau tidak enak, membuat penampilan lebih baik dan mengatur tempat

    pelepasan obat dalam saluran cerna.

    a. Tablet salut biasa

    Umumnya tablet disalut dengan gula dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang tidak larut.

    Untuk tujuan identifikasi dari nilai estetika, zat penyalut bagian luar dapat diwarnai. SCT ( sugar

    Coated Tablet).

    b. Tablet salut enterik ( Enteric Coated tablet (ECT)

    Jika obat dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi lambung,

    diperlukan bahan yang untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.

    c. Tablet pelepasan terkendali ( Slow Reacting tablet (SRT))

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    20

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Tablet pelepasan terkendali dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif aktif akan tersedia selama

    jangka waktu tertentu setelah obat diberikan. Berkaitan dengan hal ini, terdapat beberapa jenis

    sediaan obat yang mudahnya digolongkan ke dalam pelepasan terkendali, yakni aksi berulang

    (repeat action), aksi panjang (prolong action), dan pelepasan ajeg ( sustained action). Obat

    tersebut hancur di lambung.

    Secara umum, produk sediaan lepas lambat ( Slow Reacting Tablet) dapat dibagi menjadi 3 tipe:

    1. Sediaan pelepasan ajeg (Sustained Action)

    Suatu produk dirancang untuk melepaskan suatu dosis terapetik awal (loading dose) yang diikuti

    oleh dosis tambahan untuk memelihara kisaran kadar terapi (dosis pemeliharaan-maintenance dose)

    suatu pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan. Produk tersebut, konsentrasi obat dalam plasma

    yang relatif konstan dapat dipertahankan dengan fluktuasi yang minimal. Dengan sediaan ini, benar-benar

    mengendalikan pelepasan dan absorpsi obat sehingga dapat memelihara secara ajeg dan dapat

    diperkirakan kadar obat plasma. Karena itu, sediaan pelepasan ajeg ini sepenuhnya menggambarkan

    sediaan pelepasan terkendali . Kurva hubungan antara kadar dalam plasma dan waktu untuk sediaan

    aksi panjang, sediaan pelepasan ajeg, aksi berulang dan sediaan konvesional.

    2. Sediaan aksi panjang ( Prolonged action)

    Sediaan obat yang dirancang untuk melepaskan obat secara lambat dan memberi cadangan

    secara terus menerus, selama selang waktu yang panjang. Dalam hal ini absorpsi cepat yang

    menyebabkan kadar puncak obat dalam plasma sangat tinggi dapat dicegah. Karena itu, sediaan

    semacam ini sering juga disebut pelepasan lambat. Dan biasanya digunakan bila tidak diperlukan aksi

    obat dengan cepat.

    3. Sediaan aksi berulang ( Repeat action)

    Sediaan repeat action terdiri dari 2 bagian. Bagian pertama mempunyai dosis yang dapat

    melepaskan obatnya secara tepat, dan bagian kedua merupakan dosis yang baru dilepaskan setelah

    beberapa waktu berlangsung. Bahkan beberapa produk mempunyai bagian ketiga. Pada gambar terlihat

    bahwa konsentrasi obat dalam darah mempunyai puncak dan lembah. Sedangkan produk lain tidak.

    Berbagai istilah lain yang sering dikaitkan dengan produk sediaan pelepasan terkendali meliput: Extended

    action, timed release, long action, drug delivery system dan programmed drug delivery.

    KTM

    PELEPASAN AJEG

    KEM

    AKSI PANJANG

    AKSI BERULANG KONVESIONAL

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    21

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Tujuan sediaan pelepasan terkendali

    Sebagaimana tersirat dalam uraian diatas, tujuan utama produk obat tersebut adalah untuk

    mencapai suatu efek samping yang diinginkan, yang disebabkan oleh fluktuasi kadar obat dalam plasma.

    Beberapa keuntungan sediaan pelepasan terkendali, sebagaimana tersirat dari uraian diatas, meliputi:

    1. Mempertahankan efek terapi untuk bebas waktu yang lama.

    2. Mengurangi jumlah dan frekunsi pemakaian

    3. Kepatuhan penderita tinggi karena obat yang dimakan lebih sedikit

    4. Efek obat lebih seragam

    5. Menghindari pemakaian obat pada malam hari

    6. Mengurangi efek samping obat yang disebabkan oleh kadar obat yang tinggi dalam darah.

    Adapun kerugiannya:

    1. Biaya mahal

    2. Dose dumping, yaitu adanya sejumlah besar obat dari sediaan lepas secara cepat, hal tersebut

    dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan seperti keracunan dan lebih sulit bila terjadi

    gangguan teknologi atau antaraksi.

