56913118 Mazhab Dan Wahabi

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    1/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    2/51

    A. Muqoddimah.

    Ada diantara saudara kita yang bertanya kepada saya mengenai masalah madzhab

    dan bermadzhab, adapun pertanyaannya adalah sebagai berikut :

    a. Sejarah Madzhab.

    b. Penting dan Tidaknya Bermadzhab.

    c. Ciri-Ciri Madzhab.

    d. Bagaimana Dengan Wahabi.

    e. Sejarah Wahabi.

    f. Sikap Kita Terhadap Madhab dan Wahabi.

    Saya katakan, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan baik danbenar

    diperlukan kajian yang cukup dan buku-buku rujukan yang memadai, sedangkan

    hal ini bagi saya tidak terpenuhi terutama buku-buku rujukan, sebenarnya masalah

    ini telah banyak ulama-ulama kita yang terdahulu maupun yang terkemudian dan

    tertulis dalam kitab-kitab mereka, khususnya yang berbahasa Arab, dan ada juga

    ulama dari Indonesia yang menulis sejarah imam empat madzhab dengan bahasa

    Indonesia antara lain Kyai Haji Moenawar Cholil rhm, (beliau juga menulis buku-

    buku lain seperti : Kembali kepada Alquran dan Assunnah, Mukhtarul Hadits

    (hadits-hadits pilihan), kelengkapan tarikh Nabi Muhammad saw, dan lain-lain),

    menurut saya beliau adalah salah seorang dari kalangan ulama Ahlussunnah

    kawasan Nusantara yang tulisan-tulisannya perlu dibaca oleh generasi Islam

    sekarang, meskipun tidak menutup mata ada satu dua kesalahan. Beliau adalah

    seorang alim, untuk kawasann Nusantara ini mencari orang yang ilmunya setaraf

    dengan beliau bisa ditunjuki dan dihitung dengan jari, akan tetapi sayang, para

    pewaris ilmu beliau dan para penerusnya tidak menonjol sebagaimana penerus

    Ahmad Hassan, Asy-Syaikh Ahmad Syurkati, Ahmad Dahlan, dan Hasyim

    Asyari rhm. Mudah-mudahan generasi Islam masa kini bisa mewarisi ilmu-ilmu

    mereka, yang haq dengansebaik-baiknya.

    Selanjutnyamengingat keterbatasan saya, maka saya akan menjawabbeberapa

    pertanyaan tersebut yang saya anggap perlu sesuai dengan kemampuan saya,

    mudah-mduahan tidak menyelesihi yang haq, jika jawaban saya kurang

    memenuhi pertanyaan , minimal saya telah berusaha menunaikan satu kewajiban

    yaitu menunaikan salah satu dari hak dan kewajiban seorang muslim terhadap

    muslim yang lain, sebagaimana yang tersebut dalam hadits yang masyhur

    dikalangan kaum muslimin yakni :

    Dan apabila (mereka) meminta nasehat kepadamu, maka berilah nasehat

    kepadanya. Adapun jawaban saya terhadap pertanyaan tersebut adalah sebagai

    berikut :

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    3/51

    B. Penjelasan Madzhab, Bermadzhab dan Wahabi.

    1. Sejarah Ringkas Terbentuknya Madzhab-Madzhab.

    Para sahabat r.a belajar masalah agama dan meminta fatwa langsung kepada

    Rasulullah saw dan pada waktu beliau masih hidup, telah ada sebagian sahabat yang

    memberikan fatwa kepada manusia sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih

    yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori dan Imam Muslim, berkenaan dengan

    kisah seorang pekerja buruh yang berzina dengan istri tuannya. Dalam hadits tersebut

    dikatakan bahwa sebelum orang tua lelaki pekerja buruh yang masih bujang itu

    menanyakan hukuman hadnya kepada Rasulullah saw, dia telah bertanya kepada ahlul

    ilmi, yang ada disekitarnya dan mereka telah menjawabnya, (Lihat Tafsir Ibnu Katsir

    3/271), dan ada juga contoh-contoh lain.

    Kemudian sesudah Rasulullah saw wafat, tidak semua sahabat menjadi mufti, tugas

    fatwa dipikul oleh sebagian mereka, terutama yang banyak memberikan fatwa. Al

    Allamah Ibnu Qoyyim rhm, menyebutkan masalah ini dalam pendahuluan kitabnya,

    Ilamul Muwaqiin. Kemudian karena banyaknya jihad ekspansi dan banyak negeri-

    negeri kafir ditaklukan, oleh tentara Islam yang dipelopori oleh para sahabat r.amaka

    tersebarlah mereka di seluruh penjuru negeri dan kota-kota yang ada, diantara mereka

    ada yang keluar berjihad ke Romahormuz, seperti Abdullah bin Umar, ada yang ke

    Kabul, Afghanistan, seperti Abdur Rahman bin Samrah, dan ada yang ke Syam, Irak,

    Mesir, India, Sind, negara-negara bagian Rusia, Afrika Utara dan lain sebagainya,

    -Subhanallah- sungguh tidak bisa dibayangkan bagaimana semangatnya para sahabat

    r.a dalam berjihad untuk menundukkan negara-negara kuffar dan menyebarkan Islam

    ke seluruh penjuru bumi yang bisa mereka jangkau. Dari satu data saja misalnya, pada

    waktu haji wada (haji perpisahan), jumlah sahabat yang ikut hadir, bersama-sama

    Rasulullah saw pada saat itu tidak kurang dari 100.000 (seratus ribu) sahabat, akan

    tetapi dari jumlah yang begitu banyaknya yang dikuburkan di kuburan, Al-Baqi

    hanya sekitar, 250 sahabat saja, atau bahkan kurang daripada jumlah itu, maka kira-

    kira selebihnya dimana mereka meninggal dan dimana mereka dikuburkan? wallahu

    alam- yang jelas mayoritas mereka mati dalam keadaan menunaikan tugas suci

    keluar berdakwah dan berjihad fie sabilillah.

    Kemudian para penduduk masing-masing negeri yang dikunjungi dan ditempati para

    sahabat r.a, berguru dan belajar ilmu dari para sahabat yang ada dikalangan mereka,

    mereka belajar dari sahabat tersebut ilmu syariat seperti Alquran, Al Hadits, dan fiqih

    dan pada masa itu hadits dan fiqih belum ditulis dan dihimpunkan dalam buku-buku.

    Hadits Rasulullah saw, baru mulai dibukukan dan dihimpunkan pada akhir abad

    pertama pada tahun 99 Hijriyah, atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Abdul

    Aziz, karena beliau khawatir ilmu akan hilang dengan wafatnya para ulama,

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    4/51

    sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari bahwa Umar bin Abdul Aziz

    menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazan yakni amil atau wakil beliau yang

    ditugaskan di Madinah untuk meneliti hadits Rasulullah saw dan menulisnya. Berkata

    Ibnu Hajar Al Asqalany (852 H) dlam sejarahnya bahwa Abu Naim telah

    meriwyatkan kisah ini dalam tarikh Asbahan dengan lafaz yang maksudnya : Bahwa

    Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat ke seluruh penjuru memerintahkan agar

    memperhatikan dan meneliti hadits Rasulullah saw, dan menghimpunkannya, lihat

    Fathul Bari I/194-195.

    Maka bangkitlah para ulama pada saat itu untuk menulis dan menghimpunkan hadits

    dengan cara dan kebijaksanaan masing-masing, ada yang menghimpunkannya sesuai

    dengan sahabat yang meriwayatkannya, maka disebut masanid (musnad) dan ada

    juga yang menghimpunkannya sesuai dengan bab ilmu dan fiqih, yang ini disebut

    Muwaththa, Mushannaf, Al-Jami dan Sunan, dan sebagainya.

    Lalu perkembangan berikutnya untuk memelihara Assunnah atau hadits daan menjaga

    keasliannya, Alah taala mengilhamkan ilmu hadits kepada ulama-ulama kita yang

    hebat-hebat, antara lain mereka adalah (sesuai dengan urutan wafatnya) :

    Al-AuzaI (157 H), Syubah bin al-Hajjaj (160 H), Sufyan Ats-Tsauri (161 H), Malik

    Bin Anas (179 H), Waki bin Al Jarah, (197 H), Sufyan bin Uyainah (198 H), Abdur

    Rahman bin Al Mahdi, (198 H), Yahya bin said Al-Qoththony (198 H).

    Kemudian sesudah mereka, Yahya bin Muin, (233 H), Ali bin Al Madini, Ishaq bin

    Rahawiyah (238 H) dan Ahmad bin Hambal (241 H).

    Kemudian sesudah itu Ashabu Kutubus Sittah (Penulis Buku Hadits yang Enam)

    yaitu : Al Bukhari (256 H), Muslim (261 H), Ibnu Majah (273 H), Abu Daud, (275

    H), At-Tirmidzi (279 H), dan an-NasaI (303 H).

    Kemudian sesudah mereka, Abdur Rahman bin Abi Hatim Ar-Razi (327 H), penulis

    kitab Al-Jarhu wat-Tadil, sebuah buku yang menjadi rujukan utama bagi para penulis

    sesudahnya dalam masalah ini.

    Kemudian sesudahnya : Ad-Daruquthni (385 H), Al Khathib al Baghdadi (463 H),

    dan lain-lainnya.

    Mka dengan jasa-jasa ulama- ulama tersebut sempurnalah penlisan buku-buku hadits

    yang masyhur pada akhir abad ketiga termasuk penyebutan perawi-perawinya,

    sehingga ulama-ulama pakar sesudahnya yang berbicara dalam masalah ini termasuk

    rijal hadits, seperti Al Hafidz Al Mishri, Adz-Dzahabi, Ibnu Hajar, Ibnu Sholah, (643

    H), dan sebagainya semuanya merujuk kepada mereka Radhiyalaahu anhum wa

    Rohiimahum ajmaiin-

    Adapun pembukuan fiqih dalam buku tersendiri yang sebelumnya masih bercampur

    dengan kitab-kitab hadits sesuai dengan bab-babnya, baru terjadi pada akhir abad

    kedua, hampir satu abad setelahpembukuan hadits, yaitu dengan bentuk, para

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    5/51

    shahabat masyayikh dan murid-muridnya, menghimpun fatwa-fatwa syaikh-syaiknya

    dalam berbagai persoalan, maka yang masyhur pada saat itu adalah :

    1. Abu Hanifah, (150 H) di Kufah.

    2. Al- AuzaI di (157 H) di Syam.

    3. Malik bin Anas (179 H) di Madinah.

    4. Sufyan bin Uyainah (198 H) di Mekah.

    5. Asy-SyafiI (204 H) di Bagdad dan Mesir.

    6. Ahmad bin Hambal (241H) di Bagdad.

    7. dan masih banyak lagi selain mereka, seperti Sufyan At-Tsauri (161 H), Al-Laits

    bin Saad (175 H), Ishaq bin Rahawiyah (238 H), dan lain sebagainya.

    Imam-imam ini berfatwa berdasarkan Al-Kitab dan Assunnah dan ucapan sahabat dan

    tabiin baik dalam masalah yang telah disepakati oleh mereka maupun yang

    diperselisihkan dan ada juga yang berfatwa berdasarkan qias diatas Al-Kitab,

    Assunnah dan Ijma.

    Maka dari sinilah lahir dan terbentuknya maszhab-madzhab yaitu dari fatwa-fatwa

    Imam-Imam yang ditulis oleh murid-muridnya, lalu madzhab-madzhab tersebut

    terbagi menjadi dua, ada yang diikuti dan ada yang tidak diikuti.

    Adapun madzhab-madzhab yang diikuti yaitu :

    a. Madzhab Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit rhm (150 H).

    b. Madzhab Imam Malik bin Anas rhm (179 H) .

    c. Madzhab Imam Muhammad bin Idris Asy-SyafiI rhm (204 H).

    d. Madzhab Imam Ahmad bin Hambal rhm (241 H).

    Dan akhirnya dikenali dengan sebutan Al Madzahibul Arbaah (Madzhab yang

    Empat), yang mana setiap madzhab ini mempunyai pengikut dari kaum muslimin,

    dari semenjak terbentuknya hingga sampai saat ini.

    Adapun madzhab-madzhab yang tidak diikuti, seperti Madzhab Al-AuzaI, Al-Laits

    bin Saad, Ishaq bin Rahawiyah dan lain sebagainya, semula mereka mempunyai

    pengikut, pada zamannya, namun akhirnya terputus beramal dengan madzhab

    mereka, akan tetapi ucapan-ucapan Imam-Imam tersebut tetap ter-rekamdalam kitab-

    kitab fiqih dan masih diperhitungkan keberadaannya dalam masalah ikhtilaf dan

    ijma.

