Upload
getris-putra-malayu
View
24
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PKL
Citation preview
19
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Tambang Terbuka
Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya
adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik,
utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan.
Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga
adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks
yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisa unsur memberikan rumus
formula empiris seperti : C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period (Periode
Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batubara pertama
yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Mutu dari
setiap endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
pembentukan, yang disebut sebagai maturitas organik. Proses awalnya gambut
berubah menjadi lignite (batubara muda) atau brown coal (batubara coklat) Ini
adalah batubara dengan jenis maturitas organik rendah. Dibandingkan dengan
batubara jenis lainnya, batubara muda agak lembut dan warnanya bervariasi dari
hitam pekat sampai kecoklat-coklatan.
19
20
Mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batubara muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah
maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batubara sub-
bitumen. Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batubara
menjadi lebih keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk bitumen atau
antrasit. Dalam kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin
tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Dalam usaha pertambangan, suatu hal yang penting adalah memilih metode
yang paling cocok dengan karakteristik (alam, geologi, lingkungan) dari endapan
yang akan ditambang. Metode tersebut hendaklah yang layak teknis, ekonomis,
biaya rendah dan menghasilkan keuntungan yang maksimum.
Gambar I.1 Aktivitas Tambang Terbuka
(Sumber : Dokumentasi Penulis)
Batuan permukaan yang terdiri dari tanah dan batuan dipisahkan pertama
kali dengan bahan peledak. Batuan permukaan tersebut kemudian diangkut
21
dengan menggunakan katrol penarik atau dengan sekop dan truk. Setelah lapisan
batubara terlihat, lapisan batubara tersebut digali dan dipecahkan kemudian
ditambang secara sistematis dalam bentuk jalur-jalur. Kemudian batubara dimuat
ke dalam truk besar atau ban berjalan untuk diangkut ke pabrik pengolahan
batubara atau langsung ke tempat dimana batu bara tersebut akan digunakan.
Tambang terbuka merupakan satu dari dua sistem penambangan yang
dikenal, yaitu Tambang terbuka dan Tambang Bawah Tanah, dimana segala
kegiatan atau aktivitas penambangan dilakukan di atas atau relatif dekat
permukaan bumi dan tempat kerja berhubungan langsung dengan dunia luar.
Penambangan pada tambang terbuka itu sendiri dilakukan dengan beberapa
tahapan kerja :
1. Pengurusan surat-surat ijin yang dibutuhkan untuk kegiatan penambangan,
pembabatan (land clearing),
2. Pengupasan lapisan tanah penutup (stripping of overburden),
3. Penambangan (exploitation), pemuatan (loading), pengangkutan (hauling),
dan pengolahan serta pemasaran.
Pengelompokan Tambang Terbuka pada prinsipnya tambang terbuka dapat
digolongkan ke dalam empat golongan :
1. Open pit/Open mine/Open cut/Open cast
Adalah tambang terbuka yang diterpakan pada penambangan ore
(bijih). Misalnya nikel, tembaga, dan lain-lain.
22
2. Strip Mine
Penerapan khusus endapan horizontal/sub-horizontal terutama untuk
batubara, dapat juga endapan garam yang mendatar. Contoh Tambang
Batubara di Tanjung Enim.
3. Quarry
AdalahTambang terbuka yang diterapkan pada endapan mineral
industri (industrial mineral). Contoh Tambang batu pualam di Tulung
Agung.
4. Alluvial Mining
Dapat dikatakan sebagai placer Mining ataupun di Australia disebut
Beach-mine yaitu cara penambangan untuk endapan placer atau alluvial.
Contoh tambang Cassiterite di Pulau Bangka, belitung dan sekitarnya.
3.2 Faktor-faktor dalam Operasi Penambangan
Secara garis besar, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan
kegiatan penambangan dibagi dalam dua kategori, yaitu faktor teknis dan faktor
ekonomi.
1. Kajian Secara Teknis
Unsur unsur teknis yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan
aktifitas kegiatan kerja sebuah proyek penambangan meliputi :
a. Kondisi Umum tempat proyek dilaksanakan
Kondisi tempat kerja yang perlu diperhatikan adalah meliputi
kondisi geologi, topografi, iklim dan sosial budaya. Keadaan umum
23
tersebut mutlak diperhitungkan guna menentukan penjadwalan waktu
kegiatan dan yang utama sekali menetapkan efesiensi kerja kerja
efektif dari pelaksanaan proyek tersebut.
b. Sarana perlengkapan peralatan kerja
Jenis perlengkapan dan peralatan kerja disesuaikan dengan
kondisi tempat kerja, maksud pekerjaaan, kapasitas produksi, dan
efektifitas kerja yang diinginkan. Cara pengadaannya diperhitungkan
dengan umur produksi dan efektifitas kerja dan ketersediaan modal
kerja yang di miliki.
c. Metode Pelaksanaan kerja
Dalam proyek ini pelaksanaan kegiatan pembongkaran material
dilakukan dengan mengguanakan alat bera. Metode tersebut dipilih
mengingat jenis materialnya merupakan material yang lunak.
