29
31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik dan Kimiawi Perairan Parameter fisik dan kimiawi perairan yang diukur pada stasiun penelitian meliputi suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus (Lampiran 1). Suhu pada lokasi penelitian berkisar antara 28 sampai 29 °C (Tabel 5). Menurut Nybakken (1992), perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan yang rata-rata suhu tahunannya 23 sampai 25 °C dan terumbu karang dapat mentoleransi suhu hingga 36 – 40 °C. Salinitas yang didapat dari lokasi penelitian berkisar antara 26 sampai 29‰. Menurut Nybakken (1992) salinitas yang baik untuk pertumbuhan terumbu karang berkisar antara 32‰ sampai 35‰. Salinitas yang terukur di stasiun penelitian menunjukkan kondisi salinitas yang kurang baik untuk pertumbuhan terumbu karang. Rendahnya nilai salinitas yang didapat diduga karena pada bulan Maret terdapat curah hujan yang tinggi sehingga terjadi pengenceran perairan yang menyebabkan turunnya nilai salinitas di sekitar perairan Pulau Panggang. Kecepatan arus yang terukur pada lokasi penelitian adalah kecepatan arus permukaan dengan kisaran nilai 0,08 sampai 0,16 m/s, dengan kecepatan arus tertinggi terdapat pada daerah DPL. Tingkat kecerahan yang terukur pada seluruh lokasi penelitian mencapai tingkat yang optimum yaitu 100%. Tabel 5. Parameter fisik dan kimiawi perairan Habitat Parameter Fisik dan Kimiawi Perairan Suhu (°C) rata-rata Salinitas (‰) rata-rata Kecerahan (%) Kecepatan arus (m/s) rata-rata DPL 29 28,67 100 0,16 Ex-DPL 28 29,3 100 0,08 Non DPL 29 26,6 100 0,09

7 BAB IV Pembahasan - Universitas Padjadjaranmedia.unpad.ac.id/thesis/230210/2008/230210080020_4_6934.pdf · di perairan Pulau Semak Daun, persentase biota lain (OT) cukup rendah

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Parameter Fisik dan Kimiawi Perairan

Parameter fisik dan kimiawi perairan yang diukur pada stasiun penelitian

meliputi suhu, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus (Lampiran 1). Suhu pada

lokasi penelitian berkisar antara 28 sampai 29 °C (Tabel 5). Menurut Nybakken

(1992), perkembangan terumbu karang yang paling optimal terjadi di perairan

yang rata-rata suhu tahunannya 23 sampai 25 °C dan terumbu karang dapat

mentoleransi suhu hingga 36 – 40 °C.

Salinitas yang didapat dari lokasi penelitian berkisar antara 26 sampai 29‰.

Menurut Nybakken (1992) salinitas yang baik untuk pertumbuhan terumbu karang

berkisar antara 32‰ sampai 35‰. Salinitas yang terukur di stasiun penelitian

menunjukkan kondisi salinitas yang kurang baik untuk pertumbuhan terumbu

karang. Rendahnya nilai salinitas yang didapat diduga karena pada bulan Maret

terdapat curah hujan yang tinggi sehingga terjadi pengenceran perairan yang

menyebabkan turunnya nilai salinitas di sekitar perairan Pulau Panggang.

Kecepatan arus yang terukur pada lokasi penelitian adalah kecepatan arus

permukaan dengan kisaran nilai 0,08 sampai 0,16 m/s, dengan kecepatan arus

tertinggi terdapat pada daerah DPL. Tingkat kecerahan yang terukur pada seluruh

lokasi penelitian mencapai tingkat yang optimum yaitu 100%.

Tabel 5. Parameter fisik dan kimiawi perairan

HabitatParameter Fisik dan Kimiawi Perairan

Suhu (°C)rata-rata

Salinitas (‰)rata-rata

Kecerahan (%) Kecepatan arus (m/s)rata-rata

DPL 29 28,67 100 0,16Ex-DPL 28 29,3 100 0,08

Non DPL 29 26,6 100 0,09

32

4.2 Persentase Tutupan Karang

4.2.1 Persentase Tutupan Karang pada Kedalaman 3 meter

Kategori kondisi persentase penutupan karang hidup (hard coral) menurut

Gomez dan Yap (1988) berdasarkan bentuk pertumbuhannya dibagi menjadi

empat kategori yaitu: sangat baik, baik, sedang dan buruk. Persentase penutupan

karang hidup pada kedalaman 3 meter berkisar antara 40,5% sampai 45,9%

(Gambar 8 dan Lampiran 2). Secara umum kondisi tutupan karang hidup dari

ketiga habitat digolongkan dalam kategori sedang.

Gambar 8. Histogram persentase tutupan karang pada kedalaman 3 m

Tutupan karang batu paling tinggi pada habitat DPL adalah jenis Non

Acropora foliose dan Non Acropora branching dengan persen coverage 8,97%

dan 8,74%. Persentase tutupan karang batu paling rendah terdapat pada habitat

DPL, rendahnya persentase tutupan karang batu dikarenakan tingginya persentase

patahan karang dan pasir (abiotik) pada habitat DPL yaitu 43,6%, sehingga

mempengaruhi persentase tutupan karang hidup pada habitat DPL. Tingginya

persentase abiotik diduga dampak pemakaian alat tangkap bom oleh masyarakat

untuk menangkap ikan sebelum daerah ini dijadikan habitat DPL (Dinas

Peternakan, Perikanan dan Kelautan Prov DKI Jakarta 2007). Pada habitat DPL

juga ditemukan karang lunak dengan persentase tertinggi dari habitat lainnya yaitu

3,2%. Persentase karang mati pada habitat DPL cukup rendah yaitu 4,9%. Karang

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

DPL Ex-DPL Non DPL

Tu

tup

an

Ka

ran

g(%

)

Karang Batu

Karang Lunak

Karang Mati

Biota Lain

Alga

Abiotik

33

mati yang ditemukan merupakan karang mati yang telah ditutupi alga, hal ini

mengindikasikan bahwa karang telah lama mati yang disebabkan oleh

penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan oleh masyarakat sebelum

habitat DPL dilindungi. Nilai persentase alga pada habitat DPL cukup tinggi

dibandingkan dengan habitat lainnya, dengan persentase 1,6%. Hal ini diduga

karena tingginya persentase rubble yaitu 33,67%, sehingga menyediakan ruang

dan habitat bagi alga.

Habitat Ex-DPL memiliki persentase karang batu paling tinggi yaitu 45,9%.

Jenis karang batu yang memiliki persen coverage tinggi pada habitat Ex-DPL

yaitu jenis Acropora encrusting dengan persen coverage 19,30%. Pada habitat Ex-

DPL juga ditemukan karang lunak dengan persentase 1,7%. Nilai persentase

abiotik pada habitat Ex-DPL dikategorikan rendah dibandingkan habitat lainnya

yaitu 14,9%. Kematian karang pada habitat Ex-DPL paling tinggi dibandingkan

habitat lainnya, yaitu 32,8%. Menurut Simarmata (2010), tingginya kematian

karang di perairan Pulau Semak Daun disebabkan oleh keberadaan bulu babi

(Diadema sp). Berdasarkan hasil pengamatan pada habitat Ex-DPL yang terletak

di perairan Pulau Semak Daun, persentase biota lain (OT) cukup rendah yaitu

4,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya persentase kematian karang pada

habitat Ex-DPL bukan disebabkan oleh bulu babi. Habitat Ex-DPL memiliki

topografis yang landai dan banyak diminati wisatawan, diduga wisatawan

merusak karang ketika diving dan snorkling sehingga menyebabkan kematian

pada karang. Faktor lain penyebab tingginya kematian karang pada habitat Ex-

DPL diduga disebabkan oleh aktivitas nelayan yang membuang jangkar kapal

sembarangan. Nelayan yang sedang menangkap ikan pada habitat Ex-DPL tidak

membuang jangkar di daerah berpasir melainkan pada daerah terumbu karang

(Divinubun, 2006). Hal ini menandakan bahwa tekanan manusia pada habitat Ex-

DPL 3 meter sangat besar.

