Click here to load reader
Upload
nurhasan-agung-prabowo
View
18
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
403. SINDROM ANTIFOSFOLIPID ANTIBODI
APS primer : aPL positif dengan trombosis idiopatik tanpa disertai penyakit autoimun atau faktor
pencetus seperti infeksi, keganasan, hemodialisis atau aPL yang terinduksi obat.
APS sekunder : terkait dengan penyakit autoimun (SLE dan RA) yang disertai trombosis dengan aPL.
Nama lain : sindroma Hughes
Definisi : penyakit autoimun yang bersifat sistemik dengan karakteristik trombosis vaskuler (arterial atau
vena) dan atau morbiditas kehamilan yang berhubungan dengan tingginya titer antibodi terhadap suatu
plasma protein yang berikatan dengan fosfolipid anion (antibodi antifosfolipid-aPL).
Kriteria diagnosis ((2006 The Intemational Consensus Statement on an Update of the Classification
Criteria for Definite Antiphospholipid Syndrome) = 1 klinis + 1 laboratorium
Kriteria Klinis :
Mengalami 1 atau lebih episode trombosis vena, arterial atau pembuluh darah kecil pada jaringan atau
organ tubuh, dan atau morbiditas kehamilan.
Trombosis : dibuktikan dengan pemeriksaan imaging atau histopatologi
Morbiditas kehamilan : satu atau lebih kematian janin dengan morfologi normal pada usia kehamilan 5
10 minggu , atau Satu atau lebih kelahiran prematur sebelum usia kehamilan 34 minggu karena
eklampsi, preeklampsi berat atau insufisiensi plasenta, atau Tiga atau lebih kematian janin (< 10
minggu)/abortus habitualis, tanpa adanya kelainan kromosom ayah dan ibu atau kelainan anatomi
uterus ibu atau kelainan hormonal.
Kriteria Laboratorium : titer antiphospholipid antibodies (aPL) yang tinggi secara menetap, pada pada 2
atau lebih pemeriksaan yang berbeda dalam jangka waktu minimal 12 minggu dan tidak lebih dari 5
tahun sebelum terjadi manifestasi klinis, terdeteksi menurut guideline the Intemational Society on
Trombosis and Hemostasis.
1. Antibodi antikardiolipin baik dalam bentuk isotipe IgG maupun IgM antibodi pada serum atau plasma,
berada dalam titer medium atau tinggi (> 40GPL/MPL, atau > 99 persentil, dengan ELISA)
2. Adanya aktivitas Lupus antikoagulan pada plasma
3. Antibodi P2-glikoprotein I (P2-GPI) dalam bentuk isotipe IgG atau IgM pada serum atau plasma
(dengan titer > 99 persentile).
PATOGENESIS DAN PATOFlSlOLOGl
Antibodi antifosfolipid (aPLA) imunoglobulin yang bereaksi dengan dinding sel bagian luar yang
komponen utamanya adalah fosfolipid. Antibodi antifosfolipid ini mempunyai aktivitas prokoagulan
terhadap protein C, annexin V, trombosit, dan menghambat fibrinolisis. Fosfolipid antikoagulan disebut
juga sebagai antifosfolipid (aPL), yang secara struktural hampir menyerupai komplemen. aPL yang
dibentuk tubuh (P2-glikoprotein I (P2GPI)) akan berikatan dengan fosfolipid yang bermuatan negatif dan
menghambat aktivitas kontak kaskade koagulasi dan konversi protrombintrombin. b2GPI (enzim yang
terikat oleh apolipoprotein-H (apo-H) sebagai penghambat enzim PLA2)berfungsi sebagai antikoagulan
plasma natural, sehingga adanya antibodi terhadap protein ini dapat merangsang terjadinya trombosis,
karena fungsinya sebagai pengontrol aktivitas fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung enzim
fosfolipase A2 (PLA2). Selain dari b2GP1, secara alamiah tubuh juga membentuk annexin V atau
"placental anticoagulant protein I" yang disebut juga sebagai "placental aPL", yang sangat kuat
menghambat enzim PLA2, terutama pada kehamilan dan kematian sel (apoptosis). Penghambat PLA2
yang secara patologis terbentuk dikenal sebagai inhibitor Lupus yang Antikoagulan Lupus (LA) yang
terdiri dari 2 subgrup, yaitu :
LA tromboplastin sensitif yang menghambat kompleks VIIa, 111, PL, dan Ca2+, mengakibatkan
tromboplastin non-sensitif yang menghambat kompleks VIIIa, ma, PL, Ca2+ Aktivasi komplemen melalui
perlekatan aPL ke permukaan endotel dapat menimbulkan kerusakan endotel dan merangsang
trombosis yang berperan dalam terjadinya kematian janin.