    3. Sering menimbulkan korelasi in vitro-in vivo yang jelek.

    4. Fleksibilitas aturan dosis hilang

    5. Efektivitas pelepasan obat dipengaruhi dan dibatasi oleh lama tinggal di saluran pencernaan.

    6. Kepatuhan dan kemudahan penderita terhadap dosis mungkin berkurang.

    MACAM, PEMAKAIAN DAN TEMPAT ABSORPSI TABLET

    Macam Pemakaian Tempat absorpsi

    1. Tablet kempa

    Tablet salut gula (SCT)

    Tablet salut film (FCT)

    Tablet salut enterik (ECT)

    Tablet lepasan terkendali

    Ditelan GIT

    2. Tablet kunyah (chewable) Dikunyah kemudian ditelan GIT

    MUKOSA

    3. Tablet Effervescent Dilarutkan kemudian ditelan GIT

    4. Lozenges

    Trochisci

    Pastiles

    Dihisap Mukosa mulut

    5. Tablet bukal Diletakkan antara gusi dan pipi Mukosa mulut

    - efek sistemik

    - efek lambat

    6. Tablet sublingual Diletakkan di bawah lidah Mukosa mulut

    - efek sistemik

    - efek cepat

    7. Tablet vagina Dimasukkan ke vagina Mukosa vagina

    - efek lokal

    8. Tablet hipodermik Dilarutkan kemudian disuntikkan - efek sistemik

    9. Pellet

    Cont:norplant susuk KB

    Disisipkan di bawah kulit - efek sistemik

    - efek lama

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    22

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    CAPSULAE (KAPSUL) Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak. Biasanya

    dipakai secara oral. Obat bekerja setelah cangkang/kulit kapsul larut dan obat terlarut serta diabsorpsi

    utuh.

    Bentuk obat dalam kapsul dapat berupa serbuk, granul, cair atau pasta dengan atau tanpa zat tambahan.

    Sediaan dapat berupa obat paten atau puyer yang disusun oleh penulis resep untuk memilih obat tunggal

    atau campuran dengan dosis tepat yang paling baik bagi setiap pasien. Fleksibilitas ini merupakan

    kelebihan kapsul cangkang dibandingkan bentuk sediaan tablet atau kapsul cangkang lunak. Macam

    sediaan kapsul ada kapsul biasa dan time released form. Syarat : memenuhi persyaratan yang tertera

    dalam farmakope Indonesia ( mengenai keseragaman bobot dan waktu hancur)

    Macam kapsul menurut sifat cangkang:

    1. Capsule gelatinosae operculatae (Hard gelatine capsules/kapsul gelatin keras)

    Cangkang berisi gelatin, gula, air dan zat warna. Isi terpisah dari cangkang. Ukuran : 5

    (terkecil)- 000 (terbesar). Sediaan pelepasan lambat ( time release) dalam kapsul keras: sustained

    released capsules dan enteric coated capsules.

    2. Soft capsule (kapsul lunak)

    Cangkang mengandung seperti no.1, tetapi gula diganti bahan plasticier yang membuat kapsul

    menjadi lunak. Isi tak terpisah dari cangkang ( cairan dalam minyak; suspensi). Bentuk: bulat, oval, tube.

    Misal: kapsul minyak ikan, kapsul vit.A.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    23

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    SUPPOSITORIA, OVULA, BACILLA Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui

    rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melunak atau melarut pada suhu tubuh.

    Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat berpengaruh

    pada pelepasan zat teraupetik. Isinya adalah zat aktif dalam vehikulum.

    Menurut Farmakope Indonesia, membedakan:

    - Suppositoria digunakan melalui rektum, bentuk seperti torpedo.

    - Ovula digunakan melalui vagina, bentuk seperti telur.

    - Bacila digunakan melalui saluran kencing, bentuk seperti batang

    Syarat : pada suhu tubuh bahan dasar harus dapat larut dan meleleh

    Bahan dasar supositoria : - dapat melarut, misalnya : PEG ( Poly Etilen Glikol)

    - dapat meleleh, misalnya : Oleum cacao

    Tujuan pengobatan : - lokal : supositoria, ovula, bacilia

    - sistematik : suposioria

    Bentuk :

    Mekanisme pelepasan obat:

    Tujuan pemberian obat dalam bentuk supositoria :

    1. Efek lokal : hemorrhoid, lokal anastetik

    2. Efek sistemik, diberikan apabila cara pemberian lain sulit dilakukan, misalnya:

    a. Obat tidak dapat diberikan per injeksi karena penderita berobat jalan.

    b. Obat tak dapat diberikan per oral karena penderita hiperemesis atau baru saja menjalani

    operasi pada traktus digestivus bagian atas.

    c. Penderita tak dapat menelan

    d. Obat rusak oleh enzim yang ada di saluran cerna

    e. Obat yang dapat mengiritasi lambung

    f. Penderita dalam keadaan an-kooperatif

    g. Mengurangi metablisme obat dalam hepar (tidak mengalami first past effect)

    SUPOSITORIA

    (REKTUM)

    OVULA

    (VAGINA)

    BACILIA

    (URETRA)

    SUPOSITORIA VEHIKULUM

    -MELELEH

    -MELARUT

    ZAT AKTIF TERBEBAS PEMBASAHAN DISOLUSI

    DIFUSI

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    24

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Alasan pembatasan di atas adalah karena bentuk sediaan supositoria bahan obat tidak diabsorpsi

    secara sempurna, umumnya fraksi yang diabsorbsi lebih rendah dibandingkan pemberian oral.

