Upload
nita-puspitasari
View
473
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Balita merupakan kelompok umur yang paling sering terkena kekurangan
gizi.1 Pada tahun 2001, sekitar 54% kematian anak terjadi di negara berkembang
diakibatkan oleh malnutrisi.2 Balita yang mengalami gizi kurang di 53
kabupaten/kota di Indonesia mencapai angka 40 persen.3
Beberapa daerah di Indonesia yang termasuk daerah yang rawan gizi,
diantaranya adalah NTT, Solo, dan Cirebon. Pada tahun 2005, sekitar 55.543 anak
di NTT antaranya menderita gizi kurang, sedangkan hingga Maret 2008 tercatat
sebanyak 160 balita menderita gizi kurang didaerah Solo. Pada tahun 2009, Balita
yang mengalami gizi di Cirebon berjumlah 26.555 anak atau 15,45 persen.4,5,6
Berdasarkan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Balita pada tahun 2007 di
Bandung diketahui bahwa balita yang mengalami gizi buruk berjumlah 1.093
balita. Pada tahun 2009, kota Bandung mempunyai 9 kecamatan yang termasuk ke
dalam wilayah gizi rawan. Salah satunya adalah kelurahan Pajajaran yang
termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki. Jumlah anak yang memiliki
2
gizi kurang di daerah Pajajaran berjumlah 197 balita. Kondisi ini disebabkan
karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi, pola asuh dan faktor ekonomi,
sehingga mempengaruhi terhadap asupan gizi pada balita.7
Gizi kurang merupakan masalah di bidang kesehatan yang secara langsung
berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.8 Pertumbuhan dan
Perkembangan anak akan berjalan kurang baik jika anak tersebut status gizinya
kurang. Jika gizi buruk ini biarkan menetap dalam jangka waktu yang lama akan
terdapat beberapa dampak diantaranya adalah gangguan fisik dan anak akan
mudah terkena penyakit karena sistem imun yang tidak optimal. Dampak yang
paling buruk dari gizi kurang adalah kematian.9
Ibu memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang anak, salah satunya
adalah memilih makanan yang akan diberikan kepada anak agar gizinya seimbang.
Peranan tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi.
Penelitian yang dilakukan oleh Anwar pada tahun 2006 mengenai faktor resiko
kejadian gizi buruk di Lombok Timur, diketahui bahwa pengetahuan ibu
bermakna sebagai faktor risiko gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur.10
Penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian lain yang dilakukan di daerah
Tasikmalaya yang menyimpulkan bahwa tingkat pengetahuan ibu yang kurang
mengenai gizi memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak.11 Untuk itu, ibu
harus mengerti dan memiliki pengetahuan yang banyak tentang gizi pada balita
agar tumbuh kembang anak berlangsung optimal.
3
Informasi mengenai gizi dapat diperoleh dari berbagai macam sumber,
diantaranya internet, media massa, televisi, konsultasi pada dokter, Puskesmas, dan
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Posyandu memberikan kemudahan dan
keuntungan bagi masyarakat, salah satunya adalah masyarakat dapat memperoleh
pelayanan yang lengkap pada waktu dan tempat yang sama.12
Posyandu menyediakan informasi dan fasilitas untuk pemeliharaan kesehatan
balita. Jenis pelayanan yang diselenggarakan posyandu untuk balita mencakup :
penimbangan berat badan, penentuan status pertumbuhan, penyuluhan, dan deteksi
dini jika terdapat kelainan tumbuh kembang. Posyandu juga mempunyai program
penyuluhan mengenai gizi balita. Program penyuluhan tersebut merupakan sarana
informasi bagi ibu untuk mengetahui tentang gizi balita.12
Berdasarkan data tahun 2009 mengenai jumlah balita yang mengalami gizi
kurang di Puskesmas Pasirkaliki dan untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu
mengenai gizi balita serta hubungannya dengan status gizi balita, maka penelitian
ini dilakukan.
4
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, dapat dirumuskan pertanyaan
sebagai berikut :
1. Bagaimana status gizi balita di Posyandu Pasirkaliki ?
2. Bagaimana pengetahuan para ibu yang memiliki balita tentang gizi balita
di Posyandu Pasirkaliki ?
3. Adakah hubungan antara status gizi balita dengan tingkat pengetahuan ibu
mengenai gizi?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menentukan gambaran status gizi balita di Posyandu Pasirkaliki
2. Menentukan pengetahuan para ibu yang memiliki balita tentang gizi balita
di Posyandu Pasirkaliki
3. Menentukan ada atau tidaknya hubungan antara status gizi balita dengan
pengetahuan ibu tentang gizi balita
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Praktis
Dapat dijadikan pedoman atau pertimbangan dalam penyusunan
program penyuluhan tentang gizi balita untuk meningkatkan pengetahuan ibu
mengenai gizi pada balita baik di Posyandu maupun Puskesmas setempat.