Mekanisme yang diduga berperan pada trombosis :
lnteraksi antara sel endothelial-aPL :
o Antibodi antikardiolipin dan antibody P2GPI akan meningkatkan aktivasi dan adhesi
trombosit pada endotel.
o Adanya kerusakan atau aktivasi endotel vaskuler yang akan meningkatkan ekspresi
molekul adhesi.
o Ditemukan adanya antibodi antiendotelial
o aPL menginduksi adhesi monosit pada sel-sel endotelial
o peningkatan ekspresi dari tissue factor pada permukaan monosit
lnteraksi dari aPL-trombosit :
- aktivasi trombosit
- merangsang produksi tromboksan
lnteraksi antara aPL dengan sistim koagulasi :
- Penghambatan aktivasi dari Protein C melalui kompleks trombomodulin-trombin
- Penghambatan aktivasi dari Protein C melalui jalur kofaktor protein S
- lnteraksi antara aPL dengan substrat dari protein C aktif, seperti faktor Va dan Vllla
- lnteraksi antara aPL dengan annexin V, anticoagulant shield
- lnhibisi aktivitas protein C, protein S dan faktor-faktor koagulasi lain. Pada penderita dengan antibodi
antifosfolipid dapat ditemukan juga antibodi terhadap heparin, heparan sulfat, protrombin, platelet-
activating factor, tissue-type plasminogen activator, protein S, annexin (2, IV dan V), tromboplastin,
oxidized low density lipoprotein, trombomodulin, kininogen, factor VII, Vlla dan XII. Antibodi terhadap
oxidized low density lipoprotein merupakan factor yang berperan dalam terjadinya aterosklerosis.
Antibodi terhadap heparin heparan sulfat pada tempat ikatan dengan antitrombin Ill dapat mengaktivasi
koagulasi dengan cara menghambat pembentukan kompleks heparin-antitrombintrombin.
Antibodi fosfolipis yang brperan pada Kejadian Trombosis :
Lupus anticoagulant (IgG & IgM)
Anticardiolipin antibodies (IgG, IgA, IgM)
Beta-2-Glycoprotein 1
Hexagonal phospholipid
Subgrup-subgrup antibodi :
o Anti-phosphatidylserine (IgG, IgA, IgM)
o Anti-phosphatidylethanolamine (IgG, IgA,
o Anti-phosphatidylinositol (IgG, IgA, IgM)
o Anti-phosphatidylcholine (IgG, IgA, IgM)
o Anti-phosphatidylglycerol (IgG, IgA, IgM)
o Anti-phosphatidic acid (IgG, IgA, IgM)
o Anti-Annexin-V antibodies (IgG & IgM)
Prevalensi : 1 %- 5%.(dewasa), Risiko trombosis pasien APS 0.5% - 30%
Manifestasi Klinis :
1. Sindroma antifosfolipid antibodi yang tidak berkaitan dengan penyakit reumatik
Manifestasi klinis yang khas dengan atau tanpa adanya hasil test positif untuk serologi aPL, namun tidak
disebut sebagai "definite" APS, melainkan dinamakan sebagai probable APS/ pre-APS.