    Bahan obat yang diberikan dapat dalam supositoria untuk efek sistemik:

    Extr. Belladon (spamolitik) Barbital (sedatif) Diazepam ( trankuilizer) Aminophylin ( bronkodilator) Bisacodyl (laksatif)

    Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat bentuk supositoria:

    1. faktor fisisologi:

    - volume cairan rektum - isi rektum

    - sifat mukosa rektum - motilitas dinding rektum

    2. faktor fisika kimia obat:

    - kelarutan obat - ukuran partikel

    - konsentrasi obat dalam basis - basis supositoria.

    Waktu dan cara pemakaian supositoria:

    1. Sesudah defekasi, untuk menghindari obat dikeluarkan terlalu cepat bersama faeces sebelum

    sempat bekerja.

    2. malam sebelum tidur, penderita dalam posisi terlentang untuk menghindari meleleh obat keluar

    rektum/vagina.

    Cara pemakaian supositoria hendaknya penderita diberitahu dengan jelas, supaya jangan ditelan.

    Penyimpanan ; pada suhu sejuk 5-15 0C

    BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) CAIR

    SOLUTIONES/MIXTURA ( LARUTAN) Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal:

    terdispersi secara molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling

    bercampur.Diantara solutio dan mixtura tidak ada perbedaan yang pokok. Apabila menyebut solutio, jika

    hanya melarutkan satu jenis zat dalam pelarut yang cocok. Oleh karena molekul-molekul dalam larutan

    terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan

    jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur.

    Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya larutan topikal atau

    penggolongan didasarkan pada sistem pelarut dan zat pelarut dan terlarut seperti spiritus, tingtur dan air.

    LARUTAN ORAL

    Sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau

    tanpa bahan pengaroma, pemanis dan pemanis dan pewarna yang larut dalam air atau campuran

    konsolven-air.

    LARUTAN TOPIKAL

    Larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain seperti etanol

    dan poliol untuk penggunaan topikal pada kulit, atau dalam hal larutan lidokain oral topikal untuk

    penggunaan pada permukaan mukosa mulut. Istilah lotio digunakan untuk larutan atau suspesi yang

    digunakan secara topikal.

    Sifat-sifat:

    1. Homogen

    2. Dosis dapat diubah-ubah

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    25

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    3. Cocok untuk anak-anak, manula dan untuk penderita yang sukar menelan.

    4. Absorpsi obatnya cepat, maka omset juga cepat

    5. Dapat diberikan dalam larutan yang encer, untuk obat yang bersifat iritasi terhadap lambung.

    6. Volume pemberian besar jika dibandingkan dengan tetes oral.

    7. Obat-obat yang tidak stabil dalam air (misal: asetosal), jangan diberikan dalam bentuk sediaan

    cair karena obat dapat rusak.

    8. Bagi obat yang rasanya pahit atau baunya tidak enak sukar ditutupi, oleh karena itu biasanya

    ditambah pemanis atau perasa ( flavoring agen)

    9. Untuk obat luar mudah pemakaiannnya.

    SEDIAAN FARMASI YANG BERUPA LARUTAN / MIXTURA

    a. COLLUTORIA (KOLUTORIUM)

    Adalah obat cuci mulut, biasanya merupakan larutan pekat dalam air yang mengandung bahan

    deodoran, antiseptika, analgetika lokal atau adstringentia. Cara pemakaian : diencerkan dulu dengan

    sesuai aturan, lalu dikumur-kumur, tidak ditelan. Contoh: Effisol liquid.

    b. COLLYRIA

    Adalah obat cuci mata sediaan harus memenuhi syarat-syarat seperti tetes mata.

    c. GARGARISMA (Gargle)

    Adalah obat kumur, biasanya merupakan larutan pekat yang mengandung antiseptika atau

    adstringentia. Tujuan penggunaan untuk pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan, agar obat

    yang terkandung di dalamnya dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang tenggorokan. Cara

    pemakaian: diencerkan dulu dengan air sesuai aturan, kemudian dikumur-kumur sampai pharing, tidak

    boleh ditelan. Contoh: Betadingargle & mouthwash.

    d. ELIKSIRA (Eliksir)

    Larutan oral, selain mengandung bahan obat juga alkohol dan zat tambahan seperti gula dan

    atau zat pemanis lainnya, zat pewarna, zat pewangi dan zat perasa. Kadar Alkohol antara 3-75%, tetapi

    biasanya sekitar5-15%. Kegunaan akohol disini selain sebagai pelarut juga, juga sebagai pengawet atau

    corrigens saporis.

    Sifat-sifat:

    1. Cocok untuk penderita yang sukar menelan

    2. Dibanding dengan sediaan sirup, eliksir kurang manis dan kurang kental.

    3. Berhubung mengandung alkohol, hati-hati untuk penderita yang tidak tahan alkohol atau

    penderita tertentu, misal sakit hepar.

    Contoh: Bisovon eliksir, Batugin eliksir.

    SIRUP Larutan oral yang selain mengandung bahan obat juga mengandung sukrosa atau gula lain

    kadar tinggi sebagai pemanis, gliserol atau sorbitol sebagai pengental atau stabilisator, perasa (flavorong

    agent), pengawet dan pewarna.