5
1.4.2 Kegunaan Akademis
1. Memberikan pengalaman belajar dalam melakukan penelitian di
masyarakat, khususnya dalam mengetahui hubungan hubungan
tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita.
2. Hasil Penelitian ini bisa dijadikan pustaka ilmiah dan data dasar di
Fakultas Kedokteran Unisba untuk penelitian sejenisnya, khususnya
mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi
balita.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Zat gizi
Zat gizi adalah substansi kimia yang didapat dari makanan serta digunakan
tubuh untuk menghasilkan energi. Gizi merupakan agen regulasi untuk menyokong
pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh.13 Makanan yang masuk ke
dalam tubuh selanjutnya akan dicerna dalam saluran pencernaan. Kemudian bahan
makanan tersebut diuraikan menjadi zat gizi, selanjutnya zat tersebut diserap melalui
dinding usus.9
Fungsi umum zat gizi ialah sebagai sumber energi, berperan dalam
pertumbuhan, memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak, mengatur
metabolisme dan keseimbangan air dan elektrolit serta asam dan basa di dalam cairan
tubuh, juga berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh.Terdapat penggolongan
bahan makanan berdasarkan fungsi zat gizi tersebut, yaitu :9
1. Zat gizi penghasil energi, ialah karbohidrat, lemak, dan protein.
Zat ini sebagian besar dihasilkan dari makanan pokok.
7
2. Zat gizi pembangun sel, terutama diperankan oleh protein.
Terdapat 2 jenis sumber protein yaitu Protein hewani dan Protein nabati.
Protein hewani didapat dari daging, ikan, dan susu. Sedangkan protein
nabati didapat dari kacang-kacangan.
3. Zat pengatur, termasuk didalamnya vitamin dan mineral.
Bahan pangan penghasil zat pengatur ialah sayuran dan buah-buahan. Zat
pengatur menjalankan dan mengatur proses metabolisme tubuh. Bila
seseorang kekurangan zat pengatur dalam waktu lama akan timbul
berbagai penyakit defisiensi zat gizi.
2.1.2 Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari
variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala,
lingkar lengan, dan panjang tungkai.14
Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi
di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah yang cukup dan
digunakan secara efisien akan tercapai status gizi yang baik sehingga pertumbuhan
fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan dapat berjalan dengan
optimal.15
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
8
Gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara langsung
faktor masalah gizi dipengaruhi tiga hal yaitu:16
(1) Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang.
(2) Anak tidak mendapat asupan gizi yang memadai.
(3) Anak menderita penyakit infeksi.
Tiga hal di atas saling terkait dengan faktor - faktor lainnya seperti :
(1) Masalah Kesehatan
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara malnutrisi
dengan infeksi. Infeksi dengan tingkat keparahan apapun yang terjadi pada anak
dapat mempengaruhi keadaan gizi. Malnutrisi walaupun masih ringan
mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Menurut Sudiyanto (1982), status kesehatan berbandung lurus dengan
kondisi gizinya, artinya semakin baik kesehatan anak maka semakin baik kondisi
gizinya.16
(2) Pendidikan dan Pengetahuan Ibu
Tingkat pendidikan Orang tua terutama Ibu dapat menentukan gaya hidup
keluarga, termasuk didalamnya status gizi anak. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan orang tua dalam beberapa hal yaitu, mencari pekerjaan yang dapat
menghasilkan uang untuk membeli bahan makanan, memperoleh bahan makanan
yang baik, dan menambah kebiasaan dan perilaku yang benar dalam lingkungan
keluarga yang berkaitan dengan konsumsi gizi.15
9
Pendapat Jus’at (1991) seperti dikutip oleh Tato (1996) menyatakan bahwa
tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap pola pertumbuhan
balita. Hasil studinya ditemukan bahwa ada perbedaan pada pertumbuhan balita
menurut tingkat pendidikan orang tua. Tingkat pendidikan biasanya sejalan
dengan tingkat pengetahuan, makin tinggi tingkat pendidikan orang tua makin
baik pengetahuannya.15
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui cara pemilihan
bahan pangan. Artinya orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih
makanan yang lebih baik dalam kualitas dan kuantitas dibandingkan mereka
yang berpendidikan rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan Ibu maka
semakin baik status gizi anaknya.15
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari Fatimah menunjukkan faktor yang
memiliki kontribusi terhadap gizi kurang pada anak adalah riwayat penyakit
infeksi, tingkat pengetahuan ibu yang kurang, tingkat sosial ekonomi keluarga
yang rendah, dan asupan kalori serta protein yang kurang, sedangkan faktor yang
kepercayaan ibu terhadap makanan (100%) memiliki kepercayaan yang
mendukung terhadap status gizi balita. Jadi faktor kepercayaan ibu terhadap
makanan tidak berkontribusi terhadap status gizi kurang pada balita.11
