Upload
dedemahmud
View
64
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
dosen pengampu : Ns. Wantiah., M.Kep
oleh
Riezky Dwi Eriawan 082310101011Ardhini Fitrie Diana 082310101023Rivanti Zumaro 082310101037Ditha Ariesya 082310101060Tutut Handayani 082310101073M.Faisol Alfady 082310101076
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan taufik dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Asuhan
Keperatan Pada Klien Ketoasidosis Diabetikum” guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal bedah di Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah
dengan sabar menuntun kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Beliau telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penyusun agar
dapat menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran dari berbagai pihak akan kami terima dengan
baik untuk kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penyusun berharap semoga makalah
ini dapat memberi manfaat.
Jember, Mei 2011
Penyusun
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketoasidosis diabetik adalah kondisi medis darurat yang dapat mengancam
jiwa bila tidak ditangani secara tepat. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh
penurunan kadar insulin efektif di sirkulasi yang terkait dengan peningkatan
sejumlah hormon seperti glukagon, katekolamin, kortisol, dan growth hormone.
Mortalitas terutama berhubungan dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57% -
87% dari seluruh kematian akibat KAD.
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (?-hidroksibutirat dan
asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia
dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik, dehidrasi, dan kehilangan
elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi ke dalam tiga kriteria, yaitu ringan,
sedang, dan berat, yang dibedakan menurut pH serum.2
Risiko KAD pada IDDM adalah 1 – 10% per pasien per tahun. Risiko
meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah
mengalami episode KAD, anak perempuan peripubertal dan remaja, anak dengan
gangguan psikiatri (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit
(termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi kesehatan).
Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu terjadinya KAD.
Terdapat lima penanganan prehospital yang penting bagi pasien KAD, yaitu:
penyediaan oksigen dan pemantauan jalan napas, monitoring, pemberian cairan
isotonik intravena dan balance elektrolit, tes glukosa, dan pemeriksaan status mental
(termasuk derajat kesadaran).
Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik dan
prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan
ketoasidosis diabetik. Maka, perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana metode
tatalaksana dalam menanganai ketoasidosis diabetik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep ketoasidosis diabetikum?
2. Bagaimana penatalaksanaan ketoasidosis diabetikum?
3. Bagaimana asuhan keperawatan ketoasidosis diabetikum?
1.3 Tujuan
1. Memahami konsep ketoasidosis diabetikum.
2. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan ketoasidosis diabetikum.
3. Mengetahui asuhan keperawatan ketoasidosis diabetikum.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut
“akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada
diabetes ketergantungan insulin. Merupakan gangguan metabolisme akut yang terjadi
pada hiperglikemi yang tidak terkontrol. Keadaan ini dapat mengancam kehidupan oleh
karena terjadi dehidrasi berat, gangguan keseimbangan elektrolit, jika tidak terdiagnosis
dan tertangani dengan benar.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis
osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai
menyebabkan syok. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes
melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis
diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan
metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
2.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk pertama
kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat dikenali adanya
faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam pengobatan dan
pencegahan ketoasidosis berulang. Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya
KAD adalah pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan
atau mengurangi dosis insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
2. Keadaan sakit atau infeksi.
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat
hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh faktor-faktor:
a. Infeksi, dimana terjadi peningkatan kecepatan laju metabolisme tubuh
b. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress mendorong
peningkatan proses katabolik .
c. Menolak terapi insulin.
2.3 Tanda dan Gejala
Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetic akan menimbulkan poliuria dan
polidipsia (peningkatan rasa haus). Di samping itu, pasien dapat mengalami penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunan volume intravaskuler
yang nyata mungkin akan menderita hipotensi ortostatik ( penurunan tekanan darah
sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat pula
menimbulkan hipotensi yang nyata serta disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan
gejala gastrointestinal seprti anoreksia, mual, muntah, dan nyeri abdomen. Nyeri begitu
berat sehingga tampaknya terjadi suatu proses intraabdominal yang memerlukan
tindakan pembedahan. Napas pasien mungkin berbau aseton (bau manis seperti buah)
sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu, hiperventilasi (disertai
pernafasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/ sulit) dapat terjadi. Pernafasan
Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan
efek dari pembentukan badan keton. perubahan status mental pada ketoasidosis diabetic
bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lainnnya. Pasien dapat ter lihat sadar,
mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma
(konsentrasi partikel aktif osmotis).