Persentase karang hidup pada habitat Non DPL yaitu 42,4%. Jenis karang

batu dengan persen coverage tertinggi pada habitat Non DPL yaitu Non Acropora

massive dengan persentase 18,42%. Tingkat kematian karang dan rubble pada

habitat Non DPL yaitu 14,5% dan 18,8%. Cukup tingginya persen coverage

34

karang mati dan rubble diduga karena habitat Non DPL dekat dengan daerah

pemukiman. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat aktivitas masyarakat pada

habitat Non DPL cukup tinggi. Persentase biota lain (OT) pada habitat Non DPL

lebih tinggi dari habitat lainnya yaitu 9,31%. Biota lain (OT) yang mendominansi

pada habitat Non DPL adalah bulu babi (Echinus esculentus), lili laut dan

ascidian.

4.2.2 Persentase Tutupan Karang pada Kedalaman 10 meter

Persentase penutupan karang hidup pada kedalam 10 meter berkisar antara

35,0% sampai 37,2% (Gambar 9 dan Lampiran 3). Secara umum kondisi tutupan

karang hidup dari ketiga habitat digolongkan dalam kategori sedang.

Gambar 9. Histogram persentase penutupan karang pada kedalaman 10 meter

Pada habitat DPL 10 meter persen tutupan karang batu yaitu 36,7%. Jenis

karang batu dengan persen coverage paling tinggi adalah Acropora foliose dengan

persentase 14,64%, sedangkan tutupan karang lainnya di bawah 5%. Pada habitat

DPL juga terdapat karang lunak dengan persentase 2,1%. Tutupan karang mati

pada habitat DPL 10 meter memiliki persentase paling tinggi dibandingkan habitat

lainnya, yaitu 21,2%. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tingginya

tutupan karang mati pada habitat DPL 10 meter diduga karena pemakaian alat

tangkap yang tidak ramah lingkungan oleh masyarakat sebelum dijadikan habitat

0

5

10

15

20

25

30

35

40

DPL Ex-DPL Non DPL

Tu

tup

an

Ka

ran

g(%

)

Karang Batu

Karang Lunak

Karang Mati

Biota Lain

Alga

Abiotik

35

DPL. Hal ini juga didukung dengan tingginya persen coverage karang mati yang

ditutupi alga (DCA) yaitu 11,3%, yang berarti karang sudah lama mati.

Berdasarkan persentase abiotik dalam kategori sand, habitat DPL memiliki

persentase paling tinggi dibandingkan habitat lainnya yaitu 13,31%. Tingginya

persen coverage pasir, diduga penyebab karang mati (DC) pada habitat DPL yaitu

9,90%. Hal ini dikarenakan substrat pasir yang tinggi dapat menyebabkan

tertutupnya polip karang sehingga mengakibatkan kematian pada karang.

Pada habitat Ex-DPL tutupan karang hidup dikategorikan sedang dengan

persentase 35%. Persen coverage tertinggi yaitu jenis karang batu Acropora

branching dengan persentase coverage 10,84%. Pada habitat Ex-DPL juga

terdapat karang lunak dengan persentase 0,9%. Persentase abiotik yaitu 35,6%

hampir sebanding dengan persen penutupan karang hidup dengan persentase

35%. Hal ini di duga karena tingginya aktivitas wisatawan dan nelayan, sehingga

menyebabkan kerusakan dan kematian karang (Divinubun, 2006). Hal ini juga

didukung dengan rendahnya tutupan karang mati yang ditutupi alga (DCA) pada

habitat Ex-DPL yaitu 0,9%, dengan kata lain karang mati pada habitat Ex-DPL

belum lama mati. Persentase macroallgae (MA) pada habitat Ex-DPL tertinggi

dari habitat lainnya, yaitu 15,4%. Hal ini diduga karena melimpahnya unsur hara

dan nutrien pada habitat Ex-DPL yang dibutuhkan alga untuk mendukung

pertumbuhan.

Nilai persen coverage tutupan karang hidup pada habitat Non DPL lebih

tinggi dari habitat DPL dan Ex-DPL yaitu 37,2%. Tutupan karang batu tertinggi

pada habitat Non DPL yaitu jenis Acropora massive dengan persen coverage

16,36%. Dilihat dari persentase kematian yaitu 16,1% dan persentae abiotik yaitu

33,23%, menandakan bahwa tekanan lingkungan di daerah rataan terumbu pada

habitat Non DPL cukup tinggi. Habitat Non DPL merupakan daerah yang dekat

dengan daerah pemukiman, sehingga banyak aktivitas masyarakat di sekitar

perairan habitat Non DPL. Limbah rumah tangga dan tumpahan minyak kapal

masyarakat juga di duga menjadi penyebab kematian karang pada habitat Non

DPL.

36

4.3 Indeks Mortalitas Karang

Nilai indeks mortalitas pada kedalaman 3 meter berkisar antara 0,11 sampai

dengan 0,42 (Tabel 6). Nilai indeks mortalitas karang pada habitat DPL

kedalaman 3 meter adalah 0,11. Nilai ini dikategorikan rendah yang artinya pada

habitat DPL kedalaman 3 meter tingkat kesehatan karangnya sangat tinggi. Hal ini

juga dapat dilihat dari rendahnya persentase tutupan karang mati pada habitat

DPL dengan nilai 4,9%.

Habitat yang tingkat kematian karangnya paling tinggi adalah habitat Ex-

DPL 3 meter dengan nilai indeks mortalitas 0,42. Tingginya persentase karang

mati yaitu 32,8%, mengindikasikan bahwa kesehatan karang pada habitat Ex-DPL

paling rendah diantara habitat lainnya. Hal ini dikarenakan aktivitas nelayan dan

wisatawan yang cukup tinggi sehingga menyebabkan tingginya persentase

kematian pada terumbu karang (Divinubun, 2006). Pada Habitat Non DPL 3

meter rasio kematian karang dikategorikan sedang dengan nilai indeks mortalitas

0,25, hal ini diduga karena habitat Non DPL dekat dengan daerah pemukiman

sehingga banyak aktivitas masyarakat, limbah rumah tangga dan tumpahan

minyak kapal nelayan yang menyebabkan kematian karang.

Tabel 6. Nilai indeks mortalitas karang pada kedalaman 3 dan 10 meter

Kedalaman Habitat IM

3 meterDPL 0,11

Ex-DPL 0,42Non DPL 0,25

10 meterDPL 0,37

Ex-DPL 0,25Non DPL 0,30

Nilai Indeks mortalitas pada kedalaman 10 meter berkisar antara 0,25

sampai dengan 0,37. Secara umum indeks mortalitas pada keseluruhan habitat

kedalaman 10 meter dikategorikan memiliki rasio kematian karang yang sedang.

Nilai indeks mortalitas paling tinggi pada kedalaman 10 meter adalah habitat DPL

dengan nilai indeks mortalitas 0,37. Tingginya nilai indeks mortalitas di

kedalaman 10 meter dikarenakan persentase kematian karang pada habitat DPL

37

cukup tinggi yaitu 21,2%. Tingginya persentase karang mati diduga dampak

pemakaian alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sebelum dijadikan DPL,

karena persentase karang mati tertinggi terdiri atas karang mati yang telah ditutupi

alga yang berarti karang telah lama mati sehingga ditumbuhi alga.

4.4 Komposisi Jenis Ikan

4.4.1 Kedalaman 3 meter

Berdasarkan pengamatan pada kedalaman 3 meter didapatkan 2143 individu

ikan karang yang terdiri atas 55 spesies dari 16 famili (Tabel 7 dan Lampiran 4).

