Upload
atrioventrikular-milanisti
View
214
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kes
Citation preview
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pre –Operatif
Pasien yang akan dioperasi terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
untuk menentukan ASA. Kondisi pasien yang akan dioperasi pada kasus ini
adalah ASA II yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai dengan
sedang. Pada pemeriksaan fisik, breath, blood, brain , bowel dan bone
didapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan bladder ditemukan
urin berwarna merah, keluhan berupa kesulitan miksi, dan telah terpasang
kateter urin untuk mengurangi keluhan tersebut. Pemeriksaan penunjang
seperti foto thorax dan EKG dalam batas normal, tetapi pada pemeriksaan
USG didapatkan hasil yaitu perbesaran prostat dengan ukuran 25 cc. Pasien
didiagnosa oleh bedah urologi adalah LUTS et causa suspek Benign Prostate
Hyperplasia (BPH) dengan nilai IPSS sebesar 30 dan dilakukan tindakan
operasi cystoscopy dan Transuretrhal Resection of the Prostate (TURP).
Berdasarkan tindakan operasi yang akan dilakukan, ditentukan jenis anestesi
yang akan digunakan yaitu regional anestesi dengan teknik spinal. Persiapan
yang dilakukan pada pasien ini sebelum operasi antara lain:
a. Informed consent
Informed consent ini meliputi penjelasan mengenai penyakit yang
diderita pasien, tindakan-tindakan yang akan dilakukan, alasan dilakukannya
tindakan tersebut, resiko dilakukannya tindakan, komplikasi, prognosis, biaya
dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kondisi pasien maupun
tindakan yang dilakukan kepada pasien dan keluarga terdekat yang
bertanggung jawab terhadap pasien. Tujuannya untuk mendapatkan
persetujuan dan ijin dari pasien atau keluarga pasien dalam melakukan
tindakan anestesi dan operasi sehingga resiko-resiko yang mungkin akan
terjadi pada saat operasi dapat dipertimbangkan dengan baik.
35
b. Puasa
Tujuan puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek
samping dari obat- obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring
mengalami penurunan selama anestesia. Pada pasien dewasa umumnya
dipuasakan selama 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan pada bayi 3-4 jam
(Latief, 2001). Pada kasus ini, pasien dapat dipuasakan selama 6 jam. Pasien
telah diminta berpuasa sejak pukul 07.00 WIB.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini secara umum baik
sehingga memenuhi toleransi operasi. Adapun pemeriksaan laboratorium
pada pasien ini meliputi pemeriksaan darah lengkap, waktu perdarahan,
waktu pembekuan, elektrolit dan kimia klinik. Pemeriksaan darah lengkap
dilakukan untuk menilai ada tidaknya gangguan dan merencanakan koreksi
jika terdapat gangguan.
Kadar hemoglobin yang baik, diperlukan guna memfasilitasi distribusi
oksigenasi ke jaringan dan pengangkutan karbon dioksida. Oksigenasi atau
perfusi yang baik diperlukan jaringan guna mencegah terjadinya syok. Jumlah
trombosit, masa pembekuan dan defisiensi faktor pembekuan perlu dievaluasi
agar dapat diantispasi risiko komplikasi perdarahan. Trombosit merupakan
unsur dasar dalam darah yang dapat meningkatkan koagulasi. Penurunan
trombosit dalam sirkulasi sebanyak kurang dari 50% nilai normal akan
menyebabkan perdarahan.
Elektrolit penting juga untuk dievaluasi mengingat peranannya dalam
berbagai proses fisiologis tubuh. Natrium adalah ion yang dominan berada
pada cairan ekstrasel dengan nilai normal 135-145 mEq/L. Keadaan
hiponatremia, bila tidak dikoreksi secara cepat dan tepat dapat mengakibatkan
edem otak, selanjutnya menimbulkan kerusakan otak yang ireversibel.
Hipernatremia jarang terjadi, sebagai akibat ginjal sangat efisien dalam
mengeksresikan Na. Hipokalemia dan hiperkalemia merupakan keadaan yang
gawat karena dapat menyebabkan aritmia jantung dan perlu segera dikoreksi.
