9
5 Syarat Taubat Nasuha Bila seseorang bertaubat dari apapun bentuk riddah (keluar dari Islam) yang dilakukannya dan taubatnya itu adalah Taubat Nashuha (taubat yang sebenar- benarnya) serta telah memenuhi 5 (lima) persyaratan, maka Allah akan menerima taubatnya. Lima syarat yang dimaksud adalah: PERTAMA Taubatnya tersebut dilakukannya dengan ikhlas semata karena Allah. Jadi, faktor yang mendorongnya untuk bertaubat, bukanlah karena riya’, nama baik (prestise), takut kepada makhluk ataupun mengharap suatu urusan duniawi yang ingin diraihnya. Bila dia telah berbuat ikhlas dalam taubatnya kepada Allah dan faktor yang mendorongnya adalah ketaqwaan kepada-Nya, takut akan siksaanNya serta mengharap pahalaNya, maka berarti dia telah berbuat ikhlas dalam hal tersebut. KEDUA Menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Yakni, seseorang mendapati dirinya sangat menyesal dan bersedih atas perbuatan yang telah lalu tersebut serta memandangnya sebagai perkara besar yang wajib baginya untuk melepaskan diri darinya. KETIGA Berhenti total dari dosa tersebut dan keinginan untuk terus melakukannya. Bila dosanya tersebut berupa tindakannya meninggalkan hal yang wajib, maka setelah taubat dia harus melakukannya dan berusaha semaksimal mungkin untuk membayarnya. Dan jika dosanya tersebut berupa tindakannya melakukan sesuatu yang diharamkan, maka dia harus cepat berhenti total dan menjauhinya. Termasuk juga, bila dosa yang dilakukan terkait dengan makhluk, maka dia harus memberikan hak-hak mereka tersebut atau meminta dihalalkan darinya. KEEMPAT Bertekad untuk tidak lagi mengulanginya di masa yang akan datang. Yakni, di dalam hatinya harus tertanam tekad yang bulat untuk tidak lagi mengulangi perbuatan maksiat yang dia telah bertaubat darinya. KELIMA Taubat tersebut hendaklah terjadi pada waktu yang diperkenankan. Jika terjadi setelah lewat waktu yang diperkenankan tersebut, maka ia tidak diterima. Lewatnya waktu yang diperkenankan tersebut dapat bersifat umum dan dapat pula bersifat khusus. Waktu yang bersifat umum adalah saat matahari terbit dari arah terbenamnya. Maka, bertaubat setelah matahari terbit dari arah terbenamnya tidak dapat diterima. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : (Atau) kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. ” [Al-An'am:158].

5 Syarat Taubat Nasuha

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 5 Syarat Taubat Nasuha

5 Syarat Taubat Nasuha

Bila seseorang bertaubat dari apapun bentuk riddah (keluar dari Islam) yang dilakukannya dan taubatnya itu adalah Taubat Nashuha (taubat yang sebenar- benarnya) serta telah memenuhi 5 (lima) persyaratan, maka Allah akan menerima taubatnya. Lima syarat yang dimaksud adalah:

PERTAMATaubatnya tersebut dilakukannya dengan ikhlas semata karena Allah. Jadi, faktor yang mendorongnya untuk bertaubat, bukanlah karena riya’, nama baik (prestise), takut kepada makhluk ataupun mengharap suatu urusan duniawi yang ingin diraihnya. Bila dia telah berbuat ikhlas dalam taubatnya kepada Allah dan faktor yang mendorongnya adalah ketaqwaan kepada-Nya, takut akan siksaanNya serta mengharap pahalaNya, maka berarti dia telah berbuat ikhlas dalam hal tersebut.

KEDUAMenyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Yakni, seseorang mendapati dirinya sangat menyesal dan bersedih atas perbuatan yang telah lalu tersebut serta memandangnya sebagai perkara besar yang wajib baginya untuk melepaskan diri darinya.

KETIGABerhenti total dari dosa tersebut dan keinginan untuk terus melakukannya. Bila dosanya tersebut berupa tindakannya meninggalkan hal yang wajib, maka setelah taubat dia harus melakukannya dan berusaha semaksimal mungkin untuk membayarnya. Dan jika dosanya tersebut berupa tindakannya melakukan sesuatu yang diharamkan, maka dia harus cepat berhenti total dan menjauhinya. Termasuk juga, bila dosa yang dilakukan terkait dengan makhluk, maka dia harus memberikan hak-hak mereka tersebut atau meminta dihalalkan darinya.

