Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Stasioneritas Data
Robust kriging merupakan alternatif ordinary kriging untuk data
yang mengandung outlier.Outlier ini akan mengakibatkan banyak
hal. Salah satunya, yaitu asumsi normalitas tidak terpenuhi,sehingga
yang membedakan antara robust kriging dan ordinary kriging hanya
semivariogram yang digunakan. Semivariogram robust ini mampu
mengatasi dampak adanya outlier.Oleh karena itu, robust kriging
juga harus memenuhi asumsi stasioneritas, yaitu data (dalam
penelitian inicurah hujan) semua lokasi di Kabupaten Probolinggo
tahun 2015 memiliki rata-rata dan ragam yang relatif sama atau
dengan kata lain curah hujan tidak membentuk kecenderungan
(trend).
(a) (b)
Gambar 4.1 (a)Plot Easting terhadap Curah Hujan bulan Januari
Kabupaten Probolinggo 2015
(b) Plot Northing terhadap Curah Hujan bulan
Januari Kabupaten Probolinggo 2015
Pemeriksaan stasioneritas dilihat dari plot curah hujan
Kabupaten Probolinggo sebagai sumbu Y terhadap masing-masing
garis bujur (longitude) dan garis lintang (latitude) sebagai sumbu X.
Berdasarkan Gambar 4.1 diketahui bahwa plot curah hujan tidak
membentuk pola (menyebar) sehingga dapat disimpulkan bahwa
curah hujan bulan Januari tahun 2015 Kabupaten Probolinggo
bersifat stasioner.
790000780000770000760000750000740000730000720000
700
600
500
400
300
200
100
0
Easting (X)
Jan
-15
914500091400009135000913000091250009120000
700
600
500
400
300
200
100
0
Northing (Y)
Jan
-15
48
4.2 Uji Autokorelasi Moran I
Asumsi yang harus terpenuhi pada metode kriging adalah adanya
autokorelasi antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain. Statistik
uji yang digunakan adalah uji Autokorelasi Moran I seperti pada
persamaan (2.53).dengan hipotesis sebagai berikut:
(tidak terjadi autokorelasi spasial) lawan
(terjadi autokorelasi spasial)
Tabel 4.1 Uji Autokorelasi Moran I
Moran I
(I)
Nilai
Harapan
E(I)
Varians
(Var(I))
Statistik Uji
Moran I
(| |)
Titik
Kritis
-0.095 -0.023 0.000223 4.821 1.96
Berdasarkan Tabel 4.1 nilai , maka tolak
sehingga dapat diketahui bahwa curah hujan lokasi yang satu dengan
curah hujan lokasi yang lain bulan Januari sampai Desember tahun
2015Kabupaten Probolinggo saling berhubungan.Syntax untuk uji
Autokorelasi Moran I dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.3 Uji Normalitas
Asumsi normalitas ini diperlukan supaya diperoleh hasil
interpolasi dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi atau
bersifat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Statistik uji yang
digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov seperti pada persamaan
(2.40) dengan hipotesis
(datadapat dihampiri dengan distribusi
normal)lawan
(data tidak dapat dihampiri dengan distribusi
normal)
Tabel 4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov
Nilai
Kolmogorov-Smirnov Z
Titik Kritis Kolmogorov-Smirnov 0.198
p-value 0.579
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai Kolmogorov-
Smirnov Z titik kritis Kolmogorov-Smirnov dan p-value , maka terima sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi empiris
sisaan dapat dihampiri dengandistribusi normal.
49
4.4 Uji Homogenitas Ragam Sisaan
Asumsi yang harus terpenuhi pada metode kriging adalah ragam
sisaan yang homogen.Statistik uji yang digunakan adalah uji Harvey-
Godfreydengan persamaan seperti pada persamaan (2.46) dengan
adalah koordinat bujur (easting) pada lokasi stasiun curah hujan ke-i
dan adalah koordinat lintang (northing) pada lokasi stasiun curah
hujan ke-i dan adalah sisaan yang diperoleh dengan meregresikan
curah hujan terhadap koordinat bujur (easting) dan koordinat lintang
(northing) pada lokasi curah hujan ke-i dan adalah sisaan yang
diperoleh dengan meregresikan ( )terhadap koordinat bujur
(easting) dan koordinat lintang (northing) pada lokasi curah hujan
ke-i.
vs
Tabel 4.3 Hasil Uji Harvey-Godfrey LM
45 0.086 3.870 5.991
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa
, maka terima sehingga dapat diketahui bahwa ragam
sisaan homogen.