36
Anestesi regional sudah sejak lama dipertimbangkan sebagai teknik
anestesi pilihan pada TURP. Teknik anestesi ini memungkinkan pasien untuk
tetap terbangun, yang memungkinkan diagnosis awal dari sindrom TUR atau
ekstravasasi dari irigasi cairan. Beberapa studi memperlihatkan penurunan
hilangnya darah ketika prosedur TURP dilakukan dengan menggunakan
anestesi regional dan anestesi umum. Penggunaan dari anestesi regional
jangka panjang, dibandingkan dengan anestesi umum, pada pasien yang
mengalami TURP dihubungkan dengan kontrol nyeri dan penurunan
kebutuhan penyembuhan nyeri postoperatif.
Pada pasien ini dipilih teknik anestesi dengan menggunakan regional
anestesi, yaitu dengan anestesi spinal. Anestesi regional baik spinal maupun
epidural dengan blok saraf setinggi T10 memberikan efek anestesi yang
memuaskan dan kondisi yang optimal dalam melakukan tindakan
Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Pemilihan anestesi ini
berdasarkan dari pertimbangan keadaan pasien sendiri dan inidikasi dari
teknik spinal. Selain itu teknik anestesi spinal sudah lama dilakukan untuk
mengetahui lebih awal terhadap komplikasi dari TURP, yaitu TURP
sindrome.
TURP syndrome adalah sekumpulan gejala sistemik sebagai efek dari
penyerapan cairan irigasi yang terlalu banyak sehingga hal tersebut
mengganggu kestabilan kadar natrium tubuh, sementara natrium memiliki
peran vital dalam menjaga fungsi kerja saraf. Tanda dan gejala tersebut
adalah disorientasi, gangguan kesadaran, gangguan penglihatan, mual dan
muntah, gangguan pola nafas, capillary refill time >2 detik, hiponatremia,
anemia, nyeri kepala, hipertensi, gangguan frekuensi nadi, suara ronkhi paru,
gangguan kadar kalium, kadar ureum dan kreatinin yang tinggi serta edema
kaki. Kunci utama munculnya tanda dan gejala tersebut adalah ketika kadar
natrium dalam darah mulai berkurang (<135 mEq/l) sementara kadar normal
dalam tubuh berkisar antara 135-145 mEq/l dan syndrome ini bisa muncul
pada 15 menit setelah reseksi dilakukan hingga lebih dari 24 jam post operasi.
Manajemen dari syndrome ini diantaranya yaitu:
37
1. Monitoring jumlah cairan irigasi yang diabsorpsi selama prosedur. Hal ini
adalah kunci untuk melakukan pengkajian pada perkembangan TURP
syndrome.
2. Monitoring ethanol. Cairan irigasi ditambahkan ethanol dan bisa diukur
saat pasien bernafas sehingga bisa dideteksi jumlah cairan irigasi yang
diabsorpsi. Cara ini sangat sensitive untuk mendeteksi 75 ml cairan yang
diabsorpsi per 10 menit jalannya TURP.
3. Monitoring central venous pressure. Penyerapan cairan irigasi menuju
sirkulasi darah bisa meningkatkan Central Venous Pressure (CVP). Setiap
500 mL cairan yang sudah diabsorbsi selama 10 menit meningkatkan CVP
sejumlah 2 mmHg. CVP juga berpengaruh pada jumlah darah yang hilang
dan pemberian cairan intravena.
4. Metode Gravimetry. Metode ini diperlukan ketika operasi TURP
dilakukan di atas tempat tidur yang terdapat alat ukur berat badan. Jika ada
peningkatan berat badan, maka hal ini disebabkan karena absrobsi cairan
irigasi berlebih dan ini berpotensi menimbulkan TURP syndrome.
Pengukuran ini juga memperhatikan jumlah darah yang keluar, terapi
intravena yang diberikan dan harus dilakukan dalam keadaan kandung
kemih kosong.
