13
BAB IV PEMBAHASAN A. Pre –Operatif Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan dioperasi pada kasus ini adalah ASA II yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang. Pada pemeriksaan fisik, breath, blood, brain , bowel dan bone didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan bladder ditemukan urin berwarna merah, keluhan berupa kesulitan miksi, dan telah terpasang kateter urin untuk mengurangi keluhan tersebut. Pemeriksaan penunjang seperti foto thorax dan EKG dalam batas normal, tetapi pada pemeriksaan USG didapatkan hasil yaitu perbesaran prostat dengan ukuran 25 cc. Pasien didiagnosa oleh bedah urologi adalah LUTS et causa suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dengan nilai IPSS sebesar 30 dan dilakukan tindakan operasi cystoscopy dan Transuretrhal Resection of the Prostate (TURP). Berdasarkan tindakan operasi yang akan dilakukan, ditentukan jenis anestesi yang akan digunakan yaitu regional anestesi dengan teknik 35

6. Bab IV Pembahasan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kes

Citation preview

Page 1: 6. Bab IV Pembahasan

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pre –Operatif

Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang

untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan dioperasi pada kasus ini

adalah ASA II yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai dengan

sedang. Pada pemeriksaan fisik, breath, blood, brain , bowel dan bone

didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan bladder ditemukan

urin berwarna merah, keluhan berupa kesulitan miksi, dan telah terpasang

kateter urin untuk mengurangi keluhan tersebut. Pemeriksaan penunjang

seperti foto thorax dan EKG dalam batas normal, tetapi pada pemeriksaan

USG didapatkan hasil yaitu perbesaran prostat dengan ukuran 25 cc. Pasien

didiagnosa oleh bedah urologi adalah LUTS et causa suspek Benign Prostate

Hyperplasia (BPH) dengan nilai IPSS sebesar 30 dan dilakukan tindakan

operasi cystoscopy dan Transuretrhal Resection of the Prostate (TURP).

Berdasarkan tindakan operasi yang akan dilakukan, ditentukan jenis anestesi

yang akan digunakan yaitu regional anestesi dengan teknik spinal. Persiapan

yang dilakukan pada pasien ini sebelum operasi antara lain:

a. Informed consent

Informed consent ini meliputi penjelasan mengenai penyakit yang

diderita pasien, tindakan-tindakan yang akan dilakukan, alasan dilakukannya

tindakan tersebut, resiko dilakukannya tindakan, komplikasi, prognosis, biaya

dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi pasien maupun

tindakan yang dilakukan kepada pasien dan keluarga terdekat yang

bertanggung jawab terhadap pasien. Tujuannya untuk mendapatkan

persetujuan dan ijin dari pasien atau keluarga pasien dalam melakukan

tindakan anestesi dan operasi sehingga resiko-resiko yang mungkin akan

terjadi pada saat operasi dapat dipertimbangkan dengan baik.

35

Page 2: 6. Bab IV Pembahasan

b. Puasa

Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena

regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek

samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring

mengalami penurunan selama anestesia. Pada pasien dewasa umumnya

dipuasakan selama 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam

(Latief, 2001). Pada kasus ini, pasien dapat dipuasakan selama 6 jam. Pasien

telah diminta berpuasa sejak pukul 07.00 WIB.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum baik

sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun pemeriksaan laboratorium

pada pasien ini meliputi pemeriksaan darah lengkap, waktu perdarahan,

waktu pembekuan, elektrolit dan kimia klinik. Pemeriksaan darah lengkap

dilakukan untuk menilai ada tidaknya gangguan dan merencanakan koreksi

jika terdapat gangguan.

Kadar hemoglobin yang baik, diperlukan guna memfasilitasi distribusi

oksigenasi ke jaringan dan pengangkutan karbon dioksida. Oksigenasi atau

perfusi yang baik diperlukan jaringan guna mencegah terjadinya syok. Jumlah

trombosit, masa pembekuan dan defisiensi faktor pembekuan perlu dievaluasi

agar dapat diantispasi risiko komplikasi perdarahan. Trombosit merupakan

unsur dasar dalam darah yang dapat meningkatkan koagulasi. Penurunan

trombosit dalam sirkulasi sebanyak kurang dari 50% nilai normal akan

menyebabkan perdarahan.