4.5 Pendeteksian Spatial Outlier
Pendeteksian spatial outlier dilakukan terhadapdata curah hujan
bulan Januari sampai Desember tahun 2015 Kabupaten Probolinggo
untuk semua lokasi stasiun curah hujan.Pertama, mencari k tetangga
terdekat (k-nearest neighbor) untuk masing-masing lokasi stasiun
curah hujan.K-nearest neighbor ini ditentukan dengan menghitung
jarak euclid seperti pada persamaan (2.90) dan lokasi stasiun yang
jaraknya berdekatan dijadikan sebagai tetangga terdekat. Pemilihan
k-nearest neighbor dapat dilihat pada Lampiran 3. Pendeteksian
spatial outlier menggunakan Z algorithmseperti pada sub bab
(2.14.2). Tingkat kepercayaan yang diinginkan yaitu 95% sehingga
akan menghasilkan nilai . Apabila nilai | | lebih besar
dari , maka dapat dinyatakan bahwa lokasi tersebut adalah spatial
outlier.Perhitungan Z algorithm bisa dilihat pada Lampiran 4.Spatial
outlier data curah hujan bulan Januari sampai Desember Kabupaten
Probolinggo 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.4.
50
Tabel 4.4 Nilai Statistik Uji Z Lokasi yang terdeteksi sebagai Spatial
Outlier
Bulan Nama Stasiun Data Curah
Hujan
Statistik Uji Z
(| |)
Januari
Jurangjero 650 3.035
Malasan 557 2.477
Ngadisari 125 1.978
Februari Jurangjero 883 4.653
Maret Ngadisari 98 3.719
April Jurangjero 764 3.218
Sumber 137 2.883
Mei
Ramah 126 3.094
Malasan 164 2.114
Gemito 191 2.565
Juni
Gunggungan
kidul 75 2.099
Segaran 120 2.348
Tiris 124 2.400
Banyuanyar 99 3.101
Agustus Jatiampuh 36 3.166
Pajarakan 30 2.501
Oktober Kertosuko 44 4.738
Krucil 30 2.629
November
Kertosuko 251 2.039
Jurangjero 18 2.216
Tiris 270 1.990
Desember
Jurangjero 558 2.166
Malasan 478 1.972
Ronggotali 485 2.608
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa terdapat spatial outlier
pada semua bulan, kecuali bulan Juli dan September. Hal ini
disebabkan oleh semua data bernilai nol (tidak terjadi hujan sama
sekali) pada kedua bulan ini. Selain itu, diketahui bahwa lokasi
stasiun curah hujan yang terdeteksi sebagai spatial outlier, yaitu
Jurangjero, Malasan, dan Ngadisari pada bulan Januari, Jurangjero
pada bulan Februari, Ngadisari pada bulan Maret, Jurangjero dan
51
Sumberpada bulan April, Ramah, Malasan dan Gemito pada bulan
Mei, Gunggungan kidul, Segaran, Tiri, dan Banyuanyar pada bulan
Juni, Jatiampuh dan Pajarakan pada bulan Agustus, Kertosuko dan
Krucilpada bulan Oktober, Kertosuko, Jurangjero, dan Tiris pada
bulan November, Jurangjero, Malasan, dan Ronggotali pada bulan
Desember.
4.6 Plot Semivariogram EmpirikRobustSebelum dan Setelah
Binning
Semivariogram empirik adalah semivariogram yang dihitung
dari data hasil pengukuran.Semivariogram ini biasa dikenal dengan
awan semivariogram atau cloud semivariogram.Perhitungan ini
menggunakan banyak pasangan titik sehingga polanya sulit terlihat
dan cenderung tidak beraturan.
Gambar 4.2 (a) Model Semivariogram RobustIsotropik Sebelum
Binning bulan Januari 2015
(b) Model Semivariogram RobustAnisotropik Sebelum
Binning bulan Januari 2015
Gambar 4.2 adalah semivariogram eksperimental robust
isotropik dan anisotropik sebelum binning. Jarak terjauh antar lokasi
stasiun curah hujan sebesar 65148.844 yaitu antara Stasiun
Kalidandan dan Ngadisari. Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui bahwa
pola semivariogram empirikrobustisotropik dan anisotropiksebelum
binningtidak beraturan sehingga sulit untuk melakukan analisis
struktural atau mencocokkan semivariogram empirikrobustsebelum
binningdengan semivariogrambaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengelompokkan berdasarkan kesamaan jarak (binning).Besar lag
0 10000 30000 50000
05
10
15
20
25
distance
se
miv
ari
an
ce
0 5000 10000 15000 20000 25000
05
10
15
20
distance
se
miv
ari
an
ce
(a) (b)
52
diperoleh dari setengah dari jarak terjauh dibagi banyak lag yang
digunakan. Banyak lag yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 13, sehingga diperoleh besar lag sebesar 2505.724. Syntax
untuk plot semivariogram eksperimental robust sebelum binning
dapat dilihat pada Lampiran 5.Pola plot semivariogram empirik
robust akan terlihat setelah dilakukan binning.Plot ini menggunakan
fungsi “variog”.Setelah dilakukan binning, diperoleh plot
semivariogram empirikrobust isotropik dan anisotropik sebagai
berikut.