Manifestasi klinisnya : meliputi : livedo reticularis, chorea, trombositopenia, abortus, dan lesi pada katup
jantung
2. Sindroma antifosfolipid antibodi yang berkaitan dengan penyakit reumatik autoimun
Penyerta pada SLE dan RA, selain itu juga bisa terjadi pada polimialgia reumatika, sindroma Behcet's,
skleroderma, sindroma Sjogren's, poliarteritis nodosa, polikondritis berulang, giant cell arteritis, arteritis
Takayasu, anemia hemolitik autoimun, sindroma Evan's, dan imun trombositopenia purpura.
3. Catastrophic APS (CAPS)
CAPS adalah suatu sindroma yang mengenai sistim multiorgan sebagai manifestasi klinis dari sindroma
antifosfolipid antibodi sindroma Asherson's pada kurang dari 1% pasien APS
Kriteria APS :
1. Terbukti melibatkan 3 organ, sistem, danlatau jaringan tubuh
2. Manifestasi klinis yang terjadi berlangsung < l minggu
3. Terbukti pada gambaran histopatologi dari penyumbatan pembuluh darah kecil sedikitnya pada satu
organ/jaringan tubuh.
4. Konfirmasi Laboratorium : aPL (+) (lupus antikoagulan Dan/atau aCL danlatau P2-GPI antibodi)
Disebut Diagnosis Pasti CAPS bila memenuhi ke4 kriteria diatas
Disebut Probable CAPS bila memenuhi kriteria 2, 3, dan 4, disertai bukti keterlibatan 2 organ, sistim, dan
atau jaringan tubuh:
Ke-4 kriteria tersebut, tanpa konfirmasi laboratorium terhadap pemeriksaan aPL dalam 6 minggu setelah
hasil (+) yang pertama (karena kematian yang terjadi sebelum pasien sempat mengulangnya sebelum
terjadi CAPS)
Kriteria I,2 , dan 4
Kriteria 1.3, dan 4, ditambah episode kejadian ke-3 dalam >1 minggu <1 bulan, tanpa mendapat terapi
antikoagulan
4. aPL antibodi tanpa gejala klinisl/asimptomatik
aPL positif meski tanpa gejala klinis trombosis yang jelas atau manifestasi klinis yang lain.
5. Sindroma antifosfolipid antibodi seronegatif.
kelompok pasien yang sudah teridentifikasi memberikan gambaran klinis sindroma antifosfolipid
antibodi, tanpa adanya aPL, lupus antikoagulan,b2-GPI, antiphospholipid subtipe antibodi, atau sebagian
pasien ditemukan aPL pada pemeriksaan laboratorium sindroma SNAP.
Distribusi isotipe antibodi APS
36% IgG antibodi antifosfolipid
17% IgM antibodi antifosfolipid
14% IgA antibodi antifosfolipid
33% memiliki camouran dari ke-3 isotipe
Sindroma trombosis yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid :
1. Sindroma tipe I :
a. Trombosis vena dalam dengan atau tanpa emboli Paru
2. Sindroma tipe II :
a. Trombosis arteri koroner
b. Trombosis arteri perifer
c. Trombosis aorta
d. Trombosis arteri karotis
3. Sindroma tipe III :
a. Trombosis arteri retina
b. Trombosis vena retina
c. Trombosis serebrovaskuler
d. Transient cerebral ischemic attacks
4. Sindroma tipe IV :
a. Sindroma tipe campuran dari tipe I, I1 dan I11
5. Sindroma tipe V :
a. Trombosis vaskuler plasenta
b. Fetal wastage (sering pada trimester I, dapat terjadi pada trimester 2 dan 3)
c. Trombositopeni matemal
6. Sindroma tipe VI :
a Antibodi antifosfolipid tanpa manifestasi klinis
MANIFESTASI KLINIS :
I. Berdasarkan Jenis Pembuluh Darah yang Terkena :
1. Trombosis pada vena-vena besar
a. Kelainan neurologi : transient ischemic attack, stroke iskemik, chorea, kejang, demensia, mielitis
transversa, ensefalopati, migrain, pseudotumor cerebri, trombosis vena cerebri, mononeuritis
multipleks.
