41
6 Ciri Karakter Anak Bermasalah “Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Itu pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya. Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis. Baiklah 2 hal tersebut berasal dari : Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja). Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah. Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa.

6 Ciri Karakter Anak Bermasalah

Embed Size (px)

Citation preview

6 Ciri Karakter Anak Bermasalah

“Mungkinkah mengetahui dan memastikan apakah seorang anak itu bermasalah, dalam waktu 5-10 menit pertama saat kita bertemu dengannya?” Jawabannya adalah “mungkin” dan “pasti”. Itu pertanyaan yang sering saya ajukan kepada peserta seminar ataupun para orangtua yang sedang bersemangat belajar dan mencecar saya dengan berbagai pertanyaan seputar anaknya.Rahasia tersebut akan saya bahas sekarang, rahasia yang sering saya gunakan untuk menganalisa seorang anak. Apakah dia bermasalah, bahkan setelah mempelajarinya dengan seksama kita mampu meramal masa depan seorang anak. Wow, tenang ini bukan obral janji, tapi ini pasti. Dari hasil menangani berbagai kasus keluarga dan individu maka terbentuklah suatu pola yang akurat ditiap individu. Kebanyakan klien saya jika memiliki masalah, kebanyakan masalah tersebut  dan sebagian besar masalah itu berasal dari 2 hal. Ini juga rahasia (Rahasia dari ruang terapi saya), tapi akan saya bongkar habis.Baiklah 2 hal tersebut berasal dari :Keluarga (keluarga yang membentuk masalah tersebut secara tidak sengaja).Masalah tersebut berasal dari usia 7 tahun kebawah. Keluarga, adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak berasal dari keluarga. Dimana sebagian sampai usia 18 tahun anak-anak diIndonesia menghabiskan waktunya 60-80 % bersama keluarga. Manusia berbeda dengan binatang (maaf..) seekor anak kucing yang baru lahir, bisa hidup jika dipisahkan dari induknya, dan banyak binatang yang lain yang memiliki kemampuan serupa. Manusia tidak bisa, sampai usia 18 tahun masih membutuhkan orangtua dan kehangatan dalam keluarga. Sukses seorang manusia tidak lepas dari “kehangatan dalam keluarga”. Akan sangat banyak hal yang akan dikupas dari tiap tahun kehidupan manusia dan kebutuhannya serta cara memenuhi kebutuhan tersebut, terutama aspek emosi. Saya tidak akan meneruskannya, kita akan bahas dikesempatan lainnya, kini kita kembali ke cara mengetahui ciri anak bermasalah.Usia 7 tahun kebawah? Ada apa pada usia ini? Pada masa ini kebanyakan (85%) letak masalah atau asal muasal masalah / hambatan seorang manusia tercipta. Istilah kerennya Mental Block. Karakter yang menghabat pencapaian cita-cita pribadi kita. Dan biasanya akan terasa pada usia 22 tahun ke atas. Woo… segitunya? Ya Mental Block seperti program yang seakan-akan dipersiapkan (karena ketidak sengajaan dan ketidak tahuan orangtua kita) untuk menghambat berbagai macam aspek dalam kehidupan kita. Aspek itu bisa berupa Karier (takut kaya, takut jabatan tinggi) kesehatan (tubuh gemuk, alergi) Relationship (tidak gampang cocok dengan pasangan/teman, paranoid) dan lain hal, serta masih banyak lagi.

Ada apa dengan 7 tahun kebawah dan disekitar 7 tahun pertama kehidupan manusia? Baiklah saya jelaskan, pada masa ini kita membutuhkan, kebutuhan dasar Emosi yang harus terpenuhi ingat HARUS terpenuhi. Jika pada masa ini lewat dan tidak terpenuhi  maka, akan terjadi Mental Block pada diri anak tersebut. Inilah asal muasal dimana Mental Block terbentuk. Karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasar Emosi yang dibutuhkan seorang manusia. Kebutuhan apa yang dibutuhkan pada anak seusia itu? Sehingga fatal akibatnya (pada masa dewasa anak tersebut) jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi Ada 3 kebutuhan yang harus dipenuhi pada anak usia 0 – 7 tahun bahkan lebih, cara ini adalah kunci dalam pendidikan karakter, agar karakter anak kita bisa tumbuh dan berkembang maksimal. Disamping itu ketiga hal inilah asal muasal Mental Block yang sering kali terjadi atau terasa sangat menganggu pada saat anak tersebut dewasa. Yaitu :

1. Kebutuhan akan rasa aman2. Kebutuhan untuk mengontrol3. Kebutuhan untuk diterima3 kebutuhan dasar emosi tersebut harus terpenuhi agar anak kita menjadi pribadi yang handal dan memiliki karakter yang kuat menghadapi hidup. Ini akan sangat panjang sekali jika dijelaskan, nah mengingat kita membahas ciri – ciri karakter anak bermasalah maka kita akan kembali ke topic tersebut.Sebenarnya ada 6 ciri karakter anak yang bermasalah, cukup kita melihat dari perilakunya yang nampak maka, kita sudah dapat melakukan deteksi dini terhadap “musibah besar” dikehidupan yang akan datang (baca: semakin dewasa) dan secepatnnya dapat melakukan perbaikan.Inilah ciri-ciri karakter tersebut :1. Susah diatur dan diajak kerja samaHal yang paling Nampak adalah anak akan membangkang, akan semaunya sendiri, mulai mengatur tidak mau ini dan itu. pada fase ini anak sangat ingin memegang kontrol. Mulai ada “pemberontakan” dari dalam dirinya. Hal yang dapat kita lakukan adalah memahaminya dan kita sebaiknya menanggapinya dengan kondisi emosi yang tenang.Ingat akan kebutuhan dasar manusia? Tiga hal diatas yang telah saya sebutkan, nah kebutuhan itu sedang dialami anak. Kita hanya bisa mengarahkan dan mengawasi dengan seksama.2. Kurang terbuka pada pada Orang TuaSaat orang tua bertanya “Gimana sekolahnya?” anak menjawab “biasa saja”, menjawab dengan malas, namun anehnya pada temannya dia begitu terbuka. Aneh