2. Kajian Secara Ekonomis
Kajian secara ekonomis dimaksudkan untuk mengetahui sebuah
proyek penambangan memperoleh keuntungan atau tidak. Dalam
perhitungan aliran uang diperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh
dalam situasi ekonomi.
Hal-hal yang diperhatikan tersebut adalah:
a. Nilai (value) daripada endapan mineral per unit berat (P). dan
biasanya dinyatakan dengan ($/ton) atau (Rp/ton).
b. Ongkos produksi (C), yaitu ongkos yang diperlukan sampai
mendapatkan produknya diluar ongkos stripping.
24
c. Ongkos stripping of overburden (Cob),
d. Cut Off Grade, akan menentukan batas-batas cadangan sehingga
menentukan bentuk akhir penambangan.Tambang terbukajuga
disebut tambang permukaanhanya memiliki nilai ekonomis apabila
lapisan batu bara berada dekat dengan permukaan tanah. Metode
tambang terbuka juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari
tambang bawah tanah, karena seluruh lapisan batu bara dapat
dieksploitasi (90% atau lebih dari batu bara dapat diambil). Tambang
terbuka yang besar dapat meliputi daerah berkilo-kilo meter persegi
dan menggunakan banyak alat yang besar, termasuk dragline (katrol
penarik), yang memindahkan batuan permukaan, power shovel (sekop
hidrolik), truk-truk besar yang mengangkut batuan permukaan dan
batubara, bucket wheel excavator (mobil penggali serok),dan ban
berjalan.
3.3 Aktifitas Pertambangan Pada Tambang Terbuka
a.. Tahap Persiapan
Kegiatan kegiatan yang dilakukan pada awal proses pengambilan atau
penambangan bahan galian terdiri dari tahap persiapan (pra penambangan),
Kegiatan tersebut meliputi :
1. Pembuatan Jalan Rintasan
Jalan rintasan berfungsi sebagai jalur lewatnya alat alat berat ke
lokasi tambang, kemudian dikembangkan sebagai jalan angkut material
25
dari front penambangan ke lokasi pabrik peremukan. Pembuatan jalan
digunakan dengan memakai Bulldozer yang nantinya digunakan pula
sebagai pengupasan lapisan penutup.
2. Pembersihan Lahan
Pekerjaan ini dilakukan sebelum tahap pengupasan lapisan tanah
penutup dimulai. Pekerjaan ini meliputi pembabatan dan pengumpulan
pohon yang tumbuh pada permukaan daerah yang akan ditambang
dengan tujuan untuk membersihkan daerah tambang tersebut sehingga
kegiatan penambangan dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus
terganggu dengan adanya gangguan tetumbuhan yang ada didaerah
penambangan. Kegiatan pembersihan ini dilakukan dengan menggunakan
Bulldozer.
Pembersihan dilakukan pada daerah yang akan ditambang yang
mempunyai ketebalan overburden beberapa meter dengan menggunakan
Bulldozer dan dilakukan secara bertahap sesuai dengan pengupasan
lapisan tanah penutup. Dalam pembabatan, pohon didorong kearah
bawah lereng untuk dikumpulkan, dimana penanganan selanjutnya
diserahkan pada penduduk setempat.
3. Pengupasan Tanah Penutup
Pembuangan lapisan tanah penutup dimaksudkan untuk
membersihkan endapan batubara yang akan digali dari semua macam
pengotor yang menutupi permukaanya, sehingga akan mempermudah
26
pekerjaan penggaliannya disamping juga hasilnya akan relatif lebih
bersih.
Lapisan tanah penutup pada daerah proyek terdiri atas dua jenis
yaitu top soil dan lapisan overburden sehingga lapisan dilakukan
terhadap lapisan top soil terlebih dahulu dan ditempatkan pada suatu
daerah tertentu untuk tujuan reklamasi nantinya. Setelah lapisan top soil
terkupas, selanjutnya dilakukan pengupasan pada lapisan overburden lalu
didorong dan ditempatkan pada daerah tertentu dan sebagian lagi
digunakan sebagai pengeras jalan.
Kegiatan pengupasan dilakukan secara bertahap dengan
menggunakan bulldozer, dimana tahap pengupasan awal dilakukan untuk
menyiapkan jenjang pertama dan pengupasan berikutnya dapat dilakukan
bersamaan dengan tahap produksi, sehingga pola yang diterapkan adalah
seri dan paralel yang bertujuan untuk :
a. Menghemat investasi dan biaya persiapan
b. Menghindari pengotoran endapan batubara dari lapisan penutup,
sehingga mempermudah dalam pekerjaan penggalian.
c. Menghindari terjadinya longsoran dan bahaya angin.