Elektrolit penting juga untuk dievaluasi mengingat peranannya dalam

berbagai proses fisiologis tubuh. Natrium adalah ion yang dominan berada

pada cairan ekstrasel dengan nilai normal 135-145 mEq/L. Keadaan

hiponatremia, bila tidak dikoreksi secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan

edem otak, selanjutnya menimbulkan kerusakan otak yang ireversibel.

Hipernatremia jarang terjadi, sebagai akibat ginjal sangat efisien dalam

mengeksresikan Na. Hipokalemia dan hiperkalemia merupakan keadaan yang

gawat karena dapat menyebabkan aritmia jantung dan perlu segera dikoreksi.

36

Page 3: 6. Bab IV Pembahasan

Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai teknik

anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan pasien untuk

tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari sindrom TUR atau

ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi memperlihatkan penurunan

hilangnya darah ketika prosedur TURP dilakukan dengan menggunakan

anestesi regional dan anestesi umum. Penggunaan dari anestesi regional

jangka panjang, dibandingkan dengan anestesi umum, pada pasien yang

mengalami TURP dihubungkan dengan kontrol nyeri dan penurunan

kebutuhan penyembuhan nyeri postoperatif.

Pada pasien ini dipilih teknik anestesi dengan menggunakan regional

anestesi, yaitu dengan anestesi spinal. Anestesi regional baik spinal maupun

epidural dengan blok saraf setinggi T10 memberikan efek anestesi yang

memuaskan dan kondisi yang optimal dalam melakukan tindakan

Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Pemilihan anestesi ini

berdasarkan dari pertimbangan keadaan pasien sendiri dan inidikasi dari

teknik spinal. Selain itu teknik anestesi spinal sudah lama dilakukan untuk

mengetahui lebih awal terhadap komplikasi dari TURP, yaitu TURP

sindrome.

TURP syndrome adalah sekumpulan gejala sistemik sebagai efek dari

penyerapan cairan irigasi yang terlalu banyak sehingga hal tersebut

mengganggu kestabilan kadar natrium tubuh, sementara natrium memiliki

peran vital dalam menjaga fungsi kerja saraf. Tanda dan gejala tersebut

adalah disorientasi, gangguan kesadaran, gangguan penglihatan, mual dan

muntah, gangguan pola nafas, capillary refill time >2 detik, hiponatremia,

anemia, nyeri kepala, hipertensi, gangguan frekuensi nadi, suara ronkhi paru,

gangguan kadar kalium, kadar ureum dan kreatinin yang tinggi serta edema

kaki. Kunci utama munculnya tanda dan gejala tersebut adalah ketika kadar

natrium dalam darah mulai berkurang (<135 mEq/l) sementara kadar normal

dalam tubuh berkisar antara 135-145 mEq/l dan syndrome ini bisa muncul

pada 15 menit setelah reseksi dilakukan hingga lebih dari 24 jam post operasi.

Manajemen dari syndrome ini diantaranya yaitu:

37

Page 4: 6. Bab IV Pembahasan

1. Monitoring jumlah cairan irigasi yang diabsorpsi selama prosedur. Hal ini

adalah kunci untuk melakukan pengkajian pada perkembangan TURP

syndrome.

2. Monitoring ethanol. Cairan irigasi ditambahkan ethanol dan bisa diukur

saat pasien bernafas sehingga bisa dideteksi jumlah cairan irigasi yang

diabsorpsi. Cara ini sangat sensitive untuk mendeteksi 75 ml cairan yang

diabsorpsi per 10 menit jalannya TURP.

3. Monitoring central venous pressure. Penyerapan cairan irigasi menuju

sirkulasi darah bisa meningkatkan Central Venous Pressure (CVP). Setiap

500 mL cairan yang sudah diabsorbsi selama 10 menit meningkatkan CVP

sejumlah 2 mmHg. CVP juga berpengaruh pada jumlah darah yang hilang

dan pemberian cairan intravena.

4. Metode Gravimetry. Metode ini diperlukan ketika operasi TURP

dilakukan di atas tempat tidur yang terdapat alat ukur berat badan. Jika ada

peningkatan berat badan, maka hal ini disebabkan karena absrobsi cairan

irigasi berlebih dan ini berpotensi menimbulkan TURP syndrome.

Pengukuran ini juga memperhatikan jumlah darah yang keluar, terapi

intravena yang diberikan dan harus dilakukan dalam keadaan kandung

kemih kosong.