bukan? Ini adalah ciri ke 2, nah pada saat ini dapat dikatakan figure orangtua tergantikan dengan pihak lain (teman ataupun ketua gang, pacar, dll). Saat ini terjadi kita sebagai orangtua hendaknya mawas diri dan mulai menganti pendekatan kita.3. Menanggapi negatifSaat anak mulai sering berkomentar “Biarin aja dia memang jelek kok”, tanda harga diri anak yang terluka. Harga diri yang rendah, salah satu cara untuk naik ke tempat yang lebih tinggi adalah mencari pijakan, sama saat harga diri kita rendah maka cara paling mudah untuk menaikkan harga diri kita adalah dengan mencela orang lain. Dan anak pun sudah terlatih melakukan itu, berhati-hatilah terhadap hal ini. Harga diri adalah kunci sukses di masa depan anak.4. Menarik diriSaat anak terbiasa dan sering Menyendiri, asyik dengan duniannya sendiri, dia tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya (menarik diri). Pada kondisi ini kita sebagai orangtua sebaiknya segera melakukan upaya pendekatan yang berbeda. Setiap manusia ingin dimengerti, bagaimana cara mengerti kondisi seorang anak? Kembali ke 3 hal yang telah saya jelaskan. Pada kondisi ini biasanya anak merasa ingin diterima apa adanya, dimengerti – semengertinya dan sedalam-dalamnya.5. Menolak kenyataanPernah mendengar quote seperti “Aku ini bukan orang pintar, aku ini bodoh”, “Aku ngga bisa, aku ini tolol”. Ini hampir sama dengan nomor 4, yaitu kasus harga diri. Dan biasanya kasus ini (menolak kenyataan) berasal dari proses disiplin yang salah. Contoh: “masak gitu aja nga bisa sih, kan mama da kasih contoh berulang-ulang”.6. Menjadi pelawakSuatu kejadian disekolah ketika teman-temannya tertawa karena ulahnya dan anak tersebut merasa senang. Jika ini sesekali mungkin tidak masalah, tetapi jika berulang-ulang dia tidak mau kembali ke tempat duduk dan mencari-cari kesempatan untuk mencari pengakuan dan penerimaan dari teman-temannya maka kita sebagai orang tua harap waspada. Karena anak tersebut tidak mendapatkan rasa diterima dirumah, kemanakah orangtua

Usaha-usaha dalam Meningkatkan Pendidikan Karakter di MTs Bustanul Ulum Kec.

Sukamaju

Pendidikan karakter di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju Kabupaten Luwu

Utara dapat dilihat pada proses pembinaan dan pendidikan baik formal (kelas) maupun non

formal (kehidupan pesantren).

1. Menanamkan kedisiplin dan Kejujuran

Pendidikan disiplin dan kejujuran selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan

terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini

terwujud dalam tindak dan perkataan. Semua pihak percaya bahwa wasit dalam sepak bola

misalnya dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia

terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran. Dalam konteks sekolah,

pendidikan kedisiplinan dapat tercermin pada pelaksanaan tugas-tugas sekolah maupun ko-

kurikuler peserta didik. Sedangkan dalam pendidikan kejujuran dapat tercermin dari

pemeriksaan soal-soal latihan dan kantin kejujuran di mana peserta didik bebas mengambil

makanan yang disukai tanpa harus diawasi dan dikontrol oleh guru atau petugas kantin.

Tabel 4.8

Respon Siswa terhadap Pendidikan Disiplin dan Kejujuran di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1

2

3

Suka

Kadang-kadang

Tidak suka

42

14

4

70,00%

23,33 %

6, 67 %

Jumlah 60 100%

Sumber Data: Olah angket, 2011

Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidikan

kejujuruan dan kedisiplinan dalam pembelajaran PAI. Dari 60 orang siswa yagn diteliti,

diperoleh gambaran sebanyak 42 siswa atau 70% yang menyatakan suka dengan strategi

“Pendidikan Disiplin dan Kejujuran”. Selanjutnya, terdapat 14 orang siswa atau 23,33 % yang

menyatakan kadang-kadang suka. Selebihnya, 4 orang siswa atau 33,33 % yang menyatakan

bahwa mereka tidak suka dengan strategi ini. Jadi, pada umumnya siswa menyatakan suka

dengan strategi pembelajaran ini. Hal ini menggambarkan bahwa strategi ini menarik bagi

siswa.

2. Melatih tanggung Jawab santri

Ketika kebanyakan manusia tidak mau ambil pusing apakah ia akan dimintai

pertanggungjawaban atas tindakannya, maka korupsi, kolusi, dan nepotisme membahana di

negeri ini. Ketika seorang peserta didik tidak berlatih memikul tanggung jawab, maka kelak

ia kesulitan mencari penghidupan, atau cepat tersisi dari dunia bekerja, atau cepat gulung

tikar jika menjalankan bisnis. Ketika seseorang tidak melatih tanggung jawab peserta didik

sejak dini, maka saat anaknya remaja ia akan menuai kesulitan.

Dalam pendidikan tanggung jawab di MTs Bustanul Ulum Kecaamatan Sukamaju.

Pendidikan tanggung jawab dilaksanakan dengan cara memberikan tugas masing-masing

peserta didik dalam menjaga: 1] kebersihan kelas, 2] penataan taman kelas, 3] pekerjaan

latihan-latihan dan PR, dan 4] kehadiran di kelas. Peserta didik dilatih untuk menghargai

waktu dan menghargai pekerjaan mereka.