    Kemudian sesudah mereka munculah seorang ulama bernama Daud bin Ali Al

    Asbahani (270 H), beliau menolak qias dalam berdalil dan berhujjah, hanya

    mengambil tiga saja, yaitu : Al-Kitab, Assunnah dan Ijma. Dan beliau berlebih-

    lebihan dalam berhujjah dengan dzahirnya nash-nash sehingga para pengikutnya

    disebut Adz-Dzahiriyah, dan madzhabnya akhirnya disebut dengan Madzhab

    Dzhahiri, dan salah seorang pengikutnya yang sangat terkenal adalah Ibnu Hazm

    yang dengan ijtihadnya beliau juga menolak qias. Madzhab ini tidak banyak diikuti

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    6/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    7/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    8/51

    2. Ar-Risalah oleh Ibnu Abi Zaid Al qirwani (Abu Muhammad

    Abdullah bin Abdur Rahman an-Nafzawi (386 H), beliau adalah imam

    dari para pengikut madzhab Maliki pada masanya.

    3. Abu Umar Ibnu Abdil Barr (463 H) dia menulis kitab Al-Kaafi

    fi Fiqhi Ahlil Madinah Al0Maliki dan KItab At-Tamhid lima fil

    Muwaththa minal maaani wal masaanid dan kitab al-Istidzhar fi Syarhi

    Madzhahibil Ulamaaul Anshar.

    4. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid oleh Ibnu Rusyd Al

    Hafidz (595 H).

    5. Syuruh Mukhtashar Kholil oleh Al Allamah Kholil bin Ishaq bin

    Musa Al Maliki (776 H) dan sebagainya.

    C. Kitab-Kitab Fiqih Madzhab Asy-Syafii.

    1. Al-Umm oleh Imam Asy-SyafiI (Muhammad bin Idris Asy-Syafii (204

    H)).

    2. Al-Muhadzdzab oleh Abu Ishaq Asy-Syairazi (Ibrahim bin Ali (476 H)).

    Beliau juga menulis kitab fiqih At-Tanbiih.

    3. Al-Wajiz oleh Abu Hamid Al-Ghazali (505 H) dan disyarah oleh Abul

    Qasim Ar-RafiI (623 H) dalam kitabnya Fathul Aziz Syarhul Wajiz.

    4. Al Majmu oleh An-Nawawi, demikian juga dengan kitab Syarh Al

    Muhadzdzab (676 H), yang belum tamat karena beliau meninggal (sampai

    pada bab Riba) lalu disempurnakan oleh sejumlah ulama sesudahnya

    yaitu ali bin Abdul Kaafi As-Subki Al-Kabir, Muhammad Najib al MuthiI

    dan Muhammad Husain Al Aqbi.

    5. Minhajut-Tholibin wa Umdatul Muftiyyin oleh An-Nawawi kitab ini

    berjilid-jilid dan termasuk kitab yang paling penting bagi orang-orang

    yang akhir yang bermadzhab Asy-SyafiI dan kitab ini disyarah oleh

    banyak ulama dari madzhab ini antara lain :

    - Ibnu Hajar al-Maki Al Haitami (974 H) dengan nama

    Tuhfatul Minhaj bi syarhil Minhaj.

    - Syamsuddin Muhammad Asy-Syarbini Al-Khathib

    (977 H) dengan nama : Mughnil Muhtaz bi Syarhil Minhaj.

    - Syamsuddin Abul Abbas ar-Ramli (Muhammad bin

    Ahmad bin Hamzah (1004 H)), dengan nama Nihayatul Muhtaz bi-

    Syarhil Minhaj.

    - Dan lain-lain

    6. Radlatuth-Tholibin oleh An-Nawawi tebal kitab ini ada 12 jilid dan

    merupakan kitab tersendiri, bukan termasuk bagian dari kitab Minhajuth-

    Tholibin.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    9/51

    7. Kitab-kitab Syaikhul Islam Abu Yahya Zakaria Al Anshori (936 H) seperti

    Al-Ghararul Bahiyyah fi Syarhil Bahjah Al Wardiyyah dll.

    8. Al-Fatawa Al Kubra oleh Ibnu Hajar Al Makki Al Haitami.

    9. Kifayatul Akhyar oleh Abu Bakar al Hushni Asy-SyafiI (829 H), Syarah

    matan Ghayatul Ikhtishor oleh Al-Qodhi Abu Syuja al Asfahani.

    D. Kitab-Kitab Fiqih Madzhab Hambali.

    Penghimpun fiqih Madzhab Hambali adalah Abu Bakar Al-Khallal (311 H)

    penulis kitab As-Sunnah beliau mengumpulkan fiqih Ahmad bin Hambal

    rhm dari murid-muridnya, yakni dalam kitab beliau Al-Jami fil Madzhab.

    Sebenarnya ulama-ulama terdahulu dari kalangan madzhab ini telah banyak

    menulis fiqih, seperti Al-Qodhi Abu Yala (458 H), Abul Wafa bin Uqail

    (513 H), Abul Khithoh Al-Kaludzani (510 H), Abul Barkat Ibnu Taimiyah

    (625 H), akan tetapi kitab mereka tidak tersebar, lalu dinukil olehpara ulama

    sedsudahnya yang menulis fiqih dalam madzhab ini seperti : Ibnu Qudamah,

    Ibnu Muflih dan Mardawi.

    Adapun kitab-kitab yang tersebar antara lain sebagai berikut :

    1. Kitab-kitab tulisan Al-Muwaffiq Ibnu Qudamah (620 H). Beliau

    menulis empat kitab yang terkenal, yaitu :

    (a). Al-Umdah, (b) Al Mughni. (c) Al Kaafi, (d). Al-Mughni.

    Buku-buku ini disyarah oleh para ulama antara lain sebagai berikut :

    Al-Umdah disyarah oleh Bahauddin Al Maqdisi (624 H),

    dalam bukunya Al-Uddah Syarhul Umdah.

    Al Muqni syarah dan ikhtisarnya banyak antara lain :

    - Syarah Syamsuddin Abul Faraj Abdur Rahman bin

    Qudamah (682 H), dalam kitabnya Asy-Syarhul Kabir Abul

    Faraj menamakan syarahnya dengan Asy-Syaafi.

    - Syarah Syaifuddin Ibnul Manja (695 H), dalam

    kitabnya Al-Mumti Syarhul Muqni.

    - Syarah Alauddin Al-Mardawi (885 H) dalam

    kitabnya Al-Inshaf fi Bayanir Rajih Minal Khilaf kitab sebanyak

    12 jilid, kitab ini menghimpun kebanyakan pendapat fuqoha, dalam

    madzhab ini, dan tidak banyak menyebutkan dalil, maka

    kedudukan beliau dalam madzhab tersebut mufti muqollid dalam

    madzhab.

    - Syarah Ibnu Muflih dalam kitabnya,l Al-Mubda

    Syarhul Muqni (Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad bin

    Muflih (884 H)), penulis kitab Al-Maqshadul Arsyad fi Dzikri

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    10/51

    Ashhabil Imam Ahmad, beliau bukan Syamsuddin Ibnu Muflih

    (762 H), penulis kitabAl Furu.

    Adapun ikhtisar dari kitab Al-Muqni antara lain adalah kitab

    Zadul Mustanqi oleh Syarafuddin Musa Al Hajawi (986 H),

    merupakan matan yang sangat penting dalam Madzhab Hanabilah dan

    lain sebagainya.

    Al-Kaafi. Tetap sebagaimana asalnya kitab ini terdiri dari 4

    jilid.

    Al-Mughni sebanyak 9 jilid ada yang dicetak menjadi satu

    dengan Asy-Syarahul Kabir Alal Muqni dalam 12 jilid dan

    kementrian wakaf Kuwait telah membuat daftar isi dan bahasannya

    secara tertib menurut abjad dengan nama, Mujamul Fiqih Al-

    Hambali dicetak dalam dua jilid, Mujam (Kamus) ini merupakan

    kamus yang komplit dan besar manfaatnya.

    2. Kitab-kitab Syamsuddin Ibnu Muflih (Abu Abdullah Muhammad

    bin Muflih Al Maqdisi Al Hambali (763 H)), yang terpenting dari kitab Al

    Furu; ialah menyebutkan pendapat-pendapat yang dipilih oleh Asy-

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H). apabila beliau mengatakan ,

    Berkata Syaikhuna berarti yang disebut adalah Syaikhul Islam IbnuTaimiyah , kitab Al Furu ada 6 jilid beliau juga menulis buku Al-

    Adabus-Syariyyah wal Manhul Marriyah.

    3. Syarafuddin Musa Al-Hajawi (968 H), buku beliau yaitu Zaadul

    Mustaqni Muktashor Al Muqni dan kitab yang lain, Al-Iqna yang

    disyarah oleh ASy-Syaikh Al Baghuti dalam Kasysyaful qina

    4. MarI bin Yusuf Al-Karami Al-Hambali (1033 H), buku beliau

    adalah matan Daliluth-Tholib dan disyarah oleh beberapa ulama.

    5. Manshur bin Yunus al-Bahuti (1051 H), beliau menulis beberapa

    buku fiqih yaitu,

    Ar-Raudhatul Mari Syarhu Zaadil Mustaqni

    Syarhul Muntahal Iradat, 3 jilid, dan kitab Muntahal Iradat fil

    JamI Bainal Muqni wat Tanqih Maasy Syarhi waz-Ziyaadat oleh

    Asy-Syaikh Ibnun Najjar al-futuhi Al Hambali (972 H).

    Kasyfatul qina ala Matnil Iqna setebal 6 jilid.

    Catatan : Kitab-kitab Asy-Syaikh Manshur Al Bahuti merupakan

    pegangan atau sandaran bagi para ulama jazirah Arabia dalam berfatwa

    dari sejak zaman Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab (1206 H)

    hingga hari ini, sebagian mereka ada yang berpegang dengannya dan

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    11/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    12/51

    yang telah disebutkan sebelumnya, Asy-Syaukani rhm dilahirkan di

    Yaman, beliau lama menjabat sebagai qodhi (hakim) bahkan sebagai

    pimpinan para hakim yang bermadzhab Syiah Zaidiyah yaitu golongan

    Syiah yang paling dekat dengan pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah,

    mereka adalah Asy-Syiah Al Mufadhdhilah (yaitu syiah yang

    menganggap Ali bin Abi Thalib r.a lebih utama daripada shahabat

    termasuk Abu Bakar, Umar dan utsman r.a), Asy-Syaukani hendak

    berbuat baik dan memberi nasehat serta berkhidmat kepada penduduk

    negerinya daripara pengikut madzhab zaidi, dan orang-orang yang

    mempelajari fiqihnya, maka beliau mengoreksi dan mengkritik sebagian

    maudhu dari kitab Al-Azhar dan menerangkan yang benar sesuai

    dengan Al-Kitab dan Assunnah yang terdapat di dalamnya, oleh karena itu

    kitab tersebut termasuk kitab tarjih.

    4. itulah kitab-kitab fiqih yang terkenal di dalam berbagai madzhab

    ahlussunnah wal jamaah, adapun kitab-kitab fiqih yang dipunyai

    golongan-golongan syiah dan sebagainya tidak perlu saya sebutkan disini ,

    sebab tidak ada kepentingannya, dan peranannya bagi kita sebagai

    Ahlussunnah, selain untuk mengetahui kebatilannya dan hal ini tidak

    diwajibkan atas setipa muslim kecuali orang-orang yang bersangkutan

    dengannya, misalnya untuk berhujjah, dan berdebat dengan mereka, untuk

    berdakwah, memberi tahdzir kepada umat tentang bahaya syiah, atau bagi

    setiap muslim, yang menghadapi fitnah mereka, atau yang hidup di

    kalangan mereka, agar terhindar dari keburukan-keburukan dan kebatilan-

    kebatilan mereka, kitab-kitab fiqih syiah tidak dijadikan sandaran,

    pegangan dan rujukan bagi Ahlussunnah dan Ahlul Ilmi dan tidak

    diperhitungkan dalam masalah Ijma dan Ikhtilaf.

    Adapun mengenai kitab-kitab Fiqih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Al-

    Allamah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rhm. Tidak kita masukkan dalam

    rangkaian kitab-kitab fiqih Madzhab, alasannya antara lain sebagai

    berikut:

    1. Beliau berdua tidak menulis buku

    fiqih tersendiri yang memuat segala persoalan fiqih atau sebagiannya

    secara urut sebagaimana kitab-kitab fiqih yang lain.

    2. Hampir seluruh masalah fiqih yang

    beliau bahas adalah berupa fatwa karena menjawab pertanyaan atau

    menjelaskan kepada ummat atau mentarjih pendapat-pendapat ulama

    Assunnah yang sezaman dengan beliau maupun sesudahnya,

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    13/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    14/51

    orang-orang yang berikutnya adalah generasi Tabiin, kemudian orang-orang yang

    berikutnya adalah generasi para pengikut Tabiin.

    Untuk lebih jelasnya saya berikan disini tarif atau definisinya secara singkat dari

    masing-masing generasi yaitu sebagai berikut :

    a. Ash-Shohabah (Ash-shohabi)m yaitu orang-orang yang hidup

    sezaman dengan Nabi Muhammad saw, pernah bertemu dengan beliau dalam

    keadaan muslim dan meninggal dalam keadaan muslim.

    b. At-Taiun/ at-Tabiin (At-Tabii) : yaitu orang yang pernah

    bertemu dengan shahabat dalam keadaan muslim dan meninggal dalam

    keadaan muslim.

    c. Tabiut-Tabiin atau Atbaut Tabiin (pengikut tabiin) : yaitu

    orang yang pernah bertemu dengan tabiin dalam keadaan muslim, dan

    meninggal dalam keadaan muslim.