Pencegahan agar tidak terjadi sindrom ini adalah saat operasi

memposisikan pasien dengan ekstrimitas bawah lebih rendah dari kepala

karena hal ini bisa menurunkan jumlah cairan irigasi yang masuk ke sirkulasi,

skill dan pengalaman kerja dari urolog karena semakin memiliki banyak

pengalaman dalam TURP maka bisa meminimalisir munculnya sindrom

TURP, tidak melakukan TURP melebihi 60 menit karena lebih dari itu bisa

memunculkan TURP syndrome, bipolar TURP (penggunaan aquades untuk

irigasi bukan NaCl), penggunaan diuretik semisal furosemid dan infus manitol

untuk prevensi edem pulmo. Namun yang menjadi catatan penting adalah

diuretik hanya digunakan pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang

stabil. Karena penggunaan diuretik yang melebihi dosis akan memperburuk

38

Page 5: 6. Bab IV Pembahasan

hiponatremia dan hipotensi. Tentunya hal ini berdampak pada safety pasien

post TURP dan bisa meningkatkan resiko kematian.

Pada pasien geriatri penting dilakukan evaluasi ketat terhadap fungsi

kardiovaskuler, hepatobilier, respirasi dan ginjal. Pasien-pasien ini dilaporkan

mempunyai prevalensi yang cukup tinggi untuk mengalami gangguan

kardiovaskular dan respirasi, hal ini disebabkan telah terjadinya penurunan

faal tubuh dan perubahan degeneratif pada berbagai sistem organ seperti

sistem kardiovaskular dimana elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga

compliance arteri menurun dan menyebabkan tekanan darah sistolik

meningkat. Tekanan darah diastolik tidak mengalami perubahan bahkan bisa

menurun dan terjadi peningkatan tonus vagal. Pada sistem respirasi, elastisitas

jaringan paru berkurang, kontraktilitas dinding dada menurun,

meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi dan perfusi, sehingga

mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas

vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas

menyempit dan terjadilah hipoksemia. Proteksi jalan nafas yaitu batuk,

pembersihan mucociliari berkurang, refleks laring dan faring juga menurun

sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi lambung

lebih besar.

B. Durante Operatif

Sebelum pasien menerima obat-obat anestesi, pasien diposisikan

dalam posisi duduk dengan memeluk bantal untuk memudahkan pelaksanaan

anestesi spinal. Setelah pemberian anestesi bupivakain, pasien diposisikan

kepada posisi supinasi.

Bupivacaine digunakan sebagai agen induksi pilihan pada kasus ini

karena obat bupivicaine memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang

pendek. Dosis pemberian bupivicaine adalah 0,05-0,1 mg/kgBB sehingga

pasien ini membutuhkan bupivicaine sebanyak 3.75 – 7.5 mg untuk mencapai

efek anestesi, namun pada kasus ini bupivicaine diberikan sebanyak 20 mg.

Dosis yang berlebihan ini diberikan untuk menjamin efek penyebaran obat

39

Page 6: 6. Bab IV Pembahasan

bupivicaine yang lebih adekuat ke regio T10. Seperti halnya anestesi lokal

lainnya, bupivacaine akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada

perambatan impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan

ion-ion natrium melalui membran sel, ke dalam sel. Penggunaan bupivacaine

untuk anestesi spinal adalah 2-3 jam, dan memberikan relaksasi otot derajat

sedang (moderate). Efek blokade motorik pada otot perut menjadikan obat ini

sesuai untuk digunakan pada operasi – operasi perut yang berlangsung sekitar

45 - 60 menit. Lama blokade motorik ini tidak melebih durasi analgesiknya.

Larutan Bupivacaine hiperbarik yang digunakan pada anestesi spinal, pada

saat awal penyebarannya di ruang sub-arachnoid, sangat dipengaruhi oleh

gravitasi. Selain itu, penyebarannya lebih mudah ke arah cephal dibanding

larutan isobarik, bahkan pada posisi horisontal sekalipun. Pada pasein ini, efek

anestesi spinal masih dirasakan sampai tindakan selesai, karena durasi

tindakan Transuretral Resection of the Prostate (TURP) yang dilakukan pada

pasien ini berlangsung hanya 45 menit sesuai dengan prosedur tindakan TURP

maksimal 60 menit untuk menghindari terjadinya sindrom TURP selama

operasi. Selama operasi berlangsung juga dilakukan pemberian asam

traneksamat sebanyak 10 mg/kgBB sebanyak 500 mg untuk mencegah

terjadinya komplikasi perdarahan.