4. Persiapan Peralatan Penambangan
Penambangan yang akan dilakukan difokuskan dengan
menggunakan peralatan mekanis. Adapun alat yang digunakan
diperlukan untuk menunjang kegiatan penambangan, yaitu :
27
a. Bulldozer, yang digunakan untuk pembersihan lahan dan
pengupasan lapisan tanah penutup.
b. Loader, yang digunakan untuk memuat bongkahan batubara hasil
dari pembongkaran keatas alat angkut.
c. Truck, yang digunakan sebagai alat angkut hasil front
penambangan ke tempat pabrik peremukan/penggerusan.
d. Crushing Plant, yaitu suatu unit pengolahan yang berfungsi sebagai
alat preparasi batubara dari front penambangan guna mendapatkan
ukuran butiran yang diinginkan oleh pasar.
e. Pembangkit Listrik, berfungsi sebagai sumber tenaga listrik yang
akan dipakai sebagai penerangan, untuk alat pengolahan dan
menggerakkan alat alat yang bekerja didalam pabrik.
f. Pompa Air, digunakan untuk memompa atau mengambil air guna
memenuhi kebutuhan peralatan dan karyawan.
5. Persiapan Pabrik Peremukan
Pabrik peremukan ini harus dibuat cukup luas agar dapat
menampung material hasil penambangan sebelum proses peremukan.
a. Pemilihan Lokasi Peremukan dan Stock Pile
Pemilihan lokasi biasanya bedasarkan topografi daerahnya
yang agak landai . Lokasi pabrik dipilih daerah yang relatif datar
dan tanpa vegetasi sehingga hanya perlu proses atau pekerjaan
perataan seperlunya saja. dan dekat dengan Infrastruktur yang ada
seperti jalan, dan penerangan.
28
b. Pemasangan Peralatan pada Pabrik Peremuk
Untuk penempatan mesin peremuk dibutuhkan pondasi yang
cukup kuat agar dapat bertahan cukup lama sesuai dengan proyek
yang diselenggarakan dan masalah konstruksi pondasi diborongkan
kepada pihak kontraktor dengan pihak pemasok mesin peremuk
sebagai konsultan.
c. Letak Kantor
Sarana perkantoran digunakan sebagai pusat pengaturan dan
pelaksanaan kegiatan kerja penambangan dan direncanakan berada
pada daerah yang mudah dicapai dan dekat dengan jalan masuk.
Bangunan ini dibuat permanen karena dipakai dalam jangka waktu
yang sangat lama sesuai dengan umur proyek.
d. Pusat Perawatan Alat
Dalam menunjang kelancaran operasi dibutuhkan peralatan
peralatan yang selalu dalam kondisi yang baik dan siap pakai.
Untuk itu sangat dibutuhkan suatu sarana sebagai tempat
perawatan peralatan (spare part), agar perawatan terhadap
peralatan atau mesin mesin yang digunakan dapat dilakukan
secara rutin baik itu dalam jenis perawatan yang ringan maupun
pergantiaan suku cadangnya.
e. Penerangan
Sarana penerangan dimaksudkan untuk memberikan
penerangan disekitar bangunan, jalan, dan terutama sekali didalam
29
kegiatan penunjang kerja. Sumber listrik untuk penerangan ini
tidak menjadi satu dengan listrik untuk pabrik, sehingga khusus
untuk sarana penerangan ini diperlukan sebuah generator.
f. Sumber Air
Air merupakan sumber sarana yang sangat vital bagi sebuah
proyek yang melibatkan banyak tenaga kerja. Disamping air
digunakan sebagai kebutuhan sehari hari, air juga dipakai dalam
kegiatan penambangan yang didapat dari air tanah dengan
melakukan pemboran.
g. Prasarana Penunjang Lainnya
Yang dimaksud dengan prasarana lain disini adalah prasarana
yang dipakai untuk kepentingan umum dimana selain digunakan
oleh perusahaan juga dapat dipakai oleh masyarakat setempat
sehingga mempunyai dampak yang positip terhadap kehidupan
masyarakat sekitar. Prasarana lainnya meliputi saran olahraga,
saran tempat peribadatan, poliklinik, power house, dan pos
keamanan.
3.4 Operasi Penambangan
Tujuan utama dari kegiatan penambangan adalah pengambilan endapan dari
batuan induknya, sehingga mudah untuk diangkut dan di proses pada proses
selanjutnya. Setelah operasi persiapan penambangan selesai dan pengupasan
lapisan tanah penutup pada bagian atas cadangan batubara terlaksana (arah
30
kemajuan penambangan dari kontur atas ke bawah). Maka dapat dimulai kegiatan
operasi penambangan.