2.4 Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali.
Kedua factor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk menghilangkan
glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama-sama air dan elektrolit seperti natrium dan kalium. Diuresis osmotic yang
ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuria). Hal ini akan menyebabkan dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetic yang berat akan kehilangan rata-
rata 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta klorida periode
waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis) menjadi
asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan
keton oleh hati. pada ketoasidosis diabetic terjadi produksi badan keton yang berlebihan
sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan mencegah timbulnya
keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila bertumpuk dalam sirkulasi dara
badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
2.5 Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
a) Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini. Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air kencingnya
terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik
akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain
itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
b) Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa mata.
Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi bila
tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa darah
dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali
c) Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa stres,
perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan (mati
rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila kakinya
terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan demikian luka kecil
cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir dengan amputasi.
d) Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab kematian
mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi,
sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa sesak,
bengkak, dan lekas lelah.
e) Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari
rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
f) Impotensi.
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang
dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf.
Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga
mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut,
jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada
sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni
(ejaculation retrograde). Penderita yang mengalami komplikasi ini,
dimungkinkan mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk
mengatasi keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang
mengandung hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya.
Karena obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh
yang sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka
sel produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan
seksual tidak banyak dikeluhkan. Walau demikian diabetes millitus
mempunyai pengaruh jelek pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut
diantaranya adalah mudah mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi
sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau
lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
g) Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-
kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis
syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.
2.6 Hasil Laboratorium
Kadar glukosa darah dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dL (16,6 hingga
44,4 mmol/L). Sebagian pasien mungkin memperlihatkan kadar glukosa darah yang
lebih rendah, dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl
(55,5 mmol/L) atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi.Sebagian
pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa darah yang berkisar dari
100 hingga 200 mg/dL (5,5 hingga 11,1 mmol/L), sementara sebagiannya mungkin
tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetic sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai
400 hingga 500 mg/dl (22,2 hingga 27,7 mmol/L).
Bukti adanya ketoasidosis dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah (0
hingga 15 mEq/L) dan pH yang rendah (6,8 hingga 7,3). Tingkat pCO2 yang rendah (10
hingga 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik (pernafasan Kussmaul)
terhadap asidosis metabolic. Akululasi badan keton yang mencetuskan asidosis
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Kadar natrium dan kalium dapat rendah, normal atau tinggi sesuai jumlah cairan
yang hilang (dehidrasi). sekalipun terdapat pemekatan plasma harus diingat adanya
deplesi total elektrolit tersebut dan elektrolit lainnya yang tampak nyata dari tubuh.
Akhirnya, elektrolit yang mengalami penurunan ini harus diganti.
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN), hemoglobin, dan hematokrit juga
dapat terjadi pada dehidrasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin
dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami
insufisiensi renal.
2. 7 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari KAD adalah :
1. Hiperglikemia
2. Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan:
a. Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
b. Penglihatan yang kabur
c. Kelemahan
d. Sakit kepala
3. Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri).
4. Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai denyut nadi
lemah dan cepat.
5. Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
6. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
7. Mengantuk (letargi) atau koma.
8. Glukosuria berat.
9. Asidosis metabolik.
10. Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
11. Hipotensi dan syok.
12. Koma atau penurunan kesadaran.
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl
atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus
disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan
kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat
disertai kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara
sebagian lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum
sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat
natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa
turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
d. Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan
asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion
untuk menilai derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG).
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari
pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan
bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan
lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan
sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
g. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
2) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan dengan cara:
a. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl).