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi berperan nyata dalam resiko gizi
kurang. Pengetahuan Ibu mengenai sumber vitamin dan mineral juga memiliki
peran yang penting terhadap status gizi balita. Bentuk kepedulian pada gizi anak
merupakan salah satu tanggung jawab dari keluarga dalam hal ini ibu rumah
10
tangga dan secara tidak langsung merupakan tanggung jawab masyarakat. Dalam
masyarakat, kegiatan-kegiatan yang menyangkut perbaikan gizi banyak
melibatkan kaum ibu, maka ibu merupakan tokoh utama yang harus peduli pada
gizi anak.11
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup
sehat secara mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Latar belakang pendidikan
seseorang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika tingkat pengetahuan
gizi ibu baik maka diharapkan status gizi ibu dan balitanya juga baik. Salah satu
sebab dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau
kemampuan meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat.11
(3) Sosial Ekonomi
Gopalan (1991) menyatakan bahwa epidemiologi dari gangguan pertumbuhan
atau kekurangan gizi (malnutrisi) pada anak-anak balita selalu berhubungan erat
dengan keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi.18
(4) Pola Asuh
Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang
diasuh oleh ibunya sendiri dengan kasih sayang, terutama jika ibunya yang
berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat Posyandu dan kebersihan,
ternyata lebih sehat. Unsur pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas
pengasuhan anak.16
11
(5) Sanitasi Lingkungan
Lingkungan yang buruk seperti air minum tidak bersih, tidak adanya saluran
penampungan air limbah, tidak menggunakan kloset yang baik, juga kepadatan
penduduk yang tinggi dapat menyebabkan penyebaran kuman penyakit.5Kuman
penyakit merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi. Infeksi dengan
tingkat keparahan apapun yang terjadi pada anak dapat mempengaruhi keadaan
gizi.18
(6) Faktor Demografi
Jumlah anggota keluarga khususnya anak yang hidup dan menjadi tanggungan
keluarga akan menambah beban keluarga dan perhatian orangtua terhadap
perkembangan anak serta mempengaruhi kondisi gizi anak.1,8
(7) Riwayat kelahiran
Keadaan ibu hamil yang asupan gizinya kurang, pada waktu melahirkan
kecenderungan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. Berat bayi lahir
rendah (< 2.500 gram) mempunyai resiko lebih besar kematian dibandingkan
dengan bayi lahir normal, memilki risiko penyakit kronis pada dewasa dan
konsekuensi lahir dengan gizi kurang berlanjut ke tahap dewasa.8
2.1.4 Penilaian Status Gizi
Peran Penilaian Status Gizi (PSG) adalah untuk mengetahui status gizi pada
individu atau masyarakat. PSG adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan
menggunakan metode untuk mengidentifikasi individu atau populasi yang berisiko atau
dengan status gizi buruk.8
12
Metode Penilaian Status Gizi (PSG) diantaranya penilaian konsumsi
makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis (Gibson, 2005). Diantara
beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah metode yang relatif paling
sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000).10
2.1.4.1 Pengukuran Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran yang paling sering digunakan sebagai
metode PSG secara langsung karena cepat, murah, tidak invasif dan dapat
mengukur status gizi jangka pendek maupun jangka panjang.19
Pengukuran antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi tubuh dan
komposisi tubuh. Pertumbuhan badan sejak bayi hingga dewasa dapat dinilai
menggunakan antropometri. Beberapa pengukuran antropometri utama
dijelaskan pada tabel di bawah ini.8,20
Tabel 2.1 Pengukuran Antropometri yang Utama
Pengukuran
Komponen Jaringan Utama yang Diukur
Stature / tinggi badan
Kepala, tulang belakang, tulang panggul, dan kaki
Tulang
Berat Badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan: khususnya lemak, otot, tulang, dan air
Lingkar Lengan
Lemak bawah kulitOtot, tulang
OtotLemak
Lipatan Lemak
Lemak bawah kulit, kulit
Lemak
Sumber: Jellife DB & jellife EEP.1989
13
Macam-macam pengukuran antropometri yang dapat digunakan untuk melihat
pertumbuhan adalah massa tubuh, pengukuran linear, dan komposisi tubuh.
Massa tubuh digambarkan dalam berat badan. Pengukuran berat badan
merupakan pengukuran antropometri yang paling sering digunakan. Berat badan
mencerminkan jumlah protein, lemak, air dan massa mineral tulang.20
Dasar pengukuran linear adalah tinggi (panjang) atau stature dan
merefleksikan pertumbuhan skeletal. Pengukuran ini meliputi pengukuran
tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas,
dan tinggi lutut. Komposisi tubuh yang dapat dinilai antara lain adalah otot dan
lemak.8
2.1.4.2 Indeks Antropometri
Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks
antropometri dapat berupa rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran lainnya, atau pengukuran yang dihubungkan dengan umur.