Tabel 4.9

Respon Siswa terhadap Pendidikan Tanggung Jawab

di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1

2

3

Suka

Kadang-kadang

Tidak suka

48

12

-

80,00%

20,00%

-

Jumlah 60 100%

Sumber Data: Olah angket, 2011

Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidik

tanggung jawab dalam pembelajaran siswa di kelas. Dari 60 orang siswa yagn diteliti,

diperoleh gambaran sebanyak 48 siswa atau 80 % yang menyatakan suka dengan metode

ini. Selanjutnya, terdapat 12 orang siswa atau 20 % yang menyatakan kadang-kadang suka.

Pada umumnya siswa menyatakan suka dengan strategi pembinaan tanggung jawab dengan

model tersebut di atas.

3. Membiasakan diri mengahargai orang lain

Pendidikan karakter dalam bentuk menghargai orang lain sangat dibutuhkan baik di

lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat maupun keluarga. Sikap menghargai

orang lain dilatih dan dibangkitkan melalui beberapa cara misalnya melatih peserta didik

untuk; 1] menerima kelebihan dan kekurangan orang lain, 2] melatih peserta didik untuk

berempati dan mempunyai sifat santun pada orang lain, 3] melatih peserta didik untuk

menerima pendapat, saran orang lain, dan 4] melatih peserta didik menerima keritikan dari

orang lain.

Tabel 4.10

Respon Siswa terhadap Pendidikan Menghargai Orang Lain

di MTs Bustanul Ulum Kecamatan Sukamaju

No Jawaban Responden Frekuensi Persentase

1

2

3

Suka

Kadang-kadang

Tidak suka

46

14

-

76,67%

23,33 %

-

Jumlah 60 100%

Sumber Data: Olah angket, 2011

Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi respon siswa terhadap pendidikan

menghargai orang lain dalam pembelajaran siswa di kelas. Dari 60 orang siswa yagn diteliti,

diperoleh gambaran sebanyak 46 siswa atau 76,67% yang menyatakan suka dengan bentuk

pendidikan ini. Selanjutnya, terdapat 14 orang siswa atau 23,33 % yang menyatakan kadang-

kadang.

C. Hambatan dan Usaha Guru Agama Islam dalam Membina Akhlak di Mts

Bajo

Dalam melaksanakan suatu aktivitas, tidak terlepas dari tantangan dan

permasalahan, dan dengan adanya permasalahan yang muncul, maka dilakukan usaha

untuk mengatasinya. Demikian yang terjadi dalam upaya membina akhlak siswa di

Mts. Bajo.

Proses pembinaan merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab seorang

guru yang harus dilakukan secara sadar untuk melakukan perubahan pola piker, sikap

dan tingkah laku para siswa.

Namun untuk mewujudkan tujuan di atas, tidak semudah dengan hal yang

diharapkan dan telah dirancang, karena dalam pelaksanaannya terkadang mengalami

hambatan baik secara eksternal, seperti dari lingkungan keluarga dan masyarakat,

maupun factor internal seperti kekurangan yang datangnya dari dalam sekolah atau

Madrasah Tsanawiyah Bajo.

Dalam proses tersebut, masalah yang dihadapi serta usaha yang dilakukan

oleh guru agama Islam dalam membina akhlak para siswa di Mts. Bajo adalah:

1. Sulitnya mendeteksi perkembangan akhlak anak di lingkungan keluarga dan

masyarakat.

Setiap guru di Mts Bajo benar-benar dituntut untuk membina dan

mengembangkan kepribadian tiap siswa agar memiliki kemampuan dan kesanggupan

jasmani dan rohani yang sehat.

Berbicara tentang pribadi anak, tidak terlepas dengan akhlak yang dimiliki

tiap anak, dan terlintas dalam pikiran kita bahwa setiap manusia memiliki karakter

dan latar belakang keluarga yang berbeda-beda. Dan dengan jumlah siswa yang

terdapat pada Mts Bajo hal tersebut sulit untuk diketahui secara keseluruhan

mengenai kondisi keluarga masing-masing siswa. Dengan perbedaan yang ada,

misalnya seorang anak yang berasal dari keluarga berpendidikan dan berkecukupan

serta orang tua yang taat beragama tentu akan memiliki karakter yang berbeda dengan

anak yang berasal dari keluarga yang tidak berpendidikan, tidak berkecukupan serta

kurang dalam beribadah akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan atau pola

perilaku (akhlak) sang anak secara psikologis.

Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa pembinaan akhlak adalah sifat-sifat

yang berhubungan dengan nilai-nilai moral, sifat positif dan negatif. Hal tersebut

bukan bawaan dari lahir, melainkan diperoleh setelah lahir, yaitu tergantung kondisi

dan keadaan pendukung di sekitar kita.

Dapat diketahui bahwa kondisi lingkungan turut berpengaruh dalam

membentuk akhlak seseorang. Jika lingkungan baik, maka baik pula akhlak yang

akan terbina, demikian pula sebaliknya. Sehingga tampak dalam pergaulan adanya

perbedaan kepribadian sikap pola perilaku antara satu dengan yang lainnya.

Dengan uraian di atas dalam proses pembinaan akhlak siswa melalui kegiatan

latihan dasar kepemimpinan (LDK) dan kajian rutin keagamaan pada tiap hari Kamis

sore, mengalami hambatan yaitu khusus lDK kurangnya dukungan orang tua atau

keluarga dan masyarakat sekitar Mts Bajo dalam hal memberikan izin kepada anak-

anak mereka untuk mengikuti kegiatan tersebut, karena alasan siswa harus bermalam

di sekolah. Ini memberikan isyarat bahwa orang tua kurang percaya terhadap pihak

sekolah sebagai penanggung jawab. Hambatan pada kegiatan kajian keagamaan

Kamis sore adalah para siswa beralasan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di luar

seperti, les matematika, bahasa Inggris dan sebagainya.