Gambar 4.3(a) Model Semivariogram RobustIsotropik Hasil
Binning bulan Januari 2015
(b) Model Semivariogram RobustIsotropik Hasil
Binning bulan Januari 2015
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat diketahui setelah dilakukan
binning, diperoleh nilai semivariancebulan Januari sebanyak 13
kelompok atau 13 lag.Syntax untuk plot semivariogram
eksperimental robust setelahbinning dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.7 Analisis Struktural Model Semivariogram Robust dengan
Model Semivariogram Baku Isotropik dan Anisotropik
Analisis struktural adalah penyesuaian model semivariogram
empirik robust dengan model semivariogram baku supaya diperoleh
grafik semivariogram dengan pola tertentu yang dihampiri dengan
model semivariogram baku sehingga memudahkan dalam
mengestimasi parameter model semivariogram yang
diperoleh.Dalam penelitian ini, digunakan 3 model
semivariogrambaku, yaitu spherical, exponential, dan gaussian.
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
01
00
00
20
00
03
00
00
40
00
0
distance
se
miv
ari
an
ce
0 5000 10000 15000 20000 25000
05
00
01
00
00
15
00
0
distance
se
miv
ari
an
ce
(a) (b)
53
Semivariogrambaku ini berfungsi untuk memodelkan,
menggambarkan, dan menjelaskan autokorelasi antara curah hujan di
lokasi yang satu dengan curah hujan di lokasi yang lain di Kabupaten
Probolinggo.Pemodelan semivariogrambaku seperti pada persamaan
(2.21) sampai (2.23).Perhitungan model semivariogram baku
dihitung menggunakan bantuan software R dengan fungsi “variofit”
dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan nilai duga parameter
semivariogram yang diperoleh, yaitu tausq (nugget effect), sigmasq
(partial sill) dan practical range (range).
Berikut ini adalah pemodelan semivariogrambaku Isotropik
bulan Januari 2015 Kabupaten Probolinggo:
a. Model Spherical
b. Model Exponential
c. Model Gaussian
Anisotropik adalah semivariogram yang tidak hanya dipengaruhi
oleh jarak, namun juga arah sehingga dalam perhitungannya
digunakan sudut . Sudut yang biasa digunakan, yaitu , , ,
dan . Sudut ini diperoleh dari sudut pada sumbu mayor (range
terpanjang).Berikut ini adalah pemodelan semivariogrambaku
anisotropik bulan Januari 2015Kabupaten Probolinggo:
a. Model Spherical
, | |
, | |
{
⁄
(( √(
)
(
)
)
(√(
)
(
)
)
,
{ ( | |
(
| |
)
+
, | |
, | |
( | |
* , | |
(
(| |
)
) , | |
54
b. Model Exponential
c. Model Gaussian
Selanjutnya, dilakukan pemilihan model semivariogrambaku
(cross validation) berdasarkan kriteria Root Mean Square Error
(RMSE). Nilai RMSE model semivariogrambaku dapat dilihat pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5Cross Validation Model Semivariogram Isotropik
Bulan Model Semivariogram RMSE
Januari
Spherical 11861.311
Exponential 11858.929
Gaussian 12503.322
Februari
Spherical 4819.536
Exponential 5026.623
Gaussian 4801.830
Maret
Spherical 4289.461
Exponential 6725.601
Gaussian 4397.099
April
Spherical 9367.330
Exponential 12158.789
Gaussian 9521.315
Mei
Spherical 1607.650
Exponential 1608.331
Gaussian 846.907
Juni
Spherical 418.543
Exponential 552.116
Gaussian 441.661
Agustus
Spherical 26.571
Exponential 26.871
Gaussian 26.981
, | |
, | |
{
(
(√(
*
(
*
)
)
, | |
, | |
{ ( ((
*
(
*
)+
55
Tabel 4.5 (Lanjutan)
Oktober
Spherical 0.825
Exponential 0.997
Gaussian 1.027
November
Spherical 1773.421
Exponential 2820.454
Gaussian 600.228
Desember
Spherical 9658.308
Exponential 10891.207
Gaussian 10030.574
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa interpolasi menggunakan
semivariogram isotropik menghasilkan model spherical menghasil
nilai RMSE yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram
yang lain pada bulan Maret, April, Juni, Agustus, Oktober dan
Desember, model exponential menghasil nilai RMSE yang relatif
kecildaripada kedua model semivariogram yang lain pada bulan
Januari dan model gaussian menghasil nilai RMSE yang relatif
kecildaripada kedua model semivariogram yang lain pada bulan
Februari, Mei, dan November dan berdasarkan Lampiran 14
diketahui bahwa interpolasi menggunakan semivariogram
anisotropik menghasilkanmodel spherical menghasil nilai RMSE
yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram yang lain
pada bulan Januari dan Agustus, model exponential menghasil nilai
RMSE yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram yang
lain pada bulan Februari dan Oktober dan model gaussian menghasil
nilai RMSE yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram
yang lain pada bulan Maret, April, Mei, Juni, November, dan
Desember.