Kegiatan penambangan terbagi atas tiga kegiatan, yaitu pembongkaran,
pemuatan dan pengangkutan. Adapun rincian dari ketiga kegiatan tersebut adalah:
1. Pembongkaran
Pembongkaran merupakan kegiatan untuk memisahkan antara
endapan bahan galian dengan batuan induk yang dilakukan setelah
pengupasan lapisan tanah penutup endapan batubara tersebut selesai.
Pembongkaran dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan mekanis
maupun peralatan non mekanis.
Untuk kegiatan pembongkaran batubara menggunakan pemboran yang
kemudian dilakukan peledakan. setelah batuan diledakkan kemudian
digusur menggunakan alat bulldozer, yang kemudian dikumpulkan di tepi
batas penambangan atau tepi jalan tambang tiap blok. Banyaknya batubara
yang dibongkar tiap-tiap blok tidak sama, tergantung persyaratan kualitas
yang diminta oleh konsumen.
2. Pemuatan
Pemuatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan atau
mengisikan material atau endapan bahan galian hasil pembongkaran ke
dalam alat angkut. Kegiatan pemuatan dilakukan setelah kegiatan
penggusuran, pemuatan dilakukan dengan menggunakan alat muat Wheel
Loader dan diisikan ke dalam alat angkut.
31
Kegiatan pemuatan bertujuan untuk memindahkan batubara hasil
pembongkaran kedalam alat angkut. Pengangkutan dilakukan dengan sistem
siklus, artinya truck yang telah dimuati langsung berangkat tanpa harus
menunggu truck yang lain dan setelah membongkar muatan langsung
kembali ke lokasi penambangan untuk dimuati kembali
3. Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengangkut atau
membawa material atau endapan bahan galian dari front penambangan
dibawa ke tempat pengolahan untuk proses lebih lanjut.
Kegiatan pengangkutan menggunakan Dump Truck yang kemudian
dibawa ke tempat pengolahan untuk dilakukan proses peremukan
(crushing), jumlah truk yang akan digunakan tergantung dari banyaknya
material batubara yang akan diangkut.
3.5 Perencanaan Sistem Penyaliran
Penyaliran adalah suatu upaya atau cara untuk mencegah, mengeringkan
dan mengeluarkan air yang terdapat atau menggenangi suatu daerah tertentu.
Sedangkan penyaliran pada tambang terbuka adalah upaya penyaliran didalam
lingkungan tambang yang dilakukan untuk mencegah masuknya air atau
mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah penambangan. Upaya ini dilakukan
dengan maksud untuk mencegah atau mengurangi terganggunya aktivitas
penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan terutama pada
musim hujan.
32
Air yang masuk ke daerah tambang (air tambang) harus dapat dikendalikan
dengan baik. Penanganan masalah ini dapat dilakukan dengan cara memilih
sistem penyaliran yang sesuai dengan metode penambangan yang diterapkan.
Perencanaan sistem penyaliran tambang didasarkan pada aspek hidrogeologi
(airtanah) dan aspek hidrologi (curah hujan, penguapan, limpasan, penyerapan).
Dari kedua aspek tersebut kandungan air tambang berasal dari:
1. Air permukaan tanah
Yaitu air yang terdapat dan mengalir di atas permukaan tanah.
Termasuk dalam air permukaan adalah air limpasan permukaan, air dari
sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut, air buangan
(limbah) dan sumber mata air (spring).
2. Air tanah
Air tanah adalah air yang bergerak didalam tanah yang terdapat
didalam ruangan-ruangan antar butir tanah yang berasal dari anfiltrasi air
permukaan.
3.6 Macam Sistem Penyaliran
Penanganan masalah air tambang dalam sistem tambang terbuka dapat
dibedakan menjadi dua cara atau sistem yaitu:
1. Mine Dewatering
Adalah suatu penanganan masalah air tambang dengan cara
mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah penambangan (dengan
memanfaatkan beda tinggi dan gaya grafitasi) melalui saluran penyaliran
33
menuju kolam penampungan (sump). Sistem ini biasa diterapkan untuk
penanganan limpasan dari air hujan.
a. Penyaliran dengan tunnel/adit method
Sistem ini dilakukan dengan cara, air yang masuk kedalam
tambang dikeluarkan dengan cara mengalirkan air dari dasar tambang
keluar daerah tambang melalui terowongan (tunnel/adit). Cara
penyaliran ini hanya dapat diterapkan untuk tambang yang terletak di
daerah pegunungan atau yang berbukit. Kelemahan dari sistem ini
adalah dapat menyebabkan lereng kurang mantap.
