29
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan referat ini adalah: 1. Tujuan Umum a. Untuk mengetahui anatomi organ terkait (meningens dan encephalon) b. Untuk mengetahui definisi meningoencephalitis c. Untuk mengetahui etiologi dari meningoencephalitis d. Untuk mengetahui patofisiologi dari meningoencephalitis e. Untuk mengetahui pendekatan diagnosis meningoencephalitis f. Untuk mengetahui diagnosis banding meningoencephalitis g. Untuk mengetahui penanganan meningoencephalitis h. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis meningoencephalitis i. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya meningoencephalitis 2. Tujuan Khusus 1

56274797-referat-meningoencephalitis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 56274797-referat-meningoencephalitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan referat ini adalah:

1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui anatomi organ terkait (meningens dan encephalon)

b. Untuk mengetahui definisi meningoencephalitis

c. Untuk mengetahui etiologi dari meningoencephalitis

d. Untuk mengetahui patofisiologi dari meningoencephalitis

e. Untuk mengetahui pendekatan diagnosis meningoencephalitis

f. Untuk mengetahui diagnosis banding meningoencephalitis

g. Untuk mengetahui penanganan meningoencephalitis

h. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis meningoencephalitis

i. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya meningoencephalitis

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penulisan referat ini adalah sebagai syarat ujian stase ilmu kesehatan

anak program pendidikan profesi dokter umum periode 38 Fakultas Kedokteran UMY.

1

Page 2: 56274797-referat-meningoencephalitis

BAB II

MENINGOENCEPHALITIS

A. ANATOMI ORGAN TERKAIT (MENINGENS DAN ENCEPHALON)

Dalam pembahasan anatomi meningoencephalitis akan dibahas dua bagian anatomi

yaitu meningens dan encephalon. Meningens merupakan selaput atau membran yang

terdiri atas jaringan ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens

terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. Durameter

Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini

terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat

dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk

sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum

yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan

lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter. Lapisan

meningeal ini terdiri atas jaringan fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan

melanjutkan menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang

berakhit sampai segmen kedua dari os sacrum.

Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi

ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian

otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum

itu antara lain:

Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada

garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada

crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium

cerebelli.

Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi

fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan

menopang lobus occipitalis cerebri.

2

Page 3: 56274797-referat-meningoencephalitis

Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis

interna.

Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi

sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan

pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah

terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.

Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi

darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak

dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh

endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,

sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus

occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.

Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang

berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan

a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari

a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.

Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa

rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit

kepala yang hebat.

2. Arachnoid

Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi

otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari

durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum

subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid

space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar

dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh

mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus

venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat

perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.

3

Page 4: 56274797-referat-meningoencephalitis

Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus

yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke

otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.

3. Piameter

Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,

mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak

pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui

pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.

Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end

feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk

mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.

Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan

menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,

tertius dan quartus.

Gambar 1. Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak

4

Page 5: 56274797-referat-meningoencephalitis

Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam

cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang

berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);

mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari

bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan

rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)

dan mielensefalon (medulla oblongata).

Gambar 2. Skema pembagian jaringan otak (encephalon)

Gambar 3. jaringan otak (encephalon)

5

Page 6: 56274797-referat-meningoencephalitis

B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS

Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.

Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan

meningocerebritis.

C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang

disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang

disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu

pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);

infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan

zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit

lainnya.

Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin

Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus

adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.

Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis

Golongan usia

Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis

Bakteri yang jarang menyebabkan meningitis

Neonatus Group B streptococcus Staphylococcus aureusEscherichia coli Coagulase-negative staphylococciKlebsiella Enterococcus faecalisEnterobacter Citrobacter diversus

SalmonellaListeria monocytogenesPseudomonas aeruginosaHaemophilus influenzae types a, b, c, d, e, f, dan nontypable

>1 bulan Streptococcus pneumonia H. influenzae type bNeisseria meningitides Group A streptococci

Gram-negatif bacilliL. monocytogenes

6

Page 7: 56274797-referat-meningoencephalitis

Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan

enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada

pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St.

Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling

sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan

meningitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus

mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak

tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningitis yaitu

Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis,

Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit

(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).

Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya

merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,

penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari

inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri

dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis

dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak

atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-

mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari

setelah munculnya manifestasi ekstraneural.

Tabel 2. Virus penyebab meningitis

Akut SubakutAdenoviruses HIV1. Amerika utara

Eastern equine encephalitis Western equine encephalitis St. Louis encephalitis California encephalitis West Nile encephalitis Colorado tick fever

2. Di luar amerika utara Venezuelan equine

encephalitis

JC virusPrion-associated encephalopathies (Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)

7

Page 8: 56274797-referat-meningoencephalitis

Japanese encephalitis Tick-borne encephalitis Murray Valley encephalitis

EnterovirusesHerpesviruses

Herpes simplex viruses Epstein-Barr virus Varicella-zoster virus Human herpesvirus-6 Human herpesvirus-7

HIVInfluenza virusesLymphocytic choriomeningitis virusMeasles virus (native atau vaccine)Mumps virus (native atau vaccine)Virus rabiesVirus rubella

Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat

merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan

neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah

golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),

enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan

dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.

D. PATOFISIOLOGI DARI MENINGOENCEPHALITIS

Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi

organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara

hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi

kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari

fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur

tulang kepala.

Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah

Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat

terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides

8

Page 9: 56274797-referat-meningoencephalitis

juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi

golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena

bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia,

Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan

kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak

yang tidak divaksinasi Hib.

Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis,

S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya

berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi

virus dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini.

Selain itu melalui pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak

mengalami proses opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak

terfagosit.

Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida,

yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang

terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang

tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur

< 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.

Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada

fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid.

Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen

yang rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.

Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu

timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif

dan lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel

bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.

Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon

inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor,

interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan

leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah

otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi

9

Page 10: 56274797-referat-meningoencephalitis

leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial

mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler.

Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema

otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.

Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen anti-

inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.

Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar

infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen

penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.

Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan

adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3

bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun

tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan

respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi

bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan

tekanan intrakranial meningkat.

Meningitis karena jamur jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien

immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau

trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus

pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi

meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis

meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.

Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu

peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab

sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal.

Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan

kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga

Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse

virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini

menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari

10

Page 11: 56274797-referat-meningoencephalitis

pengujian laboratorium. Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen

diidentifikasi.

Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus

dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam

penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end

host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi

bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa

beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang

lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama

diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang

diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.

Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah

dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan

mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi

intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.

E. PENDEKATAN DIAGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS

ANAMNESIS

1. Anamnesis pada meningitis bakterial

- Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin

kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan

meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis

wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko

meningitis.

- Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses

persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang

sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau

makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.

- Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan

dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan

perilaku

11

Page 12: 56274797-referat-meningoencephalitis

- Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan

fotofobia

2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral

- Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko

mengalami meningoencephalitis viral

3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur

- pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi

jamur

4. Anamnesis untuk meningitis aseptik

- Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs

(NSAID), IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat

terjadi dalam beberapa menit menelan obat.

5. Anamnesis untuk ensefalitis

- Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan

membantu diagnosis.

MANIFESTASI SECARA KLINIK

Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme

penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala

spesifik.

- Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:

a. Hipotermia atau mungkin bayi demam

b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku

kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.

- Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.

a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig

positif dan Brudzinski juga positif)

12

Page 13: 56274797-referat-meningoencephalitis

Gambar 4. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig

b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang

berhubungan dengan prognosis yang buruk

c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri

d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan

lebih sering dengan meningitis pneumokokus.

- Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan

sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral

keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda

tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,

kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.

- Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala

spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,

yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit

neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga

mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,

transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral

neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah

demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf

termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan

ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat

infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk

13

Page 14: 56274797-referat-meningoencephalitis

demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat

beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;

kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.

TEMUAN DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG

Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.

Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-

tanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk

hitung WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis

ditandai dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa

rendah. Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai

sedang, normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis

menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa

normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme

peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi

kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk

mengetahui bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan

untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan

virus. Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.

Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen

ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat,

walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau

mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.

Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, cat-

scratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus

West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)

dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan

seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian

serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.

Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF.

14

Page 15: 56274797-referat-meningoencephalitis

Bahkan dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih

belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.

Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,

terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk

pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis

tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob

penyakit dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi

patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus

dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama

primer SSP vasculopathies atau keganasan.

Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal

pada beberapa gangguan sistem saraf pusat

15

Page 16: 56274797-referat-meningoencephalitis

16

kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein (mg/dL)

Glukosa (mg/dL)

keterangan

Normal 50-180 mm H2O

<4; 60-70% limfosit,30-40% monosit, 1-3% neutrofil

20-45 >50 atau 75% glukosa darah

 

Meningitis bakterial akut

Biasanya meningkat

100-60,000 +; biasanya beberapa ribu; PMNs mendominasi

100-500 Terdepresi apabila dibandingkandengan glukosa darah; biasanya <40

Organisme dapat dilihat pada Gram stain dan kultur

Meningitis bakterial yang sedang menjalani pengobatan

Normal atau meningkat

1-10,000; didominasi PMNs tetapi mononuklear sel biasa mungkin mendominasiApabila pengobatan sebelumnya telah lama dilakukan

>100 Terdepresi atau normal

Organisme normal dapat dilihat; pretreatment dapat menyebabkan CSF steril

Tuberculous meningitis

Biasanya meningkat: dapat sedikit meningkat karena bendungan cairan serebrospinal pada tahap tertentu

10-500; PMNs mendominasi pada awalnya namun kemudian limfosit dan monosit mendominasi pada akhirnya

100-500; lebih tinggi khususnya saat terjadi blok cairan serebrospinal

<50 usual; menurun khususnya apabila pengobatan tidak adekuat

Bakteri tahan asam mungkin dapat terlihat pada pemeriksaan usap CSF;

Fungal Biasanya meningkat

25-500; PMNs mendominasi pada awalnya namun kemudian monosit mendominasi pada akhirnya

20-500 <50; menurun khususnya apabila pengobatan tidak adekuat

Budding yeast dapat terlihat

Viral meningitis atau meningoencefalitis

Normal atau meningkat tajam

PMNs mendominasi pada awalnya namun kemudian monosit mendominasi pada akhirnya ; jarang lebih dari 1000 sel kecuali pada eastern equine

20-100 Secara umum normal; dapat terdepresi hingga 40 pada beberapa infeksi virus (15-20% dari mumps)

Page 17: 56274797-referat-meningoencephalitis

F. DIAGNOSIS BANDING MENINGOENCEPHALITIS

Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah

1. Kejang demam

2. Meningitis

3. Encephalitis

4. Intracranial abscess

5. Sekuele dari edema otak

6. Infark cerebral

7. Perdarahan cerebral

8. Vaskulitis

9. Measles

10. Mumps

G. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS

Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial Meningitis

Age Recommended Treatment Alternative TreatmentsNewborns (0-28 days) Cefotaxime or ceftriaxone plus

ampicillin with or without gentamicinGentamicin plus ampicillin

    Ceftazidime plus ampicillin

Infants and toddlers (1 mo-4 yr)

Ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin

Cefotaxime or ceftriaxone plus rifampin

Children and adolescents (5-13 yr) and adults

Ceftriaxone or cefotaxime plus vancomycin

Ampicillin plus chloramphenicol

Treatment of bacterial meningitis focuses on sterilization of the CSF by antibiotics (Table 100-3) and maintenance of adequate cerebral and systemic perfusion. Because of increasing resistance of S. pneumoniae, many of which are relatively resistant to penicillin or cephalosporins, cefotaxime (or ceftriaxone) plus vancomycin should be administered until antibiotic susceptibility testing is available. Cefotaxime or ceftriaxone also is adequate to cover N. meningitidis and H. influenzae types a through f. For infants younger than 2 months of age, ampicillin is added to cover the possibility of Listeria monocytogenes. Duration of treatment is 10 to 14 days for S. pneumoniae, 5 to 7 days for N. meningitidis, and 7 to 10 days for H. influenzae.

Supportive therapy involves treatment of dehydration with replacement fluids and treatment of shock, disseminated intravascular coagulation, inappropriate antidiuretic hormone secretion, seizures, increased intracranial pressure, apnea, arrhythmias, and coma. Supportive therapy also involves the maintenance of adequate cerebral perfusion in the presence of cerebral edema.

With the exception of HSV and HIV, there is no specific therapy for viral encephalitis. Management is supportive and frequently requires ICU admission, which allows aggressive

17

Page 18: 56274797-referat-meningoencephalitis

therapy for seizures, timely detection of electrolyte abnormalities, and, when necessary, airway monitoring and protection and reduction of increased intracranial pressure.

IV acyclovir is the treatment of choice for HSV infections. HIV infections may be treated with a combination of antiretroviral agents. M. pneumoniae infections may be treated with doxycycline, erythromycin, azithromycin, or clarithromycin, although the value of treating CNS mycoplasmal disease with these agents is disputed. Supportive care is crucial to decrease elevated intracranial pressure and to maintain adequate cerebral perfusion pressure and oxygenation.

ADEM has been treated with high-dose IV corticosteroids. It is unclear whether the improved outcome with corticosteroids reflects milder cases recognized by MRI, fewer cases of ADEM caused by measles (which causes severe ADEM), or improved supportive care.

H. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS

- Sindrom hormon antidiuretik dapat mempersulit meningitis dan memerlukan

monitoring output urin dan administrasi cairan yang bijaksana, menyeimbangkan

kebutuhan pemberian cairan untuk hipotensi dan hipoperfusi.

- Demam persisten umum terjadi selama pengobatan meningitis, tetapi juga mungkin

terkait dengan infeksi atau kekebalan efusi perikardial atau immune complex-mediated,

tromboflebitis, demam obat, atau infeksi nosokomial.

- Di antara korban, gejala biasanya menyelesaikan selama beberapa hari untuk 2 sampai 3

minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk epidemi ensefalitis menular (St Louis,

California, dan infeksi Enterovirus) di AS sembuh tanpa gejala sisa, kasus yang parah

menyebabkan kematian atau gejala sisa neurologis yang substansial dapat terjadi dengan

hampir semua virus ini Neurotropik. Angka kematian keseluruhan untuk ensefalitis menular

adalah sekitar 5%. Sekitar dua pertiga dari pasien sembuh sebelum dibuang dari rumah sakit.

Sisanya menunjukkan residua klinis yang signifikan, termasuk kelumpuhan atau spastisitas,

gangguan kognitif, kelemahan, ataksia, dan kejang berulang. Kebanyakan pasien dengan

gejala sisa neurologis ensefalitis menular pada saat dikeluarkan dari rumah sakit secara

bertahap memulihkan beberapa atau semua fungsi mereka.