Kelimpahan ikan tertinggi ditemukan pada habitat DPL dengan jumlah 1490 ekor

yang terdiri dari 7 famili. Pada habitat Ex-DPL terdapat 15 famili ikan dengan

jumlah kelimpahan 168 ekor, dan pada Habitat Non DPL terdapat 5 famili ikan

dengan jumlah kelimpahan 485 ekor.

Tabel 7. Kelimpahan Ikan berdasarkan famili pada kedalaman 3 meter

FamiliJumlah individu/500 m2

DPL Ex-DPL Non DPLApogonidae 37 - -Caesionidate 225 1 -Chaetodontidae - 8 5Ephippidae - 2 2Haemulidae - 1 -Holocentridae - 3 -Kyphosidae - 1 -Labridae 25 8 32Lethrinidae 6 1 0Lutjanidae - 4 0Nemipteridae - 10 0Pomacanthidae - 2 0Pomacentridae 1140 68 408Scaridae 42 51 38Siganidae 15 7 -Synodontidae - 1 -Jumlah 1490 168 485

Famili Pomacentridae merupakan jenis famili ikan yang memiliki

kelimpahan tertinggi dari keseluruhan habitat dengan komposisi 75,4% dari

38

semua famili yang ditemukan (Gambar 10). Hal ini dikarenakan jenis ikan dari

famili Pomacentridae umumnya berukuran kecil dan bersifat bergerombol,

sehingga jenis famili pomacentridae merupakan jenis ikan yang memiliki

kelimpahan individu tertinggi pada daerah terumbu karang (TERANGI, 2004).

Gambar 10. Grafik persentase kelimpahan Famili ikan karang pada keseluruhanhabitat kedalaman 3 meter.

4.4.2 Kedalaman 10 meter

Pada kedalaman 10 meter didapatkan 1594 individu ikan karang yang terdiri

atas 56 spesies dari 16 famili. Jumlah kelimpahan ikan tertinggi ditemukan pada

habitat DPL dengan jumlah 821 ekor yang terdiri atas 8 famili (Tabel 8). Pada

habitat Ex-DPL terdapat 11 famili ikan dengan jumlah kelimpahan 603 ekor.

Habitat Non DPL merupakan habitat yang kelimpahan ikannya terendah

dibandingkan habitat lainnya, yaitu 170 ekor yang terdiri atas 11 famili.

Kelimpahan ikan tertinggi dari keseluruhan habitat yaitu famili

Pomacentridae dengan komposisi 68,6%. Komposisi famili Pomacentridae juga

paling tinggi di kedalaman 3 meter, hal ini menunjukkan bahwa famili

Pomacentridae sebagai ikan yang berjumlah tetap tinggi dengan kedalaman 10

meter.

1.7%

10.6%3.0%

75.4%

6.1%3.2%

Apogonidae

Caesionidate

Labridae

Pomacentridae

Scaridae

Famili lainnya

39

Tabel 8. Kelimpahan Ikan berdasarkan famili pada kedalaman 10 meter

FamiliJumlah individu/500 m2

DPL Ex-DPL Non DPLApogonidae - 57 -Caesionidate 27 87 57Chaetodontidae 5 - 9Ephippidae - 2 -Haemulidae - 2 1Labridae 17 21 24Lethrinidae 6 - 7Lutjanidae - 3 2Nemipteridae - 40 1Pomacanthidae 5 4 -Pomacentridae 714 337 42Plesiopidae - 37 -Scaridae 43 13 22Serranidae 4 - -Siganidae - - 10Synodontidae - - 5Jumlah 821 603 170

Gambar 11. Grafik persentase kelimpahan Famili ikan karang pada keseluruhanhabitat kedalaman 10 meter.

3.6%

10.7% 3.9%

68.6%

4.9%9.0% Apogonidae

Caesionidate

Labridae

Pomacentridae

Scaridae

Famili lainnya

40

4.5 Struktur Komunitas Ikan Karang

4.5.1 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Keseragaman (E)

Pada kedalaman 3 meter, tingkat keanekaragaman dan keseragaman pada

habitat DPL dan Non DPL tergolong rendah hingga sedang. Hal ini

mengindikasikan bahwa tidak terdapat jenis spesies yang dominan pada habitat

DPL dan Non DPL (Tabel 9). Kelimpahan ikan pada habitat Ex-DPL tergolong

rendah dibandingkan habitat lainnya, akan tetapi keanekaragaman dan

keseragaman ikan pada habitat Ex-DPL dikategorikan tinggi. Hal ini memberikan

indikasi bahwa jumlah individu setiap spesies tersebar merata dan tidak ada

dominansi spesies.

Pada kedalaman 10 meter, habitat DPL memiliki tingkat keanekaragaman

dengan kategori sedang dengan keseragaman rendah (Tabel 10). Hal ini

mengindikasikan bahwa pada habitat DPL jumlah spesies tidak tersebar merata,

diduga adanya kecenderungan dominansi oleh satu jenis spesies. Pada habitat Ex-

DPL dan Non DPL, tingkat keanekaragaman dan keseragaman dikategorikan

sedang. Hal ini berarti tidak terdapat jenis spesies yang dominan.

Tabel 9. Indeks keanekaragaman dan keseragaman ikan karang pada kedalaman3 meter

Habitat Indeks Keanekaragaman (H') Indeks Keseragaman (E)

I (DPL) 1,62 0,54

II (Ex-DPL) 3,05 0,87

III (Non DPL) 1,65 0,52

Tabel 10. Indeks keanekaragaman dan keseragaman ikan karang pada kedalaman10 meter

Habitat Indeks Keanekaragaman (H') Indeks Keseragaman (E)

I (DPL) 1,33 0,40

II (Ex-DPL) 2,53 0,77

III (Non DPL) 2,64 0,83

41

4.5.2 Indeks Kesamaan Sorensen (So)

Pola pengelompokan spesies ikan dan dendogram diperoleh dengan

menggunakan analisis cluster berdasarkan indeks Sorensen. Data numerik jumlah

spesies terlebih dahulu diubah menjadi data binary (ada - tidak ada). Data binary

disajikan pada Lampiran 5, pengelompokan ikan berdasarkan indeks sorensen

disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7.

4.5.2.1 Kedalaman 3 meter

Berdasarkan indeks Sorensen (rata-rata indeks dan pemotongan dendrogram

pada skala 0,9704) diperoleh 7 kelompok spesies ikan (Gambar 12). Kelompok 1

pada umumnya ditemukan pada daerah tubir. Siganus javus merupakan ikan

pemakan rumput laut dan alga. Lethrinus ornatus dan Thalassoma lunare

merupakan jenis ikan karnivor dan sering ditemukan pada patahan karang dan

daerah berpasir (Setiawan, 2011). Apogon sp merupakan ikan nokturnal yang

bersembunyi di celah karang dan merupakan ikan karnivor. Scarus rivulatus dan

Bolbometodon sering ditemukan bergerombol dan merupakan jenis ikan herbivor

yaitu memakan alga yang menutupi substrat karang atau karang mati yang

ditutupi alga. Caesio cuning merupakan ikan pemakan zooplankton dan sering

ditemukan daerah tubir (TERANGI, 2004). Kelimpahan jumlah spesies ikan yang

paling tinggi pada kelompok 1 adalah Caesio cuning dengan jumlah 225 ekor

yang ditemukan di Habitat DPL. Menurut Zamani, et all (2011), Jenis Ikan

Caesio cuning merupakan jenis ikan yang bersifat bergerombol dan hidup di

perairan tropis. Kelimpahan Caesio cuning diduga karena pada habitat DPL

memiliki arus yang cukup kencang yaitu 0,16 m/s, sehingga arus membawa

zooplankton pada habitat DPL dan menjadikan ketersediaan makanan bagi Caesio

cuning cukup melimpah pada habitat DPL.

Kelompok 2 umumnya ditemukan berpasangan dan bergerombol. Scarus

quoyi dan Scarus atropektoralis merupakan ikan pemakan alga pada karang mati,

sering ditemukan di daerah karang mati atau karang mati yang ditutupi alga.