b. Penyaliran secara open sump
Sistem ini dilakukan dengan cara, air yang masuk kedalam
tambang dikumpulkan ke suatu sumuran (sump) yang dibuat di dasar
tambang, kemudian dari sumuran tersebut air dipompa dan dialirkan
dengan pipa untuk dikeluarkan dari tambang. Sistem penyaliran air
pada umumnya banyak digunakan di tambang-tambang terbuka.
c. Penyaliran dengan sistem saluran terbuka
Penyaliran dengan sistem saluran terbuka yaitu dengan membuat
suatu paritan untuk mengalirkan air ke tempat yang lebih rendah
(kolam penampungan). Penyaliran sistem saluran terbuka termasuk
dalam penyaliran gaya berat, yaitu air mengalir ke tempat yang lebih
rendah karena gaya grafitasi akibat dari perbedaan ketinggian tempat.
Kolam penampungan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-
34
partikel padat yang ikut dalam aliran air, sehingga tidak terbawa
keluar dari daerah penambangan.
2. Mine Drainage
Adalah suatu penanganan masalah air tambang yang dilakukan dengan
cara mencegah masuknya air limpasan seeprti air sungai dan penanganan air
tanah yang masuk kedalam lingkungan tambang. Yang termasuk dalam
penyaliran secara mine drainage adalah:
a. Siemens drainage method
Sistem penyaliran inkonvensional, membuat lubang bor sampai
batas aquifer. Dimana pada kedalaman lubang bor tersebut
dimasukkan casing yang bertujuan agar air mudah masuk kedalam
pipa, banyaknya pipa dan kedalaman lubang bor dibuat lebih dalam
daripada tinggi jenjang.
b. Small pipe with vaccum pump drainage
Sistem penyaliran dimana pada kedalaman lubang bor
dimasukkan pipa dan diberi pasir. Pasir tersebut berfungsi sebagai
saringan sehingga yang masuk hanya material yang larut dalam air.
Langkah pembuatan dari sistem ini adalah dengan membuat lubang
bor berdiameter 6 8 inchi lubang bor. Lalu dimasukkan pipa
berdiameter 2 5 inchi, kemudian memasukkan pasir sebagai
saringan, dan melalui pipa kecil lubang bor dibuat vaccum dengan
pipa.
35
c. Deep well pump method drainage
Yaitu suatu sistem penyaliran yang digunakan untuk material
dengan permeabilitas rendah dan jenjang yang tinggi. Prinsipnya
dibuat lubang bor dan dipasangi casing. Kemudian pompa
dimasukkan kedalaman lubang bor dan pompa tersebut secara
otomatis bekerja bila tercelup air.
d. Electro osmosis system drainage
Sistem penyaliran yang ummnya digunakan pada daerah yang
mempunyai permeabilitas rendah dan sangat kecil. Caranya dibuat dua
lubang bor dimana lubang satu sebagai anoda dan yang satu sebagai
katoda. Air sekitar lubang bor akan terionisasi dimana ion H+ akan
mengalir ke katoda sehingga akan terjadi netraliasasi H+ dan OH
-,
membentuk H2O (air) kemudian air yang terkumpul dipompa keluar
lubang bor.
3.7 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran
Perencanaan sistem penyaliran pada tambang terbuka dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Curah Hujan
Curah hujan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pemilihan suatu sistem penyaliran yang akan diterapkan pada suatu tambang
terbuka, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan
mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditangani. Jadi debit
36
air tambang yang akan dikelurkan dari daerah tambang tersebut adalah
banyaknya air hujan yang jatuh di daerah tangkapan hujan.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
sistem penyaliran adalah curah hujan rata-rata yang jatuh di daerah yang
direncanakan. Besarnya curah hujan dinyatakan dalam mm, yang berarti
jumlah air hujan yang jatuh pada satu satuan luas. Curah hujan 1 mm berarti
pada luasan 1 m2 terdapat air sebanyak 1 liter. Derajat curah hujan
dinyatakan dalam curah hujan per satuan waktu yang disebut intensitas
hujan.
2. Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)
Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian ada yang meresap kedalam
tanah dan sebagian ada yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke
tempat yang lebih rendah. Daerah Tangkapan Hujan (DTH) adalah daerah
tempat air hujan yang mengalir di permukaan tanah mengumpul dan
mengalir menuju tempat yang lebih rendah. penentuan daerah tangkapan
hujan didasarkan pada peta topografi daerah yang akan diteliti, dan dibatasi
oleh pegunungan serta bukit, pada daerah yang rendah akan mengumpulkan
air hujan sementara dan dibendung.