Tabel 4.6 Hasil Uji Bartlett Model Semivariogram Baku Isotropik
Bulan
p-value
Januari 0.055 5.991 0.974
Februari 0.001 5.991 0.999
Maret 1.981 5.991 0.385
April 0.591 5.991 0.752
Mei 4.472 5.991 0.116
Juni 0.772 5.991 0.689
56
Agustus 0.133 5.991 0.938
Oktober 1.033 5.991 0.608
November 1.944 5.991 0.392
Desember 0.063 5.991 0.970
Selain itu, perlu dilakukan pengujian secara statistik untuk
mengetahui apakah ketiga model semivariogrambaku isotropik diatas
memiliki nilai ragam sisaan yang sama atau tidak. Statistik uji yang
digunakan adalah uji Bartlett untuk menguji lebih dari dua ragam
sisaan dan uji F untuk menguji dua ragam sisaan. Berdasarkan Tabel
4.6 diketahui bahwa ketiga model semivariogram, yaitu spherical,
exponential, dan gaussian pada semua bulan menghasilkan nilai
statistik uji Bartlett ( ) titik kritis
, maka terima ,
artinya ketiga model semivariogram memiliki ragam sisaan yang
sama, sehingga akan memberikan hasil interpolasi yang sama dan
pemilihan model semivariogram ini bersifat bebas, namun pada
penelitian ini pemilihan semivariogram tetap dilakukan berdasarkan
nilai RMSE yang relatif kecil seperti pada Tabel 4.5 dan pengujian
secara statistikketiga model semivariogram baku anisotropik pada
Lampiran 15 menghasilkan nilai interpolasi ketiga model
semivariogram, yaitu spherical, exponential, dan gaussianpada bulan
Januari, Maret, Juni, Agustus, dan Desember menghasilkan nilai
statistik uji Bartlett ( ) titik kritis
, maka terima ,
artinya ketiga model semivariogram memiliki ragam sisaan yang
sama, sehingga akan memberikan hasil interpolasi yang sama dan
pemilihan model semivariogram ini bersifat bebas, namun pada
penelitian ini pemilihan semivariogram tetap dilakukan berdasarkan
nilai RMSEyang relatif kecil seperti pada Lampiran 14, sedangkan
pada bulan April dan Mei menghasilkan nilai statistik uji Bartlett
( ) titik kritis
maka tolak , artinya ketiga model
semivariogram memiliki ragam sisaan yang berbeda, sehingga akan
memberikan hasil interpolasi yang berbeda dan pemilihan model
semivariogramberdasarkan pada nilai RMSE yang relatif kecilseperti
pada Lampiran 14dan pada bulan Februari, Oktober, dan November
menghasilkan nilai statistik uji F ( titik kritis ( ,
maka terima , artinya kedua model semivariogramyaitu
exponential dan gaussianmemiliki ragam sisaan yang sama, sehingga
57
akan memberikan hasil interpolasi yang sama dan pemilihan model
semivariogram ini bersifat bebas, namun pada penelitian ini
pemilihan semivariogram tetap dilakukan berdasarkan nilai RMSE
yang relatif kecil seperti pada Lampiran 14.
4.8 Perhitungan Bobot Kriging dan Weighted Median
Pencilan (outlier) adalah titik data yang nilainya jauh berbeda
atau menyimpang daripada titik data yang lain. Oleh karena itu,
outlier diberikan bobot yang kecil supaya bersifat inlier. Bobot yang
digunakan dinamakan weighted median. Hal ini disebabkan oleh
perhitungan bobot berdasarkan prinsip median yang besarnya
setengah (0.5) dari data.Perhitungan bobot lokasi yang merupakan
outlier ini menggunakan bobot lokasi yang inlier dengan tanpa
mengikutsertakan lokasi outlier.Perhitungan bobot kriging
menggunakan fungsi “krweights”.Syntax perhitungan bobot kriging
menggunakan software R dan hasil bobot kriging lokasi outlier pada
masing-masing bulan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 4.7Hasil Perhitungan Bobot KrigingMenggunakan
Semivariogram IsotropikStasiun Jurangjero bulan
Januari 2015 Kabupaten Probolinggo
Nama Stasiun CH Bobot Kriging Bobot Kumulatif
Paiton 245 -0.00641 -0.00641
Kota Anyar 228 -0.00468 -0.01109
Probolinggo 179 -0.00391 -0.015
Kalidandan 57 -0.0036 -0.0186
Jabung 254 -0.00353 -0.02213
Asem Jajar 97 -0.00331 -0.02545
Muneng 366 -0.00327 -0.02872
Ronggotali 456 -0.00196 -0.03068
Ngadisari 125 -0.00138 -0.03207
Patalan 242 -0.00135 -0.03341
Dringu 203 -0.00067 -0.03409
Glagah 325 -0.00014 -0.03423
Bantaran 292 0.000536 -0.03369
Jorongan 246 0.001047 -0.03264
58
Tabel 4.7 (Lanjutan)
Gemito 432 0.001163 -0.03148
Sumber 388 0.00119 -0.03029
Sumber bulu 216 0.004377 -0.02591