Pomachantus sexstriatus merupakan jenis ikan omnivor, selain pemakan cacing,

telur ikan dan hewan laut lainnya, Pomachantus sexstriatus juga pemakan hewan

42

invertebrata kecil termasuk polip koral. Jenis ikan lainnya termasuk ke dalam

famili Labridae yang ditemukan pada daerah tubir dan bersifat karnivora

(TERANGI, 2004). Jumlah kelimpahan ikan paling tinggi pada kelompok 2

adalah jenis ikan Hemigymnus melapterus dari famili Labridae dengan jumlah 11

ekor pada habitat Non DPL. Menurut Randall et all. (1990), Hemigymnus

melapterus merupakan jeis ikan karnivora yang memakan crustacea, molusca dan

invertebrata. Hemigymnus melapterus merupakan ikan diurnal yang mencari

makan di daerah patahan karang. Persentase patahan karang (RB) pada habitat

Non DPL cukup tinggi yaitu 17,45%. Persentase other (OT) pada habitat Non

DPL yaitu 9,31%, salah satu jenis spesies yang termasuk dalam kategori OT

adalah bulu babi yang juga merupakan sumber makanan bagi jenis spesies

Hemigymnus melapterus. Tersedianya sumber makanan bagi jenis spesies

Hemigymnus melapterus merupakan faktor tingginya kelimpahan jenis

Hemigymnus melapterus pada habitat Non DPL.

Kelompok 3 merupakan kelompok ikan dengan anggota terbanyak. Synodus

ulae merupakan ikan karnivor yang sering ditemukan pada rataan terumbu,

terkadang juga sering mencari makan pada daerah berpasir dan berbatu. Kyphosus

cinerascens, Sargocentron rubrum dan Ectorhincus chaetodontoides hidup di

daerah gua-gua karang dan laguna. Siganus virgatus dan Chaetodontoplus

mesoleucus jenis ikan herbivor, yaitu pemakan rumput laut, spons dan alga, jenis

ikan-ikan ini hidup soliter (TERANGI, 2004). Berdasarkan Setiawan (2011), jenis

ikan Pterocaesio chrysozoma merupakan jenis ikan pemakan zooplankton dan

sering ditemukan pada daerah tubir karang. Scolopsis lineatus, Scolopsis bilineata

dan Pentapodus trivittatus umumnya ditemukan pada daerah patahan karang dan

berpasir, jenis ikan ini pemakan invertebrata, udang dan kepiting. Lutjanus

fulvilamma dan Lutjanus decussatus jenis ikan karnivor yang sering ditemukan

pada laut dangkal dan dalam. Scarus ghobban dan Cetoscarus bicolor sering

ditemukan bergerombol dan merupakan jenis ikan pemakan alga yang menutupi

karang. Thalassoma Hardwickii, Pseudodax moluccanus dan Diproctacantus

xanthurus banyak ditemukan pada daerah tubir. Jenis makanan ikan ini adalah

udang, moluska, ikan-ikan kecil dan invertebrata. Premnas

43

bioculeatus, Dascyllus reticulatus dan Chrysiptera leocopoma merupakan

famili dari Pomacentridae. Jenis ikan ini memakan plankton dan invertebrata.

Beberapa dari jenis ikan ini juga bersimbiosis dengan anemon.

Kelimpahan jenis ikan tertinggi pada kelompok 3 yaitu spesies Scarus

ghobban dengan jumlah spesies 21 ekor pada habitat Ex-DPL. Scarus ghobban

merupakan jenis ikan herbivor yang memakan alga yang menutupi karang mati

dan hidup di perairan dangkal (Setiawan, 2011). Pada habitat Ex-DPL Persentase

karang mati yang ditutupi alga sangat rendah yaitu 1,0%, dengan kata lain

ketersediaan makanan spesies Scarus ghobban cukup rendah pada habitat Ex-

DPL. Di duga habitat Ex-DPL hanya dijadikan daerah pemijahan dan asuhan oleh

spesies Scarus ghobban. Pada habitat DPL tutupan karang batu didominansi oleh

jenis karang Acropora encrusting dengan persen coverage 19,30%, jenis karang

Acropora encrusting merupakan jenis karang yang disukai spesies Scarus

ghobban untuk berlindung (Khalifa, 2011).

Kelompok 4 merupakan ikan-ikan yang hidup pada perairan dangkal dan

bergerombol. Platax pinnatus hidup di daerah gua untuk berlindung dari predator

dan jenis ikan ini pemakan algae, invertebrata dan plankton (omnivor). Chaetodon

octofasciatus dan Caetodon kleinii jenis ikan diurnal yang memakan polip karang

dan cacing. Chaetodon octofasciatus dan Caetodon kleinii sering ditemukan pada

daerah terumbu karang yang memiliki tutupan dengan kategori baik dan sedang.

Scarus Sordidus hidup didaerah berbatu dan karang mati. Jenis ikan Scarus

Sordidus sering ditemukan bergerombol, namun pada ikan dewasa cenderung

soliter. Pomacentrus coelestis dan Cheiloprion labiatus tinggal didaerah karang

bercabang. Semasa muda Pomacentrus coelestis dan Cheiloprion labiatus tinggal

di daerah karang api untuk berlindung dari predator dan memakan plankton serta

invertebrata lainnya (Setiawan, 2011).

Jenis spesies Scarus Sordidus merupakan spesies yang kelimpahannya

tertinggi pada kelompok 4, ditemukan pada habitat Non DPL dengan jumlah

kelimpahan 17 ekor. Scarus Sordidus merupakan jenis ikan herbivor pemakan

alga, yang menyukai jenis karang bercabang sebagai tempat berlindung dari

44

predator. Pada Habitat Non DPL terdapat jenis karang bercabang yaitu Acropora

branching, Acropora digitate, Acropora encrusting dan Acropora submassive.

Jenis karang Acropora branching, Acropora digitate, Acropora encrusting dan

Acropora submassive disukai spesies Scarus Sordidus sebagai tempat berlindung

dari predator (Khalifa, 2011). Pada habitat Non DPL terdapat karang mati yang

ditutupi alga dengan Persentase 0,5%, hal ini mengindikasikan bahwa kelimpahan

spesies Scarus Sordidus pada habitat Non DPL dikarenakan habitat Non DPL

dapat menunjang kehidupan speseies Scarus Sordidus. Habitat Non DPL dapat

dijadikan daerah mencari makan, daerah asuhan, dan daerah pemijahan bagi

spesies Scarus Sordidus (Khalifa, 2011).

Kelompok 5 merupakan jenis ikan yang hidup pada daerah tubir karang dan

daerah berpasir. Lethrinus harak dan Halichoeres hortulanus jenis ikan karnivor

yang memakan hewan bercangkang keras seperti moluska. Jenis ikan Lethrinus

harak dan Halichoeres hortulanus juga sering mendiami daerah berpasir dan

patahan karang. Pomacentrus molueceonis dan Abudefduf voigiensis jenis ikan

pemakan plankton dan invertebrata yang sering mendiami rataan terumbu karang

yang tutupannya baik (TERANGI, 2004). Kelimpahan ikan tertinggi pada

kelompok 5 yaitu jenis spesies Abudefduf voigiensis dengan jumlah individu 25

ekor, ditemukan pada habitat DPL. Kelimpahan spesies Abudefduf voigiensis pada

habitat DPL diduga karena pada habitat DPL arus cukup kencang, sehingga

ketersediaan zooplankton sebagai sumber pakan spesies Abudefduf voigiensis

cukup melimpah. Jenis spesies Abudefduf voigiensis merupakan jenis ikan kecil

yang memiliki kelimpahan terbanyak pada terumbu karang (TERANGI, 2004).

Persentase tutupan karang hidup pada habitat DPL yaitu 40,5% dengan nilai

indeks mortalitas karang sangat rendah yaitu 0,11, hal ini mengindikasikan

ketersedian ruang bagi spesies Abudefduf voigiensis cukup luas pada habitat DPL.