Beberapa indeks antropometri adalah sebagai berikut.8
a. Berat Badan Terhadap Umur (BB/U)
Indeks berat badan terhadap umur merupakan indikator status gizi kurang
saat sekarang dan penentuan umur yang tepat sangat penting. Indeks ini
sensitif terhadap perubahan kecil dan dapat menilai growth monitoring serta
pengukuran berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau
KEP.8
14
b. Tinggi Badan Terhadap Umur (TB/U)
Indeks tinggi badan terhadap umur merupakan indikator status gizi masa
lalu. Indeks ini dapat melihat kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa.8
c. Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB)
Indeks berat badan terhadap tinggi badan dapat mengetahui proporsi badan
(gemuk, normal, atau kurus) dan merupakan indikator status gizi saat ini.8
d. Lingkar Lengan Atas Terhadap Umur (LLA/U)
Indeks lingkar lengan atas terhadap umur dapat mengidentifikasi KEP pada
balita. Keuntungannya adalah dapat digunakan pada saat emergency, alat
ukurnya murah dan pengukurannya cepat.8
2.1.5 Klasifikasi Status Gizi
Klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi adalah seperti Tabel
1.
Tabel 2.2. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) *
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS **)
Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Gizi Lebih > +2 SDGizi Baik >= -2 SD sampai +2 SDGizi Kurang < -2 SD sampai >= -3 SDGizi Buruk < -3 SD
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Normal > = -2 SDPendek (Stunted) < -2 SD
Berat badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Gemuk > +2 SDNormal >= -2 SD sampai +2 SDKurus (wasted) < -2 SD sampai >= -3 SDKurus sekali < -3 SD
*) Sumber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002.
**) SD = Standard deviasi
15
Status gizi terbaik adalah status gizi optimum (eunutritional state) atau status
gizi baik. Kondisi ini menunjukkan kebutuhan jaringan terhadap zat gizi telah
terpenuhi. Tubuh terbebas dari penyakit karena memiliki daya tahan yang optimal.1
Status gizi lebih, sebagai hasil konsumsi berlebih, dikenal dengan istilah
overnutritional state. Kondisi ini memiliki tingkat kesehatan yang lebih rendah
dibandingkan orang dengan eunutritional state karena dalam kondisi ini dapat
meningkatkan risiko terjadinya penyakit-penyakit seperti penyakit kardiovaskular,
penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan lainnya.1
Status gizi sebagai hasil konsumsi defisien dinamakan undernutritional state
atau status gizi kurang dan status gizi buruk. Status gizi ini berada di bawah status
gizi orang sehat. Berat badan akan lebih rendah daripada berat badan ideal dan
penyediaan zat-zat gizi bagi jaringan tidak mencukupi, sehingga akan menurunkan
fungsi jaringan tersebut. Reaksi-reaksi metabolik menjadi terhambat dan mengalami
perubahan abnormal, sehingga terjadi perubahan pula dalam susunan biokimawi
jaringan.1
2.1.6 Kelompok Rentan Gizi
Kelompok rentan gizi adalah kelompok yang paling mudah menderita
kelainan gizi bila suatu masyarakat terkena kekurangan penyediaan bahan makanan.
Kelompok ini adalah kelompok bayi (0- 1 tahun), kelompok balita (1-5 tahun),
kelompok anak sekolah (6-13 tahun), kelompok remaja (14-20 tahun), kelompok ibu
hamil dan ibu menyusui, dan kelompok lanjut usia (Lansia).1
16
Kelompok balita merupakan kelompok yang mengalami masa tumbuh kejar
(catch-up growth), sehingga memerlukan zat gizi yang adekuat untuk setiap kilogram
(Kg) berat badannya. Balita juga merupakan kelompok yang paling sering menderita
penyakit akibat gizi kurang seperti KKP, defisiensi vitamin A, dan anemia defisiensi
besi (Fe).1
2.1.7 Nutrisi pada Bayi dan Balita
Makanan yang ideal harus mengandung cukup bahan bakar (energi) dan
semua zat gizi esensial. Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda tergantung dari
umur, kecepatan pertumbuhan, banyaknya aktivitas fisik, efisiensi penyerapan, dan
penggunaan makanan. Pertumbuhan dan perkembangan yang sehat tergantung pada
asupan makanan.18
2.1.7.1 Air Susu Ibu
Air Susu Ibu (ASI) mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk
penyediaan energi. ASI tidak memberatkan fungsi digestif dan ginjal yang
belum berfungsi dengan baik pada bayi baru lahir.18
Manfaat ASI :18
a. Mengandung nutrient yang lengkap dengan komposisi yang sesuai untuk
keperluan pertumbuhan bayi yang sangat cepat.
b. Nutrisi yang diberikan selalu dalam keadaan segar dan bebas dari patogen.
c. Mengandung antibodi yang dapat mencegah berbagai penyakit infeksi
terutama pada usus.