Pencegahan agar tidak terjadi sindrom ini adalah saat operasi
memposisikan pasien dengan ekstrimitas bawah lebih rendah dari kepala
karena hal ini bisa menurunkan jumlah cairan irigasi yang masuk ke sirkulasi,
skill dan pengalaman kerja dari urolog karena semakin memiliki banyak
pengalaman dalam TURP maka bisa meminimalisir munculnya sindrom
TURP, tidak melakukan TURP melebihi 60 menit karena lebih dari itu bisa
memunculkan TURP syndrome, bipolar TURP (penggunaan aquades untuk
irigasi bukan NaCl), penggunaan diuretik semisal furosemid dan infus manitol
untuk prevensi edem pulmo. Namun yang menjadi catatan penting adalah
diuretik hanya digunakan pada pasien dengan kondisi hemodinamik yang
stabil. Karena penggunaan diuretik yang melebihi dosis akan memperburuk
38
hiponatremia dan hipotensi. Tentunya hal ini berdampak pada safety pasien
post TURP dan bisa meningkatkan resiko kematian.
Pada pasien geriatri penting dilakukan evaluasi ketat terhadap fungsi
kardiovaskuler, hepatobilier, respirasi dan ginjal. Pasien-pasien ini dilaporkan
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi untuk mengalami gangguan
kardiovaskular dan respirasi, hal ini disebabkan telah terjadinya penurunan
faal tubuh dan perubahan degeneratif pada berbagai sistem organ seperti
sistem kardiovaskular dimana elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga
compliance arteri menurun dan menyebabkan tekanan darah sistolik
meningkat. Tekanan darah diastolik tidak mengalami perubahan bahkan bisa
menurun dan terjadi peningkatan tonus vagal. Pada sistem respirasi, elastisitas
jaringan paru berkurang, kontraktilitas dinding dada menurun,
meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi dan perfusi, sehingga
mengganggu mekanisme ventilasi, dengan akibat menurunnya kapasitas
vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan diafragma, jalan nafas
menyempit dan terjadilah hipoksemia. Proteksi jalan nafas yaitu batuk,
pembersihan mucociliari berkurang, refleks laring dan faring juga menurun
sehingga berisiko terjadi infeksi dan kemungkinan aspirasi isi lambung
lebih besar.
B. Durante Operatif
Sebelum pasien menerima obat-obat anestesi, pasien diposisikan
dalam posisi duduk dengan memeluk bantal untuk memudahkan pelaksanaan
anestesi spinal. Setelah pemberian anestesi bupivakain, pasien diposisikan
kepada posisi supinasi.
Bupivacaine digunakan sebagai agen induksi pilihan pada kasus ini
karena obat bupivicaine memiliki masa kerja panjang dan mula kerja yang
pendek. Dosis pemberian bupivicaine adalah 0,05-0,1 mg/kgBB sehingga
pasien ini membutuhkan bupivicaine sebanyak 3.75 – 7.5 mg untuk mencapai
efek anestesi, namun pada kasus ini bupivicaine diberikan sebanyak 20 mg.
Dosis yang berlebihan ini diberikan untuk menjamin efek penyebaran obat
39
bupivicaine yang lebih adekuat ke regio T10. Seperti halnya anestesi lokal
lainnya, bupivacaine akan menyebabkan blokade yang bersifat reversibel pada
perambatan impuls sepanjang serabut saraf, dengan cara mencegah pergerakan
ion-ion natrium melalui membran sel, ke dalam sel. Penggunaan bupivacaine
untuk anestesi spinal adalah 2-3 jam, dan memberikan relaksasi otot derajat
sedang (moderate). Efek blokade motorik pada otot perut menjadikan obat ini
sesuai untuk digunakan pada operasi – operasi perut yang berlangsung sekitar
45 - 60 menit. Lama blokade motorik ini tidak melebih durasi analgesiknya.
Larutan Bupivacaine hiperbarik yang digunakan pada anestesi spinal, pada
saat awal penyebarannya di ruang sub-arachnoid, sangat dipengaruhi oleh
gravitasi. Selain itu, penyebarannya lebih mudah ke arah cephal dibanding
larutan isobarik, bahkan pada posisi horisontal sekalipun. Pada pasein ini, efek
anestesi spinal masih dirasakan sampai tindakan selesai, karena durasi
tindakan Transuretral Resection of the Prostate (TURP) yang dilakukan pada
pasien ini berlangsung hanya 45 menit sesuai dengan prosedur tindakan TURP
maksimal 60 menit untuk menghindari terjadinya sindrom TURP selama
operasi. Selama operasi berlangsung juga dilakukan pemberian asam
traneksamat sebanyak 10 mg/kgBB sebanyak 500 mg untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan.