45

0,64 0,7 0,76 0,82 0,88 0,94 1

Gambar 12. Dendogram pengelompokan spesies ikan pada kedalaman 3 meter

0,9704

46

Kelompok 6 merupakan kelompok ikan yang sering dijumpai pada daerah

dangkal. Dhiscistodus prosopotaenia merupakan jenis ikan pemakan plankton dan

invertebrata, hidup di daerah rataan terumbu dan mencari makan di daerah

patahan karang dan pasir. Scarus sp merupakan jenis ikan herbivor pemakan alga

pada karang mati, hidup bergerombol dan mencari makan di perairan dangkal

(Setiawan, 2011). Persentase karang mati yang ditutupi alga (DCA) dan Algae

assemblage (AA) pada habitat DPL yaitu 4,9% dan 1,3%. Jenis spesies Scarus sp

memiliki kelimpahan tertinggi pada habitat DPL dengan jumlah kelimpahan 15

ekor. Hal ini dikarenakan ketersediaan makanan pada habitat DPL cukup

melimpah.

Kelompok 7 merupakan jenis ikan yang sering mendiamin daerah laguna

dan daerah berbatu. Ikan-ikan di kelompok 7 termasuk dalam kelompok omnivor

yang memakan alga, plankton, moluska dan invertebrata. Halichoeres

chloropterus hidup pada daerah tubir karang dan memakan moluska serta

invertebrata. Hemiglyphidodon plagiometodon, Abudefduf leucogaster, dan

Chromis fumae jenis ikan omnivor yang sering ditemukan di terumbu karang dan

karang mati (TERANGI, 2004). Cheilinus fasciatus dan Cheilinus trilobatus

merupakan ikan diurnal yang hidup di daerah tubir dan menyukai air yang jernih

(tingkat kecerahan yang tinggi), jenis makanan Cheilinus fasciatus dan Cheilinus

trilobatus adalah moluska, bulu babi, udang, invertebrata dan ikan-ikan kecil.

Pomacentrus reidi jenis ikan omnivor yang sering ditemukan di daerah berpasir

dan batu sekitar terumbu karang (Setiawan, 2011).

Kelimpahan ikan tertinggi pada kelompok 7 ditemukan pada habitat DPL,

yaitu spesies Chromis fumae dengan jumlah individu 680 ekor. Chromis fumae

merupakan jenis ikan omnivor yang memakan alga dan zooplankton (Terangi,

2004). Kelimpahan spesies Chromis fumae pada habitat DPL dikarenakan pada

habitat DPL ketersediaan makanan cukup melimpah, sehingga habitat DPL diduga

dijadikan sebagai daerah mencari makan bagi spesies Chromis fumae.

47

4.5.2.2 Kedalaman 10 meter

Berdasarkan indeks Sorensen (rata-rata indeks dan pemotongan dendrogram

pada skala 0,9707) diperoleh 7 kelompok spesies ikan (Gambar 13). Kelompok 1

merupakan kelompok ikan diurnal. Synodus variegatus merupakan hewan

karnivor yang memakan jenis ikan-ikan berukuran kecil. Jenis ikan Synodus

variegatus hidup di daerah berpasir untuk bersembunyi dari predator dan

mengelabuhi mangsanya (Setiawan, 2011). Menurut Nelson (1994), Siganus

virgatus, Siganus puellus dan Siganus javus merupakan kelompok ikan dari famili

Siganidae yang hidup berpasangan. Umumnya ikan ini ditemukan di perairan

dangkal dan laguna dengan memakan alga pada karang, rumput laut dan spons.

Berdasarkan TERANGI (2004), Lethrinus obseletus jenis ikan karnivor yang

hidup di daerah berpasir, patahan karang (rubble) dan laguna. Caesio caerulaurea

hidup pada daerah tubir karang yang terdapat karang lunak dan memakan

zooplankton. Lutjanus decussatus ditemukan pada perairan dangkal hingga dalam

dan sebagian hidup bergerombol. Jenis ikan Lutjanus decussatus bersifat karnivor

dengan memakan ikan-ikan kecil dan crustacea. Heniocus varius, Chaetodon

octofasciatus dan Chaetodon kleini merupakan kelompok ikan dari famili

Chaetodontidae. Umumnya ikan-ikan ini ditemukan pada daerah laguna dan tubir

karang. Jenis makanan ikan-ikan ini adalah polip karang, alga, cacing dan

invertebrata. Hemygimnus melapterus dan Halichoeres chloropterus hidup pada

daerah tubir karang dan memakan moluska serta invertebrata. Cheiloprion

labiatus dan Amphiprion clarkii ditemukan pada perairan dangkal dan laguna

yang didominansi terumbu karang bercabang. Cheiloprion labiatus dan

Amphiprion clarkii hidup berkelompok kecil dan memakan polip karang, alga

dan plankton.

Kelimpahan ikan tertinggi pada kelompok 1 adalah jenis spesies

Cheiloprion labiatus dan Caesio caerulaurea yang ditemukan pada habitat DPL.

Kelimpahan zooplankton pada habitat DPL cukup tinggi, disebabkan pada habitat

DPL arus cukup kencang dan membawa zooplankton pada habitat DPL, sehingga

ketersediaan makanan bagi spesies Caesio caerulaurea cukup melimpah pada

habitat DPL. Pada habitat DPL juga terdapat karang lunak (soft coral) dengan

48

Persentase 2,17%. Caesio caerulaurea merupakan jenis ikan karang yang

menyukai karang lunak sebagai tempat berlindung (TERANGI, 2004).

Cheiloprion labiatus merupakan jenis ikan pemakan zooplankton dan alga. Selain

kelimpahan zooplankton cukup tinggi pada habitat DPL, terdapat juga karang mati

yang ditutupi alga (DCA) dengan persentase 11,3%. Ketersediaan makanan dan

ruang merupakan faktor jenis spesies Caesio caerulaurea dan Cheiloprion

labiatus menjadikan habitat DPL sebagai daerah mencari makan, sehingga

memiliki kelimpahan ptertinggi pada habitat DPL.

Kelompok 2 merupakan ikan-ikan nokturnal dan diurnal. Calloplesiops

altivelis merupakan ikan nokturnal yang ditemukan di daerah gua. Calloplesiops

altivelis memakan ikan-ikan kecil dan crustacea. Scolopsis margaritifer hidup di

daerah berpasir dan patahan karang (rubble) bersifat benthic feeders. Platax

pinnatus ditemukan di daerah gua dan pemakan algae, ubur-ubur dan plankton.

Lutjanus fulvilamma merupakan hewan karnivor yang hidup di perairan dangkal

hingga dalam dan umumnya bergerombol. Apogon chrysopomus dan Apogon

campressus jenis ikan yang bersembunyi di celah karang pada siang hari dan aktif

pada malam hari (nokturnal) bersifat karnivor. Bolbometodon muricatum berada

pada perairan dangkal dan pemakan alga. Thalassoma lunare sering ditemukan di

patahan karang dan daerah berpasir sedangkan Choerodon anchorago dan

bodianus mesothorax hidup pada daerah tubir karang. Ikan-ikan ini merupakan

famili Labridae yang bersifat diurnal, memakan ikan-ikan kecil, moluska dan

invertebra. Abudefduf sexfasciatus jenis ikan pemakan plankton dan alga,

ditemukan pada daerah rataan terumbu yang cukup baik (Setiawan, 2011).

Calloplesiops altivelis dan Scolopsis margaritifer merupakan jenis ikan

yang memiliki kelimpahan tertinggi dengan jumlah kelimpahan individu yang

sama yaitu 37 ekor, dan ditemukan pada habitat Ex-DPL. Persentase patahan

karang yang cukup tinggi yaitu 33% merupakan faktor tingginya kelimpahan

speseies Calloplesiops altivelis dan Scolopsis margaritifer pada habitat DPL.