Kandang Jati 280 0.00536 -0.02055
Leces 393 0.005537 -0.01502
Pakuniran 262 0.006541 -0.00848
Pakistaji 220 0.00659 -0.00189
Kraksaan 493 0.00784 0.005955
Gunggungan
kidul 404 0.011954 0.017908
Malasan 557 0.01437 0.032278
Kedungsumur 386 0.014827 0.047105
Gending 158 0.016023 0.063128
Krucil 269 0.020527 0.083655
Klampokan 265 0.021721 0.105375
Pajarakan 420 0.023351 0.128726
Katimoho 290 0.03033 0.159056
Banyuanyar 292 0.030987 0.190043
Pandanlaras 215 0.032193 0.222236
Adiboyo 256 0.032502 0.254737
Sokaan 167 0.034678 0.289415
Krejengan 291 0.039116 0.328531
Ramah 285 0.039167 0.367698
Tiris 253 0.040783 0.408481
Kertosuko 321 0.049646 0.458127
Segaran 238 0.052114 0.510241
Sumber Bendo 231 0.064187 0.574428
Jatiampuh 291 0.08323 0.657658
Wangkal 300 0.101172 0.75883
Pekalen 352 0.110618 0.869448
59
Condong 332 0.130552 1
Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa bobot setengah
data terletak antara Stasiun Kertosuko dan Segaran, yaitu bobot
0.458127 dan 0.510241. Nilai weighted median diperoleh dari
setengah (0.5) data. Misalnya, untuk Stasiun Jurangjero bulan Januari
dengan perhitungan sebagai berikut
Weighted Median
Tabel 4.8 Nilai Weighted Median Outlier Isotropikbulan Januari
sampai Desember tahun 2015Kabupaten Probolinggo
Bulan Nama Stasiun Curah
Hujan
Weighted
Median
Januari
Jurangjero 650 279.5
Malasan 557 254
Ngadisari 125 410
Februari Jurangjero 883 426.5
Maret Ngadisari 98 389.5
April Jurangjero 764 440.5
Sumber 137 488.5
Mei
Ramah 126 0
Malasan 164 59.5
Gemito 191 102.5
Juni
Gunggungan Kidul 75 29.5
Segaran 120 101
Tiris 124 99
Banyuanyar 99 21
Agustus Jatiampuh 36 16.5
Pajarakan 30 6.5
Oktober Kertosuko 44 0
Krucil 30 22
November
Kertosuko 251 196
Jurangjero 18 52
Tiris 270 246.5
Desember
Jurangjero 558 381.5
Malasan 478 320
Ronggotali 485 212.5
60
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa nilai weighted
median isotropik stasiun Jurangjero, Malasan, dan Ngadisari pada
bulan Januari berturut-turut 279.5, 254, dan 410 begitu pun juga
untuk stasiun yang menjadi outlier pada bulan yang lain dan
berdasarkan Lampiran 16dapat diketahui bahwa nilai weighted
median anisotropik stasiun Jurangjero, Malasan, dan Ngadisari pada
bulan Januari berturut-turut 279.5, 254, dan 410 begitu pun juga
untuk stasiun yang menjadi outlier pada bulan yang lain.
4.9 Mengonversikan Spatial Outlier dengan Winsorized Version
Setelah mendapatkan nilai weighted median, titik lokasi stasiun
curah hujan yang terdeteksi sebagai spatial outlierakan dikonversi
dengan winsorized versionmenjadi robust edited value( )
seperti pada persamaan (2.94). Konversi ini dikendalikan oleh nilai c
dan . Nilai c ini akan mengonversi outlier yang tidak diinginkan
dengan tidak mengubah rata-rata global kurang lebih 5%. Nilai c
yang digunakan oleh penelitian ini sebesar 1.5 karena peneliti merasa
nilai c tersebut sudah cukup untuk membuat titik lokasi outlier
menjadi inlier dalam kumpulan data curah hujan lokasi yang lain.
Tabel 4.9Robust Edited Value dariSpatial OutlierIsotropik
Bulan Nama Stasiun Data Sigma k
(
Robust
Edited Value
( )
Januari
Jurangjero 650 101.3533 431.5299
Malasan 557 107.9002 415.8504
Ngadisari 125 112.3029 241.5456
Februari Jurangjero 883 110.4847 592.2271
Maret Ngadisari 98 109.7713 224.843
April Jurangjero 764 140.3464 651.0196
Sumber 137 149.0171 264.9743
Mei
Ramah 126 53.80237 80.70356
Malasan 164 52.34389 138.0158
Gemito 191 50.8738 178.8107
61
Tabel 4.9 (Lanjutan)
Juni
Gunggungan
kidul 75 31.32098 75
Segaran 120 28.66151 120
Tiris 124 28.33091 124
Banyuanyar 99 30.13159 66.19739
Agustus Jatiampuh 36 6.855308 26.78296
Pajarakan 30 7.412741 17.61911
Oktober Kertosuko 44 4.946222 7.419334
Krucil 30 6.913999 30
November
Kertosuko 251 65.26237 251
Jurangjero 18 71.76811 18
Tiris 270 63.81694 270
Desember Jurangjero 558 142.5097 558
Malasan 478 145.4564 478
Ronggotali 485 145.2428 430.3642
Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa robust edited
valueisotropik Stasiun Jurangjero, Malasan, dan Ngadisari pada
bulan Januari berturut-turut 431.5299, 415,8504, dan 241.5456.