b. Kelainan mata: trombosis vena danlatau arteri retina, amaurosis fugax
c. Kelainan kulit : flebitis superfisial, ulkus pada tungkai, iskemik distal, blue toe syndrome
d. Kelainan jantung : infark miokard, vegetasi pada katup, thrombus pada intrakardiak, aterosklerosis
e. Kelainan paru : emboli paru, hipertensi pulmonal, trombosis arteri pulmonari, perdarahan alveolar.
f. Kelainan pada arterial : trombosis aorta, trombosis pada arteri besar dan kecil.
g. Kelainan ginjal : trombosis arteri dan vena renalis, infark ginjal, gaga1 ginjal akut, proteinuria,
hematuria, sindroma nefrotlk
h. Kelainan gastrointestinal: sindroma Budd-Chiari,infark hepar, infark kandung empedu, infark usus,
infark limpa, pankreatitis, ascites, perforasi esophagus,kolitis iskemik.
i Kelainan endokrin : infark atau krisis adrenal, infark testis, prostat, dan infark serta kegagalan hipofise.
j. Trombosis vena : Trombosis pada ekstremitas, trombosis adrenal, trombosis hepatik, trombosis
mesenterika, trombosis pada vena-vena limpa, trombosis vena cava.
k Komplikasi obstetri : abortus, intrauterine growth retardation, anemia hemolitik, peningkatan enzim
hepar, dan trombositopenia (sindroma HELLP), oligo-hidramnion, preeklampsia.
l Kelainan hematologi : Trombositopenia, anemia hemolitik, sindroma hemolilik-uremik, purpura
trombotik trombositopeni.
m Lain-lain : perforasi septum nasalis, nekrosis avaskuler pada tulang,
2. Trombosis arteri
Trombosis arterial lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan trombosis vena dan terjadi sebagai bagian
dari gejala klinis sindroma antifosfolipid antibodi primer.
Pasien-pasien dengan trombosis arteri, umumnya mengalami transient ischemic attack atau stroke
(50%) atau infark miokard (23%). Kejadian serangan sumbatan arteri tersebut umumnya diduga suatu
sindroma antifosfolipid antibodi , bila terjadi pada individu tanpa faktor risiko aterosklerosis. Umumnya
terjadi pada usia < 60 tahun, tanpa faktor risiko klasik untuk aterosklerosis (riwayat keluarga, merokok,
hiperlipidemia, hipertension, diabetes mellitus).
Ditemukannya aCL merupakan faktor rislko untuk kejadian stroke. Trombosis arterial pada pasien
sindroma antifosfolipid antibodi dapat juga terjadi pada pembuluh darah besar dan kecil, yang tidak
khas untuk penyakit thrombophilic disorders lain atau penyakit sumbatan aterosklerotik lainnya. Lokasi
trombosis arteri ini umumnya terjadi pada arteri brakialis dan subklavia, arteri axillaris (sindroma arkus
aorta), aorta, iliaka, femoralis, renalis, mesenterika, retinal, dan arteri perifer lainnya. Manifestasi klinis
tentunya berkaitan dengan ukuran diameter pembuluh darah dan lokasi arteri yang
terkena.