Calloplesiops altivelis dan Scolopsis margaritifer merupakan jenis ikan karnivor

dan bentic feeders yang menyukai daerah patahan karang untuk mencari makan

(Setiawan, 2011).

49

0,64 0,7 0,76 0,82 0,88 0,94 1

Gambar 13. Dendogram pengelompokan spesies ikan pada kedalaman 10 meter

0,9707

50

Kelompok 3 merupakan kelompok ikan yang aktif pada siang hari (diurnal).

Cephalopholis minata dan Cephalopolis miceoprion jenis ikan karnivor, hidup

soliter dan sering ditemukan pada celah-celah karang. Lethrinus erythropterus

jenis ikan kelompok karnivor, sedangkan Chaetodon punctatofasciatus,

Chaetodontoplus mesoleucus dan Scarus ghobban termasuk dalam kelompok

omnivor yang memakan alga, plankton dan invertebrata kecil. Pada umumnya

ikan-ikan ini ditemukan di perairan yang kaya terumbu karang hidupnya, sampai

batas terluas lereng terumbu. Halichoeres scapularis, Halichoeres ornatissintus

dan Halichoeres hortulanus biasa hidup di laguna dangkal serta jenis ikan

pemakan alga. Epibulus insidiator dan Cheilinus fasciatus merupakan ikan diurnal

yang hidup di daerah tubir, makanan jenis ikan Epibulus insidiator dan Cheilinus

fasciatus adalah moluska, bulu babi, udang, invertebrata dan ikan-ikan kecil.

Pomacentrus reidi jenis ikan omnivor yang sering ditemukan di daerah berpasir

dan batu sekitar terumbu karang. Chromis opercoralis dan Chromis margaritefer

menghuni daerah laguna dan perairan terbuka. Jenis ikan Chromis opercoralis dan

Chromis margaritefer hidup soliter dan beberapa berpasangan, memakan alga dan

spons (Setiawan, 2011).

Kelimpahan ikan tertinggi pada kelompok 3 yaitu jenis spesies Pomacentrus

reidi dengan jumlah individu 73 ekor. Kelimpahan spesies Pomacentrus reidi

ditemukan pada habitat DPL, diduga karena adanya patahan karang dan tingginya

persen coverage pasir yaitu 13,31% pada habitat DPL. Pomacentrus reidi

menyukai daerah berpasir dan patahan karang sebagai daerah mencari makan

(Setiawan, 2011).

Kelompok 4 hidup pada daerah patahan karang dan perairan dangkal.

Letrhinus harak merupakan jenis ikan karnivor (TERANGI, 2004). Berdasarkan

Khalifa (2011), Scarus rivulatus dan Scarus atropektoralis merupakan jenis ikan

herbivor. Kelimpahan ikan tertinggi pada kelompok 4 adalah jenis spesies Scarus

rivulatus yang ditemukan pada habitat DPL dan Non DPL, dengan jumlah

individu yang sama pada kedua habitat yaitu 17 ekor. Scarus rivulatus merupakan

jenis ikan herbivor yang memakan alga (Khalifa, 2011). Pada Habitat DPL

terdapat karang mati yang ditutupi alga dengan Persentase 11,3% sedangkan pada

51

habitat Non DPL terdapat Macroalgae dengan Persentase 15,4%. Ketersediaan

makanan yaitu alga pada habitat DPL dan Non DPL merupakan faktor

kelimpahan spesies Scarus rivulatus ditemukan pada kedua habitat.

Kelompok ikan 5 ditemukan pada daerah gua, pasir dan patahan karang.

Kelompok 5 merupakan jenis ikan diurnal dan pemakan inverteberata, udang dan

kepiting. Beberapa dari jenis ikan ini hidup bergerombol (TERANGI, 2004).

Kelimpahan tertinggi pada kelompok 5 adalah spesies Pomacentrus moluecenois

yang ditemukan pada habitat Ex-DPL dengan jumlah individu 76 ekor. Tingginya

kelimpahan spesies Pomacentrus moluecenois pada habitat Ex-DPL diduga

karena pada Habitat Ex-DPL Persentase patahan karang cukup tinggi yaitu 33%.

Daerah patahan karang merupakan habitat bagi hewan avertebrata, udang dan

kepiting untuk berlindung dari predator, sehingga jenis spesies Pomacentrus

moluecenois menyukai habitat Ex-DPL sebagai daerah mencari makan.

Kelompok ikan 6 yaitu Caesio cuning dan Scarus quoyi. Caesio cuning

hidup di daerah tubir karang dan memakan zooplankton, sedangkan Scarus quoyi

hidup pada daerah dangkal, memakan alga dan karang (TERANGI, 2004). Jenis

spesies Caesio cuning memiliki kelimpahan tertinggi pada kelompok 6 yang

ditemukan pada habitat Ex-DPL dengan jumlah individu 87 ekor. Keberadaan

coral encrusting (CE) dengan Persentase 2,9% dan dead coral with algae (DCA)

dengan Persentase 0,9%, diduga disebabkan karena telah terjadi perubahan

keseimbangan pada daerah terumbu karang dari yang bersifat oligotrofik menjadi

mesotrofik, yang memungkinkan melimpahnya plankton sebagai sumber makanan

bagi ikan Caesio cuning pada habitat Ex-DPL (Zamani et all. 2011).

Kelompok 7 umumnya merupakan jenis ikan omnivor, yaitu

Hemiglyphidodon plagiometodon, Abudefduf voigiensis, Abudefduf leucogaster.

Jenis ikan-ikan ini sering di temui pada daerah terumbu karang. Scarus sp

merupakan jenis ikan pemakan alga dan karang. Jenis ikan Scarus sp hidup

bergerombol dan sering mencari makan di perairan dangkal. Labroides dimidiatus

bersifat diurnal dan hidup di daerah tubir. Jenis ikan ini memakan moluska,

invertebrata, bulu babi, udang dan ikan-ikan kecil. Chaetodonplus mesololuecus

ditemukan pada daerah patahan karang dan karang mati yang ditutupi alga. Jenis

52

ikan Chaetodonplus mesololuecus hidup soliter dan memakan alga (herbivor).

Pomacentrus coelestis umumnya hidup didaerah karang bercabang dan memakan

plankton serta invertebrata lainnya. Crhomis fumae merupakan jenis ikan yang

memakan plankton, invertebrata dan alga. Crhomis fumae hidup bergerombol dan

umumnya ditemukan di rataan terumbu (TERANGI, 2004).

Kelimpahan ikan tertinggi pada kelompok 7 yaitu spesies Hemiglyphidodon

plagiometodon yang ditemukan pada habitat DPL dengan jumlah individu 584

ekor. Hemiglyphidodon plagiometodon merupakan spesies ikan karang yang

berukuran kecil yang sering ditemukan pada habitat terumbu karang. Jenis spesies

Hemiglyphidodon plagiometodon memiliki sifat bergerombol (membentuk

scolling) dan menyukai terumbu karang tipe bercabang (Setiawan, 2011). Jenis

makanan Hemiglyphidodon plagiometodon adalah alga dan plankton yang

ditemukan melimpah pada habitat DPL. Diduga Habitat DPL merupakan daerah

mencari makan bagi spesies Hemiglyphidodon plagiometodon.

4.6 Analisis Nodul, Nilai Konstansi (Cij) dan Nilai Fidelitas (Fij)

Hubungan spesies ikan dengan ekosistem terumbu karang dapat dijelaskan

dengan analisa nodul yaitu menggabungkan kelompok ekosistem terumbu karang

dengan kelompok spesies ikan. Anggota kelompok spesies ikan tertentu dapat

dikatakan berada/konstan pada kelompok habitat tertentu apabila kelompok

spesies ikan tersebut memiliki tingkat kekonstanan yang tinggi (Cij = 1).