    Sifat- sifat sirup:

    1. Homogen

    2. Cocok diberikan untuk anak-anak dan penderita yang sukar menelan, rasanya lebih enak.

    Ada 4 macam sediaan sirup:

    a. Sirup Simpleks, solutio oral mengandung glukosa/sakarosa 65%. Tidak berwarna, tidak

    beraroma, sering disebut sirup putih.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    26

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    b. Sirup thymi, mengandung ekstrak thymi 36% ( biasanya sebagai expectorant),

    glukosa/sakarosa 64%.

    c. Sirup obat, selain mengandung obat juga mengandung sakarosa

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    27

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    2. topikal: mudah dibersihkan, penetrasi/absopsi lebih baik

    3. parenteral : memperbaiki absorpsi , memperpanjang efek.

    Kerugian BSO emulsi :

    Oral : dalam penyimpanan dapat terjadi pemisahan antara air dan minyak yang tidak dapat

    diperbaiki dengan pengocokan.

    Topikal : dalam penyimpanan yang cukup lama dapat menjadi keras. Contoh obat dalam: Scott

    Emulsion; Contoh obat luar: Cream A/M atau M/A

    GUTTAE (TETES) Sediaan cair berupa larutan (solutio), emulsi eliksir, atau suspensi, dimaksudkan untuk obat dalam

    dan luar, digunakan dengan cara meneteskan dengan alat penetes tertentu. Penetes yang dimaksud

    adalah penetes baku yang tertera dalam Farmakope Indonesia, yaitu penetes pada suhu 200C

    memberikan tetesan air suling yang bobotnya antara 47,5 mg dan 52,5 mg (1 tetes baku= 0,05 ml). jadi 1

    ml= 20 tetes.

    Macam macam Guttae:

    a. GUTTAE ORAL

    Obat tetes untuk oral, digunakan dengan cara meneteskan obat ke dalam minuman atau makanan.

    Bentuk sediaannya dapat berupa solutio, sirup, suspensi dan merupakan sediaan paten (nama dagang).

    Bahan obatnya berkhasiat sebagai antimikroba, analgetika-antipiretika, vitamin dan antitusif.

    Sifat-sifat:

    1. volume pemberian kecil, sehingga cocok untuk bayi dan balita.

    2. pada umumnya ditambah pemanis, perasa, pewarna, dan bahan tambahan lain yang sesuai dengan

    bentuk sediaannya.

    Perhatikan kemasan pada bobotnya, sehingga aturan pakai tepat. Contoh: Triaminic drops

    b. GUTTAE ORIS

    Obat tetes topikal yang digunakan untuk mulut, dengan mengencerkan lebih dahulu dengan air dan

    kemudian dikumur-kumur. Penggunaan sediaan ini untuk efek lokal ( antiseptika, lokal anastetik,

    analgetika, dll). Contoh: effisol liquid.

    c. GUTTAE AURICULARES (tetes telinga)

    Obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat kedalam telinga.

    Penggunaan sediaan ini untuk efek lokal. Khasiat obat yang sering digunakan meliputi antimikroba,

    antiseptika, kortikosteroid, lokal anastesik, dan zat uuntuk irigasi.

    Sifat-sifat:

    1. bahan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar bahan obat

    yang mudah menempel pada dinding telinga. Pembawa yang digunakan pada umumnya adalah

    propilen-glikol, gliserol, heksilen glikol dan minyak nabati.

    2. pH sebaiknya asam (5,0-6,0)

    d. GUTTAE NASALES (tetes hidung)

    Obat tetes untuk hidung dengan cara meneteskan bahan obat ke dalam rongga hidung. Komposisi

    selain zat berkhasiat juga mengandung zat pendapar, pengawet.

    1. cairan pembawa umumnya digunakan air, sebaiknya isotonis atau hampir isotonis. Minyak lemak

    dan minyak mineral tidak boleh digunakan sebagai pembawa.

    2. ph sebaiknya antara 5,5-7,5

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    28

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    3. bahan obat pada umumnya berkhasiat sebagai dekongestan, lokal anastesik, antimikroba, dan

    antiseptika.

    Contoh: iliadin 0,025%

    e. GUTTAE OPTHALMICAE (tetes mata)

    Obat tetes mata merupakan sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan untuk mata

    dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Apabila

    bentuk sediaan suspensi, harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi atau goresan

    bila terjadi massa yang mengeras atau pengumpulan. Pada umumnya obat berkhasiat sebagai

    antimikroba, antiinflamasi, anastetika, diagnostika, midriatika, miotika dan zat irigasi.

    Sifat-sifat:

    1. steril

    2. isotonis atau hampir isotonis (hipertonis masih diperbolehkan)

    3. isohidris

    4. untuk pemakaian ganda (multiple) ditambah pengawet yang cocok, sedang untuk pemakaian

    tunggal atau untuk operasi tanpa bahan pengawet.

    Contoh: Cendometason guttae opthalmicae.

    INFUSA (INFUS) Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu

    90 derajat celcius selama 15 menit. Kecuali dinyatakan lain, dan kecuali untuk simplisia yang tertera di

    bawah ini, infus yang mengandung bukan bahan berkhasiat keras, dibuat dengan menggunakan 10%

    simplisia.