Uraian di atas seiring pendapat Ustadz Syahril Sufu selaku tokoh masyarakat

yang tinggal di sekitar Mts. Bajo, mengemukakan:

Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan oleh Mts Bajo seperti LDK adalah hal yang sangat bagus karena dapat membangun mental para siswa, namun orang tua dan masyarakat sekitar tidak memahami mengenai tujuan kegiatan tersebut, sehingga tidak merespon secara baik, apalagi siswa harus bermalam di madrasah selama beberapa hari.1

Dengan penjelasan oleh tokoh masyarakat di atas, maka usaha yang dapat

dilaksanakan adalah sebagai berikut:

a. Sebelum melakukan kegiatan agar memberikan sosialisasai kepada masyarakat

sekitar Mts. Bajo, dapat melalui pemberitahuan di mesjid kepada jamaah shalat.

b. Agar mengeluarkan surat permohonan izin kepada orang tua siswa dan tokoh-

tokoh masyarakat dilengkapi dengan jadwal kegiatan, agar hal-hal yang dilakukan

siswa dapat diketahui oleh orang tua.

c. Melibatkan satu atau dua orang tokoh masyarakat dalam pemberian arahan atau

materi baik pada kegiatan LDK maupun kegiatan kajian rutin.

d. Alumni LDK agar disosialisasikan melalui kegiatan kemasyarakatan, misalnya

menjadi MC pada acara yang dilakukan oleh masyarakat Bajo.

1

Syahril Sufu, Imam Mesjid Jami’ Bajo, “Wawancara”, pada tanggal 01 Oktober di Mesjid Jami Bajo.

e. Jadwal kegiatan sebaiknya tidak mengganggu proses pembelajaran.

Beberapa hal di atas merupakan usaha yang dilakukan dalam mengatasi

hambatan yang dihadapi mengenai kegiatan LDK dan kajian kesiswaan pada setiap

hari Kamis.

2. Sarana dan prasarana yang kurang memadai

a. Perpustakaan

Pada Mts Bajo keberadaan perpustakaan merupakan faktor penunjang dalam

upaya membina siswa dalam upaya perkembangan diri karena program yang

dilaksanakan pada tiap hari Jumat mengenai pembinaan akhlak melalui praktek

secara langsung, para siswa biasanya diarahkan ke perpustakaan untuk mencari

beberapa referensi yang kemudian diberi tugas untuk menerangkan hal-hal yang

dapat dijadikan bahan ceramah atau diskusi, dan dengan dasar tersebut maka

diharapkan hal-hal yang dipahami siswa dapat diimplementasikan dalam kehidupan

nyata, sehingga menciptakan akhlak yang baik.

Selain hal itu oleh Muh. Mustakim selaku salah seorang siswa kelas VII dan

sekaligus ketus OSIS menjelaskan bahwa:

Setiap kali dalam pelaksanaan pelajaran PAI, para siswa membutuhkan Al-Quran dan terjemahnya namun pada perpustakaan Mts Bajo belum memiliki sarana tersebut untuk para siswa, sehingga setiap ada pelajaran PAI semua siswa diingatkan agar membawa sendiri dari rumah.2

2

Muh. Mustakim, Ketua OSIS Mts Bajo, “Wawancara” di Mts Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009.

Uraian di atas dipertegas oleh salah seorang penjaga perpustakaan yang

menyatakan bahwa:

Masih terdapat beberapa buku referensi mengenai PAI yang kurang, selain Al-Quran dan terjemahnya yang memang tidak disediakan untuk peminjaman kecuali jika hanya dibaca di perpustakaan, karena hanya terdapat sekitar 20 buah, demikian pula buku khutbah, pidato, dan buku doa-doa masih kurang.3

Masalah-masalah di atas merupakan bagian yang dapat menghambat proses

usaha guru untuk membina akhlak para siswa, karena bagaimanapun untuk banyak

memahami ajaran agama dengan baik tidak cukup hanya bermodalkan dengan

penjelasan melainkan banyak membutuhkan referensi, sehingga para siswa dapat

memanfaatkan waktu yang ada dengan meluangkan kesempatan meminjam buku di

perpustakaan dan membacanya di rumah saat beristirahat.

Adapun usaha yang dilakukan dalam menangani masalah di atas adalah

sebagai berikut:

1) Pada akhir tahun pengajaran, guru membuat daftar buku yang dianggap

penting untuk diadakan dengan melengkapi daftar jumlah yang dibutuhkan beserta

nama penerbit buku.

2) Pegawai perpustakaan agar melayani para siswa secara baik dan mengatur

jadwal peminjaman secara baik, sehingga tiap-tiap siswa dapat meminjam buku

secara tertib dan teratur.

3 Dasniar, Penjaga Perpustkaan, “wawancara” di Mts Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009.

3) Usaha yang langsung dapat dilakukan adalah meminta kepada siswa agar

setiap pelajaran agama membawa sendiri dari rumah AL-Quran dan terjemahnya ke

sekolah.

Usaha-usaha di atas merupakan hal yang diharapkan dapat membantu

kelancaran proses pembelajaran sehingga tujuan yang diharapkan tercapai.

b. Mushollah

kecilnya ukuran mushollah merupakan hambatan dalam melaksanakan

program shalat berjamaah di sekolah, sehingga usaha guru mengantisipasi hal

tersebut istilah mengatur jadwal shalat berjamaah pada tiap-tiap kelas, seperti hari

Senin dan Rabu, khususnya kelas VII, Selasa dan Kamis, khusus kelas VII, dan Sabtu

khusus kelas IX. Dengan demikian para siswa tidak harus shalat di luar mushollah,

dan hal tersebut memudahkan guru uuuntuk mengkoordinir para siswa dalam

melaksanakan shalat berjamaah.