Pada daerah penelitian, daerah tangkapan hujan meliputi daerah
penambangan, daerah yang sudah dan belum ditambang, bukit dan lembah.
Kemudian daerah tersebut diukur luasnya dengan menggunakan planimeter
atau komputer. Perhitungan luas Daerah Tangkapan Hujan (DTH) secara
komputer dilakukan dengan memasukkan data koordinat sumbu (x, y) titik
37
puncak bukit disekeliling penambangan yang merupakan batas dari tiap-tiap
Daerah Tangkapan Hujan (DTH).
3. Air Limpasan ( Run Off )
Air limpasan berasal dari sumber yang mengalir di atas permukaan
tanah dan air yang menginfiltrasi dan mencapai lapisan impermiabel atau
disebut aliran dibawah permukaan tanah (subsurface), kemudian sebagian
mengalir ke sungai. Aliran dibawah permukaan mencapai sungai dalam
waktu yang cukup cepat sehingga debit air tersebut termasuk dalam
limpasan permukaan. Limpasan (run off) tergantung pada:
a. Kondisi fisik daerah pengaliran, seperti tata guna lahan, luas daerah,
keadaan topografi, dan jenis tanah.
b. Kondisi faktor meteorologi, yang meliputi jenis presipitasi, intensitas
curah hujan, lamanya curah hujan.
Penentuan jumlah limpasan hujan suatu daerah sering menggunakan
metode rasional, dengan memakai bebrapa asumsi sebagai berikut:
a. Frekuensi limpasan sama dengan frekuensi hujan.
b. Hujan terdistribusi secara merata pada seluruh daerah pengaliran.
c. Laju limpasan yang dihitung merupakan fungsi intensitas hujan rata-
rata selama waktu konsentrasi.
4. Jenis dan Sifat Fisik Tanah
Semua jenis tanah terdiri dari butiran-butiran dan ruang antar butir
yang disebut pori-pori. Sebagian besar pori-pori ini satu dengan yang
lainnya saling berhubungan sehingga dapat dilalui oleh air. Peristiwa
38
lengketnya air diantara ruangan antar butir atau pori-pori ini disebut
rembesan. Sedangkan daya atau kemampuan tanah atau butiran untuk dilalui
oleh air (cairan) disebut permeabilitas. Permeabilitas untuk setiap jenis
tanah berbeda satu dengan yang lainnya. Di suatu tambang (sumuran
terbuka) permeabilitas lapisan tanah di daerah tambang tersebut penting
sekali diketahui untuk memperkirakan jumlah air yang akan masuk kedalam
tambang tersebut.
3.8 Dimensi Saluran Penyaliran
Dimensi saluran penyaliran dibuat berdasarkan debit total air yang mengalir
dan harus dapat menampung debit air limpasan maksimum selama periode ulang
hujan yang terjadi. Berbagai bentuk rancangan saluran penyaliran diantaranya
adalah persegi panjang, segitiga, atau trapesium. Bentuk saluran penyaliran ini
disesuaikan dengan beberapa faktor, yaitu: jenis tanah, kekasaran tanah, mampu
menampung debit air limpasan, dinding saluran harus kuat agar tidak terjadi
penggerusan akibat aliran air.
3.9 Dasar Perhitungan Penyaliran
Beberapa data yang digunakan sebagai perhitungan dalam merencanakan
sistem penyaliran pada tambang terbuka adalah:
1. Data Curah Hujan
Dalam perencanaan sistem penyaliran untuk air permukaan pada suatu
tambang, diperlukan suatu prakiraan hujan, yaitu curah hujan dengan
39
periode ulang tertentu yang ditetapkan sebagai acuan dalam perancangan.
Untuk menentukan prakiraan hujan, perlu dilakukan analisis frekuensi dari
data curah hujan yang tersedia. Makin lama selang waktu pengukuran akan
semakin akurat pula hasil analisis frekuensi. Salah satu metode dalam
analisis frekuensi yang sering digunakan dalam menganalisa data curah
hujan adalah metode distribusi ekstrim tipe pertama yang dikenal sebagai
metode distribusi Gumbel.
Dari data curah hujan yang didapat, dipilih harga maksimum pada
masing-masing sampel yang jika nilai dari data bertambah maka distribusi
harga maksimum akan mendekati sebuah harga limit. Oleh karena itu proses
pengolahan data curah hujan menggunakan analisis regresi dari data yang
telah dikoreksi.
Rumus persamaan regresinya adalah:
YX
1
dimana:
X = harga tinggi hujan harian maksimum (mm/24 jam)
Y = variasi reduksi
1 = adalah koefisien, dengan perhitungan:
YnX
1
dimana:
n
x
1
keterangan:
x = angka maksimum tinggi hujan tahun
ke 1 sampai tahun ke n
x = standart deviasi yang diharapkan n = standart deviasi harga tinggi hujan (dari data)
40
2. Periode Ulang Hujan (PUH)
Periode ulang hujan adalah suatu periode tahun dimana hujan dengan
tinggi intensitas yang sama kemungkinan dapat terjadi lagi sekali dalam
batas periode (tahun). Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih
ditekankan pada masalah yang perlu diambil, sesuai dengan perencanaan.