KEEMPATBertekad untuk tidak lagi mengulanginya di masa yang akan datang. Yakni, di dalam hatinya harus tertanam tekad yang bulat untuk tidak lagi mengulangi perbuatan maksiat yang dia telah bertaubat darinya.

KELIMATaubat tersebut hendaklah terjadi pada waktu yang diperkenankan. Jika terjadi setelah lewat waktu yang diperkenankan tersebut, maka ia tidak diterima. Lewatnya waktu yang diperkenankan tersebut dapat bersifat umum dan dapat pula bersifat khusus. Waktu yang bersifat umum adalah saat matahari terbit dari arah terbenamnya. Maka, bertaubat setelah matahari terbit dari arah terbenamnya tidak dapat diterima.

Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Artinya : (Atau) kedatangan sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. ” [Al-An'am:158].Sedangkan waktu yang bersifat khusus adalah saat ajal menjelang. Maka, bila ajal telah menjelang, maka tidak ada gunanya lagi bertaubat. Hal ini berdasarkan firman Allah. “Artinya : Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang’, Dan tidak (pula diterima taubat) orang- orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. “[An-Nisa':18].

Page 2: 5 Syarat Taubat Nasuha

Saya tegaskan kembali, sesungguhnya bila seseorang bertaubat dari dosa apa saja sekalipun berupa caci- maki terhadap agama, maka taubatnya diterima bilamana memenuhi persyaratan yang telah kami singgung tadi. Akan tetapi perlu dia ketahui bahwa suatu ucapan bisa jadi dinilai sebagai kekufuran dan riddah, akan tetapi orang yang mengucapkannya bisa jadi tidak divonis kafir karenanya dengan adanya salah satu penghalang yang menghalangi dari memberikan vonis kafir tersebut terhadapnya. Dan terhadap orang yang menyebutkan bahwa dirinya telah mencaci-maki agamanya tersebut dalam kondisi emosi, kami katakan, “Jika emosi anda demikian meledak sehingga anda tidak sadar lagi apa yang telah diucapkan, anda tidak sadar lagi di mana diri anda saat itu; di langit atau masih di bumi dan anda telah mengucapkan suatu ucapan yang tidak anda ingat dan tidak anda ketahui, maka ucapan seperti ini tidak dapat dijatuhkan hukum atasnya. Dengan begitu, tidak dapat dijatuhkan vonis riddah terhadap diri anda karena apa yang anda ucapkan adalah ucapan yang terjadi di bawah sadar (tidak diinginkan dan dimaksudkan demikian). Dan, setiap ucapan yang terjadi di bawah sadar seperti itu, maka Allah tidak akan menghukum anda atasnya. Dalam hal ini, Dia berfirman mengenai sumpah- sumpah tersebut. “Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja. ” [al-Ma'idah:89]

Bila orang yang mengucapkan ucapan kekufuran ini dalam kondisi emosionil yang teramat sangat (meledak-ledak) sehingga dia tidak sadar apa yang diucapkan dan tidak tahu apa yang telah keluar dari mulutnya, maka tidak dapat dijatuhkan hukum atas ucapannya tersebut. Dengan begitu, dia juga tidak dapat dijatuhi vonis riddah. Manakala tidak dapat dijatuhkan vonis riddah terhadapnya, maka pernikahannya dengan isterinya tidak (secara otomatis) menjadi batal (fasakh). Artinya, dia tetap menjadi isterinya yang sah akan tetapi semestinya bila seseorang merasakan dirinya tersulut emosi, maka cepat-cepatlah memadamkan emosinya ini. Yaitu dengan cara yang telah diwasiatkan Nabi Saw saat ada seorang laki-laki bertanya kepadanya sembari berkata, “Wahai Rasulullah, berilah wasiat (nasehat) kepadaku!.” Lalu beliau menjawab, “Janganlah kamu marah. ” Lantas orang itu berkali- kali mengulangi lagi pertanyaan itu dan beliaupun tetap menjawab, ”Janganlah kamu emosi. “ Hendaknya dia dapat menstabilkan kondisi dirinya dan meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk."Bila dia ketika itu sedang berdiri, maka hendaklah duduk; bila dia sedang duduk, maka hendaklah berbaring; dan bila emosinya benar-benar meledak, maka hendaklah dia berwudhu.Melakukan hal-hal seperti ini dapat menghilangkan emosi dari dirinya. Alangkah banyak orang yang menyesal dengan suatu penyesalan yang besar karena telah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang ada di dalam emosinya tersebut akan tetapi (sangat disayangkan) hal itu setelah waktunya sudah terlewati (alias nasi telah menjadi bubur).