Biasanya tes ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar
glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b. Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan
ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada
terjadinya aterosklerosis.
2.6 Penatalaksanaan
Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen berikut:
a) Cairan.
Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang hebat. NaCl 0,9
% diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian cairan normal salin
hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita
hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal jantung
kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200-500 ml/jam) dapat
dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.
b) Insulin.
Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin intramuskular adalah
alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila akses vena mengalami
kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis yang terjadi dapat diatasi
melalui pemberian insulin yang akn menghambat pemecahan lemak sehingga
menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Insulin
diberikan melalui infus dengan kecaptan lambat tapi kontinu ( misal 5 unti
/jam). Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa ditambahkan kedalam
cairan infus bila kadar glukosa darah mencpai 250 – 300 mg/dl untuk
menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.
c) Potassium.
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien penderita
KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara hebat.
2.8 Prognosis
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian
pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh
penyakit yang mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di
negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan
osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan
menjadi sekitar 12%.
Ketoasidosis diabetik sebesar 14% dari seluruh rumah sakit penerimaan pasien
dengan diabetes dan 16% dari seluruh kematian yang berkaitan dengan diabetes. Angka
kematian keseluruhan adalah 2% atau kurang saat ini. Pada anak-anak muda dari 10
tahun, ketoasidosis diabetikum menyebabkan 70% kematian terkait diabetes.
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan Disertai Data Subjektif Dan Objektif
(Menurut pengumpulan data base oleh Doengoes)
1. Aktivitas / Istrahat
Gejala :
a. Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
b. Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda :
a. Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
b. Letargi/disorientasi, koma
c. Penurunan kekuatan otot
2. Sirkulasi
Gejala :
a. Adanya riwayat hipertensi, IM akut
b. Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
c. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
d. Takikardia
Tanda :
a. Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
b. Nadi yang menurun/tidak ada
c. Disritmia
d. Krekels, Distensi vena jugularis
e. Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
3. Integritas/ Ego
Gejala :
a. Stress, tergantung pada orang lain
b. Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda :
a. Ansietas, peka rangsang
4. Eliminasi
Gejala :
a. Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
b. Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang
c. Nyeri tekan abdomen, Diare
Tanda :
a. Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguria/anuria,
jika terjadi hipovolemia berat)
b. Urin berkabut, bau busuk (infeksi)
c. Abdomen keras, adanya asites
d. Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5. Nutrisi/Cairan
Gejala :
a. Hilang nafsu makan
b. Mual/muntah
c. Tidak mematuhi diet, peningkattan masukan glukosa/karbohidrat
d. Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu
e. Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda :
a. Kulit kering/bersisik, turgor jelek
b. Kekakuan/distensi abdomen, muntah
c. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula
darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6. Neurosensori
Gejala :
a. Pusing/pening, sakit kepala
b. Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia
c. Gangguan penglihatan
Tanda :
a. Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
b. Gangguan
c. memori (baru, masa lalu), kacau mental
d. Refleks tendon dalam menurun (koma)
e. Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
a. Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda :
a. Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8. Pernapasan
Gejala :
a. Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi/tidak)
Tanda :
a. Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen
b. Frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
Gejala :
a. Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda :
a. Demam, diaforesis
b. Kulit rusak, lesi/ulserasi
c. Menurunnya kekuatan umum/rentang erak
d. Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar kalium
menurun dengan cukup tajam)
10.Seksualitas
Gejala :
a. Rabas vagina (cenderung infeksi)
b. Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
11.Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
a. Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
b. Penyembuhan yang
c. Lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
d. Fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah).
e. Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan
f. Rencana pemulangan : Mungkin memrlukan bantuan dalam
g. pengatuan diet,
h. Pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah
2. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake
akibat mual, kacau mental
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
3. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan peningkatan kadar
glukosa, penurunan fungsi lekosit, perubahan pada sirkulasi
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan
ketidkseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
5. Kelelalahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
insufisiensi insulin, peningkatan kebutuha nenergi :status hipermetabolik/infeksi
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang,ketergantungan
pada orang lain
7. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan pengoobatan
berhubungan dengan kesalahan menginterpretasi informasi, tidak mengenal
sumber informasi
3. Intervensi Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,
pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual
Batasan karakteristik :
a. Peningkatan urin output
b. Kelemahan, rasa haus, penurunan BB secara tiba-tiba
c. Kulit dan membran mukosa kering, turgor kulit jelek
d. Hipotensi, takikardia, penurunan capillary refill
Kriteria Hasil :
a. TTV dalam batas normal
b. Pulse perifer dapat teraba
c. Turgor kulit dan capillary refill baik
d. Keseimbangan urin output
e. Kadar elektrolit normal
Intervensi
a. Kaji riwayat durasi/intensitas mual, muntah dan berkemih berlebihan
b. Monitor vital sign dan perubahan tekanan darah orthostatic
c. Monitor perubahan respirasi: kussmaul, bau aceton
d. Observasi kulaitas nafas, penggunaan otot asesori dan cyanosis
e. Observasi ouput dan kualitas urin.
f. Timbang BB
g. Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika diindikasikan
h. Ciptakan lingkungan yang nyaman, perhatikan perubahan emosional
i. Catat hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi
lambung
j. Obsevasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB,
nadi tidak teratur dan adanya distensi pada vaskuler
Kolaborasi:
a. Pemberian NS dengan atau tanpa dextrose
b. Albumin, plasma, dextran
c. Pertahankan kateter terpasang
d. Pantau pemeriksaan lab :
Hematokri
BUN/Kreatinin
Osmolalitas darah
Natrium
Kalium
e. Berikan Kalium sesuai indikasif. Berikan bikarbonat jika pH <7,0g. Pasang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi
2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Batasan karakteristik :
a. Klien melaporkan masukan butrisi tidak adekuat, kurang nafsu makan
b. Penurnan berat badan, kelemahan, tonus otot buruk
c. Diare
Kriteria hasil :
a. Klien mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat
b. Menunjukkan tingkat energi biasanya
c. Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan sesuai rentang normal
Intervensi
a. Pantau berat badan setiap hari atau sesuai indikasi
b. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dihabiskan
c. Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,
muntahan makanan yang belum dicerna, pertahankan puasa sesuai indikasi
d. Berikan makanan yang mengandung nutrien kemudian upayakan pemberian
yang lebih padat yang dapat ditoleransi
e. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
f. Observasi tanda hipoglikemia
g. Kolaborasi :
Pemeriksaan GDA dengan finger stick
Pantau pemeriksaan aseton, pH dan HCO3
Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi
Berikan larutan dekstrosa dan setengah salin norma
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut
“akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada
diabetes ketergantungan insulin. Merupakan gangguan metabolisme akut yang terjadi
pada hiperglikemi yang tidak terkontrol. Keadaan ini dapat mengancam kehidupan oleh
karena terjadi dehidrasi berat, gangguan keseimbangan elektrolit, jika tidak terdiagnosis
dan tertangani dengan benar.
Hiperglikemia pada ketoasidosis diabetic akan menimbulkan poliuria dan
polidipsia (peningkatan rasa haus). Di samping itu, pasien dapat mengalami penglihatan
yang kabur, kelemahan dan sakit kepala
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi sebenarnya kematian
pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh
penyakit yang mendasar atau menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di
negara maju dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan
osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka kematian dapat ditekan
menjadi sekitar 12%
4.2 Saran
Adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi khususnya
bagi mahasiswa keperawatan, serta dapat memberikan masukan bagi tenaga medis
khususnya kepada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komperhensif
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.
BAB 5. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,
EGC, Jakarta
Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis,
Philadelphia
Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC, Jakarta
Eliastam, M., Sternbach, G., & Bresler, M. (1998). Buku saku : Penuntun
kedaruratan medis. ( edisi 5 ). Jakarta ; EGC.
Brunner, Suddarth.(2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 2 ,
EGC, Jakarta