    Berkata Ibnu Hajar Al Asqolani rhm (852 H) : Dan mereka bersepakat (ahlul

    ilmi) bahwasanya akhir dari pengikut Tabiin yang bisa diterima ucapannya

    adalah orang yang hidup sampai batasan 220 H, sesudah masa itu muncullah

    berbagai macam bidah golongan mutazilah, menyebar omongannya disana-sini,

    para pengusung filsafat mengangkat kepala-kepalanya, sementara ahlul ilmi tngah

    menghadapi ujian dan cobaan dipaksa mengatakan bahwa Alquran adalah

    makhluk, dan situasi benar-benar berubah dan terus-menerus dalam keadaan yang

    kurang dan memprihatinkan sampai sekarang (lihat Fathul Bari 7/6) .

    Berdasarkan keterangan terseut maka tiga qurun (abad) yang disaksikan

    keutamaannya dan kebaikannya oleh Rasulullah saw itu berarti berakhir pada 220

    H, maka generasi yang terbaik adalah generasi yang hidup pada masa Rasulullah

    saw sampai tahun 220 H.

    Imam-imam yang empat , yaitu Abu Hanifah (Wafat 150 H), Malik bin Anas

    (Wafat 179 H), Muhammad bin Idris Asy-SyafiI (Wafat 204 H) dan Ahmad bin

    Hambal (Wafat 241 H) rohimahumullahu ajmain.

    Beliau berempat termasuk dalam generasi terbaik itu, karena mereka hidup pada

    masa sebelum tahun 220 H dan bergaul dengan generasi tersebut bahkan termasuk

    imam-imamnya, dan keempat imam ini semuanya termasuk Tabiut-Tabiin

    (pengikut tabiin) kecuali Imam Abu Hanifah rhm diperselisihkan, ada yang

    berpendapat beliau termasuk Tabiin karena dikatakan pernah bertemu dengan

    Ash-Shahabi Anas r.a dan meriwayatkan hadits dari beliau wallahu alam- lihat

    muqaddimah Al Fiqhul Islamy Wa Adillatuhu tulisan Az-Zuhaili.

    Berkata Ibnu Hazm r.a, Bermadzhab tidak dikenali dan tidak diamalkan pada

    tiga abad yang terbai, hanyasanya ia terjadi sesudah itu, kalaulah bermadzhab itu

    baik niscaya diamalkan oleh generasi pada abad yang disaksikan kebaikannya

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    15/51

    oleh Rasulullah saw, maka tidak diragukan lagi bahwa ia adalah termasuk bidah

    yang baru1.

    Berkata Ibnul Qoyyim rhm (751 H) : Sesungguhnya kami mengetahui secara

    dharurah bahwasanya pada masa shahabat tidak ada seorangpun yang menjadikan

    salah seorang diantara mereka yang ditaqlidi dalam semua pendapatnya dan tidak

    ada sesuatupun yang digugurkan atau ditinggalkan dari padanya, dan

    meninggalkan pendapat-pendapat yang lainnya dan tidak mengambil sesuatupun

    darinya. Dan kami mengetahui secara dharurah bahwa hal yang seperti ini tidak

    terjadi pada masa Tabiin dan tidak pula pada masa Tabiit-Tabiin dan

    seterusnya sampai kata-katanya- hanyasanya bid;ah ini adalah terjadi pada abad

    keempat yang tercela melalui lisan Rasulullah saw.2

    Berkata Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syanqithi rhm (penulis tafsir

    Adhwaul Bayaan), Adapun bentuk taqlid yang dilakukan oleh orang-orang

    akhir yang menyelisihi para sahabat dan selain mereka yang hidup pada abad

    yang disaksikan kebaikannya adalah taqlid kepada satu orang tertentu tanpa yang

    lainnya dari seluruh ulama maka sesungguhnya taqlid semacam ini tidak tersebut

    dalma nash Al-Kitab dan Assunnah, dan tidak ada seorangpun dari sahabat

    Rasulullah saw yang berpendapat seperti ini dan tidak juga seorangpun dari

    mereka yang hidup pada abad yang disaksikan kebaikannya.

    Dan pendapat ini menyelisihi ucapan-ucapan imam-imam yang empat, tidak ada

    seorangpun dari mereka yang berpendapat dengan jumud diatas pendapat satu

    orang tertentu tanpa yang lain dari seluruh ulama kaum muslimin.

    Maka taqlid kepada alim tertentu adalah termasuk bidah pada abad ke empat,

    siapa yang tidak setuju dengan pernyataan ini, silahkan tunjukkan kepada kami

    contoh satu orang saja yang hidup pada masa tiga abad pertama yang memegangi

    madzhab satu orang tertentu, sekali-kali tidak akan dapat memberikan contoh

    selama-lamanya, karena memang tidak terjadi sama sekali3.

    4. Ikhtilaf (perselisihan) ulama dalam menghukumi bermadzhab.

    Yang dimaksud bermadzhab atau dalam bahasa Arab disebut dengan At-

    Tamadzdzahub ialah : Iltizam (komitmen)nya seseorang terhadap ucapan-

    ucapanatau pendapat-pendapat madzhab tertentu dia tidak pernah terkeluar dari

    pendapat-pendapat madzhab itu dalam meminta fatwa dan amalannya.4

    Para ulama berselisih dalam menghukumi bermadzhab, jika disimpulkan bisa

    dibagikan menjadi tiga kelompok atau tiga pendapat yaitu sebagai berikut :

    1. Kelompok atau pendapat yang melarang.

    1 Al-Ihkam 6/1462 Ilamul Muwaqiin 2/189.3 Adhwaaul Bayan 7/488-499.4 Al-Jami 5/30.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    16/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    17/51

    selain itu, ucapan seperti ini hanya sekedar ucapan belaka dan tidak

    menjadikanorang yang mengucapkan benar-benar bermadzhab sebagaimana

    yang dia ucapkan, seperti halnya dengan orang yang mengatakan, Saya ahli

    atau pakar fiqih. Atau Saya ahli ilmu Nahwu. Atau Saya pakar menulis.

    Orang tersebut tidak akan menjadi sedemikian jika hanya dengan sekedar

    mengaku dan mengucapkan saja.

    Maka pengakuan seseorang bahwa dia adalah SyafiI atau Maliki atau Hanafi

    berarti dia telah mengikuti Imam tersebut dan menempuh jalan (metode)nya.

    Maka pengakuan ini dianggap sah apabila orang tersebut benar-benar telah

    menempuh jalan imam itu dalam ilmu, marifah dan istidlal (berdalil). Adapun

    jika pengakuannya itu disertai kebodohannya dan sangat jauhnya dari sirah

    atau perjalanan imam jauh dari ilmunya dan jalannya, maka bagaimana bisa

    benar penisbahan dirinya terhadap imam tersebut selain hanya sekadar

    mengaku saja dan omong kosong yang tidak berarti.

    Orang awam tidak terbayang sahnya madzhab baginya, seandainya

    terbayangkan hal itu tidak diwajibkan kepadanya dan tidak pula kepada yang

    lainnya. Dan tidak diwajibkan kepada seorangpun untuk bermadzhab dengan

    madzhab satu orang lelaki dari umat ini, yang mana ucapan-ucapannya

    diambil seluruhnya dan meninggalkan ucapan-ucapan yang lainnya.

    Ini merupakan bidah yang buruk yang terjadi pada ummat ini, tidak ada

    seorangpun dari Imam-Imam Islam yang mengatakan seperti ini, sedangkan

    kedudukan mereka lebih tinggi dan lebih agung nilainya dan lebih mengetahui

    dengan Allah dan Rasul-Nya, mereka tidak mewajibkan manusia untuk

    bermadzhab dan jauh darinya ucapan orang yang mengatakan: wajib

    bermadzhab dengan madzhab salah seorang alim dari ulama dan jauh darinya

    ucapan orang yang mengatakan, Wajib bermadzhab dengan salah satu

    madzhab yang empat.

    Aduhai sungguh mengherangkan! Madzhab-madzhab sahabat Tabiin dan

    Tabiut-tabiin serta seluruh ulama Islam mati dan batal keseluruhannya yan

    gtinggal dantersisa hanya madzhab-madzhab empat jiwa saja dari seluruh para

    imam dan fuqoha maka adakah satu orang saja dari imam-imam itu yang

    megantakan seperti ini, atau menyeru kepadanya, atau satu lafadz saja dari

    perkataan mereka yang menunjukkan demikian?

    Dan yang diwajibkan Allah taala dan Rasul-Nya atas sahabat Tabiin dan

    Tabiut-Tabiin , ia juga diwajibkan atas orang-orang sesudah mereka, sampai

    hari kiamat, kewajiban tidak berbeda dan tidak berubah meskipun berbeda

    kualitasnya atau ukurannya karena berbeda kemampuan dan kelemahannya,

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    18/51

    zamannya, tempatnya dan keadaannya, maka yang dmeikian itu

    jugamengikuti kepada apa yang diwajibkan Allah dan Rasul-Nya.

    Dan barangsiapa yang membenarkan madzhab bagi orang awam dia berkata,

    Dia telah meyakini bahwasanya madzhab yang dia menisbahkan diri

    kepadanya berarti yang haq atau kebenaran. Maka wajib atasnya memenuhi

    keyakinannya, ucapan mereka ini andaikan benar tentu wajib darinya utuk

    tidak meminta fatwa bahkan haram meminta fatwa kepada orang yang selain

    dari madzhab yang diyakininya.

    Adapun contohnya seperti, mengikuti yang rukhshah- rukhshah dari madzhab-

    madzhab yang ada, yaitu seperti ucapan Imam Ahmad bin Hambal rhm,

    Seandainya ada seseorang yang mengamalkan pendapat penduduk Kufah

    dalam (masalah hukum) mendengarkan, dan penduduk Mekkah dalam

    masalah hukum muthah, dia adalah fasiq. (Irsyadul Fuhul, hal 253).

    Dari sinilah sebagian ulama mewajibkan atas orang awam untuk melazimi

    madzhab tertentu, sebagaimana dikatakan oleh An-Nawawi rhm, dan

    dengannya Abul. Hasan Al-Kayya memutuskan dan hal ini berlaku pada

    setiap orang yang tidak mencapai martabat ijtihad dari para fuqoha dan

    orang-orang yang memiliki semua bentuk ilmu, dengan alasan, seandainya

    dibolehkan mengikuti madzhab yang mana saja dikehendakinya, niscaya akan

    membawa kepada pengambilan yang ringan-ringan dari madzhab-madzhab

    yang ada sesuai dengan hawa nafsunya, dan memilih-milih antara yang

    demikian ini akan mengakibatkan rusaknya dan merosotnya kualitas dalam

    menunaikan tanggung jawab dan kewajiban, berlainan dengan periode

    pertama, sebab pada masa itu, madzhab-madzhab belum terbentuk dengan

    sempurna danmemadai dengan hukum-hukum dan peristiwa-peristiwa yang

    terjadi yang terkoreksi dan dikenal, oleh karena itu diwajibkan berijtihad

    dalam memilih madzhab yang diikutinya atas ketentuan5

    Dari keterangan tersebut dapat diketaui bahwasanya ulama yang mewajibkan

    bermadzhab tidak mempunyai dalil atau alasan selain saddudz

    dzariatittarakhkhush (menutup wasilah yang mengantarkan kepada sikap

    memilih yang rukhsah). Imam Nawawi cenderung kepada pendapat ini dan

    mentarjihkan bagi orang awam bermadzhab dengan madzhab Asy-SyafiI

    rhm.

    Pihak yang melaran gbermadzhab telah berhati-hati terhadap hal yang

    dikhawatirkan tersebut dan mengatakan bahwa tidak bermadzhab tidak berarti

    memperkenankan bagi orang awam untuk mengikuti perkara-perkara yang

    rukshah dalam madzhab-madzhab yang ada, sebagaimana pada akhir ucapan

    5 Majmu An-Nawawi 1/55

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    19/51

    Ibnul Qoyyim yang tersebut diatas, sebab tidak bolehnya mengikuti yang

    rukhshah saja itu merupakan ijma yang tidak diperselisihkan lagi.

    Berkata Ibnul Abdil Barr, Berkata Sulaiman At-Tamimi, Jika kamu

    mengambil rukhshah setiap orang alim, telah terkumpul pada dirimu kejahatan

    semuanya. 6

    2. Kelompok yang Membolehkan dan Tidak Mewajibkan.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm, termasuk dalam kelompok ini, beliau

    ditanya, Apa pendapat para pemuka ulama dan imam-imam agama

    radhiyallohu anhum ajmain- mengenai seorang lelaki yang ditanya, apa

    madzhabmu? Lalu dia menjawab, Muhammadi (pengikut Muhammad), saya

    mengikuti Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad saw. Maka

    dikatakan kepadanya, Seyogyanya bagi setiap mukmin mengikuti madzhab

    dan barangsiapa yang tidak bermadzhab, maka dia adalah syaitan. Lalu dia

    berkata, Apa madzhab Abu Bakar Ash-Shiddiq dan khalifah-khalifah

    sesudahnya rhm? Maka dikatakan kepadanya, Tidak patut bagimu kecuali

    mengikuti madzhab-madzhab ini. Maka manakah yang betul diantaranya

    keduanya? Berilah fatwa kepada kami semoga Allah Taala memberikan

    pahala kepadamu.