3. Jam pelajaran yang kurang mendukung dalam proses belajar mengajar

Peran guru agama Islam dalam membina akhlak para siswa banyak

termanifestasikan saat proses pembelajaran PAI, baik dalam bentuk teori maupun

praktek, padahal materi yang diajarkan membutuhkan penghayatan yang lebih dalam.

Adapun usaha dalam penyelesaian hambatan tersebut, yaitu:

a. Memberikan kesempatan kepada siswa yang fasih atau yang lebih pandai

untuk membantu temannya yang dianggap kurang.

b. Merencanakan penambahan alokasi waktu khususnya pada pendidikan agama

Islam (PAI) tanpa mengurangi alokasi waktu pelajaran lain.4 Dengan demikian para

guru PAI Mts Bajo diharapkan dapat membina akhlak para siswa pada tiap

kesempatan yang ada, meskipun di luar dari jadwal pelajaran.

Lebih lanjut diharapkan pula agar seluruh guru maupun pegawai Mts Bajo

agar dapat memperlihatkan akhlaqul karimah yang baik, karena sesungguhnya

dengan melakukan hal tersebut dapat lebih berpengaruh dalam pembentukan akhlak

para siswa dibandingkan dengan pemberian materi semata. Menyaksikan secara

langsung adalah lebih mudah untuk siswa mengikutinya, daripada harus membaca

atau mendengarkan penjelasan guru yang tentunya membutuhkan waktu, sementara

kebanyakan anak menginginkan hal yang cepat dan mudah.

Dengan demikian apabila dalam proses perkembangannya para siswa

mengalami tingkah laku yang kurang terpuji, maka orang tua maupun guru biasa

membenahi dan meluruskan dengan cara hal-hal yang disebutkan di atas.

A. Metode Guru dalam Mengembangkan Sikap dan Prilaku Keagamaan Peserta Didik di

MTs Padang Sappa

Adapun upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan sikap dan perilaku

keagamaan peserta didik Madrasah Tsanawiyah (MTs) Padang Sappa Kecamatan Ponrang

Kabupaten Luwu yakni dilakukan dengan metode pembiasaan, contoh dan suri teladan,

peneguhan hati melalui zikir dan shalat jamaah, pengkondisian melalui cerita-cerita rasul 4

Marhumah, Guru Qur’an Hadits, “Wawancara” di Mts. Bajo, pada tanggal 2 Oktober 2009

dan hikmah, serta metode pengembangan kognitif melalui tugas-tugas pembelajaran di

madrasah.

Metode guru dalam pendidikan keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa,

pada dasarnya pembinaan sikap dan jiwa keberagamaan bagi peserta didiknya. Guru

senantiasa membina sikap positif dalam bentuk pribadi karena teladan dari diri sebagai figur

di mata peserta didik adalah pendidikan akhlakul karimah (akhlak yang baik).

1. Metode Pembiasaan

Pada dasarnya Pengaruh metode ini dianggap baik, ini dapat dilihat pada proses

belajar mengajar yang dilakukan karena menekankan pada aspek pengembangan sikap dan

prilaku keberagamaan khususnya bagi bagi peserta didik. Metode ini digunakan guru dalam

membentuk sikap sopan, disiplin, patuh dan taat kepada guru-guru di MTs Padang Sappa.

Menurut Hanifa, pembinaan sikap sopan peserta didik di dalam kelas maupun di

luar kelas baik yang berhubungan dengan guru, siswa, maupun antara sesama mereka

sangat diperlukan. Pembiasaan sikap sopan ini dilakukan melalui penggunaan bahasa yang

baik dalam bentuk sapaan kepada guru, sapaan kepada antara sesama peserta didik.5

Tabel 4.8Pernyataan Siswa tentang Metode Pembiasaan di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju 2 6.672. Setuju 28 93,333. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -

Jumlah 30 100 %Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011

5Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

Dari tabel tersebut diperoleh bahwa pada umumnya sampel peserta didik

mennyatakan bahwa mereka setuju dengan metode pembiasaan atau metode suri

teladan yang diberikan oleh guru sebagai salah satu cara dalam mengembangkan sikap

dan prilaku keagamaan peserta didik. Terdapat sebanyak 2 (6,67%) siswa menyatakan

sangat sangat setuju dan 28 (93,33%) siswa menyatakan setuju.

Metode pembiasaan dan suri teladan guru antara lain dengan cara memberikan

contoh yang baik, berkata sopan antara sesama, menanamkan sikap disiplin dalam

belajar, pelaksanaan shalat berjamaah, zikir bersama setelah shalat dhuhur dan

sebagainya.6

Guru sebagai pendidik generasi bangsa sangat berperan dalam pengembangan,

peningkatan dan pencapaian prestasi peserta didik. Karena prestasi belajar yang bermutu

menjadi salah satu indikator pencapaian tujuan pendidikan, maka diperlukan metode

pembinaan dan peningkatan kreatifitas dan langkah-langkah konstruksi sehingga cita-cita

ideal pendidikan dapat di wujudkan.

Demikianlah penunjang mutu guru dalam proses belajar mengajar di dalam

lingkungan kelas. Guru adalah figur, teladan bagi siswa-siswanya, maka sikap profesional

guru dalam belajar mengajar merupakan penentu akan keberhasilan bagi anak-anak

didiknya kelak, yang akan menjadi penerus bangsa, agama dan negara.

Guru adalah pendidik yang mendidik, mencintai anak didiknya dan bertanggung

jawab terhadap anak didiknya. Karena panggilan hati nuraninya untuk mendidik, maka

mencintai anak didiknya tanpa membeda-bedakan status sosialnya hal yang utama karena

6Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, wawancara, pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

guru adalah teladan dan panutan dalam mengembangkan sikap dan perilakunya dalam

berinteraksi dalam lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakatnya.