3. Trombosis mikrovaskular
a. Kelainan pada mata : retinitis
b. Kelainan kulit : livedo retikularis, gangren superfisial, purpura, ekimosis, nodul subkutan
c. Kelainan jantung : infark miokard, mikrotrombin miokard, miokarditis, kelainan katup
d. Kelainan paru : acute respiratory distress syndrome, perdarahan alveolar
e. Kelainan ginjal : gagal ginjal akut, trombosis mikroangiopati, hipertensi
f Kelainan gastrointestinal: infark atau gangrene usus, hepar, dan limpa
g. Kelainan hematologi : disseminated intravascular coagulation/DIC (hanya te rjadi pada CAPS)
h. Lain-lain : mikrotrombi, mikroinfark
Berdasarkan jenis organ atau jaringan tubuh yang terlibat:
1. Kelainan kulit : trombosis vascular yang bersifat non inflamasilivedo retikularis, necrotizing
vaskulitis, livedoid vaskulitis, ulserasi dan nekrosis kulit, makula eritematosus, purpura, ekimosis,
nodul kulit yang terasa nyeri, dan subungual splinter hemorrhages. Anetoderma, discoid lupus
erythematosus, cutaneous T-cell lymphoma, dan penyakit-penyakit yang serupa dengan
sindroma Degos dan Sneddon's
2. Kelainan paru
Pulmonary emboli
3. Kelainan Gastrointestinal
Trombosis pada vena hepatica, sindroma Budd-Chiari, Trombosis mesenterika dan vena
porta
4. Manifestasi pada ginjal aPL-associated nephropathy, trombosis vena renalis, defisiensi
protrombin. infark ginjal, stenosis arteri renalis, dan trombosis vaskuler pada allograf
5. Kelainan retina neuropati optik sumbatan arteri silioretina
6. Manifestasi klinis yang lain perdarahan adrenal, nekrosis sumsum tulang (terutama pada
CAPS), dan kehilangan pendengaran tiba-tiba.
7. Kelainan hematologi aPL-associated thrombocytopenia aPL dengan trombositopenia
(trombosit <100,000) yang ditemukan sedikitnya dalam 2 kali pemeriksaan, dalam jangka waktu
12 minggu dan dibuktikan tidak memiliki TTP, disseminated intravascular coagulation,
pseudotrombositopenia, atau heparin-induced thrombocytopenia.
8. Perdarahan karena DIC pada CAPS
Keadaan-keadaan lain yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid :
Nekrosis avaskular
Sindroma antifosfolipid antibodi akibat induksi obat chlorpromazine, phenytoin,
hydralazine, procainamide, fansidar, quinidine, interferon, dan cocain
Infeksi dengan sindroma antifosfolipid antibodi
Antibodi-antibodi yang terinduksi oleh infeksi dikenali sebagai anionic phospholipid epitopes
yang secara langsung bereaksi melalui kofaktor b2-GP I. Autoantibodi yang lebih sering
ditemui adalah IgM dibandingkan IgG aCL.
o Bakteri : septikemi, leptospirosis, sifilis, Lyme disease (Borreliosis), tuberkulosis,
lepra,endokarditis infektif, demam reumatik post infeksi streptokokus, infeksi
klebsiela.
o Virus : parvovirus B 19, HIV, HTLV-1, hepatitis virus A,B dan C, mumps,
cytomegalovirus, varicella-zoster, Epstein-Barr, adenovirus, Rubella
o Parasit : malaria, pneumocystic carinii, leishmaniasis
Keadaan-keadaan Lain ; Antibodi antifosfolipid juga ditemukan pada sickle cell anemia, anemia
pemisiosa, diabetes mellitus, injlammatory bowel disease, terapi pengganti ginjal dialysis dan
sindroma Klinefelter.
Pemeriksaan Penunjang
IgG, IgM dan IgA antibodi antikardiolipin
IgG, IgM dan IgA anti P2-Glikoprotein I
Test lupus antlkoagulan
Diagnosis Banding
Keguguran, kelahiran premature karena sebab lain (kelainan hormonal, kelainan
kromosom atau kelainan anatomi uterus dan jalan lahir)
Sumbatan vena karena sebab lain (kelainan koagulasi, kanker, penyakit mieloproliferatif,
sindroma nefiotik)
Sumbatan arterial karena sebab lain (aterosklerosis, emboli karena fibrilasi atrial,
miksoma, endokarditis)
Trombotik trombositopeni purpura
-Sindroma hemolitikuremik
Penatalaksanaan
Pemberian antikoagulan pada apL asimtomatik tidak mempunyai landasan ilmiah
Adanya bukti kejadian trombosis atau adanya kejadian abortus memerlukan monitoring
ketat kejadian trombosis
Terapi untuk Trombosis pada Sindroma Antifosfolipid Antibodi adalah :
heparin dan warfarin. Pada umumnya warfarin saja sudah memadai untuk terapi trombosis
vena. Namun, penambahan aspirin atau dipiridamol pada terapi warfarin dapat mencegah
trombosis arteri berulang.