    Maka beliau rhm menjawab sebagai berikut :

    Alhamdulillah (segala puji bagi Allah), hanya sanya diwajibkan atas manusia

    adlah taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka ulul amri yang Allah

    memerintahkan agar taat kepada mereka dalam firman-Nya, Khot Arab

    Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu, maka

    kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnah) jika kamu

    benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu

    lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa: 59)

    Apabila seorang muslim menghadapi satu persoalan, maka dia wajib bertanya

    dan meminta fatwa kepada seseorang yang diyakini memberi fatwa kepadanya

    dengan syariat Allah dan sunnah Rasul-Nya dari madzhab yang manapun

    juga, dan tidak wajib atas seseorang dari kaum muslimin taqlid kepada satu

    orang saja dari ulama dalam setiap apa yang diucapkannya, dan tidak wajib

    atas seseorang dari kaum muslimin melazimi madzhab orang tetetnu selain

    Rasulullah saw dalam segala apa yang diwajibkannya dan diberitahukan

    dengannya, bahkan setiap orang ucapannya ada yang diambil dan ada yang

    ditinggalkan kecuali Rasulullah saw.

    Ikutnya seseorang kepada madzhab orang tertentu dikarenakan dia tidak

    mampu mengetahui syariat dari jalan yang lain, hal ini diperkenankan

    6 Jami Bayanil Ilmi 2/92

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    20/51

    baginya, bukannya wajib atas setiap orang jika dia mungkin mengetahui

    syariat dengan jalan selain itu, bahkan setiap orang wajib bertaqwa kepada

    Allah sesuai dengan kemampuannya, dan menuntut ilmu yang diperintahkan

    Allah dan Rasul-Nya dengannya, lalu mengerjakan yang diperintahkan

    danmeninggalkan yang dilarang wallahualam-7

    Syaikul Islam berkata lagi, Dan apabila seseorang menjadi pengikuti Abu

    Hanifah atau Malik atau Asy-Syafii atau Ahmad dan dia melihat dalam

    sebagian masalah , bahwa madzhab yang lain lebih kuat lalu dia mengikutinya

    berarti dia telah berbuat baik dalam hal itu, dan tidak tercela dalam agamanya

    dan tidak pula pada keadilannya, masalah ini tidak dipertentangkan, bahkan

    sikap inilah yang paling benar dan paling disukai Allah dan Rasul-Nya saw,

    daripada taashub kepada satu orang tertentu saja selain Nabi saw, seperti

    taashub kepada Malik atau Asy-Syafii atau Ahmad atau Abu Hanifah, dan ia

    berpendapat bahwsanya ucapan orang tertentu itu adalah yang benar yang

    mesti diikutinya, bukan ucapan imam yang menyelesihinya.

    Maka barangsiapa yang berbuat seperti ini dia adalah orang yang jahil lagi

    sesat, bahkan bisa jadi dia kafir, sesungguhnya bila dia meyakini bahwa wajib

    atas manusia mengikuti satu orang saja dari para imam-imam itu tanpa imam

    yang lain, maka wajib orang tersebut diminta bertaubat, jika enggan bertaubat

    maka dibunuh, bahkan yang paling patut dikatakan; bahwasanya

    diperkenankan atau sepatunya atau wajib atas orang awam bertaqlid kepada

    salah satu orang tidak dia sendiri, tanpa menentukan orang tertentu misalnya

    Zaid dan tidak juga Amru.

    Adapun ucapan orang, Bahwasanya wajib atas orang awam bertaqlid kepada

    si Fulan dan si Fulan, maka kata-kata seperti ini tidak diucapkan oleh seorang

    muslim.

    Dan barangsiapa berwala (loyalitas) kepada para imam-imam pencintai

    mereka, bertaqlid kepada setiap masing-masing dari mereka, dalam perkara

    yang jelas baginya sesuai dengan sunnah maka dia telah berbuat baik dalam

    hal itu.8

    Ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwasanya, barangsiapa mengikuti

    apa yang mewajibkan mengikuti seorang alim dia sendiri saja, orang tersebut

    disuruh bertaubat, jika enggan dia dibunuh, yakni karena dia telah kufur

    disebabkan ucapan tersebut, karena sesungguihnya hakekat ucapannya berarti

    dia telah menjadikan orang alim itu sebagai Rabb (tuhan) atau nabi yang

    mashum, sebagaimana yang diterangkan beliau dalam ucapannya yang lain

    sebagai berikut, Kalau seandainya dibuka bab ini niscaya wajib berpaling

    7 MajmuFatawa Juz 20 hal 208-2098 Majmu Fatawa 22/248-249

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    21/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    22/51

    dalil menyelisihi pendapat tersebut. (Lihat Al-Jami fi Tholabil Ilmi Syarif

    5/35).

    5. Sekilas Tentang Wahabi atau Wahabiyah.

    Mengenai Wahabi dan sejarahnya, saya tidak mampu menerangkan secara detail

    karena tidak memiliki buku rujukan, bagi para ikhwah atau ikhwan yang ingin

    mengetahui selengkapnya saya persilahkan membaca tulisan-tulisan para penulis

    yang jujur dalam masalah ini Insya Allah- anda bisa mendapatkannya di toko-

    toko buku. Adapun dalam risalah ini saya hanya menyebut poin-poin tertentu

    yang saya anggap penting dan berhubungan erat dengan pembahasan ini, yaitu

    sebagai berikut:

    1. Istilah Wahabi berasal dari salah satu nama dari nama-nama

    Allah yang baik (Al-Asmaaul Husna) yakni, Al-Wahhab yang berarti yang

    Maha Memberi, nama dan lafadz yang agung ini lalu diletakkan di depan kata

    Abdun maka terangkailah dalam satu kalimat Abdul Wahhab artinya,

    Hamba Dzat Yang Maha Memberi, maknanya sama dengan Abdullah, Hamba

    Allah. Ingat jangan salah mengartikannya, misalnya Abdur Rahman, bukan

    berarti hamba yang pengasih, tetapi yang benar adalah hamba Yang Maha

    Pengasih, atau Hamba Allah, jadi yang memiliki sifat Maha Pengasih adalah

    Allah, bukan orang yang bernama Abdur Rahman.

    Abdul Wahhab adalah nama orang tua (bapak) Al-Imam Al Mujaddid

    Muhammad bin Abdul Wahhab rhm yang wafat pada tahun 1206 Hijriyah.

    Dari kata Al-Wahhab dihilangkan (Alif-Lamnya) menjadi Wahhaab lalu

    ditambah (Ya) nisbah, maka menjadi Wahhaabiyyun contoh-contoh yang

    lain yang serupa dengan istilah ini, misalnya Hanafiyyun atau

    Hanafiyyah, Malikiyyun atau Malikiyyah, Syafiiyyun atau

    Syafiiyyah, atau contoh lain seperti Muhammadiyyun atau Muhammadiyah.

    Kemudian menurut qoidah dan kebiasaan orang arab mereka tidak

    mengucapkan harakat akhir dari sebuah kata yang terletak pada waqof

    (pemberhentian kalimat), maka menjadi Wahhabiyyun dan seterusnya

    menjadi Wahabi dengan menghilangkansyaddah atau tasydid dan mad pada

    huruf Ha, mungkin untuk menghindari sebutan yang agak berat atau karena

    mengikuti bahasa Indonesia Wallahu alam-

    2. Istilah Wahabi bisa berarti pengikut Muhammad bin Abdul

    Wahhab, dan bisa berarti madzhab atau aliran atau pemahaman atau ajaran

    Muhammad bin Abdul Wahhab.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    23/51

    3. Istilah Wahhabi bukan dicetuskan oleh Imam Muhammad bin

    Abdul Wahhab sendiri, tidak juga oleh murid-muridnya dan para pengikut-

    pengikutnya yang setia kepadanya, kalau kit abaca tulisan-tulisan beliau dan

    pengikut-pengikut setianya tidak ada yang menyebut jamaahnya dengan

    sebutan wahabi atau wahabiyah, kalaupun menyebutkannya karena terpaksa

    menggunakannya sebab istilah tersebut sudah maklum, tidak berbeda dengan

    istilah yang biasa mereka pakai tidak berbeda dengan istilah yang

    dipergunakan olehgolongan yang mengaku Ahlussunnah wal Jamaah yang

    lain, misalnya, Ahlussunnah wal Jamaah atau Ahlussunnah, atau Ahlul

    Hadits, atau Al Firqoh An-Najiyyah atau Ath-Thoifah Al Manshurah, dan

    sebagainya, atau mereka biasa menyebut dengan Ad-Dawah An-Najdiyah,

    atau Ulamaaud-Dawah An-Najdiyah, karena tempat lahir mereka atau

    markas dakwah mereka adalah di Najd, maka kemungkinan besar wallahu

    alam- sebutan Wahhabi adalah bermuara dari luar kelompok tersebut dari

    pihak-pihak yang tidak suka dengan dakwah dan jihad mereka.

    4. Wahhabi bukan merupakan madzhab seperti madzhab Hanafi,

    Maliki, Syafii, Hambali dan Dzhahiri, artinya mereka yang digolongkan

    dengansebutan wahabi tersebut tidak menambah madzhab yang sudah ada

    menjadi madzhab yang kelima atau yang keenam, mereka hanyalah thoifah

    atau segolongan dari kalangan kaum muslimin yang bangkit menegakkan

    kebenaran, mendakwahkan Islam yang benar, berusaha mengembalikan kaum

    muslimin kepada Alquran dan Assunnah, dengan dakwah dan jihad, dengan

    ilmu dan kekuatan, dengan kitab dan besi.

    Maka banyak dari kalangan ahlul ilmi pada masa sesudah Imam Muhammad

    bin Abdul Wahhab yang menyebut bahwasanya beliau adalah seorang

    mujaddid (pembaharu atau reformis), yang telah memperbaharui dan

    memperbaiki urusan dien yang telah dirusak oleh manusia. di dalam sebuah

    hadits dikatakan sebagai berikut:

    Khot Arab.

    Artinya : Dari Abu Hurairah r.a dari Rasulullah saw bersabda,

    Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini diatas permulaan setiap seratus

    tahun orang yang memperbaharui baginya agamanya. (H.R Abu Dawud Al-

    Hakim dan Ath-Thabrani).

    Berkata Ibnu Hajar sebagai catatan atau notasi atas perkataan Az-Zuhri dalam

    hal Umar bin Abdul Aziz sebagai Mujaddid yang pertama, ini menunjukkan

    bahwa hadits ini berarti masyhur pada masa itu, dan menguatkan sanadnya

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    24/51

    dan berarti sanadnya kuat karena rijal (perawi-perawi)nya Tsiqqoh

    (terpercaya).11

    Catatan Penting: Ingat! bahwa istilah Mujaddid yang berkembang sekarang

    mengandung dua makna, mujaddid yang haq sebagaimana yang telah

    disebutkan, dan ada mujaddid yang batil yang biasa disebut dengan istilah

    modernis atau reformis, adapun batilnya yaitu; membuat tajdid atau

    pembaharuandengan memasukkan perkara-perkara dari luar Islam ke dalam

    ajaran Islam, atau menggabungkan system Islam dengan system-sistem yang

    batil seperti sosialisme, sekulerisme, kapitalisme, liberalisme, demokrasi dan

    lain sebagainya, sebagaimana yang dilakukan oleh Jamaluddin Al Afghani,

    Muhammad Abduh, Rosyid Ridho, dan orang-orang yang sejenisnya, atau

    kalau sekarang ini seperti Muhammad Ghozali, Huwaidi Al Ghanusyi, Al

    Qordhowi, At-Turabi, Jalbi.12 Dan orang-orang yang semisalnya yang pada

    masa kini bertebaran dimana-mana. Orang-orang ini minder ketika

    menghadapi tamadun dan peradaban syaitan barat maupun timur, maka

    membuat model Islam yang bisa diterima mereka, perbuatan yang seperti ini,

    tida pantas disebut tajdid danorangnya tidak layak digelari Mujaddid

    Wallahu alam-

    5. Diantara tajdid atau pembaharuan yang dilakukan para daI dan

    mujaddid Ad-Dakwah An-Najdiyah yang dipelopori oleh Imam Muhammad

    bin Abdul Wahhab Rohimahullahu ajmaiin-adalah seperti pemurnian tauhid

    dari segala bentuk syirik, khurafat, takhayyul dan dari segala Itiqod dan

    keyakinan-keyakinan yang bertentangan dengan tauhid yang benar, menyeru

    kembali kepada As-Sunnah dengan menjauhi segala bentuk bidah, taashub

    dan sikap taqlid (kecuali yang terpaksa dan tidak ada kemampuan), mereka

    tegas sekali dalam masalah iman dan kufur, masalah wala dan baramuwaalat

    dan muaadat dan merekalah yang berjasa pertama kali menghimpun maudhu

    yang urgen ini, dalam sebuah kitab tersendiri, mereka tegas dalam menentang

    dan melawan thaghut dan begitu juga tegas dalam takfir (mengkafirkan)