2. Metode Taskirah (peringatan atau ceramah)

Penggunaan metode taskirah atau ceramah cukup popluer dikalangan guru. Semua

responden dari kalangan guru MTs Padang Sappa mengakui bahwa mereka menggunakan

metode taskirah sebagai salah satu cara dalam mengembangkan sikap dan perilaku

keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa. Penggunaan metode taskirah ini digunakan

guru untuk menegaskan, meneguhkan sekaligus untuk menegur kesalahan yang dilakukan

peserta didik di sekolah.

Tabel 4.9Pernyataan Siswa tentang Metode Taskirah di MTs Padang Sappa

Kabupaten Luwu

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Senang - -2. Senang 28 93,333. Tidak Senang 2 6,674. Sangat Tidak Senang - -

Jumlah 30 100 %Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011

Dari tabel tersebut diperoleh bahwa pada umumnya sampel peserta didik

mennyatakan bahwa mereka senang dengan metode taskirah (peringantan atau ceramah)

atau metode suri teladan yang diberikan oleh guru sebagai salah satu cara dalam

mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik. Terdapat sebanyak 28

(93,33%) siswa menyatakan sangat sangat senang dengan metode taskirah dan 2 (6,67%)

siswa menyatakan senang.

Menurut Rahani sebagai berikut:

Metode pembelajaran yang digunakan tetap mengacu pada kurikulum Nasional dan tidak lepas pada pendidikan keagamaan yang berciri khas Islam di bawah bimbingan dan pengawasan Kementerian Agama. Guru sebagai pengajar sangat berpengaruh terhadap pengembangan sikap dan perilaku peserta didik karena guru sebagai panutan sekaligus sebagai teladan bagi peserta.7 3. Metode Kisah

Metode kisah yang dikembangkan guru MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

adalah metode yang dilakukan dengan cara bertutur dan bercerita tentang kisah-kisah

para Nabi-Rasul dan sahabat serta para orang-orang saleh. Penggunaan metode ini dapat

membangkitkan emosi dan penjiwaan dalam hal beragama. Dengan cara ini guru MTs

Padang Sappa dapat mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan peserta didik.

Sikap dan prilaku keagamaan yang dikembangkan melalui metode kisah antara

lain sikap dan prilaku sopan dalam bergaul, hormat pada orang tua (kisah Nabi Nuh), taat

pada orang tua (kisah Nabi Islamil), mencintai ilmu pengetahuan (kisah Nabi Sulaiman),

bertobat kepada Allah (kisah Nabi Adam), membela kebenaran (kisah Nabi Musa), dan

sebagainya.8

Tabel 4.10Pernyataan Siswa tentang Metode Kisah di MTs Padang Sappa

Kabupaten Luwu

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat senang - -2. Senang 30 1003. Tidak senang - -4. Sangat tidak senang - -

Jumlah 30 100 %

7Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

8Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, wawancara, pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs

Padang Sappa Kabupaten Luwu.

Sumber data: Olah angket, 20 Juni 2011

Hasil angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa tentang sikap

mereka tentang metode kisah dalam rangka mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan

siswa yakni 30 (100%) responden menyatakan senang dengan cara guru dalam memberikan

pembinaan di MTs Padang Sappa.

B. Upaya Guru Dalam pengembangan Sikap dan Perilaku Keagamaan Siswa MTs

Padang Sappa Kec. Ponrang kab. Luwu

Keberhasilan guru dalam melaksanakan peranannya dalam bidang pendidikan,

terletak pada kemampuannya melaksanakan berbagai peranan yang bersifat khusus dalam

situasi belajar mengajar dan lebih mampu mengembangkan sifat profesionalismenya

terhadap peserta didiknya.

Siswa Madrasah Tsanawiyah Padang Sappa terdiri atas beberapa suku di antaranya

suku Bugis, Duri, Jawa, Makassar dan luwu sebagai warga setempat. Dari hasil penelitian

dalam upaya pengembangan sikap dan perilaku keagamaan Siswa MTs Padang Sappa Kec.

Ponrang Kabupaten Luwu adalah disebabkan oleh latar belakang suku dan pendidikan orang

tua.

Menurut kepala sekolah MTs padang Sappa, tentang upaya guru dalam

pengembangan sikap dan perilaku siswa yakni:

“Dalam pmbinaan anak didik sangat dibutuhkan adanya kerjasama antara lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai upaya pengembangan keagamaan siswa

serta diperlukan adanya bimbingan dan pengawasan dari guru sebagai tenaga pendidi”.5

Sedangkan menurut Ilmiah Syaif (Guru), tentang perananya dalam pendidikan anak-

anaknya di dalam pengawasannya dengan cara membina anak-anak misalnya memberikan

arahan dan nasehat tentang cara pergaulan yang baik”.6

Menurut Hanifa (Guru), mengenai Metode dalam pendidikan anak-anaknya adalah:

“cara saya membina sikap dan perilakunya dalam lingkungan sekolah yaitu senantiasa memberikan contoh yang baik dan menjadi panutan khususnya dalam bidang pergaulan sehari-hari.”7

Pentingnya mutu pendidikan di MTs Padang sappa sangat diharapkan

pengembangannya oleh semua kalangan, karena Melihat kondisi MTs Padang Sappa sebagai

lembaga pendidikan keagamaan sangatlah berperan dalam masyarakat yang dalam proses

pembangunan khususnya dalam pembangunan nilai-nilai agama.

Berikut upaya dalam pengembangan sikap dan perilaku keagamaan siswa MTs

Padang Sappa, adalah sebagai berikut:

1. Menamamkan kerapian kepada peserta didik karena pada dasarnya agama Islam

menghendaki keindahan.