Faktor resiko digunakan apabila terjadi kerusakan pada sistem penyaliran.
Sehingga tidak membahayakan. Salah satu pertimbangan penentuan periode
ulang hujan adalah resiko yang dapat ditimbulkan bila curah hujan melebihi
curah hujan rencana, untuk perancangan sarana penyaliran pada daerah
tambang beberapa harga acuan periode ulang hujan terdapat dalam tabel
berikut :
Tabel 3.1. Periode Ulang Hujan untuk Sarana Penyaliran Pada Daerah
Tambang
Keterangan Periode ulang hujan (tahun)
Daerah terbuka
Sarana tambang
Lereng tambang & penimbunan
Sumuran utama
Penyaliran keliling tambang
Pemindahan aliran sungai
0,5
2 5 5 10 10 15 25
100
Dari tabel diketahui bahwa periode ulang hujan (PUH) untuk beberapa
daerah adalah berbeda satu dengan yang lain. Untuk perancangan sistem
penyaliran ini menggunakan periode ulang hujan untuk prakiraan hujan
dengan intensitas curah hujan yang tinggi dan sama akan terjadi pada 25
tahun lagi. Untuk menghitung curah hujan maksimum dalam hubungannya
41
dengan periode ulang hujan, digunakan metode Gumbel yang mendasarkan
pada distribusi normal.
Rumus: )( YnYrn
xXXr
dimana:
Xr = hujan harian maksimum (mm/24 jam)
dengan PUH selama r tahun
X = curah hujan rata-rata
x = standart deviasi
x = standart deviasi yang diharapkan Yr = variasi reduksi untuk PUH selama r tahun
Yn = harga rata-rata yang diharapkan
3. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh dalam area
tertentu dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat dinyatakan dalam
mm/dtk, mm/mnt atau mm/jam. Untuk mengetahui nilai intensitas curah
hujan disuatu tempat, maka digunakan alat pencatat curah hujan. Intensitas
curah hujan biasanya dinotariskan dengan huruf I dengan satuan mm/jam,
yang artinya tinggi/kedalaman yang terjadi adalah sekian mm dalam periode
waktu satu jam. Untuk itu hanya didapat dari data pengamatan curah hujan
otomatis.
Seandainya curah hujan harian didaerah penelitian diketahui tidak
terdistribusi merata setiap tahun, maka menurut Monobe, Intensitas curah
hujan dapat dihitung dengan rumus perkiraan intensitas curah hujan untuk
waktu lama waktu hujan sembarang yang dihitung dari data curah hujan
harian yaitu:
42
3
2
24 24
24
t
RI
dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm
/jam)
T = lama waktu hujan (jam)
R24 = Curah hujan harian maksimum (mm)
Pengelompokkan keadaan dan intensitas curah hujan berdasarkan
pada lamanya hujan yang turun pada satuan waktu tertentu dan banyaknya
curah hujan yang turun.
Tabel 3.2. Keadaan dan Intensitas Curah Hujan
Keadaan curah hujan Curah hujan (mm)
1 jam 24 jam
Hujan sangat ringan
Hujan ringan
Hujan normal
Hujan lebat
Hujan sangat lebat
< 1
1 5 5 10 10 20 > 20
< 5
5 20 20 50 50 100 > 100
4. Waktu Konsentrasi (Time of Concentration)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan
air dari titik terjauh pada daerah pengaliran smpai ke titik terendah dimana
air tersebut tertampung. Rumus empiris yang terkenal dengan rumus
Kirpich:
77,0
385,077,00195,00195,0
LH
LSLtc
dimana:
tc = waktu konsentarasi (menit)
L = jarak terjauh dalam daerah pengaliran (m)
43
S = kemiringan (slope) = (H/L)
H = selisih ketinggian tempat (m)
Makin kecil daerah pengaliran maka jangka waktu curah hujan atau
waktu konsentrasi makin pendek dan intensitas curah hujan makin besar
begitu juga sebaliknya.