4.6.1 Kedalaman 3 meter

Kelompok spesies ikan yang memiliki tingkat kekonstanan tinggi pada

habitat DPL adalah kelompok spesies ikan 1, kelompok spesies ikan 5, kelompok

spesies ikan 6 dan kelompok spesies ikan 7. Pada habitat Ex-DPL: Kelompok

spesies ikan 3, kelompok spesies ikan 5 dan kelompok spesies ikan 6. Pada habitat

Non DPL: kelompok spesies ikan 2, kelompok spesies ikan 6 dan kelompok

spesies ikan 7 (Tabel 11).

53

Tabel 11. Nilai konstansi (Cij) kelompok spesies ikan terhadap ekosistemterumbu karang pada kedalaman 3 meter

HabitatKelompok Ikan

1 2 3 4 5 6 7

DPL 1 0 0 0 1 1 1

Ex-DPL 0 0 1 0,5 1 1 0

Non DPL 0 1 0 0,5 0 1 1

Suatu kelompok ikan dapat diindikasikan memiliki preferensi yang tinggi

terhadap suatu habitat tertentu, apabila nilai indeks Fidelitas (Fij ≥ 2). Dari hasil

analisa pada kedalaman 3 meter diketahui bahwa kelompok spesies ikan 1

memiliki tingkat preferensi tertinggi terhadap habitat DPL, kelompok spesies ikan

3 memiliki tingkat preferensi tertinggi terhadap habitat Ex-DPL dan kelompok

spesies ikan 2 memiliki tingkat preferensi tertinggi terhadap habitat Non DPL

(Tabel 12)

Tabel 12. Nilai fidelitas (Fij) kelompok spesies ikan terhadap ekosistem terumbukarang pada kedalaman 3 meter

HabitatKelompok Ikan

1 2 3 4 5 6 7

DPL 3 0 0 0 1,5 1 1,5

Ex-DPL 0 0 3 1,5 1,5 1 0

Non DPL 0 3 0 1,5 0 1 1,5

Kelompok spesies ikan 1 memiliki nilai konstansi dan tingkat preferensi

(nilai fidelitas) yang tinggi terhadap habitat DPL. Tutupan karang hidup pada

habitat DPL dikategorikan sedang, dengan Persentase 40,5%. Berdasarkan

persentase karang hidup, habitat DPL merupakan habitat yang memiliki

persentase terendah dibandingkan dengan habitat Ex-DPL dan Non DPL. Hal ini

dikarenakan tingginya Persentase abiotik pada habitat DPL yaitu 42,9 %, sehingga

mempengaruhi persentase karang hidup pada habitat DPL. Tingginya Persentase

54

abiotik pada habitat DPL merupakan faktor jenis spesies Lethrinus ornatus dan

Thalassoma lunare menyukai habitat DPL. Jenis spesies Lethrinus ornatus dan

Thalassoma lunare menyukai daerah berpasir dan patahan karang sebagai daerah

mencari makan (Setiawan, 2011). Jenis spesies Siganus javus, Scarus rivulatus

dan bolbometodon merupakan jenis ikan herbivor yang memakan alga. Persentase

karang mati yang ditutupi alga dan alga assemblage pada habitat DPL yaitu 4,9%

dan 1,3%. Habitat DPL yang berarus cukup kencang yaitu 0,16 m/s menyebabkan

kelimpahan zooplankton pada habitat DPL cukup melimpah, sehingga jenis

spesies Caesio cuning menyukai habitat DPL sebagai daerah mencari makan.

Habitat DPL memiliki tingkat kesehatan karang yang tinggi, hal ini ditunjukkan

dengan nilai indeks mortalitas yang rendah yaitu 0,11. Kesehatan karang yang

tinggi merupakan habitat bagi ikan-ikan kecil untuk bersembunyi dari predator

dan daerah mencari makan. Kelimpahan ikan-ikan kecil merupakan sumber

makanan bagi jenis spesies Apogon sp. Jenis spesies Apogon sp merupakan ikan

karnivor yang bersifat nokturnal (TERANGI, 2004). Apogon sp memangsa ikan-

ikan kecil yang bersembunyi pada terumbu karang pada malam hari.

Kelompok spesies ikan 3 memiliki nilai konstansi dan tingkat preferensi

tinggi terhadap habitat Ex-DPL. Habitat Ex-DPL memiliki persentasi kematian

cukup tinggi dengan Persentase 14,5%. Patahan karang dan pasir dengan

Persentase 9,3% merupakan habiat bagi hewan invertebrata, moluska, udang dan

kepiting hidup, sehingga habitat Ex-DPL merupakan daerah mencari makan bagi

sebagian besar kelompok spesies ikan 3 yang memakan jenis moluska,

invertebrata, udang dan kepiting. Lutjanus fulvilamma dan Lutjanus decussatus

jenis ikan karnivor yang memakan ikan-ikan kecil dan crustacea, Lutjanus

fulvilamma dan Lutjanus decussatus merupakan ikan karnivor yang bergerak aktif

mengejar mangsanya. Pada habitat Ex-DPL juga terdapat karang mati yang

ditutupi alga dengan Persentase yaitu 1,0%. Karang mati yang ditutupi alga

menjadi daerah mencari makan bagi jenis ikan pemakan alga seperti Scarus

ghobban, Cetoscarus Bicolor dan Chaetodontoplus mesoleucus (TERANGI,

2004). Pada habitat DPL tutupan karang batu didominansi oleh jenis karang

Acropora encrusting dengan persen coverage 19,30%, menurut Khalifa (2011),

55

jenis karang Acropora encrusting merupakan jenis karang yang disukai spesies

Scarus ghobban untuk berlindung. Hal ini juga yang merupakan faktor Scarus

ghobban menyukai habitat Ex-DPL.

Kelompok spesies ikan 2 dilihat dari nilai konstansi dan tingkat

preferensinya menyukai habitat Non DPL dengan persentase karang hidup 42,4%.

Persen coverage karang batu tertinggi yaitu jenis Acropora encrusting dengan

nilai Persentase 19,3%. Scarus quoyi dan Scarus atropektoralis merupakan jenis

ikan herbivor yang memakan alga. Persentase macro algae dan karang mati yang

ditutupi alga yaitu 0,48% dan 0,51%. Jenis spesies Pomachantus sexstriatus,

Hemigymnus melapterus dan Choerodon anchorago merupakan jenis ikan

karnivor, selain pemakan cacing, telur ikan dan hewan laut lainnya, spesies

Pomachantus sexstriatus, Hemigymnus melapterus dan Choerodon anchorago

juga pemakan hewan invertebrata yang ditemukan melimpah pada habitat Non

DPL dengan Persentase OT 9,3% (Randall et all. 1990).

Kelompok spesies ikan 4 memiliki nilai konstansi yang rendah dan nilai

fidelitas (preferensi) yang sedang terhadap habitat Ex-DPL dan Non DPL. Hal ini

berarti kelompok spesies ikan 4 terdapat atau menempati habitat Ex-DPL dan Non

DPL namun kurang menyukai habitat Ex-DPL dan Non DPL. Diduga kelompok

spesies ikan 4 hanya menjadikan habitat Ex-DPL dan Non DPL sebagai daerah

mencari makan. Kelompok spesies ikan 4 merupakan jenis ikan herbivor dan

omnivor (Setiawan, 2011). Rendahnya Persentase karang mati yang ditutupi alga

pada habitat Ex-DPL dan Non DPL yaitu 1,0% dan 0,5%, menunjukkan

ketersediaan sumber makananan yaitu alga pada habitat Ex-DPL dan Non DPL

tidak melimpah, sehingga jenis ikan kelompok 4 kurang menyukai habitat Ex-

DPL dan Non DPL.