2. Menanamkan hidup sehat, seperti selalu menjaga kebersihan diri dengan

memotong kuku, cuci tangan dan lain-lain.

55Muh. Syarif, (Kepala Sekolah MTs. Padang Sappa), wawancara tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa.

66 Ilmiah Syarif (Guru MTs Padang Sappa), Wawancara tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa.

77Hanifa (Guru MTs. Padang Sappa), Wawancara, tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu..

3. Senantiasa sopan santun kepada orang lain sebagai akhlak yang terpuji.

4. Agar melakukan tugas dan kewajibannya sebagai murid dengan mengerjakan

pekerjaan rumah (PR).9

Sekolah dapat menggali potensi peserta didik dalam beragama dengan berbagai

ilmu pengetahuan dan informasi agama. Hal ini dapat dilihat ketika anak mampu dan benar-

benar merealisasikan apa yang diajarkan kepadanya dan dipraktekkan dalam kehidupannya.

Tabel 4.11Pernyataan Siswa tentang bentuk pembinaan sikap dan perilaku oleh guru mudah di

terima oleh peserta didik di MTs Padang SappaKabupaten Luwu

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju 2 6.672. Setuju 28 93,333. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -

Jumlah 30 100 %

Pernyataan Siswa tentang pembinaan guru di madrasah sama dengan ungkapan

responden tentang metode yang di terapkan guru dalam mengajar yang menyenangkan,

yakni mengalami pengaruh yang cukup baik bagi pendidikan agama di MTs Padang Sappa.

Sedangkan pernyataan siswa tentang pembinaan sikap dan perilaku keagamaan yang

dilakukan orang tua di rumah memberikan dampak positif bagi pembinaan peserta didik di

sekolah.

Tabel 4.12

9 Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara pada tanggal 15 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

Pernyataan Siswa tentang Pengaruh Positif Pembinaan Orang Tua Peserta Didik di MTs Padang Sappa

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -

Jumlah 30 100 %

Hasil angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa tentang

pentingnya pembinaan keagamaan, yaitu 30 responden menyatakan setuju ini berarti 100%

responden mulai sadar akan pentingnya pembinaan keagamaan bagi peserta didik di MTs

Padang Sappa. Keteladanan guru merupakan media pendidikan yang positif, karena secara

psikologis guru adalah idola murid yang perkataan dan perbuatannya menjadi modal

tersendiri bagi siswa dalam membentuk karakter dan pribadi keagamaan siswa.

Tabel 4.13Pernyataan Siswa tentang Pemberian Sangsi yang Diterapkan

di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -

Jumlah 30 100 %

Berdasarkan angket yang di sebarkan pada 30 siswa tentang Pernyataan Siswa

tentang Sangsi bila melanggar peraturan, yaitu 30 responden menyatakan setuju ini berarti

100% responden mulai sadar akan pentingnya pemberian sanksi dalam pembinaan sikap

dan prilaku keagamaan peserta didik di MTs Padang Sappa.

Tabel 4.14Pernyataan Siswa tentang Guru Sebagai Teladan di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -

Jumlah 30 100 %

Pernyataan Siswa tentang Guru Sebagai teladan dalam Pembinaan keagamaan,

respnden menjawab setuju 100%, ini membuktikan akan pentingnya guru sebagai suri

teladan bagi peserta didiknya baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan

sekolah.

Tabel 4.15Pernyataan Siswa tentang Guru perlu Mengawasi Peserta Didik

di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

No Kategori Jawaban Frekuensi (F) Persentase (%)1. Sangat Setuju - -2. Setuju 30 1003. Tidak Setuju - -4. Sangat Tidak Setuju - -

Jumlah 30 100 %

Pernyataan Siswa tentang guru perlu mengawasi peserta didik dalam

mengembangkan sikap dan prilaku keagamaan merupakan hal yang positif. 30 responden

(100%) menjawab setuju. Hal ini menandakan bahwa pengawasan dalam pembinaan sikap

dan perilaku siswa yang dilakukan oleh orang tua dan guru di MTs Padang Sappa penting

dilakukan.

C. Hambatan dan Solusi Guru dalam Mengembangkan Sikap dan Perilaku Keagamaan

siswa di MTs Padang Sappa

Sekolah menyelenggarakan proses belajar mengajar untuk membimbing, mendidik,

melatih, dan mengembangkan kemampuan siswa dalam bentuk ilmu pengetahuan, maupun

perangkat-perangkat nilai yang berlalu. Sekolah sebagai lembaga kedua setelah keluarga,

saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Melihat dan mencermati keberadaan siswa-siswi MTs Padang Sappa Kecamatan

Ponrang Kabupaten Luwu, yang masyarakatnya yang terdiri dari berbagai suku dan ras

golongan, agama, maka hal ini menjadi hambatan tersendiri dalam pembinaan dalam proses

pembelajaran keagamaan siswa.

Adapun hambatan guru mengajar dalam pengembangan keagamaan siswa adalah

datangnya dari faktor lingkungan baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan

masyarakat, yang kurang memperhatikan peningkatan keagamaan siswa yang ada di MTs

padang sappa.

Dalam rangka pembinaan keagamaan siswa peranan guru dan orang tua haruslah

menjadi solusi dengan adanya kerjasama antara orang tua, guru dan tokoh masyarakat

dalam proses pembinaan sikap dan perilaku peserta didik. Di antara faktor yang menjadi

hambatan sekaligus solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi di MTs Padang Sappa

adalah

1. Faktor Lingkungan Keluarga

Orang tua di dalam keluarga merupakan panutan bagi anak-anaknya, namun

kenyataan banyak diantara orang tua yang kurang memberikan contoh yang baik dan

perilaku yang positif dimata anak-anaknya, dan yang lebih penting lagi kurangnya perhatian

orang tua akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya yang pada akhirnya semua

tanggung jawab dibebenkan kepada guru yang ada di sekolah/madrasah. Ini di sebabkan

karena kurangnya pengetahuan orang tua dalam mendidik anak dan lemahnya pengawasan

orang tua. Sedangkan disisi lain, tuntutan keluarga untuk membantu otang tua dalam

mencari nafkah serta kesibukan orang tua yang saban hari tiada habisnya untuk mencari

nafkah, ditambah lagi dengan budaya yang berbeda antara sesama masyarakat setempat.