17
ASI mengandung antibody untuk bakteri dan virus, teramsuk kadar antibody
IgA sekeretori yang tinggi, fungsinya adalah untuk mencegah mikroorganisme
melekat pada mukosa usus.
ASI menghasilkan energi, dimana 40-50% total energy berasal dari
kandungan lemak. Lemak yang terdapat pada ASI lebih baik daripada susu
formula karena mudah diserap dan dicerna. Asam lemak yang terdapat pada
ASI adalah asam linoleat atau omega-6 dan asam lemak alfa linoleat atau
omega-3 merupakan asam lemak yang baik untiuk pertumbuhan dan
perkembangan otak anak.21
Karbohidrat yang terdapat pada ASI dan susu formula adalah laktosa
disakarida, yang mudah dicerna dan membantu absornsi kalsium. Jumlah total
protein pada ASI lebih sedikit daripada susu formula, tetapi kekurangan ini
memberikan keuntungan karena mengurangi beban dari ginjal untuk
mengeksresikan produk akhir dari metabolism protein yaitu urea. Protein utama
pada ASI adalah alpha-lactabumin yang efisien untuk dicerna dan diabsorbsi.13
Vitamin pada ASI cukup memenuhi kebutuhan pada bayi kecuali vitamin D
yang jumlahnya sedikit pada ASI. Rasio kalsium-fosfor pada ASI ideal untuk
absorbs kalsium, kandungan besi (Fe) ASI rendah tetapi memiliki
bioavailabilitas yang tinggi. ASI juga sedikit mengandung sodium dan ini
merupakan keuntungan bagi ginjal bayi karena kerjanya untuk menyrap atau
mensekresikan tidak terlalu berat.13
18
2.1.7.2 Susu Formula
Pengganti Air Susu Ibu (PASI) pada umumnya terbuat dari berbagai binatang
ternak, misalnya sapi, kerbau, kambing dan ada pula yang menggunakan susu
unta atau kuda.1 Sebaik apapun kandungan zat yang terdapat pada susu formula,
namun ASI merupakan yang terbaik.
Pemberian susu formula pada bayi sebaiknya setelah bayi berusia 4 bulan
atau lebih, dengan syarat ibu dan bayi dalam keadaan tidak sehat dan tidak
layak untuk menyusui atau disusui, seperti ibu menderita penyakit tertentu
( gagal jantung dan penyakit menular lain yang dapat menular melalui ASI),
bayi yang memiliki kelainan metabolic bawaan yang bereaksi jelek terhadap
ASI.1 Susu sapi murni atau bentuk modifikasinya merupakan dasa kebanyakan
susu formula.22
2.1.7.3 Karbohidrat
Karbohidrat adalah zat yang paling banyak dikonsumsi serta merupakan
sumber energy utama pada manusia selain lipid dan protein.24 Karbohidrat
terdiri atas tepung dan gula. Jenis makanan yang mengandung karbohidrat
adalah beras, gula, roti, kentang, dan susu. Tubuh merubah karbohidrat menjadi
glukosa dan pembakaran glukosa dengan oksigen menghasilkan energi. 25
2.1.7.4 Lemak
Lemak atau lipid merupakan salah satu makanan yang dapat memberikan
lebih banyak tenaga dibandingkan dibanding protein dan lemak. Lipid terdiri
dari trigliserida, phospholipid, dan sterol. Trigliserida menjaga tubuh tetap
19
hangat, melindungi tubuh dari shock mekanik, pembawa vitamin yang larut
dalam lemak (Vitamin A, D, E, K). Phospholipid dan sterol berfungsi untuk
menyusun struktur sel. Jenis makanan yang mengandung sumber lemak adalah
susu, minyak sayur, telur, lemak daging dan lemak ikan. 25
2.1.7.5 Protein
Protein yang didapat dari makanan sehari-hari harus diubah dulu menjadi
asam-amino sebelum dapat diserap dalam darah. Pencernaan protein dimulai
dengan hidrolisis ikatan peptidanya untuk menghasilkan asam-amino. Berbagai
enzim baik dari lambung (pepsin) maupun dari pancreas (tripsin, kemotripsin,
dan lain-lain) diperlukan untuk proses hidrolisis tersebut. Asam-amino hasil
hidrolisis protein hewani dapat diserap lebih cepat dan lebih efisien jika
dibandingkan dengan hasil hidrolisis protein nabati. 18
Protein yang dimakan sehari-hari terdiri dari 20 macam asam amino yang
setelah dicerna dan diserap digunakan untuk sintesis protein sel, protein
fungsional seperti hormon dan enzim, protein pengangkut seperti transferin.