    11 Aunul Mabud 11/261 dan Shahihul Jami hal 187412 diantara pembaharuan (baca: penyelewengan) yang mereka lakukan ialah berfatwa bolehnya berhukum

    dengan undang-undang Jahiliyah, yang dibuat penjajah kafir Inggris, dan membolehkan seorang muslim

    menjabat sebagai qodhi (hakim) yang berhukum dengan undang-undang kufur dan syirik tersebut,(baca

    Tafsir Al-Manaar 6/405-409). Dan Ustadz Muhammad Quthb telah mengkritik kesalahan-kesalahannya

    yang sesat dan menyesatkan, dalam buku beliau Waqiiuna Al Muashir hal 332-340. disamping itu mereka

    ini terlibat dalam lembaga atau majelis-majelis pertemuan yang dikendalikan oleh Al-Masoni (-Freemasonry-Organisasi Internasional Yahudi), bahkan lembaga atau majelis Freemasonry yang disebut

    Kaukabusy-Syarqi diketuai oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh sebagai anggotanya.Bahkan Al-Ustadz Asy-Syaikh Muhammad Abduh pernah mendapatkan peringkat khusus dari wakil

    Amerika yang hadir dalam majelis yang diadakan di Lebanon, sedangkan Asy-Syaikh Muhammad RosyidRidho adalah diantara murid Asy-Syaikh Muhammad Abduh yang paling fanatic terhadapnya, hal ini

    dinyatakan dalam tulisannya, Tarikhul Ustadzil Imam lihat Al-Ittijaahaatul Wathaniyyah fil Adabil

    Muaashir juz I hal 328-329. dan diantara misi yang mereka bawa adalah usaha pendekatan antara Islam

    dengan peradaban barat.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    25/51

    dengan dosa-dosa yang mukaffirah, at-takfirul muthlaq maupun takfirul

    tayiin baik terhadap individu kelompok maupun pemerintahan, mereka yang

    pertama kali mengkafirkan pemerintahan khilafah atau daulah Utsmaniyah13 di

    Turki, karena tidak berhukum dengan yang diturunkan Allah, sekitar tahun

    1840-an Masehi, pemerintah Utsmaniyah mulai mengimpor Undang-Undang

    Perdagangan dan peraturan sipil, dan pada akhirnya pada tahun 1840 M,

    dengan resmi mengganti hukum hudud syari dengan undang-undang pidana

    negara kafir sekuler Perancis, maka dengan ini para ulama dakwah Najdiyah

    menyatakan kufurnya Daulah Utsmaniyah.14 Dan masih banyak lagi contoh-

    contoh ketegasan mereka dalam takfir (mengkafirkan) sesuai dengan sunnah

    dan manhaj salaf. Camkan ucapan Asy-Syaikh Al-Imam Muhammad bin

    Abdul Wahhab dibawah ini;

    Berkata Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dalam rangka menasehati para

    pengikutnya dan mengkritik para penentang dakwahnya (Akan tetapi mereka

    hari ini membantah kalian dengan satu syubhat (kekaburan), mereka

    mengatakan, Semua ini benar maksudnya semua urusan Ad-Dien yang

    didakwahkan oleh beliau dan para pengikutnya sedangkan di sisi lain mereka

    katakan Kami bersaksi sesungguhnya ia adalah dari agama Allah dan Rasul-

    Nya kecuali At-takfir dan Al-Qital (pengkafiran dan perang)). Sungguh aku

    heran terhadap orang yang tidak bisa menjawab masalah ini, kalau mereka

    mengakui bahwasanya ini adalah agama Allah dan Rasul-Nya, bagaiman

    atidak kufur orang yang mengingkarinya, dan yang membunuh orang yang

    memerintah dengannya, (menyuruh kepada agama) dan memenjarakan

    mereka? Bagaimana tidak kufur, orang yang datang kepada Ahlusy-Syirik

    utnuk menghasung (menggalakkan) mereka agar memerangi agama mereka

    dan menghiasinya untuk mereka serta menggalakkan mereka untuk

    membunuh orang-orang yang bertauhid dan mengambil harta mereka?

    Bagaimana dia tidak kufur, sedangkan dia bersaksi bahwasanya yang dia

    galakkan itu adalah sesuatu yang dikecam Rasulullah saw? Dan yang

    dilarang olehnya serta yang mereka namakan syirik dengan Allah, dan dia

    bersaksi bahwa sesuatu yang dia benci dan membenci para ahlinya, dan

    menyuruh orang-orang musyrikin untuk membunuh mereka itu merupakan

    agama Allah.15

    Beliau berkata lagi dengan panjang leber, antara lain petikannya, Adapun

    Ahlussunnah, maka madzhab mereka bahwasanya seoran gmuslim tidak kafir

    13 Disebut Khilafah Utsmaniyah karena pendirinya bernama Utsman bin Arthogral14 fatwa ini bisa dilihat dalam Ad-Durarus Suniyyah fil Ajwibatin Najdiyyah juz 7 dalam Kitaabul Jihaad,

    dan bisa juga dilihat dalam Ar-Rosaailul Mufiidah oleh Asy-Syaikh Abdul-Latif bin Abdur Rahman bin

    Hasan bin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.15 Rasailusy-Syakhsiyah hal 272.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    26/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    27/51

    Dan yang perlu diingat, sudah menjadi sunnatullah bahwa tuduhan-tuduhan

    semacam ini senantiasa dialamatkan terhadap para penyeru kebenaran

    khususnya yang menyeru kepada jihad kapanpun dan dimanapun terutama lagi

    pada zaman sekarang ini.

    6. Untuk memahami manhaj dakwah Al-Imam yang agung ini dan

    para pengikutnya secara utuh tidak cukup dengan membaca Kitabut-Tauhid

    yang ditulis oleh beliau saja, karena itu baru sebagian dari prinsip-prinsip

    dakwah mereka, maka untuk menggenapinya perlu dibaca risalah-risalah

    mereka yang lainnya, antara lain sebagai berikut:

    a. Ar-Rasaailusy-Syakhsiyyah

    (Risalah-Risalah Pribadi) Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.

    (kitab ini adalah bagian kelima dari kitab-kitab karangan beliau.)

    b. Ar-Rasaailu Autsaqiural Iman

    (Risalah Ikatan Iman yang Paling Kuat.) oleh Al-Imam Asy-Syaikh

    Muhammad bin Abdul Wahhab.

    c. Risalah Hukmi muwaalati Ahlil

    Isyraak (Risalah hukumnya loyalitas kepada orang-orang musyrik). Oleh

    cucu beliau yaitu Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin

    Abdul Wahhab (1233 H).

    d. Majmuatut-Tauhid oleh Al-

    Imam Muhammad bin Abdul Wahhab (Diantara kandungannya adalah:

    Risalah makna Thoghut wa ruusi anwaaihi (Makna Thaghut dan macam-

    macam kepala-kepala thaghut.)).

    e. Risalah Bayaanin Najaati wal

    fihaaki min muwaalatil Murtaddin wa Ahlil Isyraak (Risalah

    menerangkan penyelamatan dan pembebasan dari bermuwaalaat

    (memberi tahu loyalitas) kepada orang-orang murtad dan orang-orang

    musyrik) oleh Asy-Syaikh Hammud bin Atiq (1301 H).

    f. Dan lebih bagus lagi jika

    ditambah dengan membaca;

    g. Fatwa-fatwa ulama Ad-Dakwah

    An-Najdiyah misalnya, Ad-Duraarus Sunniyah fil Ajwibatin Najdiyyah,

    yang dikumpulkan oleh Abdurrahman bin Qosim.

    h. Kitab Dawaaul Munaawiiina li

    Dawatisy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab oleh Abdul Aziz

    Abdul Lathif

    7. Adapun madzhab fiqih ulama Ad-Dakwah An-Najdiyah mereka

    menjadikan buku-buku fiqih madzhab Hambali sebagai pegangan utamanya

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    28/51

    karena mereka memahami bahwasanya madzhab Hambali yang paling banyak

    sesuai dengan As-Sunnah dan mereka tidak taashshub, artinya mengambil

    juga dan menerima dari madzhab-madzhab lain yang sesuai dengan Alquran

    dan Assunnah. Mereka juga menjadikan buku-buku tulisan Syaikhul Islam

    Ibnu Taimiyah dan Al-Allamah Ibnul Qoyyim Al Jauziyah sebagai bagian

    dari rujukan-rujukan utama mereka, maka yang berjasa menghimpun dan

    membukukan fatwa-fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebanyak 37 jilid (2

    jilid untuk indeks dan daftar isi), yaitu salah seorang ulama dari Najd (Asy-

    Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim An-Najdi Al Hambali)

    namun demikian mereka juga tidak mengambil segala yang terdapat dalam

    kitab beliau berdua, yang tidak sesuai dengan Assunnah beliau tinggalkan,

    sebagai contoh, Syaikhul Islam berpendapat adanya Ad-Daarul Murakhabah

    (Negara yang campuran atau kombinasi, maka bukan negara Islam dan bukan

    pula negara kafir), ini jawabn beliau sewaktu ditanya kedudukan Mardin

    (suatu negeri yang pada hari ini terletak di sebelah tenggara Turki, dekat

    dengan perbatasan Syiria.) (Lihat Majmu Fatawa 28/240-241).

    Penamaan ini tidak diterima oleh para ulama Ad-Dakwah An-Najdiyah

    termasuk murid beliau Ibnu Muflih (Abu Abdullah Muhammad bin Muflih

    Al-Maqdisi Al Hambali (763 H)), karena menurut mereka pembagian negara

    menurut syariat hanya ada dua yaitu negara Islam dan negara kafir, tidak ada

    yang ketiga, maka penamaan negara yang ketiga adalah suatu muhadats (hal-

    hal baru), jadi yang campur itu sifat penduduknya, bukan nama negeri atau

    negaranya.17

    Demikianlah penjelasan ringkas tentang, wahabi, untuk lebih jelasnya

    silahkan membaca buku-buku tulisan ulama dari kalangan mereka yang

    sebagiannya telah saya sebutkan diatas Insya Allah- dengan membaca buku-

    buku tersebut anda akan memahami siapa mereka yang sebenarnya, dan anda

    akan mengetahui bahwasanya kebanyakan tuduhan-tuduhan yang

    dialamatkan terhadap mereka hanyalah sebuah fitnah dan rekayasa pihak-

    pihak yang tidak suka dengan kebenaran yang dibawa mereka.

    6. Bagaimana Sikap Kita Terhadap Madzhab dan Wahabi.

    A. Menyikapi Madzhab.

    1. Pesan dan Pernyataan Tokoh-Tokoh Agung Madzhab yang

    Empat Sebagai Berikut.

    a. Al Imam Abu Hanifah rhm (150 H) berkata:

    Khot Arab.

    17 Ad-Durarus Sunniyah Fil Ajwibati An-Najdiyyah juz7, Kitabul Jihad, halaman 353.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    29/51

    Artinya : Apabila aku mengucapkan suatu ucapan (pendapat) dan kitab

    Allah (Alquran) menyelisihinya, maka tinggalkan ucapanku karena Kitab

    Allah. Dikatakan, Apabila sabda Rasulullah saw, menyelisihinya? beliau

    berkata, Tinggalkan ucapanku karena khabar (hadits) Rasulullah saw.

    Dikatakan, Apabila ucapan para sahabat menyelisihinya? beliau berkata,

    Tinggalkan ucapanku karena ucapan para sahabat. (Lihat Fiqhul Majid

    hal 34).

    Dalam riwayat lain beliau mengatakan, Khot Arab.

    Artinya : Apabila ada hadits shahih, maka dia adalah madzhabku

    b. Al Imam Malik bin Anas rhm (179 H) berkata;

    Khot Arab.

    Artinya: Setiap orang ucapannya bisa diambil dan ditinggalkan kecuali

    Rasulullah saw. Lihat Fathul Majid hal 341.

    Dalam riwayat lain dikatakan, Khot Arab

    Artinya: Kecuali orang yang berada di dalam kubur ini (maksudnya

    Rasulullah saw)

    c. Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-SyafiI rhm (204 H) berkata:

    Khot Arab.

    Artinya : Kaum muslimin telah berijma bahwasanya barangsiapa yang

    telah jelas baginya sunnah Rasulullah saw, dia tidak akan

    meninggalkannya karena ucapan seseorang dari manusia. (Lihat Ilamul

    Muwaqiin oleh Ibnul Qoyyim I/8)

    Dalam riwayat lain beliau rhm mengatakan, Apabila hadits shahih, maka

    dia adalah madzhabku.

    d. Al-Imam Ahmad bin Hambal rhm (241 H) berkata;

    Khot Arab.