Begitu juga untuk stasiun-staisun curah hujan pada bulan-bulan yang
lain dan robust edited valueanisotropik diperoleh dengan cara yang
sama.
4.10 Interpolasi Ordinary Kriging
Selanjutnya, setelah outlier teratasi, dilakukan interpolasi
ordinary krigingdengan mengganti titik lokasi yang merupakan
outlier dengan data hasil transformasi ( ̂ ) seperti pada
persamaan (2.95).
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Nilai Data Hasil Transformasi
Isotropik
Bulan Nama Stasiun Data ̂
Januari
Jurangjero 650 431.5299
Malasan 557 415.8504
Ngadisari 125 241.5456
62
Tabel 4.10 (Lanjutan)
Februari Jurangjero 883 592.2271
Maret Ngadisari 98 224.843
April Jurangjero 764 651.0196
Sumber 137 264.9743
Mei
Ramah 126 80.70356
Malasan 164 138.0158
Gemito 191 178.8107
Juni
Gunggungan
kidul 75 75
Segaran 120 120
Tiris 124 124
Banyuanyar 99 66.19739
Agustus Jatiampuh 36 26.78296
Pajarakan 30 17.61911
Oktober Kertosuko 44 7.419334
Krucil 30 30
November
Kertosuko 251 251
Jurangjero 18 18
Tiris 270 270
Desember
Jurangjero 558 558
Malasan 478 478
Ronggotali 485 430.3642
Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa nilai ̂
yang akan digunakan untuk interpolasi ordinary krigingisotropik
stasiun Jurangjero, Malasan, dan Ngadisari berturut-turut sebesar
431.5299, 415.8504, dan 241.5456. Begitu pun juga untuk stasiun
yang lain dan anisotropik diperoleh dengan cara yang sama.
63
Tabel 4.11 Hasil Interpolasi Ordinary KrigingIsotropik Bulan
Januari tahun 2015 Kabupaten Probolinggo
Nama Stasiun ̂
Asem Jajar 97 194.4377 9494.105
Kandang Jati 280 285.5707 31.0327
Kalidandan 57 184.9393 16368.46
Kota Anyar 228 223.9445 16.44708
Jabung 254 269.3098 234.39
Ramah 285 289.6896 21.99235
Sumber Bendo 231 284.6449 2877.775
Paiton 245 242.26 7.5076
Pakuniran 262 268.9801 48.7218
Kedungsumur 386 288.8552 9437.112
Gunggungan kidul 404 288.489 13342.79
Glagah 325 257.6421 4537.087
Klampokan 265 279.7315 217.0171
Segaran 238 285.8176 2286.523
Krejengan 291 303.0381 144.9159
Kraksaan 493 322.6304 29025.8
Kertosuko 321 288.1795 1077.185
Krucil 269 270.9428 3.774472
Katimoho 290 303.9932 195.8096
Pandanlaras 215 270.1841 3045.285
Jurangjero 650 324.6507 105852.2
Wangkal 300 297.0793 8.530488
Sokaan 167 278.9984 12543.64
Jatiampuh 291 306.5411 241.5258
Tiris 253 283.7716 946.8914
Probolinggo 179 242.6174 4047.174
Dringu 203 242.3438 1547.935
64
Tabel 4.11 (Lanjutan)
Jorongan 246 265.7878 391.557
Sumber bulu 216 270.1906 2936.621
Leces 393 308.5517 7131.515
Malasan 557 326.1078 53311.21
Gending 158 256.2243 9648.013
Banyuanyar 292 301.1229 83.2273
Adiboyo 256 294.3971 1474.337
Pekalen 352 319.7558 1039.688
Pajarakan 420 315.7426 10869.61
Condong 332 321.2745 115.0364
Ronggotali 456 361.6108 8909.321
Muneng 366 294.5928 5098.988
Ngadisari 125 330.0153 42031.27
Sumber 388 358.0202 898.7884
Patalan 242 306.2278 4125.21
Pakistaji 220 282.0729 3853.045
Bantaran 292 319.3843 749.8999
Gemito 432 368.5641 4024.113
MSE 8317.623
RMSE 91.20101
Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa untuk
semivariogram isotropik prediksi curah hujan stasiun Asem Jajar
sebesar 194.4377, Kandang Jati sebesar 31.0327, dan begitu pun
prediksi curah hujan stasiun yang lain dan untuk semivariogram
anisotropik diperoleh dengan cara yang sama.
4.11 Interpolasi Robust Kriging Menggunakan Semivariogram
Isotropik dan Anisotropik
Setelah dilakukan interpolasi robust kriging menggunakan
semivariogram isotropik dan anisotropik, dapat dilihat nilai RMSE
hasil interpolasiseperti pada Tabel 4.12.