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti, dalam

batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma

ekspander) secara intravena. pembedahan dengan anastesia memerlukan puasa

sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk

mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,

mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang

terjadi, dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga.

Selama puasa, pasien diberikan cairan pengganti puasa Ringer

Dextrose 50 tpm makro sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan

pengganti puasa dan kebutuhan Na per hari pasien. Sebelum pembedahan,

dilakukan juga pemberian cairan kristaloid sebanyak 500 cc untuk mencegah

40

Page 7: 6. Bab IV Pembahasan

hipotensi yang timbul akibat blok aktivitas saraf otonom akibat penggunaan

anestesi spinal. Terapi cairan durante operasi dijabarkan sebagai berikut:

Berat Badan : 75 kg

Terapi Cairan :

Maintenance : 2 x 75 =150 cc

Pengganti Puasa (PP) : 6 x maintenance

: 6 x 150 cc

: 900 cc

Stress Operasi : 6 cc/kgBB (sedang)

: 6 x 150 cc

: 900 cc

Jam I : ½ PP + M + SO

: 450 + 150 + 900

: 1500 cc

Estimated Blood Volume (EBV) : 65 x BB

: 65 x 75 kg

: 4875 cc

Allowed Blood Loss : 20% x EBV

: 20% x 4875

: 975 cc

Selama operasi berlangsung dilakukan monitoring terhadap tekanan

darah, nadi, dan saturasi oksigen dilakukan setiap 5 menit. Selama operasi

biasanya sering terjadi peningkatan dan penurunan tekanan darah yang

signifikan karena pasien lansia sangat sensitif terhadap stres yang terjadi

selama operasi. Stres selama operasi diakibatkan oleh perdarahan yang

terjadi pada pasien ini. Asam traneksamat diberikan pada pasien ini untuk

mengurangi perdarahan dan meminimalisir stres operasi pada pasien. Dosis

pemberian asam traneksamat adalah sebanyak 10 mg/kgBB sehinga pasien ini

diberikan asam traneksamat sebanyak 500 mg. Beberapa jurnal berpendapat

bahwa penggunaan asam traneksamat intraoperatif terbukti dapat mengurangi

kebutuhan tranfusi darah pada pasien. Asam traneksamat bekerja sebagai

41

Page 8: 6. Bab IV Pembahasan

penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin.

Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin, dan faktor

pembekuan darah lain. Sebelum operasi berakhir, pasien juga diberikan

tramadol (dosis 2,5-5 mg/kgBB) drip intravena sebanyak 200 mg sebagai

agen analgetik. Tramadol merupakan analgetik sentral dengan durasi kerja 4 –

6 jam

C. Post Operatif

Setelah operasi selesai, pasien segera dirawat dan dipindahkan ke

ruang recovery room. Selama diruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan

baik, pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran compos mentis. Tekanan

darah selama 15 menit pertama pasca operasi stabil yaitu 130/70 mmHg.

Pasien dianjurkan untuk tirah baring selama 24 jam pasca operasi

Transuretrhal Resection of the Prostate (TURP) serta dilakukan pemantauan

tanda-tanda vital, keluhan dan gejala yang muncul hingga 24 jam setelah

dilakukan TURP. Hal ini bertujuan untuk memantau TURP Syndrom yang

bisa terjadi 15 menit hingga 24 jam pasca operasi TURP. Pasien juga

mendapatkan terapi antibiotik, cairan intravena dengan drip analgesik dan

irigasi buli menggunakan NaCl 0.9%.

Hari ke-1 pasca operasi Transuretrhal Resection of the Prostate

(TURP) pasien sudah tidak mengeluhkan buang air kecil berwarna merah,

tetapi nyeri saat buang air kecil masih dirasakan dengan nilai VAS 4. Hari ke-

2 pasca operasi pasien mengeluhkan nyeri buang air kecil berkurang dengan

nilai VAS 2, warna urin kuning jernih, pada hari ke-3 pasca operasi pasien

sudah tidak ada keluhan dan diperbolehkan pulang dengan mendapatkan terapi

antibiotik sebagai profilaksis.

42