5. Debit Air Limpasan (Run Off)
Debit air limpasan ditentukan oleh struktur tanah dalam daerah
pengaliran. Debit dari air limpasan ini digunakan untuk perencanaan sistem
penyaliran daerah pengaliran dengan menggunakan metode rasional:
Q = 0,278 x C x I x A
dimana:
Q = debit air limpasan (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (km2)
Tabel 3.3. Harga Koefisien Limpasan
Kemiringan Jenis lahan C
< 3 %
datar
Sawah, rawa 0,2
Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan 0,4
3% - 15%
sedang
Hutan, perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
Semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka, daerah timbunan 0,7
15%
curam
Hutan 0,6
Perumahan 0,7
Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan terbuka, daerah tambang 0,9
44
Dari harga koefisien limpasan di atas, maka koefisien air limpasan
tiap jenis lahan berbeda-beda nilainya, untuk daerah tambang dan
kemiringan daerah yang lebih dari 15% maka dipakai nilai 0,9.
6. Bentuk dan Dimensi Saluran Penyaliran
Dalam merancang bentuk saluran air, saluran air tersebut harus dapat
memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan
b. Kecepatan air sedemikian sehingga tidak terjadi pengendapan
c. Kecepatan air sedemikian sehingga tidak merusak saluran
d. Mudah dalam menggali saluran
Bentuk penampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit
air, tipe material pembentuk saluran, serta kemudahan dalam pembuatannya.
Perhitungan kapasitas pengaliran suatu saluran air dihitung dengan
menggunakan persamaan manning:
2/13/21SR
nAQ
dimana:
Q = debit air yang masuk tambang
A = luas penampang basah (m2)
n = koefisien kekasaran dinding/saluran
menurut manning=0,03
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran
45
Gambar 3.1. Bentuk-bentuk Penampang Saluran Penyaliran
(a) Penampang segitiga:
= 90o A = h2 P = 22h R = 22/h
(b) Penampang segi empat:
b = 2h A = h2 P = 4h R = h
(c) Penampang trapesium:
= 60o A = 2
2h P = h32 R = h
dimana:
P = keliling penampang basah
d = tinggi penampang basah
Bentuk yang paling umum dipakai adalah bentuk trapesium, sebab
stabilitas kemiringan dindingnya dapat disesuaikan. Dalam menentukan
dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium yang paling efisien maka
luas penampang basah saluran (A), jari-jari hidrolis (R), kedalaman aliran
(h), lebar dasar saluran (b), panjang sisi saluran dari dasar ke permukaan (a),
h
h h
b
(a) (b) (c)
46
lebar permukaan aliran (B), dan kemiringan dinding saluran (m) = 1/tg
mempunyai hubungan sebagai berikut:
A = b.h + mh2
R = 0,5 h
B = b + 2 mh
b/h = 2 {(1 + m2)0,5
-m}
a = h/sin
Untuk dimensi saluran penyaliran berbentuk trapesium dengan luas
penampang basah paling ekonomis akan didapat bila sudut kemiringan
dinding saluran dibuat sebesar 60o, maka:
m = 1/tg = 1/tg 60
o
= 0,58
sehingga harga b/h adalah:
b/h = 2 {(1 + m2)0,5
-m}
= 2 {(1 + 0,582)0,5
-0,58}
= 1,1521
Gambar 3.2. Penampang Saluran Penyaliran Bentuk Trapesium
47
Kemiringan dasar saluran ditentukan dengan pertimbangan bahwa
suatu aliran dapat mengalir secara alamiah tanpa adanya pengendapan
Lumpur pada dasar saluran tersebut. Menurut Pf Heder (surface miring),
kemiringan saluran antara 0,25 0,5% cukup untuk mencegah terjadinya
pengendapan Lumpur.
7. Kapasitas Pompa
Kapasitas pompa merupakan debit air yang dikeluarkan pompa dalam
selang waktu tertentu. Kapasitas pompa yang ada dihitung berdasarkan hasil
pengukuran tinggi muka air debit pada saat dilakukan pemompaan.
Qp = QL + Qz
Dimana :
Qp = Kapasitas pompa (m3/menit)
QL = Debit air yang berkurang pada saat selang waktu tertentu (m3/menit)
Qz = Debit air tanah (m3/menit)
8. Head Total Pompa
Head total pompa dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Hr = hs + hp + hf + hv
Dimana:
a = panjang sisi saluran dari dasar ke permukaan air
b = lebar dasar saluran
B = lebar permukaan saluran
h = kedalaman air
= sudut kemiringan saluran
m = 1/tg
48
Dimana :
Hr = Head total (m)
hs = Beda tinggi flens isap dan flens keluar (m)
hp = Tekanan bekerja pada kedua permukaan di anggap sama (hp=0)
hf = Kerugian head (m)
hv = Head kecepatan keluar (m)
9. Daya Pompa
Daya pompa dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
P = n
HQpw
.75
...1000
Dimana :
P = Daya pompa (Hp)
w = Berat jenis cairan (ton/m3)
Qp = Kapasitas pompa (m3/menit)
H = Total head (m)
n = Efisiensi pompa (0,5 0,6)