    Artinya : Aku heran terhadap suatu kaum, mereka mengetahui isnad dan

    shahnya (hadits shohih) namun bermadzhab (mengikuti pendapat) kepada

    pendapat Sufyan, sedang Allah taala berfirman (Maka hendaklah orang-

    orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau

    ditimpa azab yang pedih) Al-Hajj: 64. Tahukah kamu apa fitnah itu?

    Fitnah adalah syirik, bisa jadi jika dia menolak sebagian sabdanya, terjadi

    dalam hatinya sesuatu yang menyimpang (menyeleweng) maka dia binasa

    (hancur).18

    Dan dalam riwayat yang lain beliau berkata, Barangsiapa yang menolak

    hadits Rasulullah saw, maka dia berada ditepi jurang kebinasaan

    (kehancuran).

    18 Kitaabut Tauhid atau Fathul Majiid hal 339

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    30/51

    2. Martabat mukallaf (orang yang dibebani kewajiban.)

    Yang kami maksud disini adalah tingkatan-tingkatan manusia ditinjau dari

    segi pemahaman mereka terhadap syariat dan kefaqihan mereka dalam

    Ad-Dien (Agama) Allah swt, dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga

    golongan yaitu 1. Mujtahid, 2, Muttabi, 3. Muqollid.

    Keterangan tentang masalah ini memenuhi kitab-kitab para ulama-ulama

    kita dalam berbagai madzhab Ahlussunnah wal Jamaah bagi saudara kita

    yang ingin memahami secara detail dan lengkap dipersilahkan untuk

    merujuk kepada kitab-kitab tersebut, adapun dalam risalah singkat ini ,

    kami akan tuliskan keterangan nya dengan ringkas sebagai panduan secara

    global saja.

    a. Mujtahid (Orang yang berijtihad).

    Mujtahid ialah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian utnuk

    mengistinbath (mengeluarkan kesimpulan), hukum-hukum dari

    Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya saw, disyaratkan dia adalah seorang

    muslim, baligh, berakal dan adil19 (menjauhi segala dosa besar dan

    tidak selalu melanggar dosa-dosa kecil), dia seorang faqih, mengetahui

    nash=nash hukukm-hukum dari Alkitab dan Assunnah, mengetahui

    (alim) dalam bahasa Arab, dan Ushul Fiqih, mengenal masalah-

    masalah Ijma sehingga ijtihad dan fatwanya tidak menyelisihiijma

    mengetahui naasikh (yang memansukhkan) dan mansukh (yang

    dimansukhkan) serta asbabun nuzul (sebab turunnya nash),

    mengetahui maqbul (bisa diterima sebagai dalil) serta mengerti

    qoidah-qoidah jarh dan tadil (sifat-sifat perawi hadits yang cacat dan

    adil). Dan berfatwa dan mengadili (menjadi qodhi atau hakim), dan

    bisa jadi dalam keadaan tetentu menjadi fardhu ain atasnya untuk

    berfatwa dan mengadili.

    b. Muttabi (Orang yang mengikuti).

    Muttabi ialah orang yang memiliki bagian kemampuan untuk

    mengkaji, akan tetapi tidak mencapai martabat ijtihad.berkata Asy-

    Syathibi rhm, Muttabi adalahorang yangtidak mencapai taraf yang

    dicapai para mujtahidin, akan tetapi memahami dalil dan tempatnya,

    dan kefahamannya layak atau mampu dipergunakan untuk mentarjih

    dengan perkara-perkara yang dirajihkan (diutamakan) yang mutabar

    padanya, seperti tahqiqul manath (menetapkan gantungan hukum) dan

    sebagainya Al-Itishom 2/343.

    19 Syarat adil jika dia menjadi mufti (orang berfatwa), adapun jika dia tidak berfatwa, dia tetap

    berkewajiban beramal dengan ijtihad diri sendiri, baik dia seorang yang adil maupum yang fasik.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    31/51

    Berkata Abu Ishaq Asy-Syathibi (790 H) lagi, Adapun apabila

    muttabi itu seoran gyang mempunyai pandangan (naadzir) dalam ilmu

    dan cerdas dalam menerima apa yang disampaikan kepadanya, seperti

    ahlul ilmi pada zaman kita, maka sesungguhnya sampai kepada

    kebenaran adalah mudah, karena manquulaat (ilmu-ilmu para ulama)

    telah tertulis dalam kitab-kitab, baik yang berada dalam hafalannya,

    mapuun yang tersedia dalam kitab yang dia bisa mentahqiqnya dengan

    membaca dan mengkajinya.

    Berkata al-Khaththib Al Bagdadi (463 H) rhm, Maka jika dikatakan,

    seseorang, Bagaimana pendapatmu perihal orang yang meminta fatwa

    dari kalangan awam apabila terdapat dua mufti (orang yang berfatwa)

    kepadanya dan keduanya berselisih pendapatnya, maka apa dalam

    masalah ini, ada dua keadaan yaitu pertama, jika orang awam itu

    memiliki kemampuan akal dan sempurna pemahmannya, jika

    diperluan berfikir dia mampu berfikir dan jika dituntut memahaminya

    dia mampu memahami, maka orangyang seperti ini harus bertanya

    kepada orang-orang yang berselisih, tentang madzhab-madzhab

    (pendapat-pendapat) mereka dan hujjah-hujjah mereka, lalu dia

    mengambil dari pendapat-pendapat itu yang paling rajih (utama-kuat)

    menurutnya. Adapun bagi orang yang akalnya terbatas dan

    pemahamannya tidak sempurna, dia boleh taqlid kepada yang lebih

    afdhol (dari kedua mufti tersebut menurut penilaiannya.)20

    Pada dasarnya dalam semua itu bahwasanya kita diperintahkan, Allah

    taala mengikuti syariat yang diturunkan kepada Rasulullah saw,

    bukan yang lainnya, Allah taala berfirman,

    Khot Arab

    Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan

    janganlah kamu mengikuti wali-wali selain-Nya, amat sedikitlah kamu

    mengambil pelajaran (daripadanya) (Al-Araaf (7): 7)

    Akan tetapi Allah Taala berfirman, (Al-Baqoroh (2): 286).

    Khot Arab.

    Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

    kesanggupannya.

    Dan Rasulullah saw bersabda,

    Khot Arab.

    20 Al-Faqih wal Mutafaqqih 2/204

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    32/51

    Apa yang aku larang bagimu darinya, maka jauhilah ia, dan apa

    yang aku perintahkan kepadamu dengannya, maka tunaikanlah

    darinya semampumu (H.S.R Al-Bukhari dan Muslim).

    Oleh karena itu jumhur bermadzhab bahwa ijtihad itu menerima

    bagian-bagian, maka kadangkala manusia mampu berijtihad dalam

    bab-bab atau masalah-masalah tertentu dan dia taqlid dalam masalah

    lain.

    Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm, Ijtihad itu bukannya

    perkara yang tunggal, yang tidak menerima bagian-bagian, akan tetapi

    kadangkala seseoran gitu menjadi mujtahid dalam satu macam (fann)

    bab dan masalah dan tidak dalam suatu macam bab dan masalah lain

    atau pada setiap orang yang berijtihad ijtihadnya sesuai dengan

    kemampuan. 21

    Berkata Asy-Syaikh Asy-Syanqithi rhm, Kebenaran yang tidak perlu

    diragukan lagi, bahwasanya setiap orang yang mempunyai

    kemampuan dari kalangan kaum muslimin, untuk belajar dan

    memahami serta mengerti makna-makna Al-Kitab dan Assunnah, dia

    wajib mempelajari keduanya dan mengamalkan dengan apa yang dia

    ketahui dari keduanya, adapun beramal dengan keduanya dibarengi

    kebodohannya, dengan apa yang dia amalkan dengannya dari

    keduanya, maka dilarang menurut ijma adapun apa yang dia ketahui

    dari keduanya berdasarkan ilmu yang benar, maka dia berhak beramal

    dengannya walaupun satu ayat ataupun satu hadits.22.

    Beliau berkata lagi, Sah mengetahui sebuah hadits dan beramal

    dengannya, mengetahui satu ayat dan beramal dengannya dan hal itu

    tidak tergantung diatas pencapaiannya terhadap semua syarat-syarat

    ijtihad23

    Beliau berkata lagi, Nash-nash yang dzhohir-dzohir dari yang umum

    dan muthlaq dan sebagainya, tidak boleh meninggalkannya kecuali

    apabila terdapat dalil lain yang mentakhshish dan mentaqyid dan wajib

    tunduk kepadanya, bukan hanya sekedar adanya kemungkinan secara

    umum (Muthlaqul Ihtimal).24

    Maka bagi seorang muslim yang telah jelas baginya dalil yang

    terhindar (selamat) dari segala yang kontra dengannya, dia tidak boleh

    meninggalkannya dan tidak beramal dengannya, dengan alasan bahwa

    21 Majmu Fatawa, 2/230, dan lihat Ilamul Muwaqiin 4/450)22 Adhwaul Bayaan.23 Ibid 7/55024 Ibid 7/433

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    33/51

    si fulan tidak mengamalkan dengan dalil tersebut sedangkan dia lebih

    alim daripada dirinya.

    Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagai penolakan terhadap

    hujjah yang seperti ini, Sungguh manusia telah meninggalkan ucapan

    (pendapat) Umar dan Ibnu Masud dalam masalah tayammum bagi

    orang yang junub dan mereka mengambil pendapat orang yang lebih

    rendah daripada keduanya seperti Abu Musa al-Asyari dan lainnya,

    karena dia berhujjah dengan AlKitab dan Assunnah-dan seterusnya

    sehingga kata-katanya-Seandainya pintu ini dibuka, yakni melawan

    nash karena amalan dan pendapat Fulan niscaya wajiblah berpaling

    dari perintah Allah dan Rasul-Nya dan yang tersisa setiap imam

    dimata para pengikutnya kedudukannya seperti kedudukan Nabi saw

    pada umatnya, ini adalah mengganti (merubah) agama menyerupai

    orang-orang Nasrani yang merubah agamanya yang dicela Allah taala

    di dalam firman-Nya surat At-Taubah ayat 31.25

    Berkata Asy-Syaikh Utsaimin rhm, mengenai Muttabi, Dan bagi

    seorang muttabi boleh mengambil dengan perkara-perkara yang

    umum-umum dan yang muthlaq-muthlaq serta dengan apa yang

    sampai kepadanya, akan tetapi dia wajib berhati-hati dalam perkara-

    perkara itu dan jangan sampai bermalas-malasan bertanya kepada

    orang yang lebih tinggi daripadanya dari ahlul ilmi26

    Dan diantara ulama pada masa kini yang menetapkan adanya martabat

    ittiba adalah As-Syaikh Athiyah Salim, beliau berkata, Seluruh

    manusia keadaannya tidak keluar dari tiga keadaan :

    Baik dia seorang

    mujtahid dengan ijtihad yang muthlaq-jika ada- atau ijtihad dalam

    madzhab atau ijtihad dalam fatwa, semua ini merupakan istilah

    yang telah dikenali di kalangan pakar ilmu Ushul.

    Atau dia seorang

    muttabi yang mengambil pendapat orang alim dengan mengetahui

    dalilnya.

    Atau dia seorang

    muqollid.27

    Dan sikap atau amalan seorang muttabi disebut ittiba adapun definisi

    ittiba secara ringkas ialah mengikuti pendapat yang benar, atau

    25 Majmu Fatawa 20/215-216.26 Al-Khilaf Bainal Ulama Asbaabuhu wa Mauqifuna minhu hal 3027 Mauqiful Ummah wa Ikhtilafil Aimmah hal 9, Al-Khuthututuhul Aridhah Asy-Syaikh Abu Mundzir-

    hal 65-73.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    34/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    35/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    36/51

    b. Apabila dia mampu menjadi seorang muttabi (yakni

    bertanya tentang dalil masalahnya dan memahaminya), tetapi

    dia mencukupkan diri dengan taqlid saja37

    c. Apabila telah jelas baginya hujah dan

    dalilnyabahwasanya yang benar menyelisihi pendapat orang

    yang di taqlidinya dan dia tidak mau merujuk kepada yang

    benar. Maka dalam keadaan seperti ini dia berdosa dengan

    dosa yang besar dan menurut Ibnu Hazm rhm, dia menjadi

    orang yang fasik.38

    d. Bertaqlid kepada orang yang tidak layak ditaqlidi,

    karena dia tidak ahli berfatwa atau orang yang taqlid tidak

    memiliki sama sekali keahlian orang yang ditaqlidinya.39

    e. Apabila orang yang taqlid meyakini wajibnya bertaqlid

    kepada orang yang ditaqlidi saja.40

    f. Apabila seorang muqollid sedang diuji dengan adanya

    pendapat lain yang menyelisihi pendapat yang dia taqlidi, lalu

    dia tidak berusaha meneliti mana diantara keduanya yang

    benar.41

    B. Sikap manusia terhadap madzhab dan bermadzhab.

    Kalau kita perhatikan keadaan kaum muslimin yang berada di sekitar kita di

    belahan bumi Allah di Indonesia, begitu juga kebanyakan, bumi-bumi yang

    lain, mayoritasnya dalam menyikapi masalah ini tidak terlepas dan terhindar

    dari fitnah Ifrath atau Muzawajah (berlebih-lebihan atau melampaui batas)

    dan tafrith atau taqshir (mengurang-kurangkan dan sembrono), kecuali yang

    dirahmati Allah yakni yang menyikapinya dengan adil, wasath, tidak ifrath

    dan tidak tafrith dan orang yang seperti ini minoritas jumlahnya.