    Untuk pembuatan 100 bagian infus berikut, digunakan sejumlah yang tertera:

    Daun kumis kucing( orthosiphon folia) 0,5 bagian

    Daun tempuyung (sonchus folia) 2 bagian

    Temulawak( curcuma rhizoma) 4 bagian

    Contoh: Infus Orthosiphon 0,5 %

    BERBEDA DENGAN CAIRAN INFUS UNTUK TERAPI CAIRAN INTRAVENA. INFUSA SIMPLISIA TIDAK BOLEH ATAU DILARANG DIBERIKAN SECARA INTRAVENA (INFUSDABILATA). ISTILAH

    INFUSA DI SINI DITUJUKAN UNTUK MENUNJUKKAN METODE EKSTRAKSI BAHAN ALAM.

    EXTRACTUM ET EXTRACTUM LIQUIDUM (EKSTRAK DAN EKSTRAK CAIR) Ekstrak adalah sediaan paket yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif dan simplisia nabati

    atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut

    diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

    ditetapkan.

    Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati, yang mengandung etanol sebagai pelarut atau

    sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet.

    INJECTIONES (INJEKSI, OBAT SUNTIK) Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan

    atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikan dengan cara merobek jaringan

    ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.

    Berdasarkan bentuk sediaan:

    a. Larutan : obat terlarut dalam air suling/minyak/pelarut organik yang lain.

    Contoh: inj Vit C, Inj luminal, inj valium.

    b. Suspensi : obat tersuspensi dalam air suling/minyak

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    29

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Contoh: inj. Penicilin oil, Inj Cortison Acetat suspensi

    c. Kristal steril untuk dibuat larutan

    Obat dalam bentuk kristal, sebelum disuntikkan, dilarutkan/disuspensikan terlebih dahulu

    dalam pelarut steril (umumnya dalam aqua pro injectie)

    Contoh : inj. Streptomycin sulfat, inj. Penicilin G Sodium

    d. Kristal steril, untuk dibuat suspensi dengan zat cair steril yang ditentukan (umumnya aqua pro

    injetie)

    e. Cairan intravena ( infundabilia : infus i.V)

    Sediaan steril berupa larutan atau suspensi dalam volume besar, untuk dosis tunggal. Sediaan

    digunakan untuk dehidrasi atau pemberian nutrisi secara parenteral.

    Contoh: inj. Ringer lactat, inj. Dextrose

    Berdasarkan cara pemberian:

    1. Injeksi intraderma/intrakutan (i.c)

    - umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air.

    - Volume yang digunakan 0,1-0,2 ml

    - Digunakan untuk diagnose atau immunitas

    - Meninggalkan tanda sedikit melepuh pada tempat yang disuntikan.

    - Contoh: ekstrak allergen; vaksin BCG

    2. Injeksi Subkutan/hipodermik(s.c)

    - umumnya berupa larutan atau suspensi (bahan obat yang mengiritasi atau suspensi

    kental menyebabkan abses, luka dan rasa sakit).

    - Volume yang digunakan < 2 ml

    - Digunakan untuk pengobatan sistemik

    - Contoh : inj. Valium

    3. Injeksi intramuskular (i.m)

    - Sediaan obat dapat berupa larutan, emulsi atau suspensi

    - Efek yang ditimbulkan kurang cepat, dan biasanya durasi lebih besar dari pada

    pemberian i.v

    - Digunakan untuk pengobatan sistemik

    - Tergantung dari tipe preparatnya, larutan dalam air lebih cepat diabsosrpsi dari pada

    dalam minyak.

    - Contoh: inj. Papaverin, inj. Streptomycin.

    4. Injeksi intravena ( i.v)

    - Sediaan harus berupa larutan jernih, larutan yang bersifat hipertonis harus diberikan

    perlahan-lahan.

    - Aksi obat cepat karena tidak melalui proses absorpsi

    - Biasanya diberikan dalam keadaan darurat.

    - Contoh : ampisilin injeksi.

    5. Injeksi intratekal (i.t) atau subarakhnoid, intraspinal,intradural.

    - umumnya tidak lebih dari 20 ml, tidak boleh mengandung bakterisida, dan diracik dalam

    wadah dosis tunggal.

    - Sediaan berupa larutan yang harus isotonis.

    6. Injeksi peridural (p.d)

    7. Injeksi intrasternal (i.s)

    8. Injeksi peritoneal(i.p)

    9. Injeksi intrakardial (i.k.d)

    Larutan hanya digunakan dalam keadaan gawat karena dikehendaki onset yang cepat.

    Syarat injeksi: aman, isotonis, bebas pirogen, steril, isohidris.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    30

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    PELARUT OBAT SUNTIK ( Vehiculum)

    1. pelarut air: aqua bidestilata steril (pro injectionem)

    2. Pelarut bukan air:

    Minyak: olea neutralisata ad injectionem Guna pelarut minyak ialah agar waktu kerja obat lebih lama. Minyak yang dipakai adalah

    minyak lemak berasal dari nabati, misalnya minyak kacang (Ol.Arachidis), minyak wijen ( Ol

    sesami), minyak zaitun ( Ol olivarum), dll. Pembawa minyak hanya dipakai penyuntikan ke

    dalam otot.