Hal ini dapat membuat siswa MTs padang sappa menjadi hambatan tersendiri dalam proses

pembinaan keagamaan.10

Adapun hambatan dalam mengembangkan sikap dan perilaku keagamaan siswa

adalah:

a. Kurangnya perhatian dari orang tua, ini disebabkan karena kesibukan akan mencari

nafkah dan kebutuhan keluarga sehingga mengurangi perhatian.

b. Kurang pendidikan agama dari orang tua sendiri sehingga pendidikan agama bagi

peserta didik dibebankan sepenuhnya kepada guru yang ada di madrasah Tsanawiyah

Padang Sappa.11

Adapun solusi yang ditawarkan adalah perlu adanya pendekatan yang dengan kasih

sayang dan lebih utama adalah adanya komunikasi orang tua murid dan guru dalam bentuk

10Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu pada tanggal 15 Juni 2011.

11M. Syarif, Kepala Madrasah Tsanawiyah Padang Sappa, Wawancara di Padang Sappa Tanggal 15 Juni 2011.

pembinaan dan pendidikan. Orang tua dalam lingkungan keluarga adalah panutan dan

teladan. Pembinaan orang tua tersebut adalah tanggungjawab pemerintah.

Peran keluarga dalam membentuk karakter anak sangatlah menentukan, baik dalam

keberagamaan maupun keberhasilan keluarga dalam mendidik. Hal ini dapat dilihat ketika

anak mampu dan benar-benar merealisasikan apa yang diajarkan kepadanya dan

dipraktekkan dalam kehidupan sehari-harinya.

2. Faktor Lingkungan masyarakat

Sebagai pelajar yang menerima pelajaran di bangku sekolah, maka peserta didik di

dalam lingkungan masyarakat diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-

harinya, namun realitanya dalam kehidupan nyata siswa dihadapkan pada budaya di dalam

masyarakat seperti kekerasan, mabuk-mabukan, judi, dan kenakalan remaja (tawuran). Ini

merupakan hambatan yang datangnya dalam lingkungan masyarakat majemuk yang kadang

dijumpai di desa Padang Sappa.

Dari permasalahan di atas, maka solusi untuk mengikis semua bentuk perilaku yang

dapat di lihat oleh peserta didik MTs Padang Sappa kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu,

peranan guru, tokoh masyarakat, aparak pemerintahan untuk senantiasa melakukan

pemberantasan bentuk perilaku yang dapat meresahkan orang tua yang dapat

menguatirkan akan pengembangan peserta didik. Sikap acuh dan biasa terhadap penyakit

masyarakat tersebut lambat laun akan mempengaruhi sikap dan perilaku peserta didik baik

yang ada di madrasah maupun di sekolah pada umumnya.12

12Hanifa, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara, pada tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu.

Maka untuk mengoptimalkan peningkatan mutu madrasah sekolah harus membuat kebijakan dan aturan yang dapat membuat siswa patuh dan taat terhadap aturan-aturan agama agar sikap dan perilakunya dalam berinteraksi dengan sesama diri dan masyarakatnya dapat terealisasi seperti apa yang diajarkan di bangku sekolah.13

Upaya dalam pengembangan sikap dan perilaku keagamaan yang diberikan kepada

siswa seharusnya sesuai dengan lingkungan dan kebutuhan siswa seperti memberikan

peraturan tidak bersifat memaksa tapi semata-mata dorongan yang dapat membuat

kesadaran siswa dalam melaksanakan kebijakan dan aturan tersebut berdasarkan hati

nurani, yang kemudian terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif.

Guru dapat merancang sebuah program terpadu sehingga siswa dapat terbiasa dan

dapat menjadi hal yang biasa saja untuk dilakukan siswa, dengan melakukan hal-hal yang

positif. Karena biar bagaimanapun sebuah peraturan bila telah terbiasa maka akan mudah

melaksanakannya. Budaya sekolah yang positif juga akan membantu guru dalam mengikis

sifat-sifat siswa di rumah atau dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan budaya positif

tersebut. Diantaranya adalah membbuang sampah pada tempatnya.

Hal ini merupakan pembinaan sikap dan perilaku yang dpat mencerminkan akhlak,

ibadah dan keindahan. Dengan kultur sekolah yang kondusif maka siswa akan bermotivasi

dan sadar akan upaya guru dalam membina anak didiknya, maka guru harus menampilkan

diri sebagai teladan bagi siswanya. Keteladanan ini dimulai dari hal-hal yang kecil, misalnya

guru datang tepat waktu maka secara psikologis maka dapat mendorong anak untuk datang

lebih awal juga kesekolah. Ketika guru bersikap sopan dan santun kepada murid dengan

sendirinya juga dapat menjadi panutan bagi siswa untuk bersikap patuh dan sopan, bila

13Ilmiah Syarif, Guru MTs Padang Sappa, Wawancara, pada tanggal 16 Juni 2011 di MTs Padang Sappa Kabupaten Luwu

guru berpakaian rapi maka hal tersebut bisa menjadi alasan siswa untuk berpakaian rapi

dan sopan, dan tak ketinggalan adalah sikap dan perilaku menyebarkan salam dan

menjawab salam. Hal ini dapat dianggap biasa namun ini adalah awal interaksi murud dan

siswa dalam berkomunikasi yang baik dan sopan.