    Sungguh benar apa yang dikatakan sebagian salaf.

    Khot Arab.

    Allah tidak memerintahkan dengan suatu perintah melainkan syaitan

    menggoda dalam perintah itu dengan dua godaan baik kepada tafrith

    (mengurang-kurangkan) ataupun kepada mujawazah (berlebih-lebihan) dan

    syaitan tidak perduli, dengan yan gmana dari keduanya yang dia capai dari

    sesuatu yang ditambah atau dikurangi tersebut.42

    37 Idem 7/554-555. Ilamul Muwaqiin 2/168 dan Majmu Fatawa 20/225.38 Al-Ahzab: 36, Al-Ihkam 6/154, Majmu Fatawa 20/225 dan 35/233 dan Ilamul Muwaqiin 2/168.39 Ilamul Muwaqiin 2/168.40 Majmu Fatawa 22/249 dan 20/216.41 Al-Jami 5/71-73.42 Madarijus Salikin oleh Ibnul Qoyyim 2/108

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    37/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    38/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    39/51

    mereka, Inilah balasan orang yang mengambil meninggalkan Al Kitab

    dan Assunnah dan menerima atau mengambil kalam (filsafat dan

    mantiq).43

    Beliau berkata lagi, dan begitu juga Imam Malik rhm, ulama kalam

    adalah orang-orang yang zindiq (orang-orang yang berpura-pura beriman,

    tetapi sebenarnya mereka kufur).44

    Beliau berkata mengenai orang shufi, Aku telah berkawan dengan orang-

    orang shufi, maka aku tidak mengambil faedah dari mereka kecuali dua

    huruf saja, pertama ucapan mereka, waktu bagaikan pedang, maka jika

    kamu tidak memotongnya ia akan memotong kamu, kedua, kata-kata

    mereka, Dirimu jika kamu tidak menyibukkkannya dengan yang haq, jika

    tidak ia akan menyibukkan kamu dengan yang batil.45

    Untuk menyelamatkan manusia dari bidah dholalah tersebut beliau telah

    menulis kitab ushulul fiqih yang agung, dan merupakan ushul yang

    pertama kali dibukukan dalam Islam, beliau tulisa diatas manhaj salafus-

    sholeh berdasarkan Al Quran dan Assunnah.

    Akan tetapi yang aneh bin ajaib, justru para penulis ushul fiqih yang

    mendasarkan diri pada metode dan cara mutakallimin (ahlul kalam /

    filsafat) mayoritasnya dari orang-orang yang mengaku bermadzhab Imam

    Asy-Syafii, jika anda ingin mengetahui kitab-kitab tersebut antara lain

    sebagai berikut:

    Mutakallimin pada pokoknya ada 5 (lima), tiga kitab milik Asyairah, dan

    dua kitab milik mutazilah, adapun tiga kitab milik Asyairah yaitu :

    1. At-Taqrib wal Irsyad oleh Al-Qodhi Abu Bakar Al Baqlaani

    (Muhammad bin Ath-Thayyib), beliau Itiqodnya bermadzhab Asyari

    berdalil denan akal dalam masalah iman, Badrudin Al-Zarkasyi (Abu

    Abdullah Muhammad bin Bahadir bin Abdullah Al Zarkasyi 794 H)

    penulis kitab Al-Bahrul Muhith, kitab Ushulul Fiqih dan kitab Al-

    Burhan fi Ulumil Quran, beliau menilai bahwa kitab At-Taqrib wal

    Irsyad merupakan kitab yang paling agung secara muthlaq dalam

    maudhu ini wallahul mustaan-

    2. Al-Burhan oleh Imam Al Haramain Abul Maali Al Juwaini (478

    H), beliau juga menulis Al-Waraqoot fil Ushulil Fiqh, kitab ringkas

    dan banyak syarahannya.

    3. Al-Mushtashfa oleh Abu Hamid Al-Ghozali (505 H), beliau

    adalah murid Imam Al Haramain Al Juwaini, Imam Ghozali juga

    43 Shaunul Mantiq wal Kalam, oleh As-Suyuthi44 Al-Jihad Wal Ijtihad hal 278.45 Jawaabul Kaafi Ibnul Qoyyim- hal 184.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    40/51

    mempunyai kitab Ushul Fiqih lain yang sebelumnya yaitu Al-

    Mankhul

    Adapun dua kitab Mutazilah yaitu :

    1. Kitab Al-Umad oleh Al-Qodhi Abdul Jabbar bin Ahmad

    (415 H).

    2. Kitab Mutamad oleh Abul Husain al Bashri (Muhammad

    bin Ali 436 H), beliau adalah murid Al-Qodhi Abdul Jabbar dan

    dia juga punya kitab ushul yang lain yaitu: Syarhu Kitabil Umad lil

    Qodhi Abdul Jabbar.

    Inilah lima kitab Mutakallimin yang mendasari seluruh kitab-kitab fiqih

    mutakallimin lainnya, yang seluruhnya muncul pada abad kelima Hijriyah,

    namun Alhamdulillah di abad yang sama, Asy-Syaikh Abu Ishaq Asy-

    Syairazi Asy-Syafii (486 H) menulis dua buku ushul yang beliau namakan

    Al Tabshirah, dan Al-Luma beliau tulis dua buku ini tidak terikat dengan

    metode dan cara mutakallimin bahkan beliau menempuh cara salaf dalam

    banyak masalah-masalahnya.

    Kemudian sebagian ulama menulis kitab ushul diatas metode dan cara

    mutakallimin bersandar diatas lima kitab diatas antara lain sebagai berikut:

    1. Kitab Al Mahshul fi Ushulil Fiqih oleh Fahruddin bin Al-Khatib

    Ar-Razi. (Abu AbdullahMuhammad bin Umar bin Al-Husain (606 H))

    penulis kitab At-Tafsirul Kabir.

    2. Kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam oleh Syaifuddin Al-Amidi (Ali

    bin Abi Muhammad (631 H)) dan Al-Amidi meringkaskan bukunya

    Al-Ihkam dalam buku Muntahas Sulif Fi Ilmil Ushul.

    3. kitab Mukhtasharul Ushul oleh Abu Amru bin Al-Hajib (646 H)

    beliau ringkaskan kitab Muntahas Suli wal Amal fi Ilmail Ushul wal

    Jadal dan ringkasan ini masyhur sekali mempunyai banyak syarah,

    antara lain, Syarhul Adhdhi li mukhtasaril muntaha oleh Al-Qodhi

    Adhdhuddin Abdurrahman Al-Haji (756 H) dan syarh Saduddin al

    taftazani (792 H) dan Hasyiyah lisy-Syarif Ali bin Muhammad Al-

    Junjaani (816 H).

    4. Kitab Syarhu Tanqiihl Fushul fi Ikhtishorril Mahshul oleh

    Syihabuddin Al Quraafi (684 H), beliau juga punya kitab ushul lainnya

    yaitu: Adz-Dzaakirah.

    5. Kitab Al-Minhaj judul lengkapnya, Minhajul Ushul ila Ilmil Ushul

    oleh Al-Baidhawi penulis tafsir (Al-Qodhi Abdullah bin Amar bin

    Muhammad bin Al-Baidhawi Asy-Syairazi (685 H)). Kitab ini

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    41/51

    mendapat perhatian dari banyak ulama dan dari syarahnya yang

    masyhur adalah sebagai berikut:

    Al-Ibhaaj bisyarhi Minhajul Ushul lil Baidhawi oleh Tajuddin Abdul

    Wahhab As-Subki (771 H) dicetak 3 jilid dan As-Subki adalah penulis

    Jawaabul Jawaami.

    Nihayatus Suli Syarhu Minhajil Ushul lil Baidhawi oleh Jamaaluddin

    Al Isnawi (772 H) penulis At-Tamhiid fil Qowaidil Ushuliyyah dan

    disana ada syarh Nihayatul Suli yaitu Sulamul wushul li syarhi

    Nihayatus Suli lil Isnawi oleh Muhammad Bakhit Al-Muthi dicetak

    dalam 4 jilid.

    Inilah kitab-kitab Mutakallimin yang mendasarkan diri pada metode

    ilmiah filsafati diatasnya dan sebagaimana yang sudah disampaikan

    sebelumnya bahwa para penulisnya mayoritasnya bermadzhab Syafii oleh

    karena itu cara dan metode ini sampai dikenali dengan nama Ath-Thoriqoh

    Asy-Syafiiyah, yang berlawanan dengan Ath-Thoriqotul Ahnaaf

    (Madzhab Hanafi).

    Perbuatan-perbuatan bidah diatas yang dilakukan oleh kebanyakan orang

    yang mengaku bermadzhab Asy-Syafii khususnya di negeri ini (Indonesia)

    adalah mencemarkan nama madzhab Asy-Syafii yang begitu agung,

    bahkan menurut sebagian ahlul ilmi yang munshif, madzhab syafii

    merupakan madzhab kedua dari madzhab yang empat yang paling

    mengikuti sunnah sesudah madzhab Hambali, akan tetapi akibat dari polah

    perbuatan orang-orang yang jahil, akhirnya madzhab yang agung dan

    mulia ini terkesan lain, yangmannna terkesan di masyarakat bahwa

    orangyang bermadzhab syafii itu sukanyamelakukan perkara-perkara

    bidah, sebagaimana yang telah disebutkan diatas, sehingga kalau ada

    orangyang enggan dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan bidah

    tesebut dikatakan dan dicap tidak layak mengaku bermadzhab Asy-Syafii

    maka ambillah pelajaran wahai saudara-saudaraku kaum muslimin

    khusunya yang bermadzhab Asy-Syafii, ikutilah jejak langkah dan manhaj

    ulama-ulama salaf kita, seperti Al-Imam As-Salafi Muhammad bin Idris

    Asy-Syafii Al-Imam As-Salafi Al Muhaddits Al-Hafiz Ibnu Katsir, Al

    Imam Ibnu Hajar al Maki Al Haitami dan lain sebagainya,

    rohimahumullahu ajmaiin.

    Kembalilah kepada ilmu yang benar dan tinggalkan seala bentuk bidah

    dan syubuhat yang ada.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    42/51

    b. Contoh-contoh pemahaman dan amalan yang tafrith dan taqshir

    (mengurang-kurangkan dan sembrono) dalam menyikapi terhadap madzhab

    dan bermadzhab antara lain sebagai berikut :

    1. Sikap anti terhadap madzhab dan bermadzhab (yang kami maksud bukan

    sikap tidak bermadzhab dengan salah satu dari madzhab yang empat). Dan

    dari sikap anti terhadapnya ini melahirkan beberapa sikap dan amalan

    yang negative seperti:

    Bara (berlepas diri) dari segala sesuatu yang terdapat dalam madzhab-

    madzhab yang ada yang baik maupun yang buruk.

    Tidak mengenali dan tidak mau berusaha mengenali ulama-ulama yang

    agung-agung yang terdapat dalam berbagai madzhab yang berjasa besar

    bagi Islam dan kaum muslimin.

    Tidak mengenal beratus-ratus kitab yang terdapat dalam madzhab tersebut

    dalam berbagai bidang ilmu syari dengan demikian tidak terketuk untuk

    membacanya.

    Acuh tak acuh untuk menyebut istilah ulama, ulama salaf, ulama

    Ahlussunah wal jamaah dan sebagainya serta kurang ada minat untuk

    mengikuti mereka, sebab sudah terserap dalam pemikirannya satu ajaran

    atau satu slogan, Mau mengikuti Alquran dan Assunnah bukan

    mengikuti ulama sebaliknya slogan sebagian golongan yang bermadzhab

    Tidak mau menggunakan slogan mengikuti Alquran dan Assunnah, tetapi

    mereka mau mengikuti Ulama padahal sebetulnya yang benar adalah

    Mengikuti Alquran dan Assunnah dengan mengikuti pemahaman para

    ulama

    2. Membuat madzhab baru selain dari madzhab yang lima, yaitu madzhab

    ustadz dan kyainya tidak dapat dipertanggung jawabkandari segala

    seginya, Itiqodnya, Tashawwurnya, Manhajnya, Ilmunya dan sebagainya,

    bahkan banyak syudzudznya dan dholalahnya serta tidak diakui

    keulamaannya oleh ulamaul muslimin.

    3. Mengikuti sebagian ulama yang tidak bermadzhab yang mengaku sebagai

    pembaharu atau modernis atau reformis, tetapi sejatinya mereka adalah

    para penyeleweng dan penyesat sebagaimana yang sudah diterangkan

    sebelumnya.