Sembilan macam asam-amino merupakan zat gizi esensial bagi manusia, yakni :
isoleusin, leusin, treonin, lisin, metionin, fenilalanin, triptofan, valin, dan
histidin. Bagi bayi dengan berat lahir rendah, maka tirosin dan sistin masih
merupakan asam-amino esensial. Zat gizi esensial diartikan bahwa tubuh tidak
dapat mensintesisnya sendiri hingga zat gizi tersebut harus didapat dari
makanan yang masuk. Asam-amino yang tidak termasuk esensial disebut asam-
20
amino non-esensial. 18Jenis makanan yang mengandung sumber protein adalah
sayu-mayur, biji-bijian, kacang polong, kecambah, daging. 25
2.1.7.6 Vitamin
Vitamin sangat dibutuhkan oleh tubuh. Metabolisme yang sempurna akan
dihasilkan oleh tubuh jika tersedia vitamin dalam jumlah yang cukup. Vitamin
terbagi menjadi 2 jenis, yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang
larut dalam lemak. 25
Vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B dan C, sedangkan Vitamin
yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E, dan K.
a. Vitamin A
Vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan sel dan perkembangan warna
pada mata. Kekurangan vitamin A dapat menimbulkan penyakit rabun
mata, kulit kering dan pertumbuhan tulang terganggu. Sumber vitamin A
dalam makanan adalah mentega, susu, telur, bayam, wortel. 25
b. Vitamin B
Vitamin B adalah gabungan dari 15 macam lebih vitamin. Vitamin B
sangat penting untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B
akan menyebabkan kelemahan syaraf dan penyakit seperti beri-beri.
Sumber vitamin B adalah susu, telur, daging, ikan, sayuran, dan buah-
buahan.25
21
c. Vitamin C
Vitamin C sangat penting untuk pembentukan jaringan. Kekurangan
vitamin C dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh dan sariawan.
Jenis makanan yang mengandung vitamin C adalah sayuran dan buah-
buahan seperti jeruk. 25
d. Vitamin D
Vitamin D merupakan vitamin yang dapat dibuat oleh tubuh. Tanpa
vitamin D tubuh tidak dapat membuat cukup kalsium. Akibet kekurangan
vitamin D adalah tulang menjadi lemah dan gigi mengalami kerusakan.
Sumber vitamin D dalam makanan adalah minyak ikan, mentega, roti dan
susu. 25
e. Vitamin E
Vitamin E adalah antioksidan yang larut dalam lemak. Vitamin E berfungsi
sebagai pelindung utama untuk mencegah terjadinya oksidasi dalam tubuh,
serta melindungi sel darah putih sehingga berperan dalam sistem
pertahanan imun tubuh.25
f. Vitamin K
Vitamin K (K1 dan K2) diperlukan untuk pembekuan darah secara normal.
Sumber vitamin K1 dalam makanan adalah sayuran hijau dan hati,
sedangkan vitamin K2 oleh bakteri di usus. 25
22
2.1.7.7 Mineral
Tubuh memerlukan mineral untuk membentuk tubuh yang sehat. Kira – kira
20 macam mineral dalam jumlah kecil diperlukan tubuh. Misalnya, kalsium
diperlukan untuk tulang dan gigi. Sel-sel darah merah memerlukan zat besi.
Mineral juga sangat penting untuk proses tertentu, seperti mengirim impuls
syaraf (natrium dan kalium), kontraksi serat otot (kalsium), dan mengatur
pertumbuhan badan (yodium). (makanan sehat dan bergizi). 25
2.1.7.8 Air
Jumlah cairan yang harus masuk dalam tubuh merupakan hal yang pentig
terutama bagi bayi yang mudah menderita dehidrasi. Pada umumnya anak sehat
memerlukan 1000-1500 ml tiap harinya. Dalam keadaan sakit seperti infeksi
dengan suhu badan yang tinggi, diare, muntah, masuknya harus dinaikkan untuk
menghindarkan keadaan yang buruk.18
2.1.8 Posyandu
2.1.8.1 Definisi Posyandu
Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam pelayanan
kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta
pembinaan teknis dari petugas kesehatan dan keluarga.26
2.1.8.2 Tujuan Posyandu
23
Tujuan dibentuk posyandu diantaranya :26
1. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu ( ibu
Hamil, melahirkan dan nifas)
2. Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB Berta kegiatan lainnya
yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
3. Berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera,
Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga
Sejahtera.
2.1.8.3 Kegiatan Posyandu
Kegiatan posyandu adalah sebagai berikut :12
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. Ibu hamil
Kegiatan Ibu Hamil antara lain penyuluhan tanda bahaya pada ibu
hamil, persiapan persalinan, persiapan menyusui, perwatan payudara
dan pemberian ASI, peragaan pola makan ibu hamil, peragaan
perawatan bayi baru kahir, senam ibu hamil.
b. Ibu nifas dan menyusui
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui
diantaranya perwatan kebersihan jalan lahir, pemberian vitamin A
dan tablet besi, perwatan payudara, senam ibu nifas.
c. Bayi dan anak Balita
24
Jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk bayi dan
balita diantaranya penimbangan berat badan, penentuan status
pertumbuhan, penyuluhan.
2. Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan KB di Posyandu diselenggarakan oleh kader diantaranya
adalah pemebrian kondom dan pemberian pil. Jika ada tenaga kesehatan
Puskesmas dilakukan suntikan KB, dan konseling KB. Apabila tersedia
ruangan dan peralatan yang menunjang dilakukan pemasangan IUD.12
3. Imunisasi
Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik
terhadap bayi dan balita maupun terhadap ibu hamil.12
4. Gizi
Sasaran pelayanan gizi di posyandu adalah bayi, balita, ibu hamil. Jenis
pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi
dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian vitamin A, dan
pemberian sirup Fe.12
5. Pencegahan dan Penanggulangan diare
Pencergahan diare di posyandu dilakukan antara lain dengan penyuluhan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare
diantaranya penyuluhan, pemberian larutan gula garam.12
2.2 Kerangka Pemikiran
25
Masa bayi dan balita adalah masa yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan bagi kehidupan seorang manusia. Pada masa ini terdapat dua
fase pertumbuhan, yaitu fase pertumbuhan cepat dan fase pertumbuhan lambat.
Gizi memiliki peranan penting pada kedua fase pertumbuhan tersebut. Asupan
gizi sangat menentukan status gizi seseorang.
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Status gizi dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satunya adalah tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi. Penilaian
Status gizi akan dihitung dengan menggunakan Indeks Antropometri, dimana
Indeks yang digunakan adalah Berat Badan Terhadap Umur (BB/U) dan Berat
Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB) karena Indeks berat badan terhadap
umur (BB/U) merupakan indikator status gizi kurang saat sekarang dan Indeks
berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB) dapat mengetahui proporsi badan
(gemuk, normal, atau kurus) dan merupakan indikator status gizi saat ini.
Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi balita diantaranya adalah
masalah kesehatan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu, sosial ekonomi,
pola asuh, sanitasi lingkungan, riwayat kelahiran dan faktor demografi. Tingkat
pengetahuan ibu memiliki pengaruh yang amat besar dalam mempengaruhi
status gizi balita karena bayi dan balita belum dapat memilih dan mencari
makanannya sendiri, sehingga peranan ibu dalam memilih makanan untuk bayi
dan balitanya sangat penting. Tingkat pengetahuan orang tua terutama Ibu dapat
menentukan gaya hidup keluarga, termasuk didalamnya status gizi anak.
26
Tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi dapat diketahui dengan menggunakan
kuesioner. Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner tersebut mengenai
makanan yang memiliki kandungan gizi yang sangat dibutuhkan dalam
kehidupan sehari – hari. Setiap jawaban dari pertanyaan tersebut akan terdapat
score sehingga dapat diketahui tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi dan
selanjutnya dilihat dan dihubungkan dengan status gizi balitanya.
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan status
gizi balita, maka peneliti mengambil judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan
Ibu Mengenai Gizi Balita dengan Status Gizi Balita”. Jika dari hasil penelitian
ini terdapat hubungan maka dapat dijadikan pertimbangan bagi Puskesmas
dalam merancang program Penyuluhan untuk meningkatkan tingkat
pengetahuan ibu mengenai gizi balita sehingga pertumbuhan dan perkembangan
balita dalam berjalan optimal.
2.3 Hipotesa
Penelitian analitik ini tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai
gizi balita dengan status gizi balita untuk melihat ada tidaknya hubungan antara
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Anwar pada tahun 2006
mengenai faktor resiko kejadian gizi buruk di Lombok Timur, diketahui bahwa
pengetahuan ibu bermakna sebagai faktor risiko gizi buruk di Kabupaten
Lombok Timur.10 Penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian lain yang
dilakukan di daerah Tasikmalaya. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
27
tingkat pengetahuan ibu yang kurang mengenai gizi memiliki kontribusi
terhadap gizi kurang pada anak.8 Sehingga, diumuskan hipotesis nol dan
hipotesis alternative sebagai berikut.
Ho : ρ = 0, Ada korelasi antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi
balita.
H1 : ρ ≠0, Tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi
balita.
Secara skematis kerangka penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Bagan 1. Kerangka Pemikiran
KUESIONER
Peran ibu sangat besar dalam memilihkan makanan
Asupan gizi sangat penting pada masa ini
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bahan/subjek Penelitian
3.1.1 Bahan Penelitian
Tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi
STATUS GIZI BALITA
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA
Ho : ρ = 0
Status gizi balita membaik
Pertumbuhan dan perkembangan optimal
H1 : ρ ≠0
Tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi diperbaiki
Faktor Demografi Riwayat
Kelahiran
Sanitasi Lingkungn
Kesehatan
Sosial Ekonomi
Pola Asuh
29
Bahan penelitian ini menggunakan kuesioner untuk wawancara kepada ibunya
untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi balita.