65
Tabel 4.12 Nilai RMSE Robust Kriging menggunakan
Semivariogram Isotropik dan Anisotropik
Bulan RMSE
Isotropik Anisotropik
Januari 91.201 90.714
Februari 53.688 55.569
Maret 18.908 0.573
April 31.923 99.967
Mei 26.199 29.959
Juni 4.889 24.705
Agustus 3.436 6.665
Oktober 5.458 3.217
November 22.702 29.442
Desember 25.370 66.558
Berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa model
semivariogram terbaik pada masing-masing bulan berbeda. Hal ini
disebabkan oleh karateristik curah hujan Kabupaten Probolinggo
yang juga berbeda pada masing-masing bulan sehingga pada
penelitian pembuatan peta menggunakan semivariogram isotropik
dan anisotropik berdasarkan RMSE yang relatif kecil dari semua
bulan.
Selain itu, perlu dilakukan pengujian secara statistik untuk
mengetahui apakah interpolasi menggunakan semivariogram
isotropik dan anisotropik memiliki nilai ragam sisaan yang sama atau
tidak pada masing-masing bulan. Statistik uji yang digunakan adalah
uji F untuk menguji dua ragam sisaan.
Tabel 4.13 Hasil Uji F Isotropik dan Anisotropik
Bulan
Januari 1.000 1.651
Februari 1.063 1.651
Maret 1092.241 1.651
April 1.574 1.651
Mei 1.355 1.651
Juni 25.641 1.651
66
Agustus 1.449 1.651
Oktober 1.789 1.651
November 1.682 1.651
Desember 6.893 1.651
Berdasarkan Tabel 4.13 diketahui bahwa kedua model
semivariogram, yaitu isotropik dan anisotropik pada bulan Januari,
Februari, April, Mei, dan Agustus menghasilkan nilai statistik uji F
( ) titik kritis , maka terima , artinya kedua
model semivariogram memiliki ragam sisaan yang sama, sehingga
akan memberikan hasil interpolasi yang sama, sehingga pemilihan
model semivariogram ini bersifat bebas, sedangkan pada bulan
Maret, Juni, Oktober, November, dan Desember menghasilkan nilai
statistik uji F ( ) titik kritis , maka tolak , artinya
kedua model semivariogram memiliki ragam sisaan yang berbeda,
sehingga akan memberikan hasil interpolasi yang berbeda, sehingga
pemilihan model semivariogram berdasarkan nilai RMSE yang
relatif kecil, namun pada penelitian ini pemilihan semivariogram
tetap dilakukan berdasarkan nilai RMSE yang relatif kecil seperti
pada Tabel 4.13
Diperoleh hasil bahwa interpolasi robust krigingpada data
curah hujan tahun 2015 Kabupaten Probolinggo menggunakan
semivariogram isotropik dan anisotropik memberikan hasil yang
relatif sama pada bulan Januari, Februari, April, Mei, dan Agustus,
sedangkan interpolasi robust krigingpada data curah hujan tahun
2015 Kabupaten Probolinggo menggunakan
semivariogramanisotropik memberikan hasil yang relatif baik
daripada semivariogram isotropik pada bulan Maret dan Oktober dan
menggunakan semivariogramisotropik memberikan hasil yang relatif
baik daripada semivariogram anisotropik pada bulan Juni,
November, dan Desember. Pada umumnya, pada bulan April sampai
Oktober terjadi musim kemarau dan Oktober sampai April terjadi
musim hujan.Lokasi Kabupaten Probolinggo di antara wilayah
pegunungan dan wilayah pesisir.Pada masa pergantian musim angin
berhembus kencang dari Tenggara ke arah Barat Laut.Hal ini
menyebabkan kondisi curah hujan yang berbeda tiap periode yang
dipegaruhi oleh jarak dan arah.
67
4.12 Peta Curah HujanBulanAgustus dan Maret2015
Kabupaten Probolinggo
Peta curah hujan bulan Agustus2015 dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
Gambar 4.4 Peta Curah Hujan Bulan Agustus 2015 Kabupaten
Probolinggo
Kab. Lumajang
Kab. Malang
Kab. Jember
Kab. Pasuruan
Kab. Situbondo
68
Peta curah hujan bulan Maret 2015 dapat dilihat pada
gambar di bawah ini:
Gambar 4.5 Peta Curah Hujan Bulan Maret 2015 Kabupaten
Probolinggo
Kab. Lumajang
Kab. Malang
Kab. Jember
Kab. Pasuruan
Kab. Situbondo
69
Berdasarkan peta curah hujan bulan Agustus dan Maret 2015
Kabupaten Probolinggo dapat diketahui bahwa curah hujan
dikelompokkan menjadi 10 kelas dengan curah hujan terendah
berwarna hijau tua dan semakin tinggi curah hujan, maka peta akan
berwarna merah tua. Berdasarkan peta tersebut, dapat dilihat bahwa
pada umumnya curah hujan bulan Agustus 2015 Kabupaten
Probolinggo rendah dan curah hujan bulan Maret bagian utara,
misalnya Gending, Dringu, dan Pajarakan rendah,bagian selatan
misalnya, Banyuanyar, Tegalsiwalan, dan Tiris menengah sampai
tinggi, bagian barat misalnya, Tongas, Lumbang, dan Sumber
menegah, bagian timur misalnya, Pakuniran, Gading, dan Kotaanyar
menegah.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (2013),
sifat hujan adalah rasio antara jumlah curah hujan kumulatif selama 1
bulan di suatu tempat dengan rata-rata curah hujan tersebut pada
tempat dan bulan yang sama dengan kriteria sebagai berikut:
a. Sifat hujan Atas Normal (AN) : nilai curah hujan lebih dari
115% terhadap rata-
ratanya.