    Bukan minyak : alkohol, propilen-glikol, gliserin, parafin liq. Biasanya zat tersebut dicampurkan dengan air, selain sebagai pelarut juga digunakan untuk

    mempertinggi stabilitas obat atau hasil larutannya.

    BAHAN TAMBAHAN LAIN

    1. Bahan penambah kelarutan

    a. Untuk menaikkan kelarutan : alkohol, gliserin, dll

    b. Surface active agent terutama non ionik, untuk stabilisator.

    2. Larutan penyangga ( buffer)

    Tujuan penambahan larutan penyangga:

    o Menghindari perubahan pH dalam penyimpanan karena berinteraksi dengan wadah.

    o Mencapai pH sama dengan pH darah (7,4)

    Contoh :

    - Asam asetat dan garamnya(1-2%)

    - Asam sitrat dan garamnya (1-3 %)

    - Asam fosfat dan garamnya (0,8-2%).

    3. Antioksidan

    Tujuannya: menghindari terjadinya oksidasi obat dalam sediaannya.

    Contoh antioksidan:

    - gas nitrogen

    - Na bisulfit 0,15 %

    - zat pengkhelat ( mis. EDTA 0,01-0,075%)

    - gas karbondioksida

    - Na Metabisulfit 0,2 %

    4. Pengawet

    Untuk injeksi pada wadah ganda ( multiple dese), bahan yang digunakan bersifat

    bakteriostatik.

    Contoh :

    Benzalkonium kloroda 0,05-0,1 % Klorobotanol 0,5 % Benzyl alkohol 2 % Fenil merkuri nitrat/asetat 0,002 %

    KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PEMBERIAN SECARA INJEKSI

    1. Bekerjanya obat cepat (onset cepat)

    2. Efek obat dapat diramalkan dengan tepat

    3. Biovailabilitas sempurna atau hampir sempurna

    4. Kerusakan obat dalam GIT dapat dihindari

    5. Diberikan untuk penderita yang sakit keras, koma, an-cooperatif.

    6. Rasa nyeri pada tempat suntikan

    7. Efek psikologis pada penderita yang takut disuntik

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    31

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    8. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama pemberian

    intavena.

    9. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita di RS atau tempat praktek dokter, oleh dokter

    atau perawat yang berkompeten.

    WADAH OBAT SUNTIK

    1. Wadah dosis tunggal ( single dose), pada umumnya berbentuk ampul dengan volume 1-10

    ml.

    2. Wadah dosis ganda ( multiple dose), umumnya berbentuk vial atau flacon volume 10-20 ml.

    3. Wadah untuk infus i.v yaitu botol infus dari kaca atau plastik biasanya dengan volume 500

    ml.

    SEDIAAN STERIL YANG LAIN

    a. IMMUNOSERA ( Imunoserrum)

    Imunoserum adalah sediaan yang mengandung imunglobulin khas yang diperoleh dari serum

    hewan dengan pemurnian. Imunoserum mempunyai kekuatan khas mengikat venon atau toksin yang

    dibentuk oleh bakteri, antigen virus atau antigen lain yang digunakan untuk pembuatan sediaan.

    Imunoserum diperoleh dari hewan yang diimunisasi dengan penyuntikan toksin atau toksid, venin,

    suspensi, mikroorganisme atau antigen lain yang sesuai; selama imunisasi hewan tidak boleh diberi

    penisilin. Imunoglobin khas diperoleh dari serum yang mengandung kekebalan dengan endapan fraksi

    dan perlakuan dengan enzim atau cara kimia atau fisika lain.

    b. IRIGATIONES (Irigasi)

    Irigasi adalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau

    rongga-rongga tubuh. Pemakaiannya secara topikal, tidak boleh digunakan secara parenteral. Pada etiket

    diberi tanda bahwa sediaa ini tidak dapat digunakan untuk injeksi.

    c. VACCINA ( Vaksin )

    Vaksin adalah sediaan yang mengandung zat antigenik yang mampu menimbulkan kekebalan aktif

    dan khas pada manusia. Vaksin dibuat dari bakteria, riketsia atau virus dan dapat berupa suspensi

    organisme hidup atau fraksi-fraksinya atau toksoid.

    AEROSOLUM ( AEROSOL) Aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif

    terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk

    pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian lokal pada hidung ( aerosol nasal), mulut (aerosol

    lingua) atau paru-paru ( aerosol inhalasi). Pada aerosol inhalasi, ukuran partikel obat harus dikontrol dan

    Ampul, single dose

    Vol. 1-10 ml Vial/flacon, multiple dose

    Vol 10-20 ml

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    32

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    ukuran rata-rata partikel obat harus lebih kecil dari 10 mg. Sediaan ini dikenal sebagai inhaler dosis

    terukur. Jenis aerosol lain dapat mengandung partikel-partikel berdiameter beberapa ratus mikrometer.

    Aerosol digunakan untuk obat dalam dan luar.

    Aerosol oral digunakan untuk pengobatan simtomatik, seperti pada asma bronkiale, sedangkan

    aerosol topikal untuk pengobatan berbagai penyakit kulit, juga untuk pertolongan pertama pada keadaan

    tertentu.