3.1.2 Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada anak balita berusia 0-5 tahun yang dinilai status
gizinya dan ibu balita tersebut akan diwawancara, dengan terlebih dahulu meminta
izin kepada ibu balita tersebut dan pihak puskesmas.
3.1.3 Populasi dan Sampel
Teknik penarikan sample dilakukan dengan simple random sampling. Untuk
mengetahui seberapa besar ukuran sampel minimal digunakan rumus dibawah ini :
Up = ½ ln [ 1+ρ/1- ρ]
Up’ = 0,5 ln 1,4/0,6
= 0,423
Z1-α /2 + Z1-β 2
n1= ________________ +3
Up’2
1,96 + 1,645 2
= _______________ +3
(0,423)2
= 75,61
30
Up = ½ ln [ 1+ρ/1- ρ] + ρ/2(n1-1)
= 0,423 + 0,4/(2x74,61)
= 0,423 + 0,0026
= 0,4256
Z1-α /2 + Z1-β 2
n2 = ______________ +3
U2p
1,96 + 1,645 2
= _______________ +3
(0,4256) 2
= 71,728 + 3
= 73,728 ≈ 74
Jumlah sample minimal adalah 74.
3.1.4 Pengambilan Sampel
3.1.4.1 Kriteria Inklusi
a. Anak yang berumur kurang dari 5 tahun (balita).
b. Anak yang tidak mempunyai penyakit kronis.
31
3.1.4.2 Kriteria Eksklusi
a. Anak yang berumur diatas 5 tahun.
b. Anak yang mempunyai penyakit kronis.
3.2. Metode Penelitian
3.2.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dan metode yang
digunakan pada penelitian ini adalah metode cross-sectional mengenai status gizi
balita dan pengetahuan ibu tentang gizi pada balita.
3.2.2 Definisi Konsep dan Operasional Variabel
3.2.2.1 Variabel Penelitian
a. Variabel Independen (bebas)
Variabel Independen (bebas) dalam penelitian ini adalah Tingkat
Pengetahuan Ibu mengenai gizi balita. Untuk menggambarkan pengetahuan
ibu, dilakukan penyajian data pernyataan mengenai gizi pada balita.
Kemudian dilakukan scoring terhadap keseluruhan jawaban, dimana
jawaban yang benar akan diberikan nilai 3 sedangkan jawaban yang salah
diberi nilai 1. Dari sini akan digolongkan ibu memperoleh skor antara :
24 - 30 berarti memiliki pengetahuan yang baik
16 - 22 berarti memiliki pengetahuan yang cukup
32
10 – 15 berarti memiliki pengetahuan yang kurang.
Kemudian data-data disajikan dalam bentuk diagram.
b. Variabel Dependen (tidak bebas)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status gizi balita yang
diklasifikasikan dalam 4 kategori yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang, gizi
buruk berdasakan SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002.
3.2.2.2 Definisi Operasional
1. Balita yang diteliti adalah balita laki-laki dan perempuan yang berusia di
bawah 5 tahun, yaitu dari usia ≥ 6 bulan hingga 59 bulan 29 hari.
2. Status gizi anak balita adalah keadaan tubuh anak balita yang ditentukan
berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB).
3. Pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia
melalui pengamatan akal.
3.3. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data
3.3.1 Pemilihan Sampel
Pemilihan sampel ditentukan dari anak balita yang datang bersama ibunya ke
puskesmas atau posyandu pada bulan juni-agustus tahun 2010.
33
3.3.2 Pengumpulan Data
Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data primer
berupa kuesioner yang diisi oleh ibu balita. Data sekunder berupa data jumlah balita
dengan keadaan gizinya di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki
Bandung.
3.3.3 Pengolahan Data
3.3.3.1 Pengolahan Data Primer
Dilakukan wawancara terhadap ibu balita yang menjadi subjek penelitian.
Kuesioner berisi pertanyaan mengenai nama orang tua, tingkat pendidikan, dan
pertanyaan yang menggambarkan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita yang
berjumlah 10 soal, kemudian dari setiap jawaban akan terdapat score yang akan
dikalkulasikan sehingga dapat menunjukan tingkat pengetahuan ibu mengenai gizi.
3.3.3.2 Pengolahan Data Sekunder
Data sekunder diolah dengan mencatat data posyandu yang berhubungan
dengan penghitungan status gizi balita kemudian dikalkulasikan sehingga dapat
diketahui status gizi balita yang berasal dari Puskesmas Pasirkaliki.
3.4. Rancangan Analisis
Data diolah dengan menggunakan program Statistical Program for Social
Sciences (SPSS) versi 16.0. Analisis yang digunakan adalah korelasi Rank Spearman.
Hipotesa :
34
Ho : ρ = 0, Ada korelasi antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita.
Hi : ρ ≠0, Tidak ada korelasi antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita.
3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.5.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Pasirkaliki
Bandung
3.5.2 Waktu Penelitian
Rangkaian Penelitian dilakukan pada bulan Juni - Juli 2010.