b. Sifat hujan Normal (N) : nilai curah hujan antara
85% - 115% terhadap rata-
ratanya.
c. Sifat hujan Bawah Normal (BN) : nilai curah hujan kurang
dari 85% terhadap rata-
ratanya.
Rata-rata curah hujan bulanan diperoleh dari nilai rata-rata
curah hujan masing-masing bulan dengan periode paling sedikit 10
tahun dan normal curah hujan bulanan diperoleh dari nilai rata-rata
curah hujan masing-masing bulan dengan periode selama 30 tahun.
4.13 PetaRobust Kriging Bulan Agustus
Interpolasi robust krigingmisalnya, pada bulan
Agustusmenggunakan semivariogram isotropik dan anisotropik
menghasilkan peta hasil interpolasi yang relatif sama yang dapat
dilihat pada petadi bawah ini:
70
a. Peta curah hujan bulan Agustus 2015 menggunakan
semivariogram isotropik dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 4.6 Peta Hasil Interpolasi Robust Kriging Menggunakan
Semivariogram Isotropik Bulan Agustus 2015
Kabupaten Probolinggo
Kab. Lumajang
Kab. Malang
Kab. Jember
Kab. Pasuruan
Kab. Situbondo
71
b. Peta curah hujan bulan Agustus 2015 menggunakan
semivariogram anisotropik dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 4.7 Peta Hasil Interpolasi Robust Kriging Menggunakan
Semivariogram Anisotropik Bulan Agustus 2015
Kabupaten Probolinggo
Kab. Lumajang
Kab. Malang
Kab. Jember
Kab. Pasuruan
Kab. Situbondo
72
Berdasarkan Gambar 4.4, 4.6, dan 4.7 dapat diketahui bahwa
pada peta awal bulan Agustus beberapa kecamatan dengan curah
hujan yang rendah menghasilkan peta hasil interpolasi curah hujan
menggunakan semivariogram isotropik dan anisotropik yang rendah
pula, sehingga interpolasi robust kriging menggunakan
semivariogram isotropik dan anisotropik menghasilkan peta hasil
interpolasi yang relatif sama dengan peta curah hujan awal pada
bulan Agustus.
4.14 Peta Robust Kriging Bulan Maret
a. Peta curah hujan bulan Maret 2015 menggunakan
semivariogram isotropik dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 4.8 Peta Hasil Interpolasi Robust Kriging Menggunakan
Semivariogram Isotropik Bulan Maret 2015 Kabupaten
Probolinggo
Kab. Lumajang
Kab. Malang Kab. Jember
Kab. Pasuruan
Kab. Situbondo
73
b. Peta curah hujan bulan Maret 2015 menggunakan
semivariogram anisotropik dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 4.9 Peta Hasil Interpolasi Robust Kriging Menggunakan
Semivariogram Anisotropik Bulan Maret 2015
Kabupaten Probolinggo
Kab. Lumajang
Kab. Malang
Kab. Jember
Kab. Pasuruan
Kab. Situbondo
74
Berdasarkan Gambar 4.5, 4.8, dan 4.9 dapat diketahui
bahwainterpolasi robust kriging misalnya, pada bulan Maret lebih
baik menggunakan semivariogramanisotropik daripada isotropik
karena RMSE semivariogramanisotropik yang relatif kecil
dibandingkan dengan semivariogram isotropik. Pada peta curah
hujan bulan Maret beberapa kecamatan dengan curah hujan yang
tinggi menghasilkan peta hasil interpolasi curah hujan menggunakan
semivariogramanisotropik yang tinggi pula.Namun, pada peta hasil
interpolasirobust krigingmenggunakan semivariogramisotropik
menghasilkan interpolasi curah hujan yang rendah yang berbeda
dengan peta awal curah hujan.Hal ini karena pada bulan Maret
merupakan bulan dimana terjadi pergantian musim penghujan ke
musim kemarau sehingga curah hujan berubah-ubah. Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa interpolasi robust kriging
menggunakan semivariogramanisotropik menghasilkan peta hasil
interpolasi yang relatif samadengan peta awal curah hujan daripada
menggunakan semivariogramisotropik pada bulan Maret.