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti, dalam
batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma
ekspander) secara intravena. pembedahan dengan anastesia memerlukan puasa
sebelum dan sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk
mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan pindah ke ruang ketiga.
Selama puasa, pasien diberikan cairan pengganti puasa Ringer
Dextrose 50 tpm makro sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan
pengganti puasa dan kebutuhan Na per hari pasien. Sebelum pembedahan,
dilakukan juga pemberian cairan kristaloid sebanyak 500 cc untuk mencegah
40
hipotensi yang timbul akibat blok aktivitas saraf otonom akibat penggunaan
anestesi spinal. Terapi cairan durante operasi dijabarkan sebagai berikut:
Berat Badan : 75 kg
Terapi Cairan :
Maintenance : 2 x 75 =150 cc
Pengganti Puasa (PP) : 6 x maintenance
: 6 x 150 cc
: 900 cc
Stress Operasi : 6 cc/kgBB (sedang)
: 6 x 150 cc
: 900 cc
Jam I : ½ PP + M + SO
: 450 + 150 + 900
: 1500 cc
Estimated Blood Volume (EBV) : 65 x BB
: 65 x 75 kg
: 4875 cc
Allowed Blood Loss : 20% x EBV
: 20% x 4875
: 975 cc
Selama operasi berlangsung dilakukan monitoring terhadap tekanan
darah, nadi, dan saturasi oksigen dilakukan setiap 5 menit. Selama operasi
biasanya sering terjadi peningkatan dan penurunan tekanan darah yang
signifikan karena pasien lansia sangat sensitif terhadap stres yang terjadi
selama operasi. Stres selama operasi diakibatkan oleh perdarahan yang
terjadi pada pasien ini. Asam traneksamat diberikan pada pasien ini untuk
mengurangi perdarahan dan meminimalisir stres operasi pada pasien. Dosis
pemberian asam traneksamat adalah sebanyak 10 mg/kgBB sehinga pasien ini
diberikan asam traneksamat sebanyak 500 mg. Beberapa jurnal berpendapat
bahwa penggunaan asam traneksamat intraoperatif terbukti dapat mengurangi
kebutuhan tranfusi darah pada pasien. Asam traneksamat bekerja sebagai
41
penghambat bersaing dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin.
Plasmin sendiri berperan menghancurkan fibrinogen, fibrin, dan faktor
pembekuan darah lain. Sebelum operasi berakhir, pasien juga diberikan
tramadol (dosis 2,5-5 mg/kgBB) drip intravena sebanyak 200 mg sebagai
agen analgetik. Tramadol merupakan analgetik sentral dengan durasi kerja 4 –
6 jam
C. Post Operatif
Setelah operasi selesai, pasien segera dirawat dan dipindahkan ke
ruang recovery room. Selama diruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan
baik, pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran compos mentis. Tekanan
darah selama 15 menit pertama pasca operasi stabil yaitu 130/70 mmHg.
Pasien dianjurkan untuk tirah baring selama 24 jam pasca operasi
Transuretrhal Resection of the Prostate (TURP) serta dilakukan pemantauan
tanda-tanda vital, keluhan dan gejala yang muncul hingga 24 jam setelah
dilakukan TURP. Hal ini bertujuan untuk memantau TURP Syndrom yang
bisa terjadi 15 menit hingga 24 jam pasca operasi TURP. Pasien juga
mendapatkan terapi antibiotik, cairan intravena dengan drip analgesik dan
irigasi buli menggunakan NaCl 0.9%.
Hari ke-1 pasca operasi Transuretrhal Resection of the Prostate
(TURP) pasien sudah tidak mengeluhkan buang air kecil berwarna merah,
tetapi nyeri saat buang air kecil masih dirasakan dengan nilai VAS 4. Hari ke-
2 pasca operasi pasien mengeluhkan nyeri buang air kecil berkurang dengan
nilai VAS 2, warna urin kuning jernih, pada hari ke-3 pasca operasi pasien
sudah tidak ada keluhan dan diperbolehkan pulang dengan mendapatkan terapi
antibiotik sebagai profilaksis.
42