Page 3: 5 Syarat Taubat Nasuha

DEFINISI TAUBAT NASUHA

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuat saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berniat sepenuh hati untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap esama manusia (haqqul adami), maka caranya adalah dengan meminta maaf yang dizalimi selain hal-hal yang disebut.

SYARAT DAN TATA CARA TAUBAT NASUHA

Ada 2 (dua) tipe dosa kesalahan yang dilakukan oleh manusia yaitu dosa kepada Allah dan dosa atau salah kepada sesama manusia (haqqul adami). Rincian tata tacara tobatnya sebagai berikut:

TAUBAT ATAS DOSA KEPADA ALLAH

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 mengatakan bahwa ada 3 (tiga) syarat dalam melaksanakan taubat nasuha atas dosa yang dilakukan kepada Allah:

اعلم أن كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة إلى التوبة منها ، والتوبة من حقوق الله تعالى يشترط فيها ثالثة أشياء : أن يقلع

عن المعصية في الحال . وأن يندم على فعلها . وأن يعزم أاليعود إليها .

Ketahuilah bahwa setiap orang yang melaksanakan dosa maka wajib baginya segera

melakukan taubat (nasuha). Adapun taubat dari dosa kepada Allah (haqqullah) ada tiga

syarat: 

Pertama, berhenti dari perbuatan dosa itu seketika itu juga. 

Kedua, menyesali perbuatannya. 

Ketiga, berniat tidak mengulangi lagi.

Apabila tidak terpenuhi ketiga syarat di atas, maka tidak sah taubatnya.

TAUBAT DARI DOSA PADA SESAMA MANUSIA (HAQQUL ADAMI)

Page 4: 5 Syarat Taubat Nasuha

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 menyatakan cara taubat dari dosa yang

bersifat haqqul adami atau pada manusia adalah sebagai berikut:

Pertama, meninggalkan perilaku dosa itu sendiri

Kedua, menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukan.

Ketiga, berniat tidak melakukannya lagi selamanya.

Keempat, membebaskan diri dari hak manusia yang dizalimi dg cara sbb:

(a) Apabila menyangkut harta dengan cara mengembalikan harta tersebut;

(b) Apabila menyangkut non-materi seperti pernah memfitnah, ngerasani (ghibah), dll

maka hendaknya meminta maaf kepada yang bersangkutan.

Bertaubat pada sebagian dosa tertentu adalah sah pada dosa tersebut sedang dosa

yang lain masih tetap demikian pendapat ahlul haq.

Selain itu, taubat nasuha hendaknya diiringi dengan amal perbuatan yang baik sebagai

penebus dosa seperti memperbanyak infaq dan sedekah kepada fakir miskin, yatim

piatu atau yayasan sosial Islam seperti masjid dan pesantren serta amal ibadah sunnah

yang lain.

HARUSKAH MEMBERI TAHU DAN MENYEBUT JENIS KESALAHAN SAAT MEMINTA MAAF PADA SESAMA MANUSIA?

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 menyebutkan ada dua pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi'i sebagai berikut:

فيه وجهان ألصحاب الشافعي رحمهم الله :

أحدهما : يشترط بيانه ، فإن أبرأه من غير بيانه ، لم يصح كما لوأبرأه عن مال مجهول .

والثاني : ال يشترط ، ألن هذا مما يتسامح فيه ، فال يشترط علمه، بخالف المال .

واألول أظهر ، ألن اإلنسان قد يسمح بالعفو عن غيبة دون غيبة .