    Keuntungan bentuk sediaan aerosol:

    1. Obat mudah dipakai hanya dengan menekan tombol.

    2. Obat tidak terkontaminasi dengan bahan asing, ataupun rusak karena kelembaban udara, terutama

    untuk preparat yang digunakan untuk telinga, tenggorokkan dan hidung yang dapat dipakai berulang

    kali.

    3. Sterilitas obat dapat dipertahankan

    4. Untuk pemakaian topikal dapat uniform, membentuk lapisan yang tipis pada kulit tanpa menyentuh

    area sehingga menimbulkan efek dingin dan segar.

    5. Obat yang perlu diberikan dalam dosis tertentu, wadahnya dilengkapi dengan katup khusus sebagai

    meterd aerosol sehingga dosisnya dapat terkontrol.

    Kerugian bentuk sediaan aerosol :

    1. Harganya mahal

    2. Bagi penderita asma atau emfisema apabila bronkus sudah banyak sekret (lendir), penggunaan

    aerosol inhalasi tidak efektif.

    INHALATIONES ( INHALASI) Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan obat

    yang diberikan melalui saluran nafas hidung atau untuk memperoleh efek lokal atau sistemik. Larutan

    bahan obat dalam air steril atau dalam larutan natrium klorida untuk inhalasi dapat disempotkan

    menggunakan gas inert. Penyemprotan hanya sesuai untuk pemberian larutan inhalasi jika memberikan

    tetesan dengan ukuran cukup halus dan seragam sehingga kabut dapat mencapai bronkioli (2-6 um).

    Kelompok sediaan lain yang dikenal sebagai inhaler dosis terukur adalah suspensi atau larutan

    obat dalam gas propelan cair dengan atau tanpa konsolven dan dimaksud untuk memberikan dosis obat

    terukur ke dalam saluran pernapasan. Volume dosis tunggal yang umum diberikan mengandung 25-100

    ul/ug tiap kali semprot, sedangkan dosis ganda biasanya lebih dari beberapa ratus. Contoh: Alupent

    aerosol.

    Serbuk dapat juga diberikan secara inhalasi, menggunakan alat mekanik secara manual untuk

    menghasilkan tekanan atau inhalasi yang dalam bagi penderita yang bersangkutan. Contoh: Bricasma

    inhaler. Jenis inhalasi khusus disebut inhalat terdiri dari satu atau kombinasi beberapa obat, yang karena

    bertekanan uap tinggi, dapat terbawa oleh aliran udara ke dalam saluran hidung dan memberikan efek.

    Wadah obat yang diberikan secara inhalasi disebut inhaler. Contoh: Vicks Inhaler.

    SEDIAAN CAIR LAIN

    LOTION ( OBAT GOSOK) Sediaan cair yang dihunakan untuk pemakaiain luar pada kulit. Bentuk sediaan obat lotion dapat

    berupa solutio atau emulsi tergantung dari zat aktifnya.

    Sifat-sifatnya :

    1. Dioleskan pada kulit yang luka atau sakit sehingga membentuk lapisan yang tipis di permukaan kulit

    setelah kering.

    2. Sebagai pelindung atau pengobatan tergantung dari komponen zat aktifnya

    Contoh : Baby Lotion.

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    33

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    LINIMENTUM ( LINIMENTA) Sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit . Bentuk sediaan linimentum

    dapat berupa emulsi, suspensi atau solutio dalam minyak atau alkohol tergantung dari zat aktifnya.

    Sifat-sifatnya :

    1. Dipakai pada kulit yang utuh ( tidak boleh adanya luka berakibat terjadinya iritasi) dan dengan cara

    digosokkan pada permukaan kulit.

    2. Apabila pelarutnya minyak, iritasinya berkurang apabila dibandingkan dengan pelarut alkohol.

    3. Linimentum dengan pelarut alkohol atau hidroalkohol baik digunakan untuk tujuan counterrritan

    sedang pelarut minyak cocok untuk tujuan memijat atau mengurut.

    Contoh : Linimentum salonpas ( untuk counteriritant)

    SEDIAAN SETENGAH PADAT

    Biasanya digunakan secara topikal dan berefek lokal, tetapi dengan perkembangan teknologi di

    bidang farmasi tersedia juga obat yang bertujuan untuk memberi efek sistemik karena tertentu contoh:

    obat anti-inflamasi diklofenak, kortikosteroid, antibiotika, dan voltaren. Voltaren merupakan NSAID yang

    merupakan obat pilihan pertama untuk reumatoid artritis. Oleh karena ia merupakan NSAID maka sifat

    khasnya adalah mengiritasi lambung dan menyebabkan pendarahan lambung jika diberikan per oral. Oleh

    karena itu maka obat Voltaren diberikan secara topikal tapi bertujuan untuk menghasilkan efek sistemik.

    Adapun prosesnya adalah sbb: setelah obat dilepas basis, obat akan diabsorpsi oleh lapisan kulit dan

    membrana mukosa, kemungkinan obat akan diabsorpsi lebih lanjut masuk ke pembuluh darah kemudian

    ke sirkulasi sistemik.