Kelompok spesies ikan 5 memiliki nilai konstansi yang tinggi dan nilai

fidelitas sedang terhadap habitat DPL dan Ex-DPL. Hal ini mengindikasikan

bahwa kelompok spesies ikan 5 terdapat pada habitat DPL dan Ex-DPL namun

kurang menyukai habitat DPL dan Ex-DPL. Kelompok spesies ikan 7 merupakan

kelompok spesies yang termasuk dalam kriteria serupa, terdapat pada habitat DPL

dan Non DPL namun kurang menyukai habitat tersebut. Kelompok spesies jenis

56

ikan 5 dan 7 merupakan ikan karnivor dan pemakan zooplankton. Persentase

patahan karang pada habitat DPL yaitu 33,6% dan Persentase karang mati pada

habitat Ex-DPL yaitu 31,8%. Cukup tingginya patahan karang dan karang mati

pada habitat DPL dan Ex-DPL diduga menjadi penyebab kelompok spesies ikan 5

dan 7 menjadikan habitat Ex-DPL sebagai daerah mencari makan.

Kelompok spesies ikan 6 memiliki nilai konstansi tinggi namun nilai

fidelitas rendah pada keseluruhan habitat, hal ini mengindikasikan bahwa

kelompok spesies ikan 6 terdapat pada seluruh habitat namun tidak menyukai

(avoidance) keseluruhan habitat. Kemungkinan jenis ikan karang pada kelompok

spesies 6 hanya datang untuk mencari makan dan tidak untuk tinggal.

Dhiscistodus prosopotaenia merupakan jenis ikan omnivor dan Scarus sp

merupakan jenis ikan herbivor (Setiawan, 2011).

4.6.2 Kedalaman 10 meter

Kelompok spesies ikan yang memiliki tingkat kekonstanan tinggi pada

kedalaman 10 meter adalah kelompok spesies ikan 4, kelompok spesies ikan 6 dan

kelompok spesies ikan 7 pada habitat DPL. Kelompok spesies ikan 2, kelompok

spesies ikan 5, kelompok spesies ikan 6 dan kelompok spesies ikan 7 pada habitat

Ex-DPL. Kelompok spesies ikan 1, kelompok spesies ikan 4, kelompok spesies

ikan 5 dan kelompok spesies ikan 6 pada habitat Non DPL (Tabel 13).

Tabel 13. Nilai konstansi (Cij) kelompok spesies ikan terhadap kelompok habitatekosistem terumbu karang pada kedalaman 10 meter

StasiunKelompok Ikan

1 2 3 4 5 6 7

DPL 0 0 0 1 0 1 1

Ex-DPL 0 1 0 0 1 1 1

Non DPL 1 0 0 1 1 1 0

57

Pada kedalaman 10 meter diketahui bahwa; kelompok spesies ikan 7

memiliki tingkat preferensi tertinggi terhadap habitat DPL, kelompok spesies ikan

2 dan 7 memiliki tingkat preferensi tertinggi terhadap habitat Ex-DPL dan

kelompok spesies ikan 1 memiliki tingkat preferensi tertinggi terhadap habitat

Non DPL (Tabel 14).

Tabel 14. Nilai fidelitas (Fij) kelompok spesies ikan terhadap ekosistem terumbukarang pada kedalaman 10 meter

StasiunKelompok Ikan

1 2 3 4 5 6 7

DPL 0 0 0 1,5 0 1 2

Ex-DPL 0 3 0 0 1,5 1 2

Non DPL 3 0 0 1,5 1,5 1 0

Kelompok spesies ikan 1 dilihat dari nilai konstansi dan nilai fidelitas

(preferensi) menyukai habitat Non DPL. Habitat Non DPL memiliki persentase

karang hidup 37,2%, dengan persen coverage karang batu tertinggi yaitu Non

Acropora massive dengan Persentase 16,3%. Dilihat dari persentase karang hidup

dan nilai indeks mortalitas 0,30, kondisi terumbu karang pada habitat Non DPL

dikategorikan sedang. Tutupan karang mati yang ditutupi alga dan macroalgae

dengan persentase 0,2% dan 3,4% merupakan sumber makanan bagi jenis ikan

herbivor jenis spesies Heniocus varius, Chaetodon octofasciatus dan Chaetodon

kleini (Nelson, 1994). Berdasarkan TERANGI (2004), Lethrinus obseletus dan

Synodus variegatus merupakan jenis ikan karnivor yang hidup di daerah berpasir

dan patahan karang (rubble) untuk mencari makan. Persentase tutupan pasir dan

patahan karang pada habitat Non DPL yaitu 25,3%. Jenis spesies Caesio

caerulaurea merupakan pemakan zooplankton. Kelimpahan Caesio caerulaurea

tertinggi ditemukan pada habitat DPL karena kelimpahan zooplankton pada

habitat DPL cukup tinggi, akan tetapi berdasarkan nilai fidelitas Caesio

caerulaurea lebih menyukai habitat Non DPL. Hal ini diduga karena tingginya

58

tingkat predator pada habitat DPL sehingga Caesio caerulaurea lebih menyukai

habitat Non DPL (Jones, 1991).

Kelompok spesies ikan 2 memiliki nilai konstansi dan nilai preferensi tinggi

terhadap habitat Ex-DPL. Kemudahan dalam memperoleh makanan dan

tersedianya ruang bagi kelompok spesies ikan 2 merupakan daya tarik habitat Ex-

DPL. Kondisi terumbu karang pada habitat Ex-DPL dikategorikan sedang, dengan

persentase karang hidup yaitu 35% dan nilai indeks mortalitas 0,25. Persentase

rubble yaitu 33% dan karang mati 16,1% merupakan faktor pendukung

makroalga cukup melimpah pada habitat Ex-DPL yaitu dengan Persentase

15,41%. Kelompok spesies ikan 2 umumnya merupakan jenis ikan pemakan alga,

crustacea, molusca, dan invertebrata-invertebrata kecil lainnya yang terdapat

melimpah pada habitat Ex-DPL.

Kelompok spesies ikan 4 memiliki nilai konstansi tinggi dan nilai fidelitas

sedang terhadap habitat DPL dan Non-DPL. Hal ini mengindikasikan bahwa

kelompok spesies ikan 4 terdapat pada habitat DPL dan Ex-DPL namun kurang

menyukai habitat DPL dan Non-DPL. Kelompok spesies ikan 5 merupakan

kelompok spesies ikan yang termasuk dalam kategori serupa, kelompok spesies

ikan 5 terdapat pada habitat Ex-DPL dan Non DPL namun kurang menyukai

habitat Ex-DPL dan Non DPL. Diduga kelompok spesies ikan 4 dan 5 hanya

menjadikan daerah yang didatanginya sebagai daerah untuk mencari makan.

Kelompok spesies ikan 6 memiliki nilai konstansi tinggi namun nilai

fidelitas rendah pada keseluruhan habitat, keadaan ini bahwa kelompok spesies

ikan 5 terdapat pada seluruh habitat namun tidak menyukai (avoidance) seluruh

habitat tersebut. Kemungkinan jenis ikan karang pada kelompok spesies 6 hanya

datang untuk mencari makan dan tidak untuk tinggal.

Kelompok spesies ikan 7 memiliki nilai konstansi dan fidelitas yang tinggi

terhadap habitat DPL dan Ex-DPL. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok jenis

ikan 7 menempati dan menyukai habitat DPL dan Ex-DPL. Kelimpahan Alga dan

makro alga pada kedua habitat menjadi sumber makanan bagi jenis-jenis ikan

Hemiglyphidodon plagiometodon, Abudefduf voigiensis, Abudefduf leucogaster

dan Scarus sp. Persen coverage karang mati yang ditutupi alga pada habitat DPL

59

yaitu 11,3% dan Persentase macroalgae pada habitat Ex-DPL yaitu 15,4%.

Tingginya persentase patahan karang (rubble) pada ke dua habitat yaitu 15,6%

dan 33%, merupakan daerah yang disukai Chaetodonplus mesololuecus dan

Labroides dimidiatus dalam mencari makan. Jenis spesies Pomacentrus coelestis

dan Crhomis fumae merupakan jenis ikan pemakan plankton, alga dan

invertebrata yang juga ditemukan melimpah pada kedua habitat. Ketersediaan

makanan dan ruang merupakan faktor speises ikan kelompok 7 menyukai habitat

DPL dan Ex-DPL.