Page 5: 5 Syarat Taubat Nasuha

فإن كان صاحب الغيبة ميتاً أو غائباً ، فقد تعذر تحصيل البراءة منها ، لكن قال العلماء : ينبغي أن يكثر االستغفار له ، والدعاء ،

ويكثر من الحسنات .Artinya: Ada dua pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi'i.Pertama, disyaratkan menyebutkan jenis kesalahan yang dilakukan. Apabila yang dizalimi memaafkan tanpa perlu, maka tidak sah sebagaimana orang membebaskan hutang dari harta yang tidak diketahui.

Kedua, tidak disyaratkan menyebut kesalahannya karena hal ini termasuk dari perkara yang diminta maaf, maka tidak disyaratkan tahunya yang dizalimi, beda halnya dengan harta.

Pendapat pertama adalah lebih jelas karena manusia terkadang memaafkan dari suatu ghibah tapi tidak dari ghibah yang lain.

Apabila orang yang digosipi itu meninggal atau tidak diketahui tempatnya, maka tidak perlu meminta maaf darinya. Akan tetapi ulama berkata: Sebaiknya memperbanyak memintakan maaf buat dia, mendoakannya dan memperbanyak beruat baik.

Ibnu Muflih dalam Al-Adab Al-Syar'iyah 1/92 menyatakan: "Menurut satu pendapat (yang wajib meminta maaf) apabila orang yang dizalimi itu diketahui keberadaannya, apabila tidak diketahui, maka si penggosip hendaknya mendoakannya, dan meminta pengampunan atasnya. Menurut Syaikh Taqiuddin ini adalah pendapat kebanyakan ulama.

Apabila seseorang bertaubat dari perbuatan gosip (ghibah) atau menuduh zina, apakah disyaratkan memberitahu orang digosipi atau yang dituduh dan meminta maaf? Ada dua pendapat. Menurut Al-Qadhi tidak wajib memberitahu dan meminta maaf (a) berdasarkan sebuah hadis dari riwayat Abu Muhammad Al-Khilal dengan sanad dari Anas bin Malik; (b) dan karena memberitahu orang yang digosipi akan menimbulkan rasa sedih padanya.

Ulama mazhab Hanbali memilih pendapat kedua yakni tidak perlu memberitahu orang yang digosipi dan hendaknya didoakan baik sebagai ganti atas kezaliman yang dilakukan sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah atsar (perkataan Sahabat)."

HUKUM MEMBERI MAAF KESALAHAN ORANG LAIN

Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 berkata:

واعلم أنه يستحب لصاحب الغيبة أن يبرئه منها ، وال يجب عليه

Page 6: 5 Syarat Taubat Nasuha

ذلك ألنه تبرع وإسقاط حق ، فكان إلى خيرته ، ولكن يستحب له استحباباً متأكداً اإلبراء ، ليخلص أخاه المسلم من وبال المعصية ،

ويفوز هو بعظيم ثواب الله تعالى ومحبة الله سبحانه وتعالى . انتهى وهو قول الشافعي

Artinya: Ketahuilah bahwa hukumnya sunnah bagi orang yang digosipi (sohibul ghibah)

untuk memaafkan kesalahan orang yang menggosipinya. Namun hal itu tidak wajib

karena hal itu adalah perbuatan baik yang merupakan hak baginya. Maka hal itu

menjadi kebaikannya. Akan tetapi disunnahkan baginya untuk memaafkan kesalahan

orang lain dengan sunnah muakkad (sangat dianjurkan) supaya dia dapat menyucikan

saudaranya sesama muslim dari perbuatan maksiat. Apabila memaafkan, maka dia

akan beruntung mendapatkan pahala besar dan cinta dari Allah. Ini adalah pernyataan

Imam Syafi'i.

HUKUM TAUBAT NASUHA

Hukum taubat nasuha adalah wajib berdasarkan pada perintah dalam beberapa ayat

Quran di atas seperti dalam QS At-Tahrim :8; Ali Imron :133-134 dan ulama sepakat

(ijmak) atas wajibnya seorang muslim bertaubat atas dosa yang dilakukannya.

TANDA TAUBAT YANG DITERIMA

Taubat yang diterima dapat ditandai dengan perubahan perilaku orang yang bertaubat

dalam segi meninggalkan perbuatan dosa dan taat menjalankan perintah Allah. Selain

itu, ia semakin meningkat ghirah atau spirit Islamnya dengan mendasarkan segala

perbuatannya pada pertimbangan syariah Islam.