    Komposisi sediaan ini, disamping mengandung bahan obat juga memerlukan bahan dasar/basis

    yang berfungsi sebagai bahan pembawa obat disamping fungsi lain yaitu:

    Pelumas (lubricant), khusus untuk sediaan setengah padat dengan basis berminyak. Pelindung (protective), penutup; contoh vaseline. Pembersih, pengering, contoh krem pembersih, Vanishing cream untuk obat jerawat, all

    propose cream.

    Pelunak ( emolien) Bahan dasar atau basis yang digunakan harus memenuhi persyaratan stabil maksudnya tidak

    terpisah dari obatnya kecuali penicilin dan tetrasilikin yang diberikan dalam bentuk sediaan dalam bentuk

    sediaan oinment, lunak mudah dipakai dengan cara dioleskan, cocok/ sesuai serta dapat terdistribusi

    merata.

    Bentuk Resep:

    Obat standart/paten Racikan

    Macam sediaan setengah padat

    1. unguenta

    2. cream

    3. pasta

    4. jelly

    5. sapo

    6. oculenta

    7. sediaan lain, contoh :

    in ora base

    emplastrum

    liniment

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    34

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Bahan obat bisa terdiri dari obat khas topikal, contoh : asam salsilat adalah salah satu contoh obat

    yang khas tujuannya apakah akan digunakan sebagai antiseptik/antifungi/keratolitik,campora, resorcinol.

    Sulfur, dll atau obat lain contoh : antibiotik, anthihistamin, kortikosteroid.

    A. Basis Hidrokarbon

    Dikenal sebagai basis berlemak antara lain vaseline putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil

    bahan berair yang dapat dicampurkan kedalamnya. Tujuannya terutama memperpanjang kontak bahan

    obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Penggunaan bahan dasar ini terutama

    sebagai pelunak (emolien). Adapun sifat basis ini sukar dicuci, tidak mengering, dan tidak tampak

    berubah dalam waktu lama. Adapun pembagian basis hidrokarbon ini adalah sbb:

    1. Parafin padat/cair, vaseline, jelene

    2. Plastik : Polietilen cair

    3. Sabun : alumunium stearat + minyak mineral.

    B. Basis lemak dan minyak

    Ol . arachidis, Ol sesami, Ol. Olivarium.

    C. Basis Polimer sintetik

    Silikon, dimetikon/dimetilpolisiloksan

    D. Basis absorpsi/ bahan dasar serap

    Manfaat bahan dasar ini juga sebagai emolien

    1. anhidrus : merupakan bahan dasar yang dapat bercampur dengan air dan membentuk emulsi air

    dalam minyak, contoh:

    adeps lanae ( lemak bulu domba) , untuk mengabsorpsi kebasahan lesi. Hidrofilik petrolatum Parafin hidrofilik Lanoloin anhidrat.

    2. Hidrous : merupakan emulsi air dalam minyak dan dapat bercampur dengan sejumlah air

    tambahan, contoh:

    Lanolin ( merupakan kombinasi asam lemak dan air dengan perbandingan 3:1). Cholesterol.

    E. Basis Tercuci

    Merupakan emulsi minyak dalam air. Contohnya antara lain salep hidrofilik atau tepat disebut krim

    (chemores). Basis ini disebut tercuci oleh karena mudah dicuci dengan air atau dilap basah sehingga

    lebih dapat diterima sebagai bahan dasar kosmetik. Keuntungan yang lain adalah dapat diencerkan

    dengan air dan mudah menyerap cairan yang terdapat pada keadaan dermatologik ( ket: pada lesi

    dermatologik akut banyak mengandung air, sedangkan basis tercuci ini lebih banyak airnya daripada

    minyak sehingga air dari sediaan ini akan lebih mudah bercampur dengan air dan lesi, ingat bahwa air

    larut dalam air bukan dalam minyak).

    Contoh lain:

    PEG 4000 40% dilebur dengan

    Peg 400 60%

    (POLIETILEN GLIKOL)

    F. Basis Tipe Emulsi

    1. Emulsi M/A ( sedikit minyak yang terselubung dalam air) :

    Vinishing cream

  • BAHAN AJAR KETERAMPILAN MEDIK VI Farmasi Kedokteran

    35

    Laboratorium Keterampilan Medik FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

    Hidrophilic Oint

    2. Emulsi A/M

    Lanolin

    Cold Cream

    PEMILIHAN BAHAN DASAR

    Tergantung pada banyak faktor antara lain:

    Khasiat yang diinginkan Sifat bahan obat yang dicampurkan, beberapa sediaan lebih efektif menggunakan bahan

    dasar tercuci daripada bahan dasar hidrokarbon.

    Ketersediaan hayati Stabilitas dan ketahanan bahan jadi

    Dalam beberapa hal perlu menggunakan bahan dasar yang kurang ideal untuk menjaga

    stabilitasnya. Misalnya obat-obat yang cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam bahan dasar hidro karbon

    daripada bahan dasar yang mengandung air, meskipun obat tersebut lebih efektif dalam bahan dasar

    yang mengandung air.

    UNGUENTUM ( Ointment, salep) Adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, terdiri atas satu atau lebih bahan

    berkhasiat dalam bahan dasar yang cocok. Bahan dasar biasanya