Among survivors, symptoms usually resolve over several days to 2 to 3 weeks. Although most patients with epidemic forms of infectious encephalitis (St. Louis, California, and enterovirus infections) in the U.S. recover without sequelae, severe cases leading to death or substantial neurologic sequelae can occur with virtually any of these neurotropic viruses. The overall mortality for infectious encephalitis is approximately 5%. About two thirds of patients recover fully before being discharged from the hospital. The remainder show clinically significant residua, including paresis or spasticity, cognitive impairment, weakness, ataxia, and recurrent

18

Page 19: 56274797-referat-meningoencephalitis

seizures. Most patients with neurologic sequelae of infectious encephalitis at the time of hospital discharge gradually recover some or all of their function. Disease caused by HSV, eastern equine encephalitis, or M. pneumoniae is associated with a poorer prognosis. The prognosis may be poorer for encephalitis in children younger than 1 year old or with coma. Rabies is universally fatal. Relapses of ADEM have occurred in 14%, usually within 1 year with the same or new clinical signs. Recurrences of ADEM may represent childhood multiple sclerosis.

Mortality/Morbidity

Morbidity and mortality rates depend on the infectious agent, age of the child, general health, and prompt diagnosis and treatment. Despite improvement in antibiotic and supportive therapy, a significant mortality and morbidity rate remains.

The overall mortality for bacterial meningitis is 5-10% and varies with causative organism and age. Neonatal meningitis has a mortality rate of 15-20%. In older children, the mortality rate is 3-10%. Meningitis from S pneumoniae has the highest mortality rate (26.3-30%); H influenzae type B has a 7.7-10.3% mortality rate; N meningitidis has the lowest mortality rate of the most common organisms, at 3.5-10.3%.

o Up to 30% of children have neurological sequelae. This varies by organism, with S

pneumoniae having the highest rate of complications.o One study indicates that the complication rate from S pneumoniae meningitis did not vary if the

infection was from a penicillin sensitive or resistant strain. This study showed that dexamethasone did not improve outcomes.[6 ]

o Some studies have shown the incidence of profound bilateral hearing loss, up to 4% in all

bacterial meningitis cases.[7 ]Sensorineural hearing loss is one of the most frequent problems. Children at greatest risk for hearing loss include those with evidence of increased intracranial pressure, abnormal findings on CT scan, male sex, low glucose levels in CSF, infection by S pneumoniae, and nuchal rigidity.

o As many of the children affected are very young and cognitive and motor skills are immature,

some of the sequelae may not be recognized for years. A recent study followed children who recovered from meningitis for 5-10 years. They found 1 in 4 school-aged meningitis survivors had either serious and disabling sequelae or a functionally important behavior disorder or neuropsychiatric or auditory dysfunction that impaired their performance in school.

Viral meningoencephalitis: Enteroviral infection usually has few complications. Herpes simplex and arbovirus infections, in addition to viral infections in AIDS patients, can result in severe neurological disease.

Tuberculous meningitis: Morbidity and mortality rates are related to the stage of the disease. Stage I has a 30% significant morbidity, stage II 56%, and stage III 94%.

1. PENCEGAHAN MENINGOENCEPHALITIS

Meningitis

Routine immunizations against Hib and S. pneumoniae are recommended for children beginning at 2

months of age. Vaccines against N. meningitidis are recommended for young adolescents and college

freshmen as well as military personnel and travelers to highly endemic areas. Chemoprophylaxis is

recommended for close contacts of N. meningitidis infections and the index case and for close

19

Page 20: 56274797-referat-meningoencephalitis

contacts of Hib and the index case; rifampin, ciprofloxacin, or ceftriaxone is recommended (see

Chapter 94).

Encephalitis

The best prevention for arboviral encephalitis is to avoid mosquito-borne or tick-borne infections and

to remove ticks carefully (see Chapter 122). There are no vaccines in use in the U.S. for prevention of

arboviral infection or for enteroviruses except for poliomyelitis. There are no specific preventive

measures for HSV encephalitis except for cesarean section for mothers with active genital lesions (see

Chapter 65). Rabies can be prevented by pre-exposure or postexposure vaccination. Influenza

encephalitis can be prevented by use of influenza vaccination. Reye syndrome can be prevented by

avoiding use of aspirin or aspirin-containing compounds for children with fever, and use of varicella

and influenza vaccines.

BAB III

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

20