    4. memahami ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Nabi saw mengikuti rasio

    dan akalnya sendiri, tanpa merujuk kepada penafsiran ulama-ulama salaf,

    maka mereka sesat dan menyesatkan.

    C. Selanjutnya bagaimana sikap yang benar terhadap madzhab dan

    bermadzhab?

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    43/51

    Adapun menurut saya wallahu alam bis-showwab- sebagai berikut :

    Tentang hukum bermadzhab, lebih baik dan lebih ashlah, kita mengikui

    pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm, yang mana menurut beliau,

    Bermadzhab hukumnya Jaiz (boleh) dantidak wajib, dengan kata lain

    bermadzhab boleh dan tidak bermadzhab juga boleh, atau tidak wajib

    bermadzhab dan tidak wajib juga tidak bermadzhab.

    Tentang sikap-sikap lain, sangat tergantung pada keadaan masing-masing

    pribadi, dan kemampuannya, dari segi ilmu syarI apakah anda seorang

    mujtahid ataukah muttabi ataukah muqollid?

    Dan apakah anda berada dalam salah satu madzhab yang empat, ataukah

    bermadzhab Dzhohiri? Ataukah berada di luar itu semua?

    a. Jika anda seorang mujtahid yang memenuhi syarat berijtihad yaitu:

    1. Marifah (mengetahui secara mendalam) Alquran dan ilmu-

    2. Marifah (mengetahui secara mendalam) hadits dan ilmu-

    ilmunya.

    3. Marifah (mengetahui secara mendalam) Ijtima dan Ikhtilaf.

    4. Marifah (mengetahui secara mendalam) bahasa Arab dan

    seluk beluknya.

    5. Marifah (mengetahui secara mendalam) Ushul Fiqih,

    khusunya Qiyas, Taarudh dan Tarjih,

    Maka anda boleh berijtihad dengan melibatkan diri dalam salah satu

    madzhab yang ada, sebagaimana para mujtahidin yang terdapat dalam

    madzhab-madzhab, asalkan tidak taashub atau jika anda memang ornag

    yang tidak melibatkan diri dalam salah satu madzhab yagn ada, maka

    ikutilah jalan sebagaimana yang ditempuh oleh Asy-Syaukani (1250H)

    dan sebagainya, asalkan tidak bersikap anti madzhab, dan sebagai catatan

    pentingbahwa ijtihad anda tidak boleh menyelesihi ijma oleh karenaitu

    diantar disiplin ilmu yang wajib dilakukan seorang mujtahid apabila ia

    hendak berijtihad, dalam suatu masalah , dia wajib meneliti apakah dalam

    masalah tersebut sudah ada ijma atau belum? Jika telah ada ijma maka

    tidak ada ruangan baginya untuk berijtihad, sebagai contoh misalnya,

    tentang wujudnya Ahludz-Dzimmah (Kafir Dzimmi) merupakan ijma

    shohabah dan ulama sesudahnya, tiba-tiba muncul manusia-manusia yang

    mengaku sebagai mufakkir, ilmiawan, cendekiawan muslim dan

    sebagainya yang menyatakan bahwa berdasarkan ijtihadnya, maka pada

    masa kini ahludz-dzimmah tidak ada lagi dengan alasan ,akata mereka,

    Karena orang-orang Ahlul-Kitab sudah sama-sama mempertahankan

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    44/51

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    45/51

    Denganmengikuti panduan dan kiat ini Insya Allah- anda akan menjadi

    muttabi yang sebenarnya dan boleh jadi dengan izin allah anda akan

    meningkat ke martabat yang lebih atas lagi yaitu sebagai seorang mujtahid

    Insya Allah-

    Akan tetapi jika anda mengaku sebagai muttabi hanya dengan modal

    membaca satu-dua buku yang ditulis oleh ustadz atau kyai atau guru, anda

    sendiri, sedangkan anda tidak memahami apakah kyai anda tersebut

    mengikuti manhaj dan pemahaman salafussholeh ataukah, jika tidak bisa

    jadi ia bermanhaj salah, anda mengira diri anda telah mengikuti sunnah,

    akan tetapi pada hakekatnya and telah menyeleweng dan tersesat, dengan

    kesesatan yang jauh. al-Iyadzubillah-

    c. Jikalau anda seorang Muqollid, jadilah muqollid yang sebaik-

    baiknya sesuai dengan syara sebagaimana yang telah

    disebutkansebagiannya dalam bahasan sebelumnya. Anda wajib meyakini

    berdasarkan ilmu bahwa orang yang anda taqlidi itu benar-benar orang

    yang mengikuti Alquran dan Assunnah, dan mengikuti kebenaran, bukan

    ahlul bidah dan ahlul ahwa tidak menjadi masalah apakah dia

    bermadzhab atau tidak, dan anda wajib menghindarkan dari enam taqlid

    yang tercela yang telah disebutkan diatas (silahkan lihat kembali halaman

    yang membahas tentang ini sebelumnya).

    D. Menyikapi Wahhabi.

    Secara garis besar manusia dalam menyikapi Wahabi bisa dibagikan menjadi

    3 (tiga) golongan, yaitu : golongan yang kontra, golongan yang netral dan

    golongan yang pro.

    1. Golongan yang Kontra.

    Yang kami maksud dengan golongan yang kontra disini ialah,

    golongan dari kaum muslimin yang tidak suka kepada mereka,

    membenci mereka, memusuhi mereka secara lahir maupun batin,

    menjuluki mereka dengan julukan-julukan yang tidak selayaknya,

    seperti golongan khowarij, golongan yang mengkafirkan kaum

    muslimin, golongan yang tidak menyukai ulama golongan yang sesat,

    dan lain sebagainya. Golongan ini antara lain yaitu:

    a. Orang awam yang jahil dan taashub kepada

    madzhabnya, terutama dari kalangan madzhab Hanafi dan

    Syafii, mereka ini mendapat keterangan sepotong-sepotong dari

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    46/51

    sebagian guru yang mereka percayai, tentang wahabi yang

    berkesan buruk, disamping hebatnya, propaganda dari pihak-

    pihak yang tidak suka dan khawatir dengan gerakan mereka,

    khususnya penjajah kuffar barat, termasuk Inggris pada masa

    itu.

    b. Sebagian orang yang sebenarnya, berilmu yang

    bermadzhab akan tetapi mereka tidak mendapatkan informasi

    yagn cukup tentang wahabi dan tidak mau berusaha

    memperoleh informasi yang sebenarnya, mereka hanya

    mencukupkan dengan penilaian satu atau dua ulamanya dalam

    kitab-kitab mereka yang bermuatan negatif, maka dengan sikap

    taashub ini mereka enggan membaca kitab-kitab dan risalah-

    risalah mereka, bahkan ada yang menilai sebagai buku-buku

    najis, sesat dan menyesatkan.

    Ada satu kisah wallahu alam- kebenarannya, katanya ada

    seorang alim di salah satu negeri yang tidak suka kepada Al-

    Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rhm, maka ada seorang

    alim lain yang ingin menunjukkan kepadanya, siapa

    sebenarnya Muhammad bin Abdul Wahhab itu, dan apa risalah

    yang didakwahkannya, maka alim kedua itu menyuruh salah

    seorang pemuda untuk mengirimkan dan memberikan kitab-

    kitab tulisan Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab rhm

    dengan taktik menghilangkan sampul atau cover depannya dan

    nama penulisnya, maka begitu alimpertama tersebut

    mendapatkan buku-buku itu dan membacanya, beliau

    mengagumi kehebatan isinya dan menanyakan kepada si

    pengirim tentang siapa penulis buku tersebut dan seterusnya,

    dari cerita yang singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa si

    alim tadi tidak suka, karena tidak mengenal yang sebenarnya,

    c. Orang-orang yang merasa dirugikan

    kepentingannya karena terkena sasaran dakwah mereka,

    khususnya para thaghut dan penyokong-penyokongnya,

    pemuka-pemuka ahli bidah dan quburiyyin dan sebagainya.

    2. Golongan yang Netral.

    Yaitu golongan manusia yang bersikap masa bodoh terhadap mereka,

    ada dan tidaknya wahabi sama saja bagi mereka, golongan ini tidak

    memberikan walanya dan tidak pula mengenakan baranya terhadap

    wahabi, sikap seperti ini tercela di sisi syariat Islam, bahkan hukumnya

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    47/51

    haram (rujuk bahasan Al-Muwaalat wal Muaadaat atau Al-walaa wal

    Baraa dalam kitab-kitab yan gada)

    Adapun golongan ini mayoritasnya adalah ahluddunya (orang yang

    hidupnya hanya untuk keduniaan) cinta dan bencinya suka

    danmarahnya, membela dan memusuhinya seluruhnya diasaskan pada

    kepentingan dunia.

    3. Golongan yang Pro.

    Yang kami maksud dengan golongan yang pro disini adalah dari kaum

    muslimin minimal mencintai wahabi dan tidak membenci mereka,

    golongan ini antara lain sebagai berikut:

    a. Golongan awam yang bermadzhab Hambali.

    b. Golongan awam yang tidak bermadzhab dengan salah satu

    dari madzhab yang empat.

    c. Golongan yang tidak bertaashub dengan madzhab yang

    memahami wahabi dengan sebenarnya.

    d. Sebagian orang yagn munshif meskipun mereka berada di

    dalam madzhab Hanafi, Maliki, atau SyafiI, adapun dalam

    mengikuti risalah dakwah yang dibawa oleh Al-Imam Muhammad

    bin Abdul Wahhab dan murid-muridnya yang setia, golongan yang

    pro ini bisa dikelompokkan sebagai berikut:

    e. Golongan yang mengikuti syiar dan slogannya saja,

    misalnya anti syirik, bidah, khurafat serta takhayul dan

    sebagainya, akan tetapi tidak dipraktekkan dalam amalan kecuali

    sebagian saja yang sesuai dengan seleranya, katanya anti itu semua,

    namun mereka masih merujuk pada buku-buku yang carut-marut

    seperti; Primbon, Mujarobat dan sebagainya, masih pergi ke

    dukun-dukun,, menyhimpan benda-benda klenik yang diyakini,

    bisa memberi manfaat dan madhorot, mengamalkan silat-silat yang

    dicampur dengan keyakinan-keyakinan syirik, masih percaya

    hitungan hari, hari baik, hari buruk dan nahas dan sebagainya.

    f. Golongan yang mengikuti gigih mau kembali kepada tauhid

    dan sunnah dan berusaha menjauhi syirik, bidah, taqlid, khurafat

    dan takhayul dalam arti kata yang terbatas, belum mencakup segala

    aspek kehidupannya, hanya sebagian ibadah mahdhoh saja.

    g. Golongan yang mengikuti hampir seluruh risalah dakwah

    yang dibawa mereka, kecuali takfir, qital dan sikap keras mereka

    terhadap ghullat Murjiah dan baranya terhadap para thowaghit.

  • 7/30/2019 56913118 Mazhab Dan Wahabi

    48/51

    h. Golongan yang mengikuti risalah dakwah dan jihad mereka

    secara keseluruhan (kecuali yang bertentangan dengan Assunnah

    jika ada-) dan golongan ini jumlahnya sedikit dan hari ini dibenci

    oleh seluruh manusia kecuali yang dirahmati Allah

    E. Sekarang Bagaiman Sikap Kita Terhadap Wahabi.

    Menurut pendapat saya wallahu alam bish-showwaab- bagi saudara-saudara

    kita yang bercita-cita terdaftar namanya dalam Firqoh Najiyyah (Kelompok

    yang Mendapatkan Pertolongan Allah Taala) dan termasuk 70.000 (tujuh

    puluh ribu) atau 490.000.000 (empat ratus sembilan puluh juta.) yang

    diselamatkan dari siksa neraka, tidak boleh tidak dia harus menempuh jalan

    dan manhaj sebagaimana yang ditempuh oleh mereka, secara keseluruhannya,

    sebab golongan yang seperti mereka inilah yang paling layak menduduki

    kedudukan-kedudukan yang mulia lagi tinggi tersebut.

    Diantara hadits-hadits yang meriwayatkankedudukan tersebut adalah sebagai

    berikut :

    Khot Arab.

    Artinya : Dari Muawiyah rhm, berkata, Rasulullah saw telah bersabda,

    Sesungguhnya dua ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) berpecah belah dalam

    agama mereka diatas tujuh puluh duamillah dansesungguhnya umat ini akan

    berpecah belah diatas tujuhpuluh tiga millah, seluruhnya di neraka kecuali

    satu yaitu Al-Jamaah. (H.R. Al-Hakim).

    Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang senada dengannya, Ahlul Ilmi

    menyebut yang satu dalam hadits ini adalah Al-Firqoh An-Najiyyah

    (golongan yang selamat), menurut mereka Al-Firqoh An-Najiyyah yang

    disebut Al-Jamaah yang disebut dalam hadits tersebut adalah Ahlussunnah

    wal Jamaah atau Ahlul Hadits, Insya Allah tidak akan keliru, kalau saya

    berp