Antiplatelet : aspirin, dipiridamol, klopidogrel.
Klopidogrel diduga mempunyai peranan dalam terapi dan profilaksis primer dan sekunder
APS, terutama pada penderita dengan riwayat alergi terhadap aspirin.
Hidroksiklorokuin
Hidroksiklorokuin lebih sering digunakan pada penderita tanpa tromboemboli arterial.
Rekomendasi Regimen Antitrombotik pada Trombosis yang Disertai Antibodi Antifosfolipid
1. Sindroma tipe I
a. Heparin unfractionated/low molecular weight heparin jangka pendek diikuti pemberian
jangka panjang heparin subkutan
b. Klopidogrel jangka panjang
2. Sindroma tipe I1
a. Heparian unfractionated/low molecular weight heparin jangka pendek diikuti pemberian
jangka panjang heparin subkutan
b. Klopidogrel jangka panjang.
3. Sindroma tipe 111
a. Serebrovaskuler : klopidogrel dengan heparin sub kutan jangka panjang
b. Retinal : klopidogrel, bila gagal, ditambahkan heparin sub kutan jangka panjang.
4. Sindroma tipe IV
a. Terapi tergantung jenis trombosis
5. Sindroma tipe V
a. Aspirin 81 mglhari sebelum konsepsi, diikuti heparin 5000 unit setiap 12 jam segera
setelah konsepsi
6. Sindroma tipe VI
a. Tidak ada indikasi yang jelas untuk pemberian terapi antitrombotik
Kejadian Trombosis Pertama
Direkomendasikan pemberian antikoagulan warfarin dengan target INR antara 2-3 pada
penderita dengan trombosis vena dalam atau emboli paru yang pertama kali terjadi.
Warfarin diberikan selama minimal 6 bulan.
Kejadian Trornbosis Berulang
Direkomendasikan pemberian warfarin seumur hidup dengan target mR 2-3. Bila terjadi
trombosis berulang selama terapi warfarin dengan target INR 2-3, direkomendasikan untuk
menaikkan target INR menjadi 3,l- 4 dan atau dengan penambahan aspirin dosis rendah.
Terapi Profilaksis :
Terapi profilaksis diberikan pada penderita asimptomatik dengan aPL tanpa riwayat
trombosis. Insidensi terjadinya trombosis pada keadaan ini berkisar antara 10-75% pada
titer antibody yang sangat tinggi. Terpai profilaksis yang direkomendasikan adalah :
Aspirin 81 mghari pada penderita asimptomatik yang tidak hamil
Kombinasi aspirin danhidroksiklorokuin (5 6,5 mg/kg/han)
Catastrophic APS
Pada pasien dengan CAPS, terapi agresif diberikan berupa pemberikan anticoagulation,
immune globulin intravena, dan plasma exchange.
Rekomendasi terapi pada CAPS :
1. Terapi factor pencetus (misalnya infeksi)
2. Heparin, diikuti warfarin (target INR 2-3)
3. Metilprednisolon 1 gram I/hari selama 3 hari, diikuti steroid parenteral atau oral
ekivalen dengan prednisone 1-2 mg/kgBB
4. Plasma exchange dan atau IVIG (400mg/kg/hari selama 5 hari) bila didapatkan
adanya mikroangiopati (trombositopenia, anemi hemolitik mikroangiopati)
5. Siklofosfamid (diberikan pada sindroma antifosfolipid yang berhubungan dengan
lupus eritematosus sistemik dengan komplikasi yang mengancam jiwa.
6. Terapi eksperimental (masih dalam penelitian) : fibrinolitik, prostasiklin, ancrod,
defibrotide, antisitokin, immunoadsorptioin, anti sel B antibodi (rituximab)